2 Laporan labarugi LKS
Selain membuat laporan hasil usaha mudharabah, LKS juga membuat laporan laba rugi pertanggungjawaban
sebagai lembaga keuangan. Mekanisme yang berlaku adalah sebagai berikut :
a Pendapatan LKS sebagai mudharib
Adalah pendapatan atas penyaluran dana yang akan menjadi milik LKS.
b Pendapatan operasi lainnya
c Beban operasi
Seluruh beban yang dikeluarkan LKS sebagai lembaga keuangan.
b. Revenue sharing
Revenue berarti penghasilan atau hasil. Share berarti bagi. Jadi revenue sharing adalah pembagian hasil atau
pendapatan. Dalam perbankan syariah pendapatan diperoleh dari hasil investasi atau penempatan dana pada pihak lain.
Bank syariah memperkenalkan revenue sharing yang berarti sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan tanpa
dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Mekanisme distribusi hasil usaha dengan prinsip revenue sharing:
1 Pendapatan operasi utama
Pendapatan dari penyaluran dana nasabah yang diinvestasikan ke dalam usaha-usaha. Penyaluran dana
tersebut dapat menggunakan prinsip antara lain: a
Jual beli antara lain murabahah, istisna, istisna pararel, salam dan salam pararel.
b Bagi hasil antara lain mudharabah dan musyarakah
c Ujrah antara lain ijarah dan ijarah muntahiya
bittamlik. Dalam prinsip revenue sharing, besarnya pendapatan
yang akan di bagi adalah pendapatan tanpa dikurangi beban-beban.
2 Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat
3 Pendapatan operasi lainnya
Pendapatan diperoleh dari fee atas jasa yang telah diberikan LKS seperti biaya administrasi terhadap
pengelolaan dana dan imbalan atas pemberian jasa inkaso, jasa transfer dan lainnya.
4 Beban operasi
Beban-beban yang dikeluarkan LKS ditanggung sendiri, baik beban untuk kepentingan LKS ataupun
untuk pengelolaan dana nasabah. Sehingga dalam prinsip ini pendapatan yang akan didistibusikan tidak
dikurangi dengan beban yang dikeluarkan. Beberapa hal yang terkait dengan perhitungan bagi hasil
pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut Ridwan, 2004: a.
Saldo pembiayaan. b.
Jangka waktu pengembalian. c.
Sistem pengembalian, apakah mengangsur atau ditangguhkan. d.
Hasil usaha. e.
Nisbah bagi hasil. f.
Proyeksi pendapatan dari calon peminjam. Berdasarkan pengalaman usaha sebelumnya, proyeksi ini lebih mudah diketahui.
g. Realisasi pendapatan yang sesungguhnya. Berdasarkan laporan
keuangan peminjam, besar kecilnya laba aktual menjadi dasar dalam pengambilan tingkat bagi hasil.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Zulva 2015 menyatakan bahwa penerapan akad mudharabah di BMT An-nawawi Purworejo dapat dikatakan bagus
dikarenakan Akad yang diterapkan benar-benar terealisasi yaitu dibidang pembiayaan, ini diterapkan saat berlangsungnya nasabah ingin
mengadakan transaksi dengan pihak BMT An-nawawi Purworejo yaitu dengan cara 5 C studi kelayakan usaha .
Penelitian lain juga dilakukan Ngajiya 2015 menyatakan bahwa penerapan pembiayaan mudharabah di BMT-BMT Kabupaten Kulon
Progo masih kurang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Dewan Syariah. Kurangnya SDI yang berkompeten dan sikap kehati-hatian yang
masih dipegang kuat oleh BMT menjadi permasalahan atau kendala dalam penerapan pembiayaan mudharabah.
Aziz 2016 mengemukakan bahwa risiko pembiayaan pada produk mudharabah memang sangat riskan, terutama bagi lembaga
keuangan syariah sebagai shahibul mal, namun LKS tetap harus berani menerapkan pembiayaan ini. Keuntungan akan dapat diterima oleh kedua
belah pihak sesuai dengan kesepatakan, sementara kerugian ditanggung LKS kecuali tidak ada kelalaian.
33
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Objek Penelitian dan Data 1. Sejarah Berdirinya BMT Surya Parama Arta
Usaha kecil mempunyai peranan yang sangat strategis karena jumlahnya yang lebih besar jika dibandingkan dengan pengusaha
besar. Di samping itu pengusaha kecil meyerap tenaga yang banyak sehingga membuka peluang kerja yang lebih luas.
Pengembangan usaha kecil banyak mengalami kendala terutama masalah permodalan dan sistem manajemen bank-bank besar
tidak mau memberi pinjaman modal kepada pengusaha kecil karena secara ekonomi pengusaha kecil tidak menguntungkan, serta secara
administratif kurang lengkap terutama pada pengusaha kecil di sektor informal. Akibatnya banyak pengusaha kecil yang sebenarnya
potensial tidak dapat berkembang karena kekurangan modal dan manajemen yang lemah. Akhirnya banyak pengusaha kecil yang lari
pada bank plecit atau rentenir, karena memberi pinjaman dengan prosedur yang sangat mudah walaupun bunganya sangat tinggi.
Pelayanan jasa bank plecit atau rentenir ini hanya mampu memberikan pelayanan yang bersifat gali lobang tutup lobang, sekedar
hanya untuk
mempertahankan hidup,
tanpa mampu
untuk
meningkatkan standar kehidupan yang layak dan sejahtera dari sisi penerima pinjaman.
Hal tersebut yang dialami masyarakat khususnya para pedagang dan pengusaha kecil di wilayah kecamatan Sentolo terutama
para pedagang yang ada di pasar Sentolo Kulon Progo. Oleh karena itulah maka pada tanggal 23 November 1997 didirikan Baitulmaal wat
Tamwil BMT Surya Parama Arta sebagai alternatif yang akan dijadikan sebagai sarana untuk pemberdayaan ekonomi kelas bawah
yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Keputusan ini diambil karena bedasarkan adanya praktik rentenir dan lintah darat serta bank
plecit yang sangat memberatkan itu justru menjadi alternatif yang sebagian besar dipilih oleh para pedagang di pasar Sentolo tersebut,
selain itu juga berdasarkan latar belakang dan permasalahan kesenjangan ekonomi umat serta adanya dukungan dari para tokoh
masyarakat, ulama, cendekiawan dan intelektual setempat untuk peduli dalam memberdayakan umat dan mengentaskan kemiskinan.
Pada waktu pendirian dilakukan penghimpunan dana dari para pendiri sebesar Rp 100.000,00 seratus ribu rupiah, sehingga saat itu
terkumpul dana sebesar Rp 5.000.000,00 lima juta rupiah dari 50 orang. Setelah berjalan kurang lebih satu tahun maka pada tanggal 24
Oktober 1998, lembaga keuangan syariah ini memperoleh Badan Hukum dari Departemen Koperasi dengan No. 12BHKDK.12-
4X1997.
Baitulmaal wat TamwilSurya Parama Arta sebagaimana telah diketahui merupakan sebuah lembaga keuangan syariah yang
beroperasi dengan dua sistem sekaligus, yaitu sistem bisnis dan sistem sosial. Sebagai sebuah lembaga keuangan syariah, BMT Surya Parama
Arta melakukan penarikan dan penghimpunan dana masyarakat atau anggota dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan berjangka
deposito, kemudian disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada pengusaha kecil, dengan sistem bagi hasil.
Sasaran penghimpunan dana adalah masyarakat golongan menengah atas. Tetapi kelompok lapisan bawah tetap diarahkan untuk
menabung sesuai dengan kemampuannya, sedangkan sasaran utama penyaluran pembiayaan adalah para pedagang dan pengusaha kecil.
Pola pengembalian dana meliputi pasaran, mingguan serta bulanan. Sedangkan dari sisi sosial dimaksudkan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang tanggung jawabnya terhadap sesama manusia, memberi wawasan tentang etika bisnis serta bantuan sosial,
seperti beasiswa anak asuh, bantuan kesehatan dan bantuan bagi anak yatim. Usaha ini dilakukan dengan menghimpun dana zakat, infaq, dan
shadaqoh ZIS, serta sumbangan sosial lainnya untuk disalurkan sesuai dengan urutan kebutuhan anggota dan masyarakat.
Identitas Lembaga a.
Nama : KJKS BMT Surya Parama Arta
b. Berdiri
: 23 November 1997