penegasan pada tahun 1962 diterbitkan pula Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pembentukan Propinsi Irian Barat Bentukan Baru
Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor5 2372 dan tahun 1963 dikeluarkan Penetapan Presiden Nomor 1
Tahun 1963 tentang Pemerintahan Di Wilajah Irian Barat Segera Setelah Diserahkan Kepada Republik Indonesia Lembaran Negara Tahun 1963
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3451, intinya bahwa Irian Barat adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara de jure
dalam tata hukum nasional Negara Republik Indonesia sesungguhnya Propinsi Irian Barat telah terbentuk sejak tahun 1956 meskipun secara de facto saat itu
Irian Barat masih diduduki oleh Belanda. Tahun 1966 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara MPRS
mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor XIXMPRS1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara Di Luar Produk MPRS Yang
Tidak Sesuai Dengan Undang-Undang Dasar 1945. Secara keseluruhan di Indonesia telah ada peraturan perundang-undangan tentang desentralisasi dan
otonomi sejak tahun 1945 yaitu diawali dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah Lembaran Negara
Tahun 1945 Nomor 1, Lembaran Negara Nomor 23 yang selanjutnya diadakan perbaikan dan penyempurnaan.
2. Era tahun 1969 – 1974
Meninjaklanjuti amanat Ketetapan MPRS Nomor XIXMPRS1966, maka pada tanggal 5 Juli Tahun 1969 diundangkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1969 yang menetapkan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pembentukan Propinsi Irian Barat Bentukan Baru dan Penetapan
Presiden Nomor 1 Tahun 1963 tentang Pemerintahan Di Wilajah Irian Barat Segera Setelah Diserahkan Kepada Republik Indonesia menjadi undang-
undang dengan ketentuan harus diadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selanjutnya, tanggal 10 Nopember Tahun 1969 Pemerintah Republik
Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten
Otonom Di Propinsi Irian Barat Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2907, terdiri atas IV BAB dan 16 Pasal,
secara de jure dan de facto undang-undang ini yang menjadi landasan hukum dibentuknya Propinsi Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten otonomnya yang
terdiri dari Kabupaten Sorong, Manokwari, Fak-fak, Yapen Waropen, Paniai, Jayapura, Jayawijaya, Biak Numfor dan Merauke. Kemudian penetapan
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong DPRGR Propinsi Irian Barat sebanyak 40 orang dan masing-masing kabupaten
sebanyak 25 orang, disertai penyerahan urusan rumah tangga daerah sebagai kewenangan pangkal yang meliputi urusan bimbingan dan kesejahteraan
sosial, urusan pertanian, urusan kesehatan, urusan pendidikan dan
kebudayaan, dan urusan pekerjaan umum serta mengatur tentang kewenangan pembentukan perangkat daerah. Ini merupakan titik awal adanya
pemerintahan yang sah karena secara yuridis formal telah melalui tahapanproses Penentuan Pendapat Rakyat yang lebih dikenal dengan
PEPERA, walaupun mengenai PEPERA ini terjadi silang pendapat antara masyarakat Papua dengan Pemerintah Republik Indonesia mengenai
keabsahan keberadaan Provinsi Papua sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti dikatakan oleh Musa’ad. M.A 2005 :
126 bahwa : ”berdasarkan kajian yuridis formal ditemukan adanya beberapa
produk hukum yang dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia yang secara khusus melegitimasi keberadaan Propinsi Irian
BaratIrian JayaPapua dan mengatur penyelenggraan pemerintahan dan pembangunan di provinsi tersebut”.
Selanjutnya setelah empat tahun yaitu tahun 1973 Propinsi Irian Barat menjadi bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka
nama Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973 tentang Perubahan Nama Propinsi Irian
Barat Menjadi Irian Jaya Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1997. Kemudian untuk keseragaman
penyelenggraan pemerintahan di seluruh Indonesia, maka pada tahun 1974 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037 sebagai tindak lanjut dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IVMPR1973
tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. Prinsip yang dianut undang-undang tersebut adalah otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Kaitan dengan
prinsip ini B. Manan 1994 : 228 berpendapat bahwa istilah ”bertanggungjawab sebagai peringatan kepada daerah otonom, bahwa dalam
menjalankan otonomi tidak boleh sampai membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
3. Era tahun 1998 – sampai sekarang