1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan  didirikan  dengan  tujuan  yang  jelas  yaitu  untuk  memperoleh laba  yang  sebesar-besarnya  dan  memakmurkan  pemilik  perusahaan  atau  para
pemilik  saham  stockholders.  Tujuan  perusahaan  tersebut  sebenarnya  secara substansial   tidak banyak berbeda, hanya saja penekanan yang ingin dicapai oleh
masing-masing perusahaan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya Harjito dan  Agus,  2005.  Di  tengah  persaingan  global  yang  semakin  ketat,  perusahaan
berlomba untuk meningkatkan daya saing diberbagai sektor untuk dapat menarik minat  investor  dalam  berinvestasi.  Oleh  karena  itu,  nilai  perusahaan  menjadi
sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat memengaruhi persepsi  investor  terhadap  perusahaan.  Peningkatan  nilai  perusahaan  dapat
memberikan  sinyal  positif  kepada  investor  untuk  berinvestasi  pada  suatu perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar investor percaya
tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di  masa  depan.  Media  yang  digunakan  oleh  investor,  kreditor  dan  pemerintah
untuk mengetahui nilai perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan  keuangan  sangat  penting  karena  didalamnya  terkandung
informasi  mengenai  kondisi  keuangan  suatu  perusahaan.  Salah  satu  cara  yang dilakukan  manajemen  dalam  proses  penyusunan  laporan  keuangan  yang  dapat
memengaruhi  tingkat  laba  yang  ditampilkan  adalah  manajemen  laba.  Praktik
2
manajemen  laba  dapat  meningkatkan  nilai  perusahaan,  karena  kinerja  laba  yang berasal  dari  komponen  akrual  sebagai  aktifitas  manajemen  laba  memiliki
persistensi  yang  lebih  rendah  dibanding  aliran  kas.  Laba  yang  dilaporkan  lebih besar  dari  aliran  kas  operasi  yang  dapat  meningkatkan  nilai  perusahaan  saat  ini
Ferdawati,  2009.  Namun  praktik  manajemen  laba  mengakibatkan  laba  yang dilaporkan  tidak  benar,  sehingga  akan  menyebabkan  nilai  perusahaan  berkurang
di  masa  yang  akan  datang  Kamil,  2014.  Pihak  manajemen  termotivasi  untuk memperlihatkan  kinerja  yang  baik  dalam  menghasilkan  keuntungan  maksimal
bagi  perusahaan  sehingga  manajemen  cenderung  memilih  dan  menerapkan metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba yang lebih baik Halim
dkk. 2005. Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty 2008 menyebutkan bahwa manajemen  laba  dapat  menurunkan  nilai  perusahaan.  Dari  sekian  banyak
informasi yang diperhatikan investor dalam satu laporan keuangan pada umumnya yang  menjadi  pusat  perhatian  adalah  informasi  laba.  Para  investor  sering  kali
fokus pada laba perusahaan tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan  informasi  laba  tersebut  Beattie,  el  al  1994.  Kondisi  inilah  yang
sering dimanfaatkan manajer untuk melakukan manajemen laba. Manajemen  laba  dilakukan  oleh  perusahaan  dengan  tujuan  untuk
meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu walaupun dalam jangka panjang tidak terdapat  perbedaan  laba  komulatif  perusahaan  dengan  laba  yang  dapat
diidentifikasikan  sebagai  suatu  keuntungan  Fischer  dan  Rosenzweirg,  1995. Menurut  Healy  dan  Palepu  1993,  ada  tiga  alasan  manajemen  melakukan  hal
tersebut,  yaitu:  manajer  memiliki  lebih  banyak  informasi  tentang  strategi  dan
3
operasi  bisnis  yang  dikelolanya,  kepentingan  manajer  yang  tidak  selaras  dengan investor,  dan  tidak  sempurnanya  aturan  akuntansi  dan  audit.  Walapun  legal  dan
terlihat  aman,  tetapi  manajemen  laba  memiliki  dampak  yang  dapat  merugikan pihak lain. Konsekuensi bila manajer melakukan manajemen laba adalah manajer
tersebut  dapat  kehilangan  reputasi,  pekerjaan,  dan  karirnya.  Sedangkan konsekuensi  bagi  perusahaan  adalah  adanya  ancaman  tindakan  yang  tidak
menyenangkan  dari  karyawan,  kesalahpahaman  dari  pelanggan,  tekanan  dari investor,  pemutusan  hubungan  dari  rekan  kerja  perusahaan,  tuntutan  hukum  dari
aparat,  boikot  dari  aktivis,  pandangan  sinis  dari  masyarakat,  dan  pengungkapan dari  media  yang  pada  akhirnya  akan  menghancurkan  reputasi  perusahaan
Fombrun,  et  al  2000.  Konsekuensi  jangka  panjangnya  adalah  perusahaan  akan kehilangan  dukungan  dari  stakeholder  yang  berujung  pada  meningkatnya
kewaspadaan dan kecurigaan dari shareholder dan stakeholder lainnya Zahra, et al 2005.
Penelitian yang dilakukan oleh Roychowdhury 2006, menyatakan bahwa manajemen  laba  dapat  dilakukan  dengan  cara  manipulasi  akrual  murni.  Hal  ini
dilakukan melalui discretionary accrual atau dengan cara manipulasi aktivitas riil real  earnings  management.  Manajemen  laba  akrual  dilakukan  pada  akhir
periode  ketika  manajer  mengetahui  laba  sebelum  direkayasa  sehingga  dapat mengetahui  berapa  besar  manipulasi  yang  diperlukan  agar  target  laba  tercapai.
Namun,  manipulasi  akrual  dibatasi  oleh  general  accepted  accounting  principles GAAP  dan  manipulasi  akrual  di  tahun-tahun  sebelumnya.  Sedangkan
manajemen laba riil sulit dideteksi karena manipulasi ini terjadi sepanjang periode
4
akuntansi  dengan  tujuan  spesifik  yaitu  memenuhi  target  laba  tertentu, menghindari kerugian dan mencapai target analysis forecast.
Gunny  2005,  mengelompokkan  manajemen  laba  dalam  tiga  kategori yaitu  akuntansi  yang  curang,  manajemen  laba  akrual,  dan  manajemen  laba  riil
real  earnings  management.  Penelitian  Gunny  2005,  Roychowdhury  2006, Zang  2007,  Graham,  et  al  2005,  menemukan  bahwa  manajer  sudah  bergeser
dari  manajemen  laba  akrual  menuju  manajemen  laba  riil  setelah  periode Sarbanes-Oxley Act SOX.
Menurut  Gunny  2005,  pergeseran  dari  manajemen  laba  akrual  ke manajemen laba riil disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manipulasi akrual
lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator daripada  keputusan  tentang  penentuan  harga  dan  produksi.  Kedua,  hanya
menitikberatkan  perhatian  pada  manipulasi  akrual  merupakan  tindakan  yang berisiko karena perusahaan mungkin mempunyai fleksibilitas yang terbatas untuk
mengatur  akrual,  misalnya  keterbatasan  dalam  melaporkan  akrual  diskresioner Graham, et al 2005.
Graham, et al 2005 juga memberikan bukti empiris bahwa para manajer cenderung  melakukan  aktivitas  manajemen  laba  riil  dibandingkan  dengan
manajemen  laba  akrual.  Hal  ini  disebabkan  karena  aktivitas  manajemen  laba  riil sulit  dibedakan  dengan  keputusan  bisnis  optimal  dan  lebih  sulit  dideteksi,
meskipun  biaya  yang  digunakan  dalam  aktivitas  tersebut  secara  ekonomik signifikan  bagi  perusahaan.  Menurut  Roychowdhury  2006,  meskipun  terdapat
biaya  yang  terkait  dengan  manipulasi  aktivitas  nyata,  manajemen  tidak  hanya
5
mengandalkan  tindakan  manipulasi  melalui  akrual  dalam  memanipulasi  laba karena  manipulasi  aktivitas  riil  digunakan  apabila  manipulasi  akrual  tidak
mencapai  target.  Selain  itu,  manipulasi  akrual  hanya  dapat  dilakukan  pada  akhir periode  untuk  mencapai  target,  apabila  tidak  terpenuhi  maka  manajemen  dapat
menggunakan manipulasi  melalui  aktivitas  riil  yang  dilakukan  sepanjang  tahun dan  sulit  dideteksi.  Oleh  karena  itu,  metode  manipulasi  aktivitas  riil  menjadi
alternative  lain  bagi  manajer  yang  dapat  dilakukan  untuk  mengatur  laba  selain manajemen laba akrual yang mudah dideteksi.
Roychowdhury 2006,
menemukan bukti
bahwa perusahaan
menggunakan berbagai macam cara manajemen laba riil sebagai acuan pelaporan keuangan  untuk  menghindari  pelaporan  kerugian  tahunan,  hasil  penelitiannya
menemukan bahwa para manajer menyediakan tiga cara yaitu dengan melakukan diskon-diskon  harga  untuk  menaikkan  penjualan  sementara,  produksi  secara
besar-besaran untuk menurunkan kos barang terjual, dan mengurangi pengeluaran diskresioner  untuk  memperbaiki  margin  yang  dilaporkan.  Manajemen  laba  riil
dapat  dideteksi  melalui  3  hal  yaitu  arus  kas  operasi,  biaya  produksi  dan  biaya diskresioner  perusahaan  maka  dari  itu  untuk  mendeteksi  adanya  tindakan
manajemen  laba  rill  digunakan  tiga  proksi  yaitu  perhitungan  berdasarkan manipulasi arus kas kegiatan operasi, manipulasi biaya produksi, dan manipulasi
biaya diskresioner. Di Indonesia terjadi beberapa kasus manajemen laba diantaranya menurut
Hidayat 2015, www.kompasiana.com, PT Kimia Farma tahun 2002 melakukan kesalahan  pencatatan  dan  penjualan  sehingga  menyebabkan  profit  overstated
6
sebesar  Rp  32,7  miliar  untuk  periode  akuntansi  tahun  2001.  PT  Indofarma menurut  Yuliawati  2004,  www.bisnis.tempo.com  pada  tahun  2004  terdapat
kesalahan  pencatatan  persediaan  barang  dalam  proses  sehingga  terdapat  kasus profit overstated sebesar Rp 28,87 miliar. Kasus Lippo Bank menurut Sumantyo
2003,  www.suaramerdeka.com  dengan  cara  menerbitkan  3  tiga  versi  laporan keuangan  sekaligus  dan  saling  berbeda  antara  satu  dan  lainnya,  yaitu  laporan
keuangan  yang  dipublikasi  dalam  media  massa,  kepada  BAPEPAM,  dan  kepada manajer perusahaan.
Kasus manajemen laba di luar negeri seperti kasus Enron, yang melibatkan pihak manajemen, auditor dan para petinggi lainnya menggambarkan manajemen
laba dilakukan tidak hanya dari manajemen saja bahkan auditor eksternal juga ikut membantu  manajemen  untuk  melakukan  manajemen  laba  Firmansyah,  2011,
Bisnis.Tempo.com.  Dari  kasus-kasus  tersebut  tindakan  manajemen  laba  yang dilakukan  oleh  perusahaan  dapat  menurunkan  nilai  perusahaan  yang  berakibat
terjadinya  ketidakpercayaan  oleh  para  pemangku  kepentingan  terhadap perusahaan  tersebut.  Dengan  demikian  nilai  perusahaan  menjadi  penting  untuk
diteliti  agar  publik  dapat  mengetahui  bagaimana  kondisi  perusahaan  tempat mereka melakukan investasi.
Tindakan  manajemen  laba  terjadi  karena  adanya  konflik  keagenan  yang terjadi  antara  pihak  manajemen  dan  pemilik  perusahaan.  Hal  ini  sesuai  dengan
pandangan  teori  keagenan  dimana  terdapat  pemisahan  antara  pihak  agen  dan prinsipal  yang  mengakibatkan  munculnya  potensi  konflik  dapat  memengaruhi
kualitas  laba  yang  dilaporkan.  Konflik  keagenan  mengakibatkan  adanya  sifat
7
opportunistic  manajemen  yang  mengakibatkan  rendahnya  kualitas  laba. Rendahnya kualitas laba dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan kepada
para  pemakainya  seperti  para  investor  dan  kreditor,  sehingga  nilai  perusahaan akan  berkurang.  Pihak  manajemen  yang  mempunyai  kepentingan  tertentu  akan
cenderung menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan tujuannya dan bukan demi  untuk  kepentingan  prinsipal.  Menurut  investor  kualitas  audit  dapat  dilihat
dari laporan auditor maupun reputasi auditor. Dalam kondisi seperti ini diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat menyejajarkan perbedaan kepentingan
antara kedua belah pihak. Berdasarkan  pemaparan  tersebut  di  atas  kualitas  audit  dijadikan  sebagai
variabel pemoderasi untuk mengurangi perilaku oportunistik yang dilakukan oleh pihak  manajemen.  Dengan  adanya  pemeriksaan  yang  berkualitas  oleh  auditor
eksternal  akan  dapat  menurunkan  terjadinya  manajemen  laba  dan  dapat meningkatkan nilai perusahaan. Kualitas audit yang dilihat dari peran auditor yang
memiliki  kompetensi  yang  memadai  dan  bersikap  independen  sehingga  menjadi pihak  yang  dapat  memberikan  kepastian  terhadap  integritas  angka-angka
akuntansi yang dilaporkan manajemen Mayangsari, 2004. Maka dari itu laporan keuangan  yang  dihasilkan  oleh  perusahaan  harus  melalui  pemeriksaan  oleh
auditor  eksternal  agar  menimbulkan  kepercayaan  oleh  para  pengguna  laporan keuangan  seperti  investor  dan  kreditor  laporan  keuangan  yang  dihasilkan  oleh
perusahaan yang telah di audit oleh auditor eksternal yang memiliki reputasi baik di bidangnya akan lebih dipercaya oleh para pemakai laporan keuangan.
8
Auditor dapat membatasi tindakan manajer  yang merugikan perusahaan, serta  membantu  menjaga  dan  meningkatkan  kepercayaan  masyarakat  umum
terhadap  perusahaan  tersebut  sehingga  dapat  menciptakan  nilai  perusahaan  yang baik. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor bertujuan untuk
meminimalisir  asimetri  informasi.  Auditing  yang  berkualitas  tinggi  high-quality auditing  bertindak  sebagai  pencegah  manajemen  laba  yang  efektif,  karena
reputasi  manajemen  akan  hancur  dan  nilai  perusahaan  akan  turun  apabila pelaporan yang salah ini terdeteksi dan terungkap Ardiati, 2005 dalam Indriani,
2010. Penelitian  kualitas  audit  di  Indonesia  baik  langsung  atau  tidak  langsung
secara umum masih sangat terbatas validitasnya, yaitu menggunakan ukuran KAP yang  berafiliasi  dengan  Big  4,  atau  spesialisasi  industri  KAP  Herusetya,  2009;
Mayangsari,  2004.  Penelitian  ini  mengembangkan  sebuah  pengukuran  kualitas audit yang bersifat multidimensi, meliputi dimensi kompetensi dan independensi,
dengan  menggunakan  compositemeasure  dalam  bentuk  skor  dari  beberapa pengukuran  kualitas  audit  yang  telah  diuji  dalam  penelitian  sebelumnya.
Pengukuran  ini  disebut  audit  quality  metric  score  selanjutnya  disebut  AQMS. Pengukuran  dengan  pendekatan  AQMS  ini  merupakan  pendekatan  yang
dikembangkan  oleh  Herusetya.  dkk  2012  dalam  penelitian  kualitas  audit  yang diukur dalam bentuk skor dari beberapa proksi yang digunakan. Dalam penelitian
ini kualitas audit diukur dengan ukuran KAP, KAP spesialis industri, audit tenur, client important, dan opini audit going concern.
9
Penelitian ini menguji bagaimana pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan dengan menggunakan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi pada
Perusahaan Indeks Bisnis-27. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan Tobin’s Q karena rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena
dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak  hanya  saham  biasa  saja  dan  tidak  hanya  ekuitas  perusahaan  yang
dimasukkan namun seluruh aset perusahaan. Penelitian  ini  dilakukan pada  perusahaan  yang  terdaftar  di  Indeks  Bisnis-
27  periode  2012-2014.  Indeks  Bisnis-27  merupakan  indeks  harga  saham  hasil kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia BEI dengan Harian Bisnis Indonesia.
Harian  Bisnis  Indonesia  sebagai  pihak  independen  yang  dapat  mengelola  indeks ini  secara  lebih  independen  dan  fleksibel.  Penelitian  ini  dilakukan  pada
Perusahaan  Indeks  Bisnis-27  dikarenakan  perusahaan  yang  masuk  kategori  ini telah  dipilih  berdasarkan  kriteria  fundamental,  kriteria  teknikal  atau  likuiditas
transaksi,  dan  akuntabilitas  dan  tata  kelola  perusahaan.  Hal  tersebut  membuat peneliti  ingin  menguji  apakah  dalam  Perusahaan  Indeks  Bisnis-27  yang  dipilih
dengan kriteria fundamental tersebut menggunakan manajemen laba sebagai cara untuk  memperlihatkan  kinerja  yang  baik  dalam  bentuk  laporan  keuangan  serta
ingin menguji seberapa efektif atau berkualitas keberadaan audit untuk mencegah terjadinya  manajemen  laba  yang  merugikan  pihak  pengguna  laporan  keuangan
terutama investor. Hal tersebut dikarenakan Perusahaan Indeks Bisnis-27 ini akan dijadikan  salah  satu  acuan  oleh  investor  untuk  melakukan  investasi  di  pasar
modal.
10
1.2 Rumusan Masalah