Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA PERIMBANGAN DAN KEMANDIRIAN FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI ERA DISENTRALISASI FISKAL KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA

UTARA PERIODE 2008-2012

OLEH

Hartani Mur Pratiwi

110503236

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyataan bahwa skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan Dan Kemandirian Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk Program Reguler S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar adanya.Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2015

Yang membuat pernyataan,

Hartani Mur Pratiwi NIM: 110503236


(3)

ABSTRAK

Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah, pemerintah pusat memberlakukan sistem desentralisasi fiskal.Di mana pemerintah daerah dapat mengatur dan mengalokasikan secara mandiri penerimaan daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan pada tahun 2001 difungsikan untuk meningkatkan penerimaan daerah dan mengembangkan seluruh potensi-potensi ekonomi yang ada, sehingga dapat memacu peningkatan output maupun meningkatkan aktivitas perekonomian, yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan mengetahui seberapa besar pengaruh variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi kabupaten/kota di Sumatera Utara Tahun 2008-2012 di era desentralisasi fiskal. Jenis data penelitian ini adalah menggunakan data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series).

Dari hasil penelitian diketahui ada pengaruh yang positif antara pendapatan asli daerah dan dana Perimbangan. Akan tetapi kemandirian fiskal tidak berpengaruh signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berbeda halnya dengan pendapatan asli daerah dan dana perimbangan yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, Pertumbuhan Ekonomi, PAD, Dana Perimbangan, Kemandirian Fiskal.


(4)

ABSTRACT

In order to implement regional development, the central government imposed a system of fiscal decentralization. Where local governments can regulate and allocate regional income independently. Fiscal decentralization policiy have been implemented in 2001 which serves to increase regional income and develop all economic potentials that exist, so it can spur an increase in output and increase economic activity, and finally will impact on improve social welfare. This research aims to find out the influence of variable original local income (PAD), balance fund and fiscal independence on economic growth district or city in South Sumatera in 2008-2012 fiscal decentralization. The data of this research is using secondary time series data and secondary cross section data.

From the research revealed that there is a positive influence among original local income (PAD) and balance fund. However, fiscal independence does not significantly affect economic growth.

Keywords: Fiscal Decentralization, Economic Growth, Original Local Income (PAD), Balance Fund, Fiscal Independence


(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan karunianya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012” dapat berjalan lancar. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Sumatera Utara.Penulis menyadari bahwa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sangat berarti dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan, saran dan kerja sama dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, nasehat, dan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini.

1. Bapak Prof Dr. Azhar Maksum, Mec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. H. Arifin Lubis, MM., Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, pengarahan, bimbingan dan bantuan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

4. Bapak Firman Syarif, M.Si., Ak selaku Dosen Penguji dan Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM selaku Dosen Pembanding atas saran-sarannya.


(6)

5. Petugas BPS Pusat Sumatera Utara yang telah membantu dalam memperoleh data.

Skripsi ini juga penulis persembahkan untuk keluarga yang sangat luar biasa, kedua orangtua Jumingin, SP dan Henny Riwati dan adik penulis Endang Dwi Handayani, terimakasih untuk dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Mhd Fadil atas kesediaannya meluangkan waktu dan tenaga dalam membantu penulis serta kepada teman-teman penulis Dessy Putri Ayu Lestari, Esra Bunga A. Sijabat, Della Priscilla, Jane Vanya Hutagaol, Jesika Rasia, dan Novia Uli yang juga tidak pernah lelah memberikan semangat, dorongan dan bantuan dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan segala kerendahan hati kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan dan pencapaian hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Penulis berharap skripsi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi dalam penelitian sejenis.

Medan, Maret 2015 Penulis,

Hartani Mur Pratiwi NIM: 110503236


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 9

2.1.1 Desentralisasi Fiskal di Indonesia ... 9

2.1.2 Hubungan Desentralisasi Fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 15

2.2.1 Pajak Daerah ... 16

2.2.2 Retribusi Daerah ... 17

2.2.3 Perusahaan Daerah ... 18

2.2.4 Pendapatan Asli Daerah yang Sah ... 19

2.3 Dana Perimbangan ... 20

2.3.1 Dana Bagi Hasil (DBH) ... 20

2.3.2 Dana Alokasi Umum (DAU) ... 21

2.3.3 Dana Alokasi Khusus (DAK) ... 24

2.3.4 Pinjaman Daerah ... 26

2.3.5 Lain-Lain Pendapatan ... 26

2.4 Kemandirian Fiskal ... 26

2.5 Pertumbuhan Ekonomi ... 28

2.5.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik... 30

2.5.2 Teori Adam Smith (1723-1790) ... 31

2.5.3 Teori Harrod-Domar ... 33

2.5.4 Teori Solow-Swan... 34

2.6 Pengaruh Pedapatan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 35

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 36

2.8 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ... 40

2.8.1 Kerangka Konseptual ... 40


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 43

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 46

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 46

3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 46

3.6 Metode Analisis Data ... 48

3.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 49

3.6.1.1 Uji Normalitas ... 49

3.6.1.2 Uji Multikolinearitas ... 50

3.6.1.3 Uji Autokorelasi ... 50

3.6.1.4 Uji Heterokedatisitas ... 51

3. 7 Pengujian Hipotesis... 51

3.7.1 Adjusted �2 ... 52

3.7.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji f) ... 52

3.7.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 53

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1 Data Penelitian ... 54

4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 54

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 56

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 56

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ... 59

4.2.2.3 Uji Autokorelasi ... 61

4.2.2.4 Uji Heterokedatisitas ... 62

4.2.2.4.1 Grafik Plot ... 63

4.3 Hasil Pengujian Hipotesis ... 64

4.3.1 Hasil Pengukuran Adjusted �2 ... 64

4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik f) ... 65

4.3.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 66

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Keterbatasan ... 71

5.3 Saran... 71

5.3.1 Untuk Pemerintah ... 71

5.3.2 Untuk Peneliti Selanjutnya ... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 32

3.1 Populasi Penelitian ... 38

3.2 Tabel Penarikan Sampel Penelitian ... 39

3.3 Sampel Penelitian ... 39

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 40

4.1 Descriptive Statistics ... 48

4.2 Hasil Uji Normalitas ... 52

4.3 Hasil Uji Multikolinearitas... 53

4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 55

4.5 Hasil Regresi Liniar Berganda ... 57

4.6 Hasil Uji F ... 58


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 34

4.1 Grafik Histogram ... 50

4.2 Grafik P-P Plot ... 51


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

i Populasi Penelitian ... 38

ii Sampel Penelitian ... 39

xv Descriptive Statistics ... 48

xvi Histogram ... 50

xvii Normal P-P Plot ... 51

xviii Uji Normalitas ... 52

xix Uji Multikolinearitas ... 53

xx Uji Autokorelasi ... 54

xxi Grafik Plot ... 56

xxii Hasil Regresi Linear Berganda ... 57

xxiii Hasil Uji F………... 58


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan masyarakat kesejahteraan yang adil dan makmur. Tujuan tersebut mendorongberbagai kegiatan pembangunan nasional yang diarahkan kepada pembangunan yang merata ke setiap daerah, khususnya daerah yang cenderung masih memiliki kelemahan dalam penerimaan pendapatannya.

Kegiatan pembangunan nasional tidak lepas dari peran serta pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia di daerah masing-masing sebagai upaya memperbesar kemampuan daerah.Untuk itu peningkatannya harus didukung dengan pembangunan daerah yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

Pemerintah daerah dituntut untuk bisa lebih mandiri dalam mengelola penerimaaan daerah yang ditujukan untuk proses restrukturisasi pembangunan daerah. Pembangunan daerah yang baik dilakukan secara berkelanjutan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan akar dan sasaran


(13)

pembangunan nasional yang telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan jangka pendek.

Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari program pemerintah yang dibuat dengan tujuan agar dapat menyelesaikan permasalahan daerah dalam mengelola informasi kedaerahan, membuat pemerintah daerah berada dalam posisi lebih baik, untuk memobilisasi sumber daya secara mandiri serta untuk pencapaian tujuan pembangunan daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dapat menjadikan pemerintah agar lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan baik.Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka daripada pemerintah pusat.

Sejarah kebijakan disentralisasi di Indonesia dimulai saat diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang mengatur pemerintahan daerah yang sifatnya disentralisis. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-daerah, yang berhak mengurus Rumah-Tangganya sendiri menjadi Undang-Undang pertama yang mengatur pelaksanaan disentralisasi keuangan di Indonesia, yaitu mengatur pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah mulai penyerahan sumber pendapatan Negara kepada daerah, pemberian bagian tertentu dari penerimaan berbagai pajak Negara kepada daerah, pemberian bagian tertentu dari penerimaan berbagai pajak Negara kepada daerah, dan pemberian subsidi kepada daerah.


(14)

Disentralisasi Fiskal diharapkan membuat pembangunan di daerah dapat berjalan sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas daerah, serta memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi regional. Implementasi kebijakan desentralisasi fiscal dilakukan melalui dua instrument utama yaitu pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah dan perimbangan keuangan di dalam konteks APBN diberikan nomenklatur transfer ke daerah.

Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebagai langkah dalam membangun hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang lebih ideal melalui penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, sehingga dapat mendukung upaya peningkatan pendapatan Asli Daerah (PAD) serta penciptaan iklim investasi yang kondusif.

Instrument kedua adalah Transfer ke Daerah yang dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah sebagai pelaksanaan prinsip money follow function. Kebijakan transfer ke daerah diarahkan pada pengurangan kesenjangan fiscal vertical maupun horizontal dan peningkatan kapasitas fiscal daerah sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah dengan tetap menjaga stabilitas dan kesinambungan fiskal nasional.

Implementasi kedua instrumen kebijakan desentralisasi fiskal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemandirian fiskal daerah, stabilitas keuangan,


(15)

Pemerintah mengeluarkan undang-undang yang menyangkut pembangunan daerah yaitu mengenai otonomi daerah, dalam keinginan pemerintah dalam melakukan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, maka seperti yang tercantum di dalam dalam UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Diterapkannya Kedua undang-undang ini akan dapat memberikan kewenangan atau otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proposional. Peraturan perundang-undangan ini perlu diberlakukan melihat kebijakan sentralistik yang diterapkan oleh pemerintah dahulunya kurang mengalami peningkatan yang signifikan.Perkembangan dan semakin meningkatnya masalah-masalah mengenai sistem sentralistik membuat pemerintah menyelenggarakan otonomi daerah yang mulai diterapkan pada tahun 2001 sampai saat ini sehingga diharapkan perkembangannya dapat mengatasi hambatan bagi pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya untuk dapat mensejahterahkan masyarakatnya dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi mempunyai kemungkinan kondisi sebagai berikut:

1. Desentralisasi fiskal akan meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah sehingga berdampak positif terhadap pertumbuhan.

2. Desentralisasi fiskal mempunyai dampak meningkatkan instabilitas makro ekonomi sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan.


(16)

3. Desentralisasi fiskal untuk suatu daerah bisa berdampak positif ataupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, hal tersebut tergantung kesiapan kelembagaan daerah tersebut dalam menjalankan kebijakan desentralisasi fiskal.

Indonesia sebagai suatu negara yang sedang berkembang, sejak tahun 1969 dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan.Pembangunan nasional mengusahakan tercapainya Pertumbuhan Ekonomi yang cukup tinggi, yang pada akhirnya memungkinkan terwujudnya peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat.Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia mengalami perubahan yang fluktuatif dari tahun ke tahun.

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang menyumbangkan pajak dari sektor perkebunan yang terbesar di Indonesia selain Provinsi Riau tentunya. Provinsi Sumatera Utara dalam beberapa tahun belakangan ini telah memekarkan daerahnya menjadi beberapa kabupaten baru seperti Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batubara, Kabupaten Phakpak Barat, yang menunjukkan bahwa di Sumatera Utara masih terdapat potensi penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang masih dapat dikembangkan lagi.Beberapa daerah itu sedang berada dalam tahap pengembangan daerah, dan hal ini amat nampak dari perkembangan Kabupaten Serdang Bedagai yang menunjukkan perkembangan yang paling menonjol dibandingkan dengan daerah pemekaran lainnya. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis berpendapat bahwa dengan bertambahnya daerah-daerah pemekaran di Sumatera Utara tentunya juga akan mempengaruhi peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang pada akhirnya akan mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi daerah.


(17)

Penulis juga melakukan penelitian ini untuk lihat apakah dengan semakin bertambahnya daerah-daerah pemekaran di Sumatera Utara juga akan mempengaruhi kemandirian fiskal dan dampak positifnya terhadap Pertumbuhan ekonomi mengingat semakin meningkatnya Pendapatan Asli Daerah Sumatera Utara. Bergerak dari dua hal tersebut, peneliti juga menambahkan faktor dana perimbangan yang sejatinya merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah, apakah faktor tersebut termasuk dalam Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah atau tidak.

Penulis akanmembuktikan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal di Kabupaten dan Kota Sumatera Utara pada tahun amatan 2008-2012.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi?

2. Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi? 3. Apakah Kemandirian Fiskal berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi?


(18)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat yaitu :

a. Bagi penulis yaitu sebagai referensi mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal secara simultan dan parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal.

b. Bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melihat seberapa jauh tingkat Pertumbuhan Ekonomi Daerah yang terdapat di Kabupaten dan Kota yang berada di dalam Provinsi Sumatera Utara.

c. Bagi Pemerintah Pusat sebagai bahan masukan dan rekomendasi bagi pembuat kebijakan yakni pemerintah pusat, khususnya daerah provinsi Sumatera Utara sebagai objek penelitian dalam upaya mendorong perekonomian daerah sehingga proses kebijakan desentralisasi fiskal ke daerah dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan yang disesuaikan dengan kemampuan manajemen pengelolaan keuangan provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. d. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian yang sejenis dan sumbangan pemikiran tentang pengembangan ekonomi publik, pembangunan, dan otonomi daerah.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

Teori yang akan dikemukakan adalah merupakan dasar dalam perumusan hipotesis dan landasan dalam melakukan analisis penelitian ini. Landasan teori ini akan membahas mengenai desentralisasi fiskal di Indonesia, hubungan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi, penerimaan daerah (komponen desentralisasi fiskal), dana perimbangan,serta kemandirian fiskal.

Membandingkan hasil-hasil penelitian sejenisnya atau yang memiliki tema hampir sama secara empiris, maka dilengkapi juga dengan beberapa penelitian terdahulu tentang desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian-penelitian tersebut kemudian digunakan menjadi acuan serta pembanding dalam penelitian ini.

2.1.1 Disentralisasi Fiskal di Indonesia

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Salah satu tujuan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang


(20)

lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka dari pada pemerintah pusat.

Desentralisasi terfokus pada tingkat kabupaten dan kota. Kedua pemerintahan tersebut berada pada level ketiga setelah pemerintah pusat dan provinsi. Beberapa pengamat menyarankan bahwa desentralisasi harus dilaksanakan pada tingkat provinsi karena provinsi dianggap memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menangani seluruh tanggung jawab yang dilimpahkan dari pada kabupaten dan kota.

Terdapat beberapa alasan untuk mempunyai sistem pemerintahan yang terdesentralisasi :

(1) Representasi demokrasi, untuk memastikan hak seluruh warga negara untuk berpartisipasi secara langsung pada keputusan yang akan mempengaruhi daerah.

(2) Tidak dapat dipraktekkannya pembuatan keputusan yang tersentralisasi, adalah tidak realistis pada pemerintahan yang sentralistis untuk membuat keputusan mengenai semua pelayanan rakyat seluruh negara, terutama pada negara yang berpenduduk besar seperti Indonesia.

(3) Pengetahuan lokal (local knowledge), mereka yang berada pada daerah lokal mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai kebutuhan lokal, prioritas, kondisi, dll.

(4) Mobilitas sumber daya, mobilitas pada bantuan dan sumber daya dapat di fasilitasi dengan hubungan yang lebih erat di antara populasi dan pembuat kebijakan pada tingkat lokal.


(21)

Menurut pasal 14 UU No. 32 tahun 2004, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk


(22)

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Pada hakekatnya, terdapat tiga prinsip dalam implementasi otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

1. Desentralisasi, yaitu adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada kabupaten/kota sehingga otonomi lebih dititikberatkan pada daerah tersebut.

2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

3. Tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dan pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Prinsip-prinsip untuk melaksanakan desentralisasi fiskal, yaitu :

1. Desentralisasi fiskal adalah sebuah sistem yang komprehensif yang melibatkan level pemerintahan dan mendukung desentralisasi secara umum.

2. Prinsip money follow function, dimana pelimpahan wewenang harus diikuti dengan anggaran yang memadai untuk melaksanakan wewenang tersebut.

3. Adanya kemampuan yang kuat untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan desentralisasi dari pemerintah pusat.


(23)

4. Harus memperhatikan karakteristik dan kemampuan masing-masing daerah dalam memberikan wewenang.

5. Harus ada taxing power yang kuat dari pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas desentralisasi.

6. Pemerintah pusat harus konsisten dalam melaksanakan desentralisasi dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.

7. Dibuat sesederhana mungkin dengan formula yang tidak rumit terutama dalam pelimpahan wewenang.

8. Desain dana perimbangan harus sesuai dengan tujuan dari desentralisasi fiskal.

9. Desentralisasi fiskal harus memperhatikan keperntingan-kepentingan dari tiap level pemerintahan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan wewenang.

10. Sistem yang dikembangkan dalam dana perimbangan bisa disesuaikan dengan perkembangan yang ada.

11. Harus ada daerah yang sukses dan menjadi daerah percontohan untuk pelaksanaan desentralisasi fiskal.

Dari beberapa uraian di atas, desentralisasi fiskal adalah sebagai konsekuensi dari adanya pelimpahan wewenang sehingga daerah juga lebih leluasa untuk mendapatkan anggaran lebih untuk melaksanakan tugas desentralisasi.Menurut Tausikal (2008 : 145) “Pemerintah daerah dalam meningkatkan anggaran bisa melalui optimalisasi penerimaan daerah sendiri dan transfer dana perimbangan dari pemerintah pusat”.


(24)

2.1.2Hubungan Desentralisasi Fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi

Landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Kondisi peningkatan pelayanan barang publik ini dalam kaitannya hubungan antar daerah otonom akan memberikan kondisi kompetisi persaingan antar kabupaten/kota untuk memaksimalkan kepuasan bagi masyarakat. Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakatnya, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah akan lebih efektif untuk dijalankan.

Adanya kebijakan desentralisasi fiskal, secara tidak langsung memunculkan kompetisi antar daerah otonom dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dimana daerah dengan pelayanan yang baik akan memaksimalkan utilitas masyarakat.Desentralisasi fiskal akan memunculkan kompetisi atau persaingan antar daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesamaaan pandangan antara apa yang diharapkan oleh masyarakat dengan program yang dilakukan oleh pemerintah daerahnya.

Tingkat kemajuan ekonomi merupakan outcome dari kesesuaian preferensi masyarakat dengan pemerintah daerah yang tercipta karena


(25)

makin pentingnya peran pemerintah daerah dalam otonomi daerah.Secara teori, desentralisasi fiskal di perkirakan akan memberikan peningkatan ekonomi mengingat pemerintah daerah mempunyai kedekatan dengan masyarakatnya dan mempunyai keunggulan informasi dibanding pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan publik yang benar-benar dibutuhkan di daerahnya. Tanggung jawab fiskal yang semakin besar oleh Pemda dapat menstimulus pembangunan.Hal ini akan berdampak pada hubungan positif yang akan terjadi antara pendelegasian fiskal yang semakin besar dengan tingkat kesejahteraan penduduk di daerah. Adanya desentralisasi fiskal akan berpotensi memberikan kontribusi dalam bentuk peningkatan efisiensi pemerintahan dan laju pertumbuhan ekonomi.

2.2Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing.Pendapatan Asli Daerah dalam Halim (2004 : 67) adalah “semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. PAD mencerminkan local taxing power yang “cukup” sebagai necessary condition bagi terwujudnya otonomi daerah yang luas karena nilai dan proporsinya yang cukup dominan utuk mendanai daerah. Secara teoritis pengukuran kemandirian daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dalam Andirfa (2009 : 4) merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi


(26)

Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah.

Pendapatan asli daerah terdiri dari: a. hasil pajak daerah,

b. hasil retribusi daerah,

c. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan.

d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2.2.1 Pajak Daerah

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik.Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah :pajak


(27)

yang wewenang pungutannya ada pada daerah.Pajak Daerah dalam Halim(2004 : 67) merupakan

Pendapatan daerah yang berasal dari pajak.Dapat dilihat bahwa kode rekening pendapatan dibedakan untuk Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota. Hal ini terkait dengan Pendapatan Pajak yang berbeda bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2.2.2 Retribusi Daerah

Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyaraakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.Retribusi Daerah dalam Halim (2004 : 67) merupakan “pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah, dapat dilihat bahwa Pendapatan Retribusi juga berbeda untuk Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota terkait dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000”.

Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.

Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu : 1. Retibusi dipungut oleh negara,


(28)

2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, 3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk, 4. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan / mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :

1. Retribusi jasa umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan,

2. Retribusi jasa usaha, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.

2.2.3 Perusahaan Daerah

Menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.

1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat: a. memberi jasa,

b. menyelenggarakan pemanfaatan umum, c. memupuk pendapatan.


(29)

2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur. 3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah.

4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2.2.4 Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Pendapatan Asli Daerah yang Sah menurut Halim (2007 : 98) merupakan “penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut dalam Hasil Pengolahan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan”.

Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah.Kelompok penerimaan lain-lain-lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa.Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan dari denda kontraktor.Namun


(30)

walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.

2.3 Dana Perimbangan

Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah pengembangan ekonomi lokal.Dana Perimbangan dalam Halim (2004 : 69) merupakan

dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Kelompok Pendapatan berupa Dana Perimbangan ini digolongkan menjadi 3 Jenis Pendapatan (untuk Provinsi) dan menjadi 4 jenis pendapatan (untuk Kabupaten/Kota), yakni Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Bagi Hasil pajak dan bantuan keuangan dari Provinsi (untuk Kabupaten/Kota).

Adapun jenis-jenis dana perimbangan adalah sebagai berikut :

2.3.1 Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, misalnya dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil bukan pajak (DBHBP). Dana bagi hasil dibagi berdasarkan persentase tertentu bagi pemerintah pusat dari eksploitasi sumber daya alam seperti minyak dan gas, pertambangan dan kehutanan yang dibagi dalam porsi yang bervariasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota. Penerimaan yang di bagi hasilkan terdiri atas :


(31)

1. Penerimaan Pajak :

a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) c. PPh Orang Pribadi

2. Penerimaan Bukan Pajak :

a. Sektor Kehutanan

b. Sektor Pertambangan Umum c. Sektor Minyak Bumi dan Gas Alam d. Sektor Perikanan

2.3.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.

Dana Alokasi Umum dalam Nordiawan dkk(2008 : 56) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota.Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan dalam APBN, DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.Celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal dan kepastian fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.


(32)

Dana Alokasi Umum merupakan block grants yang diberikan kepada semua kabupaten/kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Dengan kata lain, tujuan penting alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antara pemerintah daerah. Secara definisi, DAU dapat diartikan dalam Maryati (2010 : 69) sebagai berikut :

1. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang mengalokasikan didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (fiscal Gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal.

2. Instrumen untuk mengatasi horizontal balance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah .

3. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menentralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil SDA yang diperoleh Daerah.

Dana Alokasi Umum berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan.Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah


(33)

didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris.

Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi sangat berkurang.Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari PAD. Aryanto (2011 : 12)

Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kagiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya PAD. Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemerintah


(34)

Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.

Transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemerintah Daerah “dilaporkan” di perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini dalam Rudi (2011 : 12) adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri.

2.3.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus, karena itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus.Dana Alokasi Khusus menurut Nordiawan (2008 : 58) adalah “dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan perioritas nasional”.


(35)

1. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik daerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai ke daerah lain.

2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi.

3. Kebutuhan prasaran dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir/kepulauan yang kurang memadai.

4. Kebutuhan sarana dan prasarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan.

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaskudkan sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan setiap tahun.

Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang.Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan


(36)

prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.

2.3.4 Pinjaman Daerah

Membiayai kebutuhan daerah berkaitan dengan penyediaan prasarana yang dapat menghasilkan (pengeluaran modal), daerah juga dapat melakukan pinjaman baik dari dalam negeri (Pusat dan Lembaga Keuangan) maupun dari luar negeri dengan persetujuan Pusat.

2.3.5 Lain-Lain Pendapatan

Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Hibah kepada daerah, yang bersumber dari luar negeri, dilakukan melalui pemerintah (pusat). Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak (bencana nasional dan atau peristiwa luar biasa) yang tidak dapat diatasi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD.

2.4 Kemandirian Fiskal

Indikator kemandirian fiskal dikenal dengan namaautonomy indicator. Indicator ini mengatur otonomi (tingkat kemandirian fiskal) dari pemerintah daerah. Sebagai contoh, jika persentase pendapatan atau belanja pemerintah daerah adalah kecil dibandingkan dengan total pendapatan atau belanja Negara, maka tingkat kemandirian daerah tersebut dinilai tinggi jika semua kebutuhan fiskal dibiayai oleh pemerintah daerah sendiri, dalam hal pemerintah tersebut menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal.


(37)

kebutuhan pendanaaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (antara lain kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan). Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur secara berturut-turut menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB, dan IPM, sedangkan kepastian fiskal daerah dihitung berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil.

Kemandirian fiskal dapat diukur dengan indicator otonomi yang terdiri atas berbagai ukuran kemandirian fiskal.Salah satu argumen yang mendasari penggunaan indicator ini adalah suatu daerah dapat memperoleh dana perimbangan yang kecil dari pemerintah pusat, namun pendelegasian fiskal di daerah tersebut akan dipandang cukup tinggi apabila pemerintah daerah mampu mendanai pengeluaran dengan PAD yang dimilikinya. Proxy level kemandirian fiskal dapat dijelaskan dengan rasio antara lain :

1. Rasio total PAD seluruh kabupaten di suatu propinsi terhadap total pendapatan, baik yang memperhitungkan DAU dan DAK.

2. Rasio total PAD seluruh kabupaten/kota di suatu propinsi terhadap total pendapatan, tanpa memperhitungkan DAU dan DAK.

3. Rasio PAD terhadap total pengeluaran. 4. Rasio PAD terhadap dana perimbangan.

Rasio PAD terhadap total pengeluaran menyajikan tingakt independensi suatu daerah dalam membiayai pengeluaran APBD. Semakin besar rasio PAD terhadap total penegluaran semakin besar pula tingkat otonomi di daerah tersebut. “Semakin besar PAD yang diterima pemerintah daerah maka ketergantungan terhadap pemerintah pusat seyogianya kian mengecil sehingga derajat disentralisasi fiskal semakin baik”. Setiyawati (2007 : 211)


(38)

DJPK dalam Deskripsi dan Analisis APBD 2011 menjelaskan bahwa kemandirian fiskal dapat diketahui melalui rasio kemandirian daerah yang dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan.Dua rasio tersebut memiliki sifat berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi kemandirian daerah dan sebaliknya untuk rasio transfer.

2.5 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.Dalam kegiatan ekonomi yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fiskal yang terjadi di suatu negara, seperti pertambahan jumlah dan produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi kegiatan ekonomi yang sudah ada, dan berbagai perkembangan lainnya.

Pertumbuhan ekonomi dalam James (2010 : 16) adalah “perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat”. Ukuran yang sering di gunakan dalam menghitung pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB).

Terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu :

1. Akumulasi Modal 2. Pertumbuhan Penduduk 3. Kemajuan teknologi


(39)

Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan antara satu dengan yang lain. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi semakin pesat. pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya sepuluh, duapuluh, lima puluh tahun atau bahkan lebih. Pertumbuhan ekonomi akan terjadi artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam perekonomian itu sendiri.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riel. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuahn output riel. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan taraf hidup diukur dengan output riel per kapita. Karena itu, pertumbuhan ekonomi terjadi bila tingkat kenaikan output riel total lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk. Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi tergantung pada bagaimana kita mengklasifikasikan.Salah satu klasifikasinya adalah faktor-faktor fisik dan faktor-faktor manajemen yang mempengaruhi penggunaan sumber-sumber tersebut. Meskipun dipunyai sumber dominan untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan kualitas cukup tinggi tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang maka laju pertumbuhan ekonomi akan rendah.


(40)

2.6 Pengaruh Pendapatan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari Pertumbuhan Ekonomi.Daerah yang Pertumbuhan Ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD.Dari perspektif ini seharusnya Pemerintah Daerah lebih berkosentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan Pertumbuhan Ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundang-undangan terkait dengan pajak dan retribusi daerah. Pertumbuhan Ekonomi merupakan meningkatnya tingkat kegiatan ekonomi pada suatu daerah yang kemudian akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan Kemandirian Daerah. Pertumbuhan inidalam akan terjadi apabila masing-masing aspek dalam suatu daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi seperti contoh dengan meningkatkan investasi maka secara langsung juga akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi. Setiyawati (2007 : 214)

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Mochamad Rizky Azzumar (2011)

Penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Rizky Azzumar ingin melihat Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2005-2009 (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah).Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yaitu berupa data panel (pooling data) atau data longitudinal. Penelitian


(41)

ini seluruhnya menggunakan data sekunder dari 35 Kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009.Penelitian ini menggunakan alat pengolahan data dengan menggunakan Eviews 6.Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari suatu variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable) maka penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda (Multiple Linier Regression Method) dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa dari hasil estimasi regresi yang sudah dilakukan diketahui bahwa variabel pendapatan asli daerah dan tenaga kerja secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sedangkan dana perimbangan dan investasi swasta tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu bagi pemerintah daerah agar lebih mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap seperti peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya.

2. Ardi Hamzah (2009)

Penelitian ini mempelajari hubungan antara pengaruh PendapatanAsli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006) Penelitian ini menggunakan sample pada 38 daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah PAD dan Dana Perimbangan secara langsung dan tidak langsung melalui Belanja Publik tidak berpengaruh


(42)

secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Publik secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan secara tidak langsung melalui Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan dan penggangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggangguran.

3. Indriasari Kusumadewi (2010)

Penelitian mengenai Pengaruh Dana perimbangan, Investasi swasta, dan Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang dilakukan oleh Kusumadewi menyimpulkan bahwa dana perimbangan, investasi swasta, dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa hubungan antara dana perimbangan dengan pertumbuhan ekonomi provinsi tergolong kecil. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah provinsi dirasa kurang tepat dalam menempatkan dana sehingga tidak menciptakan efek multiplier untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Investasi swasta dan tenaga kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi akan tetapi masih dibutuhkan upaya-upaya dalam peningkatan kualitas dan kinerjanya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.

4. Maolana Amin Iskandar (2012)

Penelitian yang dilakukan oleh Maolana Amin Iskandar adalah Pengaruh Belanja Modal, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Kabupaten/Kota


(43)

di Pulau Jawa Periode 2006-2010). Populasi dalam penelitian ini adalah kabupaten dan kota di Pulau Jawa, data yang digunakan adalah selama lima tahun. Penelitian ini menggunakan data panel, sehingga masing-masing data akan dianggap satu data terpisah untuk setiap tahunnya.

Data yang akan dianalisis adalah data yang bersumber dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) kabupaten/kota periode 2006 sampai dengan 2010 yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan. Hasil dari penelitian ini adalah Belanja Modal dan Dana Perimbangan tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, sementara Kemandirian Fiskal dinilai berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi secara signifikan.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel

Penelitian Hasil Penelitian Mochamad Rizky Azzumar (2011) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2005-2009 (Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah) Independent Variable: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi variabel pendapatan asli daerah dan tenaga kerja secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sedangkan dana perimbangan dan investasi swasta tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan


(44)

ekonomi daerah. Ardi Hamzah (2009) Pengaruh PendapatanAsli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006) Independent Variable : Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Publik Dependent Variable: Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran PAD, Dana Perimbangan, dan Belanja Publik baik secara langsung dan tidak langsung tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Indriasari Kusumadewi (2010) Pengaruh Dana Perimbangan, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

Independent Variable : Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga Kerja Dependent Variable : Pertumbuhan Ekonomi Dana Perimbangan, Investasi Swasta, dan Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.


(45)

H1 H2 Maolana Amin Iskandar (2012) Pengaruh Belanja Modal, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah

Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Periode 2006-2010). Independent Variable : Belanja Modal, Dana Perimbangan, Kemandirian Fiskal Dependent Variable : Pertumbuhan Ekonomi Daerah Belanja Modal dan Dana Perimbangan tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, sementara Kemandirian Fiskal dinilai berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi secara signifikan.

2.8Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.8.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting.Dalam penelitian ini, variabel independen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal.Sedangkan variabel dependennya adalah Pertumbuhan Ekonomi.

Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

HH

Pendapatan Asli Daerah (X1)

Dana Perimbangan (X2)

Pertumbuhan Ekonomi (Y)


(46)

H3

H4

Gbr 2.1. Kerangka Konseptual

Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi sebagai objek utama penelitian dan juga sebagai variabel dependen penelitian. Dan variabel lainnya sebagai variabel independen yakni antara lain : pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan kemandirian fiskal. Pemberlakuan sistem desentralisasi fiskal akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah. Untuk menunjang hal tersebut pemerintah baik pusat maupun daerah berupaya untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah berupa PAD dan Dana Perimbangan.Jika peningkatan PAD berdampak buruk terhadap perekonomian maka belum dapat dikatakan bahwa peningkatan PAD merupakan keberhasilan pembangunan di era desentralisasi fiskal. Untuk itu diperlukan dana perimbangan sebagai penyeimbang dari melemahnya jumlah PAD yang dihasilkan. Faktor-faktor lainnya seperti kemandirian fiskal juga merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.

Desentralisasi fiskal diharapkan mampu membawa dampak positif terhadap pelaksanaan pembangunan yang dahulunya bersifat sentralistik.Maka dari itu penetapan kebijakan desentralisasi fiskal menjadi

Kemandirian Fiskal (X3)


(47)

momentum bagi masyarakat dan pemerintah di pusat maupun di daerah untuk memperbaiki sistem pengelolaan pendanaan daerah yang lebih proporsional dan merata disetiap daerah khususnya daerah provinsi Sumatera Utara sebagai objek penelitian.

2.8.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis menyatakann hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris.Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris.Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

2. Dana Perimbangan berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

3. Kemandirian Fiskal berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

4. Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif yang merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi menurut Sarjono dkk (2011 : 21) adalah “Seluruh karakteristik yang menjadi objek penelitian, dimana karakteristik tersebut berkaitan dengan seluruh kelompok orang, peristiwa, atau benda yang menjadi pusat perhatian bagi peneliti”. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.Populasi dalam penelitian ini adalah 33 Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.Dari 33 populasi tersebut, maka terdapat 22 Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara yang menjadi sampel dalam penelitian ini.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yang merupakan teknik penentuan sampel anggota populasi dengan pertimbangan atau kriteria tertentu. Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Kabupaten/Kota yang Bukan Merupakan Daerah Pemekaran


(49)

Populasi Penelitian

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015

Tabel 3.2.

No Kab/Kota

1 Nias 2 Madina

3 Tapanuli Selatan 4 Tapanuli Tengah 5 Tapanuli Utara 6 Toba Samosir

7 Labuhan Batu Selatan 8 Labuhan Batu Utara 9 Labuhan Batu 10 Asahan 11 Simalungun 12 Dairi 13 Karo

14 Deli Serdang 15 Langkat 16 Nias Selatan

17 Humbang Hasundutan 18 Pakpak Barat

19 Samosir

20 Serdang Bedagai 21 Batu Bara

22 Padang Lawas Utara 23 Padang Lawas 24 Sibolga 25 Tanjung Balai 26 Pematang Siantar 27 Tebing Tinggi 28 Medan

29 Binjai

30 Padang Sidempuan 31 Nias Utara

32 Nias Barat 33 Gunung Sitoli


(50)

Tabel Penarikan Sampel Penelitian

No Kriteria Jumlah

Pelanggaran Kriteria

Jumlah

1 Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara 33 2 Kabupaten/Kota yang Bukan Merupakan

Daerah Pemekaran

(5) 28

3 Kabupaten/Kota dengan Pendapatan Daerah diatas 300 Miliar Rupiah

(6) 22

Tahun Pengamatan 5

Jumlah Sampel terseleksi 110

Sumber :Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Sumut

Tabel 3.3 Sampel Penelitian

No Kab/Kota

1 Madina

2 Tapanuli Selatan 3 Tapanuli Tengah 4 Tapanuli Utara 5 Toba Samosir 6 Labuhanbatu 7 Asahan 8 Simalungun 9 Dairi 10 Karo

11 Deli Serdang 12 Langkat 13 Nias Selatan

14 Humbang Hasundutan 15 Samosir

16 Serdang Bedagai 17 Tanjung Balai 18 Pematangsiantar 19 Tebing Tinggi 20 Medan

21 Binjai

22 Padangsidempuan


(51)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara.Data diperoleh dari Laporan Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Sumatera dari Kantor Bandan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.

3.5Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Tabel 3.4.

Definisi Operasional Variabel

Variabel

Penelitian

Definisi OPerasional Indikator Skala

Peng ukur an Variabel Dependen Pertumbuhan ekonomi (Y) Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riel. Jadi perekonomian

dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuahan output riel. Definisi Pertumbuhan Ekonomi yang lain adalah bahwa Pertumbuhan

Ekonomi terjadi bila ada kenaikan taraf

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Perkapita. PDRB=���� (�) −���� (�−1)

���� (�−1) x

100%


(52)

hidup diukur dengan output riel per kapita. Karena itu,

Pertumbuhan

Ekonomi terjadi bila tingkat kenaikan output riel total lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk. Variabel Independen Pendapatan Asli Daerah (X1) Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos

Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba BUMD, Pad Lain-lain yang sah.

Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan + Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah + Dana

Perimbangan + Bagi Hasil Pajak +Sumber Daya Alam + Dana Alokasi Umum + Dana Alokasi Khusus + Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Rasio

Dana

Perimbangan (X2)

Merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah

Rasio Realisasi Dana

Perimbangan terhadap Total Realisasi Pendapatan Daerah DP=

��������� ���� ����������� ����� ��������� ���������� ����� ℎ


(53)

daerah, dan antar pemerintah daerah pengembangan ekonomi local Kemandirian Fiskal (X3) indikator kemandirian fiskal mengatur otonomi (tingkat kemandirian fiskal) dari pemerintah daerah. Kemandirian fiskal dapat diukur dengan indicator otonomi yang terdiri atas berbagai ukuran kemandirian fiskal

Rasio Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Realisasi Belanja Daerah

KF=

��������� ���

����� ��������� ������� ����� ℎ

Rasio

3.6Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 17.Analisis data dilakukan dengan melakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Model persamaan regresinya ialah sebagai berikut:

Y = ά + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε Keterangan :

Y = Pertumbuhan Ekonomi

X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD) X2 = Dana Perimbangan


(54)

b1 = Koefisien regresi pendapatan asli daerah b2 = Koefisien regresi dana perimbangan b3 = Koefisien regresi kemandirian fiskal α = Konstanta

ε = error

3.6.1Uji Asumsi Klasik

Model regresi linear dapat disebut sebagai model yang baik jika memenuhi asumsi klasik.Oleh karena itu, uji asumsi klasik sangat diperlukan sebelum melakukan analisis regresi.

3.6.1.1 Uji Normalitas

Uji Normalitas menurut Sarjono (2001 : 53) “digunakan dalam tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal”.Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati data normal. Uji normalitas dilakukan dengan analisis grafik dengan cara melihat grafik histogram dan Normal probability plot.

3.6.1.2 Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen.Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel


(55)

independen.Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) antar variabel independen. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance<0,10 atau sama dengan nilai VIF>10.

3.6.1.3 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode satu dengan periode sebelumya.Autokorelasi terjadi karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya.Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series).Model regresi yang baik adalah model yang tidak terdapat autokorelasi.Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW).

Keputusan ada atau tidaknya autokorelasi adalah : 1) Bila nilai D-W dibawah -2, maka ada autokorelasi positif,

2) Bila nilai D-W di antara -2 sampai +2, maka tidak ada autokorelasi,

3) Bila nilai D-W di atas +2, maka ada autokorelasi negatif.

3.6.1.4 Uji Heterokedatisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan (varians) antara satu pengamatan ke pengamatan lainnya.Jika varians dari residual satu pengamatan ke


(56)

pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah terjadi homoskedastisitas. Dalam menguji heteroskedastisitas, penulis memperhatikan hasil output SPSS. Jika variabel independen signifikan < 0,05 maka Ha diterima (ada heteroskedastisitas) dan jika signifikan > 0,05 maka H0 diterima (tidak ada heteroskedastisitas).

3.7Pengujian Hipotesis

Hipotesis menurut Sekaran (2007 : 135) adalah “hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diuangkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji”.

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi berganda. Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu Pertumbuhan Ekonomi.

3.7.1 AdjustedR2

Pengujian Adjusted R2 digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen.Adjusted R2 berkisar antara nol sampai dengan 1 (0≤ Adjusted R2≤1). Hal ini berarti bila adjusted R2 = 0 menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Bila adjusted R2 semakin besar mendekati 1, menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap


(57)

variabel dependen, dan bila adjusted R2 semakin kecil mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

3.7.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji f)

Uji f digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan adalah :

Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima atau H0 ditolak,

Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak atau H0 diterima.Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikansi individual. Uji ini digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan adalah :

Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima atau H0 ditolak. Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak atau H0 diterima.

3.7.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikansi individual.Uji ini digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan adalah :

Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima atau H0 ditolak. Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak atau H0 diterima.


(58)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

4.1 Data Penelitian

Analisis data dimulai dengan mengolah data berupa Statistik Keuangan Pemerintah Daerah dan Kota di Sumatera Utara yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Pusat Sumatera Utara dengan menggunakan Microsoft Excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian menggunakan regresi linear berganda. Pengujian asumsi klasik dan regresi liniear berganda dilakukan dengan menggunakan Software SPSS versi 17. Prosedur awal dimulai dengan memasukkan variabel-variabel penelitian ke program SPSS selanjutnya SPSS akan menghasilakan output-output sesuai metode analisis data yang telah ditentukan. Data penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran i.

4.2 Analisis Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah proses pengumpulan dan peringkasan data, serta upaya untuk menggambarkan berbagai karakteristik data yang telah terorganisasi tersebut. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi.


(59)

Tabel 4.1 Descriptive Statistics

Descriptives

Statistic Std. Error

Pertumbuhan_Ekonomi Mean .0951 .01436

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound .0666

Upper Bound .1235

5% Trimmed Mean .0976

Median .0910

Variance .023

Std. Deviation .15056

Minimum -.54

Maximum .90

Range 1.44

Interquartile Range .12

Skewness .390 .230

Kurtosis 9.716 .457

Sumber: Data yang diolah penulis, 2015

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa :

1. Mean merupakan nilai rata-rata dari suatu data yaitu 0,0951

2. Median Merupakan nilai tengah dari suatu data (yang telah diurutkan dari data terkecil hingga data terbesar) yaitu 0,0910

3. Variance merupakan ukuran seberapa jauh data tersebar disekitar rata-rata yaitu 0,023

4. Std. Deviation merupakan akar kuadrat dari varian (nilai rata-rata nilai) yaitu 0,150


(60)

6. Maximum menunjukkan data dengan nilai terbesar yaitu 0,90 7. Range merupakan selisih antara data dengan nilai terbesar dan data dengan nilai terkecil yaitu 1,44

8. Interquartile range merupakan selisih antara kuartil pertama dan kuartil ketiga yaitu 0,12

9. Skewness merupakan ukuran kemencengan (ketidaksimetrisan) suatu kurva yaitu 0,390

10. Kurtosis merupakan ukuran keruncingan suatu kurva yaitu 9,716

4.2.2 Uji Asumsi Klasik

Asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah: • berdistribusi normal,

non-multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna ataupun mendekati sempurna.

non-Autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling korelasi.

• homoskedasitas, artinya variance variabel independen dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah konstan atau sama.

4.2.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu distribusi data. Pada dasarnya, uji normalitas adalah membandingkan antara data yang kita miliki dan data berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan


(61)

data kita. Uji normalitas menjadi hal penting karena salah satu syarat pengujian parametric-test(uji parametrik) adalah data harus memiliki distribusi normal (atau berdistribusi normal).

1. Analisis Grafik

Data yang baik adalah data yang memiliki pola distribusi normal.Pada grafik histogram, data yang mengikuti atau mendekati distribusi normal adalah distribusi data dengan bentuk lonceng. Pada grafik P-P Plot, sebuah data dikatakan berdistribusi normal apabila titik-titik datanya tidak miring ke kiri atau ke kanan, melainkan menyebar di sekitar garis diagonal.

Gambar 4.1 Grafik Histogram


(62)

Gambar 4.2 Grafik P-P Plot

Sumber: Data yang diolah penulis, 2015

Berdasarkan grafik histogram maupun grafik normal plot dapat disimpulkan bahwa model regresi pada penelitian ini berdistribusi secara normal hal ini tergambar pada grafik histogram, dimana grafik tidak menceng ke kiri atau ke kanan (grafik seimbang antara kiri dan kanan) dan pada grafik normal plot tampak bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

2. Analisis Statistik

Dalam uji normalitas, peneliti menggunakan Sig. dibagian Kolmogrov-Smirnov karena data yang diuji lebih besar daripada 50.Jika data yang diuji lebih kecil daripada 50, peneliti


(63)

Kriteria Penelitian :

1. Angka Signifikansi uji Kolmogrov-Smirnov Sig. > 0,05 menunjukkan data berdistribusi normal.

2. Angka Signifikansi uji Kolmogrov-Smirnov Sig. < 0,05 menunjukkan data tidak berdistribusi normal.

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pertumbuhan_Ekonomi .144 110 .200 .849 110 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan Tabel 4.2 data tersebut berdistribusi normal karena nilai 0,200 > 0,05. Uji normalitas perlu dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data karena data yang berdistribusi normal merupakan syarat dilakukannya parametric-test.Data yang normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula.Dengan demikian, data tersebut dianggap dapat mewakili populasi.

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan diantara variabel bebas memiliki masalah multikorelasi (gejala multikolinearitas) atau tidak. Multikorelasi adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah yang terjadi pada hubungan


(64)

diantara variabel bebas.Uji multikorelasi perlu dilakukan jika jumlah variabel independen lebih dari satu. Ada beberapa cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas, sebagai berikut :

1. Nilai �2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris yang sangat tinggi, tetapi secara individual variabel bebas banyak yang signifikan memengaruhi variabek terikat.

2. Menganalisis korelasi diantara variabel bebas. Jika diantara variabel bebas da nada korelasi yang cukup tinggi (lebih besar daripada 0,90), hal ini merupakan indikasi adanya multikoliniearitas.

3. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai VIF. Jika VIF < 10, tingkat kolinearitas dapat ditoleransi.

4. Nilai Eigenvaluesejumlah satu atau lebih variabel bebas yang mendekati nol memberikan petunjuk adanya multikolieritas.

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 PAD .052 3.181

Dana_Perimbangan .091 5.028

Kemandirian_Fiskal .094 2.609


(65)

Dari tabel Coefficients yang diperoleh sebelumnya, dapat diketahui bahwa nilai VIF = 3.181 , 5.028 dan 2.609. Artinya, nilai VIF (ini) lebih kecil daripada 10, dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas diantara variabel bebas.

4.2.2.3 Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu (disturbance term-ed).Pada periode t dan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1).Apabila terjadi korelasi maka hal tersebut menunjukkan adanya problem autokorelasi. Masalah autokorelasi sering terjadi pada data time series (data runtun waktu). Sementara itu, pada data cross section (crosssectional), autokorelasi sangat jarang terjadi sehingga uji autokorelasi tidak wajib dilakukan pada penelitian yang menggunakan data cross section (penelitian yang dilakukan hanya dalam kurun waktu tertentu dan biasanya menggunakan kuesioner).Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson, uji Langrage Multiplier (LM), uji statistic Q, dan uji Run Test.


(66)

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi

Berdasarkan output SPSS pada tabel 4.5 diketahui bahwa nilai Dubrin-Watson sebesar 1,614 sehingga dapat dikatakan tidak terjadi auto korelasi hal ini bersarkan pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan cara melihat besaran Dubrin-Watson (D-W) sebagai berikut:

• angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif.

• angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.

• angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.

4.2.2.4 Uji Heterokedatisitas

Heterokedastisitas menunjukkan bahwa varians variabel tidak sama untuk semua pengamatan/observasi. Jika varians dari residual atau pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homokedatisitas. Model regresi yang baik adalah terjadi homokedatisitas dalam model, atau dengan perkataan lain tidak terjadi heterokedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedatisitas, yaitu dengan melihat scatterplot serta

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .296a .088 .062 .14584 1.614

a. Predictors: (Constant), Kemandirian_Fiskal, Dana_Perimbangan, PAD b. Dependent Variable: Pertumbuhan_Ekonomi


(67)

melalui/menggunakan uji gletjer, uji Park dan uji White. Uji heterokedatisitas yang paling sering digunakan adalah uji scatterplot.

4.2.2.4.1 Grafik Plot

Grafik Plot pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak, baik di bagian bawah angka 0 dari sumbu vertical atau sumbu Y. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedatisitas dalam model regresi ini.

Gambar 4.3

Sumber: Data yang diolah penulis, 2015


(68)

4.3.1 Hasil Pengukuran Adjusted ��

Regresi linear berganda ditujukan untuk menentukan hubungan linear antara beberapa variabel bebas yang biasa disebut X1, X2, X3, dan seterusnya dengan variabel terikat yang disebut Y.

Tabel 4.5 Hasil Regresi Linear Berganda

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .965a .937 .932 .32809

a. Predictors: (Constant), Kemandirian_Fiskal, Dana_Perimbangan, PAD

b. Dependent Variable: Pertumbuhan_Ekonomi

Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui bahwa R = 0,965 berarti hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi sebesar 96,5%. Adjusted R Square sebesar 0,932 berarti93,2% faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi dapat dijelaskan oleh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal sedangkan 6,8% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penelitian ini.

4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F-test.Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang


(69)

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F hitung dengan ketentuan jika signifikansi < 0,05 maka Ha diterima sedangkan jika signifikansi >0,05 maka Ha ditolak. Serta membandingkan nilai F hasil perhitingan dengan F menurut tabel.Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ha diterima dan sebaliknya.

Uji F ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel variabel PAD (X1), Dana Perimbangan (X2) dan Kemandirian Fiskal (X3) berpengaruh secara simultan atau bersama-sama terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y).

Tabel 4.6 Hasil Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .216 3 .072 3.391 .021b

Residual 2.255 106 .021

Total 2.471 109

a. Predictors: (Constant), Kemandirian_Fiskal, Dana_Perimbangan, PAD b. Dependent Variable: Pertumbuhan_Ekonomi

Sumber: Data yang diolah penulis, 2015

Tabel 4.8 di atas mengungkapkan bahwa nilai signifikan (0,02) lebih kecil dari 0,05 maka Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Sehinnga dapat disimpulkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal secara bersama-sama berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.


(70)

4.3.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji statistik t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu).Uji-t ini dilakukan dengan membandingkan nilai P-value dari t dengan α.

Tabel 4.7 Hasil Uji t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.148 .104 .465 .000

PAD .489 .000 -.422 -1.039 .021

Dana_Perimbangan .395 .000 .375 1.218 .045

Kemandirian_Fiskal -.024 .078 .033 .109 .914

a. Dependent Variable: Pertumbuhan_Ekonomi

Sumber: Data yang diolah penulis, 2015

Dari hasil pengujian akan dijelaskan pengaruh variabel independen secara satu persatu (parsial) dengan membandingkan antara nilai signifikansi (t hitung) yaitu:

1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi.Hal ini terlihat dari nilai signifikansi (0,021) dibawah atau lebih kecil dari 0,05.

2. Dana Perimbangan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi (0,045) dibawah atau lebih kecil dari 0,05.


(1)

Lampiran xix

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Collinearity Statistics Tolerance VIF

1 PAD .052 3.181

Dana_Perimbangan .091 5.028

Kemandirian_Fiskal .094 2.609


(2)

Tabel 4.4

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 .296a .088 .062 .14584 1.614

a. Predictors: (Constant), Kemandirian_Fiskal, Dana_Perimbangan, PAD b. Dependent Variable: Pertumbuhan_Ekonomi


(3)

Lampiran xxi


(4)

Tabel 4.5

Hasil Regresi Linear Berganda

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .965a .937 .932 .32809

a. Predictors: (Constant), Kemandirian_Fiskal, Dana_Perimbangan, PAD


(5)

Lampiran xxiii

Tabel 4.6

Hasil Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression .216 3 .072 3.391 .021a

Residual 2.255 106 .021

Total 2.471 109

a. Predictors: (Constant), Kemandirian_Fiskal, Dana_Perimbangan, PAD b. Dependent Variable: Pertumbuhan_Ekonomi


(6)

Tabel 4.7

Hasil Uji t

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -.148 .104 .465 .000

PAD .489 .000 -.422 -1.039 .021

Dana_Perimbangan .395 .000 .375 1.218 .045

Kemandirian_Fiskal -.024 .078 .033 .109 .914

a. Dependent Variable: Pertumbuhan_Ekonomi

Sumber: Data yang diolah penulis, 2015


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

6 112 101

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 38 82

Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

4 48 105

Analisis Pengaruh Dana Perimbangan dan PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah.

3 55 57

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Ketimpangan Pembangunan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 31 81

Analisis Pengaruh Transfer Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah, dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

3 50 114

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 29

KATA PENGANTAR - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 14