STIMULUS DANA PERIMBANGAN TERHADAP KEMANDIRIAN FISKAL (PAJAK DAERAH) DI KABUPATEN WAY KANAN 2003 - 2010

  

A B S T R A C T

STIMULUS FUNDS THE FISCAL INDEPENDENCE OF EQUALIZATION

(LOCAL TAX) IN THE WAY KANAN, 2003-2010

From:

  

M. Reza Pratama Putra

  Since Indonesia's economy gets monetary crisis in 1997 and the Government's failure to control the effective system of Government, the establishment of the autonomous region of discourse is increasingly growing. Discourse of the application of the second autonomous region realized effectively in 2004 with the enactment of law No. 32 of 2004 and Act No. 33 of 2004, which in principle govern conduct of local governance that favour the implementation of the principle of decentralization. The implementation of regional autonomy until today its implementation throughout the regencies and cities throughout Indonesia is developing towards that is getting better, but the reality shows that local governments can’t be completely separated from the Central Government in organizing the household area. The issue raised in this study is whether the balance of Funds to stimulate Fiscal Independence (local tax) in the right Way in 2003-2010? The purpose of this study was to determine the ability of the equalization funds to stimulate local tax in the right Way in 2003% u2013 2010. As for the data analysis used in qualitative descriptive data analysis. Based on existing problems the authors conclude that the proportion of transfer income to the central region are still high compared with the revenue receipt of County area right Way of tax areas. The Fund balance of the Centre thus became diisentif for the region in increasing the tax effort. This trend shows the dependence of the Government District, the right Way to the Central Government is still high.

  The authors recommend that should the local government districts of the right Way to reduce dependence on the Equalization Fund/Central Government transfers by doing an effort improve the reception area, in particular the tax revenue should be directed at the efforts that are ongoing and continuing so that tax revenue could increase. as well as the District Government the right Way need to make cooperation with the private sector by establishing a new area of the company so that it becomes a source of reception area as well as from the receipt of other areas especially revenues from the Central Government.

  

A B S T R A K

STIMULUS DANA PERIMBANGAN TERHADAP KEMANDIRIAN

FISKAL (PAJAK DAERAH) DI KABUPATEN WAY KANAN 2003 - 2010

Oleh :

  

M. Reza Pratama Putra

  Sejak perekonomian Indonesia di terpa krisis moneter tahun 1997 dan kegagalan pemerintah mengendalikan sistem pemerintahan yang efektif, wacana penetapan otonomi daerah semakin berkembang. Wacana penerapan otonomi daerah kedua terwujud efektif pada tahun 2004 dengan diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004, yang pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Pelaksanaan otonomi daerah hingga saat ini pelaksanaannya di seluruh kabupaten dan kota seluruh Indonesia berkembang kearah yang semakin baik, akan tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum dapat sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat di dalam mengatur rumah tangga daerah.

  Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Apakah Dana Perimbangan dapat menstimulasi Kemandirian Fiskal (Pajak Daerah) di Kabupaten Way Kanan Tahun 2003-

  2010?” Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui kemampuan dana perimbangan yang dapat menstimulasi pajak daerah di Kabupaten Way Kanan tahun 2003 – 2010. Sedangkan untuk analisis data digunakan analisis data secara deskriptif kualitatif. dengan pendapatan penerimaan daerah Kabupaten Way Kanan dari Pajak Daerah. Dana Perimbangan pusat justru menjadi diisentif bagi daerah dalam meningkatkan upaya pajak. Kecenderungan ini menunjukkan ketergantungan pemerintah Kabupaten Way Kanan kepada pemerintah pusat masih tinggi.

  Penulis menyarankan hendaknya Pemerintah daerah Kabupaten Way Kanan harus mengurangi ketergantungan terhadap Dana Perimbangan/ transfer pemerintah pusat dengan melakukan upaya meningkatkan kemampuan penerimaan daerah, khususnya penerimaan pajak harus diarahkan pada usaha-usaha yang terus menerus dan berlanjut agar penerimaan pajak tersebut dapat meningkat.serta Pemerintah Kabupaten Way Kanan perlu melakukan kerjasama dengan swasta dengan mendirikan perusahaan daerah yang baru sehingga menjadi sumber penerimaan daerah disamping dari penerimaan daerah lainnya terutama penerimaan dari pemerintah pusat.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Sejak tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia telah mencoba memberlakukan otonomi daerah pada beberapa kabupaten/kota di seluruh Indonesia, akan tetapi pelaksanaannya terbentur dengan beberapa kendala sehingga otonomi daerah di saat itu mengalami kegagalan. Di provinsi Lampung otonomi daerah di masa itu hanya dicoba di kabupaten Lampung Selatan. Diawal pelaksanaan otonomi daerah tahun 1999 itu didasarkan atas penetapan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

  Sejak perekonomian Indonesia di terpa krisis moneter tahun 1997 dan kegagalan pemerintah mengendalikan sistim pemerintahan yang efektif, wacana penetapan otonomi daerah semakin berkembang. Wacana penerapan otonomi daerah kedua terwujud efektif pada tahun 2004dengan diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004, yang pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi dimana kota dan kabupaten bertindak sebagai “motor” sedangkan pemerintah propinsi sebagai koordinator. Sehingga daerah tidak lagi sekedar menjalankan dan inovasi dalam mengoptimalkan potensi sumber daya yang selama ini dimiliki secara efektif dan efisien.

  Adapun maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah pada prinsipnya untuk memungkinkan daerah mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri agar berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat serta pelaksanaan pembangunan (Moneyzar Usman, 1997 :1) (dalam Ganie, 2004). Inti dari hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian (Saragih, 2003).

  Pelaksanaan otonomi daerah hingga saat ini pelaksanaannya di seluruh kabupaten dan kota seluruh Indonesia berkembang kearah yang semakin baik, akan tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum dapat sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat di dalam mengatur rumah tangga daerah. Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan pusat dan daerah (Simanjuntak, 2001) Sesungguhnya makna otonomi daerah adalah fenomena pemindahan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke tingkat pemerintah daerah menjadi salah satu komponen penting dalam proses pembangunan, sistem ini dikenal sebagai desentralisasi. Desentralisasi membawa dampak yang berbeda bagi perekonomian daerah. Desentralisasi dapat meningkatkan respon pemerintah daerah terhadap penyediaan barang dan jasa publik di daerah dan kebijakan desentralisasi ini

  Pemberdayaan sumber daya daerah yang tersedia harus ditingkatkan dan dikelola secara professional dan komprehensif dan terintegrasi baik aspek perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi agar kemandirian pemerintah daerah dapat terwujud secara dinamis dan bertanggung jawab agar terciptanya kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah otonomi. Kemandirian daerah dapat diwujudkan dengan adanya orientasi pembangunan daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

  Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pembangunan daerah turut menentukan berhasil tidaknya pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah.

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan pencerminan kebijaksanaan dan program kegiatan dalam satu tahun anggaran daerah dalam bentuk uang. Pengelolaan APBD dilaksanakan berdasarkan aturan keuangan daerah yang tercermin dalam APBD tersebut merupakan motor penggerak dalam kegiatan otonomi daerah, maupun penunjang bagi pelaksanaan pembangunan sektoral yang dilaksanakan daerah (Supriatna, 1996 : 175 yang dikutip dalam Ganie, 2004).

  Kabupaten Way Kanan adalah salah satu kabupaten yang berada di daerah Provinsi Lampung. Kabupaten Way Kanan yang merupakan daerah pemecahan baru dari kabupaten induknya (Kabupaten Lampung Utara) senantiasa terus melakukan pembangunan untuk mengejar kemajuan pembangunan di kabupaten lainnya. Sudah barang tentu dan selayaknya pemerintah Kabupaten Way Kanan mengembangkan sumber daya sendiri dan mengurangi ketergantungan dari pusat. Selain itu pemerintah kabupaten selayaknya sudah dapat mengelola keuangan daerah dengan baik selain itu ada upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah juga tidak menimbulkan distorsi pasar dan high cost economy. Selain itu, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah harus diikuti dengan upaya untuk meningkatkan perlayanan publik.

  Pemerintah Kabupaten Way Kanan harus mampu menyelenggarakan pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam melaksanakan pembangunan secara efektif dan efisien. Salah satu bentuk penyelenggaraan itu dalam hal pengelolaan APBD. Sejak implementasi otonomi yang luas dan desentralisasi yang sekarang dapat dinikmati oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota sehingga pemerintah daerah Kabupaten Way Kanan dapat melakukan pembahuruan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki.

  Tabel 1.Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Way Kanan 2003

  • – 2010

    Tahun Penerimaan Perkembangan (Rp) (%)
    • 2003 231.198.865.538,81 2004 296.008.076.522,18 28,03 2005 369.344.394.507,95 31,72 2006 362.985.447.247,06 (2,75) 2007 411.681.662.993,70 21,06 2008 595.004.847.734,32 79,29 2009 665.973.208.162,83 30,70 2010 742.869.327.452,96 33,26 Rata-rata

  31,62 Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kabupaten Way Kanan 2011.

  Dari Tabel 1. memperlihatkan perkembangan APBD Kabupaten Way Kanan dalam kurun waktu 8 tahun yaitu dari periode 2003

  • – 2010 berfluktuasi dengan perkembangan tertinggi dari sebelumnya terjadi pada tahun 2008 sebesar 79,29 persen, dan perkembangan terendah dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2004 sebesar 28,03 persen dengan rata-rata perkembangan sebesar 31,62 persen. Penurunan perkembangan APBD yang sangat tajam terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar -2,75. Secara umum, penerimaan pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dapat bersumber dari pajak (taxes), retribusi (user charges) dan pinjaman (Musgrave dan Musgrave, 1991: 225). Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) serta mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pemungutan pajak (taxing power). Selain itu,
keuangan (grant) atau dikenal sebagai dana perimbangan sebagai sumber dana bagi APBD, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

  Tabel 2. Realisasi PAD Kabupaten Way Kanan Tahun 2003- 2010. Tahun Pajak (Rp) Retribusi (Rp) Laba BUMD(Rp)

  4AD Lain (Rp)

2003 14.296.330.014,30 8.412.866.452,80 260.000.000 757.473.088,48

2004 19.686.070.727,69 9.814.868.121.,50 643.804.291,29 1.641.540.633,82

2005 22.406.753.437,58 10.292.417.728 867.724.770,99 1.744.902.024,90

2006 22.304.069.191 10.498.676.576 1.871.141.919 2.815.688.056

2007 28.288.077.272 12.744.984.980 2.334.373.404 2.906.064.066,70

2008 26.975.594.010 11.088.122.062 2.196.129.542 5.877.413.556,16

2009 30.411.161.966,81 12.533.404.985 2.149.979.288 8.620.368.522,15

2010 39.265.916.881 14.414.767.716 2.509.144.000 8.936.020.117,96

  Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Kabupaten Way Kanan 2011.

  Tabel 2 diatas memperlihatkan realisasi masing-masing PAD yang terdiri dari pajak, retribusi, Laba BUMD dan PAD lain yang syah. Dilihat dari data Tabel di atas dari tahun 2003 hingga tahun 2010, pajak dan retribusi memegang peranan penting karena merupakan bagian pendapatan yang menyumbangkan paling besar dibandingkan dengan pendapatan lainnya dalam PAD Kabupaten Way Kanan.

  Idealnya sumber PAD mampu menyumbangkan bagian terbesar dari seluruh pendapatan daerah dibandingkan dengan sumber pendapatan lainnya. Hubungan keuangan yang ideal akan dapat berlangsung apabila setiap tingkatan pemerintahan bisa bebas menggunakan keuangannya untuk membiayai tugas, wewenang, atau fungsi dari pemerintahan masing-masing. Hal ini berarti seharusnya pendapatan yang berasal dari daerahnya sendiri menjadi sumber pendapatan utama atau dengan kata lain pemberian dana dari pemerintah pusat kurang penting. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut agar lebih jeli dan peka dalam menggali dan mengolah sumber-sumber potensial daerahnya sehingga Pendapatan Asli Daerah dapat meningkat.

  Tabel 3 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pusat Kabupaten Way Kanan Tahun 2003-2010

Tahun PAD Perkembangan Transfer Pusat Perkembangan

(Rp) (%) (RP) (%)

  2003 - 23.696.669.555,58 160.091.203.600 - 2004 31.586.283.774,30 33,29 199.350.000.000 24,52 2005 35.500.797.961,47 12,39 240.050.000.000 20,42 2006 36.689.575.342,06 3,35 243.544.000.000 1,46 2007 46.073.499.722,70 25,58 268.151.000.000 10,10 2008 46.137.259.170,16 0,14 449.491.000.000 67,63 2009 53.714.914.761,96 16,42 498.467.000.000 10,90 2010 65.125.848.714,96 21,24 552.159.017.000 10,77 Rata-rata 16,06 20,83 Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kabupaten Way Kanan 2011.

  Tabel 3 memperlihatkan perkembangan PAD dan penerimaan Transfer Pusat Kabupaten Way Kanan dalam kurun waktu 8 tahun yaitu tahun anggaran 2003 sampai tahun 2010 berfluktuasi. Perkembangan PAD tertinggi dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 25,58 persen, dan perkembangan terendah terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 0,14 persen dengan rata-rata perkembangan 16,06 persen. Perkembangan Transfer Pusat tertinggi dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2008 dan terendar terjadi pada tahun 2006 dengan rata-rata perkembangan 20,83 persen.

  Dilihat dari Tabel 3 diatas keuangan Kabupaten Way Kanan kekurangan sumber daya yang memadai untuk membiayai seluruh kebutuhan pengeluarannya, hal ini dengan kontribusi transfer pusat (Tabel 3) Sedangkan dalam Struktur PAD Kabupaten Way Kanan, masih didominasi oleh pajak daerah dan retribusi, hal ini menunjukkan belum optimalnya peran BUMD dalam Penerimaan Kabupaten Way Kanan sehingga keuangan pemerintah kabupaten masih sangat tergantung pada dana transfer pusat. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Way Kanan masih perlu meningkatkan pemasukannya sendiri; meningkatkan trasparansi, akuntabilitas dan pengeluaran umum yang efisien; serta memperkuat proses- proses penganggaran, pencatatan keuangan, pengadaan dan pemeriksaan.

  Berdasarkan teori federalisme fiskal, transfer antar pemerintah dapat mengurangi masalah yang berkaitan dengan desentralisasi, seperti kesenjangan daerah, eksternalitas, dan rendahnya kualitas barang dan jasa publik di daerah (Oates, 1972). Dengan demikian, transfer pemerintah menjadi bagian penting dari proses desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal menciptakan atau mendelegasikan tax base dari pemerintah pusat ke daerah. Hal ini akan meningkatkan kompetensi dalam meningkatkan sisi keuangan daerah, namun dapat juga mengurangi insentif dalam upaya perolehan pajak sehingga meningkatkan ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan memperburuk kesenjangan fiskal.

  Hubungan antara dana perimbangan/transfer antar pemerintah dengan upaya perolehan pajak daerah memiliki dua efek, yaitu transfer dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap upaya perolehan pajak daerah. Kedua efek tersebut dijelaskan berikut.

  Pertama, berdasarkan asumsi maksimisasi manfaat yang rasional (rational benefit maximization) disebutkan bahwa transfer mengurangi upaya perolehan pajak daerah karena adanya efek subtitusi. Pemerintah daerah mensubtitusi biaya pajak yang mahal dengan transfer yang diberikan pemerintah daerah. Pendekatan dengan teori ini mengasumsikan bahwa pengeluaran daerah tetap. Dalam kasus ini. Pemerintah daerah hanya merelokasi sumber penerimaan daerah dengan memilih sumber penerimaan dengan biaya yang murah (Peterson,1997). Kedua, berdasarkan teori the flypaper effect yang menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah daerah akan semakin besar jika pendanaannya berasal dari transfer pemerintah pusat dibandingkan dengan pendanaan yang berasal dari Penerimaan Asli Daerah. Ketika pengeluaran semakin besar maka kesenjangan fiskal juga semakin besar. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah daerah akan meningkatkan pinjaman daerah atau memungut pajak tambahan sebagai sumber pendanaan (hines dan Thaler, 1995).

  Upaya pajak (tax effort) seringkali diidentikkan dengan tekanan fiskal (fiscal

  

Stress). Otonomi daerah ditunjukkan untuk meningkatkan kemandirian daerah,

  yang di indikasikan dengan meningkatnya pendapatan sendiri (PAD). Pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya (Shamsub dan Akoto, 2004 yang dikutip dalam Adi, 2008). Upaya pajak (Tax Effort) adalah peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan (realisasi) sumber- sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Tax daerahnya dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam tahun anggaran daerah tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk menelaah stimulus dari dana perimbangan dengan kemandirian fiskal ( upaya perolehan pajak daerah) di Kabupaten Way Kanan dengan judul penelitian:

  “Stimulus

Dana Perimbangan terhadap Kemandirian Fiskal (Pajak Daerah) di

Kabupaten Way Kanan Tahun 2003-2010

  ”.

B. Identifikasi Masalah

  Terdapat kewenangan yang dimiliki ini memberikan konsekuensi adanya tuntutan peningkatan kemandirian daerah (Sidik, 2002). Daerah diharapkan mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi (peningkatan kesejahteraan masyarakat). Untuk itu, pemerintah daerah seyogyanya lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal, melakukan alokasi yang lebih efisien pada berbagai potensi lokal yang sesuai dengan kebutuhan publik (Lin dan Liu,2000; Mardiasmo,2002 dan Wong,2004). Peningkatan pertumbuhan ekonomi lebih cepat terwujud dan pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja (kemampuan) keuangan daerah. Hal ini berarti, idealnya pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, daerah menjadi lebih mandiri, yang salah satunya diindikasikan dengan meningkatnya kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) dalam hal pembiayaan daerah (Adi,2007).

  Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah Dana Perimbangan dapat menstimulasi Kemandirian Fiskal (Pajak Daerah) di Kabupaten Way Kanan Tahun 2003-2010?

  ”

  C. Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui kemampuan dana perimbangan yang dapat menstimulasi pajak daerah di Kabupaten Way Kanan tahun 2003

  • – 2010

  D. Kerangka Pemikiran

  Otonomi Daerah adalah menyerahkan kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan kepada daerah. Otonomi daerah memberikan kesempatan kepada aparat daerah termasuk wakil-wakil rakyatnya untuk berpartisipasi di dalam merencanakan dan melaksankan berbagai kebijaksanaan pembangunan tanpa harus diarahkan oleh pemerintah pusat. Dengan demikian pembangunan daerah lebih berorintasi pada kebutuhan bukan didasarkan kepada kemauan yang menjadi landasan pembangunan daerah. Suatu daerah untuk dapat menjalankan hak otonominya harus memiliki kemampuan ekonomi serta kemungkinan pengembangan untuk dapat mendukung pelaksanaan tugas-tugas pembangunan di daerah, termasuk di dalamnya pembiayaan pembangunan sesuai dengan prinsip ekonomi. Kemampuan ekonomi sangat menentukan bagi kelangsungan daerah agar tidak selalu tergantung dan

  Sumber-sumber keuangan daerah dikelompokkan dalam dua kelompok utama, yaitu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sumber non Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Menurut UU No.34 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Berdasarkan Pasal 1 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Desentralisasi merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan bernegara, terutama dalam pelaksanaan pelayanan umum yang lebih baik dan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Dengan dilaksanakannya desentralisasi, maka terjadi proses pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan di bawahnya untuk melakukan pembelanjaan, memungut pajak (taxing power), membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), memilih Kepala Daerah, serta adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada tingkat pemerintahan di bawahnya. Implikasi langsung pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah kebutuhan dana yang cukup besar sehingga diperlukan pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah untuk membiayai tugas dan tanggung jawab daerah.

  Desentralisasi fiskal merupakan salah satu mekanime transfer dana dari APBN dalam kaitan dengan kebijakan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan memberikan stimulus terhadap aktivitas perekonomian masyarakat. Dengan kebijakan desentralisasi fikal diharapkan akan menciptakan pemertaan kemampuan keuangan antar daerah yang sepadan dengan besarnya kewenangan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah otonom sehingga kemandirian daerah pun dapat tercipta.

  Transfer dana dari pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan penting bagi propinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan tingkat penerimaan di daerah masih relatif rendah dibandingkan dengan penerimaan pemerintah pusat. Namun keterbatasan penerimaan tersebut, pemerintah daerah dihadapkan dengan besarnya tingkat pengeluaran untuk membiayai berbagai kebutuhan di tingkat daerah sehingga terjadi ketimpangan antara besarnya penerimaan dan pengeluaran daerah. Besarnya kebutuhan fiskal daerah hanya ditopang dengan minimnya potensi fiskal di daerah. Pada dasarnya pemerintah daerah dihadapkan pada persoalan tingginya kebutuhan fiskal daerah (fiscal need) sementara kapasitas fiskal daerah tidak mencukupi. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan fiskal (Mardiasmo, 2002:147). Transfer

  Berbagai tujuan dari transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, antara lain:

  1. Membiayai seluruh atau sebagian biaya penyediaan jasa-jasa pelayanan atau program-program pembangunan yang kepentingannya bersifat nasional.

  2. Mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan program-program pembangunan dan pelayanan sesuai dengan kebijakan nasional.

  3. Merangsang pertumbuhan ekonomi daerah serta mengurangi ketimpangan antar daerah.

  4. Mengendalikan pengeluaran daerah agar sesuai dengan kebijakan dan standar nasional.

  5. Menjaga standar penyediaan jasa-jasa dan mengusahakannya agar lebih merata.

  6. Mengembangkan daerah-daerah yang kapasitas fiskalnya rendah agar penerimaan langsung daerah meningkat.

  Dalam menciptakan kemandirian daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah sehingga ketergantungan pada transfer dari pemerintah pusat akan semakin dibatasi setiap tahunnya. Oates (1995) memberikan alasan kenapa pemerintah daerah harus mengurangi ketergantungan ini: 1.

  Transfer pusat biasanya disertai dengan persyaratan tertentu, sehingga

2. Ketergantungan pada transfer justru mengurangi kreatifitas lokal untuk mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih efisien.

  Upaya pajak (tax effort) merupakan aspek yang relevan bila dikaitkan dengan tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan kemandirian daerah. Kemandirian daerah seringkali diukur dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah, dimana pajak daerah dan retribusi daerah menjadi komponen PAD yang memberikan kontribusi yang sangat besar. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah derah. Pajak ini dalah salah satu penyumbang yang cukup besar dalam PAD. Untuk mengurangi ketergantungan pada transfer pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten Way Kanan perlu menelusuri upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas finansialnya dengan mengembangkan basis pajak, meningkatkan pengumpulan pajak dan retribusi, merasionalkan pengeluaran, mempromosikan kemitraan swasta- pemerintah dalam menyediakan pelayanan dan menggunakan lahan sebagai sumber daya yang penting dan merestrukturisasi kesulitan BUMD dan instansi layanan publik pemerintah lainnya agar lebih Profitable dan meningkatkan cost recovery untuk pelayanan sehingga dapat membantu Peningkatan PAD dan membangun mekanisme keuangan Kabupaten Way Kanan yang berkelanjutan.

  Optimalisasi penerimaan pajak atau upaya fiskal (Fiscal Effort) yang memperlihatkan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam peningkatan pajak hendaknya didukung dengan upaya pemerintah berlebihan justru akan semakin membebani masyarakat, menjadi disinsentif bagi daerah dan mengancam perekonomian makro.

  Dilihat dari data yang ada menunjukkan bahwa nominal PAD Kabupaten Way Kanan terus menerus meningkat dari tahun 2003 hingga tahun 2010. Tetapi kontribusi PAD yang dari tahun ke tahun ini mengalami peningkatan belum mampu mengimbangi Dana Perimbangan/ transfer pusat (DAU dan DAK). Kondisi ini menggambarkan bahwa selama ini Dana Perimbangan selama 8 tahun belum mampu merubah kemandirian fiskal dan ini dapat disebabkan belum optimalnya upaya fiskal (fiscal effort) pemerintah Kabupaten Way Kanan dalam menggali dan mengolah potensi sumber daya lokal yang dimiliki.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Otonomi Daerah dan Pemerintahan Daerah

1. Otonomi Daerah

  Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (dalam perkembangannya kedua regulasi ini diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 34 tahun 2004. Menurut Syaukani, 2001 mendefinisikan otonomi daerah adalah membawa pemerintah lebih dekat kepada rakyat, sehingga kualitas pelayanan pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat lebih mengena. Definisi Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi (Suparmoko, 2001) adalah kecenderungan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah Otonomi adalah kesatuan masyarakat secara hukum dengan batas daerah

  Definisi Otonomi Daerah (Widjaja, 1998) adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara maka hubungan yang serasi antara pusat dan dan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan diarahkan pada pelaksanaan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Otonomi bersifat luas berarti keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintah yang mencakup wewenang semua bidang pemerintah kecuali di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain, yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

  Otonomi daerah bersifat nyata artinya bahwa keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan berkembang didaerah serta didasarkan pada tindakan-tindakan atau kebijaksanaan yang benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri.

  Otonomi daerah yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai Konsekuensi pemberian hak kepada daerah dalam wujud tugas dan wewenang yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian semakin baik, kehidupan demokrasi serta pemerintahan serta pemerataan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

B. Teori Desentralisasi

  Desentralisasi diperkenalkan sebagai obat untuk mengatasi kegagalan dan ketidakmampuan pemerintah pusat menjalankan fungsinya dalam aspek politik, ekonomi, sosial dan ideologi. Desentralisasi tidak hanya dijadikan untuk menampung masalah perbedaan budaya tetapi juga digunakan untuk mempertinggi demokrasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi pemerintahan dan memfasilitasi modernisasi (sidik, 2007).

  Desentralisasi bernilai karena menawarkan pilihan yang lebih luas bagi masyarakat dalam hal pelayanan publik dan pilihan pajak ketika memutuskan untuk tinggal di suatu daerah (Tiebout, 1956). Hal ini terjadi karena desentralisasi menempatkan alokasi proses pengambilan keputusan semakin dekat dengan orang-orang di daerah. Desentralisasi akan mengembangkan tanggung jawab pemerintah daerah terhadap masyarakat di daerahnya karena pemerintah daerah lebih mengetahui masalah dan kebutuhan di daerah daripada pemerintah pusat. Berdasarkan pasal 1 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Desentralisasi tidaklah mudah untuk didefinisikan, karena menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek fiskal, politik, perubahan administrasi dan sistem pemerintahan dan pembangunan social dan ekonomi. Secara umum, desentralisasi mencakup aspek-aspek politik (political decentralization), administrative (administrative decentralization), fiskal (fiscal decentralization), dan ekonomi (economic or market decentralization).

  Desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah dalam mengontrol sumber keuangan, baik dalam bentuk pengeluaran maupun penerimaan daerah. Bentuk desentralisasi fiskal dapat dikelompokkan menjadi: (1) Pembiayaan secara mandiri melalui retribusi daerah; (2) co financing, melalui bentuk partisipasi dalam penyediaan pelayanan dan infrastruktur publik; (3) meningkatkan penerimaan daerah melalui pajak daerah; (4) transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk tujuan umum atau tujuan yang lebih spesifik; (5) otorisasi pinjaman daerah dengan adanya jaminan peminjaman.

1. Desentralisasi Fiskal di Indonesia

  Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, pinjaman, maupun subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat (sidik,2002).

  2. Penyesuaian aspirasi, meningkatkan struktur fiskal, dan mobilisasi sumber daya

  3. Mempertinggi akuntabilitas, meningkatkan transparansi, memperluas partisipasi, dan melanjutkan proses demokrasi

4. Mengurangi kesenjangan fiskal dan menjamin pelayanan dasar umum 5.

  Memperbaiki kesejahteraan sosial 6. Mendukung stabilitas ekonomi makro.

2. Konsep Kesenjangan Fiskal

  Struktur dan jenis belanja daerah, aktifitas yang membutuhkan sumber daya, serta pemicu biaya perlu dipertimbangkan dalam menentukan kebutuhan daerah, sebab setiap daerah membutuhkan dana untuk membiayai hal-hal sebagai berikut: A. Penyelenggaraan pemerintahan khususnya belanja administrasi umum.

  Biaya untuk keperluan tersebut mencakup keseluruhan biaya yang diperlukan agar organisasi pemerintah daerah dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan kepada publik. Komponen biaya ini terdiri: a.

  Belanja pegawai, yakni biaya yang dikeluarkan berupa uang tunai yang dibayarkan kepada pegawai daerah otonom. Belanja pegawai ini terdiri dari gaji dan tunjangan lainnya,tunjangan beras,uang lembur,upah pegawai harian tetap,biaya pengobatan dan perawatan pegawai,dan belanja pegawai lain-lain.

  b.

  Belanja Barang/Jasa, yakni semua pengeluaran yang dilakukan pembelian inventaris ruangan pasien, pembelian perlengkapan dapur rumah sakit, pembelian obat-obatan, pembelian bahan laboratorium, pembelian bahan percontohan, dan lain-lain.

  c.

  Belanja Pemeliharaan mencangkup semua pengeluaran yang dilakukan dalam ragka pemeliharaan gedung kantor, pemeliharaan rumah dinas, asrama, mess, dan sebagainya. Pemeliharaan kendaraan dinas kepala daerah, pemeliharaan kendaraan dinas lainnya, pemeliharaan inventaris kantor, dan lain-lain.

  d.

  Belanja Perjalanan Dinas, yakni biaya perjalanan dinas, biaya perjalanan dinas tetap, biaya perjalanan dinas pindah, biaya pemulangan pegawai yang dipesiunkan, biaya perjalanan dinas lainnya.

  Besar kecilnya biaya penyelenggaraan pemerintahan dan atau belanja administrasi umum tidak dapat dikaitkan dengan jumlah pegawai karena akan mendorong pemerintah daerah untuk berlomba mengangkat atau menambah jumlah pegawai tanpa melakukan analisis kebutuhan. Agar ukuran dan aktivitas organisasi pemerintah daerah tidak membengkak serta untuk mendorong efisiensi, setiap daerah perlu didorong untuk merampingkan organisasi sesuai dengan standar dan atau kebutuhan pelayanan pada masyarakat.

  B. Biaya Pemeliharaan Fasilitas Publik. Biaya ini mencangkup keseluruhan beroperasi secara optimal. Unsur-unsur biaya ini meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas.

  Berbeda dengan biaya sebelumnya, biaya ini tidak terkait dengan jumlah pegawai maupun ukuran organisasi. Biaya ini jugs diidentifikasi tidak terkait secara nyata dengan luas wilayah, karena belum tentu daerah yang mempunyai wilayah yang cukup luas juga menyediakan fasilitas yang banyak. Standar fasilitas publik umumnya memang ditentukan berdasarkan fasilitas yang banyak, tetapi secara riil standar tersebut tidak pernah dipenuhi.

  Belanja pemeliharaan mempunyai hubungan langsung dengan volume aktivitas pemeliharaan yang dipicu oleh volume dan jumlah aktiva atau kekayaan tetap (fasilitas publik) berwujud yang dipunyai oleh daerah, antara lain: jalan, jembatan, saluran irigasi atau pengairan, luas lahan milik daerah (yang memerlukan pemeliharaan), jumlah dan kapasitas kesehatan, jumlah dan kapasitas pendidikan.

  C. Belanja Pembangunan merupakan pengeluaran-pengeluaran yang bukan saja ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah, tetapi juga perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Secara ringkas, pengeluaran pembangunan mencangkup pengeluaran-pengeluaran untuk: e.

  Sarana dan prasarana ekonomi, seperti pengeluaran untuk pembangunan jalan raya, pelabuhan, kapasitas listrik, energi dan lain-lain.

  f.

  Peningkatan sumberdaya manusia: pendidikan, kesehatan dan lain- g.

  Peningkatan kesejahteraan rakyat: pembangunan perumahan, pengembangan kehidupan beragama.

  h.

  Peningkatan kapasitas pemerintah: anggaran pengembangan aparatur pemerintah.

  Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: belanja modal aparatur dan belanja modal publik. Dalam terminology ekonomi publik besarnya belanja pembangunan mengindikasikan besarnya investasi pemerintah.

C. Upaya Fiskal ( Fiscal Effort)

  Definisi upaya fiskal (fiscal effort) adalah suatu usaha yang dilakukan dalam menggali potensi fiskal untuk meningkatkan pendapatan melalui berbagai kebijakan fiskal. Potensi fiskal merupakan kemampuan daerah dalam menghimpun dana melalui sumber-sumber yang sah. Potensi fiskal daerah tercermin dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan lain-lain.

  Definisi kebijakan Fiskal (Fiscal Policy) adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.

  Daerah berkewajiban mensukseskan pembangunan daerah dan harus mampu pembiayaan pembangunan daerahnya masing-masing. PAD inilah yang akan membantu dana yang diperoleh dari pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan anggaran pendapatan daerah. Instrument kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh terhadap ekonomi, misalnya jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output, dan begitu pun sebaliknya. Upaya menghimpun PAD harus diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Upaya peningkatan pendapatan daerah sebisa mungkin dilakukan tanpa meningkatkan tarif, melainkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan daerah.

  Usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya peningkatan PAD ini diharapkan tidak akan menimbulkan masalah-masalah baru, contoh: perda yang bermasalah. Peraturan daerah yang dinilai bermasalah kebanyakan berlandaskan pada upaya menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Cara menaikkan pendapatan dengan cepat melalui diterbitkannya retribusi daerah pada jangka panjang malah akan menurunkan pendapatan tersebut.

D. Keuangan Daerah

  Sesuai dengan ketentuan pasal 101 hingga pasal 104 UU No. 33 Tahun 2004 pemerintah perlu mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi yang berhubungan erat dengan pengelolaan keuangan daerah.

  Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang diwujudkan dalam bentuk APBD (Supriatna, 1996 : 174) (dalam Ganie, 2004). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005, pengertian Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

  Terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam pengertian keuangan daerah diatas, istilah tersebut adalah :

  1. Hak daerah adalah hak untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman. Berbagai pajak daerah dan retribusi daerah selanjutnya akan menjadi bagian dari pendapatan daerah dalam rangka untuk membiayai belanja daerah.

  2. Kewajiban daerah adalah kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.

  3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan denganprinsip otonomi seluas-luasnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Selanjutnya , melalui Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah baik pusat maupun daerah dalam rangka menunjang perumusan kebijakan fiskal secara nasional serta meningkatkan transparansi akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi. Dasar hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdiri dari tiga azas, yaitu azas dentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

  Gambar 1 Kerangka Hubungan Antara Pusat dan Daerah

  Hubungan Fungsi Pusat

  • – Daerah Dekonsentrasi Desentralisasi Tugas Pembantuan Beban APBN Beban APBD Beban Pemerintah yang menugaskan

  Hubungan Keuangan Pusat-Daerah

  Pinjaman

  PAD: pajak, Dana Bagi Dana Alokasi

  Daerah: Luar

  retribusi, Hasil: PBB, Umum (DAU)

  Negeri & Dalam

  BUMD,dll PPHB, dan Dana

  Negeri, jangka

  Penerimaan BPHATB, Alokasi Khusus

  

Sumber: Pelengkap Buku Pegangan 2007. Penyelenggaraan Pemerintahan dan

Pembangunan Daerah.Departemen Keuangan.

  Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak (tax objects) dan tingkat hasil dari object tersebut. Tingkat hasil tersebut ditentukan oleh sejauhmana sumber pajak (tax bases) responsive terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi obyek pengeluaran seperti inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan berkorelasi dengan tingkat pelayanan yang baik secara kuantitatif dan kualitatif (Davey, 1989;41).

  Sumber-sumber pendapatan potensial yang dimiliki suatu daerah akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. Setiap daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan kondisi ekonomi, sumber daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran dan jumlah penduduk.

E. Dana Perimbangan

  Menurut Pasal 1 UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

  Dalam Bab VI UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

  (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Penjelasan mengenai dana perimbangan akan dijelaskan pada sub bab berikut.

A. Dana Bagi Hasil

  Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat da Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dalam pasal 11 UU No. 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa DBH bersumber dari pajak dan Sumber Daya Alam (SDA).

  DBH ditujukan untuk merespon aspirasi daerah dalam upaya meningkatkan akses dan kontrol terhadap sumber penerimaan penting daerah. Seperti diketahui banyak daerah yang memiliki sumber daya alam dan sumber pajak yang potensial merasa tidak di untungkan dengan potensi penerimaan yang mereka miliki karena pusat lebih dominan dalam mengatur penerimaan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah pusat mengatur kebijakan mengenai dana bagi hasil antara pusat dan daerah agar tidak merasa dirugikan. DBH juga dapat membantu peningkatan peneriman daerah karena masyarakat lebih peduli untuk membayar pajak jika mereka yakin menerima pembagian penerimaan yang adil.

a. Dana Bagi Hasil Pajak

  Bagi Hasil Pajak adalah pembagian seluruh atau sebagian hasil penerimaan pajak dari suatu tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi kepada tingkatan pemerintahan di bawahnya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Bagi Hasil Pajak bersumber dari: 1.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

6 112 101

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

10 69 114

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota Di Sumatera Utara

66 321 115

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan tingkat Partisipasi Angkatan Kerja terhadap PDRB di Kota Depok Periode 2001-2010

1 19 107

PERAN DANA BAGI HASIL PEMERINTAH PUSAT TERHADAP UPAYA PEROLEHAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT 2003 - 2010

0 14 64

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Pajak Daerah, dan Size, Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

1 14 97

Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang.

0 1 11

PEMANFAATAN ALOKASI DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK BAGI PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DI KABUPATEN WAY KANAN

0 0 13

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 24

KATA PENGANTAR - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 14