Pengukuran Produktivitas Parsial Dengan Menggunakan Metode Pospac Pada PT. Socfin Indonesia Kebun Aek Pamienke

(1)

“ PRINSIP KERJA CONDUCTIVITY SENSOR DALAM

PENGUKURAN DAYA HANTAR LISTRIK SUATU FLUIDA “

( APLIKASI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER )

OLEH :

NIM : 03 5203 040 Nama : JOKO MALIS

Karya Akhir Ini Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

PROGRAM DIPLOMA - IV

TEKNOLOGI INSTRUMENTASI PABRIK

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

“ PRINSIP KERJA CONDUCTIVITY SENSOR DALAM

PENGUKURAN DAYA HANTAR LISTRIK SUATU FLUIDA “

( APLIKASI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER )

OLEH :

NIM : 03 5203 040 Nama : Joko Malis

Karya Akhir Ini Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

PROGRAM DIPLOMA - IV

TEKNOLOGI INSTRUMENTASI PABRIK FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sidang pada tanggal 20 Desember 2008 di depan penguji : 1. Ir. Syarifuddin Siregar : Ketua Penguji ... 2. Ir. H. Mansyur, Msi : Anggota Penguji ... 3. Ir. Nasrul Abdi, MT : Anggota Penguji ...

Diketahui oleh : Disetujui oleh :

Ketua : Pembimbing Karya Akhir :

Ir. Nasrul Abdi, MT

Nip. 131 459 554 Nip. 131 127 007


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini.

Tidak lupa pula penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tak pernah letih mengasuh, membesarkan, memberi dukungan moral maupun materil dan selalu menyertai Ananda dengan do’a sampai Ananda menyelesaikan Karya Akhir Ini.

Dalam proses penyusunan karya akhir ini, penulis telah mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, maka untuk bantuan yang di berikan baik materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sepantasnya penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting M.Eng selaku Dekan fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Nasrul Abdi MT. selaku Ketua Program Studi Teknologi Instrumentasi Pabrik.

3. Bapak Ir. A. Rachman Hasibuan selaku dosen pembimbing dalam penyusunan karya akhir ini.

4. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku Dosen Wali.

5. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknologi Instrumentasi Pabrik yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, khususnya angkatan 2003 yang telah banyak membantu penulis.


(4)

Akhir kata tak ada gading yang tak retak, karena keterbatasan waktu dan kemampuan, penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan Karya Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan. Untuk itu penyususn membuka diri atas segala kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat di diskusikan dan di pelajari bersama demi kemajuan wawasan ilmu pengetahuann teknologi. Semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2008


(5)

D A F T A R I S I

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Tujuan Karya Akhir ... 3

I.3. Batasan Masalah... 3

I.4. Metode Pembahasan... 3

I.5. Sistematika Pembahasan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

II.1 Arus Listrik ... 6

II.2. Kuat Arus, Rapat Arus dan Penghantar ... 6

II.2.1. Kuat Arus... 6

II.2.2. Rapat Arus ... 8

II.2.3. Penghantar ... 9

II.3. Konduktivitas ... 11

II.3.1. Konduktivitas Elektrik ... 12


(6)

II.4. Perbedaan Larutan Berdasarkan Daya Hantar Listrik

(Konduktivitas) ... 21

II.5. Pengelompokkan Larutan Berdasarkan Jenisnya ... 23

II.6. Sifat Koligatif Larutan ... 24

BAB III PROSES PEMBUATAN PULP ... 26

1. Chip Storaging ... 27

2. Conveyor ... 27

3. Digester ... 27

4. Brown Stock Washing, Screening & O2 Delignification ... 30

5. Bleaching Plant ... 32

6. Area Pulp Machine ... 33

7. Chemical Plant ... 37

8. Chemical Recovery ... 41

9. Power Boiler ... 45

10. Turbine Generator ... 46

11. Water Treatment... 48

12. Effluent Treatment ... 49

BAB IV PRINSIP KERJA CONDUCTIVITY SENSOR ... 52

IV.1. Conductivity Sensor ... 52

IV.2. CONDUCTIVITY TRANSMITTER ... 54

IV.3. DCS (Distributed Control System) ... 58


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

V.1. Kesimpulan ... 66

V.2. Saran ... 66


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gerakan Elektron pada Medium (a) Vakum,

(b) Cairan atau Gas... 8

Gambar 2.2 Struktur Pita Energi ... 11

Gambar 2.3 Konduktivitas (a) cairan atau gas, (b) logam, (c) semikonduktor ... 12

Gambar 2.4 Grafik Hubungan Konduktivitas dengan Konsentrasi ... 13

Gambar 2.5 Sel Konduktivitas dengan Sensor Platina ... 17

Gambar 2.6 Sensor Konduktivitas Tanpa Elektroda ... 19

Gambar 2.7 Hantaran Listrik Melalui Larutan HCl ... 23

Gambar 3.1 Bagan Proses Pembuatan Pulp ... 26

Gambar 4.1 Conductivity Sensor dengan dua elektrode type TB2 ... 52

Gambar 4.2 Conductivity Transmitter ... 54

Gambar 4.3 Heat Exchanger ... 59

Gambar 4.4 Skema keerpasangan Conductivity Sensor ... 60


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Bahan Semikonduktor dan nilai Gap ... 10

Tabel 2.2. Konduktivitas berbagai material ... 15

Tabel 2.3. Konstanta sel dan rentang ukur konduktivitas ... 16

Tabel 2.4. Konduktivitas Termal... 21

Tabel 2.5 Perbandingan larutan elektrolit dan larutan non elektrolit ... 22

Tabel 2.6 Sifat larutan (a) elektrolit kuat, (b) elektrolit lemah, (c)non elektrolit ... 23

Tabel 4.1 Batas pengukuran conductivity sensor tipe TB2 ... 54


(10)

ABSTRAK

Pada dunia industri penggunaan peralatan instrumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses operasi produksi suatu pabrik. Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat pada saat ini, manusia selalu berusaha untuk menemukan atau menciptakan suatu peralatan yang dapat mempermudah pekerjaan teknik pengukuran untuk suatu proses. Untuk itu peralatan tersebut harus dapat menghasilkan pengukuran dengan optimal. Beberapa parameter yang menjadi dasar bahan pengukuran dalam jalannya proses yaitu tekanan (pressure), suhu (temperature), tinggi permukaan (level), aliran (flow) dan lain sebagainya.

Salah satu aplikasi dari keempat alat instrumentasi tersebut adalah pengukuran konduktivitas listrik pada suatu fluida dengan menggunakan suatu sensor yang biasa disebut “Conductivity Sensor”. Sensor ini juga berguna untuk mendeteksi kebocoran zat kimia pada suatu proses. Data yang diperoleh dari pengukuran oleh sensor di lapangan berupa sinyal analog yaitu arus dengan nilai 4-20 mA. Sinyal ini selanjutnya dikirim ke bagian transmitter untuk dikonversikan menjadi nilai konduktivitas dari fluida yang diukur. Nilai ini selanjutnya ditampilkan pada layar yang terdapat pada bagian depan transmitter sehingga operator di lapangan dapat mengetahui besarnya konduktivitas fluida yang diukur tersebut. Dari transmitter data tersebut dikirim ke ruang DCS (Distribution Control System), sehingga data di lapangan dapat juga dibaca oleh operator yang ada pada ruang DCS.


(11)

ABSTRAK

Pada dunia industri penggunaan peralatan instrumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses operasi produksi suatu pabrik. Sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat pada saat ini, manusia selalu berusaha untuk menemukan atau menciptakan suatu peralatan yang dapat mempermudah pekerjaan teknik pengukuran untuk suatu proses. Untuk itu peralatan tersebut harus dapat menghasilkan pengukuran dengan optimal. Beberapa parameter yang menjadi dasar bahan pengukuran dalam jalannya proses yaitu tekanan (pressure), suhu (temperature), tinggi permukaan (level), aliran (flow) dan lain sebagainya.

Salah satu aplikasi dari keempat alat instrumentasi tersebut adalah pengukuran konduktivitas listrik pada suatu fluida dengan menggunakan suatu sensor yang biasa disebut “Conductivity Sensor”. Sensor ini juga berguna untuk mendeteksi kebocoran zat kimia pada suatu proses. Data yang diperoleh dari pengukuran oleh sensor di lapangan berupa sinyal analog yaitu arus dengan nilai 4-20 mA. Sinyal ini selanjutnya dikirim ke bagian transmitter untuk dikonversikan menjadi nilai konduktivitas dari fluida yang diukur. Nilai ini selanjutnya ditampilkan pada layar yang terdapat pada bagian depan transmitter sehingga operator di lapangan dapat mengetahui besarnya konduktivitas fluida yang diukur tersebut. Dari transmitter data tersebut dikirim ke ruang DCS (Distribution Control System), sehingga data di lapangan dapat juga dibaca oleh operator yang ada pada ruang DCS.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Sensor adalah peralatan yang digunakan untuk merubah suatu besaran fisik menjadi besaran listrik sehingga dapat dianalisa dengan rangkaian listrik tertentu. Hampir seluruh peralatan elektronik yang ada mempunyai sensor di dalamnya. Pada saat ini, dengan kemajuan teknologi sensor tersebut telah dibuat dan diproduksi dengan ukuran sangat kecil. Ukuran yang sangat kecil ini berguna untuk memudahkan pemakaian dan menghemat energi.

Pada sebuah industri atau pabrik, peranan dari sebuah sensor sangat penting. Agar suatu proses dapat berjalan dengan sempurna maka harus didukung dengan instrumen atau peralatan yang baik. Salah satu bagian dari instrumen tersebut adalah Conductivity Sensor. Sensor ini bekerja sebagai alat ukur daya hantar listrik (konduktivitas) suatu fluida. Dalam peranannya, sensor berguna untuk membantu mengontrol jalannya proses produksi pada suatu pabrik. Karena instrumen ini merupakan alat yang berperan penting dalam kelancaran proses, oleh karenanya ia harus dapat mengukur, mengontrol, mendeteksi dan menganalisa suatu input dengan baik dan benar.

Selain memiliki keunggulan-keunggulan, sebuah sensor juga terkadang memiliki berbagai kelemahan. Keunggulan dan kelemahan ini biasanya lebih dinilai dari faktor-faktor yang mempengaruhi sensor tersebut pada saat sensor bekerja.


(13)

Faktor-faktor yang mempengaruh Conductivity Sensor saat beroperasi, diantaranya;

a. Suhu

Konduktivitas kalor dari kebanyakan cairan berkurang dengan kenaikan temperatur, kecuali untuk air ataupun larutan encer. Di bawah atau dekat titik didih normal, penurunan itu hampir linear.

b. Pengkaratan/ korosi elektroda-elektroda pengukuran.

Interaksi antara elektroda dengan fluida yang mengandung senyawa-senyawa kimia secara terus-menerus akan menyebakan terjadinya korosi pada permukaan elektroda, hal ini dapat mengurangi akurasi ataupun ketelitian alat itu sendiri.

c. Tekanan

Pada tekanan sampai 40 atm, pengaruh dari tekanan pada konduktivitas kalor cairan diabaikan.

d. Umur peralatan

Umur peralatan juga harus diperhatikan, karena semakin tua suatu peralatan maka efisiensi terhadap pengukuran semakin berkurang. Begitu juga dengan sensor ini. Faktor lain seperti getaran juga dapat menyebabkan longgarnya elemen-elemen sensor yang dapat mengurangi kinerja sensor itu sendiri.

Melihat betapa pentingnya pengukuran konduktivitas listrik pada fluida dengan menggunakan sensor konduktivitas, maka perlu diambil langkah-langkah agar hasil pengukuran yang terbaca di lapangan tersebut sesuai dengan


(14)

keadaan yang sebenarnya, karena apabila instrument mengalami gangguan maka informasi yang diberinya tidak akan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini akan menggangu proses pengontrolan, bahkan dapat mengakibatkan sistem operasi pabrik terhambat.

I.2. Tujuan Karya Akhir

Adapun yang menjadi tujuan karya akhir ini adalah :

1. Memenuhi syarat untuk menyelesaikan masa studi sebagai mahasiswa program Diploma IV Teknologi Instrumentasi Pabrik.

2. Mengetahui dan memahami cara kerja Conductivity Sensor dan penggunaannya sebagai alat ukur daya hantar listrik (konduktivitas) suatu fluida.

I.3. Batasan Masalah

Mengingat masalah yang akan diangkat sebagai karya akhir ini mempunyai ruang lingkup yang relatif luas, maka penulis hanya membahas tentang prinsip kerja dari “Conductivity” Sensor secara umum serta peranannya dalam suatu proses tanpa membahas rangkaian elektronika dan perhitungan-perhitungan kimia secara mendetail.

I.4. Metode Pembahasan

Metode pembahasan yang dipergunakan dalam penulisan karya akhir ini antara lain sebagai berikut :


(15)

1. Dengan mempelajari teori yang diperoleh dari pembimbing serta pengamatan langsung di lapangan.

2. Melakukan diskusi dengan dosen pembimbing.

3. Dengan mencari buku-buku referensi dari beberapa pustaka yang dapat menunjang penyusunan karya akhir.

I.5. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan karya akhir ini, maka penulis membuat suatu sistematika penulisan. Sistematika ini merupakan urutan bab demi bab termasuk isi dari sub bab - sub babnya.

Adapun sistematika pembahasan tersebut adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan pembahasan, batasan masalah, metode pembahasan, dan sistematika pembahasan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang teori-teori konduktivitas, dan teori yang menyangkut alat-alat pendukung proses yang berkaitan dengan Conductivity Sensor tersebut.

BAB III : PROSES PEMBUATAN PULP

Bab ini menjelaskan tentang proses pengolahan pulp dari kayu sampai menjadi kertas.


(16)

BAB IV : PRINSIP KERJA CONDUCTIVITY SENSOR.

Bab ini menjelaskan tentang prinsip kerja dari conductivity sensor beserta keterpasangannya pada proses.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang dapat diambil penulis dari pengamatan di lapangan dan pada waktu penulisan karya akhir.


(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Arus Listrik

Muatan-muatan listrik yang bergerak akan menghasilkan arus listrik. Satuan arus listrik adalah Ampere (A). Lebih tepatnya arus I didefenisikan sebagai laju pergerakan muatan melewati suatu titik acuan tertentu (menembus suatu bidang acuan tertentu) sebesar satu Coloumb per detik, dari sistem hantar (misalnya melalui penampang lintang kawat tertentu) dan proses pengangkutan muatan disebut penghantaran. Jadi

dimana : Q = muatan (Coloumb) t = waktu (detik)

Satuan arus dalam sistem mks adalah ampere (A), sehingga, 1 ampere = 1

II.2. Kuat Arus,Rapat Arus dan Penghantar II.2.1. Kuat Arus

Kuat arus adalah laju transport muatan listrik per satuan waktu melalui titik atau permukaan tertentu. Simbol I biasa digunakan untuk arus yang konstan, sedangkan i untuk arus yang berubah terhadap waktu. Satuan kuat arus adalah ampere (1 A = 1 C/s).


(18)

muatan-muatan yang tersebar dalam cairan atau gas, atau pula bila terdapat pembawa-pembawa muatan positif dan negatif dengan karakteristik yang berbeda, hukum ohm yang sederhana ini tidak lagi mencukupi. Oleh sebab itu rapat arus J (A/m2

Gaya pada suatu partikel bermuatan positif dari medium vakum, seperti terlihat pada gambar 2.1(a). Karena tidak ada yang melawannya maka gaya ini akan menghasilkan percepatan yang konstan. Jadi muatan ini bergerak ke arah E dengan kecepatan U yang terus bertambah besar selama partikel masih berada dalam medan tadi. Kalau muatan itu berada dalam medium cairan atau gas, seperti yang terlihat pada gambar 2.1(b), ia berulang kali bertumbukan dengan partikel-partikel medium dan akan menghasilkan perubahan-perubahan yang acak dalam arah geraknya. Namun untuk kuat medan yang konstan dan medium homogen, komponen kecepatan yang acak tadi saling menghilangkan, hingga tinggallah kecepatan rata-rata yang konstan, yang dinamai dengan kecepatan hantar U, dalam arah E. Pada logam, penghantaran listrik adalah melaui gerakan elektron-elektron dari kulit paling luar dari atom-atom yang membentuk struktur logam itu. Kecepatan hantar berbanding lurus dengan kuat medan listrik (E),

) memperoleh perhatian lebih besar dalam teori elektromagnetik dibandingkan kuat arus I.

U = µE dimana : U = Kecepatan hantar

µ = Mobilitas dengan satuan m2 E = Kuat medan listrik

/Vs.

Penghantar-penghantar yang baik mempunyai satu atau dua elektron yang dapat bebas bergerak kalau diberi medan listrik. Mobilitas ini besarnya tergantung


(19)

pada suhu dan struktur penghantar. Jadi pada suhu tinggi mobilitas µ berkurang, berakibat pada kuat arus yang lebih kecil untuk kuat medan tertentu. Dalam analisa rangkaian, gejala ini dinyatakan dengan resitivitas atau hambat jenis dari bahan. Pertambahan resistivitas ini akan sebanding dengan bertambahnya suhu.

Gambar 2.1. Gerakan elektron pada medium (a) vakum, (b) cairan atau gas

II.2.2 Rapat Arus

Medan listrik dalam suatu penghantar dengan luas penampang yang tetap akan menyebabkan timbul arus konduksi. Rapat arus konduksi ini dapat dirumuskan dengan ;

J = ρU (A/m2 dimana : J = Rapat arus konduksi

)

ρ = Kerapatan muatan

U= Kecepatan hanyut/hantar jika U = µE, maka

J = σE

di mana σ = ρµ, adalah konduktivitas dari bahan yang dinyatakan dengan siemens per centimeter (S/cm).


(20)

II.2.3. Penghantar

1. Konduktor

Konduktor adalah zat yang dapat menghantarkan arus listrik dengan baik. Konduktor dapat berupa zat padat, zat cair, gas terion, dielektrik tak sempurna, dan bahkan ruang hampa udara di sekitar katoda yang memancarkan ion akibat panas. Karena sifatnya yang konduktif maka zat penghantar ini disebut konduktor. Konduktor yang baik adalah yang memiliki tahanan jenis yang kecil. Pada umumnya logam bersifat konduktif. Emas, perak, tembaga, alumunium, zink, besi berturut-turut memiliki tahanan jenis semakin besar. Di dalam banyak penghantar, pembawa muatannya adalah elektron. Emas adalah penghantar yang sangat baik, tetapi karena harganya sangat mahal, maka secara ekonomis tembaga dan alumunium paling banyak digunakan sebagai penghantar.

2. Isolator

Suatu penghantar listrik yang buruk disebut isolator. Pada jarak atom dalam kisi yang diperlihatkan oleh gambar 2.2(a), celah energi yang lebar ini memisahkan daerah pita konduksi yang penuh dari pita konduksi yang kosong. Energi yang dapat diberikan kepada elektron, oleh medan listrik yang ada, terlalu kecil untuk memindahkan elektron dari pita yang berisi ke pita yang kosong. Oleh karena itu elektron tidak dapat memperoleh energi yang mencukupi, maka penghantaran tidak mungkin berlangsung.


(21)

3. Semikonduktor

Salah satu bahan yang memiliki celah energi terkecil disebut semikonduktor. Bahan-bahan yang mempunyai sifat semikonduktor umumnya memiliki energi gap lebih kecil dari 6 eV. Bahan Semikonduktor dapat berupa bahan murni atau bahan paduan. Beberapa jenis bahan Semikonduktor dan nilai celah energinya diberikan pada tabel 2.1 berikut ;

Tabel 2.1. Bahan Semikonduktor dan nilai Gap

Selain bahan semikonduktor komersial yang ditunjukkan pada tabel 2.1 di atas, masih terdapat bahan semikonduktor lain yang belum dipakai secara luas. Bahan-bahan tersebut adalah bahan semikonduktor oksida dan bahan polimer. Contoh bahan oksida antara lain : CuO, ZnO, Ag2O, PbO, Fe2O3, dan SnO. Ditinjau dari jenis pembawa muatan yang menghantarkan listrik di dalamnya,


(22)

bahan semikonduktor dapat dibedakan menjadi bahan semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik. Bahan semikonduktor intrinsik merupakan bahan semikonduktor yang tidak mengandung atom-atom takmurnian (impuritas), sehingga hantaran listrik yang terjadi pada bahan tersebut adalah elektron dan lubang (hole). Sedangkan pada bahan semikonduktor ekstrinsik, karena mengandung atom-atom pengotor, pembawa muatan didominasi oleh elektron saja atau lubang saja.

Gambar 2.2. Struktur pita energi

II.3 KONDUKTIVITAS

Dalam cairan atau gas, umumnya terdapat baik ion positif atau ion negatif yang bermuatan tunggal atau kembar dengan massa yang sama atau berbeda. Konduktivitas akan terpengaruh oleh semua faktor-faktor tersebut. Tapi kalau kita anggap semua ion adalah sama, demikian pula ion positif, maka konduktivitasnya hanya terdiri dari dua suku, seperti yang ditunjukkan gambar 2.3(a). Pada konduktor logam, hanya elektron valensi saja yang bebas bergerak. Pada gambar 2.3(b) elektron-elektron itu digambarkan bergerak ke kiri. Konduktivitas di sini


(23)

hanya mengandung satu suku, yakni hasil kali rapat muatan elektron-elektron

konduksi ρe dengan mobilitas µe.

Gambar 2.3. Konduktivitas (a) cairan atau gas, (b) logam, (c) semikonduktor Dalam semikonduktor, seperti germanium dan silikon, konduksi tadi lebih kompleks. Dalam struktur kristal, setiap atom mempunyai ikatan kovalen dengan empat atom yang berdekatan. Seperti yang terlihat pada gambar 2.3(c), konduktivitas σ di sini terdiri dari dua suku, satu untuk elektron, lainnya untuk lubang. Dalam konduktivitas σ salah satu dari kerapatan ρe atau ρh akan jauh melampaui yang lainnya.

II.3.1 Konduktivitas Elektrik

Pengukuran konduktivitas elektrik adalah penentuan konduktivitas spesifik dari larutan. Konduktivitas spesifik adalah kebalikan dari tahanan untuk 1 cm3 larutan. Pemakaian cara untuk pengukuran ini antara lain untuk mendeteksi pengotoran air karena elektrolit atau zat kimia, seperti pada limbah industri, air untuk mengisi ketel uap atau boiler, pengolahan air bersih dan lain-lain. Karena ada relevansi antara konsentrasi dan konduktivitas suatu larutan, maka untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dapat dilakukan dengan cara mengukur


(24)

konduktivitas larutan tersebut. Dalam hal itu hubungan antara konsentrasi dan konduktivitas larutan telah ditentukan.

Larutan asam, basa dan garam dikenal sebagai elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik atau disebut konduktor listrik. Konduktivitas listrik ditentukan oleh sifat elektrolit suatu larutan, konsentrasi dan suhu larutan. Pengukuran konduktivitas suatu larutan dapat dilakukan dengan pengukuran konsentrasi larutan tersebut, yang dinyatakan dengan persen dari berat, part per million (ppm) atau satuan lainnya.

Jika harga konduktivitas dari bermacam konsentrasi larutan elektrolit diketahui, maka untuk menentukan konsentrasi larutan tersebut dapat dilakukan dengan mengalirkan arus melalui larutan dan mengukur resistivitas atau konduktivitasnya. Gambar 2.4 menunjukkan grafik hubungan antara konduktivitas dan konsentrasi untuk beberapa jenis larutan pada suhu tertentu.


(25)

Elemen pertama pada pengukuran konduktivitas listrik berbentuk konduktivitas sel yang terdiri atas sepasang elektroda yang luas permukaannya ditetapkan dengan teliti. Konduktivitas yang diukur dengan sel konduktivitas dinyatakan dengan rumus:

dimana; k = konduktivitas, mho/cm C = konduktansi, mho A = Luas elektroda, cm l = Jarak antara elektroda, cm

3

Dari persamaan di atas suatu konduktansi dengan nilai 1 mho dapat dinyatakan sebagai kemampuan hantar dari zat cair yang berukuran luas penampang 1 cm2 dan jarak 1 cm atau volume zat cair sebesar 1 cm3 untuk arus 1 ampere dengan tegangan 1 volt. Jika arus yang dapat dihantarkan lebih besar lagi, maka konduktansinya lebih besar pula. Jika pada suatu resistor dialirkan arus yang membesar, maka tahanan atau resistansinya akan mengecil. Hal ini berarti bahwa konduktivitas adalah kebalikan dari dari resistansi, mho = 1/ohm.


(26)

Tabel 2.2. Konduktivitas berbagai material

Material Tipe σ, S/m

Kuarsa Belerang Mika Parafin Karet Porcelain Kaca Bakelit Air Destilasi Tanah pasir Tanah Rawa Air segar Germanium Air Laut Tellurium Karbon Graphite Besi Tuang Mercury Chrome Constantan Silicon Perak Timah hitam Timah Fosfor Kuningan Seng Tungsten Duralumin Alumunium Emas Tembaga Perak Nb3 Isolator (Al-Ge) Isolator Isolator Isolator Isolator Isolator Isolator Isolator Isolator Isolator lemah Isolator lemah Isolator lemah Semikonduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Konduktor Super Konduktor 10 10 -17 10 -15 10 -15 10 -15 10 -15 10 -10 10 -12 10 -9 10 -4 10 -3 10 -2 2 -2 5 5 x 10 3 x 10 2 10 4 10 5 10 6 10 6 2,26 x 10

6 2 x 10

6 3 x 10

6 5 x 10

6 9 x 10

6 1,0 x 10

6 1,1 x 10

7 1,7 x 10

7 1,8 x 10

7 3 x 10

7 3,5 x 10

7 4,1 x 10

7 5,7 x 10

7 6,1 x 10

7

7

Dalam satuan Sistem Internasional (SI), satuan mho diganti dengan Siemens. Untuk suatu konduktivitas, mho/cm sama dengan mikro siemens per centimeter (µS/cm). Namun karena pada SI satuan panjang yang digunakan


(27)

adalah dalam satuan meter maka satuan konduktivitas adalah mikro siemens per meter, µS/cm = 100 S/m.

Pada peralatan ukur konduktivitas di industri, luas permukaan elektroda dapat lebih ataupun kurang dari 1 cm dan jaraknya dapat lebih jauh ataupun lebih dekat dari 1 cm. Hubungan satuan antara elektroda-elektroda dengan sel konduktivitas standar disebut dengan konstanta sel (K). Hal itu dapat diturunkan dengan persamaan :

Jarak l dan A besarnya tetap, sehingga l/A merupakan tetapan yang disebut sebagai konstanta sel. Jika l/A = F, maka C=K/F. F adalah konstanta sel dengan satuan 1/cm atau cm-1

Untuk konstanta sel tertentu memilliki daerah ukur konduktivitas, seperti yang tercantum pada tabel 2.3 di bawah ini.

. Konstanta sel berkisar antara 0,01 sampai 100 untuk sel konduktivitas.

Tabel 2.3. Konstanta sel dan rentang ukur konduktivitas

Konstanta Sel

Rentang Ukur Konduktivitas ( mikro mho )

0,01 0,10 1.00 10.00 100.00

1-200 100-2000 1000-5000 5.000-200.000 100.000-2.000.000


(28)

Karena temperatur merupakan besaran yang berpengaruh pada konduktivitas, maka diperlukan suatu kompensator suhu pada sel konduktivitas tersebut. Konstruksi sel konduktivitas yang digunakan biasanya lebih bergantung pada kebutuhan masing-masing. Konfigurasinya juga dipengaruhi oleh daerah ukur yang dikehendaki oleh konstanta sel.

Pada gambar 2.5, sel tipe sisipan dipasang ke dalam pipa atau bagian dalam tangki. Bagian yang sensitif terdiri atas dua buah elektroda platina yang terpasang dalam pipa pireks dengan bentuk H. Elektroda-elektroda ditempatkan pada pipa gelas yang terpisah yang terdiri atas cincin-cincin platina yang tersusun dalam pipa, sehingga pengotoran dan kerusakan elektroda dapat dibatasi. Sel-sel konduktivitas itu dapat dibersihkan dengan mudah. Elektroda platina dilapisi platina hitam untuk mencegah efek polarisasi.

Gambar 2.5. Sel konduktivitas dengan sensor platina

Polarisasi biasanya terjadi jika dialirkan arus listrik melalui suatu larutan. Bila polarisasi tidak dicegah maka akan mengganggu ketelitian dalam pengukuran. Salah satu bentuk polarisasi adalah elektrolisa yang pada umumnya menghasilkan lapisan gas pada permukaan elektroda yang akan meningkatkan


(29)

tahanan larutan. Oleh karena itulah tegangan DC tidak digunakan untuk menentukan konduktivitas. Dengan tegangan AC, polarisasi dapat ditiadakan.

Cara lain untuk menentukan konduktivitas adalah dengan sel yang bahan elektrodanya lebih banyak menggunakan graphite dari pada metal biasa. Macam-macam graphite yang digunakan mempunyai sifat permukaan sama terhadap polarisasi, seperti elektroda logam. Elektroda-elektroda tersebut dapat dibersihkan secara kimia dengan kain atau sikat.

Ada dua cara untuk mengkalibrasi instrumen konduktivitas, yaitu kalibrasi dari konduktivitas dan kalibrasi dari konsentrasi elektrolit. Pada umumnya konduktivitas larutan akan membesar jika suhu larutan itu naik. Dengan demikian konduktivitas suatu instrumen yang dikalibrasi dalam mho menggunakan larutan dengan konsentrasi tertentu. Pembacaan pada instrumen akan berubah jika suhu larutan itu berubah.

Kompensasi temperatur pada instrumen konduktivitas dari larutan dapat dibuat jika koefisien temperatur konduktivitas larutan telah diketahui. Kompensasi suhu ini tidak dapat digunakan untuk larutan yang lain. Pemasangan kompensasi suhu hanya digunakan untuk larutan tertentu yang memerlukan.

Seperti yang telah diuraikan terdahulu bahwa pengaruh suhu terhadap tiap-tiap elektrolit berbeda-beda. Dengan demikian untuk mengukur konsentrasi atau konduktivitas ,suhu elektrolit diatur supaya tetap, misalnya 70ºF. Untuk membuat kompensasi suhu dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis.

Kompensasi manual dilakukan dengan cara mengatur arus secara manual yang dikalibrasikan pada temperatur dari larutan pada saat pengukuran. Kompensasi suhu otomatis terdiri atas detektor suhu dari tahanan atau RTD yang


(30)

dimasukkan ke dalam sel pengukuran. Jika temperatur dalam sel berubah, tahanan dari RTD juga berubah. Tahanan ini dihubungkan dengan jembatan wheatstone, sehingga suhu akan mengkompensasikan ke arah nol. Hal ini mengakibatkan apabila terjadi perubahan suhu maka pengukuran konduktivitas tidak akan mengalami perubahan.

Di samping instrumen ukur konduktivitas dengan menggunakan elektroda, ada juga instrumen pengukur konduktivitas yang tidak menggunakan elektroda.

Gambar 2.6. Sensor Konduktivitas tanpa elektroda

Bagian dalam instrumen ini terdiri atas pipa yang pada kedua ujungnya terpasang lilitan kawat atau koil. Koil yang pertama dihubungkan dengan isolator ultrasonic ± 10 KHz yang menghasilkan induksi arus AC pada larutan yang sedang mengalir melalui pipa. Arus yang timbul pada larutan yang mengalir sebanding dengan konduktivitas larutan tersebut. Arus larutan itu membangkitkan arus pada koil yang kedua atau koil sekunder yang merupakan keluaran instrumen ini. Keluaran ini dimasukkan ke dalam Rangkaian elektronik untuk diubah menjadi sinyal arus standar (4-20 mA) atau sinyal tegangan (0-10 V). Pada


(31)

instrumen ini dipasang alat kompensasi suhu. Karena konduktivitas menunjukkan banyaknya ion dalam larutan, maka instrumen ini dapat dikalibrasi dan dinyatakan dalam persen konsentrasi elektrolit. Hal ini berguna sekali untuk mengetahui pencemaran air atau kesempurnaan reaksi kimia. Alat untuk mengukur konduktivitas tanpa elektrode ini dipakai untuk konduktivitas tinggi yang berkisar antara 50-1000 mili mho.

II.3.2 Konduktivitas Termal

Konduktivitas termal adalah sifat bahan yang menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu satuan luas. Bahan yang mempunyai konduktivitas termal yang tinggi dinamakan konduktor, sedangkan bahan yang konduktivitas termalnya rendah disebut isolator. Konduktivitas termal berubah seiring dengan perubahan suhu, tetapi dalam banyak hal perubahan ini cukup kecil dan dapat diabaikan.

Nilai konduktivitas termal itu menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Makin cepat molekul bergerak, makin cepat pula ia mengangkut energi. Jadi konduktivitas termal bergantung pada suhu.

Pada umumnya jika konduktivitas elektrik baik maka baik pula konduktivitas termalnya. Konduktivitas termal gas berbeda-beda. Untuk harga konduktivitas sebesar 1,0 sebagai patokan, digunakan konduktivitas udara pada suhu 32ºF. Konduktivitas termal berbagai macam gas diantaranya terlihat pada tabel 2.4 :


(32)

Tabel 2.4. Konduktivitas Termal

No Gas

Konduktivitas termal Relatif

1 2 3 4 5 6

CO CO Helium

2

Hidrogen Nitrogen

Oksigen

0,585 0,958 6,08 7,35 1,015 1,007

Dari tabel 2.4 di atas, gas CO2 dan CO adalah termasuk gas yang konduktivitas termalnya kecil sehingga dapat dikatakan sebagai penghantar panas yang buruk.

II.4. Perbedaan Larutan Berdasarkan Daya Hantar Listrik (Konduktivitas)

Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dibedakan menjadi 2 golongan yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Perbedaan antara kedua larutan ini terlihat pada tabel 2.5 berikut ;


(33)

Tabel 2.5 Perbandingan larutan elektrolit dan larutan non elektrolit

Larutan Elektrolit Larutan Non Elektrolit

1. Dapat menghantarkan listrik 1. Tidak dapat menghantarkan listrik

2.

Terjadi proses ionisasi (terurai menjadi ion-ion)

2. Tidak terjadi proses ionisasi

3.

Lampu dapat menyala terang atau redup dan ada gelembung gas

3.

Lampu tidak menyala dan tidak ada gelembung gas

Contoh:

Garam dapur (NaCl) Cuka dapur (CH3COOH) Air accu (H2SO4)

Garam magnesium (MgCl2)

Contoh:

Larutan gula (C12H22O11) Larutan urea (CO NH2)2

Larutan alkohol C2H5OH (etanol) Larutan glukosa (C6H12O6)

Contoh : larutan HCl.

Larutan HCl di dalam air mengurai menjadi kation (H+) dan anion (Cl-). Terjadinya hantaran listrik pada larutan HCl disebabkan ion H+ menangkap elektron pada katoda dengan membebaskan gas Hidrogen. Sedangkan ion-ion Cl -melepaskan elektron pada anoda dengan menghasilkan gas klorin.


(34)

Gambar 2.7 Hantaran listrik melalui Larutan HCl

II.5. Pengelompokkan Larutan Berdasarkan Jenisnya

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat dibagi menjadi larutan elektrolit dan non elektrolit. Sedangkan elektrolit dapat dikelompokkan menjadi larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah sesuai skema penggolongan berikut.

Tabel 2.6 Sifat larutan (a) elektrolit kuat, (b) elektrolit lemah, (c)non elektrolit

Jenis Larutan

Sifat dan Pengamatan Lain

Contoh Senyawa

Reaksi Ionisasi

Elektrolit Kuat

- terionisasi sempurna - menghantarkan arus listrik

- lampu menyala terang - terdapat gelembung gas

NaCl, HCl, NaOH, H2SO4, dan KCl

NaCl Na+ + Cl- NaOH Na+ + OH- H2SO4 2H+ + SO4 2-KCl K+ + Cl-


(35)

Elektrolit Lemah

- terionisasi sebagian - menghantarkan arus listrik

- lampu menyala redup - terdapat gelembung gas

CH3COOH, N4 CH OH, HCN, dan Al(OH)3

3COOH H+ + CH3COO-

HCN H+ + CN- Al(OH)3 Al3+ + 3OH-

Non Elektrolit

- tidak terionisasi - tidak menghantarkan arus listrik

- lampu tidak menyala - tidak terdapat gelembung gas

C6H12O6, C12H22O11, CO(NH2)2, dan C2H5

C

OH

6H12O6 C12H22O11 CO(NH2)2 C2H5OH

II.6. Sifat Koligatif Larutan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan elektrolit di dalam pelarutnya mempunyai kemampuan untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit pada konsentrasi yang sama. Yang menjadi ukuran langsung dari keadaan (kemampuannya) untuk mengion adalah derajat ionisasi (α). Besarnya derajat ionisasi (α) ini dinyatakan dengan:

α

=

Untuk larutan elektrolit kuat, harga derajat ionisasinya mendekati 1. Harga derajat

α


(36)

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut).

Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat larutan itu sendiri. Jumlah partikel dalam larutan non elektrolit tidak sama dengan jumlah partikel dalam larutan elektrolit, walaupun konsentrasi keduanya sama. Hal ini dikarenakan larutan elektrolit terurai menjadi ion-ionnya, sedangkan larutan non elektrolit tidak terurai menjadi ion-ion.


(37)

BAB III

PROSES PEMBUATAN PULP

Pabrik pulp pada dasarnya terdiri atas lima instalasi pokok: (1) Penyiapan bahan baku; (2) Pemasakan kayu dan pencucian; (3) Pencucian dan penyaringan; (4) Pemutihan; dan (5) Pencetakan. Proses pembuatan pulp seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini :


(38)

1. Chip Storaging adalah tempat penyimpanan serpihan kayu yang telah melalui proses penyerpihan. Tujuan utama dari Chip Storaging adalah untuk pengiriman chip ke Digester secara berkesinambungan, bila sementara waktu operasional di Wood Room ada masalah, Stock Chip telah tersedia di Chip Storaging. Jumlah chip storage yang tersedia ada 3 (tiga) dengan luas masing-masing 350.000 m³.

2. Conveyor adalah alat yang membawa serpihan-serpihan kayu (Chip) dari Storaging Tank ke Digester. Conveyor ini terdiri atas belt panjang yang berputar, diatasnya Conveyor ini diletakan Chip yang kemudian Chip-Chip ini masuk ke Digester Tank.

3. Digester adalah merupakan bejana yang digunakan untuk memasak pulp kimia dengan proses Kraft (sulfat). Dalam pemasakan Chip (serpihan kayu) dipergunakan larutan pemasak yang disebut Lindi Putih (White Liquor). Senyawa kimia aktif yang terkandung dalam Lindi Putih adalah NaOH dan Na2S. Pemasakan dilakukan pada suhu 165°C - 170°C. Digester yang

beroperasi terdiri atas 14 Super Batch Digester dimana tiap-tiap Digester memiliki kapasitas 350 m3. Jumlah total siklus waktu pemasakan ± 260 menit yang berarti tiap-tiap digester akan menghasilkan pemasakan secara maksimum 5,5 kali perhari. Hal ini dengan catatan tidak ada waktu istirahat (spare time) untuk tiap-tiap digester dalam siklus pemasakan. Untuk 14 Digester akan menghasilkan pemasakan 77 kali perhari. Uraian siklus pemasakan dengan sistem Super Batch Digester adalah sebagai berikut :


(39)

a. Pengisian Chip

Pengisian Chip berlangsung dengan menggunakan Belt Conveyor ke Chip Silo. Pada waktu pengisian Chip, udara yang ada dalam Digester dihilangkan melalui saringan sirkulasi dengan menggunakan Blower. b. Pengisian Warm Black Liquor

Setelah pengisian chip dilakukan dengan level dan berat yang ditargetkan Warm Black Liquor dipompakan ke dasar Digester dan diisi secara Continiu sampai Overflow (melimpah) yang fungsinya menyempurnakan udara di dalam rongga-rongga chip kayu dan udara di dalam Digester.

Warm Black Liquor merupakan pemanasan awal pemasakan yang tujuan utamanya adalah untuk penetrasi dan difusi chip agar didapatkan reaksi kimia antara serpihan kayu dengan alkali aktif terdispersi secara homogen dan pemasakan pulp yang dihasilkan memiliki kematangan yang tidak bervariasi.

c. Pengisian Hot Black Liquor & Hot White Liquor.

Hot Black Liquor dipompakan untuk menggantikan Warm Black Liquor (pada suhu di bawah ± 100ºC) dimana tujuannya untuk menaikkan temperature hingga mendekati temperature pemasakan (COOKING) yaitu ± 140ºC.

Setelah Hot Black Liquor dipompakan ke digester 50 m3, secara perlahan Hot White Liquor dipompakan. Hot Black Liquor merupakan bahan kimia utama pemasakan.


(40)

d. Heating and Cooking 1. Heating

Setelah Hot White Liquor diisikan, suhu dalam Digester hampir mendekati suhu pemasakan. Tujuan utama fase ini adalah untuk menaikan suhu sampai ± 170ºC dengan Steam yang dimasukkan melalui Nozle di dalam jalur sirkulasi Digester.

2. Cooking

Fase Cooking yaitu mempertahankan suhu pemasakan agar tetap berada pada kisaran 170ºC.

e. Displacement & Discharging

Bila fase pemasakan sudah dilakukan, selanjutnya fase Displacement. Fase ini bertujuan untuk menghentikan reaksi pemasakan dan merupakan pencucian awal. Black Liquor yang digunakan adalah Filtrate dari Washing Plant yang sudah didinginkan pada suhu ± 85ºC, dimasukkan ke dalam Digester menggantikan Black Liquor dalam Digester, pada akhir fase ini temperatur pemasakan ± 100ºC.

Discharging merupakan proses pemompaan pulp yang sudah dimasak di Digester ke Discharging Tank. Untuk mempermudah pemompaan pulp tersebut diencerkan (Delution), pulp hasil pemasakan ditampung di Charging Tank yang selanjutnya dikirim ke proses pencucian dan Penyaringan. Selanjutnya pulp dalam Digester siap untuk dipompakan ke Discharge Tank dan siap untuk melakukan proses selanjutnya.


(41)

4. Brown Stock Washing, Screening & O2 Delignification. 4.1. Tahapan pembersihan pulp

- Deknotting

Tujuan deknotting adalah untuk memisahkan materil-material yang memiliki dimensi yang lebih besar daripada ukuran saringan. Alat penyaring ini disebut Knotter Screen, tipe yang digunakan Radi Screen K 1600D (primary knotter) dan yang lain Radi Trim 630 (Skundery Knotter). Pulp dari storage tank dipompakan ke sistem penyaringan untuk memisahkan chip-chip yang tidak matang dari pulp. Stok yang lolos melalui saringan disebut Accept yang selanjutnya dikirim ke sistem Pencucian (washing) sedangkan yang tidak lolos saringan disebut Reject. Reject ini merupakan serpihan kayu yang tidak matang yang disebut knot, yang selanjutnya Knot-knot ini dikirim ke Digester Plant untuk dimasak kembali.

- Brown Stock Washing

Pulp dari hasil pemasakan dalam digester dikirim ke sistem pembersihan warna coklat yang disebut Brown Stock. Tujuan utama dari Brown stock Washing & Screening adalah untuk membersihkan material-material yang tidak diinginkan yang terdapat dalam pulp, sebagai persiapan sebelum proses Delignification Oxigen. Pencucian dilakukan untuk memisahkan serat dari kotoran-kotoran yang dapat larut dalam air (emulsi) yang terdiri dari Senyawa Organik (Lignin) dan senyawa Anorganik (soda) yang merupakan sisa bahan kimia pemasak, larutan yang dipisahkan disebut Black Liquor. Sebagai


(42)

pencucian digunakan air panas (± 70ºC) agar didapatkan pencucian yang efesien.

- Screening

Tujuan penyaringan pada tahap ini adalah untuk memisahkan kotoran berdasarkan dimensi dan berat . Alat penyaringan yang digunakan jenis Pressure Screen. Hasil penyaringan dari Pressure Screen ini disebut Accept selanjutnya dikirim ke proses Delignification Oxigen. Sedangkan pulp yang tidak lolos penyaringan (reject) disaring kembali secara bertahap. Reject yang dipisahkan oleh penyaringan terakhir dipisahkan airnya di Screw Press yang selanjutnya dikirim ke Boiler sebagai bahan bakar.

- Delignification Oxigen

Proses Delignification Oxigen merupakan kelanjutan dari proses pemasakan di digester. Tujuan proses ini adalah menurunkan kadar lignin dalam pulp sebelum dilakukan proses Bleaching. Bahan kimia aktif yang digunakan adalah Gas Oxigen dan Lindi Putih (NaOH, Na2S, dan NaCO3).

Lindi putih khususnya NaOH ditambahkan untuk memperoleh suasana basa. Pulp dari Delignification Oxigen selanjutnya dikirim ke proses pemutihan (Bleaching). Kadar lignin setelah pemasakan di digester Kappa no ± 16 dan setelah melalui proses delignifikasi Oxigen Kappa no ± 10. Kappa No. adalah parameter kadar lignin dalam pulp. Pulp yang akan masuk dan keluar dari proses oxidasi reaktor dilakukan pencucian. Alat pencuci (washer) yang


(43)

digunakan Displacement Press. Pulp dari delignifikasi Oxigen selanjutnya dikirim ke proses pemutihan (Bleaching).

5. Bleaching Plant

Pulp Sulfat yang belum diputihkan bewarna coklat karena adanya gugus lignin beserta turunannya. Proses pemutihan bertujuan untuk menghasilkan derajat putih pulp dengan cara menghilangkan lignin yang tersisa pada proses pemasakan dan Delignification Oxigen, dalam area ini berlangsung empat tahap proses pemutihan yaitu :

Tahap 1:

Proses pemutihan dilakukan untuk menghilangkan Lignin. Bahan kimia yang digunakan adalah ClO2 dan Cl2, proses ini berlangsung dalam waktu 60 menit,

dengan temperature 60o

Tahap 2:

C, pH yang digunakan pada pemutihan antara 1,8 hingga 2,0

Setelah tahap pertama dilalui, kemudian dilakukan pelarutan lignin dengan Clorinasi dan menghilangkan dengan O2, dengan waktu 90 menit dan

temperatur 700 Tahap 3:

C serta pH 10,8.

Pada tahap ini dilakukan pemutihan pulp dengan bahan kimia ClO2 selama 180


(44)

Tahap 4:

Tahap ini merupakan tahap akhir proses pemutihan dengan bahan kimia ClO2

dengan waktu selama 180 menit pada temperature 70oC dan pH antara 4,5 hingga 8.

6. AREA PULP MACHINE

Pulp Machine ini dirancang untuk memisahkan air dari buburan pulp secara efisien dengan mengatur dan mengubah suspensi pulp menjadi lembaran dengan kadar air 10%, lalu dilakukan pemotongan, pengebalan dan pengunitan yang tujuannya untuk mempermudah penanganan pengangkutan sebelum dikirim ke konsumen. Ada 2 pulp machine yang dipasang secara paralel di area ini.

Proses utama di pulp machine adalah : 1. Bleach Screening. 2. Forming Section 3. Press Section 4. Dryer Section 5. Cutter & Layboy 6. Baling Line


(45)

1. Bleach Screening

Untuk 2 pulp machine masing-masing punya jalur penyaringan. Stock dipompa dari Bleach H1 D, melalui Radi Screen C-2500 DD yang fungsinya untuk memisahkan partikel-partikel besar dari stock. Accept dipompakan ke Noss Radi Clone yang berjumlah 3 merupakan penyaringan tahap pertama (Primary Stage) yang beroperasi secara paralel. Accept dari ke 3 pencuci tahap pertama disaring kembali (reverse) di 3 Noss Radioclone BM 80000, yang juga beroperasi secara paralel, pancucian kembali ini ditujukan untuk lebih meningkatkan kebersihan pulp (stock). Pulp setelah dilakukan penyaringan lalu dikirim ke Twin Decker yang fungsinya untuk mencuci dan mengentalkan pulp. Pulp dari Twin Decker jatuh ke Mixing Chest dengan konsistensi 3,5 % yang selanjutnya dipompakan ke Head Box.

Reject dari Radi Screen dikirim ke Parit Pembuangan (Sewer). Reject dari penyaringan tahap pertama masuk ke penyaringan tahap kedua (secondary screen). Reject pencucian kembali dari tahap pertama (Revershing Primary Cleaning) dibalikkan kembali ke jalur pemasakan di Radi Screen bersama dengan accept dari pencucian tahap 2. Reject dari pencucian tahap 2 masuk ke pencucian tahap 3 (Tertiery Cleaner). Accept dari pencucian tahap 3 dikembalikan ke pencucian tahap 2 dan reject dimasukkan ke pencucian tahap 4 (Quartenary Cleaner). Accept dari pencuci tahap 4 kembali ke pencuci tahap 3 dan reject masuk kepencucian tahap 5 (Quwinternary Clener). Accept dari pencucian tahap 5 dikembalikan ke pencucian tahap 4 dan reject dikirim kembali ke pencucian tahap 6 (Sextenary Cleaner). Accept dari pencucian


(46)

tahap 6 dikembalikan ke pencucian tahap 5 dan reject dikirim ke parit pembuangan.

2. Forming section

Pada bagian ini tujuannya untuk membentuk suspensi pulp menjadi lembaran pulp. Tipe sistem pembentukan yang digunakan adalah Fourdrinier Wire yang fungsinya untuk memisahkan air dari suspensi Pulp secara gravitasi. Peralatan-peralatan utama Fourdrinier Wire terdiri dari Headbox, wire, wire fit, 2Rectifier Rolls, 2Wire Guide Roll, Breast Roll, Couch Roll, 3Wet Boxes dengan shiphon, 4Wet Section Boxes tanpa Shiphon, 4 Forming Boards dan sebuah roll pengatur tegangan wire. Design ukuran Fourdrinier lebar 7,15 m dan panjang 30 m. Kadar air suspensi palp yang masuk Head box 98,4 – 98,8% dan kadar air lembaran basah yang keluar dari operasi pembentukan ±80%.

3. Press Section

Tujuanya untuk mengeluarkan air dari lembaran pulp (Web) secara mekanis dengan pengendapan melalui 2 Nip Roll, Lembaran pulp yang dihasilkan lebih padat dan antara serat terkonsolidasi membentuk lembaran lebih kuat. Pada bagian pengepresan yang ke satu dan kedua tipe Pick Up Section Press Roll. Pengepresan pertama (NIP 1) melalui Wire Drive Roll dan pengepressan kedua dengan Grooved SS Roll. Untuk pengepresan tahap 3, Nipnya terdiri dari 2 roll atas dan bawah. Tipe Roll Plain Press Roll kadar air lembaran pulp yang keluar dari press ke 3 ± 50%.


(47)

4. Dryer Section

Tujuannya memisahkan air dari lembaran pulp dengan penguapan. Panas diperoleh dari uap yang dimasukkan ke steam coil. Panas dari Steam Coil melalui udara dihembuskan ke kipas Sirkulasi ke Flow Box, melalui Flow Box inilah lembaran pulp dikeringkan dengan udara panas dari atas maupun dari bawah lembaran. Jenis pengeringan yang digunakan adalah Flakt Dryer yang terdiri dari 25 dek Brow Box dan 2 dek Blow box pendingin. Kadar air lembaran pulp yang keluar dari plakt dryer ± 10%.

5. Cutter & Layboy

Lembaran pulp dari plak dryer dimasukkan ke cutter layboy yang bertujuan untuk memotong lembaaran dengan ukuran 837 mm x 800 mm normal sheet 1340 mm x 1400 mm (Wrapper dan untuk menumpuk lembaran dalam bale, tiap-tiap bale memiliki berat ± 250 kg).

6. Balling Line

Balling line merupakan proses terakhir di area pulp machine. Lembaran-lembaran pulp yang sudah ditumpuk di Cutter Layboy melalui conveyor di lewatkan ke Bale Press untuk dikempa dengan tekanan 120.000 kn, tujuan untuk mendapatkan bale agar memudahkan dalam penanganan pengiriman. Bal-bal kemudian dibungkus dengan peralatan (Forlder) secara secara otomatis kemudian diikat dengan kawat di Tying Machine. Operasi selanjutnya secara bertahap melalui Chsin Conveyor System yang terdiri dari Penandaan (Labelling), penumpukan sebanyak 4 bale di Bale Stacker dan terakhir di


(48)

Kemudian unit bale pulp di kirim ke Pulp Ware House (PWH) dan siap dikirim ke konsumen.

7. CHEMICAL PLANT

Chemical Plant merupakan bagian yang sangat penting pada proses pembuatan pulp dan kertas, bahan-bahan kimia yang dihasilkan dari Chemical Plant digunakan hampir semua proses yang terutama pada proses Bleaching, Delignifikasi O₂, Water Treatment dan Effluen Treatment.

Rancangan kapasitas untuk masing-masing bahan kimia yang dihasilkan di Chemical plant:

- Clor – Alkali Clorine 150 ton/hari - Clor – Alkali Kostic Soda 120 ton/hari

- Clor – Dioksida 50 ton/hari

- Natrium Klorat 88 ton/hari

- Asam Klorida 88 ton/hari

- Sulfur Dioksida 9 ton/hari

- Oksigen 52 ton/hari

PROSES UTAMA DI CHEMICAL PLANT

1. Brine Circuit

Bahan utama pada proses Klor Alkali adalah garam dapur, sebagai tahap pertama garam dilarutkan dengan air (Demin Water) di saturator dan membentuk larutan garam. Untuk mengefektifkan kerja dari alat Elektrolisa (Membrane Electrolyzer) larutan garam harus memiliki derajat kesadahan


(49)

dibawah 50 PPb (Part Per Bilyon). Kesadahan larutan garam disebabkan oleh ion-ion Ca, Mg dan sulfat yang merupakan kesadahan Tetap (Permanent Hardness). Untuk menurunkan derajat kesadahan dilakukan pemisahan kalsium dan magnesium dengan cara kimia, pengendapan, penyaringan dan pertukaran ion (Ion Exchanger), sedangkan sulfat dipisahkan secara kimia dengan menambah Barium Chlorida.

2. Electrolisis

Untuk menghasilkan Gas Klor dan Soda Kostik di proses secara electrolisa dengan bahan dasarnya larutan garam dapur (NaCl). Alat elektronya ini disebut Electrolyzer, jenis yang digunakan FM 21 Membrane Electrolyzer. Gas Klor dihasilkan di kutub positif (Anodes) dan soda kostik dan Hydrogen dihasilkan di kutub negatif (cathodes). Yang reaksinya sebagai berikut:

2 NaCl + 2 HO Cl₂ + 2 NaOH + H₂

Kostik soda (NaOH) yang dihasilkan FM21 Membrane Elektrolyzer memiliki konsentrasi 32% dengan temperatur 87°C lalu didinginkan sampai 50°C di Plat Penukar Panas (Plate Heat Exchanger) dengan medium air pendingin, selanjutnya NaOH disimpan di storage tank. Gas khlor yang dihasilkan FM21 membrane elektrolyzer didinginkan oleh air kondenser (AC), kemudian dikeringkan dengan cara dikontakkan dengan asam sulfat (H2SO4). Gas kering

dikompres di Aciding Compressor, selanjutnya dibentuk cairan dan dikirim ke storage tank.


(50)

3. ClO2

Proses klor dioksida beroperasi dengan sistem integrasi memiliki 2 generator dirancang untuk menghasilkan ClO

Plant

2, masing-masing 25 ton/hari

dengan konsentrasi 10 gr/l ClO2. Produksi Klor Dioxida merupakan reaksi

reduksi natrium klorat (NaCO3) dengan asam klorida (HCl) dari campuran

natrium klorat dan natrium klorida (NaCl). Maksud dari sistem integrasi ClO2

adalah menghasilkan Natrium klorat dan asam klorida dan sebagai hasil akhir klor dioxida (ClO2

Elektrolisa Klorat NaCl + 3H

), sistem-sistem reaksi yang terjadi sebagai berikut :

2O NaClO3 + 3H

Generasi ClO

2

2 NaClO3 + 2HCl NaCl + ClO3 + ½ Cl2

+ H2

Sintesis HCl H

O

2 + Cl2 2HCl

Tahapan produk larutan ClO2

- Proses elektrolisasi dari bahan Sodium Clorida menghasilkan Natrium Klorat dan Hidrogen, alat yang digunakan disebut Elektrolyzer dengan type Chemeties Chlorate Cell.

untuk pemutihan ( Bleach Plant ) terdiri dari :

- Proses pendinginan dan penyaringan konsentrasi pekat Klorat. - Produksi ClO2

- Pengabsorsian gas Klor Dioxida yang dihasilkan generator menjadi cairan.

dari Natrium Klorat dan Asam Klorida di Chemeties generator.

- Penyimpana cairan Klor Dioxida di storage tank.


(51)

- Memproduksi HCl dengan konsentrasi 32 % di dalam unit pembakaran HCl sintesis yaitu pembakaran Clorine dari proses ClO2

- Penyimpanan sementara HCl 32 %.

dan make up aliran Klor pekat dengan hidrogen dari Chlorate Cell.

4. Sulfur Dioxide Plant

Sistem produksi sulfur dioxida (SO2)/air , dirancang untuk menghasilkan

53,6 m³/jam larutan dengan kandungan SO2 7 gr/l, kapasitas produksi 9

ton/hari dari kapasitas tungku pembakaran belerang dirancang 9 ton/hari gas SO2. Sulfur Dioxida digunakan dipemutihan pulp setelah tahap akhir, di

Bleaching Plant, yang fungsinya untuk melarutkan Klor dari pulp yang sudah diputihkan. SO2 juga digunakan di klor alkali plant di tahap deklorinasi untuk

melarutkan klor dalam larutan encer garam. Operasi proses tahap dari SO2

plant yaitu melelehkan belerang dan dipompakan ke tungku pembakaran belerang yang disebut Sulfhur Burner. Lelehan belerang dibakar di tungku pembakaran. Belerang sendiri akan mengeluarkan api pada temperatur sekitar 260 °C suhu pembakaran di ruang bakar untuk menghasilkan gas SO2

Sistem operasi tahapan proses pembentukan SO

pada temperatur 1300 °C.

2

- Sistem prosees pelelehan belerang dan pemompaan.

secara umum terdiri dari :

- Sistem prosess pembakaran belerang. - Sistem proses pendinginan gas SO2

- Sistem proses pengabsorsian gas SO .

2

- Sistem penyimpanan larutan SO .


(52)

5. Oxigen dan Nitrogen Plant.

Tujuan dari proses ini untuk memisahkan oxigen dan nitrogen dari udara tekanan atmosfir, oxigen digunakan untuk delignifikasi O2 plant dan bleaching

plant. Nitrogen digunakan di Chemical Plant untuk Flushing peralatan dan jalur-jalur pipa clorin, hidrogen dan udara. Udara sebagai bahan dikompres di Centrifugal Compressor dan didinginkan sampai 10 °C di unit sebelum pendinginan (precooling) dengan menggunakan Freon R22 Refrigent (Pendingin). Udara dipanaskan dan dimasukkan ke unit pemisahan udara selanjutnya didinginkan sampai 170°C melalui Ekspansiturbin , udara yang masuk turbin disesuaikan luas Adiabitis melalui Nozzle. Alat untuk memisahkan udara dengan proses pendinginan disebut Cold Box. Komponen-komponen udara dapat dipisahkan dengan sistem pencairan karena perbedaan-perbedaan temperatur oksigen dan nitrogen yang telah dipisah di Cold Box masing-masing dilewatkan ke Heat Exchanger dan selanjutnya melalui Compreser Oksigen dikirim ke fiber line dan nitrogn dikirim ke Chemical Plant.

8. CHEMICAL RECOVERY

1. Fungsi dari sistem chemical recovery

- Memekatkan Lindi Hitam (Black Liquor).

- Pembakaran Lindi Hitam padat dalam ruang bakar untuk membakar zat-zat organik garam-garam natrium untuk mereaksikan kandungan Na₂SO4

dari Lindi Hitam, menjadi Na2S dan panasnya dimanfaatkan untuk


(53)

- Pengambilan garam-garam Natrium dari ruang bakar dalam bentuk lelehan yang dapat disusun kembali sebagai cairan pemasak.

- Kostisasi hasil Natrium karbonat (Na2CO3) dalam leburan menjadi NaOH

dengan menggunakan calsium hidroksida Ca(OH)2

Ca (OH)

, reaksi yang terjadi sebagai berikut:

2 + NaCO3 CaCO3

- Pengambilan larutan hasil yang sudah jernih (White Liquor) digunakan kembali sebagai cairan pemasak pada siklus pemasakan di Degester.

+ NaOH

2. Evaporation (Pemekatan lindi Hitam)

Lindi Hitam yang diperoleh dari pencucian pulp umumnya mengandung 14 – 18% padatan total, lindi hitam tersebut disebut Weak Black Liquor (WBL). Agar kandungan zat-zat organiknya dapat di bakar dalam Recovery Furnace (Tungku Recovery) Lindi hitam ini harus di pekatkan hingga mencapai ±72% atau lebih. Alat yang digunakan untuk memekatkan lindi hitam ini dipakai alat penguap yang disebut Evaporator.

Evaporator merupakan operasi pendidihan yang khususnya mendidihkan panas dalam cairan yang mendidih, sebagai medium pemanas adalah uap yang melewati suatu permukaan logam dan bahan yang dipanasi adalah Lindi Hitam (Black Liquor). Sistem Evaporasi yang di gunakan adalah Multipel Epect Evaporator, jenis Evaporator Palling Film Evaporator terdiri dari 2 unit evaporator.


(54)

3. Recovery Boiler

Disebut recovery karena alat ini umumnya terdiri dari peralatan-peralatan yang menyerupai peralatan di dalam boiler antara lain, Ruang bakar (Recovery Funance) dan panas yang terbuang dari boiler.

Fungsi utama Recovery Boiler :

- Menguapkan dan mengeringkan lindi hitam (Black Liquor) yang akan dibakar.

- Mereduksi Natrium Sulfat dan senyawa-senyawa Natrium, Sulfur, Oxigen lainnya yang terkandung dalam Black Liquor menjadi Natrium Sulfida (Na2

- Mengembalikan abu dari lelehan dengan jalan dikumpulkan dan disebutkan di dalam tangki pelarut lelehan (Mixing Tank). Lelehan diencerkan dengan Weak Washer dan menjadi lindi hijau (Green Liquor) yang selanjutnya dipompakan ke proses kostisasi.

S).

- Panas yang dihasilkan dari pembakaran dimanfaatkan untuk menghasilkan Steam dan tenaga listrik, terdiri dari 2 unit recovery boiler, masing-masing dirancang dengan kapasitas RBI 3300 TDS/hari dan RB 2,3800 TDS/hari. Jumlah uap yang dihasilkan rata-rata 129 kg/s. Dirancang ukuran maximum 124kg/s dengan suhu 480°C dan tekanan 84 bar.

4. Recousticiazing (Proses Rekostisasi)

Fungsi dari proses rekostisasi merubah Natrium Karbonat (Na2CO3)


(55)

kotoran-kotoran yang berasal dari tungku Pembakaran (Furnace) dan pembakaran lumpur kapur (Lime Kiln).

Tahapan proses recostisasi:

- Melarutkan lelehan (Smelt) yang keluar dari ruang bakar kedalam Disolving Tank dengan lindi hijau encer.

- Penjernihan lindi hijau (Green Liquor dan dreg dipisahkan).

- Lindi hijau (Green Liquor) yang sudah jernih direaksikan dengan kapur (CaO), menjadi lindi putih (White Liquor).

- Lindi putih dijernihkan dengan cara memisahkan lumpur kapur (CaCO3

Proses rekostisasi dirancang dengan kapasitas 7500 m³WL/hari. Aktual produksi rata-rata 6750 m³WL/hari. Alkali aktif 105 gr NaO/L.

) dan selanjutnya siap digunakan untuk pemasakan pulp.

5. Lime Kiln (sistem pembakaran lumpur kapur)

Tujuan dari proses lime kiln ini adalah untuk membakar lumpur kapur (CaCO3

Fungsi utama dari tungku ini adalah mengkalsinasi lumpur kalsium karbonat menjadi kalsium oksida (CaO). Reaksi kalsinasi sebagai berikut :

) dari sisa reaksi kostisasi dan batu kapur (lime stone) untuk memperoleh kembali kapur (CaO) yang selanjutnya digunakan dalam proses kostisasi. Pembakaran kembali lumpur kapur (lime mud) dan batu kapur (limes stone) dilakukan dengan menggunakan alat berupa tungku kapur yang berputar atau disebut Rotary Lime Kiln.


(56)

Dengan bahan bakar minyak atau gas, udara disuplai dengan mengatur kekuatan Draft Fan dan pembakaran gas dihisap pada Kiln dengan Indused Draft Fan. Gas yang tinggal di kiln dimuat dengan Lime Dust, debu selanjutnya dilewatkan melalui Elektrostatik Precipitator sebelum dibuang ke udara bebas terlebih dahulu melewati Recovery Lime Dutct. Hasil dari Lime Dutch dimasukkan kembali sebagai umpan terakhir pada kiln. Proses Lime Kiln dirancang dengan kapasitas 670 ton CaO per hari. Aktual produksi rata-rata 600 ton CaO per hari.

9. POWER BOILER

Di pabrik pulp dan kertas, uap (steam) merupakan sarana yang sangat mutlak diperlukan. Uap memegang peranan penting sebagai medium pemanas dalam setiap proses dan sebagai sumber tenaga gerak turbin untuk menghasilkan energi listrik. Sebagai bahan untuk membuat uap (steam) adalah air, alat untuk memproduksi uap adalah ketel uap (steam generator) atau yang disebut juga boiler. Panas yang diperoleh dari pembakaran, maka air dapat berubah menjadi uap sesuai dengan kebutuhan yang kita butuhkan. Power Boiler di PT RAPP memiliki 2 unit boiler dirancang untuk bahan bakar yang bervariasi diantaranya minyak bumi, batu bara, kulit kayu, serbuk kayu (fines) dan sisa-sisa kayu dari proses wood headling.

Rancangan kapasitas untuk masing-masing boiler sebagai berikut : Power boiler I Power boiler II


(57)

Suhu uap 480 °C 480 °C

Suhu air umpan 135 °C 135 °C

Uap yang dihasilkan 56 kg/detik 130 kg/detik

Uap dari power boiler secara langsung dikirim ke Header tekanan tinggi selajutnya didistribusikan keproses sebagai berikut :

- Pengiriman uap alternatif untuk menjalankan turbin boiler Feet Water Pump (pompa air umpan Boiler).

- Pengiriman uap alternatif melalui kran penurun tekanan untuk Header tekanan sedang.

- Pengiriman uap alternatif melalui kran penurun tekanan untuk Header tekanan rendah.

- Dikirimkan ke turbin untuk menghasilkan energi listrik yang terdiri dari 5 unit turbin generator.

10. TURBINE GENERATOR

Steam yang bertekanan tinggi yang dihasilkan power boiler dan recovery boiler digunakan untuk menggerakkan Turbin Generator untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Tenaga listrik yang dihasilkan didistribusikan kesemua proses produksi dan keperluan domestik di PT. RAPP kompleks atau menghasilkan pulp dengan kapasitas produksi 2.450 ton/hari. Konsumsi daya listrik 81 MWatt.


(58)

Ada dua jenis turbin generator yang dipakai di PT RAPP yaitu ;

1. Back Pressure Steam Turbine Generator. Uap bertekanan tinggi setelah keluar dari turbin berubah menjadi uap bertekanan sedang (Medium Pressure Steam) dimanfaatkan di Digester dan uap bertekanan rendah (Low Pressure Steam) dimanfaatkan di Evaporator dan pulp machine.

2. Condensing Steam Turbin. Uap yang keluar dari turbin seluruhnya berubah menjadi uap air (Condensate) dan dikembalikan sebagai air umpan boiler.

Turbin generator yang tersedia di PT RAPP ada 5 unit, turbin generator (TG) #1, #2, dan #3 disuplay dari mitsubishi, Jepang dan #4 dan #5 disuplay dari ABB (Germany).

Rancangan kapasitas dari masing-masing Turbin Generator (TG)

Kapasitas satuan TG #1 & 2 TG # 3 TG # 4 TG # 5

- Tekanan dirancang bar 93 93 82 138

- Tekanan operasional bar 81 81 82 140

- Suhu dirancang °C 490 490 49 49

- Suhu operasional °C 477 477 480 540

- Daya yang dihasilkan MW 53,8 27,5 100 100

Sebagai cadangan disediakan 3 unit gas turbin generator yang masing-masing memiliki kapasitas daya 3 MW (total 9 MW). Gas turbin generator ini dipergunakan jika dalam keadaan darurat.


(59)

11. WATER TREATMENT

Raw Water Treatment merupakan pengolahan air baku yang akan dipergunakan untuk keperluan kegiatan Operational Mill (Pabrik) yang diantaranya untuk:

1. Air Sanitasi 2. Air Proses 3. Air Pendingin

4. Air Pengisi Ketel (Boiler)

Kapasitas sistem pengolahan air yang menjadi dasar pertimbangannya disesuaikan dengan kebutuhan air untuk menghasilkan produk pulp dan kertas. Air yang diperlukan untuk mill adalah 1600 L/detik dan kapasitas dirancang dari Water Treatment Plant adalah 2080 L/S. Air pendingin yang diperlukan merupakan hasil daur ulang (Recirculated) pendinginan melalui sistem pendinginan yang disebut Cooling Tower. Sumber air diambil dari sungai kampar dan diproses pada unit-unit:

- Pengolahan penjernihan air yang prinsipnya pemisahan zat padat tersuspensi dalam air.

- Pengolahan pemurnian yang mana disamping pemisahan zat padat tersuspensi juga untuk mengurangi kadar zat-zat terlarut. Kapasitas pompa dirancang untuk memompa air 9000 m³/jam

- Kwalitas Air sebelum Diolah (INFLOW).

PH : 5.6 – 6.6

Alkalitas : 25 mg/L


(60)

Kadar Besi sebagai Fe : 1.0 mg/L

Kadar Organik : 40.0

Kwalitas Air setelah Diolah (OUT FLOW)

Jumlah aliran : 8400 m³/jam

Kadar Padat Tersuspensi : < 2 ppm Kadar besi sebagai Fe : < 0,1 ppm Kadar Organik : < 5 ppm

12. EFFLUENT TREATMENT

Pencegahan pencemaran air limbah terhadap badan air penerima dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Internal Control Measure (Pencegahan pencemaran dari dalam prosesnya sendiri).

Usaha ini dapat dilakukan dengan jalan sistem tertutup. Dengan sistem ini dimaksudkan agar bahan-bahan yang keluar dikembalikan kedalam sistem dalam rangka meningkatkan effisiensi dan mengurangi jumlah pencemar. Cara ini dilakukan pada setiap tahap-tahap proses pembuatan pulp dan kertas dengan mempertimbangkan pengaruh terhadap kualitas hasil dan resiko yang mungkin timbul pada peralatan.

2. External Control Measure (Pencegahan Pencemaran diluar Proses).

Pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan zat-zat pencemar tertentu. Pengolahan disini dilakukan beberapa tahap perlakuan fisika, Kimia dan Biologi.


(61)

Tingkat pengolahan air limbah dipengaruhi oleh tujuan dan kegunaan Badan Air Penerima dan standard kualitas air limbah yang telah ditentukan, sehingga mencapai batas aman untuk dibuang ke Badan Air Penerima (Sungai Kampar).

Air limbah Pulp dan kertas yang dikeluarkan kelingkungan berasal dari: - Penyediaan Bahan Baku (Wood Handling)

- Kondensat Evaporator dan Digester.

- Lindi Hitam dari Penyaringan dan Pencucian - Filtrat Pencucian Pemutihan

- White Water Pulp Machine dan Paper Machine - Serat dan tumpukan air dari semua bagian Tahap-tahap pengolahan air limbah diluar proses: 1. Pengolahan Tahap Pertama (Primery Treatment)

Pengolahan ini terdiri dari proses pengumpulan dan Sedimentasi. Tujuannya untuk menghilangkan kandungan zat padat tersuspensi. Penggumpalan (Flokulasi) dilakukan untuk membentuk ukuran partikel menjadi lebih besar sehingga sifatnya menjadi lebih mudah mengendap, dan mudah dipisahkan secara fisika.

Penggumpalan dilakukan dengan cara pengadukan lambat dengan kecepatan tidak lebih dari 0,15 m/detik. Alat penggumpalan dan pengadukan ini disebut dengan Primery Clarifier. Yang fungsi utamanya memisahkan zat padat tersuspensi yang terpisahkan 50 – 70 % dan menurunkan BOD 20 – 40 %.


(62)

2. pengolahan tahap kedua (Secondary Treatment)

Pengolahan tahap dua menggunakan proses biologis, tujuannya untuk mengurangi senyawa organik yang terlarut dengan memanfaatkan populasi mikroorganisme yang dapat menguraikan zat organik menjadi bahan seluler baru dari energi.

Pengolahan tahap kedua dilakukan dengan beberapa cara antara lain : - Deacrasi secara mekanik

- Dengan menggunakan bakteri (Nutrisi)

Lumpur-lumpur yang telah dipisahkan dari proses sedimentasi airnya dipisahkan (dewertering) di Screw Press, padatannya sebagai bahan bakar boiler. Air limbah yang telah dilakukan pengolahan secara kombinasi antara tahap pertama dan kedua dikirim ke Tertier Clarifier yang merupakan perlakuan terakhir dan siap dialirkan ke sungai Kampar.


(63)

BAB IV

PRINSIP KERJA CONDUCTIVITY SENSOR

IV.1. Conductivity Sensor

Sensor atau yang sering juga disebut tranducer adalah peralatan yang digunakan untuk merubah suatu besaran fisik menjadi besaran listrik sehingga dapat dianalisa dengan rangkaian listrik tertentu. Hampir seluruh peralatan elektronik yang ada mempunyai sensor didalamnya. Di dunia industri sendiri sensor berguna untuk monitoring, controlling, dan proteksi. Demikian juga halnya dengan conductivity sensor.

Gambar 4.1 Conductivity Sensor dengan dua elektrode type TB2

Gambar 4.1 menunjukkan bentuk dari Conductivity Sensor tipe TB2 buatan ABB German. Sensor ini memiliki dua buah elektroda ukur yang berfungsi mengukur konduktivitas fluida, serta PT 100 atau PT 1000 yang berfungsi sebagai elemen pengukur suhu. Jika sensor dicelupkan ke dalam larutan (misal larutan elektrolit) yang akan diukur konduktivitasnya dan kemudian kedua elektroda


(64)

sensor diberi tegangan maka arus akan mengalir dari ujung elektroda yang satu ke ujung elektroda yang lainnya melalui media hantar larutan. Arus yang mengalir ini besarnya tergantung oleh jenis larutan yang akan diukur. Arus ini kemudian yang dikirim oleh sensor ke transmitter untuk diubah menjadi suatu besaran yang nilainya merupakan harga dari konduktivitas larutan tersebut.

Karena pengaruh suhu pada conductivity sensor sangat signifikan, maka untuk mendapatkan pengukuran yang akurat, suhu harus diatur agar berada pada suhu referensi yaitu 25ºC (77ºF). Untuk itulah PT 100 atau PT 1000 ini ditempatkan pada bagian dalam diujung sensor. Hal ini dimaksudkan agar sensor memberikan respon yang cepat dan akurat terhadap perubahan suhu.

Conductivity sensor tipe TB2 ini memiliki keunggulan sebagai berikut ; - Akurat pada pengukuran konduktivitas rendah

- Memiliki batas pengukuran antara 0-199,9 mS/cm dan 0-19,9 mS/cm. - Memiliki resolusi 0,001 mS/cm pada batas bawah pengukuran. - Memilki temperatur referensi PT 100 atu PT 1000 di dalamnya. - Tahan terhadap karat (korosi)

- Mudah dikalibrasi

- Mudah dalam pemasangan serta dapat dipasang pada tekanan dan temperatur tinggi.

Conductivity Sensor tipe TB2 ini diantaranya dipakai pada cooling tower, package water system, heat exchanger, kondensat, atau tempat-tempat lain yang memiliki konduktivitas rendah ataupun menengah.

Tabel berikut menunjukkan konstanta sel beserta batas pengukuran conductivity sensor tipe TB2 ;


(65)

Tabel 4.1 Batas pengukuran conductivity sensor tipe TB2

Konstanta Sel

Batas Pengukuran

0,01 0,10 1,00

0 to 1.999 μS/cm, 0 to 19.99 μS/cm, p to 199.9 μS/cm 0 to 199.99 μS/cm, 0 to 199.9 μS/cm, 0 to 1,999 μS/cm 0 to 199.9 μS/cm, 0 to 1,999 μS/cm, 0 to 19.99 μS/cm

IV.2. CONDUCTIVITY TRANSMITTER

Gambar 4.2 Conductivity Transmitter

Transmitter merupakan alat kelanjutan dari sensor, transmitter merubah signal dari sensor menjadi signal standart yang sebanding atau ekivalen. Lebih lanjut signal dari transmitter dikirim ke indikator/recorder/controller dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan.

Transmitter adalah salah satu elemen dari sistem pengendali proses. Untuk mengukur besaran fisik suatu proses digunakan alat ukur yang sering disebut


(66)

sebagai sensor/primary elemen (bagian yang berhubungan langsung dengan medium yang diukur), keluaran (output) dari sensor tersebut dapat diteruskankan/ditampilkan ke transmitter atau bisa juga langsung dikirim ke ruangan pengendali (control room).

Untuk pengendali yang bersifat remote biasanya digunakan alat bantu sebagai penguat dan penterjemah output dari sensor kedalam bentuk sinyal standard. Peralatan semacam inilah yang dalam sistem instrumentasi pengendali proses dikenal dengan nama ”Transmitter”. Jenis transmitter yang dipakai sendiri tergantung pada besaran fisik yang diukur atau lebih populer dengan sebutan variabel proses (prosess variable) oleh transmitter tersebut, bila besaran yang diukur adalah tekanan maka disebut transmitter tekanan (pressure transmitter), berkenaan dengan itu dikenal juga level transmitter, flow transmitter, conductivity transmitter dan sebagainya.

Transmitter elektrik adalah salah satu peralatan kontrol yang pengaruhnya sangat besar terhadap jalanya proses pengontrolan, karena transmitter ini fungsinya menerima sinyal elektrik dari alat ukur yang akan dikirim ke kontroller. Standarisasi sinyal yang keluar dari transmitter elektrik adalah ada dalam dua bentuk sinyal arus atau tegangan. Dimana skala kerja sinyal arus selalu 4-20 mA atau sinyal 10-50 mA, dan skala kerja sinyal tegangan ada yang bervariasi sebesar 1-5 VDC dan ada juga yang 0-10 VDC, atau skala-skala yang lain tergantung pada

kerja unit transmitter. Transmitter elektrik sama halnya seperti transmitter pneumatik.


(67)

KALIBRASI TRANSMITTER ELEKTRIK

Kalibrasi transmitter dilakukan untuk menanggulangi penyimpangan aksi kerja peralatan. Penetapan harga pada transmitter elektrik dapat dilakukan dengan cara mengatur span rider dan menyetel kedudukan zero adjustment.

Dalam aksi kontrol yang menjadi bagian dasar adalah kerja dari alat penyampaian sinyal. Penyetelan terhadap alat ukur ini dapat dilakukan dengan cara penempatan sinyal yang dihasilkan terhadap besaran proses yang diukur.

Sinyal yang dihasilkan oleh transmitter elektrik adalah 4 – 20 mA. Pada keadaan besaran proses 0% sinyal yang dihasilkan transmitter adalah 4 mA. Penetapan harga ini dapat dilakukan dengan mengatur kedudukan zero adjustment pada transmitter tersebut.

Pada keadaan besaran proses 100% maka sinyal yang dihasilkan adalah 20 mA. Penetapan harga ini dapat dilakukan dengan mengatur kedudukan span rider. Penyetelan pada keadaan 0% dan 100% ini dilakukan secara berulang-ulang kali sampai menunjukkan skala pembacaan pada alat ukur selalu stabil.

Specifications-Transmitter

Input Temperatur Compensation Types : PT 100 or PT 1000

Temperatur display range : - 20 to 300ºC (-4º - 572ºF)

Accuracy :

Display : ± 0,5 % of measurement range per decade

Out put : ± 0,02 mA

Temperature : 1ºC or 1ºF Repeatability :


(68)

Out put : ± 0,02 mA Temperature : 1ºC or 1ºF Stability :

Display : ± 2 LSD typical, ± 5 LSD max

Out put : 0,01 mA

Temperature : 1ºC or 1ºF

Output : Isolated 4-20 mA, linear and non linear (Non fielbus

models) Span :

Cell Constant Output Maximum span Output Minimum span

0,01 19,9 S/cm 1 S/cm

0,10 1999 S/cm 10 S/cm

1,00 19,99 S/cm 100 S/cm

Damping : Adjustable 0,0 to 99,9 second

Environmental :

Operating : -20º to 60ºC (-4º to140ºF)

LCD : -20º to 60ºC (-4º to140ºF)

Storage : -20º to 60ºC (-4º to140ºF)

Humidity : Up to 95% RH

Power Requirement :

Standart : 13,5 to 50 Vdc (13,5 – 42 Vdc for certified Aplication)


(69)

Tabel 4.2 Measurement Range of conductivity transmitter

Cell Constant

Measurement Range

Display Resolution

Auto Range

0,01 0 to 199,9 µS/cm 0,001 µS/cm 1,999 to 19,99 to 199,9

µS/cm

0,10 0 to 1999 µS/cm 0,01 µS/cm 19,99 to 199,9 to1999

µS/cm

1,00 0 to 19,99 µS/cm 0,1 µS/cm 199,9to 1999 to 19,99

µS/cm

IV.3. DCS (Distributed Control System)

DCS (Distributed Control System) adalah Sistem Pengendali/Pengontrolan Terdistribusi. Distribusi yang dimaksud meliputi tiga hal yaitu : Distribusi Resiko Kegagalan, Distribusi Lokasi dan Distribusi Pengendalian atau Man Power. Sesuai dengan namanya, sistem pengontrolan ini bekerja dengan menggunakan beberapa controller dan mengkoordinasikan kerja semua controller tersebut. Masing-masing controller tersebut menangani sebuah plant yang terpisah. Controller yang dimaksud tersebut adalah PLC.

Di ruang DCS ini operator memantau jalannya proses tanpa harus turun langsung ke lapangan. Hampir seluruh kontrol terhadap instrumen-instrumen pabrik dapat dilakukan melalui ruangan ini. Membuka atau menutup kontrol valve, mematikan motor, mengatur perputaran motor dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa DCS merupakan otak dari suatu pabrik.


(70)

IV.4. Heat Exchanger

Gambar 4.3. Heat Exchanger

Heat Exchanger ini terdiri atas dua buah input dan dua buah output. Input yang pertama adalah shell-side fluid in dimana pada bagian ini steam diinjeksikan untuk memanaskan fluida. Pemanasan dengan steam ini akan menghasilkan kondensat yang dikeluarkan pada bagian shell-side fluid out. Steam yang digunakan untuk memanaskan fluida adalah steam yang berasal dari steam buang turbin. Fluida yang akan dinaikkan suhunya dimasukkan melalui saluran input tube-side fluid in dan akan dikeluarkan pada bagian tube-side fluid out. Akibat adanya kontak antara uap panas dan fluida yang terdapat dalam pipa maka akan terjadi perpindahan panas dari uap ke fluida sehingga suhu fluida akan meningkat.


(71)

Gambar 4.4 Skema keterpasangan Conductivity Sensor

Gambar 4.4 merupakan gambar skema keterpasangan Conductivity sensor yang terdapat pada heat exchanger dimana Line yang bertanda panah berwarna hitam merupakan proses pengolahan chip kayu sampai menjadi kertas sedangkan Line dengan tanda panah berwarna biru merupakan urutan kerja dari conductivity sensor itu sendiri beserta instrumen-instrumen pendukungnya.

Pemanasan yang terjadi pada Heat exchanger adalah dengan memanfaatkankan gas buang dari hasil pembakaran dalam boiler. Steam yang dihasilkan dari proses pemanasan air dalam boiler ini dikirim ke Heat Exchanger. Mula-mula Black Liquor yang terdapat dalam tangki penyimpanan dipompakan ke Heat Exchanger. Dengan waktu yang bersamaan kemudian steam diinjeksikan ke dalam Heat Exchanger. Steam yang diinjeksikan ini berguna untuk menaikkan


(72)

temperatur Black Liquor yang terdapat dalam Heat Exchanger sampai temperaturnya dibawah atau ± 100°C.

Pada tahap pemanasan awal, Black Liquor dengan suhu ± 100ºC dipompakan ke tangki digester. Black Liquor yang diisikan pada tahap ini biasa disebut dengan Warm Black Liquor. Tujuan pengisian Warm Black Liquor adalah:

- Untuk menghilangkan udara atau gas yang terdapat dalam digester - Sebagai pemanasan awal untuk chip

- Sebagai penetrasi chip dari asam

Setelah beberapa lama Warm Black Liquor berada di dalam tangki digester, kemudian suhu Black Liquor dalam Heat Exchanger dinaikkan kembali sampai mendekati suhu pemasakan (Cooking) yaitu ± 140°C. Black Liquor pada suhu ini disebut sebagai Hot Black Liquor. Secara perlahan-lahan kemudian Hot Black Liquor dipompakan ke dalam tangki digester menggantikan Warm Black Liquor. Hot Black Liquor ini dipompakan ke dalam digester sebanyak 50 m3

Karena pada proses pemanasan Black Liquor dalam Heat Exchanger menggunakan steam yang berasal dari boiler maka pada Heat Exchanger akan timbul air kondensat. Kondensat ini dikeluarkan melalui sebuah pipa dan pada pipa keluaran air kondensat ini dipasang sebuah Conductivity Sensor. Pemasangan Conductivity Sensor ini bertujuan untuk mendeteksi kebocoran yang terjadi pada Heat Exchanger. Jika terjadi kebocoran pada pemanasan Black Liquor dalam Heat Exchanger maka kondensat yang keluar dari akan terkontaminasi . Hot Black Liquor merupakan bahan kimia utama dalam proses pemasakan chip dalam digester.


(73)

dengan Black Liquor. Conductivity Sensor akan mendeteksi kebocoran yang terjadi ini dengan menunjukkan suatu nilai tertentu dan menampilkan nilai tersebut pada layar yang terdapat pada transmitter. Kondensat ini kemudian dialirkan ke Evavorator Plant untuk diolah dengan menggunakan larutan kimia. Air yang telah dimurnikan selanjutnya dikirim ke Brown Stock Washing untuk digunakan pada proses pencucian pulp atau dikirim ke boiler untuk dijadian uap yang digunakan untuk memutar turbin. Air ini juga digunakan untuk keperluan sanitasi ataupun keperluan-keperluan lain perusahaan.

Prinsip Kerja alat

Gambar 4.5. Skema kerja sensor

Conductivity Sensor tipe TB 2 ini mempunyai dua elektroda serta instrumen pengukur suhu di dalamnya. Jika sensor ini dimasukkan ke dalam fluida yang akan diukur nilai konduktivitasnya dan pada kedua elektroda ini diberi tegangan maka arus akan mengalir dari ujung elektroda yang satu ke ujung elektroda lainnya dengan media hantar larutan. Larutan yang mengandung


(74)

partikel-partikel ion ini merupakan penghantar yang menghubungkan kedua elektroda yang terdapat pada sensor. Besarnya arus yang mengalir tergantung pada jenis fluida yang akan diukur, apakah ia termasuk larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah ataupun non elektrolit. Arus yang terdapat pada sensor ini selanjutnya dikirim ke transmitter, besar arus berkisar antara 4-20 mA. Selanjutnya transmitter mengkonversikan arus yang dikirim oleh sensor menjadi suatu nilai tertentu dan menampilkannya pada layar yang terdapat pada bagian depan trasmitter. Nilai yang tertera pada layar transmitter merupakan harga konduktivitas larutan tersebut. Nilai itu yang biasanya dibaca oleh petugas yang berada di lapangan. Dari transmitter, selanjutnya data yang terbaca oleh transmitter di kirimkan ke ruang DCS (Distribution Control System) sehingga operator yang berada di ruang DCS dan jauh dari tempat di mana sensor itu berada dapat mengetahui nilai konduktivitas dari larutan yang diukur tersebut. Dari ruang DCS ini selanjutnya operator dapat menganalisa jalannya proses serta dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya yang dirasa perlu.

Pemakaian Conductivity Sensor pada PT. RAPP

* Pada Pulp Mill

- Brownstock Washer Stock, untuk mengetahui efektivitas Washing (pencucian), menentukan kehilangan soda, mencegah pH yang tinggi. - Brownstock Washer Filtrate, untuk memonitor efektivitas Washing. - O2 Delignification, untuk mengontrol pengisian Caustic/zat kapur (bila


(1)

partikel-partikel ion ini merupakan penghantar yang menghubungkan kedua elektroda yang terdapat pada sensor. Besarnya arus yang mengalir tergantung pada jenis fluida yang akan diukur, apakah ia termasuk larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah ataupun non elektrolit. Arus yang terdapat pada sensor ini selanjutnya dikirim ke transmitter, besar arus berkisar antara 4-20 mA. Selanjutnya transmitter mengkonversikan arus yang dikirim oleh sensor menjadi suatu nilai tertentu dan menampilkannya pada layar yang terdapat pada bagian depan trasmitter. Nilai yang tertera pada layar transmitter merupakan harga konduktivitas larutan tersebut. Nilai itu yang biasanya dibaca oleh petugas yang berada di lapangan. Dari transmitter, selanjutnya data yang terbaca oleh transmitter di kirimkan ke ruang DCS (Distribution Control System) sehingga operator yang berada di ruang DCS dan jauh dari tempat di mana sensor itu berada dapat mengetahui nilai konduktivitas dari larutan yang diukur tersebut. Dari ruang DCS ini selanjutnya operator dapat menganalisa jalannya proses serta dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya yang dirasa perlu.

Pemakaian Conductivity Sensor pada PT. RAPP

* Pada Pulp Mill

- Brownstock Washer Stock, untuk mengetahui efektivitas Washing (pencucian), menentukan kehilangan soda, mencegah pH yang tinggi. - Brownstock Washer Filtrate, untuk memonitor efektivitas Washing. - O2 Delignification, untuk mengontrol pengisian Caustic/zat kapur (bila


(2)

- Bleaching Extraction (NaOH), untuk mengatur pengisian NaOH ke Tower jika pH diatas 10,9.

- Bleached Stock to Storage, untuk memonitor kadar garam dan kebersihan secara keseluruhan.

- Sewer Monitoring, untuk mendeteksi kebocoran zat kimia. - Black Liquor, untuk mendeteksi kebocoran pada heat exchanger. - Green Liquor, untuk mengetahui efisiensi pengkaustikan. - Weak Black Liquor, Mengetahui kekuatan Liquor.

* Pada Paper Mill

- Headbox, untuk mengontrol padatan terlarut total. - Whitewater, untuk mengontrol padatan terlarut total.

- Thick Stock to Refiners, untuk mengontrol padatan terlarut total. - Machine Chess, untuk mengontrol padatan terlarut total.

Faktor-faktor yang mempengaruh Conductivity Sensor saat beroperasi, diantaranya :

a. Suhu

Konduktivitas kalor dari kebanyakan cairan berkurang dengan kenaikan temperatur, kecuali untuk air ataupun larutan encer. Di bawah atau dekat titik didih normal, penurunan itu hampir linear.

b. Pengkaratan/Korosi yang Terdapat pada Elektroda-Elektroda Pengukuran. Interaksi antara elektroda dengan fluida yang mengandung senyawa-senyawa kimia secara terus-menerus akan mengurangi akurasi ataupun ketelitian alat


(3)

c. Tekanan

Pada tekanan sampai 40 atm, pengaruh dari tekanan pada konduktivitas kalor cairan diabaikan, kecuali dekat titik kritis.

d. Umur Peralatan

Umur peralatan juga harus diperhatikan, karena semakin tua suatu peralatan maka efisiensi terhadap pengukuran semakin berkurang. Begitu juga dengan sensor ini, Faktor lain seperti getaran juga memungkinkan longgarnya elemen-elemen sensor yang dapat mengurangi kinerja sensor tersebut.


(4)

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

V.1. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di PT. RAPP dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada proses produksi kertas di PT. Riau Andalan Pulp And Paper, Conductivity Sensor sangat besar kegunaannya dalam mengontrol partikel-partikel ion yang terdapat pada PULP.

2. Untuk mendapatkan pengukuran yang tepat dan akurat, dilakukan pengkalibrasian Conductivity Sensor satu kali dalam sebulan atau jika dirasa perlu dan hal itu tidak boleh ditunda-tunda. Karena kesalahan perhitungan dapat menyebabkan proses produksi terhambat.

3. Suhu sangat berpengaruh pada kinerja conductivity sensor. Suhu yang tinggi bahkan dapat menyebabkan kerusakan sensor. Pemilihan sensor yang akan digunakan harus sesuai dengan kondisi di mana sensor itu akan diletakkan nantinya.

V.2. SARAN

1. Sebaiknya sebelum fluida diukur nilai konduktivitasnya, fluida terlebih dahulu didinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan metode air pendingin dalam tangki dimana fluida yang akan diukur dialirkan melalui selang kecil yang dibentuk seperti ulir. kemudian selang yang sudah dibentuk ulir ini dimasukkan ke dalam air yang terdapat dalam tabung. Air ini dibuat


(5)

bersirkulasi sehingga permukaan selang yang panas akan bersentuhan langsung dengan air yang dingin. dengan demikian suhu fluida tersebut akan turun secara perlahan. Dan fluida yang telah turun suhunya inilah yang diukur. Sirkulasi air yang terus menerus akan menyebabkan suhu rangkaian tetap konstan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Djudju Djumhadi, Teknik Pengukuran Besaran Proses II, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992.

Ir. S. Reka Rio dan Dr. Masamori Iida, Fisika dan Teknologi Semikonduktor, PT. Pradnya Paramita, 1999.

Ir. H. Mansyur, Msi, Instrumentasai Pabrik II, Departemen Perindustrian RI, PTKI – Medan, 2006.

Jhon D. Kraus, Electromagnetics, McGraw-Hill Book Company.

PT. Riau Andalan Pulp and Paper, DLP Training Module Insrumen Riau Pulp, 2007.