sebagai pengatur suhu mengakibatkan udara dalam ruangan tidak mengalami pertukaran udara segar sehingga berpotensi meningkatkan jumlah kontaminasi
polutan. Hal ini memengaruhi kesehatan siswa karena semakin sering terpapar AC, risiko mengalami gangguan kesehatan akibat buruknya kualitas udara dalam
ruangan akan semakin besar.
2.2 Masalah Kualitas Udara dalam Ruangan
Menurut Fitria et al. 2008, masalah kualitas udara dalam ruang salah satunya disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi. Walaupun hal tersebut bukan
merupakan penyebab yang umum dari masalah di perkantoran, kontaminasi mikrobiologi dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius, yang dikenal
dengan hypersensitivity pneumonitis. Gangguan kesehatan tersebut menyerang saluran pernafasan, dapat disebabkan oleh bakteri, kapang, protozoa dan produk-
produk mikroba lainnya yang mungkin berasal dari sistem ventilasi. Gejala fisik yang biasa dijumpai akibat kontaminan biologis adalah batuk, dada sesak, demam,
menggigil, nyeri otot dan reaksi alergi seperti iritasi membran mukosa dan kongesti saluran nafas atas. Salah satu bakteri kontaminan udara dalam ruang,
Legionella, menyebabkan Legionnaire’s Disease dan Pontiac Fever. Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umumnya tidak berbahaya
bagi kesehatan manusia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi potensi mikroorganisme menimbulkan penyakit yaitu tempat masuknya mikroorganisme,
jumlahnya cukup banyak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, dan kemampuan berpindah kepada host yang baru. Potensi mikroorganisme tersebut
dalam menimbulkan penyakit masih tergantung pada patogenitas mikroba dan daya tahan tubuh host Hartoyo, 2009.
Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : 1405MENKESSKXI2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran
dan Industri, kualitas udara dalam ruang dikatakan baik apabila angka kuman dalam ruang kurang dari 700 kolonim
3
udara dan bebas kuman patogen. Menurut Prasasti et al.2005, dampak pencemaran udara dalam ruangan
terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair 2. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk
kering 3. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemahcapai, mudah tersinggung, sulit
berkonsentrasi 4. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi, sesak nafas, rasa berat
di dada 5. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal
6. Gangguan saluran cerna: Diaremencret 7. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dan sulit belajar
Kondisi fisik lingkungan bangunan suatu sekolah juga dapat memengaruhi kesehatan siswa di dalamnya. Kondisi bangunan yang tidak baik dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi udara di dalam gedung. Gejala ini dapat berupa batuk-batuk kering, sakit kepala, iritasi dimata, hidung dan tenggorokan, kulit
kering dan gatal, badan lemah, dan lain-lain. Kualitas udara ruangan yang buruk menyebabkan gangguan kesehatan yang cukup serius bahkan dapat juga
menyebabkan kematian Bas, 2004. Batas kepadatan dalam ruang kelas yang baik berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 mengenai standar sarana dan prasaran sekolah, ditetapkan sebesar
≥ 2 m
2
siswa dengan luas ruang kelas sekolah dasar yaitu 56 m
2
dengan kapasitas maksimum 28 orang atau sekitar 2m
2
orang. Jika dirasakan dalam suatu ruang kelas terasa pengap atau seperti terasa sesak,
penyebab kondisi ini dapat dimungkinkan karena luas ruangan yang tidak mencukupi untuk menampung murid-murid. Terlalu padatnya kondisi ruang kelas
dapat menghalangi proses pertukaran udara bersih, sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi Pramayu, 2012.
2.3 Kualitas Fisik Udara dalam Ruangan