BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Nugroho 2006 menjelaskan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Kemunduran fisik yang di alami saat memasuki usia tua ditandai dengan kulit keriput, rambut memutih beruban, gigi
ompong, fungsi pendengaran berkurang, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak
proporsional. Lanjut usia lansia adalah suatu kejadian yang pasti dialami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang Murwani,
2011. Pertambahnya usia, baik pada pria maupun wanita adalah
usia lansia. Secara biologis, lansia akan mengalami proses penuaan yang ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan
rentan terhadap serangan penyakit. Secara ekonomi, lansia umumnya lebih dipandang sebagai beban dari pada sumber daya.
Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran
dalam keluarga atau masyarakat. Secara sosial, kehidupan lansia sering dipersepsikan secara negatif, atau tidak memberikan
manfaat banyak bagi keluarga dan masyarakat. Secara psikologis,
lansia cenderung mudah lupa, emosi tidak stabil, serta mudah merasa bosan dan kesepian sebagai akibat dari berkurangnya
interaksi dengan lingkungan sosial Suryamin, 2015. Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia membuat keluarga semakin
meningkatkan pengetahuan mengenai kualitas hidup lansia. Pengetahuan yang dimiliki keluarga, membuat keluarga dapat
mengambil sikap yang tepat dalam pemberian perawatan pada lansia.
Menurut Suliha dalam Naryani 2009, perubahan struktur sosial masyarakat, dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.
Dukungan keluarga menjadi unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dari orang-orang
terdekat yaitu rasa aman, nyaman, dan jaminan perawatan. Keluarga memegang peranan penting dalam perawatan usia lanjut.
Apabila mendapat dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan lebih
meningkat Stuart dan Sundeen dalam Noorkasiani 2009. Berdasarkan data sensus penduduk Indonesia tahun 2013
sampai tahun 2015 jumlah penduduk mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Pada tahun 2013 berjumlah 248,8 juta jiwa,
sedangkan tahun 2014 berjumlah 252,2 juta jiwa, dan pada tahun 2015 berjumlah 255,5 juta jiwa Suryamin, 2015. Jumlah penduduk
di Provinsi Jawa Tengah yang berumur 60 tahun keatas dari tahun
2013-2015 juga mengalami peningkatan. Dari total penduduk pada tahun 2013 penduduk lansia berjumlah 3.693.508 pada tahun 2014
mengalami peningkatan menjadi 3.841.778 jiwa, sedangkan pada tahun 2015 berjumlah 3.983.203 jiwa Billah, 2015.
Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh angka harapan hidup yang tinggi tentunya diikuti dengan
ketersediaan atau akses terhadap pelayanan kesehatan. Angka harapan hidup meningkat menyebabkan kualitas hidup tinggi, jika
akses pelayanan kesehatan rendah maka kualitas hidup lansia akan ikut rendah Setiabudhi, 2005. Menurut survei terbaru WHO,
angka harapan hidup di Indonesia naik dibandingkan sepuluh tahun lalu. Dahulu usia harapan hidup mencapai 50 atau 60 tahunan.
Sekarang rata-rata angka harapan hidup di kisaran 68-71 tahun. Sedangakan usia harapan hidup menurut Dinkes 2014 usia
harapan hidup penduduk Indonesia pada tahun 2015-2020 mencapai 71,7 tahun.
Sayangnya, peningkatan angka harapan hidup tidak diikuti dengan kualitas hidup yang baik karena tidak semua lansia memiliki
kualitas hidup yang baik. Hal ini terjadi karena perubahan- perubahan yang muncul pada lansia, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Perubahan yang erat kaitannya dengan kualitas hidup lansia adalah perubahan fisik yang terjadi pada lansia dan erat
kaitannya dengan perubahan psikososialnya. Pengaruh yang
muncul akibat berbagai perubahan pada lansia, jika tidak teratasi dengan baik, cenderung akan mempengaruhi kesehatan lansia
secara menyeluruh Yuliati, dkk 2013. Jika lansia dalam keadaan sehat tetapi memiliki kualitas hidup tidak baik pasti akan
berpengaruh pada harga diri atau psikologisnya. Oleh karena itu World Health Organization Quality of Life WHOQOL juga
menekankan bahwa kualitas hidup itu baik dan sangat penting. Bahkan WHO mengeluarkan pendapat bahwa, kualitas hidup
sebagai persepsi individu terhadap kehidupannya di dalam masyarakat dengan konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang
terkait dengan tujuan, harapan, dan perhatian. Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang sangat luas, serta dipengarui oleh
kondisi fisik individu, kondisi psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan. Pada umumnya warga lanjut
usia mengalami kelemahan, keterbatasan dan ketidakmampuan, sehingga membuat kualitas hidup lanjut usia menjadi menurun
WHO, 2004. Dukungan keluarga menjadi salah satu penentu kualitas
hidup lansia. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, maka keluarga memiliki peran yang penting dalam perawatan lanjut usia
untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia WHO, 2004. Interaksi sosial ataupun dukungan sosial dalam keluarga dapat
berjalan dengan baik apabila keluarga menjalankan fungsi keluarga
dengan baik, terutama fungsi pokok kemitraan partnership, kasih sayang affection, dan kebersamaan resolve. Pemenuhan
kebutuhan sosial lansia di komunitas cenderung lebih baik dari pada di panti jompo, karena interaksi lansia di komunitas pada
dasarnya lebih luas dibandingkan lansia yang berada di panti jompo. Hal ini disebabkan karena, terjadi penurunan efisiensi
keseluruhan, sosialisasi, maupun tingkat keterlibatan dalam pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, serta penurunan dukungan
keluarga Yuliati, dkk 2013. Tidak hanya dukungan keluarga, pengetahuan keluarga
tentang kualitas hidup lansia sangat berpengaruh pada tingkat kualitas hidup yang di alami oleh lansia. Pengetahuan seseorang
erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambilnya nanti, karena dengan pengetahuan tersebut ia memiliki alasan serta landasan
untuk menentukan suatu pilihan. Jadi, keluarga harus mampu mengetahui kualitas hidup lansia, maka pengetahuan tentang
kualitas hidup
jadi penting
untuk mempertahankan
dan mengoptimalkan kualitas hidup lansia. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya sebuah tindakan over behavior Notoatmodjo, 2007.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutikno 2011 tentang hubungan antara fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia
menunjukkan hasil bahwa, terdapat hubungan positif yang sangat
kuat dan secara statistik signifikan antara fungsi keluarga dan kualitas hidup lansia. Didukung oleh penelitian Dewianti, dkk 2013
fungsi keluarga, dukungan sosial dan kualitas hidup lansia wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Selatan menunjukkan bahwa fungsi
keluarga, dan dukungan sosial pasangan, keluarga serta masyarakat berhubungan secara bermakna dengan kualitas hidup
lansia dan menunjukkan hasil bahwa fungsi keluarga memiliki hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup lansia. Hasil
penelitian di atas menunjukkan bahwa keluarga memiliki peranan penting dalam peningkatan kualitas hidup lansia.
Kualitas hidup tidak hanya mencakup segi sosial, spiritual saja namun mencakup semua aspek dari sosial, spiritual, mental,
fisik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia hanya sekedar tahu, bahwa
lansia akan mengalami kepikunan, ketidaksetabilan emosi, dan mengalami penurunan fungsi pendengaran serta penglihatan. Dilhat
dari aspek social, lansia masih cenderung aktif dalam kegiatan sosial, bahkan mereka masih aktif mengikuti kegiatan gotong
royong. Sedangkan dari aspek fisik, mereka cenderung lemah lebih mudah lelah, energi dan stamina menurun. Oleh karena itu
peneliti ingin meneliti bagaimana tingkat pengetahuan keluarga tentang kualitas hidup lansia serta bagaimana kualitas hidup lansia
di Dusun Gading, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
1.2 Identifikasi Masalah