Evaluasi daya gabung dan heterosis jagung manis (Zea mays L. var. saccharata)

EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS
JAGUNG MANIS (Zea mays L. var. saccharata)

RIZKI ANJAL PUJI NUGROHO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Daya gabung
dan Heterosis Jagung Manis Zea mays L. var. saccharata adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015

Rizki Anjal Puji Nugroho
NIM A24110108

ABSTRAK
RIZKI ANJAL PUJI NUGROHO. Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Jagung
Manis (Zea mays L. var. saccaharata). Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR
dan WILLY BAYUARDI SUWARNO.
Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai daya gabung umum, daya gabung
khusus, dan heterosis pada jagung manis melalui persilangan half dialel. Genotipe
yang digunakan pada penelitian ini adalah 7 tetua, 21 hibrida, dan dua varietas
pembanding yaitu Bonanza dan SG 75. Percobaan ini dilakukan di Kebun
Percobaan Leuwikopo, Dramaga, Bogor. Penelitian dilakukan selama tiga bulan
dari bulan November 2014 - Januari 2015. Rancangan yang digunakan pada
penelitian ini adalah rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan.
Nilai daya gabung dihitung menggunakan metode Griffing II. Nilai heterosis
dihitung berdasarkan nilai tetua tertinggi dan nilai rata-rata kedua tetua. Tetua
JM8-4-3-1-15-14 mempunyai nilai daya gabung umum terbaik pada peubah kadar

kemanisan, dan bobot tongkol tanpa kelobot. Genotipe JM14-4-10-10-13-15
mempunyai nilai daya gabung umum yang baik pada peubah panjang tongkol dan
umur panen. Nilai daya gabung khusus terbaik untuk bobot tongkol tanpa kelobot
dan panjang tongkol ada pada hibrida 17X14. Nilai heterosis yang tertinggi pada
peubah panjang tongkol dan bobot tongkol tanpa kelobot ada pada hibrida 17X6.
Kata kunci: daya gabung, half dialel, hibrida, metode Griffing

ABSTRACT
RIZKI ANJAL PUJI NUGROHO. Combining Ability and Heterosis Evaluation of
Sweet Corn (Zea mays L. var. saccharta). Supervised by MUHAMAD SYUKUR
and WILLY BAYUARDI SUWARNO.
The aims of this research were to estimate the values of general combining
ability, specific combining ability and heterosis in sweet corn using a half dialel
mating design. There were 7 inbreds, 21 hybrids, and 2 checks varieties (Bonanza
and SG 75) used in this research. This research was conducted in Leuwikopo
experimental station Dramaga Bogor, from November 2014 to January 2015. The
experimental design was a randomized complete block design with 3 replicates.
General combining ability values were estimated by Griffing II method. Heterosis
were calculated based on mid-parent and high-parent values. Inbred JM8-4-3-115-14 has the highest general combining ability in sugar content and yield. Inbred
JM14-4-10-10-13-15 has the high general combining ability in ear length and

days to harvest. Inbred JM17-6-13-1-12 has highest general combining ability for
ear height. Hybrid 17 X 14 has the highest specific combining ability for yield and
ear length. High heterosis values for yield and ear length were found in hybrid
17X6 hybrid.
Keywords: combining ability, Griffing method, half dialel, hybrid

EVALUASI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS
JAGUNG MANIS (Zea mays L. var. saccharata)

RIZKI
ANJALPENULIS
PUJI NUGROHO
NAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTASPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

Judul Skripsi: Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Jagung Manis (Zea mays L.
var. saccharata)
Nama
: Rizki Anjal Puji Nugroho
NIM
: A24110108

Disetujui oleh

Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi
Pembimbing II

Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi
Pembimbing I


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini
dengan judul Evaluasi Daya gabung dan Heterosis Jagung Manis Zea mays L. var.
saccharata.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak, ibu, dan Sudi Didi Wahyono serta seluruh keluarga, atas doa,
dukungan, dan kasih sayangnya.
2. Prof Dr Muhamad Syukur SP MSi dan Dr Willy Bayuardi Suwarno SP
MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan
3. Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto MSc selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis menempuh

pendidikan di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
4. Dr Ir Heni Purnamawati sebagai penguji pada ujian akhir yang telah
memberikan kritik dan saran dalam perbaikan skripsi. .
5. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah
banyak memberikan ilmunya.
6. Bapak Undang, Bapak Nana, Bapak Maman, Abdul Hakim segenap
teknisi Kebun Percobaan Leuwikopo, dan teman-teman laboratorium
pemuliaan tanaman yang telah membantu penulis dalam melaksanakan
kegiatan penelitian.
7. Amalia Nurul Huda, Yogi Dwiyantono, Muhamad Iqbal, dan Agief Julio
Pratama atas bantuan, inspirasi dan dukungannya selama kegiatan
penelitian.
8. Yos Rizal Prima Saputra, Gian Virgiawan dan segenap teman-teman
lorong 5 C2 atas dukungan dan doa nya.
9. Teman-teman Dandelion atas doa dan inspirasinya
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Rizki Anjal Puji Nugroho


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Jagung manis
Syarat Tumbuh
Genetika Jagung Manis
Daya Gabung
Heterosis
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Lokasi dan Waktu
Prosedur Penelitian
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum dan Karakter Kualitatif
Rekapitulasi Kuadrat Tengah
Daya Gabung umum
Daya gabung khusus
Keragaan tetua, hibrida, dan nilai heterosis
Heterobeltiosis
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2

2
2
2
3
3
4
4
4
5
5
8
11
11
12
13
15
19
29
31
31

31
32
34
41

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Analisis ragam perbedaan genotipe
9
Analisis ragam daya gabung metode 2 model 1 Griffing
10
Rekapitulasi nilai kuadrat tengah
12
Nilai daya gabung umum umur panen, tinggi letak tongkol bobot tongkol
tanpa kelobot, panjang tongkol, dan kadar gula
13

5 Nilai daya gabung umum tinggi tanaman, diameter batang, panjang
malai bulai, dan kerebahan
14
6 Nilai daya gabung umum bobot tongkol berkelobot, baris biji, diameter
tongkol, dan produktivitas
15
7 Nilai daya gabung umum tongkol perpetak, jumlah tanaman menjelang
panen, daya tumbuh, kebutuhan benih per hektar, dan umur berbunga
15
8 Nilai daya gabung khusus umur panen, tinggi letak tongkol bobot
tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, dan kadar gula
16
9 Nilai daya gabung khusus bobot tongkol berkelobot, baris biji, diameter
tongkol, dan produktivitas
17
10 Nilai daya gabung khusus tinggi tanaman, diameter batang, panjang bulai,
panjang malaidan kerebahan
18
11 Nilai daya gabung khusus tongkol perpetak, jumlah tanaman menjelang
panen, daya tumbuh, kebutuhan benih per hektar dan umur berbunga
19
12 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk panen dan kadar gula
20
13 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk bobot tongkol tanpa
kelobot dan tinggi letak tongkol
21
14 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk panjang tongkol
22
15 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk diameter tongkol
dan daya tumbuh
23
16 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk umur berbunga dan
produktivitas
24
17 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk baris biji dan tinggi tanaman 25
18 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk jumlah tongkol per petak
dan kebutuhan benih per hektar
26
19 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk diameter batang pajang malai 27
20 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk bobot tongkol berkelobot dan
jumlah tanaman menjelang panen
28
21 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk kerebahan dan bulai
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Bentuk daun jagung
Bentuk tongkol jagung
Pengukuran panjang tongkol
Pengukuran panjang malai
Gejala serangan organisme penggangu tanaman

6
6
7
7
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Karakter kualitatif
Keragaan efek heterosis pada jagung manis yang diamati
Keragaan genotipe uji dan pembanding
Nilai heterobeltiosis umur panen, kadar gula, bobot tongkol tanpa kelobot,
tinggi letak tongkol, dan panjang tingkol
5 Nilai heterobeltiosis diameter tongkol, daya tumbuh, umur berbunga,
produktivitas, dan baris biji
6 Nilai heterobeltiosis tinggi tanaman, tongkol perpetak, kebutuhan benih
per hektar, diameter batang, dan panjang malai
7 Nilai heterobeltiosis bobot tongkol berkelobot, jumlah tanaman menjelang
panen, bulai, dan kerebahan

34
36
36
37
38
39
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung manis merupakan salah satu tanaman hortikultura potensial. Hal ini
karena permintaan jagung manis yang mencapai 1-1.5 ton per hari pada tahun
2011 (Syukur dan Aziz 2013). Kebutuhan jagung manis di Indonesia belum bisa
terpenuhi dari produksi dalam negeri dikarenakan beberapa hal. Salah satu yang
berpengaruh adalah varietas yang sesuai atau adaptif di lingkungan tropis serta
tahan hama dan penyakit. Pengadaan varietas yang mempunyai potensi hasil
tinggi juga merupakan salah satu hal yang diperlukan dalam pemenuhan produksi.
Penerapan sistem pemuliaan merupakan salah satu cara mengatasi masalah
pengadaan varietas yang adaptif dan mempunyai potensi hasil tinggi. Pemuliaan
tanaman diharapkan dapat mengkombinasikan beberapa sumber plasma nutfah
dengan sasaran menghasilkan varietas hibrida unggul yang berasal dari dalam
negeri khususnya instasi pemerintah. Dengan adanya pemuliaan tanaman
diharapkan pengadaan varietas dapat disuplai dari dalam negeri. Selain itu dengan
adanya varietas yang diproduksi dari dalam negeri maka daya adaptabilitas yang
dihasilkan varietas cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan angka produksi
jagung manis (Poehlman dan Sleeper 1994).
Tahapan dalam program pemuliaan tanaman jagung manis hibrida setelah
persilangan dan seleksi adalah evaluasi daya gabung dan heterosis. Evaluasi daya
gabung terdiri daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK).
Informasi daya gabung diperlukan untuk memilih tetua yang memiliki kombinasi
hasil persilangan yang berpotensi hasil tinggi (Guerrero et al. 2014). Informasi
heterosis digunakan untuk memilih hasil persilangan (F1) potensial yang
mengalami peningkatan nilai tengah dibandingan kedua tetuanya.
Penelitian mengenai evaluasi daya gabung dan heterosisis untuk
mengevaluasi hibrida jagung manis belum banyak dilakukan di dalam negeri.
Efek dari hal ini adalah kurang adaptifnya varietas hibrida yang digunakan petani
dimana kebanyakan varietas yang digunakan merupakan varietas introduksi.
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tetua yang memiliki kombinasi hasil
persilangan yang berpotensi tinggi dan hibrida yang memiliki nilai heterosis tinggi.
Hal tersebut dapat dilanjutkan untuk perakitan varietas jagung manis hibrida yang
memiliki potensi hasil tinggi dan adaptif terhadap kondisi lingkungan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan tetua yang memiliki daya gabung umum dan daya gabung
khusus yang besar
2. Mendapatkan hasil dari persilangan antar tetua yang memiliki nilai heterosis
yang tinggi
3. Mendapatkan hibrida F1 yang lebih baik dengan varietas pembanding

2

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Terdapat tetua yang memiliki daya gabung umum dan khusus yang tinggi
2. Terdapat galur hasil persilangan yang mempunyai nilai heterosis yang tinggi
3. Terdapat hibrida F1 yang memiliki potensi hasil melebihi tetua dan varietas
pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Jagung Manis
Jagung manis merupakan tanaman dari famili Graminae (rerumputan).
Jagung manis merupakan tanaman monokotil dan herbasius yang tumbuh
sepanjang tahun (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Jagung manis merupakan
tanaman berumah satu dimana bunga jantan (tassel) dan bunga betina (silk)
terletak pada bunga yang berbeda namun pada satu tanaman (Syukur dan Aziz
2013). Bunga jantan pada jagung manis tumbuh pada ujung tanaman dan bunga
betina tumbuh pada ketiak daun (Rubatzky dan Yamaguchi 1995).
Tanaman jagung manis mempunyai struktur akar serabut. Perakaran pada
jagung manis terdiri dari akar primer dan akar sekunder atau akar adventif.
Pertumbuhan akar diawali dengan adanya akar primer setelah adanya
perkecambahan. Akar sekunder merupakan akar yang berkembang pada buku
batang setelah adanya proses pembumbunan (Rubatzky dan Yamaguchi 1995).
Batang tanaman jagung manis mempunyai struktur yang kaku. Tinggi batang
tanaman jagung manis berkisar antara 1.5-2.5 m (Syukur dan Aziz 2013). Batang
tanaman jagung manis terbungkus oleh pelepah daun yang tersusun berseling.
Daun tanaman jagung manis berasal dari setiap buku batang. Daun tanaman
jagung manis mempunyai bulu pada permukaan dan tepi daun. Hal ini
membedakan antara daun tanaman sorghum dan jagung manis.
Tanaman jagung manis memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut
karyopsis (Tracy 2001). Biji pada tanaman jagung manis tersusun pada tongkol.
Endosperma biji tanaman jagung manis mengandung gula dalam bentuk sukrosa
dan sebagian kecil glukosa, fruktosa, dan maltosa. Biji jagung manis juga
mengandung amilosa dan amilopektin dalam jumlah yang cukup rendah
(Rubatzky dan Yamaguchi 1995).
Syarat Tumbuh
Jagung manis merupakan tanaman semusim. Jagung manis dapat tumbuh
dengan baik pada dataran rendah sampai dengan 3 000 meter diatas permukaan
laut (mdpl) (Syukur dan Aziz 2013). Jagung manis dapat beradaptasi dengan baik
pada iklim anatara 500 LU - 500 LS (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Jagung
manis merupakan tanaman yang memerlukan curah hujan antara 300 mm – 600
mm bulan-1. Tanah yang baik untuk perkembangan jagung manis memiliki pH

3
antara 6.0-6.5 (Syukur dan Aziz 2013). Jagung manis mempunyai umur panen
sampai dengan 70 hari setelah tanam (HST). Tanaman jagung manis dengan umur
genjah umunya banyak dikembangkan karena dapat meningkatkan intensitas
penanaman dan produksi.
Hama dan penyakit yang ada pada jagung manis terdiri dari beberapa macam.
Hama yang ada pada jagung manis adalah hama ludi, ulat tanah, lalat bibit, ulat
grayak, penggerek batang, dan penggerek tongkol. Penyakit yang umum
menyerang jagung manis adalah bulai, hawar daun, karat daun, penyakit gosong,
dan bakteri busuk batang (Rubatzky dan Yamaguchi 1995).
Genetika Jagung Manis
Jagung manis merupakan jagung pipilan (field corn) yang mengalami mutasi
pada gen resesif su1 (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Kromosom pada jagung
manis tersusun seperti jagung pada umumnya yaitu 2n = 2x = 20 (Syukur dan
Aziz 2013). Pada jagung manis untuk varietas komersial juga terdapat beberapa
gen yang berjumlah delapan gen resesif yang digunakan untuk varietas komersial.
Gen yang menyusun kemanisan tersebut seperti : (1) amylose-extender 1 (ae1);
britle 1(bt1); britle 2 (bt2); sugary 1 (su1); sugary enhancer (se); shrunken (sh2);
dull 1 (du1); dan waxy 1 (wx1) (Tracy 2001). Gen pengendali kemanisan pada
jagung manis terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama adalah
kelompok yang mengakumulasi gula pada biji dan mereduksi pati pada saat
menjadi benih. Gen kelompok pertama terdiri dari gen: bt1, bt2, sh2, se (Boyer
dan Shannon 1984). Gen ini meningkatkan kadar gula dan menurunkan kadar pati
(Pulam dan Lertrat 2007). Kelompok kedua adalah gen yang mengubah tipe dan
kandungan polisakarida yang dihasilkan. Kelompok kedua terdiri dari gen : ae1,
su1, du1, se1, dan wx1 (Nelson 1980). Pengendali rasa manis tersebut merupakan
gen resesif yang terekspresi sehingga perlu adanya pemisahan saat penanaman
(Iriany et al. 2011).
Jagung manis termasuk kedalam tanaman menyerbuk silang seperti jagung
pada umumnya (Poehlman dan Sleeper 1994). Jagung manis mempunyai dua jenis
varietas berdasarkan genetiknya yaitu varietas bersari bebas dan varietas hibrida.
Daya Gabung
Daya gabung merupakan kemampuan tetua untuk dikombinasikan dengan
tetua lain untuk menghasilkan varietas hibrida yang diinginkan (Akinci 2009).
Daya gabung menentukan tetua mana yang dapat dikombinasikan dengan tetua
lainnya untuk menghasilkan hibrida yang diinginkan. Daya gabung terdiri dari dua
yaitu daya gabung umum dan daya gabung khusus.
Daya gabung umum merupakan penampilan rata–rata turunan suatu genotipe
bila disilangkan dengan sejumlah genotipe lain (Syukur et al. 2012). Kemampuan
daya gabung umum suatu galur akan mengindentifikasi efek gen aditif dari galur
tersebut (Orhun et al. 2012). Daya gabung umum di evaluasi dengan cara
menkombinasikan galur yang akan diuji dengan galur yang lain dan
membandingkan keturunanya (Kethaisong et al. 2014). Nilai yang terlihat pada
evaluasi daya gabung umum merupakan nilai yang berasal dari nilai rataan
seluruh persilangan sehingga nilanya dapat berupa nilai positif ataupun negatif

4

(Singh dan Chaudary 1979). Nilai daya gabung umum yang tinggi dari satu galur
yang diuji menunjukan bahwa galur tersebut mempunyai kemampuan bergabung
dengan baik (Allard 1960).
Daya gabung khusus merupakan penampilan hasil persilangan kombinasi
tertentu. Daya gabung khusus suatu galur dapat memberikan tanda tentang
evaluasi aksi gen non aditif dan juga persilangan galur atau kombinasi yang dapat
menghasilkan hibrida yang diinginkan (Tan 2010). Nilai persilangan yang baik
antara suatu galur yang diuji dengan galur yang disilangkan menandakan bahwa
nilai daya gabung khusus yang tinggi dari hasil kombinasi galur tersebut
(Poehlman dan Sleeper 1994).
Daya gabung dari suatu galur yang diperoleh dapat memberikan informasi
mengenai kombinasi yang dapat menghasilkan turunan yang berpotensi hasil
tinggi. Nilai daya gabung galur yang tinggi tidak selalu mempunyai nilai daya
gabung khusus yang tinggi pula. Karakter yang dapat dievalusai dengan efek daya
gabung umum dan khusus, diantaranya berat biji, tinggi tanaman, dan ketahanan
penyakit (Iriany et al. 2011).
Heterosis
Varietas hibrida merupakan varietas hasil persilangan F1 yang
memanfaatkan adanya sifat heterosis. Heterosis merupakan keunggulan turunan
F1 diatas kisaran tetunya yang terdiri dari satu atau beberapa karakter (Syukur et
al. 2012). Gejala heterosis pada tanaman juga sering disebut hybrid vigor dimana
sifat vigor yang baik dan produktivitas yang melebihi tetuanya (Acquah 2007).
Heterosis disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya gen–gen dominan
yang terkumpul pada individu (Kumar et al. 2013). Penyebab ini dinamanakan
hipotesis dominan. Teori tentang penyebab heterosis selain akumulasi gen
dominan adalah teori overdominan. Heterosis terjadi karena adanya interaksi antar
gen dalam satu lokus. Alel dengan susunan heterozigot akan lebih unggul dari
pada alel dengan susunan homozigot. Teori lain mengenai adanya heterosis adalah
adanya interaksi antar alel yang berbeda. Teori ini menyatakan bahwa heterosis
diakibatkan oleh ada nya interaksi gen–gen dominan pada lokus yang berbeda.
Nilai heterosis dihitung dengan cara membandingkan antara selisih F1 dengan
rata-rata kedua tetuanya. Nilai heterosis dapat juga dihitung dengan cara
membandingkan antara F1 dengan rata-rata penampilan tetua terbaik (Syukur et al.
2012).

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Materi genetik yang digunakan terdiri dari 7 tetua, 21 hibrida, dan 2 varietas
pembanding. Tetua yang digunakan adalah JM17-6-13- 1-12, JM16-6A-15-2B-8,
JM14-4-10-10-13-15, JM8-4-3-1-15-14, JM7-4-5-3A-14, JM6-1-4-10-6-3-1, dan
JM2- 2(6)-2(5)-9-10-6-16A-13 serta 21 genotipe hibrida yang merupakan
persilangan half dialel 7 tetua tersebut. Varietas pembanding yang digunakan
adalah SG75 dan Bonanza. Kebutuhan nutrisi tanaman diberikan dalam bentuk
pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk

5
kandang kambing dengan dosis 10 ton ha-1. Pupuk anorganik yang digunakan
yaitu urea, SP36, dan KCL. Dosis yang digunakan untuk pupuk anorganik yaitu
300 kg ha-1 urea, 200 kg ha-1 SP36, dan 100 kg ha-1 KCl. Pengendalian hama dan
penyakit berupa pestisida dengan bahan aktif Carbofuran 20 kg ha-1, insektisida
dengan bahan aktif Profenofos dan Beta Siflutrin dengan dosis masing – masing 2
cc L-1. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pertanian, jangka
sorong, timbangan digital, kamera, alat tulis, meteran kayu panjang, dan hand
refractometer, dan kamera.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga,
Bogor dengan ketinggian 205 mdpl. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan
dimulai dari bulan November 2014 hingga bulan Januari 2015.
Prosedur Penelitian
Persiapan Lahan
Jarak tanam yang digunakan pada percobaan ini adalah 0.75 m x 0.25 m.
Setiap genotipe ditanam dalam satu petakan dengan ukuran petak 3 m x 2 m.
Ukuran tiap petakan ulangan adalah 15 m x 13 m. Secara keseluruhan lahan yang
digunakan adalah ± 600 m2. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan
traktor dan cangkul. Pupuk kandang dengan dosis 10 ton ha-1 diaplikasikan pada
persiapan lahan.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan dua kali aplikasi. Aplikasi pertama pada saat 7 HST
yaitu 150 kg ha-1 urea, 200 kg ha-1 SP36, dan 100 kg ha-1 KCl. Aplikasi kedua
pada saat umur 30 HST yaitu urea dengan dosis 150 kg ha-1. Pupuk diaplikasikan
dengan cara dialur di samping tanaman.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan gulma, penyiraman,
pengendalian hama dan penyakit, dan pembumbunan. Penyulaman dilakukan pada
1 MST. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dan pembumbunan pada
umur 4 dan 6 MST. Peyiraman dilakukan secara intensif pada fase pertumbuhan
awal. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan aplikasi insektisida
berbahan aktif Carbofuran.
Pengamatan
Peubah kuantitaf dan kualitatif yang diamati adalah :
1. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur pada saat tanaman mulai berbunga. Pengukuran tinggi
tanaman diukur mulai dari permukaan tanah sampai ujung malai. Pengukuran
dilakukan pada 10 tanaman contoh.
2. Bentuk Penampang Batang
Bentuk penampang batang dilihat berdasarkan karakter yang telah ditetapkan
oleh Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT). Kriteria bentuk batang
diklasifikasikan menjadi bulat dan oval.

6

3. Diameter Batang (mm)
Diameter batang jagung diukur saat tanaman sudah berbunga dan diukur 10 cm
di atas permukaan tanah.
4. Warna Batang
Warna batang pada jagung manis dibedakan menjadi hijau, hijau tua, dan hijau
kekuningan dan dikuantifikasikan menurut RSHS color chart.
5. Bentuk Daun
Bentuk daun dibedakan menjadi beberapa jenis dan diukur saat mulai berbunga.
Bentuk daun diantaranya :

Gambar 1 Bentuk daun jagung

6. Warna Daun
Warna daun diklasifikasikan menjadi beberapa warna yang telah
diklasifikasikan berdasarkan indeks pada RSHS color chart.
7. Umur Berbunga (HST)
Umur berbunga betina dibedakan menjadi beberapa klasifikasi sebagai berikut :
sangat genjah (< 38 hst), sangat genjah hingga genjah (38 - 41 hst), genjah
(41.1 - 44 hst), genjah hingga sedang (44.1 - 47 hst), sedang (47.1 - 50 hst),
sedang hingga lambat (50.1 - 53 hst), lambat (53.1 - 56 hst), lambat hingga
sangat lambat (56.1 - 59 hst) sangat lambat (> 59 hst) .
8. Umur Panen (HST)
Umur panen ditentukan saat tanda – tanda siap panen muncul yaitu rambut pada
kelobot jagung telah mengering.
9. Bentuk Tongkol
Bentuk tongkol jagung diklasifikasikan menjadi : conical, conico cylindrical,
dan cylindrical.

Gambar 2 Bentuk tongkol jagung

7
10. Panjang Tongkol (cm)
Panjang tongkol diukur dari ujung bawah hingga ujung atas tongkol.

Gambar 3 Pengukuran panjang tongkol jagung
11. Panjang Malai (cm)
Panjang malai dikukur menurut ketentuan yang sudah ada.

Gambar 4 Pengukuran malai jagung

12. Warna silk
Warna silk dibedakan menjadi kuning, putih, dan kuning keputihan.
13. Bentuk Malai
Bentuk malai terdiri dari bentuk kompak, sudut, sudut besar, dan besar terbuka.
bBentuk malai diterapkan pada tassel atau bunga jantan.
14. Diameter Tongkol (mm)
Diameter tongkol diukur dengan cara menggunakan jangka sorong. Bagian
yyang diukur meliputi diameter ujung tongkol, tengah tongkol, dan bagian
bbawah tongkol, kemudian dihitung rata-ratanya.
15. Jumlah Baris Biji (baris)
Jumlah baris pertongkol dihitung dengan cara menghitung baris pada satu
lilingkar tongkol.
16. Warna Biji
Warna diklasifikasikan menjadi beberapa warna. Warna kuning dan kuning
kkeputihan.
17. Bobot Tongkol Berkelobot (g)
Bobot tongkol ditimbang untuk tongkol sampel yang masih berkelobot.
18. Bobot Tongkol Tanpa Kelobot (g)
Bobot tongkol ditimbang untuk tongkol sampel yang telah dipisahkan
kkelobotnya.
19. Jumlah Tanaman Per petak Menjelang Panen (tanaman)
Jumlah tanaman dalam satu petak genotipe dihitung menjelang panen.
20. Jumlah Tongkol Per petak (tongkol petak-1)
Jumlah tongkol perpetak dihitung dari keseluruhan populasi dalam satu
genotipe.

8

21. Kebutuhan Benih Per hektar (benih hektar-1)
Kebutuhan benih dalam satu hektar disesuaikan dengan jarak tanam yang
ddigunakan. Rumus yang digunakan [10 000 m2 : (0.8 x 0.25)]
22. Daya Tumbuh (%)
Daya tumbuh dihitung pada umur 1 MST dengan melihat presentase tanaman
yyang tumbuh.
23. Ketahanan Tehadap Bulai (%)
Pengamatan materi yang terserang bulai dilakukan pada tanaman berumur 22,
229, dan 36 hari setelah tanam (HST). Setelah itu data berupa rasio tanaman
tterinfeksi dengan rumus sebagai berikut :
L = (A/B) x 100%
Keterangan: L = luas serangan
A = Jumlah tanaman terinfeksi
B = Jumlah tanaman yang tidak terinfeksi
0
24. Kadar Gula ( brix)
Tingkat kemanisan diukur dengan hand refractometer. Pengukuran dilakukan
ppada tongkol sampel yang sebelumnya telah diselfing. Setelah itu tongkol
ddipanen umur 18 – 24 hari setelah penyerbukan. Tingkat kemanisan jagung
ddiukur dengan pipilan jagung yang dihaluskan dan diambil dari tiap genotipe.
25. Kerebahan (tanaman)
Kerebahan dihitung tiap petakan pada tanaman yang rebah
26. Produktivitas (ton ha-1)
Hasil (ton ha-1) = Produksi : Luasan Lahan
27. Tinggi Letak Tongkol (cm)
Tinggi letak tongkol diukur dari permukaan tanah.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu genotipe tanaman.
Percobaan ini terdiri dari 30 genotipe dengan 3 ulangan sehingga terdapat 90
satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 30 individu tanaman yang
ditanam dalam tiga baris sehingga terdapat 2700 individu tanaman. Model aditif
linier yang digunakan adalah (Matjik dan Sumertajaya 2013) :
Yij = µ + αi + βj + εij
i = 1,2,3,....,30 dan j = 1,2,3
Keterangan :
Yij = respon pengamatan dari genotipe ke-i, kelompok ke-j
µ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh genotipe ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
εij = pengaruh galat percobaan genotipe ke-i, kelompok ke-j
Perbedaan genotipe dievaluasi menggunakan uji F. Bila perlakuan berbeda
nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji DMRT pada taraf α 5%.
Perhitungan daya gabung umum dan khusus pada penelitian ini menggunakan

9
metode Griffing II. Uji lanjut BNT digunakan untuk mengetahui perbedaan
genotipe antar tetua ataupun antar hibrida untuk nilai DGU dan DGK. Heterosis
dihitung berdasarkan nilai tetua terbaik dan rata-rata dari nilai kedua tetua.
Analisis Perbedaan Genotipe
Tabel 1 Analisis ragam perbedaan genotipe
Sumber
keragaman
Ulangan (R)

Derajat bebas

Jumlah kuadrat

X

r–1

j

2



t

Perlakuan (T)

X

t–1

i

2



t

Galat

(r – 1) (t – 1)

Total

rt – 1

Kuadrat tengah

(  X ij ) 2
rt

( Xij) 2
rt

JK Total – JK
Perlakuan – JK
Ulangan

X

ij

2



F

JKR
r 1

KTDGU
KTGalat

JKT
t 1

KTDGK
KTGalat

JKGalat
(r  1)(t  1)

( Xij) 2
rt

Keterangan: r = jumlah ulangan, t = jumlah perlakuan, JK = jumlah kuadrat, KT =
kuadrat tengah, JKR = jumlah kuadrat replikasi, JKT = jumlah kuadrat
perlakuan.

Analisis Daya Gabung
Analisis daya gabung dilakukan jika terdapat perbedaan nyata genotipe pada
analisis ragam (Iriany et al. 2011). Analisis daya gabung umum dan daya gabung
khusus dilakukan menggunakan model 1 metode II Griffing (1956), sebagai
berikut:
Yij = m + gi + gj + sij + rij
dimana:
Yij
M
gi
gj
sij
rij

=
=
=
=
=

rata – rata genotipe ke i x j
nilai rata – rata umum
efek daya gabung umum tetua ke-i
efek daya gabung umum tetua ke-j
efek DGK untuk persilangan anatara tetua ke-i dan
tetua ke-j, sedemikian sehingga sij = sji
= pengaruh resiprokal untuk persilangan anatara tetua
ke-i dan tetua ke-j, sedemikian sehingga rij = rji
= pengaruh galat percobaan pada pengamatan ke ijk
i = j = 1,2,3,.......,7 (galur)
k = 1,2,3
(ulangan)

10

Tabel 2 Analisis ragam daya gabung metode 2 model 1 dari Griffing.
Sumber
keragaman
DGU

Derajat bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F

p–1

Sg

Sg
p 1

KTDGU
KTGalat

DGK

p(p-1)/2

Ss

Sr
p(p  1)/2

KTDGK
KTGalat

Galat

(r-1) (t-1)

Se

Se
r

Keterangan: p: jumlah tetua, r: jumlah ulangan, t: jumlah perlakuan, DGU: daya gabung
umum, DGK: daya gabung khusus, KTDGU: kuadrat tengah daya gabung
umum, KTDGK: kuadrat tengah daya gabung khusus, KTGalat: kuadrat
tengah galat.

Bila dalam analisis daya gabung (Tabel 2), kuadrat tengah DGU dan DGK
mempunyai nilai yang berbeda nyata terhadap galat maka nilai daya gabung dapat
dihitung secara tersendiri. Perhitungan nilai mengacu pada Singh and Chaudhary
(1979) sebagai berikut:
1 
2 
DGU =
(Y
i  Yii) 
Y..

n  2 
n 
DGK = Yij 

1
2
(Yi  Yii  Y.j  Yjj) 
Y..
n2
(n  1)(n  2)

Heterosis
Nilai heterosis dapat dihitung jika pada nilai DGK berbeda nyata pada uji F
taraf 5% sehingga terdapat efek heterosis. Nilai heterosis dinyatakan dalam (%)
dan dihitung dengan perhitungan sebagai berikut (Halloran 1979):
1. Heterosis tetua tertinggi (High-parent heterosis) atau heterobeltiosis
(F1  HP)
X100
HP
2. Heterosis rata-rata tetua (Mid-parent heterosis)
HPH =

MPH =

(F1  (P1  P2)/2)
X100
(P1  P2)/2

Keterangan :
F1 = rata-rata penampilan hibrida
P1 = rata-rata penampilan tetua pertama
P2 = rata-rata penampilan tetua kedua
HP = rata-rata penampilan tetua tertinggi

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum dan Karakter Kualitatif
Penyakit yang menyerang pada awal penanaman adalah bulai. Bulai
menyerang pada umur 4 minggu dimana terdapat beberapa genotipe yang banyak
terserang bulai (JM14 X JM7 dan JM16 X JM7). Rata-rata serangan bulai tidak
mencapai kisaran 50% pada umur 4 minggu.
Hama yang menyerang pada penelitian adalah hama ulat tongkol. Ulat
tongkol menyerang pada fase munculnya bunga betina dimana terdapat telur yang
masuk pada calon tongkol dan pada waktu tongkol masak ulat menyerang
(Pracaya 2011). Hama lain yang menyerang adalah kutu pada bunga jantan. Kutu
pada bunga jantan mulai menyerang pada saat akan mulai muncul bunga jantan
yang masih tertutup daun. Pengendalian dilakukan dengan cara memberikan
insektisida berbahan aktif Carbofuran pada bunga jantan.
Bentuk tongkol semua hibrida adalah conyco cylindrical kecuali untuk F1
JM8 X JM2, JM16 X JM7, dan JM17 X JM7 yang berbentuk cylindrical. Bentuk
tongkol conical ditemui untuk seluruh tetua yang diujikan. Warna biji pada
seluruh genotipe adalah kuning kecuali untuk F1 JM14 X JM2 dan tetua JM14-410-10-13-15 yang berwarna kuning keputihan (Lampiran 1).
Bentuk tassel yang ada pada seluruh genotipe yang diamati adalah kompak
bersudut. Peubah warna silk pada seluruh genotipe yang diamati adalah warna
kuning keputihan kecuali pada F1 JM2 X JM6 dan JM7 X JM2 yang berwarna
kuning. Bentuk batang oval pada seluruh genotipe yang diamati. Bentuk daun
pada seluruh genotipe yang diamati adalah runcing. Warna daun adalah (137A)
menurut RSHS color chart. Warna batang adalah (144A) menurut RSHS color
chart (Lampiran 1).

Gambar 5 Gejala serangan organisme pengganggu tanaman (a) rayap (b) bulai
(c) ulat tongkol

12

Rekapitulasi Kuadrat Tengah
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata
pada seluruh peubah kuantitatif yang diamati kecuali kerebahan, dan serangan
bulai. Analisis ragam menunjukan pengaruh yang sangat nyata antar blok ulangan
pada seluruh peubah yang diamati kecuali pada peubah kadar gula, tanaman
menjelang panen, daya tumbuh, kerebahan, jumlah tongkol per petak dan
serangan bulai (Tabel 3).
Analisis daya gabung menunjukan adanya pengaruh yang sangat nyata dan
nyata pada nilai daya gabung umum untuk semua peubah kecuali umur berbunga,
jumlah tanaman menjelang panen, jumlah tongkol per petak, dan serangan bulai.
Analisis nilai daya gabung khusus menunjukan adanya pengaruh yang nyata dan
sangat nyata pada semua peubah yang diamati kecuali serangan bulai (Tabel 3).
Tabel 3 Rekapitulasi nilai kuadrat tengah
Peubah
Tinggi letak tongkol
Bobot tongkol tanpa
kelobot
Panjang tongkol

Ulangan

Genotipe

Kuadrat tengah
Hibrida
Tetua (T)
T vs H
(H)

2409.2**

780.1**

1058.3**

317.0*

43709.2**

6361.1**

5920.6**

1959.3*

59.6**

9.0**

91.0**

50.6tn

5.5**

8094.3**

3.4**

44.4**

2.4**

1.6**

70.4tn

933.4**

16.7**

35.9**

3.8**

2.9**

Umur panen

165.5**

34.0**

3.4**

4.5**

5.3**

1.4

24.3**

282.4**

39.2**

5.2**

0.6

220.7**

7000.7**

1594.1**

5.6**

tn

1.1

123232.5** 12158.4**

6.9**

Tinggi tanaman
Bobot tongkol
berkelobot
Diameter tongkol
Diameter batang

234.8**

3.2**

146.7**

Umur berbunga

332.8**

130.2**

2.5tn

Baris biji

DGK

97389.4** 580.2** 2565.9**

Kadar gula

37.0tn

DGU

3.4**
tn

1.8

12.1**

73.4**

4.6**

4.9**

1.8*

127.9**

5.9**

8.1**
9.3**

tn

155.2**

34.9**

6.3**

4.1**

tn

102.3**

4.5**

tn

101.1**

20.8**

6.9**

1.3

20.0**

8.3**

1.8*

Panjang malai

24.4*

64.5**

16.9**

2.0*

124.0**

9.3**

10.0**

Produktivitas

124.8**

18.2**

6.1**

2.1*

96.6**

2.3*

7.7**

tn

65.2

302.1**

5.6**

6.5**

0.4

14.2**

3.8**

14.3tn

11.7**

3.0*

0.6tn

78.7**

1.1tn

4.9**

19.0tn

44.1**

3.4**

0.7tn

90.3**

1.1tn

5.6**

7.8tn

1.1tn

2.1tn

0.7tn

2.1tn

1.2tn

1.0tn

1.8tn

2.4tn

6.8*

0.9tn

7.2**

3.2**

2.2*

1.2**

6.1**

5.6**

6.5**

0.4tn

14.2**

3.8**

Daya tumbuh
Jumlah tanaman
menjelang panen
Jumlah tongkol per
petak
Serangan bulai
Kerebahan
Kebutuhan benih per
hektar

tn

Keterangan : **: berpengaruh nyata taraf pada 1%; *: berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn:
tidak berpengaruh nyata.

13

Daya Gabung Umum
Daya gabung umum terbaik untuk umur panen terdapat pada tetua JM16-6A15-2B-8 (-0.5). Daya gabung umum terbaik untuk umur panen diharapkan
mempunyai nilai negatif yang menunjukan umur yang lebih genjah (Daryanto
2009). Daya gabung umum terbaik untuk kadar gula terdapat pada tetua JM8-4-31-15-14 dan JM2-2(6)-2(5)-9-10-6-16A-13 (0.7). Daya gabung umum terbaik
pada bobot tongkol tanpa kelobot terdapat pada tetua JM8-4-3-1-15-14 (18.9).
Daya gabung umum terbaik pada panjang tongkol terdapat pada tetua JM14-4-1010-13-15 (0.8). Daya gabung umum panjang tongkol dipilih pada nilai yang
positif dan besar (Conrado et al. 2014). Daya gabung umum terbaik pada tinggi
letak tongkol terdapat pada tetua JM17-6-13-1-12 (-6.8) (Tabel 4). Tabel 4
menunjukan minimal terdapat sepasang tetua yang memiliki nilai daya gabung
yang berbeda pada peubah umur panen, tinggi letak tongkol, bobot tongkol tanpa
kelobot, panjang tongkol, dan kadar gula.
Tabel 4

Nilai daya gabung umum umur panen, tinggi letak tongkol, bobot
ttongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, dan kadar gula
Nilai Daya Gabung Umum
Tetua

JM17-6-13-1-12
JM16-6A-15-2B-8
JM14-4-10-10-13-15
JM8-4-3-1-15-14
JM7-4-5-3A-14
JM6-1-4-10-6-3-1
JM2-2(6)-2(5)-9-10-6-16A-13
BNT 5%

UP

TLT

0.8
-0.5
-1.3
-0.5
1.0
0.7
0.0
1.1

-6.8
-5.2
6.1
5.7
-2.5
5.7
-2.9
10.6

BTTK
-2.4
-2.7
9.4
18.9
7.0
-27.1
-3.7
25.2

PT

KG

-0.5
-0.6
0.8
0.6
-0.0
-0.7
0.4
1.1

-0.8
-0.5
0.2
0.7
0.2
-0.1
0.7
0.8

Keterangan: UP : Umur Panen; TLT: Tinggi letak tongkol; BTTK: Bobot Tongkol Tanpa
Kelobot; PT: Panjang Tongkol; KG: Kadar Gula.

Daya gabung umum terbaik pada tinggi tanaman terdapat pada tetua JM8-43-1-15-14 (10.7). Daya gabung umum terbaik pada diameter batang terdapat pada
tetua JM17-6-13-1-12 (2.6). Daya gabung umum terbaik pada panjang malai
terdapat pada tetua JM14-4-10-10-13-15 (2.5). Penelitian megenai daya gabung
umum pada peubah diameter batang dan tinggi tanaman sesuai dengan Rifianto et
al. (2013). Daya gabung umum terbaik pada serangan bulai terdapat pada tetua
JM8-4-3-1-15-14 (-2.1). Daya gabung umum terbaik pada kerebahan terdapat
pada tetua JM7-4-5-3A-14 (-0.6) (Tabel 5). Daya gabung umum terbaik pada
tinggi tanaman, diameter batang, dan panjang malai dipilih untuk nilai yang
positif dan besar (Haddadi et al. 2014). Tabel 5 menunjukan minimal terdapat
sepasang tetua yang memiliki nilai daya gabung umum yang berbeda pada peubah
tinggi tanaman, diameter batang, panjang malai, dan kerebahan.

14

Tabel 5 Nilai daya gabung umum tinggi tanaman, diameter batang, panjang malai,
bbulai, dan kerebahan
Nilai Daya Gabung Umum
Tetua
JM17-6-13-1-12
JM16-6A-15-2B-8
JM14-4-10-10-13-15
JM8-4-3-1-15-14
JM7-4-5-3A-14
JM6-1-4-10-6-3-1
JM2-2(6)-2(5)-9-10-6-16A-13
BNT 5%

TT

DB

PM

Bu

Ke

-4.5
-3.5
9.0
10.7
-11.6
-0.9
0.7
15.2

2.6
-1.1
0.5
0.7
-1.6
-1.3
0.2
2.1

-0.5
-1.3
2.5
0.3
-1.7
-1.0
1.6
2.1

0.8
0.4
0.0
-2.1
2.1
-1.3
0.0
tn

-0.3
1.1
0.3
-0.2
-0.6
0.1
-0.3
1.4

Keterangan: TT: Tinggi Tanaman; DB: Diameter Batang; PM: Panjang Malai; Bu: Bulai; Ke:
Kerebahan; tn: analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh genotipe tidak
nyata pada taraf 5%.

Daya gabung umum terbaik pada bobot tongkol berkelobot terdapat pada
tetua JM8-4-3-1-15-14 (33.1). Daya gabung umum terbaik baris biji terdapat pada
tetua JM8-4-3-1-15-14 (0.9). Daya gabung umum terbaik diameter tongkol
terdapat pada tetua JM2-2(6)-2(5)-9-10-6-16A-13 (1.5). Daya gabung umum
terbaik pada produktivitas terdapat pada tetua JM8-4-3-1-15-14 (0.8). Daya
gabung umum terbaik pada bobot tongkol berkelobot dipilih untuk nilai yang
positif dan besar (Kumar et al. 2014) (Tabel 6). Tabel 6 menunjukan terdapat
minimal sepasang tetua yang memiliki nilai daya gabung umum yang berbeda
pada peubah bobot tongkol berkelobot, jumlah, tongkol pertanaman, baris biji,
diameter tongkol, dan produktivitas.
Tabel 6 Nilai daya gabung umum bobot tongkol berkelobot, jumlah, tongkol per
tanaman, baris biji, diameter tongkol, dan produktivitas
Nilai Daya Gabung Umum
Tetua
JM17-6-13-1-12
JM16-6A-15-2B-8
JM14-4-10-10-13-15
JM8-4-3-1-15-14
JM7-4-5-3A-14
JM6-1-4-10-6-3-1
JM2-2(6)-2(5)-9-10-6-16A-13
BNT 5%

BTB
-1.8
-22.3
5.6
33.1
-9.9
-16.3
11.6
32.6

BB

DT

Pr

-0.1
0.1
-0.01
0.9
0.2
-1.2

0.2
0.3

-0.1
-0.3
0.1
0.8
-0.3
-0.6

0.1
1.3

-0.4
0.3
-1.1
-0.9
1.5
1.7

0.5
1.3

Keterangan: BTB: Berat Tongkol Berkelobot; JTT: Jumlah Tongkol per tanaman; BB: Baris
Biji; DT: Diameter Tongkol; Pr: Produktivitas.

15

Daya gabung umum terbaik jumlah tongkol per petak terdapat pada tetua
JM14-4-10-10-13-15 (1.2). Daya gabung umum terbaik pada jumlah tanaman
menjelang panen terdapat pada tetua JM14-4-10-10-13-15 (1.3). Daya gabung
umum terbaik pada daya tumbuh terdapat pada tetua JM8-4-3-1-15-14 dan JM144-10-10-13-15 (6.1). Daya gabung umum terbaik pada kebutuhan benih per hektar
terdapat pada tetua JM8-4-3-1-15-14 dan JM14-4-10-10-13-15 (-3226.4). Daya
gabung umum terbaik pada umur berbunga terdapat pada tetua JM14-4-10-10-1315 (-0.9) (Tabel 7). Tabel 7 menunjukan terdapat minimal sepasang tetua yang
memiliki nilai daya gabung umum yang berbeda pada peubah daya tumbuh,
kebutuhan benih per hektar, dan umur berbunga.
Tabel 7 Nilai daya gabung umum jumlah tongkol per petak, jumlah tanaman
menjelang panen, daya tumbuh, kebutuhan benih per hektar, umur
berbunga
Nilai Daya Gabung Umum
Tetua

JTPP

JTMP

DTu

KBPH

UB

JM17-6-13-1-12
JM16-6A-15-2B-8
JM14-4-10-10-13-15
JM8-4-3-1-15-14
JM7-4-5-3A-14
JM6-1-4-10-6-3-1

0.4
-0.1

0.4
-0.0
1.3
-0.1
-0.5
-0.6

-7.4
-3.4
6.1
6.1
-3.7
-0.3

3950.7
1843.6

0.3
0.3
-0.9
-0.3
0.7
0.2

JM2-2(6)-2(5)-9-10-6-16A-13

-0.6
tn

-0.5

2.7

BNT 5%
Keterangan:

1.2
0.1
-0.4
-0.7

tn

5.8

-3226.4
-3226.4
1975.3
131.7
-1448.5
3080.8

-0.3
1.7

JTPP: Jumlah Tongkol Per Petak; JTMP: Jumlah Tanaman Menjelang Panen;
DTu: Daya Tumbuh; KBPH: Kebutuhan Benih per Hektar; UB: Umur
Berbunga; tn: analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh genotipe tidak
nyata pada taraf 5%.

Daya Gabung Khusus
Tujuan dari analisis nilai daya gabung khusus adalah mencari kombinasi
tetua dengan pengaruh interaksi yang baik dalam rangka pembentukan hibrida
yang lebih unggul dari pada tetuanya (Solomon et al. 2012). Nilai daya gabung u
khusus yang diamati pada peubah umur panen, tinggi letak tongkol, bobot
tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, dan kadar gula disajikan pada Tabel 8.
Daya gabung khusus terbaik pada umur panen terdapat pada silangan JM17
X JM7 (-4.0). Nilai negatif pada daya gabung khusus umur panen menunjukan
potensi umur panen lebih genjah yang dihasilkan dari persilangan dua tetua
(Mardiawati 2013) (Tabel 8). Daya gabung khusus terbaik pada tinggi letak
tongkol terdapat pada silangan JM14 X JM8 (-6.5). Daya gabung khusus terbaik
pada bobot tongkol tanpa kelobot terdapat pada silangan JM17 X JM14 (57.4).
Daya gabung khusus terbaik pada panjang tongkol terdapat pada silangan JM17 X
JM6 (2.4). Daya gabung khusus terbaik pada kadar gula terdapat pada silangan
JM8 X JM2 (2.4). Daya gabung khusus pada kadar

16

gula terbentuk dari kedua tetua yang bernilai besar (Sadaiah et al. 2013) (Tabel 8).
Tabel 8 menunjukan adanya minimal sepasang silangan yang memiliki nilai daya
gabung khusus yang berbeda pada peubah umur panen, tinggi letak tongkol, bobot
tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, dan kadar gula.
Tabel 8 Nilai daya gabung khusus umur panen, tinggi letak tongkol, bobot
tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, dan kadar gula
Nilai daya gabung khusus
Hibrida
JM17XJM16
JM17XJM14
JM17XJM8
JM17XJM7
JM17XJM6
JM17XJM2
JM16XJM14
JM16XJM8
JM16XJM7
JM6XJM16
JM16XJM2
JM14XJM8
JM14XJM7
JM14XJM6
JM14XJM2
JM8XJM7
JM8XJM6
JM8XJM2
JM6XJM7
JM7XJM2
JM2XJM6
BNT 5%

UP

TLT

BTTB

PT

KG

-3.4
-1.3
-1.4
-4.0
-3.2
-2.5
-2.6
-0.4
-1.9
-1.6
-1.9
0.7
-1.5
-1.5
-0.8
-2.3
-1.3
0.8
-2.8
-0.7
-2.1
2.2

3.1
10.9
-0.3
23.0
18.3
-2.2
3.6
-1.3
10.4
18.1
-1.5
-6.5
6.4
3.5
9.4
-4.6
5.3
3.6
21.8
-1.1
-0.8
22.2

31.6
57.4
-4.0
36.7
54.5
8.8
-1.8
38.7
50.1
47.6
-14.3
15.7
23.3
-4.5
8.2
23.3
11.9
3.3
10.3
-12.2
19.9
52.7

1.5
2.2
-0.7
0.9
2.4
-0.2
0.2
0.5
1.5
2.2
-0.2
-0.1
1.4
-0.1
0.6
0.0
0.2
1.0
1.5
-0.6
-0.4
2.4

0.3
0.8
-0.7
1.6
0.6
-0.2
1.2
0.2
0.3
0.7
1.8
-0.6
0.1
0.0
0.2
0.3
-0.8
2.4
0.4
-0.5
1.0
1.6

Keterangan: UP: Umur panen; TLT: Tinggi letak tongkol; BTTB: Bobot tongkol tanpa
kelobot; PT: Panjang tongkol; KG: Kadar gula.

Daya gabung khusus terbaik pada bobot tongkol tanpa kelobot terdapat pada
silangan JM6 X JM16 (94.1). Daya gabung khusus terbaik pada baris biji terdapat
pada silangan JM7 X JM2 (2.3). Daya gabung khusus terbaik diameter tongkol
terdapat pada silangan JM17 X JM7 (6.2). Daya gabung khusus terbaik pada
produktivitas terdapat pada silangan JM17 X JM6 (4.1) (Tabel 9). Nilai daya
gabung khusus pada bobot tongkol berkelobot yang besar sesuai dengan penelitian
Rifianto et al. (2013). Nilai daya gabung khusus pada produktivitas terbentuk dari
dua nilai daya gabung umum yang besar dan kecil (Reddy et al. 2014). Tabel 9
menunjukan adanya minimal sepasang silangan yang memiliki nilai daya gabung
khusus yang berbeda pada peubah bobot tongkol berkelobot, jumlah tongkol
pertanaman, diameter tongkol, dan produktivitas.

17

Tabel 9 Nilai daya gabung khusus bobot tongkol berkelobot, jumlah tongkol
pertanaman, diameter tongkol, dan produktivitas
Nilai daya gabung khusus
Hibrida
JM17XJM16
JM17XJM14
JM17XJM8
JM17XJM7
JM17XJM6
JM17XJM2
JM16XJM14
JM16XJM8
JM16XJM7
JM6XJM16
JM16XJM2
JM14XJM8
JM14XJM7
JM14XJM6
JM14XJM2
JM8XJM7
JM8XJM6
JM8XJM2
JM6XJM7
JM7XJM2
JM2XJM6
BNT 5%

BTB

BB

DT

Pr

32.2
52.7
25.0
24.4
82.6
34.2
-3.1
3.1
56.7
94.1
0.8
23.6
-15.3
66.7
16.3
46.1
-4.2
31.8
22.8
21.9
-8.5
68.3

1.0
1.4
0.6
0.5
1.9
0.3
-0.4
0.4
2.0
2.0
-1.3
-1.6
-0.3
0.8
1.5
-0.8
0.9
0.6
0.6
2.3
0.0
6.2

-1.4
-1.6
2.3
6.2
3.4
1.2
-0.3
0.6
5.4
4.5
1.3
0.6
1.9
0.7
4.3
-0.2
1.3
0.7
0.3
1.1
-4.1
3.6

0.6
1.3
1.6
1.1
4.1
1.1
-0.9
0.4
3.6
3.8
0.1
-0.2
-1.0
2.7
1.8
0.5
0.0
1.4
0.5
-0.6
-0.4
2.8

Keterangan: BTB: Bobot Tongkol Berkelobot; JTT: Jumlah Tongkol Per Tanaman; BB:
Baris Biji; DT: Diameter Tongkol; Pr: Produktivitas.

Daya gabung khusus terbaik pada tinggi tanaman terdapat pada silangan JM7
X JM2 (32.7). Nilai daya gabung khusus pada tinggi tanaman yang besar sesuai
dengan penelitian Han dan Han (2009). Daya gabung khusus terbaik pada
diameter batang terdapat pada silangan JM17 X JM8 (2.6). Nilai daya gabung
khusus pada diameter batang yang tinggi sesuai dengan penelitian Rifianto et al.
(2013). Daya gabung khusus terbaik pada panjang malai terdapat pada silangan
JM8 X JM6 (6.9). Daya gabung khusus terbaik pada kerebahan terdapat pada
silangan JM6 X JM16 (-2.5). Daya gabung khusus terbaik pada serangan bulai
terdapat pada silangan JM16 X JM2 (-5.8) (Tabel 10). Tabel 10 menunjukan
adanya minimal sepasang silangan yang memiliki nilai daya gabung khusus yang
berbeda pada peubah tinggi tanaman diameter batang, panjang malai, dan,
kerebahan.

18

Tabel 10 Nilai daya gabung khusus tinggi tanaman, diameter batang, panjang
mmalai, panjang malai, kerebahan, dan bulai
Nilai daya gabung khusus
Hibrida
JM17XJM16
JM17XJM14
JM17XJM8
JM17XJM7
JM17XJM6
JM17XJM2
JM16XJM14
JM16XJM8
JM16XJM7
JM6XJM16
JM16XJM2
JM14XJM8
JM14XJM7
JM14XJM6
JM14XJM2
JM8XJM7
JM8XJM6
JM8XJM2
JM6XJM7
JM7XJM2
JM2XJM6
BNT 5%

TT

DB

PM

Kr

Bu

9.3
24.8
-4.3
19.2
25.6
2.3
-6.8
19.4
12.6
11.2
10.2
8.5
5.0
7.8
-5.0
20.9
17.2
-6.8
8.7
32.7
0.1
31.8

-0.6
-0.4
2.6
0.6
1.4
-1.7
0.4
1.1
2.3
2.3
1.2
1.2
-0.5
1.6
-0.2
2.0
0.9
-0.7
0.7
0.5
0.8
4.5

0.1
1.9
-0.5
3.2
4.7
1.6
0.1
4.4
4.7
4.9
1.9
0.7
1.6
0.9
-1.4
4.0
6.9
-4.5
0.3
2.5
1.1
4.5

-1.3
-1.1
0.4
0.1
-0.3
0.5
-1.7
-0.8
-1.1
-2.5
-1.0
0.7
-0.3
2.3
1.1
-0.4
0.2
0.0
-0.8
0.7
-0.7
2.9

-2.0
0.6
0.5
-2.6
4.2
-2.7
-5.7
3.1
1.1
1.2
-5.8
-4.3
-1.9
6.1
0.2
0.2
-1.9
-2.1
0.6
-3.0
1.6
tn

Keterangan: TT: Tinggi Tanaman; DB: Diameter Batang; PM: Panjang Malai; Kr: Kerebahan;
Bu: Bulai; tn: analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh genotipe tidak
nyata pada taraf 5%.

Daya gabung khusus terbaik tongkol per petak terdapat pada silangan JM6 X
JM7 (3.7). Daya gabung khusus terbaik pada jumlah tanaman menjelang panen
terdapat pada silangan JM8 X JM6 (4.1). Daya gabung khusus terbaik pada daya
tumbuh terdapat pada silangan JM17 X JM8 (10.0). Daya gabung khusus terbaik
pada kebutuhan benih perhektar terdapat pada silangan JM17 X JM8 (-5316.9).
Daya gabung khusus terbaik umur berbunga terdapat pada silangan JM17 X JM2
dan JM16 X JM2 (-3.7) (Tabel 11). Tabel 11 menunjukan adanya minimal
sepasang silangan yang memiliki nilai daya gabung khusus yang berbeda pada
peubah jumlah tongkol per petak, jumlah tanaman menjelang panen, daya tumbuh,
kebutuhan benih per hektar, umur berbunga.
.

19

Tabel 11 Nilai daya gabung khusus jumlah tongkol per petak, jumlah tanaman
mmenjelang panen, daya tumbuh, kebutuhan benih per hektar, umur
bberbunga
Nilai daya gabung khusus
Hibrida
JM17XJM16
JM17XJM14
JM17XJM8
JM17XJM7
JM17XJM6
JM17XJM2
JM16XJM14
JM16XJM8
JM16XJM7
JM6XJM16
JM16XJM2
JM14XJM8
JM14XJM7
JM14XJM6
JM14XJM2
JM8XJM7
JM8XJM6
JM8XJM2
JM6XJM7
JM7XJM2
JM2XJM6
BNT 5%

JTPP
1.9
1.4
1.8
3.3
1.9
1.8
0.5
3.0
1.4
3.0
3.3
-0.0
3.1
-2.2
0.3
2.9
3.9
-1.9
3.7
2.9
3.9
5.4

JTMP
1.9
1.3
2.0
3.4
1.9
1.8
0.4
3.1
1.6
3.0
3.2
0.2
3.3
-2.3
0.3
1.3
4.1
-1.7
3.8
3.1
3.8
5.7

DTu

KBPH

UB

-21.6
4.4
10.0
5.3
0.8
-5.6
3.8
7.1
9.1
-6.6
-5.1
9.6
9.6
2.8
-3.5
-2.6
-0.5
3.1
-8.6
-0.4
-1.6
12.1

11539.2
-2353.9
-5316.9
-2814.9
-378.6
2979.5
-2024.7
-3802.5
-4856.0
3506.2
2716.1
3045.3
-5119.4
-1498.0
1860.1
1399.2
279.8
-1695.5
4559.7
214.0
872.4
6451.7

-2.3
-0.8
-2.3
-3.3
-3.1
-3.7
-1.8
-2.3
-3.0
-2.9
-3.7
0.2
-1.5
-1.7
-1.2
-0.7
0.1
-1.7
-2.0
-1.4
-1.5
3.5

Keterangan: JTPP: Jumlah Tongkol Per petak; JTMP: Jumlah Tanaman Menjelang Panen;
DTu: Daya Tumbuh; KBPH: Kebutuhan Benih per Hektar; UB: Umur
Berbunga.

Keragaan Tetua, Hibrida, dan Nilai Heterosis
Nilai heterosis digunakan untuk mengetahui keunggulan hibrida atau F1
dibandingkan nilai tengah rata-rata dari kedua tetuanya. Nilai heterosis yang
tinggi akan didapat pada hibrida yang memiliki frekuensi gen dominan yang
tinggi. Harapan dari adanya frekuensi gen dominan yang tinggi adalah
terkumpulnya gen-gen dominan di berbagai lokus yang akan menutupi gen-gen
resesif (Iriany et al. 2011).

20

Nilai heterosis terbaik umur panen terdapat pada F1 JM17 X JM7 (-12.8%).
Nilai heterosis terbaik pada kadar gula terdapat pada F1 JM16 X JM2 (43.8%).
Nilai tengah terbaik umur panen terdapat pada F1 JM16 X JM14 (72.2 HST).
Nilai tengah terbaik kadar gula terdapat pada F1 JM8 X JM2 (14.9 0brix) (Tabel
12). Nilai heterosis terbaik umur panen menunjukan terjadi penurunan umur
panen 12.8% F1 dibanding rata-rata nilai tengah kedua tetuanya. Nilai heterosis
yang tinggi pada kadar gula tidak selalu diikuti oleh nilai kadar gula yang tinggi
pada hibrida yang dihasilkan sesuai dengan penelitian Izhar dan Chakraboty
(2013).
Tabel 12 Keragaan tetua, hibrida dan heterosis untuk umur panen dan kadar gula
Hibrida

Umur panen (HST)
F1

P1

P2

MPH(%)

F1

Kadar gula (0brix)
MPH
P1
P2
(%)
10.2
9.9 25.6

JM2XJM6

75.7c-f

80.3

84.7

-8.3

12.6bc

JM7XJM2

77.3cd

85.7

80.3

-6.8

11.1c-g

9.7

10.2

12.0

JM8XJM2

77.3cd

78.0

80.3

-2.3

14.9a

12.0

10.2

34.4

JM14XJM2

80.3

-5.3

12.1bcd

10.6

10.2

16.2

JM16XJM2

75.0d-g 78.0
74.7efg 82.0

80.3

-8.0

8.0

10.2

43.8

JM17XJM2
JM6XJM7
JM8XJM6
JM14XJM6
JM6XJM16
JM17XJM6
JM8XJM7
JM14XJM7

75.7
76.0c-f
76.0c-f
75.0d-g
75.7c-f
75.3def
75.3def
75.3def

86.3
84.7
78.0
78