Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013/Pa)

(1)

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Disusun Oleh

Hendrix NIM:208044100008

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HDAYATULLAH J A K A R T A 1434 H/2013 M


(2)

(3)

(4)

i

islam dan Hukum Positif (Analisis Putusan Pengadian Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013 PA)

Skripsi: Diajukan kepada fakultas Syariah dan Hukukm sebagai salah satu sarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah UIN syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.

Skripsi ini ditujukan untuk lebih memperjelas dalam pemahaman terhadap permasalahan dalam KHI yang tidak tertera alasan perceraian karena faktor narkoba. Sedangkan pada prakteknya di Pengadilan Agama Tigaraksa terjadi perceraian dengan alasan suami pengguna narkoba.

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas sesuai dengan pemahaman deksrptif. Penelitian ini berupa analisis tehadap kasus yang berkenaan dengan cerai gugat dengan alasan kekerasaan dalam rumah tangga yang dipengaruhi oleh narkoba yang terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa.

Setelah melihat dan menganalisa putusan Pengadilan Agama Tigaraksa ada beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembahasan gugat cerai karena suami pemakai narkoba, yaitu:

1. Dalam memutuskan perkara tersebut, hakim berusaha objektif dan berhati - hati dengan teliti karena tidak sedikit juga kasus yang timbul bukan murni dari faktor narkoba, tetapi dari unsur lain seperti masalah ekonomi, komunikasi pasif, perselingkuhan, bahkan kekerasan dalam rumah tangga yang menjadikan unsur narkoba, sebagai alasan tambahan dalam pengajuan gugatan perceraian.

2. Putusan hakim tentang gugatan perceraian yang mengadung kekrasan dalam rumah tangga kurang tepat karena terdapat unsur narkoba, karena didalam pasal ll6 KHI huruf (f) yang menyatakan narkoba termasuk unsur yang memabukan, meskipun kasus ini tidak murni karena Narkoba atau alasan lain yang menjadikan narkoba sebagai alasan tambahan.


(5)

ii

Alhamdulilahirabil ‘alamin, segala puja puji serta Syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, Tuhan yang mengatur seluruh kehidupan dan penguasa seluruh kehendak hati manusia. Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan selamanya kepada ushwah hasanah kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan kepada umatnya bagaimana memaknai hidup ini sesungguhnya, tak lupa pula kepada keluarganya, sahabat dan umatnya yang senantiasa kukuh dan istiqomah dalam memegang sunahnya, sampai hari pembalasan.

Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis belajar di Progam Studi Ahwal Syakhsiyah konsentrasi Peradilan Agama Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis banyak mendapat bantuan dan sumbangan motifasi dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima ksaih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

2. Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ahwal Syakhsiyah konsentrasi Peradilan Agama: Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, dan Hj. Rosdiana MA yang selalu memberikan bimbingan, motifasi kepada penulis sehingga penulis bisa merampungkan skripsi ini.

3. Dosen pembimbing: Afwan Faizin MA. ditengah kesibukanya, beliau telah banyak meluangkan waktu serta arahan dan ilmunya selama penulis mengerjakan skripsi ini.


(6)

iii

5. Kepada seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Jakarta yang telah memberikan bantuan berupa bahan bahan yang menjadi referensi dalam penulisan ini.

6. Hakim pengadilan Agama Tigaraksa kabupaten Tangerang. Drs. Supyan Maulani. yang telah membantu penulis dalam wawancara, panitera Drs. H. Baihaki, dan pegawai pengadilan Agama Tigaraksa kabupaten yang sangat membantu penulis dalam memperoleh data-data yang penulis butuhkan.

7. Ayahanda H.Warida bin Tarmidzi dan ibunda Hj. Arkoni yang selama ini selalu menjaga dan merawat, mendidik, mendorong serta membimbing dalam penulisan ini dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. serta dukungan dari istri tercinta Puji Asih dan anakku yang tersayang M. Luthfi Messi Al-warid, begitu pula saudara-saudara, Heri Iswanto, Eli Wiyatna, Ade Yulianti dan seluruh keluarga besar Al warid yang penulis cintai.mereka juga selalu memotivasi dan mendoakan penulis.

8. Kepada kawan seperjuangan PA 2008, semoga perjuangan dan persahabatan kita semakin erat walaupun jauh dimata.

Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. dan mudah-mudahan semua yang telah penulis lakukan mendapat Ridha Allah SWT, semoga Skripsi ini bermanfaat.

Jakarta, 7 maret 2014 M


(7)

iv

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Review Studi Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Perceraian ... 12

B. Perceraian dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974 ... 19

C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat ... 29

D. Pengertian dan Jenis-jenis Narkoba ... 32

E. Dampak Negatif Narkoba ... 36

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA A. Sejarah Singkat ... 40

B. Struktur Organisasi ... 42

C. Tugas dan Wewenang ... 45

D. Grafik Perkara Masuk dan Diputus Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun 2013 ... 48


(8)

v

A. Kronologis Kasus Perceraian Dalam Perkara Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba ... 51 B. Pertimbangan dan Putusan Hakim ditinjau dari Perspektif

Hukum Islam dan Hukum Positif ...53 C. Analisis Putusan ...66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan atau rumah tangga adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah (Ijab Kabul) dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera. 1

Sayyid Sabiq menulis dalam bukunya Fikih Sunnah: “Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan melestarikan hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.”2

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Perkawinan juga merupakan sunnatullah yang artinya perintah Allah dan Rasul-Nya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia semata atau hawa nafsunya saja, karena seorang yang telah berumah tangga berarti ia telah menjalankan sebagian syari‟at Agama Islam.

Sedangkan dalam syari‟at Islam tujuan dari perkawinan yaitu: 1) Membuat hubungan antara laki-laki dan perempuan menjadi terhormat dan saling meridhai. 2) Memberikan jalan yang paling sentosa pada sex sebagai naluri manusia, memelihara keturunan dengan baik dan menghindarkan kaum wanita dari penindasan kaum laki-laki. 3) Membuat pergaulan suami istri berada dalam naungan naluri keibuan dan kebapaan, sehingga akan melahirkan anak keturunan

1

Sidi Nazar Bakry, “Kunci Keutuhan Rumah Tangga ;Keluarga Yang Sakinah

“(Jakarta:Pedoman ilmu Jaya,2001) Cet. I, h.2.

2

Mohammad Thalib. (Trans) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. (Bandung: PT. Alma‟arif, 1980), Jilid 6, Cet 15, hlm. 7- 8.


(10)

yang baik sebagai generasi penerus misi kekhalifahan. 4) Menimbulkan suasana yang tertib dan aman dalam kehidupan sosial.3

Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan menghormati satu dengan yang lainnya. sehingga tercapailah kebahagiaan dan cita-cita yang diinginkan. tujuan perkawinan itu tertulis pada Kompilasi Hukum Islam atau yang biasa disebut KHI, pada pasal 3 yang berbunyi: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”. 4

Akan tetapi tidak dapat di pungkiri bahwa dalam kenyataan hidup yang terdapat di masyarakat roda kehidupan berjalan dinamis, tidak lepas dari perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dengan istri.

Kenyataan hidup seperti itu membuktikan bahwa memelihara kelestarian kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah perkara yang mudah di laksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang harmonis antara suami istri tidak dapat di wujudkan.

Munculnya perubahan hidup antara suami dan istri, timbul perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati pada masing-masing memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana harmonis menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang menjadi kebencian. 5

3

H. M. Zuffran Sabrie, Analisa Hukum Islam Tentang Anak Luar Nikah. (Jakarta: Departemen Agama RI, 1998), h. 7-8.

4

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Departemen Agama RI, Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam Tahun 2001, h.14.

5


(11)

Dengan begitu Allah SWT mengantisipasinya kemungkinan terjadinya perceraian dan menempatkan perceraian itu sebagai alternatif terakhir yang tidak mungkin di hindarkan.6

Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat di tempuh oleh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan upaya perdamaian secara maksimal. Perceraian dapat dilakukan atas kemauan suami ataupun yang permintaan istri yang disebut cerai gugat.7 Pada dasarnya hukum Islam menetapkan bahwa alasan perceraian hanya satu macam saja, yaitu pertengkaran yang sangat memuncak dan membahayakan keselamatan jiwa yang disebut dengan syiqoq.8

Sedangkan menurut hukum perdata, perceraian hanya dapat terjadi berdasarkan alasan-alasan yang di tentukan oleh Undang-undang dan harus dilakukan di depan sidang pengadilan.9Dalam kaitan ini ada dua pengertian yang perlu dipahami yaitu istilah “bubarnya perkawinan dan perceraian “.10

Perceraian adalah salah satu sebab dari bubarnya atau putusnya perkawinan. Dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat terjadi karena salah satu pihak

6

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h.190.

7

Syekh Mahmuduna Nasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung :Ramaja Rosdakarya,1991), h.509.

8

Erlan Naofal, Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Belanda, artikel diakses dari http://badilag. Net.data /artikel/alasan Perceraian Menurut Hukum Islam.pdf. Pada tanggal 30 Januari 2010.

9

Yahya Harahap, Beberapa Permasalahan Hukum Acara Pada Pengadilan Agama, Jakarta, Al-Hikmah, 1975), h.133.

10

Erlan Naofal, Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Belanda, artikel diakses dari http://badilag. Net.data /artikel/alasan Perceraian Menurut Hukum Islam.pdf. Pada tanggal 30 Januari 2010.


(12)

meninggal dunia, karena perceraian dan karena adanya putusan pengadilan.kemudian dalam pasal 39 ayat (2) di tentukan bahwa untuk melaksanakan perceraian harus cukup alasan yaitu antara suami istri tidak akan hidup sebagai suami istri. Ketentuan ini di pertegas lagi dalam penjelasan pasal 39 ayat (2) tersebut dan pasal 19 peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang mana disebutkan bahwa alasan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perceraian:11

1. Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain dan tanpa alasan yang yang sah atau karena hal lain diluar kemauanya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyaan berat yang membahayakan pihak lain

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami istri.

6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Alasan perceraian ini adalah sama seperti yang tersebut dalam pasal 116 kompilasi hukum Islam dalam penambahan dua ayat yaitu: (a) suami melanggar taklik talak dan (b) peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam berumah tangga.

11


(13)

Salah satu bentuk perceraian adalah dengan talak. Talak secara harfiyah berati lepas dan bebas. Dihubungkan arti kata ini dengan putusanya perkawinan karena antara suami dan istri sudah lepas hubunganya satu masing-masing sudah bebas. Dalam mengemukakan rumusan yang berbeda namun esensinya sama.

Selain talak, bentuk perceraian yang lain adalah dengan fasakh. Fasak berasal dari bahasa Arab dari asal kata fa-sa-kha yang secara etimologi berarti

membatalkan. Sedangkan secara terminology fasakh berarti membatalkan ikatan pernikahan oleh pengadilan agama atau karena pernikahan yang terlanjur menyalahi hukum pernikahan.

Dari pembahasan di atas penulis merasa tergugah untuk meneliti tentang kasus perkara gugatan cerai istri dengan alasan suami pemakai narkoba, yang menimbulkan cekcok dalam keluarga tersebut yang berakibatkan perceraian yang diajukan oleh istri (Cerai gugat) dikarenakan istri tidak sanggup menerima cacat kelakuan semisal yang tertera dalam putusan yakni suami sebagai pengguna narkoba, suami melakukan perselingkuhan, bertindak kasar baik itu ucapan maupun perbuatan yang mengakibatkan cerai yang diajukan istri sebagai alternatif terakhir demi kebaikan kedua belah pihak. Guna mendapatkan jawaban yang jelas serta bukti yang konkrit tentang permasalahan tersebut, maka penulis membuat penelitian yang berjudul “Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba” (Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor


(14)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasaan dalam penelitian ini lebih terarah, maka penulis membatasi lingkup permasalahan yang terjadi dalam hal suami pengguna narkoba dalam putusan Pengadilan Agama Kabupaten Tanggerang.

Putusan perkara Pengadilan AgamaTanggerang dibatasi pula putusan hakim yang memutuskan bahwa istri dapat mengajukan cerai gugat dengan alasan suami pengguna narkoba.

2. Perumusan Masalah

Di dalam KHI tidak tertera alasan – alasan perceraian karena faktor narkoba. Sedangkan pada prakteknya di Pengadilan Agama tanggerang terjadi perceraian alasan suami pengguna narkoba. Untuk lebih memperjelas dalam pemahaman terhadap permasalahan tersebut, maka penulis rincikan bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa yang menjadi pertimbangan hakim memutuskan perkara nomor 0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs ?

b. Apakah pertimbangan hakim sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetauhui alasan hakim dalam memutuskan perkara nomor 0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs .


(15)

b. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin penulis sampaikan dari penelitian ini adalah, setidaknya sebagai berikut :

a. Menjelaskan tentang cara hakim memutuskan suatu perkara dan metode-metode yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan suatu putusan. b. Ingin memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai bagaimana

sebenarnya proses penyelesaian perkara cerai gugat akibat narkoba.

c. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dan masukan bagi Sarjana Hukum Islam yang bersifat praktis dan menjadi rujukan bagi para civitas akademi dan golongan education pada umumnya.

D. Review Studi Terdahulu

No Identitas Substantive Perbedaan

1 Muhammad Yasir Arafat, Perceraian akibat kekerasan

dalam rumah

tangga di

Pengadilan agama Jakarta Selatan.

Tentang perceraian yang terjadi dalam rumah tangga yang bersangkutan dengan faktor, bentuk serta

latar belakang

terjadinya Khulu‟

Menjelaskan tentang cerai gugat yang terjadi akibat suami pengguna narkoba, jenis – jenis perceraian dan bahaya narkoba


(16)

Fakultas syariah dan hukum.2007

2 Zakaria, Penyelesaian

perkara cerai gugat akibat kekerasan

dalam rumah

tangga (Studi putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1122/ pdt.G/2004/ PA. JS), 2004

Mengenai putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang membahas tentang perkara cerai gugat akibat kekerasan dalam rumah tangga

Mengenai putusan

Penagdilan Agama Kabupaten Tangerang yang membahas tantang perkara cerai gugat akibat suami pengguna Narkoba.

3 Halimatus Sa‟adah

Cerai gugat karena penganiayaan suami (Studi kasus di Pengadilan Agama Tanggerang).

Mengenai tingginya cerai gugat di pengadilan Agama Tanggerang tentang kasus penganiayaan terhadap istri.

Menjelaskan tentang terjadinya perceraian karena suami pengguna narkoba.


(17)

E. Metode Penelitian dan Teknik Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas sesuai dengan pemahaman deksriptif. Penelitian ini berupa analisis tehadap kasus yang berkenaan dengan cerai gugat dengan alasan kekerasaan dalam rumah tangga yang di pengaruhi oleh narkoba yang terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa.

2. Kriteria Dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer:

1) Putusan PA Tigaraksa tentang cerai gugat karena narkoba

2) Wawancara mendalam terhadap Hakim yang memutus perkara nonmor 0154/Pdt.G/2013/Pa.Tgrs yaitu Drs. Supyan Maulani.

b. Data Sekunder:

1) Buku-buku yang berkenaan dengan tentang cerai (thalak, khulu‟) 2) Artikel-artikel yang berkaitan dengan topik yang sedang di bahas, baik

dari surat kabar ataupun artikel

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam mengumpullkan data penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Wawancara, yaitu teknik untuk mengumpulkan data untuk mendapatkan informasi dengan cara mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan kepada Hakim yang memutus perkara tersebut.


(18)

b. Studi documenter untuk mendapatkan data tentang profil Pengadilan Agama Tigaraksa dan mendapatkan berkas putusan.

c. kajian kepustakaan, untuk memahami teori-teori dan konsep yang berkenaan dengan dengan metode ijtihad hakim melalui berbagai buku dan literatur yang dipandang mewakili dan berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah analisis yuresprudensi. Yaitu teknik analisis berdasarkan undang-undang dan putusan Pengadilan Agama Tigaraksa. Yang berusaha dan menyimpulkan dengan mengambil bagian atau hal yang berifat khusus dalam bentuk kasus dan data menjadi kesimpulan umum yang berlaku secara general.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada “Buku pedoman penulisan Skripsi Tahun 2012 Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum”, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.12

F. Sistematika Penulisan

Agar mendapatkan gambaran dari isi skripsi ini maka perlu kiranya disusun sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan. dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, , metode penelitian serta tekhnik penelitian dan sistematika penulisan.

12


(19)

Bab II : Tinjauan Umum tentang perceraian . Dalam bab ini di bahas tentang review studi terdahulu, pengertian, dasar hukum perceraian, alasan perceraian , perbedaan cerai talaq dan gugat, pengertian narkoba ,jenis jenis narkoba, dampak negative narkoba dan analisis penulis

Bab III : Profil, demografis dan data perceraian di pengadilan agama tanggerang

Bab IV : kronologis perkara, putusan hakim, dan analisis penulis

Bab V : Penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari penelitian ini.


(20)

12

BAB II

KERANGKA TEORITIS

G. KERANGKA TEORITIS

A. Perceraian

1. Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian

Perceraian berasal dari Bahasa Arab yaitu thalaq yang berarti membuka

ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau tawanan ataupun ikatan ma’nawi seperti ikatan pernikahan. Sedangkan thalaq menurut istilah adalah

menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu. Secara spesifik menurut syara‟ thalaq adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri.13 perkataan thalak dan furqah dalam istilah fiqih mempunyai arti yang umum dan arti yang khusus. Arti yang umum, ialah segala macam bentuk perceraian yang di jatuhkan oleh suami, yang telah di tetapkan oleh Hakim dan perceraian yang jatuh dengan sendirinya seperti perceraian yang di sebabkan meninggalnya salah seorang dari suami atau istri.arti khusus ialah perceraian yang di jatuhkan oleh suami saja.14

Thalak merupakan kalimat Bahasa Arab yang artinya “menceraikan„‟ atau

melepaskan“ mengikuti istilah syara ia bermaksud, melepaskan ikatan pernikahan atau perkawinan dengan kalimat lafaz yang menunjukan talak atau perceraian.

13

Kamal muckhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1987 ), Cet ke-1, h.94.

14


(21)

Dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa pengertian dari talak, kata talak berasal dari Bahasa Arab “ithlaq” yang berati melepaskan ikatan perkawinan yakni perceraian antara suami istri.15 Thalak merupakan perceraian yang timbul karena sebab-sebab dari pihak suami.16

Jika suami melafadzkan kalimat sindirian kepada istrinya, maka dengan sendirinya mereka berdua telah berpisah dan istrinya berada dalam keadaan Iddah, jika semasa istri didalam Iddah kedua pasangan ingin berdamai, mereka boleh rujuk semula tanpa melalui proses pernikahan. Sebagaimana firman Allah SWT Surat At – Thalak ayat 2 yang berbunyi:







Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.

Adapun pengertian perceraian menurut istilah ahli Hukum adalah: Mazhab

Syafi'i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan lafal talak itu.

15

Muhammad Baghir Al Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Quran , As-Sunnah dan Pendapat para ulama, ( Bandung: Mizan, 2002), Cet ke 2, h. 81.

16

Djamil Lathif, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, (Jakarta, Ghalia Indah, 1985 ), Cet ke 2, h. 35.


(22)

a. Mazhab maliki mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.17

b. Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali mendefinisikanya sebagai pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau pelepasan perkawinan dimasa yang akan datang.

c. Sayyid Sabiq mendefinisikan talak dengan melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.18

Menurut Prof. Subekti , S.H. Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan Hakim, atau tuntutan dari salah satu pihak dalam perkawinan tersebut.19

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan talak sebagai ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.20 perceraian ( talak ) dalam ajaran Islam diatur dalam Al - Quran dan Hadist Nabi SAW. Dengan adanya landasan tersebut menegaskan bahwa perceraian dalam Islam boleh dilakukan sebagaimana yang tercantum dalam surat Al - Baqarah ayat 229:

17

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam "Nikah", Ensiklopedia Islam, (jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet ke - 2, jilid 4, h. 53

18

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, (Bandung: PT.Al - Ma'arif, 1996, )cet ke 2, jlid 9.

19

Subekti, Pokok - Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003)cet.ke 31, h. 42 .

20

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressido, 1992), cet ke 1, h. 141.


(23)











Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

2. Alasan Perceraian

Ikatan perkawinan sebenarnya dapat putus dan tata caranya telah diatur di dalam fikih maupun didalam UUP. Meskipun perkawinan tersebut dipandang mutlak atau tidak boleh dianggap tidak dapat di putuskan. Perkawinan Islam tidak boleh dipandang sebagai sebuah sakramen seperti yang terdapat di dalam Agama Hindu dan Kristen, sehingga tidak dapat diputuskan. Ikatan perkawinan harus dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, bisa bertahan dengan bahagia dan bisa juga putus di tengah jalan.21

Para Ulama klasik juga telah membahas masalah putusnya perkawinan ini di dalam lembaran kitab-kitab fikih. Menurut Imam Malik sebab-sebab putusnya perkawinan adalah thalak, khulu', khiyar atau fasakh, syiqoq, nusyuz, ila' dan

21

Azhari Akmal Tarigan dan Amiur nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta, Kencana Prenada Media Grouf, 2006), h. 207.


(24)

zihar. Imam syafi'i menuliskan sebab-sebab putusnya perkawinan adalah thalak, khulu' khiyar atau fasakh, syiqaq, nusyuz, ila' dan zihar.22

Islam mendorong terwujudnya perkawinan yang bahagia dan kekal dan menghindarkan terjadinya perceraian (talak). Dapatlah dikatakan, pada hal-hal yang darurat.

Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu terjadinaya perceraian, yaitu.23

a. Terjadinya Nusyuz dari Pihak Istri

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal yang dapat menggangu keharmonisan rumah tangga.

Berdasarkan firman Allah SWT memberi opsi sebagai berikut:

1) Istri diberi nasihat dengan cara ma'ruf agar ia segera sadar terhadap kekeliruan yang diperbuatnya.

2) Pisah ranjang, cara ini bermakna sebagai hukuman psikologis bagi istri dan dalam kesendirianya tersebut ia dapat melakukan koreksi terhadap kekeliruanya.

3) Apabila dengan cara ini tidak berhasil, langkah berikutnya adalah memberi hukuman fisik dengan cara memukulnya, penting untuk dicatat yang boleh dipukul adalah bagian yang tidak membahayakan si istri, seperti betisnya.24

22

Azhari Akmal Taringan dan Amirul Nuruddin, Hukum..., h. 208.

23

Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, Rajawali Pres, 1995), h. 269- 272.

24


(25)

b. Nusyuz Suami Terhadap Istri

Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari istri tetapi dapat juga datang dari seorang suami. Selama ini sering disalah pahami bahwa nusyuz datang dari seorang istri saj, padahal Al- Quran juga menyebutkan adanya nusyuz dari suami sebagaimana yang tercantum pada firman Allah SWT : (Annisa 4 / 128).







Artinya : Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuzatau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Adapun nusyuznya suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi kewajibannya terhadap istri, baik nafkah lahir ataupun bathin.

c. Terjadinya Syiqoq

Jika kedua kemungkinan diatas disebutkan di muka menggambarkan satu pihak yang melakukan nusyuz sedangkan pihak yang lain dalam kondisi normal, maka kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena kedua - duanya terlibat dalam Syiqoq (percekcokan), misalnya disebabkan karena faktor ekonomi, sehingga keduanya sering bertengkar.


(26)

Tampaknya alasan untuk terjadinya perceraian lebih disebabkan oleh alasan Syiqoq. Dalam penjelasan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1989 dinyatakan bahwa Syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami istri.

Untuk sampai kesimpulan bahwa istri tidak dapat lagi di damaikan harus di lalui beberapa proses. Sebagaimana firman Allah SWT Q.S. Annisa: 35)











Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

d. Salah Satu Pihak Melakukan Perbuatan Zina yang Menimbulkan Saling Tuduh Menuduh Antar Keduanya.

Cara menyelesaikan adalah dengan cara membuktikan tuduhan yang di dakwakan dengan cara li'an seperti telah di singgung di muka. Li'an sesungguhnya telah memasuki "gerbang putusnya" perkawinan, dan bahkan untuk selama lamanya. Karena akibat Li'an adalah terjadinya talak ba'in kubro.25

Jika diamati aturan-aturan fiqh yang berkenaan dengan talak, terkesan seolah-olah fikih memberi aturan yang sangat longgar bahkan dalam tingkat tetentu memberikan kekuasaan yang terlalu besar pada laki-laki. Seolah-olah talak

25


(27)

menjadi hak laki-laki sehingga bisa saja seorang suami bertindak otoriter. Misalnya, mencerai istri secara sepihak.26

Jika fikih terkesan mempermudah terjadinya perceraian, maka, UUP dan aturan-aturan lainya terkesan mempersulit terjadinya perceraian ini untuk dapat terwujudnya sebuah perceraian harus ada alasan-alasan tertentu yang dibenarkan Undang-undang dan ajaran agama. Jadi semata-mata diserahkan kepada aturan-aturan agama.27

B. Perceraian dalam perspektif UU No. 1 Tahun 1974

Pada pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, salah satu fungsi Undang - Undang perkawinan No. 1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1995 adalah untuk mengatur dan membatasi penggunaan dan kebolehan talak dengan berbagai syarat yang disesuaikan dengan hukum Islam. Dan tatacara penggunaan talak mesti melalui campur tangan Pengadilan Agama yang diberi kewenangan untuk menilai dan mempertimbangkan apakah dasr alasan suami untuk menthalak istri menurut hukum Islam.

Karena itulah, menurut Al-Sayyid syabiq, penentuan syarat-syarat layak tidaknya suatu perceraian diakabulkan pengadilan didasarkan pada prinsip meringankan urusan manusia menjauhkan segala kesempitan serta berpijak pada jiwa syariat Islam yang penuh dengan kemudahan.28

26

Ibid., h. 215.

27

Ibid., h. 216.

28


(28)

Dalam kitab - kitab fiqih klasik cukup banyak yang bisa dijadikan alasan perceraian, baik dari pihak istri maupun dari pihak suami. Namun dalam pembahasan ini penulis hanya mendiskripsikan alasan-alasan perceraian yang tercover dalam Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974, jo. PP No. 9 tahun 1995 pasal 19 jo, KHI pasal 116.

Dalam KHI pasal 116 disebabkan bahwa alasan alasan perceraian dibagi menjadi delapan, yaitu dari poin 1 sampai 8, yaitu :

1. Salah satu pihak berbuat zina ataupun pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. Secara umum "zina" bagi orang yang terkait perkawinan ialah hubungan kelamin (sexual interourse) yang dilakukan oleh suami atau istri dengan seseorang pihak ketiga yang berlainan seks.29 Hal lain yang dapat dijadikan alasan perceraian, salah satu menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, atau kebiasaan lainya yang tak bisa disembuhkan. Sebab semua kebiasaan lainnya yang tak bisa disembuhkan, sebab semua kebiasaan itu selain melanggar larangan agama juga merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Hingga, bila suami atau istri ada yang punya kebiasaan tersebut, lantas salah satu pihak menggugat, maka pengadilan bisa mengabulkanya. Jadi alasan zina, penjudi, pemabuk, dan lain sebagainya adalah alasan alasan yang dapat dipergunakan dalam hukum Islam untuk meminta Cerai. Istri yang berbuat zina memberi hak kepada suaminya untuk menceraikanya, dan sebaliknya. Demikian pula suami istri yang suka mabuk, penjudi, pemadat,

29

M. Yahya Harahap. Hukum Perkawinan Nasional ( Medan: CV. Zahir Trading co.Medan, 1975), cet. Ke - 1, h. 136.


(29)

dapat menjadi alasan agar pengadilan memfaskhkan perkawinanya. Dan suami terhadap istri penjudi, pemabuk, pemadat dapat pula menthalaknya.30

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuanya. Jadi bila suami meninggalkan istri atau istri meninggalkan suami selam 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan alasanya yang sah, maka bisa dijadikan alasan peceraian, "meninggalkan pihak lain" setidaknya harus memenuhi kriteria di bawah ini yaitu pertama, tindakan meninggalkan pihak lain sebagai kesadaran kehendak bebas. Kedua, bukan karena ada suatu sebab memaksa yang tak dapat dielakan, seperti suami atas perintah jabatan dipindahkan ketempat lain.31 Ketiga, tindakan disersi tersebut tanpa izin dan persetujuan pihak lain dan keempat, perbuatan tersebut harus berturut-turut untuk minimal 2 tahun.32 Selanjutnya dalam mengomentari masalah ini, M. Yahya Harahap mengungkapkan: Bagaimanapun dalam mempertimbangkan permintaan cerai dengan alasan meninggalkan tempat kediaman bersama sesuatu hal yang mesti dijadikan dasar untuk mengambil kesimpulan harus di tentukan faktor-faktor:

a. Apa sebab tejadinya peristiwa itu.

b. Dan dipihak siapa letaknya kesalahan yang menjadi sebab istri atau suami pergi meninggalkan tempat kediaman bersama tersebut.

c. Dan gugatan dengan sendirinya gugur apabila sebelum ada putusan yang meninggalkan tempat kediaman, kembali dengan suka rela.

30

M. Yahaya Harahap, Hukum..., h. 139.

31

M. Yahaya Harahap, Hukum..., h. 124.

32


(30)

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Dari rumusan tersebut, bahwa baik suami maupun istri dapat menurut perceraian jika salah satu pihak mendapat hukuman badan (life imprisonment), namun hal itu baru merupakan

alasan, bila hukuman badan tersebut dijatuhkan setelah terjadi perkawinan. Perrmasalahan alasan ini sangat sederhana dan penerapanya tidaak memerlukan penafsiran, artinya, dalam pasal 23 PP No. 9/1975 jo. Pasal 74 Undang - Undang No. 7 tahun 1989 telah menentukan bahwa salinan putusan pidana yang bersangkutan ( suami istri) langsung dianggap mempunyai kekuatan pembuktian yang menentukan ( bislende bewijskracht). 33

Karena pasal yang dimaksud terdaapat kalimat yang berbunyi:

"Untuk mendapatkan putusaan perceraian sebagai bukti penggugat

cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara

disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu, mempunyai

kekuatan hukum yang tetap".

Pasal 23 PP no. 9/1975 Jo. Gugatan perceraian karena yang salah seorang dari suami istri mendapat hukuman yang lebih berat sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 19 huruf c, maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap"

33

M. Yahaya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peadilan Agama, ( Jakarta: Pustaka Kartini, 1997), Cet ke-3, h. 259.


(31)

Pasal 74 Undang - Undang No.7 tahun 2989. Apabila gugatan Percival didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang berwenang yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dari penegasan diatas, telah jelas bahwa salinan bahwa salinan putusan pidan dalam perkara perceraian yang didasarkan atas alasan mendapat hukuman penjara 5 tahun.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

Tema kekejaman dan penganiayaan berat masih Universal dan belum ada standar baku. Maka, ia masih membutuhkan peluang interpretasi dan penafsiran-penafsiran. Secara umum, kekejaman biasanya perlakuan terhadap fisik. Artinya, perbuatan itu menyebabkan sakit atau membahayakan.

Maka, dalam hal ini, M. Yahya harahap memberikan penafsiran bahwa kekejaman tidak hanya bersifat fisik, tapi bisa juga kekejaman terhadap mental. Seperti penghinaan, penistaan, caci maki, selalu marah akibat cemburu yang berlebihan dan tak beralasan, atau suami berlaku diktator, sering berlaku kasar serta kotor. Sebab, kekejaman itu suami pada ketenangan jiwa dan pikiran yang berdampak membahyakan jasmani maupun rohani.34

34


(32)

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

Maksud cacat badan atau penyakit disini ialah cacat jasmani atau rohani yang tidak dapat dihilangkan atau sekalipun dapat sembuh / dalam waktu yang cukup lama. Sehingga kondisi tersebut dapat menghalangi salah satu pihak menjalankan kewajiban masing-masing sebagai suami istri. Namun, para Ulama fikih berbeda pendapat dalam mengkategorikan penyakit apa saja yang dapat dijadikan alasan tersebut.35

Secara umum dapat disebutkan bahwa lemah syahwat, gila, penyakit sopak, bisa dijadikan alasan perceraian, demikian menurut pendapat sahabat Ali bin Ali Abi Thalib dan Umar bin khatab, seperti dikutib oleh Kamal muhtar.36

Hal signifikan untuk dijadikan acuan, bukan hanya menyebutkan nama penyakit ataupun bahayanya. Karena suatu penyakit dapat saja berkembang dan timbul, dalam bentuk baru seperti AIDS misalnya. Dalam hal ini, Ibnu al- Qayyim, sebagaimana dikutib kamal muhtar, mengemukakan: oleh sebab itu semua cacat yang menyebabkan suami istri saling menjauhi, tidak dapat mewujudkan perkawinan, serta tidak ada rasa, kasih sayang dan saling mencintai dapat dijadikan alasan untuk memilih apakah ia akan tetap melangsungkan perkawinanya atau bercerai.37

35

Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1974), cet. Ke-1, h. 195.

36

Kamal muhtar, Asas-Asas..., h. 6.

37


(33)

Selanjutnya, dalam memeriksa perkara permohonan perceraian alasan - alasan cacat badan atau penyakit, sedang pengadilan memerlukan alat bukti, apakah benar salah satu pihak suami / istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya masing masing, bisa dibuktikan lewat pemeriksaan Dokter.38

Namun, bukan fakta-fakta cacat atau penyakit, yang harus dibuktikan. Hal ini ditekankan agar hakim tidak gampang mengabulkan perceraian atas alasan cacat atau sakit. Akan tetapi tidak dianjurkan agar bersikap kaku. Barangkali, secara kasuistik dapat dipegang pendapat yang dikemukakan oleh Dr. Musthafa al - syiba'iy yang dirangkumnya dari pendapat Ibnu Syikah Al-Zuhri, Syuraih dan Abu Tsur yang antara lain dapat disadur:

"kalau penyakit itu sudah parah sehingga telah menghancurkan sendi sendi

kesejahterahan dan kehidupan rumah tangga, maka dapat dibenarkan

terjadinya perceraian."39

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga.

Alasan ini menurut bahasa Al- Qur'an disebut Syiqoq. Menurut definisi , Syiqoq adalah perceraian yang terjadi karena percekcokan terus menerus antara suami dan istri, sehingga memerlukan tangan 2 orang Hakam ( juru

damai) dari pihak suami maupun istri.40dalam penjelasan pasal 76 ayat 1

38

Undang- Undang Peradilan Agama ( UU No. 7 tahun 1998) (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) cet. Ke - 1, h. 31.

39

Musthafa As Syibay, Wanita Diantara Hukum Dan Undang-Undang ( jakarta: bulan bintang), h. 204.

40

A. Zihdi Muhdhor, memahami hukum perkawinan ( nikah, thalak, cerai, dan rujuk), ( bandung, Al bayan, 1995), cet. Ke- 2, h.31.


(34)

undang - undang No.7 tahun 1989, dikatakan: 'syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami dan istri."41 Untuk mendapatkan keputusan perceraian karena alasan syiqoq harus ada saksi saksi dari kerabat dekat suami maupun istri, yang nantinya akan diangkat di pengadilan sebagai hakam.42Dalam penjelasan pasal 76 ayat 2 Undang Undang No.7 tahun 1989, dikatakan bahwa Hakam adalah orang yang ditetapkan pengadilan dari pihak keluarga suami atau pihak istri untuk mencapai upaya penyelesaian perselisihan terhadap syiqoq."

Selain itu peran hakam amat dibutuhkan untuk bisa mendamaikan perselisihan suami istri, sehingga sedini mungkin perceraian bisa dihindarkan. Mengenai masalah syiqoq, Al Qur;an telah menjelaskan dalam surat An -Nissa ayat (4): 35.











Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Pada umumnya perselisihan dan percekcokan yang sering terjadi dalam kehidupan suami istri disebabkan oleh beberapa faktor berikut.:

a. Perselisihan yang menyangkut keuangan. b. Faktor hubungan seksual.

41

UUPA ( UU No.7 tahun 1989) h. 31.

42


(35)

c. Faktor berlainan Agama atau ketidak patuhan dalam menjalankan ajaran Agama maupun ibadah.

d. Faktor cara mendidik anak-anak.43 7. Melanggar ta'lik talak

Menurut bahasa ta'lik talak adalah penggantungan talak. Sedang menurut definisi Hukum Indonesia itu semacam ikrar, yang dengan ikrar itu, suami menggantungkan terjadinya talak atas istrinya bila ternyata dikemudian hari melanggar salah satu atau semua yang diikrarkannya itu.

Menurut KHI pasal l point e, menjelaskan bahwa ta'lik talak ialah perjanjian yang diucapkan mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaaan tertentu yanng mungkin terjadi dimasa yang akan datang.44

Ta'lik talak dalam KHI termasuk kategori "perjanjian perkawinan" namun, perjanjian ini juga sifatnya tidak wajib dalam setiap perkawinan. Meski begitu, bila sekali ta'lik talak sudah diperjanjikan, maka tidak dapat dicabut kembali. Menurut pasal 46 ayat 2 KHI, bila keadaan yang diisyaratkan dalam ta;lik talak benar benar terjadi, kemudian dengan tidak sendirinya talak jatuh. Namun agar talak benar - benar jatuh,, istri harus mengajukan perkaranya ke sidang Pengadilan Agama.

Pengucapan ikrar dan shigat ta'lik talak biasanya dilakukan ketika akad nikah berlangsung. Setelah akad nikah biasanya pihak istri meminta pegawai pencatat nikah menganjurkan agar suami mengucapkan shigat ta'lik talak .45

43

M. Yahya Harahap, hukum perkawinan Nasional..., h.145- 146.

44

H. Abdurrahman, kompilasi hukum Islam..., h.17.

45


(36)

Shighat ta‟lik talak berisi, bila sewaktu - waktu suami: a. Meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut.

b. Atau tidak memberi nafkah wajib kepada istrinya 3 bulan lamanya. c. Atau menyakiti badan / jasmani istrinya.

d. Atau membiarkan (tidak memperdulikan) istrinya 6 bulan lamanya

kemudian istrinya tidak ridha dan mengajukan haknya kepada pengadilan Agama, dan membayar uang sebesar RP. 1000,- ( seribu rupiah ) sebagai iwad ( pengganti), maka jatuhlah talak satu suami kepada istrinya.

8. Peralihan Agama atau Murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

Dalam ajaran Islam murtad bisa berdampak Hukum, yakni perubahan kedudukan suami istri dalam perkawinan, 46dalam bahasa lain, peralihan agama atau murtad dikategorikan perkara "fasakh" yang berarti batal atau rusak.47

Maksudnya fasakh ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh suami atau istri atau keduanya, sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai tujuanya.48

Tentang murtad yang menyebabkan fasakh, Mahdiah SH menyatakan sering kita jumpai di dalam masyarakat dimana seorang laki-laki beragama Islam sebelum akad nikah atau sebaliknya. Rumah tangga senula berjalan

46

Kamal Mukhtar, Asas - asas..., h. 202.

47

Mahmud Yunus, Kamus..., h. 194.

48


(37)

dengan baik tapi mungkin kurang menghayati ajaran agama Islam atau karena pembinaanya yang kurang mantab, maka kemudian keluar dari agama Islam atau disebut murtad. Dengan keluarnya dari Agama Islam perkawinan tersebut fasakh.49

C. Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat 1. Cerai Talak

Cerai talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan Agama yang menjadi salah satu penyebab putusnya perkawinan atau perceraian yang dilakukan atas kehendak suami. Sebagaimana terdapat dalam Undang – Undang Peradilan Agama No. 7 tahun 1989 pada pasal 66 ayat (1) seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.

Sidang Kompilasi Hukum Islam pada pasal 117 yaitu Thalak ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Dengan car sebagaiman dimaksud dalam pasal (129), (130) dan (131). Cerai thalak ini hanya dapat dilakukan oleh suami, karena suamilah yang berhak untuk menthalak istrinya sedangkan istri tidak berhak menthalak suaminya. Bagi suami yang mengajukan thalak maka suami harus melengkapi persyaratan administrasi sebagai berikut:

a. Kartu Tanda Penduduk.

b. Surat keterangan thalak dari kepala Desa / Lurah. c. Kutipan Akta Nikah (model NA).

49

Mahdiah, Permasalahan Hukum Perkawinan dan Kewarisan, (Jakarta: Pustaka Pannjimas, 1994) cet.ke-1, h. 31.


(38)

d. Membayar uang muka perkara.

e. Surat Izin talak dari atasan atau kesatuan bagi pegawai negri sipil atau anggota TNI / POLRI.50

2. Cerai Gugat

Sedangkan cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan atas kehendak istri hal ini diatur dalam Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama pasal 73 ayat (1) gugatan perceraian diajukan oleh istri atas kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat. Dalam kompilasi hukum islam cerai gugat juga diatur pada pasal 132 ayat (1) yaitu: gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan Agama yang di daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan kediaman bersama tanpa izin suami.

Perkara cerai gugat, seorang istri diberikan suatu hak gugat untuk bercerai dari suaminya, karena dalam cerai talak haknya hanya dimiliki oleh suami. Akan tetapi , bukan berarti cerai talak haknya mutlak millik suami karena apabila suami melanggar alasan – alasan perceraian yang tercantum dalam pasal 116 Kompilasi hukum Islam dan pasal 19 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan perkawinan . maka istri berhak mengajukan Gugat cerai. Dengan demikian masing masing pihak telah mempunyai jalur tertentu dalam upaya menentukan perceraian . 51

50

A. Sutarmadi dan Mesraini , Administrasi Pernikahan dan Managemen Keluarga, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 66.

51

Amir Nuruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Study kritis perkembangan hukum islam dari fiqih, UU No 1/1974 sampai KHI, ( jakarta:kencana, 2004) cet ke -1 h. 232.


(39)

Hukum Islam juga tidak mengenal istilah cerai gugat karena cerai gugat hanyalah istilah hukum yang digunakan dalam Hukum Acara di Indonesia, akan tetapi dalam hukum Islam mengenal khulu, yang mempunyai persamaan dangan cerai gugat dan tetap ada perbedaanya yaitu juga dalam khulu itu ada iwad harus dibayar oleh istri, dan yang mengucapkan kalimat perceraian ( talak ) adalah suami setelah adanya pembayaran iwadl tesebut.sedangkan cerai gugat tidak ada pembayaran awadl serta yang memutuskan perceraian adalah Hakim.52

Cerai gugat yaitu istri harus minta cerai dulu kepada suami, karena dalam Islam Istri tidak punya hak untuk menceraikan suami serta mengembalikan iwadl kepada suami. Hal inilah yang menjadi perbedaan antara cerai talak dan cerai gugat. Perkara cerai gugat, juga ada persyaratan administrasi yang harus dilengkapi dalam mengajukan gugatan cerai sebagai berikut:

1.Kartu Tanda Penduduk.

2.Surat Keterangan untuk talak dari kepala Desa/ Lurah. 3.Kutipan Akta Nikah (Model NA).

4.Membayar uang muka biaya perkara.

5.Surat izin talak dari atasan atau kesatuan bagi Pegawai Negri Sipil atau TNI/ POLRI.53

52

M. Yasir Arafat, Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Skripsi S1) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), h. 16.

53

A. Sutarmadi dan Mesraini , Administrasi Pernikahan dan Managemen Keluarga, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 66.


(40)

D. Pengertian dan Jenis-jenis Narkoba 1. Pengertian Narkoba

Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa indonesia, dan juga bangsa-bangsa lainya di dunia saat ini adalah seputar maraknya penyalahgunaan narkotika dan pbat - obatan berbahaya (narkoba), yang semakin mengkhawatirkan.saat ini, jutaan orang yang telah terjerumus dalam lembah hitam narkoba. Dan ribuan nyawa telah melayang karena jeratan 'lingkaran syetan' bernama narkoba. Telah banyak keluarga yang hancur karenanya. Tidak sedikit pula generasi muda yang kehilangan masa depan karena perangkap narkoba.

Secara etimologi narkoba berasal dari bahasa inggris narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan.54 narkotika berasal dari bahasa yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.55

Secara terminologi, dalam kamus besar bahasa Indonesia, narkoba atu narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang.56

Narkoba sendiri adalah sebuah singkatan yaitu narkotika adalah zat atau obat berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintentis maupun emi sintentis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan

54

Poerwidinata, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta : Vers Luys, 1952), h. 112.

55

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam (Bandung: Alumni, 1986), Cet.Ii, h. 36.

56

Anton M . Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai Pustaka, 1998) Cet II, h. 609.


(41)

ketergantungan.57Sedangkan yang dimaksud dengan psikotropika ialah zat atau obat baik alamiah maupun sintentis bukan narkotika, yang berkhasiat psikotif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas netral dan prilaku.58

Zat adiktif adalah hal-hal yang yang menyebabkan ketergantungan. Kata adiktif sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu addicted yang berarti ketagihan,

ketergantungan dan kecanduan.59

Dari ketiga definisi di atas, bisa sedikit disimpulkan bahwa narkoba akan membawa pada prilaku adiktif terhadap zat atau obat obatan atau tanaman yang bisa menurunkan atau bahan menghilangkan kesadaran, apabila seseorang sudah mulai ketagihan atau kecanduan narkoba maka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan barang tersebut. Perilaku adiktif ini yang bisa membawa kesengsaraan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Kepribadian adiksi, dengan cara menyembunyikan tindakan, berpura pura, berbohong menipu dan ingkar janji adalah salah satu dampak yang berpengaruh pada perilaku seorang pemakai narkoba.60

2. Jenis-jenis Narkoba

Berdasarkan Undang - undang No. 22 tahun 1997, jenis narkotika di bagi ke dalam 3 kelompok, yatu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.

57

Zulkarnain Nasution Dkk, Kompilasi Perundang -Undangan Tentang Narkoba, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, h. 223.

58

Zulkarnain Nasution, Ibid., h. 162.

59

Sunarno, Narkoba, Bahaya dan Upaya Pencegahanya, Pt. Bengawan Ilmu, Semarang, 2007, h. 40.

60

Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika (dalam kajian sosiologi hukum), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, h. 112-113.


(42)

Narkotika golongan I ialah narkotika yang paling berbahaya. Dan daya aktifnya sangat berbahaya. Dan daya aktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.

Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Berikut ini beberapa jenis narkoba yang cukup popular:

a. Opium, adalah getah yang berwarna puth seperti susu yang keluar dari kotak biji tanaman papaaver samni vervum yang belum masak. Jika buah candu yang bulat telur itu kena torehan, getah tersebut jika ditampung dan kemudian dijemur akan menjadi opium mentah. Car modern untuk memprosesnya sekarang adalah dengan jalan mengolah jeraminya secara besar - besaran, kemudian dari jeramin candu yang matang setelah diproses akan menghasilkan alkolida dalam bentuk cairan, padat dan bubuk.

b. Morpin, adalah jenis narkotika yang bahan bakunya berasal dari candu atau opium. Sekitar 4 - 12% norpin adalah prototipe analgetik yang kuat, tidak berbau, rasanya pahit, berbentuk, kristal putih, dan warnanya maikn lama makin berubah menjadi kecoklat - coklatan.61

c. Ganja / tanaman ganja, adalah damar yang diambil dari tanaman genus cannabis, termasuk biji dan buahnya.damar ganja yang pengolahanya yang

61

Satya Jlewana, Gangguan Penggunan Zat Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lainya


(43)

menggunakan damar sebagai bahan dasar. Di india, ganja dikenal dengan sebutan Indin Hemp, karena ia merupakan sumber kegembiraan dan dapat merangsang selera tertawa yang berlebihan

d. Heroin adalah zat semi sintentis turunan morpin, proses pembuatanya adalah dengan cara achethalasi dengan aceticanydrida, bahan bakunya adalah morfin asam cuka anhidraid bahan bakunya adalah morfin asam cuka , andhidrain atau asetil klorid. Heroin dapat diklasifikasikan sebagi berikut :

1) Heroin nomor satu, bentuknya masih merupakan bubuk atau gumpalan yang berwarna kuning tua sampai coklat, jenis sebagian besar masih berisi morfin dan merupakan hasil ekstrasi.

2) Heroin nomor dua sudah merupakan bubuk berwarna abu - abu sampai puth dan masih merupakan bentuk transisi dari morpin ke heroin yang belum murni.

3) Heroin nomor tiga, merupakan bentuk butir - butir kecil kebanyakan pembuatanya. Biasanya masih di campur dengan cafien, barbital dan klinin.

4) Heroin nomor empat bentuknya sudah merupakan kristal khusus untuk disuntikan.62

5) Shabu-shabu yang berbentuk bumbu masak, yakni kristak - kristal kecil berwarna putih, tidak berbau, serta mudah larut dalam air alkohol. Air shabub shabu juga termasuk turunan amphetamine yang

62

Sumarno Ma'sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika Dan Ketergantungan Obat (Jakarta: CV Mas Agung, 1987), h. 78.


(44)

jika dikonsumsi memiliki pengaruh yang kuat terhadap fungsi otak. Pemakaian segera akan aktif , banyak ide, tidak merasa lelah meskipun sudah bekerja lama, tidak merasa lapar, dan tiba - tiba memiliki rasa percaya diri yang besar.

6) Putaw, jenis narkotika in marak diperedarkan dan dikonsumsi oleh generasi muda, khususnya sebagai " trend anak modern" agar tidak

dianggap ketinggalan zaman, istilah putaw sebenrnya merupakan minuman khas cina yang mengandung alkohol dan rasanya seperti Green sand, akan tetapi oleh para pecandu narkotika barang ssejenis heroin yang masih serumpun dengan ganja itu dijuluki putaw lebih rendah, hanya saja kadar narkotika yang dikandung putaw lebih rendah atau dapat disebut dengan heroin ualitas empat sampai enam.

7) Alkohol, alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menyebabkan ketagihan ketergantungan. Karena zat adiktifnya tersebut maka orang yang meminumnya lama kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran sampai pada dosis keracunan ( intoksidasi) atau mabok.

8) Sadativa/ hipnotika, di dunia kedokteran terdapat jenis obat yang mengandung zat aktif nitrazepam atau barbiturate atau senyawa lain yang khasiatnya serupa. Golongan ini psikotropika golongan IV.

E. Dampak Negatif Narkoba

Penyalahgunaan narkoba tidak hanya berdampak hanya pada merosotnya kualitas manusia, tetapi juga meningkatnya jumlah dan kualitas dan kriminalitas.


(45)

Jenis bukan hanya kejahatan kecil, melainkan sudah kejahatan besar dan sadis, penipuan, penyiksaan, pembunuhan, sampai korupsi dan kolosi, nepotisme, bahkan pengaturan personil pejabat.

Dunia narkoba sangat erat engan pelacuran, korupsi, manipulasi, serta kriminalitas, demi narkoba, tidak jarang seorang anak tega membunuh saudara, ayah, ibu, kakek, atau neneknya. Narkoba dapat merubah manusia menjadi kejam, tidak berkeprimanusiaan, berbudi pekerti rendah, berperangai, berakhlak lebih buruk dari binatang.63

Selain dampak buruk terhadap pemakai, penyalahgunaan narkoba berdampak pada lingkungan disekitarnya:

1. Kehidupan keluarga dan rumah tangga

a. Orang tua cemas karena uang dan barang berharga hilang, masa depan anak tak

b. jelas karena tak jelas karena putus sekolah.

c. Pengeluaran keuangan meningkat untuk keperluan biaya narkoba, atau biaya pengobatan.

d. Perilaku pecandu menyedihkan hati orang tua dan menjadi aib bagi keluarga, seperti berbohong, kasar, mencuri ,menipu, tidsk bertanggung jawab, tidak disiplin, acuh tak acuh.

e. Suasana keluarga tidak harmonis karena sering melakukan tindak kekerasaan dalam rumah tangga terhadap istri dan anak.

f. Tidak adanya tanggung jawab untuk menafkahi anak dan istri.

63


(46)

2. Kehidupan masyarakat

a. terbentuk kelompok preman, sebagai lapisan masyarakat,yang hidupnya tidak produktif, dan katergantungan terhadap narkoba, dan menjadi pengedar.

b. Meningkatnya kejahatan, perampokan, kekerasaan, pencurian di masyarakat.

3. Kehidupan bangsa dan negara

a. Mafia perdagangan gelap narkoba slalu berusaha memasok narkoba, terjalin hubungan antara pengedar atau bandar dengan narkoba, sehingga terciptalah pasar gelap.

b. Masyarakat yang rawaan penggunaan pada penggunaan dan peredaran narkoba, tidak memiliki daya tahan, kesinambungan penmbangunan terganggu, negara menderita kerugian, karena masyarakat tidak produktif dan tingkat kejahatan tinggi.64

Rumah tangga adalah tingkatan kehidupan sosial yang paling rendah, keharmonisan rumah tangga sangat di inginkan oleh banyak orang. Bila salah seorang anggota keluarga termasuk pengguna narkoba, tentu keharmonisan akan mulai tercemari. Tak jarang kisruh rumah tangga akan mulai muncul dengan kehadiran pecandu barang haram tersebut. Ketika sebuah rumah tangga memiliki seorang keluarga yang sudah ketergantungan, persoalan yang timbul cukup beragam, bisa saja si korban suka menjual dan menggadaikan barang berharga

64

Goeres Mere, Petunjuk Teknis Advokat, Bidang Penyalahgunaan Narkoba Bagi Masyarakat, (Jakarta, BNN, 2008), h. 6.


(47)

yang di milikinya demi terpenuhi kebutuhan syetannya, mengancam dengan perkataan yang tak sepantasnnya di ucapkan terhadap orang tua, dan berbagai kasus-kasus lain yang sifatnya merugikan dan membahayakan keharmonisan rumah tangga.

seorang suami yang pencadu narkoba, akan sangat rentan melakukan perbuatan kasar kepada isterinya, tak jarang isteri menjadi sasaran pukulan dan tendangan saat suami lagi kehilangan akal sehat karena pengaruh ketergantungan barang haram. Belum lagi persoalan lain, si suami sering menjual dan menggadaikan barang berharga di bawah harga normal, demi medapatkan secuil narkoba tanpa sepengetahuan keluarga.

Kasus lain, saat barang berharga yang di miliki tidak ada lagi, pemikiran kotor akan mulai muncul, sering pencandu ketika kehabisan modal mencuri harta benda orang lain untuk di jadikan modal demi mendapatkan barang terlaknat tersebut. Sisi bahaya narkoba bukan hanya terhadap pengguna dan keluarga saja, akan tetapi memliki imbas kepada orang lain dalam kehidupan sosial.


(48)

40

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA

H. PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA

A. Sejarah Singkat

Di wilayah Nusantara, sebelum pemerintah kolonial Belanda terdapat empat macam Lembaga Pengadilan, Pengadilan Pradata, Padu, Adat dan Peradilan Serambi. Pengadilan Pradata merupakan Pengadilan kerajaan yang menangani kasus - kasus makar yang di tangani oleh Raja secara langsung. Sedangkan Pengadilan Padu ditangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Raja menangani kasus-kasus Pradata dan Pidana ringan.

Pengadilan Adat menangani yang berhubungan dengan sengketa masyarakat Adat ditangani oleh Kepala Adat kebanyakan terdapat diwilayah Indonesia diluar pulau Jawa. Pengadilan Serambi, pada masa Sultan Agung memerintah kerajaan Mataram, menggantikan Pengadilan Pradata yang kewenanganya meliputi kasus pidana dan perdata. Kekuasaan pengadilan serambi dijabat oleh Raja, akan tetapi dalam prakteknya ditangani oleh para Penghulu yang diangkat oleh Raja.65

Pada awal pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaan pengadilan Agama masih tetap dipertahankan. Bahkan keberadaanya diakui dalam Staats Blaad l882 nomor 152 tanggal l9 januari l882 untuk pengadilan Agama diwilayah Jawa dan Madura dan dalam Staatsblaad l937 Nomor 638 untuk pengadilan Agama di wilayah Kalimantan Selatan dan Timur, meliputi perkawinan, perceraian, waris dan wakaf. Sejak l april l937, kewenangan pengadilan Agama di wilayah Jawa dan Madura dipersempit hanya berwenang mengadili kasus perkawinan dan

65


(49)

perceraian, sedangkan kasus waris dan wakaf menjadi wewenang ladraad (sekarang Pengadilan Negri).66

Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintah Hindia Belanda terhadap Peradilan Agama, pada tahun l982 dengan ketetapan Komisaris Jendral tanggal l2 maret l828 Nomor l7 khusus untuk jakarta ditiap - tiap distrik yang terdiri dari : 1. Komandan Distrik sebagai Ketua

2. Para penghulu masjid dan kepala Wilayah sebagai anggota.67

Majlis ada perbedaan semangat dan arti terhadap pasal 13 staadblaad 1820 nomor 22, maka melalui reso;usi tanggal l desember l835 pemerintah dimasa itu mengeluarkan penjelasan pasal l3 staadblaad Nomor 22 tahun l820 sebagai berikut: 68

"Apabila terjadi sengketa antarra orang - orang Jawa satu sama lain mengenai soal perkawinan, pembagian harta, dan sengketa - sengketanya sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka "Pendeta" memberi keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari keputusan dari para " pendeta " itu harus diajukan kepada pengadilan - pengadilan biasa."

Penjelasaan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum, karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun l838 dibelanda diberlakukan burgerlijik wetboek (BW).

66

R. Soepomo, Sistem Hukum Di Indonesia Sebelum Perang Dunia ll, 1970, h. 68.

67

Dadang Mutaqin dkk, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, ( Yogyakarta: UI Press, 1999 H. 4l.

68


(1)

73

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Terjemah, (Bandung: PT.Al - Ma'arif, 1996). Subekti, Pokok - Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003).

Sutarmadi, Ahmad dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Managemen Keluarga, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam, (Bandung: Alumni, 1986).

Sunarno, Narkoba, Bahaya dan Upaya Pencegahanya, Pt. Bengawan Ilmu, Semarang, 2007.

Sunarso, Siswantoro. Penegakan Hukum Psikotropika (dalam kajian sosiologi hukum), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, I992).

Soepomo, R. Sistem Hukum Di Indonesia Sebelum Perang Dunia ll, 1970.

Soenarji dan Ibrahim Hosen, Al-quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama, 2004).

Solehuddin, M. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003).

Thalib, Mohammad. (Trans) Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah. Bandung: PT. Alma‟arif. 1980.

Tarigan, Azhari Akmal dan Amiur nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta, Kencana Prenada Media Grouf, 2006).

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986).

Undang-Undang Peradilan Agama ( UU No. 7 tahun 1998) (Jakarta: Sinar Grafika, 1996).

Sumber Online:

Laporan Tahunaan Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun 20l3. http://patigaraksa.net/profil-pengadilan/sejarah. Diakses pada 13/11/2013. Naofal, Erlan. Perkembangan Alasan Perceraian dan Akibat Perceraian Menurut

Hukum Islam dan Hukum Belanda, artikel diakses dari http://badilag. Net.data /artikel/alasan Perceraian Menurut Hukum Islam.pdf. Diakses pada 13/11/2013.


(2)

DAFTAR WAWANCARA

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa Drs. Supyan Maulani

Tanya : Mengapa bapak menggunakan pasal 116 huruf ( f) KHI dalam

memutuskan perkara padahal, didalam keterangan Saksi ada hal lain dalam alasan masalah rumah tangganya?

Jawab : Substansi dari pasal ll6 point (f) adalah komulasi dari berbagai alasan perceraian, karena alasan perceraian sangat variatif dan ada sebab akibat dari permasalahan rumah tangga. Contohnya adalah suami pengguna narkoba, ketika suami adalah seorang pengguna narkoba, lalu suami melalaikan kewajibanya sebagai kepala keluarga sehingga menimbulkan percekcokan dalam perkawinan sehingga menimbulkan kemudharatan yang berkepanjangan.

Tanya : Dalam putusan bapak, Nomor 0154/Pdt.G/2013/PA.Tgrs. Bagaiman

bapak membuktikan perkara ini ?

Jawab: Dalam pembuktian ini hakim hanya cukup mendengakan saksi - saksi yang diajukan, jika saksi saksi kurang meyakinkan dalam persidangan, hakim bisa membuktikan dengan mendengarkan dokter seperti test visum, tes urine dll.

Tanya: Menurut bapak apa alasan utama dari perkara Nomor

0154/Pdt.G/2013/PA.Tgrs?

Jawab : Alasan utama dalam perkara ini adalah tergugat sudah tidak memberikan nafkah lahir bathin dan tidak mencukupi kebutuhan rumah tangganya karena tergugat sudah bepisah kurang lebih 7 tahun, dan tidak mempunyai i'tikad baik Sehingga tergugat tidak menjalankan hak dan kewajibanya sebagai kepala rumah tangga.


(3)

Tanya : Apabila penggugat mengajukan gugatan dengan alasan suami pengguna narkoba, bagaimana hakim membuktikan hal tersebut?

Jawab : Dalam hal ini Hakim bersifat pasif hanya menerima laporan perkara dan tidak perluu membuktikan dengan cara lain, karena kasus perceraian adalah hukum perdata personal, cukup mengajukan dua orang saksi yang jujur dan adil sudah cukup.

Tanya : Menurut bapak, apa dampak narkoba dalam kehidupan rumah tangga?

Jawab: Dampak narkoba banyak sekali, karena narkoba pemikiran sudah tidak normal, dampak buruk bagi keluarga, seperti tidak memberi nafkah, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, sehingga kelangsungan perkawinan antara hak dan kewajiban tidak berjalan, sebagai mana tujuan pernikahan yang membentuk keluarga yang sakinah mawaddah, warahmah.


(4)

(5)

(6)