terhadap  pelaku  penipuan  uang  koperasi,  sedangkan  lokasi  penelitian  dilakukan  di  Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen Fakultas Hukum UNILA.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian a.  Untuk mengetahui pertanggungjawaban  pidana  terhadap  pelaku  tindak  pidana  penipuan
pinjam meminjam uang koperasi. b. Untuk  mengetahui  dasar  pertimbangan  hakim  dalam  menjatuhkan putusan pidana  terhadap
pelaku penipuan pinjam meminjam uang koperasi.
2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini meliputi kegunaan teoritis dan praktis, yaitu :
a. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu hukum dan dapat memperluas  daya  berfikir  dan  dapat  menjadi  salah  satu  referensi,  khususnya  mengenai
pertanggungjawaban pidana kejahatan penipuan pinjam meminjam uang koperasi.
b. Secara  Praktis  penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  sumbangan  pemikiran  kepada pihak–pihak  yang  berkepentingan  dan  untuk  memenuhi  salah  satu  syarat  guna  memperoleh
gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
D.  Kerangka Teoritis dan Konseptual
1.  Kerangka Teoritis
Kerangka  teoritis  adalah  konsep–konsep  yang  sebenar-benarnya  merupakan  abstraksi  dari  hasil pemikiran  atau  kerangkaacuan  yang  pada  dasrnya  bertujuan  mengadakan  kesimpulan  terhadap
dimensi–dimensi social yang dianggap relevan untuk penelitian Soerjono Soekanto, 1986 : 123. Setiap  penelitian  selalu  disertai  dengan  pemikiran–pemikiran  teoritis.  Hal  ini  karena  adanya
hubungan    timbal  balik  yang  erat  antara  teori  dengan  kegiatan  pengumpulan,  pengolahan, analisis, dan kontruksi data.
Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan  yang tercela oleh masyarakat dan itu harus dipertanggungjawabkan  kepada  si  pembuat  pidananya  atas  perbuatan  yang  telah  dilakukannya.
Roeslan Saleh, 1981 ; 80
Pertanggungjawaban atas tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh seseorang merupakan hal yang  harus  dilaksanakan  seseorang  akibat  perbuatannya  sesuai  dengan  ketentuan  hukum  yang
berlaku.
Orang yang mampu bertanggungjawab harus mempunyai 3 syarat yaitu : a. Dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari perbuatannya.
b. Dapat  menginsyafi  bahwa  perbuatan  itu  dapat  dipandang  patut  dalam  pergaulan masyarakat.
c. Mampu menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan perbuatan Roeslan Saleh, 1981: 85.
Pertanggungjawaban dalam hukum pidana Criminal Responsibility artinya : “Orang yang telah melakukan suatu tindak pidana disitu belum berarti ia harus dipidana,
ia  harus  mempertanggungjawabkan  atas  perbuatannya  yang  telah  dilakukan”  R.M. Suharto, 1996: 106.
Aspek  pertimbangan  yuridis  terhadap  tindak  pidana  yang  didakwakan  merupakan konteks penting  dalam  putusan  hakim.  Hakikatnya  pada  pertimbangan  yuridis  merupakan  pembuktian
unsur–unsur  dari  suatu tindak  pidana  apakah  perbuatan  terdakwa  tersebut  telah  memenuhi  dan sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan oleh jaksapenuntut umum. Dapat dikatakan lebih
jauh  bahwasanya  pertimbangan-pertimbangan  yuridis  ini  secara  langsung  akan  berpengaruh terhadap amardictum putusan hakim Soerjono Soekanto, 1986 : 128.
Kewenangan hakim sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat 1 Undang – undang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, juga harus ditafsirkan secara sistematis dengan Pasal
28 ayat 1 dan 2 undang-undang nomor 4 Tahun 2004 Jo Undang–Undang No.48 Tahun 2009 yang menyatakan sebagai berikut :
1 Hakim  wajib  menggali,  mengikuti,  dan  memahami  nilai-nilai  hukum  dan  rasa  keadilan
dalam masyarakat. 2
Dalam  menerapkan  berat  ringannya  pidana,  hakim  wajib  memperhatikan  pula  sifat  yang baik dan jahat dari terdakwa.
Pertimbangan yuridis dibuktikan dan dipertimbangkan maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta  dalam  persidangan  yang  timbul  dan  merupakan  konklusi  komulatif  dari  keterangan
para  saksi,  keterangan  terdakwa,  dan  barang  bukti  yang  diajukan  dan  diperiksa  dipersidangan. Fakta-fakta  terungkap  ditingkat  penyidikan  hanyalah  berlaku  sebagai  hasil  pemeriksaan
sementara  voor  onderzoek,  sedangkan  fakta-fakta  yang terungkap  dalam  pemeriksaan  sidang gerechtelijk  onderzoek  yang  menjadi  dasar-dasar  pertimbangan  bagi  keputusan  pengadilan
Moeljatno,  1993  :  218.  Selanjutnya  setelah  fakta-fakta  dalam  persidangan  tersebut diungkapkan,  pada  putusan  hakim  kemudian  akan dipertimbangkan  terhadap  unsur-unsur
bestandeelen dari tindak pidana yang telah didakwakan oleh jaksapenuntut umum dan pledoi dari  terdakwa  dan  atau  penasehat  hukumnya. Pertimbangan  hakim  dipertegas  pula  dalam  Pasal
183 KUHAP dan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut : Pasal  183  KUHAP  mengatur  tentang  sistem  pembuktian  dalam  perkara  pidana,  dimana  dalam
pasal tersebut diuraikan sebagai berikut : “Hakim  tidak  boleh  menjatuhkan  Pidana  kepada  seseorang  kecuali  apabila  dengan
sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Ketentuan  di  atas  adalah  untuk  menjamin tegaknya  kebenaran,  keadilan,  kepastian  hukum  dan hak asasi manusia bagi seorang dan setiap warga negara yang didakwakan telah melakukan suatu
tindak pidana. Sedangkan pasal 183 KUHAP di  atas mengisyaratkan bahwa untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif,
terdapat dua komponen : 1. Pembuktian  harus  dilakukan  menurut  cara  dan  dengan  alat-alat  bukti  yang  sah  menurut
undang-undang, 2.
Dan  keyakinan  hakim  yang  juga  harus  didasarkan  atas  cara  yang sah  menurut undang- undang.
Sedangkan yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana yang diterangkan di
dalam Pasal
184 KUHAP
sebagai berikut
1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa.
Mengenai alat-alat bukti ini sebelum KUHAP diatur didalam Pasal 295 R.I.D yang isinya adalah :
1. kesaksian-kesaksian, 2. surat-surat,
3. pengakuan, dan 4. petunjuk-petunjuk.
2.  Konseptual