Pasal 27 UU KKR Merupakan Bentuk Diskriminasi Yang Nyata terhadap

32 68. Bahwa apabila korban telah diakui sebagai korban oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, namun karena berbagai pertimbangan pelakunya tidak mendapatkan amnesti, maka korban tidak akan mendapatkan haknya atas kompensasi dan rehabilitasi. Dalam hal ini korban kembali harus menderita karena harus menghadapi proses yang tidak pasti apakah akan ada suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc atau jikapun ada tidak terdapat jaminan apakah korban akan mendapatkan haknya tersebut; 69. Dengan demikian, Pasal 27 UUKKR justru dengan semena-mena membatasi hak yang melekat pada korban, yakni hak atas pemulihan;

6. Pasal 27 UU KKR Menempatkan Korban dalam Posisi yang tertekan dan

tidak seimbang dengan Pelaku. 70. Bahwa perumusan Pasal 27 menempatkan korban dalam posisi yang tidak menguntungkan dimana korban sulit untuk memberikan keputusannya secara bebas; 71. Korban harus menghadapi ketiadaan pilihan yang bebas, yakni harus menerima apapun pengakuan pelaku, kemudian memberikan maaf dan berharap agar maafnya tersebut dapat membantu pelaku mendapatkan amnesti. Hal ini terpaksa dilakukan korban agar mendapat kepastian mengenai haknya akan kompensasi dan rehabilitasi; 72. Keadaan ini akan semakin diperparah ketika korban merupakan orang yang tidak mampu atau begitu menderita semakin harus menderita karena harus terpaksa memberikan persetujuannya mengenai proses pemaafan untuk amnesti ini tanpa didasari atas kesepakatan yang bebas; 73. Atau, jikapun Korban tidak memberikan maafnya, korban dengan terpaksa harus berharap agar si Pelaku mendapatkan amnesti supaya Korban bisa mendapatkan kompensasi dan rehabilitasi;

7. Pasal 27 UU KKR Merupakan Bentuk Diskriminasi Yang Nyata terhadap

Korban 74. Oleh karena itu, segala ketentuan yang membatasi hak korban atas pemulihan dan yang menegasikan kewajiban Negara memberi pemulihan ini adalah salah satu bentuk diskriminasi, dan ketidaksamaan di hadapan 33 hukum, serta juga bertentangan dengan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. 75. Bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah mengadopsi the Updated Set of Principles for the Protection and Promotion of Human Rights through Action to Combat Impunity, UN Doc. ECN.42005102Add.1. Salah satu tujuan penting Kumpulan Prinsip ini adalah untuk menjadi pedoman bagi komisi kebenaran. 76. Bahwa ditegaskan dalam Prinsip 31 dalam the Updated Set of Principles for the Protectionand Promotion of Human Rights through Action to Combat Impunity tersebut mengenai the Right and Duties Arising Out of the Obligation to Make Reparation, bahwa : “[a]ny human rights violation gives rise to a right to reparation on the part of the victim or his or her beneficiaries, implying a duty on the part of the State to make reparation...” 77. Selanjutnya, Prinsip 32 dalam dokumen tersebut di atas tentang Reparation Procedures menegaskan bahwa : “…in exercising this right, they shall be afforded protection against intimidation and reprisals.” 78. Bahwa dokumen sebelumnya yang juga memuat Kumpulan Prinsip Perlindungan Hak Asasi Manusia, The Administration of Justice and the Human Rights of Detainees : The Question of the Impunity of Perpetrators of Human Rights Violations Civil and Political, ECN.4Sub.2199720, Joinet Principles Bukti P-18, dalam lampirannya pada Paragraf 32 dari ditegaskan bahwa: “Amnesty cannot be accorded to perpetrators of violations before the victims have obtained justice by means of an effective remedy. It must have no legal effect on anyproceedings brought by victims relating to the right to reparation”. 79. Namun sebaliknya, rumusan Pasal 27 UU KKR justru telah menafikkan kewajiban Negara atas pemberian pemulihan tersebut dengan membuat hak atas pemulihan tergantung pada pemberian amnesti; 34 80. Dengan demikian, apabila Pasal 27 UU KKR dijalankan, maka negara telah bertindak diskriminatif terhadap korban;

8. Pasal 27 UU KKR Bertentangan dengan UUD 1945

Dokumen yang terkait

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Legal Standing dalam Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Studi Terhadap Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2003-Januari 2007 Tentang Pengujian Undang-Undang)

4 62 98

Wacana Pemberlakuan Hukum Pidana Islam Dalam Kompetensi Absolut Peradilan Agama (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/Puu-Vi/2008)

0 27 119

Tinjauan Yuridis Pergantian Antarwaktu Pejabat Badan Pemeriksaan Keuangan (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/Puu-Xi/2013)

0 39 201

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

2 20 71

Ancaman Pidana Mati Terhadap Kasus Penyalahgunaan Narkotika Sebelum dan Sesudah Putusan Mk No.2-3/Puuiv/2007 Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia

0 4 106

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI PANDANGAN KRITIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI PERKARA NOMOR 06/PUU-IV/2006 TENTANG PUTUSAN PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NO 27 TAHUN 2004 SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA BERAT DI MASA LA

0 4 14

PENDAHULUAN PANDANGAN KRITIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI PERKARA NOMOR 06/PUU-IV/2006 TENTANG PUTUSAN PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NO 27 TAHUN 2004 SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA BERAT DI MASA LALU.

0 4 15

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI.

0 0 11