PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK POPULASI TETUA DAN ANALISIS HETEROSIS PADA JAGUNG MANIS BIJI KUNING KISUT

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R. W. 1960. Pemuliaan Tanaman. Jilid pertama. Cetakan kedua. Diterjemahkan oleh Manna dariPrinciples of Plant Breeding. Disunting oleh Mul Mulyadi. PT Rineka Cipta. Jakarta. 336 hlm.

Ariyani, A. 2008. Peningkatan Kualitas Vegetatif dan Generatif Tiga Kultivar Tanaman Jagung Manis terhadap Pemberian Semen Portland dan Kajian Segregasi Biji. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 hlm. Bahrudin, M. J. 2005. Stabilitas Karakter Fisiologis dan Heritabilitas Populasi Lini Intermating Tetua Sintetik Tanaman Jagung (Zea mays{L.}). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 65 hlm.

Destyasari, D. 2009. Pendugaan Ragam, Heritabilitas, dan Korelasi Karakter Agronomi Kacang Panjang Keturunan Persilangan Testa Cokelat x Cokelat Putih. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fehr, W. R. 1987. Principle of Cultivar Development Volume 1 Theory and Technique. Macmillan Publishing Co. New York. New York. 536 hlm. Hallauer, A. R. and J. B. Miranda. 1988. Quantitative Genetics in Maize

Breeding. IOWA State University Press. IOWA. USA.

Handayani, R. O. 2005. Analisis Heterosis dan Heritabilitas Karakter Fenotipik pada Populasi Jagung Sintetik yang Diturunkan dari Lima Populasi Tetua Inbred. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 59 hlm. Hikam, S. 2003a. Pemuliaan Tanaman. Bahan Kuliah. Fakultas Pertanian.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hikam, S. 2003b. Kajian atas Segregasi Bentuk Biji Bulat dan Kisut dan Potensi Pemanfaatan Genotipe Segregan dari Biji Kisut untuk Pengembangan Jagung Manis Kultivar Seri LA. Laporan Penelitian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hikam, S. 2010. Teknik Perancangan dan Analisis Pemuliaan Tanaman. Bahan Kuliah TPAPT. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Laviarsih, D. 2009. Analisis Ragam Genetik, Heritabilitas, dan Keragaman


(2)

Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearumYabuuchi). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Minwidaningrum, A. 1995. Tanggapan Dua Varietas Jagung Manis (Zea mays Saccharata{Sturt.} Bailey) pada Pemberian Berbagai Dosis Urea terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Kadar Gula Total di Dataran Rendah (Natar). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 78 hlm.

Nurmala, T. 1998. Serealia Sumber Karbohidrat Utama. PT Rineka Cipta. Jakarta. 93 hlm.

Palungkun, R. dan A. Budiarti. 2000. Sweet Corn-Baby Corn Peluang Bisnis, Pembudidayaan, dan Penanganan Pascapanen. Penebar Swadaya. Jakarta. 57 hlm.

Permana, A. 2005. Analisis Genetika Kuantitatif pada Hibrida Jagung (Zea mays {L.}) Menggunakan Persilangan Tiga-Tetua Berkerabat Tiri. Skripsi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 60 hlm.

Poehlman, J. M. 1979. Breeding Field Crops. Second Edition. AVI Publishing Company Inc. Connecticut. 483 hlm.

Rohayati. 2009. Analisis Ragam Genetik dan Heritabilitas Tiga Kultivar Kentang di Dataran Rendah dalam Merangsang Pembungaan untuk Biji Botani melalui Pemberian Fosfat dan Grafting. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 60 hlm.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi, dan Gizi. Edisi kedua. Jilid Pertama. Diterjemahkan oleh Herison dari World Vegetables: Principle, Production, and Nutritive Values. Disunting oleh Sofia Niksolihin. ITB. Bandung. 313 hlm.

Sari, L. K. 2009. Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kacang Panjang (Vigna sinensisvar. sesquipedalis{L.} Koern.) Keturunan Persilangan Testa Cokelat Putih x Hitam. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Supandi. 2005. Analisis Dialel untuk Menduga Kekuatan Betina Superior pada Tanaman Jagung (Zea mays{L.}). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Welsh, J. R. 1981. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman.

Diterjemahkan oleh Johanis P. Mogea dariFundamental of Plant Genetic and Breeding. Erlangga. Jakarta. 224 hlm.


(3)

Wijaya, R. 2004. Segregasi Genetik Bentuk dan Warna biji pada Hibrid-F1 Jagung Putih Nirmanis LA-White x Jagung Kuning Manis LA-Supersweet. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 59 hlm.

Wikipedia. 2011. Heterosis. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/heterosis/html. Diakses tanggal 21 Juli 2011.

Nurmayanti, S. 2011. Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung, dan

Segregasi Biji pada Jagung Manis Dwiwarna. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 44 hlm.

Zulqarnain. 2005. Efek Dosis Ganda pada Jagung Hibrid Silang-Ganda yang Dirakit dari Tiga Tetua Inbred. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 62 hlm.

Marfuah, S. 2006. Kajian Segregasi Bentuk Biji dan Heterosis Kadar Sukrosa pada Jagung Manis Hasil Persilangan Tropika Golden Bantam-S2 X Lampung Super Sweet. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 72 hlm.

Arsyad, M. A. 2007. Analisis Ragam Genetik, HeritabilitasBroad-Sense, dan Korelasi Antarsifat untuk Penetapan Seleksi Tidak Langsung pada Lima Lini Inbred Jagung. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 57 hlm.


(4)

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Varietas tetua tidak memiliki perbedaan pada peubah tinggi tanaman, posisi

tongkol relatif, jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa, namun kesesuaian dengan standard komersial sudah dipenuhi pada peubah jumlah malai, panjang tongkol, dan kadar sukrosa.

2. Ragam genetik (σ2g) dan heritabilitasbroad-sense(h2BS) tidak berbeda dari nol pada peubah tinggi tanaman, posisi tongkol relatif, jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa. 3. Heterosishigh parentterpenuhi pada peubah jumlah daun, jumlah malai,

diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa; standard komersial sudah dipenuhi pada panjang tongkol dan kadar sukrosa. 5.2 Saran

1. Zuriat kuning kisut perlu diseleksi lagi agar memenuhi standard komersial. 2. Sebaiknya ditambahkan varietas introduksi dari luar populasi untuk


(5)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Kecamatan Natar, Lampung Selatan sejak September 2009 hingga Januari 2010. 3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tugal,polybag,cutter, stapler, mistar, gunting, meteran, kertas label, tali rafia, karet gelang, jangka sorong, refraktometer, dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung manis hasil Sin1 antara tiga varietas jagung manis yang ditanam pada tahun 2008. Benih zuriat tersebut ditanam pada tahun 2009, kemudian didapatkan data yang akan dibandingkan dengan ketiga tetuanya (Tabel 1).

Tabel 1. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian

No. Varietas Fenotipe Tahun tanam Genotipe

1. LASS Dwi warna Dwi warna 2008

C-Sh-2. LASS Kuki Kuning kisut 2008 C-shsh

3. LAS Kuki Kuning kisut 2008 C-shsh

4. Kuki Zuriat Kuning kisut 2009 C-shsh

Keterangan: sh = shrunken c = colorless


(6)

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengolahan media tanam

Benih akan ditanam dalampolybagberisi media dengan ukuran 5 kg. Media tanam yang digunakan adalah tanah dari lahan kebun percobaan polinela. Selanjutnyapolybagdisusun dengan jarak 100 cm antar baris dan 50 cm dalam barisan. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam

menggunakan tugal pada bagian tengahpolybag. 3.3.2 Penanaman dan pemeliharaan

Tiap lubang di dalam polibag ditanam satu benih jagung manis. Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam (hst) dengan menanam benih pada lubang tanam di dalam polibag yang tidak tumbuh. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiangi gulma dan melakukan penyiraman. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan botol air mineral kemasan yang telah dipotong bagian bawah dasarnya sehingga dapat menampung air yang diberikan dekat pangkal batang tanaman. Selama penelitian, dilakukan pengendalian hama dan gulma yang tumbuh dengan cara mekanis yaitu menggunakan tangan dan koret.

3.3.3 Pengambilan sampel

Sampel diambil secara acak, dan untuk pengukuran kadar sukrosa dilakukan setelah mencapai 16 hari setelah polinasi (hsp). Polinasi ditandai dengan

pecahnya malai jantan dan bunga betina telah terserbuki serta telah mengeringnya bunga betina (rambut jagung).


(7)

3.3.4 Analisis statistika

Penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Data dirata-ratakan kemudian dilakukan uji Bartlett dan Levene, jika data homogen maka dilanjutkan dengan analisis ragam. Ragam genetik (σ2g) dan heritabilitasbroad-sense(h2BS) dihitung berdasarkan model matematika Hallauer dan Miranda (1988).

Pendugaan heterosis dilakukan menggunakanboxplot. Di dalamboxplot dimasukkan dua garis pembanding, yaitu garis heterosismidparentdan garis heterosishigh parent. Garis heterosismidparentmerupakan nilai rerata dari tetua-tetua yang digunakan. Garis heterosishigh parentmerupakan nilai rerata tertinggi dari tetua-tetua yang digunakan. Kedua garis itu dibandingkan dengan rerata zuriat, dan menjadi tolok ukur untuk menduga heterosis.

Tabel 2. Model analisis ragam dan penduga ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Nilai

Tengah

Kuadrat Nilai Tengah Harapan

Ulangan (u-1)

Varietas (v-1) KNT2 σ2 + uσ2v

Galat (u-1)(v-1) KNT1 σ2

Total (uv-1)

Ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensedihitung dengan menggunakan rumus:

g

σ2 = GBσ g

u

KNT1)

(KNT2 2

Galat Baku (GB)σ2g =



       2 dbKNT1 KNT1 2 dbKNT2 KNT2 u

2 2 2


(8)

h2BS = 100% GBh BS KNT2

g

σ2 2

 

GB h2BS = 100%

KNT2 g GBσ2

KKg = 100%

Xbar g

σ2

Keterangan: u = ulangan

σ2g = ragam genetik GB = galat baku

h2BS = heritabilitasbroad-sense 3.3.5 Peubah yang diamati

Pengamatan dilakukan terhadap komponen vegetatif dan generatif sebagai berikut. 1. Tinggi tanaman maksimum (cm) diukur mulai dari leher akar sampai dasar

tangkai bunga jantan setelah malai jantan keluar;

2. Tinggi tongkol relatif (%) diukur letak tongkol dari permukaan tanah berdasarkan persen terhadap tinggi tanaman;

3. Jumlah daun (helai) dihitung helaian daun terbawah sampai daun bendera; 4. Jumlah malai (helai) dihitung dari pangkal bunga jantan hingga malai

terbawah;

5. Diameter tongkol (cm) diukur dengan menggunakan jangka sorong; 6. Jumlah baris per tongkol dihitung setelah panen;

7. Panjang tongkol (cm) diukur 18 hari setelah polinasi dari pangkal sampai ujung tongkol;


(9)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Kecamatan Natar, Lampung Selatan sejak September 2009 hingga Januari 2010. 3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tugal,polybag,cutter, stapler, mistar, gunting, meteran, kertas label, tali rafia, karet gelang, jangka sorong, refraktometer, dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung manis hasil Sin1 antara tiga varietas jagung manis yang ditanam pada tahun 2008. Benih zuriat tersebut ditanam pada tahun 2009, kemudian didapatkan data yang akan dibandingkan dengan ketiga tetuanya (Tabel 1).

Tabel 1. Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian

No. Varietas Fenotipe Tahun tanam Genotipe

1. LASS Dwi warna Dwi warna 2008

C-Sh-2. LASS Kuki Kuning kisut 2008 C-shsh

3. LAS Kuki Kuning kisut 2008 C-shsh

4. Kuki Zuriat Kuning kisut 2009 C-shsh

Keterangan: sh = shrunken c = colorless


(10)

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengolahan media tanam

Benih akan ditanam dalampolybagberisi media dengan ukuran 5 kg. Media tanam yang digunakan adalah tanah dari lahan kebun percobaan polinela. Selanjutnyapolybagdisusun dengan jarak 100 cm antar baris dan 50 cm dalam barisan. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam

menggunakan tugal pada bagian tengahpolybag. 3.3.2 Penanaman dan pemeliharaan

Tiap lubang di dalam polibag ditanam satu benih jagung manis. Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam (hst) dengan menanam benih pada lubang tanam di dalam polibag yang tidak tumbuh. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiangi gulma dan melakukan penyiraman. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan botol air mineral kemasan yang telah dipotong bagian bawah dasarnya sehingga dapat menampung air yang diberikan dekat pangkal batang tanaman. Selama penelitian, dilakukan pengendalian hama dan gulma yang tumbuh dengan cara mekanis yaitu menggunakan tangan dan koret.

3.3.3 Pengambilan sampel

Sampel diambil secara acak, dan untuk pengukuran kadar sukrosa dilakukan setelah mencapai 16 hari setelah polinasi (hsp). Polinasi ditandai dengan

pecahnya malai jantan dan bunga betina telah terserbuki serta telah mengeringnya bunga betina (rambut jagung).


(11)

3.3.4 Analisis statistika

Penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Data dirata-ratakan kemudian dilakukan uji Bartlett dan Levene, jika data homogen maka dilanjutkan dengan analisis ragam. Ragam genetik (σ2g) dan heritabilitasbroad-sense(h2BS) dihitung berdasarkan model matematika Hallauer dan Miranda (1988).

Pendugaan heterosis dilakukan menggunakanboxplot. Di dalamboxplot dimasukkan dua garis pembanding, yaitu garis heterosismidparentdan garis heterosishigh parent. Garis heterosismidparentmerupakan nilai rerata dari tetua-tetua yang digunakan. Garis heterosishigh parentmerupakan nilai rerata tertinggi dari tetua-tetua yang digunakan. Kedua garis itu dibandingkan dengan rerata zuriat, dan menjadi tolok ukur untuk menduga heterosis.

Tabel 2. Model analisis ragam dan penduga ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Nilai

Tengah

Kuadrat Nilai Tengah Harapan

Ulangan (u-1)

Varietas (v-1) KNT2 σ2 + uσ2v

Galat (u-1)(v-1) KNT1 σ2

Total (uv-1)

Ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensedihitung dengan menggunakan rumus:

g

σ2 = GBσ g

u

KNT1)

(KNT2 2

Galat Baku (GB)σ2g =



       2 dbKNT1 KNT1 2 dbKNT2 KNT2 u

2 2 2


(12)

h2BS = 100% GBh BS KNT2

g

σ2 2

 

GB h2BS = 100%

KNT2 g GBσ2

KKg = 100%

Xbar g

σ2

Keterangan: u = ulangan

σ2g = ragam genetik GB = galat baku

h2BS = heritabilitasbroad-sense 3.3.5 Peubah yang diamati

Pengamatan dilakukan terhadap komponen vegetatif dan generatif sebagai berikut. 1. Tinggi tanaman maksimum (cm) diukur mulai dari leher akar sampai dasar

tangkai bunga jantan setelah malai jantan keluar;

2. Tinggi tongkol relatif (%) diukur letak tongkol dari permukaan tanah berdasarkan persen terhadap tinggi tanaman;

3. Jumlah daun (helai) dihitung helaian daun terbawah sampai daun bendera; 4. Jumlah malai (helai) dihitung dari pangkal bunga jantan hingga malai

terbawah;

5. Diameter tongkol (cm) diukur dengan menggunakan jangka sorong; 6. Jumlah baris per tongkol dihitung setelah panen;

7. Panjang tongkol (cm) diukur 18 hari setelah polinasi dari pangkal sampai ujung tongkol;


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Jagung

Jagung manis (Zea mays saccharata[Sturt.] Bailey) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah namun masih pada satu tanaman. Struktur morfologis bunga yang terpisah serta sifat protandri (bunga jantan masak lebih dahulu dari bunga betina) menyebabkan peluang terjadinya penyerbukan silang besar (99%) daripada penyerbukan sendiri (Mac Gillivray, 1961 yang dikutip Wijaya, 2004). Berdasarkan kaidah kesetimbangan Hardy-Weinberg, frekuensi alel maupun frekuensi genotipe tidak berubah dari generasi ke generasi. Masing-masing individu akan memiliki peluang yang sama dengan individu manapun, kecuali ada mekanisme yang membatasi sehingga terjadi selfing(Welsh, 1981). Jagung manis termasuk dalam famili Poaceae yang tergolong tanaman C4yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan dan hasil (Muhajir, 1988 dalam Ariyani, 2008). Jagung memiliki laju fotosintesis yang tinggi, tingkat kompensasi CO2yang rendah, dan tidak jenuh cahaya untuk fotosintesis sekalipun dalam cahaya matahari penuh

(Nurmala, 1998). Kondisi itu menunjukkan bahwa jagung sangat efektif dalam pembentukan fotosintat dan sangat sesuai dengan lingkungan di daerah tropik. Jagung merupakan tanaman pangan yang diseleksi dari tetua liarnya teosinte (Euchlaena mexicana) oleh suku Indian di Amerika lebih dari 5000 tahun yang


(14)

lalu. Jagung telah mengalami seleksi massa yang dilakukan berulang kali

berdasarkan keragaan fenotipe atauphenotypic recurrent mass-selection(Hikam, 2003a). Ada tipe jagung yang disebut tipedent(Zea mays indentata) dan tipeflint (Zea mays indurata). Jagung tipedentmemiliki lekukan di puncak bijinya karena adanya pati keras di bagian pinggir dan pati lembek di bagian puncak. Tipe jagungflintdisebut juga jagung mutiara, berbiji agak bulat dengan bagian luar yang keras dan licin. Bagian luar jagung yang keras pada tipeflintitu disebabkan bagian luar endosperm yang terdiri dari pati keras. Jagung manis merupakan mutasi kedua jagung tersebut menjadi tipe gula yang resesif (Palungkun dan Budiarti, 2000). Dengan demikian, jagung manis merupakan suatu individu mutan. Hikam (2003b) menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara jagung manis dengan jagung nirmanis. Jagung manis memiliki bunga jantan dan rambut tongkol yang berwarna putih, serta pangkal batang bawah pada 5 hari setelah tanam yang berwarna hijau. Untuk jagung nirmanis, baik bunga jantan, rambut tongkol serta pangkal batang bawah pada 5 hari setelah tanam berwarna ungu karena terdapat ekspresi antosianin.

Terdapat dua kelas alel mutan yang mempengaruhi endosperm. Kelas mutan pertama meliputibrittle-1(bt1),brittle-2(bt2),shrunken-1(sh1),shrunken-2 (sh2), sertashrunken-4(sh4). Sedangkan kelas mutan yang lainnya adalah amylose extender(ae),dull(du),sugary-1(su1),sugary-2(su2), danwaxy(wx) (Tracy, 1992 dalam Wijaya, 2004). Sifat manis pada jagung manis disebabkan adanya gensu1(sugary-1),bt2(brittle-2), ataush2(shrunken-2) (Koswara, 1986 dalam Minwidaningrum, 1995). Rasa manis pada endosperm jagung dikendalikan secara monoalelik homozigot resesif. Dengan demikian, rasa manis merupakan


(15)

sifat kualitatif, yaitu fenotipe merupakan ekspresi langsung dari genotipe dengan mengabaikan pengaruh lingkungan (Fehr, 1987). Mutasi pada lokussugarypada kromosom 4 menyebabkan penumpukan fitoglikogen, yaitu polisakarida yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang dihubungkan dengan ikatanα-D-1,4

danα-D-1,6 dengan komposisi > 25% dari berat kering butir.

Jaringan endosperm jagung tersusun oleh sel yang memiliki tiga set kromosom (3n, triploid) yang berasal dari pembuahan dua inti polar oleh satu gamet jantan. Walaupun pembuahan zigot dan endosperm hampir bersamaan, inti 3n pada endosperm lebih cepat membelah dibandingkan zigot (2n, diploid). Di tahap awal perkembangannya, endosperm jagung manis berkembang terhambat karena perubahan gula menjadi pati, sehingga menghasilkan endosperm cair yang kaya akan glukosa. Glukosa terfosforilasi menjadi glukosa-6P (glu-6P) yang

selanjutnya terisomerasi menjadi fruktosa-6P (fru-6P). Kedua molekul (glu-6P dan fru-6P) akan terdimerasi menjadi sukrosa-diP (suk-diP) dan terpolimerasi menjadi pati. Pati akan terakumulasi sejalan dengan meningkatnya umur endosperm. Pada jagung manis, gensu1akan menghalangi polimerasi sukrosa menjadi pati, sedangkan genbt1mencegah penguraian balik suk-diP menjadi glu-6P dan fru-glu-6P. Kedua gen ini memungkinkan perpanjangan waktu panen jagung manis dan mempertahankan kemanisannya selama beberapa hari tanpa

pendinginan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

2.2 Keragaman Genetik dan Heritabilitas

Keragaman merupakan syarat utama dalam program pemuliaan. Dengan adanya keragaman maka seleksi dalam suatu pemuliaan dapat dilakukan. Keragaman


(16)

dalam populasi memberikan peluang untuk dilakukan pemilihan suatu karakter yang diinginkan. Keragaman dibedakan menjadi keragaman genetik dan keragaman fenotipe. Keragaman genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi gen yang berbeda dalam suatu populasi, dan dinyatakan dengan nilai ragam genetik. Ragam genetik merupakan nilai penduga besarnya keragaman genetik yang terdapat dalam populasi. Keragaman fenotipe adalah keragaman yang terjadi apabila tanaman dengan kondisi genetik yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda.

Seleksi akan efektif dilakukan apabila keragamannya luas, dan sebaliknya akan menjadi tidak efektif jika keragamannya sempit. Oleh karena itu, keragaman menjadi faktor yang sangat penting dalam pengembangan suatu genotipe baru. Keragaman yang luas dapat diperoleh dari hibridisasi, mutasi, poliploidi,

introduksi plasma nutfah baru, atau rekombinasi genetik melalui rekayasa genetik (Sari, 2009).

Nilai KKg menunjukkan tingkat kepercayaan terhadapσ2g. Semakin kecil nilai KKg berarti semakin homogen data yang diperoleh dan semakin baik analisisσ2g yang di lakukan. Nilai KKg > 25,6% menunjukkan bahwa karakter tersebut harus diseleksi ulang. Hal itu karena data untuk karakter tersebut tidak homogen. Koefisien keragaman genetik < 25,6% menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih besar daripada pengaruh lingkungan dan seluruh tampilan fenotipe merupakan hasil kerja genetik. Dengan demikian pengaruh lingkungan dapat diabaikan. Namun sebaliknya pada KKg > 25,6% menunjukkan bahwa


(17)

lingkungan berpengaruh terhadap kinerja genetik sehingga tidak dapat diabaikan (Hikam, 2010).

Nilai KKg menunjukkan tingkat kepercayaan terhadapσ2g. Semakin kecil nilai KKg, semakin homogen data yang diperoleh dan semakin baik analisisσ2g yang dilakukan.

Fenotipe suatu individu merupakan ekspresi dari perpaduan antara genotipe dan lingkungan individu tersebut berada, yang dapat ditulis:

F = G x L

Nilai masing-masing ekspresi dapat diduga menggunakan ragam dari ekspresi-ekspresi tersebut, sehingga persamaan tersebut menjadi:

σ2ph= σ2G+ σ2E

dengan σ2phmerupakan ragam fenotipe, σ2Gmerupakan ragam genotipe atau

genetik, dan σ2Emerupakan ragam pengaruh lingkungan atau eksternal (Permana, 2005).

Allard (1960) menyatakan bahwa heritabilitas (h2) adalah perbandingan antara ragam genotipe dengan ragam fenotipe. Heritabilitas merupakan suatu parameter genetik yang mengukur kemampuan populasi untuk mewariskan karakteristik yang dimiliki. Heritabilitas dapat dibedakan atas heritabilitas dalam arti luas (broad-sense) dan dalam arti sempit (narrow-sense). Heritabilitas dalam arti luas adalah perbandingan ragam genetik total terhadap keragaman fenotipe.

Heritabilitasbroad-sense(h2BS) dapat dirumuskan sebagai berikut: h2BS = σ2G


(18)

Ada tiga komponen ragam yang mempengaruhi ragam genetik (σ2G), yaitu aditif

(σ2A), dominan (σ2D), dan epistasis/interaksi (σ2I) (Rohayati, 2009). Dengan demikian, jika ragam genetik diurai menjadi ragam penyusunnya, maka persamaan tersebut menjadi:

h2BS = σ2A+ σ2D+ σ2I

σ2A+ σ2D+ σ2I+ σ2E

Heritabilitas umumnya dituliskan sebagai pecahan desimal atau pun persentase. Mc. Whirter (1979) dalam Sari (2009) membagi heritabilitas menjadi tiga kelas, yaitu:

a. Heritabilitas tinggi jika h2> 0,5; b. Heritabilitas sedang jika 0,2 < h2< 0,5; c. Heritabilitas rendah jika h2< 0,2.

Sebaran populasi, keragaman genetik, dan dan heritabilitas suatu generasi persilangan sangat menentukan proses seleksi. Pendugaan kemajuan seleksi sangat menentukan kelanjutan dari proses seleksi untuk mendapatkan kultivar yang diinginkan (Destyasari, 2009).

2.3 DepresiInbreeding

Inbreedingadalah perkawinan individu-individu yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat (Sudrajat, 2002 dalam Handayani, 2005). Inbreeding pada tanaman jagung dirakit dengan melakukanselfing, yang dilakukan secara terus menerus untuk memperbesar tingkat kehomozigotan dan menghasilkan inbred. Tingkat kehomozigotan yang semakin tinggi ini menyebabkan penampilan tanaman terlihat buruk, dengan rata-rata penampilan kembali


(19)

mendekati penampilan pada generasi tetua. Selfingakan menghasilkan zuriat yang mengalami kemunduran dalam ketegaran maupun vigor tanaman,

berkurangnya ukuran dari standard normal, dan berkurangnya tingkat kesuburan reproduksi dibandingkan dengan tanaman tetuanya. Efek yang terjadi ini disebut depresiinbreeding(Mangoendidjojo, 2003). Pada tipe tanamanself-kleistogami seperti padi, efek depresiinbreedingtidak terlihat. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena hampir semua lokus pada tipe tanaman tersebut berada dalam keadaan homozigot.

2.4 Heterosis

Heterosis dalam genetika adalah efek perubahan pada penampilan keturunan persilangan (blaster) yang secara konsisten berbeda dari penampilan kedua tetuanya. Diawali oleh Dr. Shull pada tahun 1909 yang menyatakan bahwa persilangan antarinbred tanaman jagung dapat meningkatkan kualitas generatif maupun vegetatif (Poehlman, 1979). Fenomena ini diasumsikan merupakan ekspresi gen kuantitatif, yaitu merupakan ekspresi akibat adanya interaksi antara beberapa gen terutama gen-gen dominan (Bahrudin, 2005). Silangan yang

menunjukkan heterosis diketahui memiliki postur yang lebih besar, fertilitas yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih cepat, serta ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik daripada rata-rata tetuanya.

Batasan heterosis dapat berbeda-beda tergantung bahan pembanding yang

digunakan. Heterosis dapat berarti perbaikan karakter zuriat dibandingkan dengan karakter induk terbaiknya. Batasan lain yaitu termasuk membandingkan zuriat dengan karakter induk rata-rata, semi rata-rata, atau serangkai varietas rata-rata.


(20)

Jika zuriat lebih buruk daripada induk yang terjelek, maka dikatakan heterosisnya bersifat negatif. Penjelasan yang mungkin menyebabkan heterosis adalah adanya akumulasi alel dominan yang baik pada zuriat dengan sebagian alel tersebut berasal dari induk-induknya. Dengan demikian, pengaruh perusakan yang

disebabkan oleh alel homozigot resesif akan dapat tertutupi (Welsh, 1981). Selain itu, selama ini vigor zuriat selalu dibandingkan dengan tetua inbrednya, karena permasalahan yang muncul adalah heterosis sering tidak menunjukkan keragaan atau vigor yang lebih baik dari kedua tetua komersialnya (Supandi, 2005). Di kalangan pemuliaan atau penangkaran, heterosis seringkali dibedakan berdasarkan cara penentuannya, untuk kepentingan studi dan praktis. Heterosis tetua-tengah (midparent) ditentukan sebagai penyimpangan penampilan keturunan atau zuriat dari rata-rata tetuanya. Heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki nilai praktis. Heterosis tetua terbaik (best/high parent) dihitung sebagai selisih penampilan keturunan dari tetua dengan penampilan lebih baik. Istilah yang terakhir ini di kalangan pemuliaan tanaman juga disebut heterobeltiosis. Heterosis standar digunakan pula dalam uji penampilan dan dihitung berdasarkan selisih penampilan hibrida dengan varietas standar (Wikipedia, 2011).

Heterosishigh parentdanmidparentdapat ditentukan dengan rumus perhitungan: High parent = F1 – P2 (tertinggi ) x 100%


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan adanya keragaman, tanpa adanya keragaman maka tidak mungkin seleksi dapat dilakukan. Keragaman dapat terjadi baik karena faktor genetik maupun akibat pengaruh lingkungan. Keragaman yang berasal dari pengaruh genetik dapat diduga dengan mengondisikan individu dengan genetik yang berbeda pada lingkungan yang sama. Hal tersebut dilakukan untuk menekan variasi yang berasal dari pengaruh lingkungan. Semakin dekat pendugaan

keragaman akibat pengaruh genetik, maka semakin besar peluang untuk memilih karakter yang diinginkan, karena bagaimana pun kondisi lingkungan dari setiap generasi penanaman sulit untuk diulang secara persis.

Tetua yang digunakan harus memiliki kemampuan mewariskan suatu karakter terhadap zuriatnya. Hal ini diperlukan agar seleksi dapat dilakukan secara

berkelanjutan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Kemampuan tetua dalam mewariskan ini diwakili oleh nilai heritabilitas. Semakin besar nilai heritabilitas suatu karakter, berarti semakin mudah karakter itu diwariskan dari tetua kepada zuriatnya. Heritabilitas yang dimaksud adalah heritabilitasbroad-sense(h2BS), dan ini tergantung dari nilai ragam genetik (σ2g).


(22)

Dalam pelaksanaannya, program pemuliaan tanaman akan melibatkan rangkaian persarianselfataucross. Tanaman jagung memiliki persarian alamicross, dan selfakan mengakibatkan depresi inbriding yaitu kemunduran dalam keragaan maupun vigor tanaman. Hal ini terjadi akibat akumulasi sifat unggul pada keadaan homozigot, dan terlihat dari penampilan zuriat yang semakin mendekati penampilan rerata tetuanya. Fenotipe yang buruk akibat kehomozigotan yang meningkat membutuhkan rekombinasi, dengan mengumpulkan sifat dalam kondisi heterozigot melalui hibridisasi.

Jagung manis tidak kuat mengalami depresi inbriding lebih dari dua kaliself. Dengan demikian, diperlukan usaha pemulihan keragaan dengan melakukan cross. Pemulihan keragaan ditandai dengan penampilan zuriat yang lebih baik dibandingkan tetuanya, yaitu fenomena yang disebut heterosis. Heterosis akan muncul kuat apabila tetuanya relatif homozigot dan memiliki latar belakang genetik yang relatif jauh (tidak banyak memiliki kesamaan alel).

Crossdapat dilakukan dengan melakukan polinasi terbuka antara tetua-tetua yang telah ditentukan. Zuriat yang dihasilkan diharapkan memiliki keragaan yang lebih baik dibandingkan rerata tetuanya, atau bahkan lebih baik daripada tetua

terbaiknya. Zuriat yang memiliki keragaan lebih baik dari rerata tetuanya dikatakan mengalami heterosismidparent. Jika lebih baik dari rerata tetua yang terbaik, maka dikatakan mengalami heterosishigh parent. Untuk kepentingan komersial, tanaman jagung manis diseleksi dengan memilih tipe tanaman yang memenuhi standard komersial.


(23)

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut.

(1) Apakah terdapat perbedaan pada kultivar untuk peubah vegetatif dan generatif yang diamati pada tetua, serta apakah karakter tersebut sesuai dengan standard komersial?

(2) Apakah terdapat ragam genetik (σ2g) dan heritabilitasbroad-sense(h2BS) pada tetua?

(3) Apakah terjadi heterosis untuk peubah zuriat jagung manis? 1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

(1) Mengetahui perbedaan kultivar pada beberapa peubah vegetatif dan generatif pada tetua, serta kesesuaian dengan standard komersial.

(2) Menduga besarnya ragam genetik (σ2g) dan heritabilitasbroad-sense(h2BS) pada tetua.

(3) Menduga heterosis yang terjadi untuk peubah yang diamati pada zuriat dibandingkan dengan tetuanya.

1.3 Kerangka Pemikiran

Berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.

(1) Jagung manis dwi warna (C-Sh-), LASS kuning kisut (C-shsh), dan LAS kuning kisut (C-shsh) yang digunakan sebagai tetua dalam polinasi terbuka


(24)

memiliki genetik yang berbeda. Untuk dapat memunculkan perbedaan yang dipengaruhi genetik antara tetua-tetua tersebut maka kondisi lingkungan dibuat sama. Dengan kata lain maka akan dapat diamati perbedaan fenotipe antara tetua tersebut sebagai pengaruh dari faktor genetik. Perbedaan yang muncul dapat bermanfaat dalam kepentingan seleksi dalam penentuan sifat interes. Dengan demikian, diduga terdapat perbedaan pada kultivar

berdasarkan peubah yang diamati antara populasi tetua yang satu dengan yang lain.

Dari peubah vegetatif maupun generatif yang diamati, perlu disesuaikan dengan standard komersial yang ada. Hal ini penting untuk keberlanjutan perakitan jagung manis dalam tujuan komersialisasi. Perakitan jagung manis melalui program pemuliaan dilakukan secara berkelanjutan, dan dilakukan seleksi untuk dapat memenuhi selera pasar berdasarkan standard komersial. Dengan demikian, kultivar jagung manis yang dirakit diharapkan sesuai dengan standard komersial untuk kepentingan komersialisasi.

(2) Kegiatan seleksi dalam pemuliaan tergantung pada ada atau tidaknya keragaman genetik. Jika ragam genetik dalam suatu populasi besar, berarti individu dalam populasi tersebut beragam sehingga peluang untuk

memperoleh genotipe yang diharapkan akan besar. Keragaman genetik akan berpengaruh pada nilai heritabilitas. Nilai heritabilitas akan bermanfaat untuk menduga besarnya peluang untuk suatu karakter untuk dapat diwariskan pada generasi berikutnya. Heritabilitas merupakan nisbah antara ragam genotipe dibandingkan dengan ragam fenotipe dari suatu karakter. Nilai heritabilitas


(25)

yang besar menunjukkan bahwa pengaruh faktor genetik lebih besar terhadap penampilan fenotipe dibandingkan lingkungan. Dengan demikian, pendugaan nilai ragam genetik dan heritabilitas diperlukan untuk melakukan seleksi pada suatu karakter agar seleksi yang dilakukan dapat berjalan dengan efektif. (3) Jagung manis umumnya menyerbuk silang (cross pollination), maka dalam

rangka pengujian keragaman genetik perlu dipaksa untuk menyerbuk sendiri, yaitu bunga betina diserbuki polen yang berasal dari individu yang sama. Efek yang terjadi adalah terjadinya segregasi pada generasi berikutnya. Segregasi mengakibatkan frekuensi genotipe homozigot bertambah sebesar 50% setiap generasiself, dan sebaliknya frekuensi heterozigot akan berkurang sebesar 50%. Peningkatan persentase homozigot menyebabkan tanaman mengalami depresi inbriding. Sebagai akibatnya, tanaman mengalami

penurunan keragaan dan vigor, khususnya jagung manis hanya mampu di-self tidak lebih dari dua generasi.

Jagung manis yang di-selfakan mengalami depresi inbriding. Jika terjadi cross, maka keragaan maupun vigor yang dimiliki zuriat dapat pulih dengan satu kali musim tanam. Efek ini dikenal sebagai heterosis, dan diamati dari karakter zuriat yang lebih superior dibandingkan tetuanya. Dengan demikian, heterosis dapat diduga dengan membandingkan fenotipe zuriat terhadap tetuanya.


(26)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

(1) Terdapat perbedaan kultivar pada beberapa peubah jagung manis yang diamati, serta terdapat kesesuaian dengan standard komersial.

(2) Terdapat ragam genetik (σ2g) dan heritabilitasbroad-sense(h2BS) pada tetua. (3) Terjadi heterosis pada zuriat kuning kisut dibandingkan tetuanya.


(27)

vi

Gambar Halaman

1. Pembacaan data padaoutputanalisisboxplot...……….. 26

2. Analisisboxplotuntuk tinggi tanaman ... 29

3. Analisisboxplotuntuk tinggi tongkol relatif ... 29

4. Analisisboxplotuntuk jumlah daun…………..………….………... 30

5. Analisisboxplotuntuk jumlah malai ... 32

6. Analisisboxplotuntuk diameter tongkol ... 32

7. Analisisboxplotuntuk jumlah baris ... 33

8. Analisisboxplotuntuk panjang tongkol ... 33


(28)

kepada Ibu dan Ayah tercinta,

terima kasih untuk semua doa tulus, kesabaran, dan pengorbanan ikhlas yang kalian berikan dalam kehidupanku,

dan semoga ini hanya menjadi awal yang kecil dari persembahan-persembahan besar selanjutnya

yang akan kuberikan untuk kalian...

Adik-adikku, Rani Septiana dan Shandi Nugraha, semoga bisa melakukan yang jauh lebih baik lagi dibandingkan kakak...

Kekasihku, Ristiani, semoga bisa menjadi pengiring langkahku hingga nafas terakhirku...


(29)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27 Maret 25 tahun yang lalu, yaitu anak dari ayah bersuku Bali-Palembang bernama Indra Sukmana (52) dan ibu bersuku Sunda bernama Herni Kurniawati (47). Penulis merupakan sulung dari tiga bersaudara, yaitu kakak dari Rani Septiana (23) dan Shandi Nugraha (7). Penulis memulai pendidikan formal di Taman Kanak-Kanak PTP X pada tahun 1991. Setahun kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Beringin Raya Langkapura hingga selesai pada tahun 1998. Jenjang selanjutnya penulis jalani di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 14 Bandar Lampung hingga selesai pada tahun 2001. Penulis meneruskan

pendidikan di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 3 Bandar Lampung hingga lulus pada tahun 2004.

Di tahun 2004 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian(HIMADITA)

tahun 2006―2007. Pada bulan JuliAgustus 2009 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Bekri, dengan tema panen, pengangkutan, dan pengelolaan tandan buah segar kelapa sawit.


(30)

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Saiful Hikam, M.Sc.

Sekretaris : Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S.

Penguji

bukan Pembimbing : Ir. Deni Sudrajat, M.P.

2. Dekan Pakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(31)

MANIS BIJI KUNING KISUT Nama Mahasiswa : Cipta Arief Martyadi

NPM : 0414011019

Jurusan : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Saiful Hikam, M.Sc Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.Sc.

NIP 195407231982111001 NIP 196209281987031001

2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian

Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. NIP 196110211985031002


(32)

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK POPULASI TETUA DAN ANALISIS HETEROSIS PADA JAGUNG MANIS BIJI KUNING KISUT

Oleh

Cipta Arief Martyadi

Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Komponen genetik (keragaman genetik dan heritabilitas) dibutuhkan agar seleksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Ragam genetik menentukan keberhasilan seleksi, sedangkan heritabilitas menduga kemajuan pewarisan sifat unggul dari tetua ke zuriatnya. Selain itu, penyeleksian dilakukan dengan menyesuaikan karakter seleksi terhadap selera konsumen untuk tujuan komersialisasi benih. Hasil persilangan dari varietas-varietas yang telah diseleksi merupakan benih tanaman dengan keragaan yang akan lebih baik disebabkan efek heterosis.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan kultivar pada beberapa peubah vegetatif dan generatif pada tetua, serta kesesuaiannya dengan standard komersial; (2) menduga besarnya ragam genetik dan heritabilitasbroad-sense pada tiga tetua jagung manis; dan (3) menduga heterosis yang terjadi untuk peubah yang diamati pada zuriat dibandingkan dengan tetuanya.


(33)

bulan September 2009 hingga Januari 2010. Penelitian dilakukan dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan tiga ulangan. Tetua sebagai perlakuan terdiri atas (1) LASS dwiwarna; (2) LASS Kuki; dan (3) LAS Kuki. Data diambil dari karakter vegetatif: tinggi tanaman, posisi tongkol relatif, dan jumlah daun. Data karakter generatif: jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa. Data dianalisis ragam, dan tetua diringkat berdasarkan uji BNJ 5 %. Ragam genetik(σ2g), heritabilitas broad-sense(h2BS),dan koefisien keragaman genetik (KKg) dianalisis menggunakan model matematika Hallauer dan Miranda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) varietas tetua tidak memiliki perbedaan pada peubah tinggi tanaman, posisi tongkol relatif, jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa. Jumlah malai, panjang tongkol, dan kadar sukrosa sudah sesuai dengan standard

komersial; (2) ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensetidak berbeda dari nol pada peubah tinggi tanaman, posisi tongkol relatif, jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa; serta (3) heterosishigh parent terpenuhi pada peubah jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa; panjang tongkol dan kadar sukrosa zuriat sudah sesuai dengan standard komersial.


(34)

THE ESTIMATION OF GENETIC COMPONENTS ON PARENTAL POPULATION AND HETEROSIS ANALYSIS ON

YELLOW-SHRUNKEN-SEED OF SWEET MAIZE

By

Cipta Arief Martyadi

The plant breeding is closely related to selection process. The genetic component (genetic variance and heritability) is required for effective and efficient selection. The genetic variance determines the selection success, while heritability infers the advance of superior character inheritance from parental to descent. Besides, selection is conducted corresponding to selection characteristics based on

consumer’s favor for the seed commercialization. The crossing results from selected cultivars are plant seed with better profile because of heterosis effect. This research intended to: (1) identify the difference of the vegetative and

generative characters among the parental cultivars of sweet maize, as compared to a commercial standard; (2) observe the genetic variance and broad-sense

heritability on three parental cultivars of sweet maize; and (3) estimate the presence of heterosis on Yellow-shrunken-seed progeny.


(35)

Station in September 2009 to January 2010. The research used Randomized Complete-Block Design (RCBD) non factorial with three replications. Parental cultivars as treatment were consisting of (1) LASS bicolor; (2) LASS Yellow-shrunken; and (3) LAS Yellow-shrunken. Data taken for the vegetative characters were plant height, ear position, and leaf number. Data for generative characters were tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content. Data were analyzed for variances, and parental cultivars were ranked using Tukey HSD 5 %. Genetic variability(σ2g), broad-sense heritability (h2BS), and genetic coefficient of variance (CVg) were analyzed by using a mathematical model developed by Hallauer and Miranda. The heterosis was estimated by using a box plot analysis.

The results show that (1) parental cultivars have no differences in variables such as plant height, ear position, leaf number, tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content. The tassel number, ear length, and sucrose content have complied with commercial standards; (2) the genetic variance and broad-sense heritability equals to zero in variables of plant height, ear position, leaf number, tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content; and (3) high parent heterosis is fulfilled in variables such as leaf number, tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content; the ear length and sucrose content in descent have complied with commercial standards.


(36)

Oleh

CIPTA ARIEF MARTYADI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian

Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(37)

(Skripsi)

Oleh

CIPTA ARIEF MARTYADI

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(1)

ABSTRAK

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK POPULASI TETUA DAN ANALISIS HETEROSIS PADA JAGUNG MANIS BIJI KUNING KISUT

Oleh

Cipta Arief Martyadi

Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Komponen genetik (keragaman genetik dan heritabilitas) dibutuhkan agar seleksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Ragam genetik menentukan keberhasilan seleksi, sedangkan heritabilitas menduga kemajuan pewarisan sifat unggul dari tetua ke zuriatnya. Selain itu, penyeleksian dilakukan dengan menyesuaikan karakter seleksi terhadap selera konsumen untuk tujuan komersialisasi benih. Hasil persilangan dari varietas-varietas yang telah diseleksi merupakan benih tanaman dengan keragaan yang akan lebih baik disebabkan efek heterosis.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui perbedaan kultivar pada beberapa peubah vegetatif dan generatif pada tetua, serta kesesuaiannya dengan standard komersial; (2) menduga besarnya ragam genetik dan heritabilitasbroad-sense pada tiga tetua jagung manis; dan (3) menduga heterosis yang terjadi untuk peubah yang diamati pada zuriat dibandingkan dengan tetuanya.


(2)

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, sejak bulan September 2009 hingga Januari 2010. Penelitian dilakukan dalam

Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial dengan tiga ulangan. Tetua sebagai perlakuan terdiri atas (1) LASS dwiwarna; (2) LASS Kuki; dan (3) LAS Kuki. Data diambil dari karakter vegetatif: tinggi tanaman, posisi tongkol relatif, dan jumlah daun. Data karakter generatif: jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa. Data dianalisis ragam, dan tetua diringkat berdasarkan uji BNJ 5 %. Ragam genetik(σ2g), heritabilitas broad-sense(h2BS),dan koefisien keragaman genetik (KKg) dianalisis menggunakan model matematika Hallauer dan Miranda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) varietas tetua tidak memiliki perbedaan pada peubah tinggi tanaman, posisi tongkol relatif, jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa. Jumlah malai, panjang tongkol, dan kadar sukrosa sudah sesuai dengan standard

komersial; (2) ragam genetik dan heritabilitasbroad-sensetidak berbeda dari nol pada peubah tinggi tanaman, posisi tongkol relatif, jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa; serta (3) heterosishigh parent terpenuhi pada peubah jumlah daun, jumlah malai, diameter tongkol, jumlah baris biji, panjang tongkol, dan kadar sukrosa; panjang tongkol dan kadar sukrosa zuriat sudah sesuai dengan standard komersial.


(3)

ABSTRACT

THE ESTIMATION OF GENETIC COMPONENTS ON PARENTAL POPULATION AND HETEROSIS ANALYSIS ON

YELLOW-SHRUNKEN-SEED OF SWEET MAIZE

By

Cipta Arief Martyadi

The plant breeding is closely related to selection process. The genetic component (genetic variance and heritability) is required for effective and efficient selection. The genetic variance determines the selection success, while heritability infers the advance of superior character inheritance from parental to descent. Besides, selection is conducted corresponding to selection characteristics based on consumer’s favor for the seed commercialization. The crossing results from

selected cultivars are plant seed with better profile because of heterosis effect.

This research intended to: (1) identify the difference of the vegetative and

generative characters among the parental cultivars of sweet maize, as compared to a commercial standard; (2) observe the genetic variance and broad-sense

heritability on three parental cultivars of sweet maize; and (3) estimate the presence of heterosis on Yellow-shrunken-seed progeny.


(4)

The research was accomplished at the Politeknik Negeri Lampung Research Station in September 2009 to January 2010. The research used Randomized Complete-Block Design (RCBD) non factorial with three replications. Parental cultivars as treatment were consisting of (1) LASS bicolor; (2) LASS Yellow-shrunken; and (3) LAS Yellow-shrunken. Data taken for the vegetative characters were plant height, ear position, and leaf number. Data for generative characters were tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content. Data were analyzed for variances, and parental cultivars were ranked using Tukey HSD 5 %. Genetic variability(σ2g), broad-sense heritability (h2BS), and genetic coefficient of variance (CVg) were analyzed by using a mathematical model developed by Hallauer and Miranda. The heterosis was estimated by using a box plot analysis.

The results show that (1) parental cultivars have no differences in variables such as plant height, ear position, leaf number, tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content. The tassel number, ear length, and sucrose content have complied with commercial standards; (2) the genetic variance and broad-sense heritability equals to zero in variables of plant height, ear position, leaf number, tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content; and (3) high parent heterosis is fulfilled in variables such as leaf number, tassel number, ear diameter, seed row number, ear length, and sucrose content; the ear length and sucrose content in descent have complied with commercial standards.


(5)

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK POPULASI TETUA DAN ANALISIS HETEROSIS PADA JAGUNG MANIS BIJI KUNING KISUT

Oleh

CIPTA ARIEF MARTYADI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian

Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(6)

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK POPULASI TETUA DAN ANALISIS HETEROSIS PADA JAGUNG MANIS BIJI KUNING KISUT

(Skripsi)

Oleh

CIPTA ARIEF MARTYADI

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG