Paper Planktonologi Laporan Praktikum Dp

Paper Planktonologi
“Laporan Praktikum Dphnia.sp”

Kelompok 7:
Andika Budi Kusuma
Aninda Nurfadhilah Putri
Alvi Rakhman Halim
Farica Mara Felicia
Namira A. R
Muhammad Reza Prasetyo
Rizkar Maulana

Fakultas perikanan dan ilmu kelautan
Universitas Padjadjaran
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Zooplankton adalah kategorisasi untuk organisme kecil

yang

termasuk

protozoa

kecil

dan

metazoa

besar.

Kepentingan ekologi dari zooplankton termasuk foraminifera,
radiolaria dan dinoflagellate. Zooplankton metazoa penting
termasuk cnidaria seperti ubur-ubur, crustacea seperti
copepoda dan krill,moluska seperti pteropoda dan chordate.
Zooplankton Ini adalah hewan dan binatang plankton. ukuran, (ubur-ubur yang
terbesar). plankton Sebagian besar mikroskopis, tetapi mereka dapat tertangkap dengan

disring menggunakan plankton net melalui air. Waktu terbaik untuk menangkap mereka
adalah pada musim semi dan awal musim panas.
Ada dua kelompok zooplankton; zooplankton sementara (juga disebut meroplankton)
dan zooplankton permanen. Para zooplankton sementara adalah embrio ikan, kepiting,
spons, kerang dan invertebrata lainnya. Jenis zooplankton menghabiskan bagian awal
hidupnya mengambang dekat permukaan laut. Ketika mereka dewasa, mereka menetap
ke bawah, di mana mereka berubah menjadi dewasa. Setelah dewasa theyre mereka tidak
lagi dianggap sebagai bagian dari populasi plankton.
Zooplankton yang permanen adalah mereka spesies yang tetap dalam populasi
plankton sepanjang siklus seumur hidup mereka. Beberapa jenis zooplankton permanen
foraminiferan (artinya "lubang-bearing"), radiolaria dan copepoda (yang paling banyak).

Plankton adalah sumber makanan penting. Beberapa spesies ikan paus plankton filter
keluar dari air, yang disebut filter.feeder.. Udang krill bahwa paus di Antartika makan
sedang dipertimbangkan sebagai sumber makanan potensial bagi manusia. Moluska
(seperti remis, kerang, tiram, dan kerang) juga pakan filter. Udang adalah binatang lain
yang memakan plankton. Beberapa pakan ikan kecil yang baru menetas langsung pada
plankton sampai mereka cukup besar untuk makan organisme lain. Dalam rantai makanan
di laut, setiap organisme berfungsi sebagai makanan bagi orang lain, tetapi plankton dasar
itu semua.

Zooplankton, bentuk hewan plankton, termasuk protozoa, krustasea kecil, ubur-ubur
dan cacing. Protozoa adalah organisme bersel tunggal yang dapat menjajah, mereka dapat
hidup di lautan, danau garam, danau air tawar, sungai dan kolam dan bervariasi dalam
ukuran untuk 2-70 mikrometer dan bahkan lebih besar. Krustasea adalah invertebrata
yang hidup di air maupun di tanah dan dapat bervariasi dari mikroskopis untuk enam
puluh sentimeter.
Pakan zooplankton off Fitoplankton, membuat mereka link kedua dalam rantai
makanan di laut. Zooplankton kemudian dimakan oleh krill, ikan dan krustasea yang
lebih besar. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang zooplankton memainkan peran dalam
rantai makanan kita, kepala ke Marine halaman Rantai Makanan.
Agar zooplankton untuk memiliki akses yang mudah ke sumber makanan mereka,
mereka harus berlokasi dekat fitoplankton. Karena fitoplankton perlu memiliki akses ke
sinar matahari untuk berfotosintesis, mereka harus dekat permukaan air. Zoplankton juga
membutuhkan zat besi dalam diet mereka. Jadi, yang juga dimana zooplankton dapat
ditemukan; atas 100 meter dari air tepatnya. Sama seperti fitoplankton, zooplankton tidak
bisa berenang, melainkan mereka hanya mengapung bersama arus, pasang surut dan dan
angin. Perbedaan antara gerakan fitoplankton dan zooplankton adalah zooplankton yang
sering dapat berat badan terlalu banyak untuk hanya mengapung di sepanjang, seperti
fitoplankton, sehingga mereka menggunakan paku untuk distribusi berat (Microsoft
Encarta Encyclopedia).


Penelitian telah dilakukan yang bisa membuktikan plankton sendiri merupakan sumber
makanan yang baik bagi manusia. Ide ini dapat dikreditkan seorang ilmuwan dan penulis
Norwegia, Thor Hayerdahl, yang melakukan perjalanan dari Peru ke Polinesia pada rakit.
Selama perjalanan, ia menemukan bahwa zooplankton dibuat (lihat bagian bawah
halaman ini) "makan yang baik." Penelitian lebih lanjut telah dilakukan untuk
membuktikan plankton merupakan sumber protein yang baik dan karbohidrat. (Vegas).
Karena banyak, mudah dipanen dan murah, itu adalah kemungkinan yang baik untuk
masa depan.

1.2 Klasifikasi fitoplankton
Kebanyakan kelompok zooplankton yang sering dijumpai adalah bersifat
holoplankton yang berasal dari phylum atau kelas invertebrate yang hidup di perairan.
Terdapat 11 jenis phylum zooplankton yang ada diperairan diantaranya adalah Protozoa,
Cnidaria, Ctenophora, Nemertea, Aschelminthes, Mollusca, Annelida, Arthropoda,
Chaetognatha, Echinodermata, Chordata (Omori, et al, 1984). Diperkirakan mayoritas
dari 11 jenis phylum atau kelas invertebrate tersebut berupa zooplankton yang bersifat
holoplankton yang banyak didominasi dari golongan Protozoa, Rotifera, dan Crustacea,
serta beberapa dari jenis Polychaeta dan Molusca. Karakteristik yang khas dari
zooplankton adalah memiliki alat gerak walaupun pergerakannya dipengaruhi arus seperti

flagell, cilia, pseudopodia sampai kaki yang sebenarnya.
- Phylum Protozoa
Protozoa merupakan tingkat organisme tingkat plasma , berdasarkan alat geraknya,
yang sering dijumpai dalam pengamatan plankton adalah dari kelompok Foraminifera ,
Radiolaria, Sarcodina, Cillliata dan Tintinnida.
1

Kelas Mastigophora (Flagelata)
Bangsa Crysomonadina
Contoh : dictyocha, Dinobryon, Emelian

2

Kelas Sarcodinea

Karakteristik kelas ini adalah, alat gerak berupa pscudopidia (kaki semu),
klasifikasi dari kelas ini berdasarkan bentuk kaki semu
- Phylum Porifera
Tubuh berpori-pori, dan berspicula (dasar klasifikasi porifera) yang tersusun dari
kapur, silicon maupun spongin.

Contoh ; Spongilla , Leucosolenia.
- Phylum Cnidaria (Coelenterata)
Planktonic carnivor yang menangkap mangsanya dengan tentakel di sekeliling mulut
yang bersengat (nematocyst), biasa dinamakan jelly fish . Coelenterata teridir dari 2
bentuk tubuh yaitu Polyp dan Meusa.
- Phylum Ctenophora
Dikenal dengan nama comb-jelly. Bentuk menyerupai Coelentarta, dibedakan karena
memiliki cilia sebagai alat gerak
Contoh : Pleurobrachia, Leucothea, Ocyropsis\
- Phylum Platyhelnithes (cacing pipih)
Contoh : Mullers larvae, (bersifat holoplankton)
- Phylum Nemertea
Contoh : Pilidium larva

- Phylum Nemathelminthes (cacing cambuk )

Cacing Nematode sering dijumpai diperairan kolam atau tambak udang terutama
didasar (tumpukan bahan organik), tetapi sering pula dijumpai planktonis bahkan
sebagai parasit udang.
Contoh : Nematoda

- Phylum Rotifera
Merupakan kelompok yang sering dijumai diperairan / tambak , memiliki semacam
appendage pada tubuhnya. Reproduksi dapat secara parthenogenesis.

Beberapa contoh yang sering dijumpai ditambak : Polyarthra, Hexarthra, Asplancha,
Brachionus, Collurella, Trichocerca, Sylchaeta, Lecane, Euchlanis.
- Phylum Chaetognatha (arrow worm)
Disebut juga cacing panah, merupakan predator , bentuknya seperti panah, berwarna
transparan, memiliki sepasang sirip.
Contoh : Sagita, Eukrohnia, Spadella
- Phylum Annelida
Merupakan cacing bersegmen / ruas , dari kelomopk ini hanya sedikit yang
dijumpai melayang-layang sebagai zooplankton. Setiap segmen tubuh ditumbuhi
parapodea pipih. Polychaeta merupakan kelas yang sering ditemui, sering kali
individu yang dijumpai adalah dalam tahap larva.
Contoh : Lepidasthenia, Pelagobia, Callizona, Lagisca.
- Phylum Artoropoda
Dari phylum ini yang terpenting / sering dijumpai adalah dari Bangsa :
- Bangsa Cladocera
- Bangsa Copepoda

- Bansa Ostracorda
- Phylum Molusca
Walaupun umumnya merupakan hewan yang mempunyai ukuran besara pada
waktu dewasa, pada waktu larva berupa bersifat plankton. Contoh : Atlnta, Creus,
Limacina, Hyalocylic, Squid.

1.2 Perumusan Masalah
Dalam makalah ini kami mengangkat beberapa permasalahan yang menjadi obyek
kajian sebagai berikut :
1. Taksonomi
2. ciri-ciri morfologi
3. metode reproduksi fitoplankton

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah
adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sbb;
1. Mengetahui taksonomi fitoplankton di air tawar
2. Mengetahui ciri-ciri morfologi fitoplankton di air tawar
3. Mengetahui metode reproduksi fitoplankton di air tawar

BAB II

PEMBAHASAN

Daphnia
adalah
filum

Arthropoda yang hidup secara umum di perairan tawar. Spesies-spesies dari genus
Daphnia ditemukan mulai dari daerah tropis hingga arktik dengan berbagai ukuran
habitat mulai dari kolam kecil hingga danau luas. Dari lima puluh spesies genus ini di
seluruh dunia, hanya enam spesies yang secara normal dapat ditemukan di daerah tropika.
Salah satunya adalah spesies Daphnia magna (Delbaere & Dhert, 1996)
Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia magna adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda

Subkelas : Diplostraca
Ordo : Cladocera
Subordo : Eucladocera
Famili : Daphnidae

Subfamili : Daphnoidea
Genus : Daphnia
Spesies : Daphnia magna

1.2 Morfologi Daphnia magna

Pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat. Kepala menyatu, dengan bentuk
membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat dengan jelas melalui lekukan yang
jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota tubuh tertutup oleh carapace, dengan
enam pasang kaki semu yang berada pada rongga perut. Bagian tubuh yang paling terlihat
adalah mata, antenna dan sepasang seta. Pada beberapa jenis Daphnia, bagian carapace
nya tembus cahaya dan tampak dengan jelas melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya.
Beberapa Daphnia memakan crustacean dan rotifer kecil, tapi sebagian besar adalah filter
feeder, memakan algae uniselular dan berbagai macam detritus organik termasuk protista
dan bakteri. Daphnia juga memakan beberapa jenis ragi, tetapi hanya di lingkungan
terkontrol seperti laboratorium. Pertumbuhannya dapat dikontrol dengan mudah dengan
pemberian ragi. Partikel makanan yang tersaring kemudian dibentuk menjadi bolus yang
akan turun melalui rongga pencernaan sampai penuh dan melalui anus ditempatkan di
bagian ujung rongga pencernaan. Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk
membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak mampu terserap.

Organ Daphnia untuk berenang didukung oleh antenna kedua yang ukurannya lebih
besar. Gerakan antenna ini sangat berpengaruh untuk gerakan melawan arus (Waterman,
1960).
1.3 Reproduksi
Mekanisme reproduksi Daphnia adalah dengan cara parthenogenesis. Satu atau lebih
individu muda dirawat dengan menempel pada tubuh induk. Daphnia yang baru menetas
harus melakukan pergantian kulit (molting) beberapa kali sebelum tumbuh jadi dewasa
sekitar satu pekan setelah menetas. Siklus hidup Daphnia sp. yaitu telur, anak, remaja dan
dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat setelah telur menetas di dalam ruang
pengeraman. Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5 mm, anak pertama sebesar 0,8 mm
dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai menghasilkan anak pertama kali
pada umur 4-6 hari. Adapun umur yang dapat dicapainya 12 hari. Setiap satu atau dua
hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29 ekor, individu yang baru menetas sudah sama
secara anatomi dengan individu dewasa (Gambar 2). Proses reproduksi ini akan berlanjut
jika kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan. Jika kondisi tidak ideal baru akan

dihasilkan individu jantan agar terjadi reproduksi seksual (Waterman, 1960).
Daphnia jantan lebih kecil ukurannya dibandingkan yang betina. Pada individu jantan
terdapat organ tambahan pada bagian abdominal untuk memeluk betina dari belakang dan
membuka carapacae betina, kemudian spermateka masuk dan membuahi sel telur. Telur
yang telah dibuahi kemudian akan dilindungi lapisan yang bernama ephipium untuk
mencegah dari ancaman lingkungan sampai kondisi ideal untuk menetas (Mokoginta,
2003).
4 Sistem Kultur yang umum dilakukan
4.1 Sistem kultur zooplankton
Secara umum, terdapat empat jenis sistem kultur zooplankton untuk keperluan pakan
hidup dalam proses akuakultur yaitu :
i). Sistem statis
Sistem statis atau sistem batch merupakan sistem kultur yang paling umum digunakan.
Pada sistem statis, setelah diinokulasi kultur akan dikembangkan selama periode tertentu,
kemudian dilakukan pemanenan pada kultur secara keseluruhan. Sistem statis ini bersifat
ekstensif dan membutuhkan ruang yang luas dalam pengerjaannya. Namun, sistem ini
mempunyai kelebihan yaitu mudah untuk dilakukan (Snell, 1991).
ii). Sistem semi sinambung (Semi-continuous system)
Pada sistem semi sinambung ini, kepadatan zooplankton dijaga konstan dengan
pemanenan secara periodik. Pada sistem semi sinambung sebagian volume kultur dipanen
setiap hari, kemudian kultur ditambah medium baru dengan volume yang sama. Metode
ini disebut juga sebagai metode perampingan (thinning method) (Snell, 1991).
iii). Sistem sinambung (continuous system)
Sistem sinambung adalah sistem kultur yang bersifat intensif. Tujuan sistem ini hampir

sama dengan sistem semi sinambung, namun sistem sinambung ini lebih konsisten dalam
menjaga kualitas air melalui frekuensi pergantian air kultur yang tinggi dan penggunaan
kemostat (Suantika, 2001; Snell, 1991). Medium kultur baru selalu ditambahkan di dalam
sistem ini, sehingga tidak diperlukan perlakuan khusus untuk menjaga pH dan
mengurangi akumulasi amonia. Pada sistem ini, kepadatan kultur yang konstan dengan
kualitas yang tinggi dapat dicapai. Produktivitas kultur dengan sistem sinambung lebih
tinggi bila dibandingkan dengan sistem kultur statis dan semi sinambung (James & Abu
Rezeq, 1997).
Sistem kultur sinambung memiliki kekurangan yaitu hanya diaplikasikan dalam skala
percobaan atau eksperimen, dan belum diaplikasikan di hatchery. Sistem ini mempunyai
resiko kegagalan teknis yang tinggi karena rumit, mempunyai banyak variabel yang harus
dikontrol, dan membutuhkan biaya tinggi (Suantika, 2001).
iv). Sistem kultur berkepadatan tinggi (Ultra-high density culture system)
Sistem kultur berkepadatan tinggi merupakan cara efektif untuk mengkultur zooplankton
tanpa memperluas area kultur. Sistem ini mempunyai kelebihan yaitu jumlah pekerja
yang dibutuhkan sedikit, mempunyai produktivitas yang tinggi dan konsisten sepanjang
tahun (Suantika, 2001).
Sistem kultur ini dikembangkan oleh peneliti Jepang. Dengan menggunakan kultur B.
plicatilis yang mampu mencapai kepadatan 10.000 individu/mL dalam tangki berukuran
1 m2 (Yoshimura et.al,1995 dalam Suantika, 2001).
4.2 Sistem kultur Daphnia sp.
Berdasarkan FAO (1996), pada sistem kultur massal Daphnia sp. dikenal dua sistem
khusus :
i)

Sistem Detrital

Sistem ini adalah sistem yang dibuat dari campuran medium tanah, pupuk kandang, dan
air. Pupuk kandang berfungsi sebagai pupuk alami untuk menginisiasi peningkatan

jumlah alga yang merupakan pakan Daphnia sp. Campuran pupuk kandang berbanding
tanah ialah 1kg : 200 gr bagian dilarutkan dalam air satu liter. Sistem ini memiliki
keuntungan karena mudah untuk dirawat dan Daphnia tidak mudah mengalami defisiensi
nutrisi, karena alga yang beragam dalam jumlah berlimpah. Sistem ini memiliki
kelemahan karena tidak cukup mendukung kondisi standar kebutuhan (tidak terkontrol)
Daphnia, sehingga dapat terjadi kondisi minimnya oksigen yang menyebabkan tingginya
tingkat kematian Daphnia dan rendahnya produksi telur.
ii)

Sistem Autotrof

Sistem autotrof adalah cara lain dengan menambahkan alga yang sudah dikultur ke dalam
kultur Daphnia. Kultur air hijau (105 to 106sel.ml-1) ditambahkan dari alga yang dikultur
secara monokultur ataupun dari tambak ikan yang memiliki spesies alga yang beragam.
Pengontrolan kultur akan lebih mudah jika alga yang digunakan adalah monokultur,
seperti Chlorella, Chlamydomonas atau Scenedesmus, atau campuran dari dua kultur alga
tersebut. Kelemahan sistem ini adalah tidak mampu mempertahankan kultur Daphnia
untuk generasi yang berlanjut tanpa tambahan vitamin ke dalam kultur Daphnia. Vitamin
tersebut antara lain vitamin B kompleks, kalsium pantotenat, biotin dan thiamin.
5 Parameter Kualitas Air
5.1 Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang penting bagi semua organisme akuatik. Batas
toleransi setiap organisme terhadap suhu berbeda-beda, tergantung dari fisiologi
organisme tersebut. Di perairan suhu berpengaruh terhadap kelarutan oksigen, yang
penting bagi keberlangsungan hidup mayoritas organisme akuatik. Pada percobaan kali
ini suhu dipertahankan pada suhu optimal pertumbuhan Daphnia sp. yaitu 250C . Suhu
optimal yang stabil akan menjaga pH dan DO dapat tetap stabil (Mokoginta, 2003).
5.2 Nilai pH
Nilai pH atau potential hydrogen merupakan indikator konsentrasi ion hidrogen yang

menggambarkan konsentrasi asam. Nilai ini berbanding terbalik dengan suhu, semakin
tinggi suhu menyebabkan pH semakin rendah.
Menurut Pennak (1989), pH yang baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. Berkisar antara
6,5 sampai 8,5. Pada umumnya, lingkungan perairan yang netral dan relatif basa pada
kisaran pH 7,1-8,0 lebih baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)
5.3 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen atau DO)
Menurut Cole (1994), kelarutan suatu gas (termasuk oksigen) pada medium cair
merupakan karakteristik dari gas tersebut sendiri, dan dipengaruhi oleh tekanan,
ketinggian suatu tempat, suhu dan salinitas. Kelarutan gas di medium cair menurun
seiring dengan naiknya suhu dan banyaknya mineral yang terlarut dalam medium
tersebut.( Salmin, 2005)
Oksigen terlarut mempunyai peranan penting dalam kehidupan Daphnia sp. Pada
umumnya, Daphnia sp. dapat hidup pada konsentrasi oksigen terlarut yang cukup tinggi
yaitu sekitar 4,2 – 5,1 ppm dan tidak dapat hidup pada konsentrasi oksigen terlarut
kurang dari 1 ppm (Mokoginta, 2003), sedangkan menurut Delbaere & Dhert (1996),
kadar oksigen terlarut minimum yang dibutuhkan kultur Daphnia sp. adalah sekitar 3,5
ppm.
5.4 Amonia
Hewan akuatik umumnya mengekskresikan amonia sebagai hasil dari proses
metabolisme. Terdapat amonia yang tidak terionisasi (NH 3) dan amonia terionisasi atau
ion amonium (NH4+). Amonia bersifat toksik bagi larva ataupun organisme perairan
seperti Daphnia sp. karena mampu melewati membran organ dalam, sedangkan ion
amonium tidak dapat melewati membran tersebut (P.Kungvankij et.al, 1985). Menurut
Cole (1994), setiap hari seekor Daphnia pulex melepaskan 0,2 µg nitrogen.
Kadar amonia di perairan akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan pH.
Kadar amonia yang tinggi dapat menurunkan tingkat reproduksi Daphnia sp. Kadar

amonia yang aman bagi kultur Daphnia sp. adalah di bawah 0,2 mg/L (Delbaere & Dhert,
1996).