136 36.000.000 dan harga faktur bahan baku B Rp 28.000.000. Biaya
angkut sebesar Rp 3.200.000 akan dialokasikan sebagai berikut: Dibebankan pada bahan baku A =
x Rp 3.200.000 = Rp 1.800.000
Dibebankan pada bahan baku B = x Rp 3.200.000 = Rp
1.400.000 Dari hasil perhitungan di atas, tiap kg bahan baku yang dibeli dibebani
biaya angkutan: Bahan A
Rp 1.800.000 : 6.000 = Rp 300 Bahan B
Rp 1.400.000 : 4.000 = Rp 350 Harga faktur ditambah biaya angkut per kg bahan baku menjadi
sebagai berikut: Bahan A = Rp 6.000 + Rp 300 = Rp 6.300
Bahan B = Rp 7.000 + Rp 350 = Rp 7.350 c. Biaya-biaya lain yang berhubungan dengan usaha untuk memperolehnya,
misalnya biaya pemesanan, biaya penerimaan, biaya penggudangan, biaya asuransi, dan sebagainya. Biaya-biaya ini sulit dibebankan secara
tepat, terutama jika bahan yang dibeli lebih dari satu jenis dengan ukuran yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam praktik biaya-biaya ini diperlakukan
sebagai biaya overhead pabrik.
2. Penentuan Harga Pokok Bahan Baku yang Diproses
a. Sistem Fisik Apabila persediaan bahan baku dicatat menurut sistem
inventarisasi fisik harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi baru dapat ditentukan setelah harga pokok persediaan bahan
baku akhir periode diketahui, yaitu dengan cara mengalikan jumlah satuan hasil penghitungan fisik dengan harga satuan menurut meetode
penilaian yang digunakan FIFO, LIFO, Rata-Rata. Sebagai contoh, data persediaan bahan baku CX pada bulan Juli
2009 adalah sebagai berikut: Persediaan bahan CX per tanggal 1 Juli 2009:
3.000kg Rp 5.000 = Rp 15.000.000, faktur tanggal 15 Juni 2009
137 5.000 kg Rp 5.200 = Rp 26.000.000, faktur tanggal 25 Juni 2009
Pembelian bahan CX selama bulan Juli 2009 adalah sebagai berikut: Pembelian ke -1
4.000 kg Rp 5.200 = Rp 20.800.000
Pembelian ke-2 5.000 kg Rp 5.500
= Rp 27.500.000 Pembelian ke-3
3.000 kg Rp 5.600 = Rp 16.800.000
Jumlah pembelian bulan Juli 2009 = Rp 65.100.000
Hasil penghitungan fisik, persediaan bahan baku CX tanggal 31 Juli 2009 sebanyak 5.000 kg.
Dari data di atas, jika persediaan dinilai dengan metode FIFO, harga pokok persediaan bahan CX pada tanggal 31 juli 5.000 kg dihitung
sebagai berikut: 3.000 kg x Rp 5.600
= Rp 16.800.000 2.000 kg x Rp 5.500
= Rp 11.000.000 Jumlah
= Rp 27.800.000 Setelah harga pokok sediaan bahan CX akhir periode diketahui, harga
pokok bahan CX yang diproses dalam bulan Juli 2009, dihitung sebagai berikut:
Persediaan awal periode: 3.000kg Rp 5.000
= Rp 15.000.000 5.000 kg Rp 5.200
= Rp 26.000.000 Jumlah persediaan awal periode
= Rp 41.000.000 Pembelian selama bulan Juli:
Pembelian ke -1 4.000 kg Rp 5.200 = Rp 20.800.000 Pembelian ke-2 5.000 kg Rp 5.500 = Rp 27.500.000
Pembelian ke-3 3.000 kg Rp 5.600 = Rp 16.800.000 Jumlah pembelian bulan Juli 2009
= Rp 65.100.000 Bahan CX yang tersedia untuk diproses
= Rp 106.100.000 Persediaan akhir periode
= Rp 27.800.000 Harga pokok bahan CX yang diproses
= Rp 78.300.000 b. Sistem Perpectual
Apabila harga pokok bahan baku dicatat menurut sistem perpetual, harga pokok bahan baku yang dipakai dalam proses produksi
138 dihitung setiap terjadi transaksi pemakaian bahan baku, yaitu dengan cara
mengalikan kuantitas bahan baku yang dipakai dengan harga satuan menurut metode penilaian yang diterapkan FIFO, LIFO, Rata-Rata.
Menurut sistem perpetual, harga pokok bahan baku yang dibeli dan harga pokok bahan baku yang diproses, dicatat dalam akun Persediaan Bahan
Baku. Sebagai contoh, data mutasi bahan baku suatu perusahaan manufaktur
pada Juli 2009 adalah sebagai berikut: Juli 1 Persediaan bahan baku AX 3.000 kg Rp 6.000
Juli 4 Pembelian bahan baku AX 5.000 kg Rp 6.500 Juli 8 Pemakaian bahan baku AX dalam proses produksi sebanyak 7.000
kg Apabila persediaan bahan baku dinilai menurut metode FIFO, harga
pokok bahan baku AX yang masuk proses produksi tanggal 8 Juli 2009, dihitung sebagai berikut:
3.000 kg x Rp 6.000 = Rp 18.000.000
4.000 kg x Rp 6.500 = Rp 26.000.000
Jumlah = Rp 44.000.000
Apabila persediaan bahan baku dinilai menurut metode LIFO, harga pokok bahan baku AX yang masuk proses produksi tanggl 8 Juli 2009,
dihitung sebagai berikut: 5.000 kg x Rp 6.500
= Rp 32.500.000 2.000 kg
x Rp 6.000 = Rp 12.000.000
Jumlah = Rp 44.500.000
3. Prosedur Pemakaian Bahan Baku