Pengaruh Manajemen Laba Riil Pada Nilai Perusahaan Dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Pemoderasi Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Indeks Bisnis-27.
TESIS
PENGARUH MANAJEMEN LABA RIIL PADA NILAI
PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS AUDIT
SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI
INDEKS BISNIS-27
Ni Luh Putu Mita Miati
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
i
TESIS
PENGARUH MANAJEMEN LABA RIIL PADA NILAI
PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS AUDIT
SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI
INDEKS BISNIS-27
JUDUL
Ni Luh Putu Mita Miati 1391661012
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(3)
ii
PENGARUH MANAJEMEN LABA RIIL PADA NILAI
PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS AUDIT
SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI
STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI
INDEKS BISNIS-27
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Akuntansi
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Persyaratan Gelar
Ni Luh Putu Mita Miati 1391661012
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(4)
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI Tanggal, 18 Januari 2016
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr.Ni Ketut Rasmini, SE., M.Si., Ak. Ni Putu Sri Harta Mimba, SE, MSi., Ph.D, Ak.,CA. NIP 19661008 199303 2 001 NIP 19730515 199903 2 003
Mengetahui
Ketua Program Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana,
Dr. Dewa Gede Wirama, SE, MSBA, Ak. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K)
(5)
iv
Tesis ini telah diuji pada Tanggal, 18 Januari 2016
Panita Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No 0371/UN14.4/HK/2016, Tanggal 18 Januari 2016
Penetapan Panitia Penguji
Ketua :
1. Dr. Ni Ketut Rasmini, S.E., M.Si., Ak.
Anggota :
1. Ni Putu Sri Harta Mimba, S.E., M.Si., Ph.D, Ak., CA. 2. Dr. Gerianta Wirawan Yasa, S.E., M.Si.
3. Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E, M.Si., Ak. 4. Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, S.E, M.Si.
(6)
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta wara nugraha-Nya/karunia-Nya, Tesis ini yang berjudul “Pengaruh Manajemen Laba Riil pada Nilai Perusahaan dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Pemoderasi Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Indeks Bisnis-27” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ni Ketut Rasmini, S.E., M.Si., Ak. dan Ni Putu Sri Harta Mimba, S.E, M.Si., Ph.D, Ak. CA sebagai pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran-saran yang sangat berguna selama penulis mengikuti program magister akuntansi ini, khususnya dalam penyelesaian Tesis ini.
Ucapan yang sama juga ditunjukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Akuntansi di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditunjukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister Akuntansi pada Pascasarjana di Universitas Udayana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, S.E., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister Akuntansi. Pada kesempatan kali ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. A.A.G.P Widanaputra, S.E., M.Si., Ak., Ketua Jurusan Akuntansi dan para penguji Tesis Dr. Gerianta Wirawan Yasa, S.E., M.Si., Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E., M.Si., Ak., dan Dr. I Gst. Ayu Nyoman Budiasih, S.E., M.Si., yang telah memberikan masukan saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis terutama Dewa Putu Raka A.Ma.Pd, Kepala Sekolah SD Negeri 3 Ubud, Dewa Ketut Astika, S.Pd., Kepala Sekolah SMPN 1 Ubud, dan Drs. I Dewa Putu Mantra, Kepala Sekolah SMKN 1 Gianyar. Juga penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, I Made Sila Armada dan Ni Luh Made Catri yang dengan sabar dan tulus membesarkan penulis dengan nasehat-nasehat yang sangat baik dan menjadi panutan penulis sampai saat ini. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan kritik dan saran yang membangun.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada keluarga penulis.
(7)
vi
ABSTRAK
PENGARUH MANAJEMEN LABA RIIL PADA NILAI PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS AUDIT SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI STUDI
PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI INDEKS BISNIS 27
Nilai perusahaan merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Salah satu cara yang dilakukan pihak manajemen untuk meningkatkan nilai perusahaan adalah dengan cara melakukan manajemen laba untuk mempercantik laporan keuangan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti secara empiris pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan yang terdaftar di Perusahaan Indeks Bisnis-27 tahun 2012-2014.
Variabel independen pada penelitian ini adalah manajemen laba riil yang dihitung dengan tiga proksi yaitu manipulasi arus kas kegiatan operasi, manipulasi biaya produksi, dan manipulasi biaya diskresioner. Variabel dependen pada penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q. Kualitas audit digunakan sebagai variabel pemoderasi yang diproksikan menggunakan Audit Quality Matric Score (AQMS). Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan total sampel sebesar 36 dan diuji menggunakan analisis Moderated Regression Analysis (MRA).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa manajemen laba riil berpengaruh positif pada nilai perusahaan, semakin tinggi manajemen laba maka nilai perusahaan akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa kualitas audit memperlemah pengaruh manajemen laba pada nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas audit akan memperlemah pengaruh manajemen laba pada nilai perusahaan.
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan rentang waktu yang lebih panjang guna memperkuat hasil penelitian mengenai pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan. Selain itu penelitian selanjutnya dapat mengembangkan model manajemen laba riil selain yang digunakan Roychowdhury (2006). Misalnya dengan menggunakan model dari Beaver dan Eangel (1996) untuk menambah variasi pada penelitian selanjutnya
(8)
vii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF REAL EARNINGS MANAGEMENT ON A FIRM VALUE BY USING AUDIT QUALITY AS MODERATING VARIABLE
THE STUDY IN COMPANIES LISTED ON BUSSINESS INDEKS-27
Firm value is important concept for investor since it becames indicator for the market to measure the firm as a whole. One way that the management done to increase firm value is by earnings management to manipulate its accounting report. This study aims to provide empirical evidence about the influence of real earnings management on a firm by using audit quality as moderating variable in the companies that listed on Index Business Companies-27 in year 2012-2014.
Independent variable on this study is real earnings management that calculated with three proxies such as operational cash flow manipulation, production cost manipulation, and discresioner cost manipulation. Dependent variable on this study is firm value that proxied with TobinsQ. Audit quality is used as moderating variable that proxied by using Audit Quality Matric Score (AQMS). The samples are collected by methods of purposive sampling with total sample of 36 and tested by Moderated Regression Analysis (MRA).
The result of this research proves that real earnings management has positive impacts on firm value, the higher of earnings management results in the higher of firm value. The result also proves that audit quality could weaken the influence of earnings management on firm value. This indicates that the higher audit quality could weaken influence of earnings management on firm value.
Future studies may use a longer time frame in order to strengthen research on the influence of real earnings management to firm value. In addition, the further research can develop a model of real earnings management besides Roychowdhury (2006) used. For example, by using a model of Beaver and Eangel (1996) to add variety for further research.
(9)
viii
RINGKASAN
PENGARUH MANAJEMEN LABA RIIL PADA NILAI PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS AUDIT SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI INDEKS BISNIS-27
Nilai perusahaan merupakan konsep penting bagi investor, karena nilai perusahaan merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Salah satu komponen yang mencerminkan nilai perusahaan yang baik adalah dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Untuk mencapai tujuan tersebut pihak manajemen cenderung melakukan perilaku manajemen laba untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memperlihatkan kinerja perusahaan yang baik, sehingga harga saham di pasar menjadi tinggi. Perilaku manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen ini akan merugikan pemilik dan investor karena memperlihatkan kondisi yang tidak sebenarnya pada perusahaan. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang serupa. Namun, hasil yang diperoleh masih menunjukkan ketidakkonsistenan hasil. Berdasarkan fenomena ini peneliti memasukkan variabel pemoderasi untuk menjawab permasalahan tersebut. Pada penelitian ini menggunakan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi. Kualitas audit dijadikan variabel pemoderasi dikarenakan dengan adanya pemeriksaan dari auditor yang berkualitas dapat membatasi perilaku manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen dan laporan keuangan perusahaan dapat menampilkan kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan menggunakan teknik Moderated Regression Analysis (MRA). Metode pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Berdasarkan metode purposive sampling diperoleh total sampel sebesar 36 selama periode waktu 2012-2014 dari perusahaan Indeks Bisnis-27. Pada penelitian ini menggunakan tiga variabel yang terdiri dari variabel bebas yaitu manajemen laba riil yang diproksikan menggunakan tiga proksi yaitu aliran kas operasi abnormal (CFO), kos produksi abnormal (PROD), dan pengeluaran diskresioner abnormal (DISEXP), variabel terikat yaitu nilai perusahaan yang diproksikan menggunakan Tobins-Q dan variabel moderasi yaitu kualitas audit yang diproksikan menggunakan Audit Quality Metric Score (AQMS).
Hasil Penelitian ini menunjukkan perilaku manajemen laba riil yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan. Karena tindakan manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen akan memperlihatkan perusahaan memiliki kinerja yang baik dimata pemilik dan investor sehingga pemilik dan investor akan bereaksi positif dan membuat nilai perusahaan akan meningkat. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa kualitas audit dapat memoderasi pengaruh manajemen laba pada nilai perusahaan. Moderasi kualitas audit dapat memperlemah pengaruh manajemen laba pada nilai perusahaan. Hal
(10)
ix
tersebut dikarenakan dengan adanya kualitas audit yang diukur dengan menggunakan lima proksi yang tergabung dalam Audit Quality Matric Score (AQMS) tindakan manajemen laba riil dapat dibatasi dengan adanya pemeriksaan dari auditor yang berkualitas. Pemeriksaan dari auditor yang berkualitas diharapkan dapat mendeteksi perilaku manajemen laba yang terjadi di perusahaan.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah manajemen laba berpengaruh positif pada nilai perusahaan dan kualitas audit memperlemah pengaruh manajemen laba pada nilai perusahaan. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan rentang waktu yang lebih panjang guna memperkuat hasil penelitian mengenai pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan. Selain itu penelitian selanjutnya dapat mengembangkan model manajemen laba riil selain yang digunakan Roychowdhury (2006). Misalnya dengan menggunakan model dari Beaver dan Eangel (1996) untuk menambah variasi pada penelitian selanjutnya.
(11)
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERSYARATAN GELAR ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
ABSTRAK ... vi
RINGKASAN ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis ... 12
2.1.1 Teori keagenan ... 12
2.1.2 Teori akuntansi positif ... 13
2.2 Manajemen Laba ... 14
2.3 Kategori Manajemen Laba ... 16
2.4 Praktik Manajemen Laba ... 20
2.5 Nilai Perusahaan ... 21
2.6 Kualitas Audit ... 22
BAB IIIKERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 26
3.1 Kerangka Berpikir ... 26
3.2 Konsep ... 28
3.3 Hipotesis ... 28
3.3.1 Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan ... 28
3.3.2 Pengaruh Kualitas Audit Pada Hubungan Antara Manajaemen laba Riil Pada Nilai Perusahaan ... 29
BAB IV METODE PENELITIAN ... 32
4.1 Rancangan Penelitian ... 32
(12)
xi
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 34
4.4 Penentuan Sumber Data ... 35
4.5 Variabel Penelitian ... 36
4.6 Analisis Data ... 45
4.6.1 Pengujian asumsi klasik ... 46
4.6.2 Uji Kelayakan Model (Goodness of fit) ... 48
4.6.3 Uji Interaksi ... 50
BAB V HASIL PENELITIAN ... 52
5.1 Penentuan Sampel ... 52
5.2 Statistik Deskriptif ... 53
5.2.1 Nilai perusahaan ... 54
5.2.2 Kualitas audit ... 55
5.2.3 Manajemen laba riil ... 55
5.3 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 55
5.4 Uji Kelayakan Model ... 59
5.5 Uji Hipotesis ... 60
5.5.1 Pengaruh manajemen laba riil terhadap nilai perusahaan ... 60
5.5.2 Pengaruh moderasi kualitas audit terhadap pengaruh manajemen laba riil terhadap nilai perusahaan ... 60
5.6 Pembahasan ... 61
5.6.1 Pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan ... 61
5.6.2 Pengaruh kualitas audit dalam memoderasi pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan ... 62
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 65
6.1 Simpulan ... 65
6.2 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
(13)
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Penentuan Sampel ... 53
Tabel 5.2Statistik Deskriptif ... 54
Tabel 5.3Uji Normalitas ... 56
Tabel 5.5 Uji Autokorelasi ... 57
Tabel 5.6Uji Heterokedastisitas ... 58
(14)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Skema Kerangka Berpikir ... 27 Gambar.3.2 Konsep Penelitian ... 28 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian... 33
(15)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 TABEL PENELITIAN TERDAHULU ... 73 LAMPIRAN 2 OUTPUT REGRESI ... 79 LAMPIRAN 3 SAMPEL PENELITIAN ... 81
(16)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan didirikan dengan tujuan yang jelas yaitu untuk memperoleh
laba yang sebesar-besarnya dan memakmurkan pemilik perusahaan atau para
pemilik saham (stockholders). Tujuan perusahaan tersebut sebenarnya secara
substansial tidak banyak berbeda, hanya saja penekanan yang ingin dicapai oleh
masing-masing perusahaan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya (Harjito
dan Agus, 2005). Di tengah persaingan global yang semakin ketat, perusahaan
berlomba untuk meningkatkan daya saing diberbagai sektor untuk dapat menarik
minat investor dalam berinvestasi. Oleh karena itu, nilai perusahaan menjadi
sangat penting karena mencerminkan kinerja perusahaan yang dapat memengaruhi
persepsi investor terhadap perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan dapat
memberikan sinyal positif kepada investor untuk berinvestasi pada suatu
perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar (investor) percaya
tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan
di masa depan. Media yang digunakan oleh investor, kreditor dan pemerintah
untuk mengetahui nilai perusahaan adalah laporan keuangan.
Laporan keuangan sangat penting karena didalamnya terkandung
informasi mengenai kondisi keuangan suatu perusahaan. Salah satu cara yang
dilakukan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan yang dapat
(17)
2
manajemen laba dapat meningkatkan nilai perusahaan, karena kinerja laba yang
berasal dari komponen akrual sebagai aktifitas manajemen laba memiliki
persistensi yang lebih rendah dibanding aliran kas. Laba yang dilaporkan lebih
besar dari aliran kas operasi yang dapat meningkatkan nilai perusahaan saat ini
(Ferdawati, 2009). Namun praktik manajemen laba mengakibatkan laba yang
dilaporkan tidak benar, sehingga akan menyebabkan nilai perusahaan berkurang
di masa yang akan datang (Kamil, 2014). Pihak manajemen termotivasi untuk
memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan keuntungan maksimal
bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan
metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba yang lebih baik (Halim
dkk. 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) menyebutkan bahwa
manajemen laba dapat menurunkan nilai perusahaan. Dari sekian banyak
informasi yang diperhatikan investor dalam satu laporan keuangan pada umumnya
yang menjadi pusat perhatian adalah informasi laba. Para investor sering kali
fokus pada laba perusahaan tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk
menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie, el al 1994). Kondisi inilah yang
sering dimanfaatkan manajer untuk melakukan manajemen laba.
Manajemen laba dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu walaupun dalam jangka panjang tidak
terdapat perbedaan laba komulatif perusahaan dengan laba yang dapat
diidentifikasikan sebagai suatu keuntungan (Fischer dan Rosenzweirg, 1995).
Menurut Healy dan Palepu (1993), ada tiga alasan manajemen melakukan hal
(18)
3
operasi bisnis yang dikelolanya, kepentingan manajer yang tidak selaras dengan
investor, dan tidak sempurnanya aturan akuntansi dan audit. Walapun legal dan
terlihat aman, tetapi manajemen laba memiliki dampak yang dapat merugikan
pihak lain. Konsekuensi bila manajer melakukan manajemen laba adalah manajer
tersebut dapat kehilangan reputasi, pekerjaan, dan karirnya. Sedangkan
konsekuensi bagi perusahaan adalah adanya ancaman tindakan yang tidak
menyenangkan dari karyawan, kesalahpahaman dari pelanggan, tekanan dari
investor, pemutusan hubungan dari rekan kerja perusahaan, tuntutan hukum dari
aparat, boikot dari aktivis, pandangan sinis dari masyarakat, dan pengungkapan
dari media yang pada akhirnya akan menghancurkan reputasi perusahaan
(Fombrun, et al 2000). Konsekuensi jangka panjangnya adalah perusahaan akan
kehilangan dukungan dari stakeholder yang berujung pada meningkatnya
kewaspadaan dan kecurigaan dari shareholder dan stakeholder lainnya (Zahra, et
al 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Roychowdhury (2006), menyatakan bahwa
manajemen laba dapat dilakukan dengan cara manipulasi akrual murni. Hal ini
dilakukan melalui discretionary accrual atau dengan cara manipulasi aktivitas riil
(real earnings management). Manajemen laba akrual dilakukan pada akhir
periode ketika manajer mengetahui laba sebelum direkayasa sehingga dapat
mengetahui berapa besar manipulasi yang diperlukan agar target laba tercapai.
Namun, manipulasi akrual dibatasi oleh general accepted accounting principles
(GAAP) dan manipulasi akrual di tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan
(19)
4
akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi target laba tertentu,
menghindari kerugian dan mencapai target analysisforecast.
Gunny (2005), mengelompokkan manajemen laba dalam tiga kategori
yaitu akuntansi yang curang, manajemen laba akrual, dan manajemen laba riil
(real earnings management). Penelitian Gunny (2005), Roychowdhury (2006),
Zang (2007), Graham, et al (2005), menemukan bahwa manajer sudah bergeser
dari manajemen laba akrual menuju manajemen laba riil setelah periode
Sarbanes-Oxley Act (SOX).
Menurut Gunny (2005), pergeseran dari manajemen laba akrual ke
manajemen laba riil disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manipulasi akrual
lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator
daripada keputusan tentang penentuan harga dan produksi. Kedua, hanya
menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan tindakan yang
berisiko karena perusahaan mungkin mempunyai fleksibilitas yang terbatas untuk
mengatur akrual, misalnya keterbatasan dalam melaporkan akrual diskresioner
(Graham, et al 2005).
Graham, et al (2005) juga memberikan bukti empiris bahwa para manajer
cenderung melakukan aktivitas manajemen laba riil dibandingkan dengan
manajemen laba akrual. Hal ini disebabkan karena aktivitas manajemen laba riil
sulit dibedakan dengan keputusan bisnis optimal dan lebih sulit dideteksi,
meskipun biaya yang digunakan dalam aktivitas tersebut secara ekonomik
signifikan bagi perusahaan. Menurut Roychowdhury (2006), meskipun terdapat
(20)
5
mengandalkan tindakan manipulasi melalui akrual dalam memanipulasi laba
karena manipulasi aktivitas riil digunakan apabila manipulasi akrual tidak
mencapai target. Selain itu, manipulasi akrual hanya dapat dilakukan pada akhir
periode untuk mencapai target, apabila tidak terpenuhi maka manajemen dapat
menggunakan manipulasi melalui aktivitas riil yang dilakukan sepanjang tahun
dan sulit dideteksi. Oleh karena itu, metode manipulasi aktivitas riil menjadi
alternative lain bagi manajer yang dapat dilakukan untuk mengatur laba selain
manajemen laba akrual yang mudah dideteksi.
Roychowdhury (2006), menemukan bukti bahwa perusahaan
menggunakan berbagai macam cara manajemen laba riil sebagai acuan pelaporan
keuangan untuk menghindari pelaporan kerugian tahunan, hasil penelitiannya
menemukan bahwa para manajer menyediakan tiga cara yaitu dengan melakukan
diskon-diskon harga untuk menaikkan penjualan sementara, produksi secara
besar-besaran untuk menurunkan kos barang terjual, dan mengurangi pengeluaran
diskresioner untuk memperbaiki margin yang dilaporkan. Manajemen laba riil
dapat dideteksi melalui 3 hal yaitu arus kas operasi, biaya produksi dan biaya
diskresioner perusahaan maka dari itu untuk mendeteksi adanya tindakan
manajemen laba rill digunakan tiga proksi yaitu perhitungan berdasarkan
manipulasi arus kas kegiatan operasi, manipulasi biaya produksi, dan manipulasi
biaya diskresioner.
Di Indonesia terjadi beberapa kasus manajemen laba diantaranya menurut
Hidayat (2015, www.kompasiana.com), PT Kimia Farma tahun 2002 melakukan
(21)
6
sebesar Rp 32,7 miliar untuk periode akuntansi tahun 2001. PT Indofarma
menurut Yuliawati (2004, www.bisnis.tempo.com) pada tahun 2004 terdapat
kesalahan pencatatan persediaan barang dalam proses sehingga terdapat kasus
profit overstated sebesar Rp 28,87 miliar. Kasus Lippo Bank menurut Sumantyo
(2003, www.suaramerdeka.com) dengan cara menerbitkan 3 (tiga) versi laporan
keuangan sekaligus dan saling berbeda antara satu dan lainnya, yaitu laporan
keuangan yang dipublikasi dalam media massa, kepada BAPEPAM, dan kepada
manajer perusahaan.
Kasus manajemen laba di luar negeri seperti kasus Enron, yang melibatkan
pihak manajemen, auditor dan para petinggi lainnya menggambarkan manajemen
laba dilakukan tidak hanya dari manajemen saja bahkan auditor eksternal juga ikut
membantu manajemen untuk melakukan manajemen laba (Firmansyah, 2011,
Bisnis.Tempo.com). Dari kasus-kasus tersebut tindakan manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan dapat menurunkan nilai perusahaan yang berakibat
terjadinya ketidakpercayaan oleh para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai perusahaan menjadi penting untuk
diteliti agar publik dapat mengetahui bagaimana kondisi perusahaan tempat
mereka melakukan investasi.
Tindakan manajemen laba terjadi karena adanya konflik keagenan yang
terjadi antara pihak manajemen dan pemilik perusahaan. Hal ini sesuai dengan
pandangan teori keagenan dimana terdapat pemisahan antara pihak agen dan
prinsipal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat memengaruhi
(22)
7
opportunistic manajemen yang mengakibatkan rendahnya kualitas laba.
Rendahnya kualitas laba dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan kepada
para pemakainya seperti para investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan
akan berkurang. Pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu akan
cenderung menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan tujuannya dan bukan
demi untuk kepentingan prinsipal. Menurut investor kualitas audit dapat dilihat
dari laporan auditor maupun reputasi auditor. Dalam kondisi seperti ini diperlukan
suatu mekanisme pengendalian yang dapat menyejajarkan perbedaan kepentingan
antara kedua belah pihak.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas kualitas audit dijadikan sebagai
variabel pemoderasi untuk mengurangi perilaku oportunistik yang dilakukan oleh
pihak manajemen. Dengan adanya pemeriksaan yang berkualitas oleh auditor
eksternal akan dapat menurunkan terjadinya manajemen laba dan dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Kualitas audit yang dilihat dari peran auditor yang
memiliki kompetensi yang memadai dan bersikap independen sehingga menjadi
pihak yang dapat memberikan kepastian terhadap integritas angka-angka
akuntansi yang dilaporkan manajemen (Mayangsari, 2004). Maka dari itu laporan
keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan harus melalui pemeriksaan oleh
auditor eksternal agar menimbulkan kepercayaan oleh para pengguna laporan
keuangan seperti investor dan kreditor laporan keuangan yang dihasilkan oleh
perusahaan yang telah di audit oleh auditor eksternal yang memiliki reputasi baik
(23)
8
Auditor dapat membatasi tindakan manajer yang merugikan perusahaan,
serta membantu menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat umum
terhadap perusahaan tersebut sehingga dapat menciptakan nilai perusahaan yang
baik. Pemeriksaan laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor bertujuan untuk
meminimalisir asimetri informasi. Auditing yang berkualitas tinggi (high-quality
auditing) bertindak sebagai pencegah manajemen laba yang efektif, karena
reputasi manajemen akan hancur dan nilai perusahaan akan turun apabila
pelaporan yang salah ini terdeteksi dan terungkap (Ardiati, 2005) dalam Indriani,
2010).
Penelitian kualitas audit di Indonesia baik langsung atau tidak langsung
secara umum masih sangat terbatas validitasnya, yaitu menggunakan ukuran KAP
yang berafiliasi dengan Big 4, atau spesialisasi industri KAP (Herusetya, 2009;
Mayangsari, 2004). Penelitian ini mengembangkan sebuah pengukuran kualitas
audit yang bersifat multidimensi, meliputi dimensi kompetensi dan independensi,
dengan menggunakan compositemeasure dalam bentuk skor dari beberapa
pengukuran kualitas audit yang telah diuji dalam penelitian sebelumnya.
Pengukuran ini disebut audit quality metric score (selanjutnya disebut AQMS).
Pengukuran dengan pendekatan AQMS ini merupakan pendekatan yang
dikembangkan oleh (Herusetya. dkk 2012) dalam penelitian kualitas audit yang
diukur dalam bentuk skor dari beberapa proksi yang digunakan. Dalam penelitian
ini kualitas audit diukur dengan ukuran KAP, KAP spesialis industri, audit tenur,
(24)
9
Penelitian ini menguji bagaimana pengaruh manajemen laba riil pada nilai
perusahaan dengan menggunakan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi pada
Perusahaan Indeks Bisnis-27. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan
Tobin’s Q karena rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena
dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan,
tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang
dimasukkan namun seluruh aset perusahaan.
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Indeks
Bisnis-27 periode 2012-2014. Indeks Bisnis-Bisnis-27 merupakan indeks harga saham hasil
kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan Harian Bisnis Indonesia.
Harian Bisnis Indonesia sebagai pihak independen yang dapat mengelola indeks
ini secara lebih independen dan fleksibel. Penelitian ini dilakukan pada
Perusahaan Indeks Bisnis-27 dikarenakan perusahaan yang masuk kategori ini
telah dipilih berdasarkan kriteria fundamental, kriteria teknikal atau likuiditas
transaksi, dan akuntabilitas dan tata kelola perusahaan. Hal tersebut membuat
peneliti ingin menguji apakah dalam Perusahaan Indeks Bisnis-27 yang dipilih
dengan kriteria fundamental tersebut menggunakan manajemen laba sebagai cara
untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam bentuk laporan keuangan serta
ingin menguji seberapa efektif atau berkualitas keberadaan audit untuk mencegah
terjadinya manajemen laba yang merugikan pihak pengguna laporan keuangan
terutama investor. Hal tersebut dikarenakan Perusahaan Indeks Bisnis-27 ini akan
dijadikan salah satu acuan oleh investor untuk melakukan investasi di pasar
(25)
10
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang dipaparkan, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah:
1) Apakah manajemen laba riil berpengaruh pada nilai perusahaan pada
Perusahaan Indeks Bisnis-27 periode 2012-2014?
2) Apakah kualitas audit dapat memoderasi pengaruh manajemen laba riil
pada nilai perusahaan pada Perusahaan Indeks Bisnis-27 periode
2012-2014?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh manajemen laba
riil pada nilai perusahaan dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi. Oleh
karena itu tujuan penelitian ini secara khusus membahas tentang pengaruh sebagai
berikut:
1) Menguji pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan pada
Perusahaan Indeks Bisnis-27 periode 2012-2014.
2) Menguji pengaruh kualitas audit sebagai pemoderasi antara manajemen
laba pada nilai perusahaan pada Perusahaan Indeks Bisnis-27 periode
(26)
11
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat akademik
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembuktian yang dapat memperkuat
teori yang telah ada dan dapat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan dengan
kualitas audit sebagai variabel pemoderasi di bidang akuntansi.
1.4.2 Manfaat praktis
1) Bagi perusahaan
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang dampak
manajemen laba riil yang dilakukan oleh pihak manajemen dan
pengaruhnya pada nilai perusahaan dengan kualitas audit sebagai variabel
pemoderasi.
2) Bagi pengguna laporan keuangan
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengguna laporan
keuangan, investor, maupun calon investor mengenai terjadinya praktik
manajemen laba riil. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
bukti mengenai pengaruh manajemen laba riil pada nilai perusahaan
(27)
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis 2.1.1 Teori keagenan
Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan untuk memahami
isu corporate governance dan earnings management. Adanya pemisahan
kepemilikan oleh prinsipal dengan pengendalian oleh agen dalam sebuah
organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara prinsipal dan agen.
Dari sudut pandang manajemen keuangan, salah satu tujuan perusahaan adalah
untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder
(Brigham dan Daves, 2001). Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa
hubungan agensi muncul dari satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan
orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling,
1976). Adanya asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan
dirinya sendiri, mengakibatkan agen memanfaatkan adanya asimetri informasi
yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak
diketahui principal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi
antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang
tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan
(28)
13
Permasalahan keagenan ditelusuri dari beberapa kondisi, seperti
penggunaan arus kas bebas (free cash flow) pada aktivitas yang tidak
menguntungkan, peningkatan kekuasaan manajer dalam melakukan over
investment, dan consumption of excessive perquisites (Jensen, 1986), atau
disebabkan oleh perbedaan keputusan investasi antara investor dengan manajer
(Bhatala, et al 1994). Investor memilih risiko tinggi untuk mendapatkan return
tinggi sedangkan manajer memilih risiko rendah untuk mempertahankan posisi
atau sebaliknya di dalam perusahaan (Crutchley dan Hansen, 1989).
Selain teori keagenan terdapat pula teori akuntansi positif yang mendorong
dan melatarbelakangi sifat oportunistik pihak manajemen dalam memperlihatkan
kinerja yang baik demi untuk memenuhi kepentingan pihak manajemen.
2.1.2 Teori akuntansi positif
Dalam Positive Accounting Theory terdapat tiga faktor pendorong yang
melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986) yaitu:
1) Hipotesis rencana bonus (bonus plan hypothesis)
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan
utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan
bonus besar berdasarkan laba lebih banyak menggunakan akuntansi yang
meningkatkan laba yang dilaporkan.
2) Hipotesis rencana utang (debt covenant hypothesis)
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit
(29)
14
meningkatkan laba. Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam
pandangan pihak eksternal.
3) Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis)
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan
perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal
tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera
mengambil tindakan, misalnya mengenakan peraturan antitrust,
menaikkan pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
2.2 Manajemen Laba
Copeland (1968) mendefinisikan manajemen laba sebagai "some ability to
increase or decrease reported net income at will" yang berarti manajemen laba
adalah suatu tindakan memaksimumkan atau meminimumkan laba untuk tujuan
tertentu. Manajemen laba dapat menimbulkan masalah-masalah keagenan (agency
cost) yang dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara
pemegang saham (principal) dengan pengelola atau manajemen perusahaan
(agent). Menurut Scott (1997), manajemen laba adalah tindakan manajer untuk
melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan
dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi.
Healy dan Wahlen (1999), membagi motivasi manajemen laba ke dalam
tiga kelompok:
1) Motivasi pasar modal (capital market motivation)
Motivasi manajemen laba karena alasan pasar modal lebih banyak
(30)
15
khususnya laba merupakan salah satu sumber informasi penting yang
digunakan oleh investor dalam menilai harga saham. Sehingga tidak
mengherankan kalau ada sebagian manajer yang berusaha membuat laporan
keuangannya tampil baik dengan maksud untuk memengaruhi kinerja saham
dalam jangka pendek. Manajemen cenderung melaporkan laba bersih rendah
(understate) ketika melakukan buy out dan melaporkan laba lebih tinggi
(overstate) ketika melakukan penawaran saham ke publik.
2) Motivasi kontrak (contracting motivation)
Motivasi kontrak atas terjadinya manajemen laba dikaitkan dengan
penggunaan data akuntansi dalam memonitor dan meregulasi kontrak atas
perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders). Secara
eksplisit maupun implisit, kontrak-kontrak yang berjenis kompensasi
manajemen banyak dikaitkan dengan kinerja keuangan perusahaan. Ada
alasan khusus yang menyebabkan mengapa manajemen laba terjadi dalam
konteks kontrak yaitu baik kreditor maupun komite kompensasi yaitu
komite yang menyiapkan berkas kontrak antara manajer perusahaan, merasa
bahwa upaya mengungkapkan ada tidaknya manajemen laba adalah upaya
yang mahal dan membutuhkan waktu. Kondisi ini seakan menjadi
pendorong bagi manajer untuk melakukan praktik manajemen laba.
3) Motivasi peraturan (regulation motivation)
Bagi para pembuat standar, perhatian terhadap manajemen laba
(31)
16
kepada penyajian pelaporan keuangan yang tidak benar, dan akhirnya dapat
memengaruhi alokasi sumber daya yang ada. Manajer dapat memanipulasi
laba dengan berbagai cara, baik yang secara langsung berpengaruh terhadap
keputusan operasi, pembiayaan, investasi maupun dalam bentuk (pemilihan
prosedur akuntansi yang diperbolehkan dalam Prinsip Akuntansi Berterima
Umum (PABU).
2.3 Kategori Manajemen Laba
Menurut Gunny (2005) manajemen laba dapat diklasifikasikan dalam tiga
kategori, yaitu: fraudulent accounting, accruals management dan real earnings
management.
1) Fraudulent accounting
Fraudulent accounting merupakan pilihan akuntansi yang
melanggar General Accepted Accounting Principles (GAAP), accrual
earnings management meliputi aneka pilihan dalam GAAP yang menutupi
kinerja ekonomi yang sebenarnya dan real earnings management terjadi
ketika manajer melakukan tindakan yang menyimpang dari praktik yang
sebenarnya untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.
2) Manajemen laba akrual
Manajemen laba berbasis akrual dilakukan karena adanya
keleluasaan kebijakan dari manajemen dalam menentukan suatu praktik
akuntansi terhadap suatu account dalam neraca. Menurut Sulistyanto
(32)
komponen-17
komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan
komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan
orang yang melakukan pencatatan dan menyusun laporan keuangan.
Praktik manajemen laba berbasis akrual dapat dilakukan apabila
manajemen telah memiliki pengetahuan yang baik dalam bidang
akuntansi. Manajer sama sekali tidak melibatkan arus kas perusahaan dan
hanya bermain pada pos-pos neraca di akhir tahun neraca. Praktik berbasis
akrual menyatakan bahwa perusahaan dapat mengakui pendapatan atau
beban sesuai dengan waktu substansinya dan tidak memperhatikan kapan
arus kas masuk atau keluar. Biaya dapat diakui dalam waktu tertentu
walaupun pengeluaran kas telah terjadi pada waktu sebelumnya, begitu
juga sebaliknya, jika biaya baru diakui di periode yang akan datang
walaupun pengeluaran kas telah terjadi di periode berjalan.
3) Manajemen laba riil
Menurut Roychowdhury (2006), kegiatan manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil merupakan kegiatan yang berangkat dari praktik
operasional yang normal, yang dimotivasi oleh manajer yang berkeinginan
untuk menyesatkan beberapa stakeholder untuk percaya bahwa tujuan
pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi normal.
Kegiatan manipulasi aktivitas riil sebenarnya tidak memberikan kontribusi
untuk nilai perusahaan walaupun mungkin tujuan para manajer tercapai
(33)
18
Gunny (2005), melakukan penelitian tentang konsekuensi dari
manajemen laba riil. Empat aktivitas utama manajemen laba riil yang
digunakan adalah: a) mengurangi biaya diskresioner riset dan
pengembangan, b) mengurangi biaya diskresioner penjualan dan biaya
administrasi dan umum, c) melakukan timing penjualan aktiva tetap untuk
menaikkan laba, dan d) overproduction, diskon harga atau keringanan
kredit untuk menaikkan penjualan atau mengurangi biaya produksi.
Terdapat dua alasan yang mendasari dipilihnya manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil daripada manipulasi akrual yaitu (1) manipulasi
akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor
dan regulator daripada keputusan tentang penentuan harga dan produksi.
Sehingga pilihan akuntansi yang dilakukan terkait dengan akrual pada
perusahaan mempunyai risiko yang lebih besar terhadap pemeriksaan oleh
pihak yang berwenang di pasar modal dan perusahaan akan mendapatkan
sanksi apabila terbukti melakukan penyimpangan standar akuntansi yang
berlaku umum dengan tujuan untuk memanipulasi laba, dan (2) hanya
menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan tindakan
yang berisiko. Selain itu, perusahaan mungkin mempunyai fleksibilitas
yang terbatas untuk mengatur akrual, misalnya keterbatasan dalam
melaporkan akrual diskresioner (Graham, et al 2005). Menurut
Roychowdhury (2006), manajemen laba riil dapat dideteksi melalui 3 hal
(34)
19
Cara yang digunakan oleh manajer dalam praktik manipulasi arus
kas operasi tersebut diantaranya adalah dengan melakukan manipulasi
penjualan. Manajer menggunakan kebijakan diskon besar-besaran sebagai
salah satu cara untuk meningkatkan penjualan dan berdampak pada arus
kas operasi yang masuk ke dalam perusahaan. Dengan demikian, volume
penjualan perusahaan pada tahun tersebut akan naik. Cara yang lainnya
adalah dengan pemberian kredit ringan yang akan meningkatkan penjualan
namun memperkecil arus kas operasi yang masuk ke dalam perusahaan
atau penundaan pembayaran bahan baku kepada supplier sehingga volume
arus kas di dalam perusahaan menjadi tinggi.
Pihak manajemen memanipulasi biaya produksi dengan cara
membesarkan volume produksi di tahun berjalan. Pada penelitian yang
dilakukan Roychowdhury (2006), biaya produksi merupakan jumlah dari
harga pokok penjualan dan perubahan persediaan selama periode berjalan.
Dengan semakin banyaknya unit produksi yang dihasilkan, biaya fixed
overhead per unit semakin menurun, bila diasumsikan biaya marginal
produksi tidak meningkat maka efeknya adalah biaya total per unit yang
akan menurun. Menurunnya biaya total per unit akan berpengaruh
terhadap menurunnya nilai harga pokok penjualan sehingga laba
perusahaan di tahun berjalan akan meningkat. Proksi dari manajemen laba
riil yang selanjutnya adalah biaya diskresioner. Biaya diskresioner
merupakan biaya yang outputnya tidak bisa diukur secara moneter dan
(35)
20
Roychowdhury (2006), menyebutkan bahwa biaya diskresioner
merupakan penjumlahan dari biaya iklan, biaya penelitian dan
pengembangan, biaya pemeliharaan serta biaya penjualan, umum dan
administrasi. Manajemen sering kali mengurangi volume biaya
diskresioner ini karena biaya–biaya ini tidak segera menghasilkan
pendapatan bagi perusahaan. Dengan berkurangnya biaya diskresioner ini,
laba perusahaan akan meningkat dan arus kas operasi juga akan
meningkat.
2.4 Praktik Manajemen Laba
Perusahaan maupun prinsipal dapat melakukan berbagai cara dalam
melakukan praktik manajemen laba. Menurut Scott (1997), manajemen laba dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Taking a bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini
diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
2) Income minimizations
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang
tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis
dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya
3) Income maximizations
Praktik manajemen laba ini dilakukan pada saat laba suatu perusahaan
(36)
21
melaporkan net income yang tinggi untuk bonus yang lebih besar. Pola ini
dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
4) Income smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada
umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
2.5 Nilai Perusahaan
Nurlela dan Islahuddin (2008), menjelaskan bahwa enterprise value (EV)
atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting
bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara
keseluruhan. Wahyudi (2006), menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan
harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual.
Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan
adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh Profesor
James Tobin (1980). Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena
menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian
dari setiap dolar investasi inkremental. Jika rasio-Q di atas satu, ini menunjukkan
bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang
lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan merangsang investasi
baru. Jika rasio-Q di bawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah menarik. Jadi
rasio-Q merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen
memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. Penelitian
(37)
22
oleh Darmawati (2004), menunjukkan bagaimana rasio-Q dapat diterapkan pada
masing-masing perusahaan. Mereka menemukan bahwa beberapa perusahaan
dapat mempertahankan rasio-Q yang lebih besar dari satu. Teori ekonomi
mengatakan bahwa rasio-Q yang lebih besar dari satu akan menarik arus sumber
daya dan kompetisi baru sampai rasio-Q mendekati satu.
Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja
perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika
nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan
utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Wahidahwati, 2002).
2.6 Kualitas Audit
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan
informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan
menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan
keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan
mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor
mengenai laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini berarti auditor mempunyai
peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh
karena itu kualitas audit perlu dipertimbangkan.
Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan
dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran dalam
pelaporan keuangan klien dan melaporkan pelanggaran tersebut (Angelo, 1981).
(38)
23
menarik kesimpulan penelitian berdasarkan ukuran dari kualitas laba (Becker, et
al 1998; Gul, et al 2009).
Ketepatan informasi yang dihasilkan oleh auditor yang diturunkan dari
laporan keuangan tergantung pada kualitas auditor. Titman dan Trueman (1986),
mengasumsikan bahwa auditor yang berkualitas lebih tinggi akan mengenakan fee
audit yang lebih tinggi pula. Calon investor akan mendapatkan estimasi yang lebih
tepat tentang aliran kas masa depan sebuah perusahaan jika mereka sadar bahwa
pilihan pemilik atas kualitas auditor mencerminkan informasi privat yang dimiliki
oleh pemilik. Di dalam kondisi ekuilibrium, pemilik akan memiliki insentif untuk
memilih auditor dengan level kualitas yang bisa dengan benar mengungkapkan
informasi privat mereka. Dengan demikian, makin menguntungkan (favorable)
informasi tersebut, makin tinggi kualitas auditor yang dipilih.
Para peneliti menyatakan bahwa tidak ada satu ukuran karakteristik tertentu
yang dapat mewakili kualitas audit secara utuh karena kualitas audit memiliki sifat
multidimensi (Bamber dan Bamber, 2009). Kualitas audit dapat diukur dengan
proksi Audit Quality Metric Score (AQMS). Variabel AQMS merupakan
penjumlahan skor dari lima proksi (i-v) meliputi dimensi “kompetensi” (ukuran
KAP, spesialisasi industri, dan masa penugasan audit), dan dimensi
“independensi” (client importance, serta kesediaan dan keakuratan opini audit
going concern).
1) Ukuran kantor akuntan publik (KAP)
Ukuran KAP (BIG4) merupakan salah satu indikator dari kualitas
(39)
24
tinggi diukur dengan variabel dummy BIG4, diberi angka satu, jika KAP
merupakan KAP yang berafiliasi dengan Big 4; dan diberi angka nol, jika
lainnya.
2) Spesialisasi industri KAP (SPCL)
KAP dikategorikan sebagai KAP dengan spesialisasi industri (SPCL)
yang menandakan kualitas audit yang tinggi jika memiliki industry share
yang terbesar dalam industri tertentu (Gul, et al 2009). SPCL diberi angka
satu, jika memiliki industry share terbesar, diukur dengan rasio dari
jumlah aset klien KAP dalam industri tertentu dibagi dengan jumlah aset
klien untuk seluruh KAP dalam satu industri; dan diberi skor nol jika
lainnya.
3) Masa penugasan audit (tenure)
Mengikuti Francis dan Yu (2009), Johnson, et al (2002), Gul, et al
(2009), maka pengukuran masa penugasan audit lebih dari tiga tahun dan
kurang dari sembilan tahun dianggap cukup untuk memperoleh
pemahaman yang memadai terhadap klien dan industri klien, namun tidak
mengurangi independensi dari KAP. Tenure diberi angka satu jika masa
penugasan KAP berada dalam interval lebih dari tiga tahun dan kurang
dari sembilan tahun yang menandakan kualitas audit yang tinggi, dan
diberi nilai nol jika lainnya.
4) Client importance (CI)
Client importance (CI) merupakan ukuran dari kualitas audit untuk
(40)
25
dapat mengurangi independensi auditor (Reynolds dan Francis, 2001;
Francis dan Yu, 2009; Chen, et al 2010).
5) Ketersediaan dan keakuratan pelaporan opini audit going concern (RQA)
Proksi Reporting Quality Audit Report (RQA) menggunakan opini
audit GC dan menguji tingkat akurasi dari pelaporan opini GC.
Operasionalisasi pengukuran kesediaan dan keakuratan opini GC (RQA)
menggunakan kriteria sebagai berikut: (i) diberi skor satu, jika KAP
memberikan opini GC pada tahun berjalan, dan pada satu tahun mendatang
klien mengalami kondisi financial distress; diberi skor nol jika sebaliknya
(reporting error tipe 1); atau (ii) diberi skor satu, jika KAP tidak
memberikan opini GC pada tahun berjalan, dan klien pada satu tahun
mendatang tidak mengalami kondisi financial distress; diberi skor nol jika
sebaliknya (reporting error tipe 2). Kondisi financial distress dari klien
harus memenuhi minimal salah satu kondisi berikut, yaitu: (i) mengalami
arus kas operasi (CFO) negatif; atau (ii) rugi bersih (Reynold dan Francis,
(1)
Roychowdhury (2006), menyebutkan bahwa biaya diskresioner merupakan penjumlahan dari biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemeliharaan serta biaya penjualan, umum dan administrasi. Manajemen sering kali mengurangi volume biaya diskresioner ini karena biaya–biaya ini tidak segera menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Dengan berkurangnya biaya diskresioner ini, laba perusahaan akan meningkat dan arus kas operasi juga akan meningkat.
2.4 Praktik Manajemen Laba
Perusahaan maupun prinsipal dapat melakukan berbagai cara dalam melakukan praktik manajemen laba. Menurut Scott (1997), manajemen laba dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Taking a bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
2) Income minimizations
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya
3) Income maximizations
Praktik manajemen laba ini dilakukan pada saat laba suatu perusahaan sedang menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk
(2)
melaporkan net income yang tinggi untuk bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. 4) Income smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
2.5 Nilai Perusahaan
Nurlela dan Islahuddin (2008), menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Wahyudi (2006), menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual.
Salah satu alternatif yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh Profesor James Tobin (1980). Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi inkremental. Jika rasio-Q di atas satu, ini menunjukkan bahwa investasi dalam aktiva menghasilkan laba yang memberikan nilai yang lebih tinggi daripada pengeluaran investasi, hal ini akan merangsang investasi baru. Jika rasio-Q di bawah satu, investasi dalam aktiva tidaklah menarik. Jadi rasio-Q merupakan ukuran yang lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Copeland (1968), Lindenberg dan Ross (1981), yang dikutip
(3)
oleh Darmawati (2004), menunjukkan bagaimana rasio-Q dapat diterapkan pada masing-masing perusahaan. Mereka menemukan bahwa beberapa perusahaan dapat mempertahankan rasio-Q yang lebih besar dari satu. Teori ekonomi mengatakan bahwa rasio-Q yang lebih besar dari satu akan menarik arus sumber daya dan kompetisi baru sampai rasio-Q mendekati satu.
Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Wahidahwati, 2002).
2.6 Kualitas Audit
Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor mengenai laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini berarti auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu kualitas audit perlu dipertimbangkan.
Kualitas audit (audit quality) didefinisikan sebagai probabilitas gabungan dari kemampuan seorang auditor untuk menemukan suatu pelanggaran dalam pelaporan keuangan klien dan melaporkan pelanggaran tersebut (Angelo, 1981). Karena kualitas audit sulit untuk diobservasi, studi kualitas audit lebih banyak
(4)
menarik kesimpulan penelitian berdasarkan ukuran dari kualitas laba (Becker, et al 1998; Gul, et al 2009).
Ketepatan informasi yang dihasilkan oleh auditor yang diturunkan dari laporan keuangan tergantung pada kualitas auditor. Titman dan Trueman (1986), mengasumsikan bahwa auditor yang berkualitas lebih tinggi akan mengenakan fee audit yang lebih tinggi pula. Calon investor akan mendapatkan estimasi yang lebih tepat tentang aliran kas masa depan sebuah perusahaan jika mereka sadar bahwa pilihan pemilik atas kualitas auditor mencerminkan informasi privat yang dimiliki oleh pemilik. Di dalam kondisi ekuilibrium, pemilik akan memiliki insentif untuk memilih auditor dengan level kualitas yang bisa dengan benar mengungkapkan informasi privat mereka. Dengan demikian, makin menguntungkan (favorable) informasi tersebut, makin tinggi kualitas auditor yang dipilih.
Para peneliti menyatakan bahwa tidak ada satu ukuran karakteristik tertentu yang dapat mewakili kualitas audit secara utuh karena kualitas audit memiliki sifat multidimensi (Bamber dan Bamber, 2009). Kualitas audit dapat diukur dengan proksi Audit Quality Metric Score (AQMS). Variabel AQMS merupakan penjumlahan skor dari lima proksi (i-v) meliputi dimensi “kompetensi” (ukuran KAP, spesialisasi industri, dan masa penugasan audit), dan dimensi “independensi” (client importance, serta kesediaan dan keakuratan opini audit going concern).
1) Ukuran kantor akuntan publik (KAP)
Ukuran KAP (BIG4) merupakan salah satu indikator dari kualitas audit yang tinggi (Becker, et al 1998; Krishnan, 2003). Kualitas audit yang
(5)
tinggi diukur dengan variabel dummy BIG4, diberi angka satu, jika KAP merupakan KAP yang berafiliasi dengan Big 4; dan diberi angka nol, jika lainnya.
2) Spesialisasi industri KAP (SPCL)
KAP dikategorikan sebagai KAP dengan spesialisasi industri (SPCL) yang menandakan kualitas audit yang tinggi jika memiliki industry share yang terbesar dalam industri tertentu (Gul, et al 2009). SPCL diberi angka satu, jika memiliki industry share terbesar, diukur dengan rasio dari jumlah aset klien KAP dalam industri tertentu dibagi dengan jumlah aset klien untuk seluruh KAP dalam satu industri; dan diberi skor nol jika lainnya.
3) Masa penugasan audit (tenure)
Mengikuti Francis dan Yu (2009), Johnson, et al (2002), Gul, et al (2009), maka pengukuran masa penugasan audit lebih dari tiga tahun dan kurang dari sembilan tahun dianggap cukup untuk memperoleh pemahaman yang memadai terhadap klien dan industri klien, namun tidak mengurangi independensi dari KAP. Tenure diberi angka satu jika masa penugasan KAP berada dalam interval lebih dari tiga tahun dan kurang dari sembilan tahun yang menandakan kualitas audit yang tinggi, dan diberi nilai nol jika lainnya.
4) Client importance (CI)
Client importance (CI) merupakan ukuran dari kualitas audit untuk menguji kecenderungan auditor memiliki economic dependence sehingga
(6)
dapat mengurangi independensi auditor (Reynolds dan Francis, 2001; Francis dan Yu, 2009; Chen, et al 2010).
5) Ketersediaan dan keakuratan pelaporan opini audit going concern (RQA) Proksi Reporting Quality Audit Report (RQA) menggunakan opini audit GC dan menguji tingkat akurasi dari pelaporan opini GC. Operasionalisasi pengukuran kesediaan dan keakuratan opini GC (RQA) menggunakan kriteria sebagai berikut: (i) diberi skor satu, jika KAP memberikan opini GC pada tahun berjalan, dan pada satu tahun mendatang klien mengalami kondisi financial distress; diberi skor nol jika sebaliknya (reporting error tipe 1); atau (ii) diberi skor satu, jika KAP tidak memberikan opini GC pada tahun berjalan, dan klien pada satu tahun mendatang tidak mengalami kondisi financial distress; diberi skor nol jika sebaliknya (reporting error tipe 2). Kondisi financial distress dari klien harus memenuhi minimal salah satu kondisi berikut, yaitu: (i) mengalami arus kas operasi (CFO) negatif; atau (ii) rugi bersih (Reynold dan Francis, 2001).