Laporan Praktikum Planktonologi di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Plankton adalah makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya
mengapung atau melayang di dalam air yang kemampuan renangnya
(kalaupun ada) sangat terbatas hingga hanyut terbawa arus. Plankton
berbeda dengan nekton yang merupakan hewan yang berkemampuan aktif
berenang bebas tidak tergantung pada arus, misal ikan, cumi-cumi. Lain pula
dengan benthos yang merupakan biota yang hidupnya melekat, menancap,
merayap atau meliang didasar laut, misalnya bintang laut, kerang, teripang
(Nontji, 2008).
Plankton adalah benda hidup berukuran kecil yang melayang di dalam air,
baik air laut maupun air tawar. Plankton dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah golongan
tumbuhan berdinding sel yang melayang bebas dalam air, karena merupakan
tumbuhan fitoplankton disebut sebagai mikroalga. Fitoplankton merupakan
bagian dari rantai makanan yaitu sebagai produktivitas primer. Zooplankton
adalah hewan yang bisa melawan arus atau melayang dalam air dan memiliki
ukuran antara 0,1-0,3 mm (Kuncoro, 2004).
Menurut Aunurohim (2008) dalam Salam (2010), fitoplankton memiliki
klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik

dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus
makanan diperairan. Namun , fitpoplankton tertentu mempunyai peran
menurunkan kualitas air apabila jumlahnya berlebih. Tingginya populasi
fitoplankton beracun diperairan dapat menyebabkan kematian berbagai
makhluk air lainnya, misalnya Alexandrium spp, Gymnodinium spp. Dinopysis
spp.

1

1.2 TUJUAN
1.2.1

Pengamatan Komponen Ekologi Perairan
Tujuan dari praktikum lapang Planktonologi tentang pengamatan
ekologi kolam adalah agar praktikan dapat mengetahui komponen
ekologi, baik biotik ataupun abioti yang mempengaruhi plankton dan
kehidupannya.

1.2.2


Pengambilan Sampel Plankton
Tujuan dari praktikum lapang Planktonologi tetang pengambilan
sampel adalah agar praktikan mampu mengetahui penentuan lokasi
untuk

pengambilan

sampel

plankton,

serta

memahami

cara

pengyimpanan sampel plankton.
1.2.3


Identifikasi plankton
Tujuan dari praktikum Laboratorium Planktonologi tentang pengidentifikasian plankton adalah menambah pengetahuan praktikan
mengenai bagian-bagian mikroskop serta mampu menguasai tata cara
mengidentifikasian plankton.

1.3TEMPAT DAN WAKTU
Pelaksanaan praktikum lapang Planktonologi yang pertama yaitu
dilaksanakan di Sumber Sekar, Dau, Malang pada hari Minggu 18 Oktober
2015 pada pukul 07.00 – selesai.
Pelaksanaan praktikum laboratorium Planktonologi kedua yaitu dilaksanakan
di Laboraorium Hidrobiologi, Gedung C lantai Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan pada hari Senin 19 Oktober 2015 pukul 07.00 – selesai.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis dan Klasifikasi Plankton
2.1.1


Pengertian Plankton
Menurut Nontji (2008), Plankton adalah makhluk (tumbuhan
dan hewan) yang hidupnya mengapung, mengambang , atau
melayang di dalam air yang kemampuan renangnya (kalaupun ada)
sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus. Istilah
“Plankton” diperkenalkan oleh Victor Hensen tahun 1887, yang
berasal dari bahasa yunani,”Planktos” yang berarti menghanyut atau
mengembara.
Menurut Horne dan Goldman (1994) dalam Musthafa (2013),
Plankton merupakan organisme akuatik yang berukuran mikroskopik,
hidupnya bergerak di air, pergerakannya lemah, dan lebih ditentukan
oleh arus dan angin. Plankton terdiri atas fitoplankton dan
zooplankton. Fitoplankton bersifat autotrof dan menjadi produsen
primer perairan yang menyediakan energy bagi organisme akuatik
lain. Sedangkan zooplankton bersifat heterotrof, yang memerkukan
peranan dari makhluk

hidup lain untuk memenuhi kebutuhan

energinya.

2.1.2

Pengelompokan Plankton
a. Berdasarkan ukuran
Menurut Sieburth (1978) dalam Nontji (2008), dengan
kemajuan teknik penyaringan yang dapat lebih baik memilah-milah
partikel yang sangat halus, penggolongan plankton berdasarkan
ukuranya yaitu Megaplankton (20-200cm),Makroplankton (220cm), Mesoplankton (0,2-2mm), Mikroplankton (20-200 μm¿
,Nanoplankton

(2-20

μm¿ ,

Pikoplankton

(0,2-2 μm¿ ,

Femtoplankton lebih kecil dari 0,2 μm.
Menurut Wiadnyana dan Wagey (2004) dalam Asriyana

dan Yuliana (2012), adapun ata batasan ukurannya, plankton
dikelompokkan

menjadi

megaplankton,

makroplankton,

mikroplankton, nannoplankton, dan ultraplankton. Megaplankton
mencakup hewan berukuran besar dengan kemampuan gerak
terbatas, misalnya ubur-ubur. Makroplankton adalah plankton

3

yang dapat dilihat dengan mata telanjang, biasanya berukuran 1
mm – 10 mm. Mikroplankton merupakan plankton yang berukuran
0,075mm sampai kurang dari 1mm. Nannoplankton, berukuran
antara 5 μm sampai kurang dari 0,075 mm, yang hampir
seluruhnya berupa bakteri dan flagellate autotrof. Sedangkan

Ultraplankton, merupakan pakan flagellata-flagellata paling kecil
dengan ukuran dibawah 5 μm.
b. Berdasarkan asal
Menurut Herawati (1989), berdasarkan asalnya plankton
dibedakan menjadi:
1. Autogenik : Plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.
2. Allogenik : Plankton yang berasal dari perairan lain.
Berdasarkan asal – usulnya menurut Sova (2006),
plankton dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Autoplankton yaitu plankton yang berasal dari perairan itu
sendiri.
2. Alloplankton yaitu plankton yang berasal dari luar habitat
tersebut.
c. Berdasarkan Siklus Hidup
Menurut Wiadnyana dan Wagey (2004) dalam Asriyana
dan Yuliana (2012), menurut batasan daur hidup plankton
digolongkan menjadi holoplankton (plankton yang seluruh daur
hidupnya sebagai plankton) dan meroplankton (plankton yang
hanya sebagian daur hidupnya terutama stadia larva hidup
sebagai plankton). Sebagai contoh copepod, pada saat larva

hidup sebagai plankton dan masa dewasa hidup sebagai hewan
pelagic.
Berdasarkan daur hidup, plankton dapat digolongkan
menjadi

holopankton

dan

meroplankton.

Dalam

kelompok

holoplankton ini termasuk plankton yang seluruh daur hidupnya
dijalani sebagai plankton. Mulai dari telur,larva, hingga dewasa.
Kebanyakan zooplankton termasuk golongan ini. Sedangkan
meropankton menjalani kehidupannya hanya pada tahap awal dari
biota tersebut yakin pada tahap sebagi telur dan larva saja.


4

Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi nekton. Yakni hewan
yang aktif berenang bebas (Nontji.2008).
d. Berdasarkan Habitat
Menurut Hapsari (2010), berdasarkan habitatnya plankton
dibedakan menjadi 2 yaitu Haliplankton dan Limnoplankton.
Haliplankton

yaitu

plankton

hidupnya

di

air


laut.

Dan

Limnoplankton adalah plankton yang hidup di air tawar.
Plankton berdasarkan habitat

hidupnya terdiri atas

plankton oseanik yang hidp di lautan lepas atau di luar paparan
benua. Plankton neritik yang hidup di perairan paparan benua.
Dan limnoplankton hidup di air tawar (Sawestri et al.,2012)
e. Berdasarkan Jenis Makanan
Menurut Luthfia (2013), plankton dibagi menjadi dua
golongan, yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton
(plankton hewani). Plankton tersebut mempunyai peranan penting
dalam perairan karena plankton menjadi bahan makanan bagi
organisme lain. Zooplankton adalah plankton hewani yang
bergerak aktif yang di pengaruhi oleh produksi fitoplankton.
Menurut Nontji (2008), plankton dibagi menjadi dua yaitu

fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan tumpuan
bagi semua kehidupan dilaut karena sebagai rantai makanan.
Fitoplankton akan dimakan oleh zooplankton. Zooplankton akan
dimakan oleh ikan kecil yang pada gilirannya akan dimakan pula
oleh ikan yang lebih besar lagi.
2.1.3

Ciri dan klasifikasi Fitoplankton
a. Divisi Chlorophyta
Menurut Nuraeni (2012), ciri – ciri phylum chlorophyta
antara lain, yaitu :
1. Bewarna hijau, karena mengandung kloroplas (plastid yang
bewarna hijau) dengan

butir-butir pirenoid ditengahnya

yang berfungsi dalam fotosintesis untuk menghasilkan amilum
(pati).
2. Sel – sel alga hijau sudah bersifat eukarion atau memiliki
dinding nucleus.

5

Menurut Kasrina (2012), filum chlorophyta terdiri dari 2
ordo, 5 famili, 17 genus dan 29 spesies :
1. Phylum

: Chlorophyta

2. Class

: Chlorophyceae

3. Ordo

: Zygnematales dan Chlorococcales

4. Family

:

a.

Desmidiaceae
Genus

: Closterium

Spesies

: C. Moniliferum

b. Mesotaeniaceae
Genus

: Netrium

Spesies

: N. Digitus

c. Scenedesmaceae
Genus

: Scenedesmus

Spesies

: S. Acuminatus

d. Zygnemataceae
Genus

: Spirogyra

Spesies

: Spirogyra sp

e. Hidrodictyaceae
Genus

: Pediastrum

Spesies

: P. Boryanum

b. Divisi Cyanophyta
Menurut Nuraeni (2010), divisi cyanophyta atau kelas
cyanophyceae dibagi menjadi 3 ordo, yaitu :
1. Ordo Chroococcalesa
Memiliki bentuk tunggal atau kelompok, warna hijau
kebiruan serta umumnya membentuk selaput lendir pada
cadas atau tembok yang basah. Famili choococcaceae,
jenis-jenisnya yaitu :
-

Choococcusturgidus

-

Gleocapsasanguinea

2. Ordo Chamasiphonales
Memiliki sel tunggal, koloni berbentuk benang, mempunyai
spora. Famili chamasiphonaceae, contohnya :
-

Chamaesiphonconfervicolus

6

3. Ordo Hormogonales
Sel-selnya merupakan koloni berbentuk benang.Benangbenang itu melekat pada substratnya, tidak bercabang,
jarring memiliki percabangan sejati, serta lebih sering
mempunyai percabangan semu.
Ganggang biru adalah ganggang bersel tunggal atau
berbentuk benang dengan struktur tubuh yang masih sederhana.
Warna biru kehijauan, autrotrof. Inti dan kromatofora tidak
ditemukan. Dinding selnya mengandung pektin, hemiselulosa,
dan selulosa, yang kadang-kadang berupa lender, oleh sebab itu
ganggang ini juga dinamakan ganggang lender (Myxophyceae).
Pada bagian pinggir plasmanya terkandung zat warna klorofil a,
karotenoid, dan dua macam kromaprotein yang larut dalam air
yaitu fikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang berwarna
merah. Perbandingan macam-macam zat warna itu amat labil,
oleh sebab itu warna ganggang tidak tetap, kadang-kadang
tampak kemerah-merahan, kadang-kadang kebiru-biruan. Gejala
ini dianggap sebagai suatu penyesuaian diri terhadap sinar
(adaptasi kromatik). Ganggang biru umumnya tidak bergerak.
Diantara jenis-jenis yang berbentuk benang dapat mengadakan
gerakan merayap yang meluncur pada alas yang basah. Bulu
cambuk tidak ada, gerakan itu mungkin sekali karena adanya
kontraksi tubuh dan diabntu dengan pembentukan lender.
Cyanophyceae dibedakan dalam tiga bangsa yaitu bangsa
Chroococcales,

Chamaesiphonales,

dan

Hormogonales

(Tjitrosoepomo, 2005 dalam Utami, 2012)
c. Chrysophyta
Menurut Musthafa (2013), klasifikasi Chrysophyta sebagai
berikut :
Divisi

: Chrysophyta

Class

: Bacillariophyceae

Ordo

:
a.

Bacillariales

b. Centrales

7

c. Penales
Famili

:
a. Chaetoceraceae
b. Fragilariaceae
c. Centrales
d. Coscinodisceae
e. Melosiraceae
f.

Rhizosoleniaceae

g. Thallassiosiraceae
h. Naviculaceae
i.

Surirellaceae

j.

Nitzschiaceae

k. Tabellariaceae
Genus

:
a. Tabellaria
b. Diatoma
c. Nitzschia
d. Surirella
e. Stauroneis
f.

Navicula

g. Gyrosigma
h. Cymbela
i.

Synedra

j.

Skeletonema

k. Rhizosolenia
l.

Melosira

m. Cycotella
Spesies

:
a. Tabellaria fenestrate
b. Tabellaria frocculosa
c. Diatoma valgare
d. Diatoma alongatum
e. Nitzschia actinastroides
f.

Nitzchia brebisonnii

g. Surirella robusta var.splendida

8

h. Stauroneiss spp
i.

Gyrosigma attenuatum

j.

Navicula placentula

k. Cymbella parva
l.

Synedra avinis

m. Synedra acus
n. Skeletonema spp
o. Rhizosolenia delicatula
p. Melosira ambigua
q. Melosira granulate
r.

Cycotella kutzingiana

Menurut Kemdiknat (2010), Klasifikasi dari salah satu divisi
Chrysophyta:
Kingdom

: Viridiplantae

Phylum

: Chrysophyta

Class

: Diatomphyceae

Ordo

: Bacillaria

Family

: Bacillariceae

Genus

: Bacillaria

Spesie

: Bacillaria sp

d. Rhodophyta
Menurut

Wiratmaja

(2011),

alga

merah

merupakan

kelompok alga yang jenis-jenisnya memiliki berbagai bentuk dan
variasi warna. Salah satu indikasi dari alga merah adalah terjadi
perubahan warna dari warna aslinya menjadi ungu atau merah
apabila alga tersebut terkena panas atau sinar matahari secara
langsung.

Alga

merah

merupakangolongan

alga

yang

mengandung karaginan dan agar yang bermanfaat dalam industri
kosmetik dan makanan.Adapun ciri-cirinya:
a. Bentuk thalli ada yang silindris (Gelidium latifolium),pipih
(Gracillaria folifera) dan lembaran (Dictyopteris sp.).
b.

Warna thalli bervariasi ada yang merah (Dictyopteris sp.),
pirang

(Eucheuma

spinosum),

coklat

(Acanthophora

muscoides) dan hijau (Gracillaria gigas).

9

c. Sistem percabangan thalli ada yang sederhana, kompleks, dan
juga ada yang berselang - seling.
d.

Mengandung pigmen fotosintetik berupa karotin,xantofil,
fikobilin, dan r-fikoeritrin penyebab warna merah serta klorofil a
dan d
Klasifikasi alga merah berdasarkan data molekulerbaru

terbagi menjadi 2 subkelas: Bangiophycidae dengan 3-4 ordo dan
Florideophycidae dengam 14 ordo.
Eucheuma spinosum tergolong dalam kelas alga merah
(Rhodophyceae) berbentuk thallus silindris, permukaan licin,
warna coklat tua hijau-coklat, hijau kuning atau merah-ungu. Ciri
khusus secara morfologis, jenis ini memiliki duriduri yang tumbuh
berderet

melingkar.

Eucheuma

spinosum

mengandung

karagenan merupakan polisakarida, suatu senyawa hidrokoloid
yang terdiri atas ester kalium, natrium dan magnesium atau
kalsium

sulfat

dengan

galaktosa

dan

kopolimer

3,6

anhidrogalaktosa (Dhiharmi et al., 2011)
e. Divisi Dinoflagelata
Ketersediaan nutrien dan perubahan rasionya di perairan dapat
menyebabkan perubahan kelimpahan fitoplankton dan komposisi
spesiesnya, sehingga ketika kadar N menjadi terlalu rendah di perairan,
maka dominasi jenis-jenis Diatom dapat digantikan oleh jenis-jenis yang
bersifat heterotrofik, seperti blue-green algae atau Dinoflagellata
(Domingues et al., 2005 dalam Thoha dan Arief, 2013).
2.1.4

Ciri dan klasifikasi Zooplankton
a. Filum Rotifera
Menurut Anitha dan George (2006), klasifikasi rotifera
adalah sebagai berikut:
Kingdom

:Animalia

Phylum

: Rotifera

Class

: Monogonanta

Order

: Ploimida

Family

: Branchinoidae

10

Genus

: Branchionus pallas
Menurut Smet, (2005) dalam Fontaneto (2013), klasifikasi

rotifera adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Rotifera

Class

: Monogononta

Order

: Ploima

Family

: Lepadellidae

Genus

: Colurella

Spesie

: Colurella sp.
C. adriarica

Menurut Pejler and Berzinš, (1993) dalam Fontaneto
(2010), Rotifera Bdelloid berkutat pada dasar perairan lotic dan
lentic, serta dalam film air tipis sekitar partikel tanah atau lumut.
Banyak bdelloids bisa berenang, tetapi secara umum hanya
kadang-kadang dan untuk jarak pendek, sehingga beberapa
spesies dapat sesekali ditemukan sebagai sampel plankton.
Menurut Lahope et al., (2013), Bentuk lorika luas bulat
telur, lebarnya sekitar empat-perlima darl panjang, margin
anterior bertepatan. Sinus sangat dalam dan berbentuk V,
dibulatkan posterior. Tidak ada duré frontal hadir tapi dua
segitiga, katup akut terbentuk antara sénus anterior dan tepi
lorika. Segmen posterior agak kecil dan memproveksikan jauh
melampaui lempeng dorsal. Kaki panjang dan ramping, sekitar
sepertiga dari panjang total, paralel-sisi untuk setengah dani
panjang dan meruncing secara bertahap ke titik akut.
b. Filum Arthropoda (daphnia dan copepod)
1. Daphnia sp
Menurut Saputra (2011), klasifikasi Dhapnia sp adalah:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Subfilum

: Crustacea

Klas

: Branchiopoda

Ordo

: Cladocera

11

Famili

: Daphniidae

Subgenus

: Daphnia
Ctenodaphnia

Spesis

: Pulex
Magna
Menurut

macam

ukuran

Pangkey
untuk

(2009),

Daphniidae,

terdapat

berbagai

tergantung

pada

spesisnya. Moina yang baru menetas mempunyai ukuran
sedikit lebih besar dari Artemia yang baru menetas dan
dua kali lebih besar dari ukuran rata-rata rotifer dewasa.
Daphnia yang baru menetas berukuran dua kali lebih besar
dari Moina. Biasanya Daphnia berukuran 0,1 – 3 mm.
Daphnia memiliki fase seksual dan aseksual. Pada
kebanyakan perairan populasi Daphnia lebih didominasi
oleh Daphnia betina yang bereproduksi secara aseksual.
Pada kondisi yang optimum, Daphnia betina dapat
memproduksi telur sebanyak 100 butir, dan dapat bertelur
kembali setiap tiga hari. Daphnia betina dapat bertelur
hingga sebanyak 25 kali dalam hidupnya, tetapi rata-rata
dijumpai Daphnia betina hanya bisa bertelur sebanyak 6
kali dalam hidupnya. Daphnia betina akan memulai
bertelur setelah berusia empat hari dengan telur sebanyak
4 – 22 butir. Pada kondisi buruk jantan dapat berproduksi,
sehingga reproduksi seksual terjadi. Telur-telur yang
dihasilkan merupakan telur-telur dorman (resting eggs).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah
kekurangan makanan, kandungan oksigen yang rendah,
kepadatan populasi yang tinggi serta temperatur yang
rendah.
2. Copepoda
Menurut Saputra (2011), klasifikasi copepoda adalah
sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Subphylum

: Crustacea

12

Class

: Malacostraca

Order

:Isopoda
Amphipoda
Euphausiacaea
Mysidiacea

Class

: Maxillopoda

Subclass

: Copepoda

Order

: Calanoida
Harpacticoida
Menurut Kabata, (1975) dalam Saputra (2011),

lebih daripada 2000 Copepoda bersifat parasit pada ikanl
aut dan ikan air tawar, tetapi ada juga yang memiliki nilai
ekonomis sebagai makanan ikan. SeranganCopepoda
dapat mengakibatkan luka yang serius dan berakibat fatal.
Parasit Copepoda yang menyerang ikan dikelompokkan
menjadi

dua,

yaitu

Poeclostomatida

dan

Siphonostomatoida.
Menurut Boehler (2012), setiap Copepoda mulai
hidup sebagai telur, yang dibawa oleh perempuan dalam
satu atau dua kantung telur (lihat di bawah). Setelah
reproduksi seksual, telur dibuahi (zigot) berkembang di
dalam kantung telur menjadi embrio, yang menetas
sebagai nauplius (pl: nauplii) larva. Nauplius sedikit
beruang kemiripan ke copepoda dewasa.
3. Filum Insect (Insect air)
Menurut Maramis et al. (2011), pengklasifikasian
insecta dapat dibedakan menjadi:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Ephemeroptera
Odonata
Hemiptra
Lepidoptera
Diptera

13

Trichoptera
Coleoptera
Famili

: Heptagenidae
Baetiidae
Caenidae
Agrionidae
Coenaagrionidae
Gerridae
Pyralidae
Cerapatoginade
Chironimidae
Hydropsychidae
Polycentropodidae
Philopatomidae
Elmidae

Genus

: Heptagenia
Rhitrogena
Baetis
Caenis
Hydropsyhe

Menurut Suter, (1995) dalam Mahajoeno et al. (2001),
mesonotum tidak membentuk karapak; kaki panjang, biasanya
terlihat dari atas tiga filamen terminal terlihat jelas. Abdomen
tanpa tutup insang. Semua insang bentuknya sama, ada pada
segmen 1-7. Lembaran ventral insang membentuk piringan.
Insang tidak mengalami pengerasan, tanpa duri, lembaran dorsal
juga membentuk piringan. Kepala prognathous; tubuh pipih
dorsoventral. Insang pada segmen abdomen 1-7; filamen terminal
panjang dan bersegmen banyak; panjang badan lebih dari 4 mm.
Filamen kaudal dengan seta yang membentuk lingkaran pada
ujung setiap segmen; bagian dorsal dan ventral insang pada
segmen 2-7 sama bentuk dan strukturnya; maxilla dan palpus
labial terbagi 3, maxilla tanpa duri yang panjang dan melengkung.

14

2.2 Parameter Kualitas Air dan factor yang mempengaruhi kehidupan
plankton (Fitoplankton dan Zooplankton)
2.2.1

Suhu
Penurunan
menyebabkan

salinitas

tingkat

dan

pH

bioakumulasi

serta

semakin

naiknya
besar

suhu
karena

ketersediaan logam berat tersebut semakin meningkat. Suhu dan
salinitas merupakan parameter-parameter fisika yang penting
untuk kehidupan organisme di perairan laut dan payau. Parameter
ini spesifik di perairan estuaria (Hutagalung, 1991 dalam Arisandy
et al., 2012).
Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organisme dapat
meningkatkan laju metabolism. Seperti pertumbuhan, reproduksi
dan aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas
ini berbeda untuk spesies, proses dan level atau kisaran suhu
(Erlangga, 2007 dalam Arisandy et al., 2012).
2.2.2

pH
pH

adalah

bervariasi

dan

dipengaruhi

oleh

suhu,

alkalinitas, oksigen terlarut dan adanya berbgai kation dan anion,
serta jenis stadium suatu organisme. Tinggi rendahnya pH
periaran dipengaruhi oleh konsentrasi karbonat terlarut, bikarbonat
serta CO2 bebas yang pada dasarnya menjadi buffer alami dalam
suatu perairan. Sejauh ini perubahan pH yang terjadi masih dapat
ditolerir oleh ikan, berkisar antara 6,5-8,2 (Ecenfelder, 2003 dalam
Pratiwi, 2010).
Ikan dapat beradaptasi engan baik dengan perairan yang
memiliki pH antara 5-9. Untuk ikan yang hidup diair tawar
biasanya mampu hidup dengan baik pada kisaran pH 6,7-7,5 ,
sedangkan dilaut pH sekita 8,3. Pada budidaya fluktuasi pH
sangat

dipengaruhi

oleh

proses

respirasi

karena

gas

karbondioksida yang dihasilkan. Kolam yang banyak dijumpai ada
alga dan tumbuhan airnya, biasanya dipagi hari pH mencapai 6,5 ,
sedangkan pH pada sore hari 8-9. Pada kolan resirkulasi air
cenderung asam karena proses nitrifikasi dalam bahan organic
serta menghasilkan karbondioksida dan ion hydrogen. Pada

15

kisaran pH 4-5 tingkat keasaman mematikan dan tidak ada
reproduksi. Pada kisaran pH 5-6,5 pertumbuhan lambat ,6,5-9
baik untuk reproduksi dan ph 9 merupakan tingkat aklinitas yang
mematikan (Affrianto dan Evi, 1992).
2.2.3

Kecerahan
Kecerahan adalah perkiraan kemampuan penetrasi sinar
matahari kedalam perairan. Tinggi rendahnya kecerahan akan
mempengaruhi kegiatan fotosintesis dan produktifitas perairan
atau kesuburan perairan. Kecerahan yang baik untuk ikan patin
adalah 30-45 cm. kecerahan atau kekeruhan disebabkan oleh
partikel-partikel bahan organic maupun anorganik seperti, lumpur,
sampah, polutan, hasil dekomposisi bahan organic dan plankton
( Mahyudin, 2010).
Kecerahan pada suatu perairan dipengaruhi oleh zat-zat
yang terlarut dalam perairan, sehingga berhubungan dengan
penetrasi sinar matahari. Semakin tinggi kecerahan, maka
intensitas cahaya yang masuk ke dalam suatu perairan semakin
besar

(Nybakken,1988

dalam

Zahidin,

2008).

Kecerahan

berlawanan dengan kekeruhan yang juga disebabkan adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut,
maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan
mikrooganisme lainnya. Akibat kekeruhan yang tinggi dapat
mengganggu sistem pernafasan dan daya lihat organisme akuatik,
dan dapat menghambat penerasi cahaya ke dalam air (Effendi,
2003 dalam Zahidin, 2008).
2.2.4

DO
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah difusi dari
udara dan hasil fotosintesis biota yang memiliki klorofil. Proses
difusi terjadi apabila ada pergerakan air sehingga mendorong
terjadinya difusi oksigen dari udara kedalam air. Kelarutan oksigen
didalam air dipengaruhi beberapa factor, diantaranya suhu,
pergerakan air, luas daerah permukaan air yang terbuka dan
presentasi oksigen disekelilingnya ( Mahyudin, 2010).

16

Berkurangnya oksigen terlarut mengakibatkan masalah
pada

kehidupan

berkurangnya

hewan

oksigen

makrobenthos.

terlarut

biasanya

Demikian
dikaitkan

pula

dengan

tingginya bahan organik yang masuk ke perairan. Besarnya
kandungan

oksigen

terlarut

sangat

dipengaruhi

oleh

laju

fotosintesis, respirasi, temperatur, salinitas, dan dekomposisi
(Odum, 1971 dalam Zahidin, 2008).

2.2.5

CO2
Karbondioksida adalah komponen yang umum yang ada
diudara maupun diair. Gas ini dapat diperoleh dari hasil respirasi
dan penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini
dalam keadaan tertutup selama mengangkut ikan merupakan
suatu

masalah

utama

didaerah

tropis.

Pengaruh

gas

karbondioksida dalam perairan sangat dipengaruhi oleh oksigen
terlarut pada perairan tersebut ( Affrianto dan Evi, 1992).
CO2 merupakan salah satu gas yang memiliki efek rumah
kaca yaitu gas yang menyerap panas dan dilepaskan oleh cahaya
matahari. Meskipun keberadaan karbondioksida diudara sangat
kecil, namun keberadaan karbondioksida diperairan jumlahnya
banyak karena karbondioksida memiliki kelarutan yang sangat
tinggi. Salah satu pembentuk kabrondioksisa dalam perairan
adalah ion bikarbonat/ HCO3 (Jefriess dan Mils, 1996 dalam
Sudarmadji, 2013).
2.2.6

Nitrat
Nitrogen berasal dari atmosfer, tetapi ada beberapa
organisme yang dapat memanfaatkan nitrogen dari udara dan
mengubahnya menjadi materi organik, hal ini disebut fiksasi
nitrogen. Tumbuhan air menggunakan nitrogen dalam bentuk
senyawa nitrit, nitrat, dan amonia. Pengambilan 24 nitrogen juga
dapat dari penguraian bahan organik. Bahan organic diuraikan
oleh bakteri atau dideaminasi, melepaskan amonia. Sedangkan
proses nitrifikasi merupakan proses yang dilakukan bakteri untuk

17

mengubah amonia menjadi nitrit, lalu menjadi nitrat. Jika kadar
nitrat

dalam

menurunkan

air

cukup

kualitas

tinggi

suatu

maka

perairan,

akan

menyebabkan

sehingga

tumbuhan

tumbuhan yang berada diperairan akan subur. (Boyd, 1988 dalam
Purwanta, 2010).
Nitrit menunjukkan jumlah zat nitrogen yang hanya
sebagian saja mengalami oksidasi dan merupakan suatu tingkat
peralihan dalam memproses perubahan zat organik menjadi
bentuk yang tetap. Nitrit akan diubah menjadi amoniak dalam
perairan anoxic. Perairan yang banyak mengandung akumulasi
pupuk sering menyebabkan pencemaran nitrit. Perairan yang
tercemar biasanya mengandung nitrit hingga 2 mg/L (Goldman
dan Horne,1983 dalam Suriadarma, 2011).
2.2.7

Phospat
Kadar fosfor yang dipekenankan bagi minuman yang layak
dibuat minum adalah 0,2mg/liter dalam bentuk fosfat. Kadar
phospat pada perairan alami sekitar 0,0005-0,02 mg/liter P-PO 4,
sedangkan pada air tanah biasanya sekitar 0,02 mg/liter P-PO4
(UNSECO/ WHO/ UNEP, 1992). Kadar fosfor dalam orthoposfat
jarang melebihi 0,1 mg/liter pada perairan eutroph. Kadar fosfat
dalam periran alami melebihi 1 mg/ Liter ( Boyd, 1988 dalam
Effendi, 2003).
Berdasarkan kadar orthophospat, perairan dibedakan
menjadi tiga, yaitu oligotropik memiliki kadar orthophospat 0,0030,01 mg/ liter, mesotropik memiliki kadar orthophospat 0,013-0,03
mg/ liter dan eutropik memiliki kadar orthophospat 0,033-0,1 mg/
liter (Vollenweider, 1975 dalam Effendi, 2003).

2.2.8

TOM
Melengkapi pembahasan kualitas air dianalisis pula
parameter

senyawa

nitrogen

anorganik

(nitrat,

nitrit,

dan

ammonia) dan TOM (total organic matter) karena variasi
konsentrasinya dapat membantu dalam mengevaluasi kondisi
perairan, yang pada akhirnya akan berkaitan dengan kualitas

18

perairan. Sampel air laut untuk pengukuran konsentrasi senyawa
nitrogen diambil bersamaan dengan untuk sampel oksigen,
kemudian dialirkan ke dalam botol polietilen untuk selanjutnya
dianalisis di laboratorium. Sedimen laut untuk pengukuran
konsentrasi.

Total

Organic

Matter(TOM)

diambil

dengan

menggunakan grab Van Veen yang mampu mengambil sampel
sedimen sedalam kira-kira 8 cm dari permukaan dasar laut
( Susana, 2009).
2.3 Kelimpahan Plankton (Fitoplankton dan zooplankton)
2.3.1

Indeks Keragaman
Menurut Iswanto (2015), Indeks keanekaragaman plankton
dihitung berdasarkan rumus Shannon-Wiever (H’) berikut ini:
H' = -pi ln pi
Dimana:
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiever (H’)
Pi = ni/N, jumlah jenis ke-i per jumlah total seluruh jenis
ln = Logaritma natural
Indeks keanekaragaman spesies adalah ukuran kekayaan
komunitas dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan,
berikut

jumlah

individu

dalam

keanekaragaman

spesies

dianalisis

tiap

spesies.

dengan

Indeks

menggunakan

formula Shannon-Wiener (Usman et al.,2013)
H’ = - Σ (ni/N In ni/N)
Dimana :
H’ : Indeks keanekaragaman spesies
ni :Jumlah individu dalam spesies ke-i
N : Jumlah total individu
Keterangan :
H’< 1 : Keanekaragaman rendah dan keadaan komunitas rendah
1