Lemak Daging dan Kinerja Pertumbuhan Ikan Patin Pangasiun hypophthalmus Yang Diberi Pakan Dengan Rasio Karbohidrat Dan Lemak Berbeda

(1)

LEMAK DAGING DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus YANG DIBERI PAKAN DENGAN RASIO

KARBOHIDRAT DAN LEMAK BERBEDA

RIDWAN TOBUKU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Lemak Daging dan Kinerja Pertumbuhan Ikan Patin Pangasius hypophthalmus yang Diberi Pakan dengan Rasio Karbohidrat dan Lemak Berbeda” adalah benar hasil karya yang belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2008

Ridwan Tobuku C151040011


(3)

RINGKASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui rasio karbohidrat dan lemak pakan yang dapat menghasilkan laju pertumbuhan tinggi dan kadar lemak daging terendah pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus). Enam ekor juvenil ikan patin dengan bobot awal 16,1±0,5 g dipelihara selama 60 hari dalam akuarium yang diisi air sebanyak 60 liter. Ikan diberi pakan secara at satiation mengandung karbohidrat dan lemak dengan rasio 1, 2, 3 atau 4. Lemak pakan berkisar antara 7,6% sampai 16,9% dan karbohidrat 16 sampai 31%. Protein pakan 36%, sama untuk semua pakan perlakuan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ikan yang mengkonsumsi pakan dengan rasio karbohidrat terhadap lemak 3 menghasilkan retensi protein tertinggi (47,06%), konversi pakan terendah (1,13) dan laju pertumbuhan tertinggi (4,33%). Ikan patin, P. Hypophthalmus yang diberi pakan uji rasio karbohidrat/lemak 3 (mengandung 32.51% karbohidrat dan 10.89% lemak) menghasilkan kinerja pertumbuhan terbaik.


(4)

ABSTRACT

This study was conducted to determine dietary carbohydrate to lipid ratio which produce high growth rate and lipid contents of lateral muscle of Pangasius hypophthalmus juvenile. Six juveniles with 16.1±0.5 g of body weight were stocked in each of 12 aquarium filled with 60 liters of water. They were fed daily for 60 days with diets containing different carbohydrate to lipid ratio of 1, 2, 3, or 4. The dietary lipid contents ranged from 7.6% to 16.9% and carbohydrate contents were varied from 16 to 31%. The protein content (36%) were the same for all diets. The results of this study showed that fish fed on the diet containing carbohydrate to lipid ratio of 3 had the highest protein retention (47.06%), the lowest convertion ratio (1.33), and the highest daily growth rate (4.33%). Although fish fed on the diet with carbohydrate to lipid ratio of 1 had the lowest growth performace, this group of fish containing the best quality of meat indicated by high protein and low lipid contents.


(5)

LEMAK DAGING DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus YANG DIBERI PAKAN DENGAN RASIO

KARBOHIDRAT DAN LEMAK BERBEDA

RIDWAN TOBUKU

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

(7)

Judul : LEMAK DAGING DAN KINERJA PERTUMBUHAN IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus YANG DIBERI PAKAN DENGAN RASIO KARBOHIDRAT DAN LEMAK BERBEDA

Nama : RIDWAN TOBUKU

NRP : C151040011

Program Studi : ILMU PERAIRAN

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Dedi Jusadi Prof. Dr. Ing Mokoginta Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perairan


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena taufik dan rahmat-Nya sehingga tesis berjudul “Lemak Daging dan Kinerja Pertumbuhan Ikan Patin Pangasius hypophthalmus yang Diberi Pakan Dengan Rasio Karbohidrat dan Lemak Berbeda” dapat diselesaikan.

Sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Dedi Jusadi dan Prof.Dr. Ing Mokoginta selaku komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.

2. Ketua Program Studi Ilmu Perairan, Ketua dan Staf Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

3. Almarhumah ibunda Sohadiah Bahasoan dan Almarhum ayahanda Wahab Tobuku yang telah berjasa.

4. Istri, Siti Nurjannah dan anak-anak, Fuad, Fakhri, dan Aulia. Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Amin .

Bogor, Pebruari 2008


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maluku Utara, pada tanggal 03 Januari 1966 dari pasangan Wahab Tobuku (Alm) dan Sahadiah Bahasoan (Alm). Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Penulis lulus SMA pada tahun 1986 dan melanjutkan program sarjana (S1) di Universitas Hasanuddin, selesai pada Maret 2001. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai Staf Pengajar di Fakultas Pertanian UNDANA, dan tahun 2004 ditugaskan mengikuti pendidikan jenjang magister pada Program Studi Ilmu Perairan Institut Pertanian Bogor.


(10)

DAFTAR ISI

Daftar Isi Halaman

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR...x

DAFTAR LAMPIRAN...xi

PENDAHULUAN Latar Belakang...1

Tujuan Penelitian...3

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Patin ...4

Kebutuhan protein ...4

Kebutuhan karbohidrat ...5

Kebutuhan lemak...7

Kebutuhan Energi Ikan Patin...9

Metabolisme Karbohidrat dan Lemak ...11

Metabolisme karbohidrat...11

Metabolisme lemak...14

BAHAN DAN METODE Pakan Uji ...17

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data ...18

Analisis Kimia ...18

Analisis Statistik ...19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian...21

Pembahasan ...23

SIMPULAN ...27

DAFTAR PUSTAKA...28


(11)

DAFTAR TABEL

Daftar Tabel Halaman 1. Komposisi bahan pakan percobaan (g/100g pakan)...17

2. Komposisi proksimat pakan perlakuan (% bobot kering) ...18

3. Rata-rata konsumsi pakan (FC), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (FCR) dan kelangsungan hidup (SR) ikan patin selama 60 hari pemeliharaan...22


(12)

DAFTAR GAMBAR

Daftar Gambar Halaman 1. Bobot rata-rata individu pada awal dan akhir penelitian...21


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar Lampiran Halaman

1. Prosedur analisis proksimat (Takeuchi, 1988) ...32

2. Bobot rata-rata awal dan akhir ikan uji ...35

3. Laju pertumbuhan (%) ikan patin yang diberi perlakuan pakan uji rasio karbohidrat/lemak berbeda...36

4. Komposisi proksimat daging pada akhir percobaan (bobot basah) ...37

5. Komposisi proksimat tubuh pada akhir percobaan (bobot basah) ...38

6. Komposisi proksimat hati pada akhir percobaan (bobot basah) ...39

7. Perhitungan retensi protein...40

8. Perhitungan retensi lemak ...42

9. Perhitungan nilai konversi pakan ...43

10. Analisis ragam dan Uji BNT konsumsi pakan uji selama percobaan...44

11. Analisis ragam dan Uji BNT konversi pakan ...44

12. Analisis ragam dan Uji BNT laju pertumbuhan harian ...45

13. Analisis ragam dan Uji BNT retensi protein ...45

14. Analisis ragam dan Uji BNT retensi lemak...46

15. Analisis ragam dan Uji BNT kadar lemak daging pada akhir percobaan ...46

16. Analisis ragam dan Uji BNT kadar protein daging pada akhir percobaan...47

17. Analisis ragam dan Uji BNT kadar abu daging pada akhir percobaan ...47


(14)

20. Analisis ragam dan Uji BNT kadar protein tubuh pada akhir percobaan...49

21. Analisis ragam dan Uji BNT kadar abu tubuh pada akhir percobaan ...49

22. Analisis ragam dan Uji BNT kadar air tubuh pada akhir percobaan...50

23. Analisis ragam dan Uji BNT kadar lemak hati pada akhir percobaan ...50


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembesaran ikan patin pada umumnya dilakukan di keramba jaring apung (KJA) dan kolam air tenang, serta sebagian kecil di kolam air deras, namun kualitas daging yang dihasilkan berbeda. Ikan patin yang tumbuh dan besar di KJA dan kolam air tenang memiliki daging dengan kandungan lemak tinggi mencapai 7,98% bobot basah atau 30,59% bobot kering, sedangkan dari kolam air deras sebesar 3,04% bobot basah atau 13,26% bobot kering (Suwarsito, 2004).

Suwarsito (2004) telah berupaya menurunkan kadar lemak daging ikan patin dengan menggunakan L-karnitin. Penambahan L-karnitin dalam pakan sebesar 0,18% telah dapat menurunkankan kadar lemak daging dari 32,25% menjadi 7,51% bobot kering atau 7,88% menjadi 1,63% bobot basah. Namun cara ini ternyata tidak ekonomis untuk diaplikasikan karena harga L-karnitin yang relatif mahal. Cara lain yang mungkin dapat dilakukan untuk menurunkan kadar lemak daging adalah dengan mengatur imbangan karbohidrat dan lemak dalam pakan. Menurut Furuichi (1988), lemak tubuh sangat dipengaruhi oleh lemak pakan. Hasil penelitian pada channel catfish menunjukkan bahwa deposisi lemak tubuh berhubungan dengan kadar lemak pakan (Garlis & Wilson, 1976 dalam Takeuchi, 1988).

Lemak dan karbohidrat mempunyai sparing effect pada penggunaan atau pemanfaatan protein. Protein akan dimanfaatkan sebagai energi apabila lemak dan karbohidrat tidak cukup mensuplai kebutuhan energi. Penggunaan lemak dan


(16)

karbohidrat dalam pakan harus ada pada kadar atau rasio yang tepat, karena apabila kelebihan atau kekurangan akan memberikan dampak negatif pada ikan yang diberi pakan tersebut. Kadar lemak pakan yang tinggi akan menyebabkan penyimpanan lemak pada tubuh, penurunan konsumsi pakan dan pertumbuhan serta degenerasi hati (Huisman, 1987). Begitu juga pakan berkadar karbohidrat tinggi akan meningkatkan laju pembentukan lemak (Lehninger, 1993).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio karobohidrat terhadap lemak pakan memberikan pengaruh signifikan pada kandungan lemak daging dan tubuh ikan serta beberapa indikator pertumbuhan. Ikan African catfish Clarias gariepinus yang diberi pakan dengan rasio karbohidrat (KH) terhadap lemak (L) 1,66 (mengandung 27% KH dan 16% L) signifikan mempengaruhi laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan protein. Rasio 0,74 (14% KH/21%L) menghasilkan pertumbuhan dan deposisi lemak terendah (Ali & Jaucey, 2004). Hasil penelitian Shimeno et al. (1992) pada Oreochromis niloticus menunjukkan pakan dengan rasio KH/L sebesar 9 (47,7%KH/5,3%L) menghasilkan laju pertumbuhan tertinggi 37,5% dan kadar lemak daging bagian dorsal (dorsal muscle) 0,5% bobot basah, sedangkan rasio 2,7 (33,4%KH/12,45%L) menghasilkan kadar lemak daging bagian dorsal terendah 0,3% bobot basah dan laju pertumbuhan 35,6%.

Dari penelitian di atas, terlihat bahwa rasio karbohidrat terhadap lemak selain mempengaruhi beberapa indikator pertumbuhan juga memperlihatkan pengaruhnya terhadap kadar lemak daging dan tubuh. Berdasarkan informasi di


(17)

atas maka perlu dilakukan penelitian rasio karbohidrat lemak pakan untuk ikan patin.

Tujuan Penelitian

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan rasio karbohidrat dan lemak yang tepat untuk menghasilkan daging dengan kadar lemak rendah dan kinerja pertumbuhan tinggi.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebutuhan Nutrisi Ikan Patin Kebutuhan Protein

Protein adalah komponen dasar jaringan hewan sehingga merupakan nutrien esensial untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan (Herper, 1990), dan juga berperan dalam pembentukan komponen nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon dan vitamin (Furuichi, 1988).

Kebutuhan protein untuk ikan herbivora (plant eating) dan omivora (plant-animal eaters) lebih rendah dibandingkan ikan karnivora (flesh-eating), dan lebih tinggi untuk ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi (recirculating aquaculture) dibandingkan dalam sistem kolam air tenang. Begitu juga untuk ikan pada stadia awal membutuhkan lebih tinggi kadar protein pakan daripada stadia lanjut (Craig & Helfrich, 2002). Pada beberapa jenis ikan, peningkatan temperatur air diikuti meningkatnya kebutuhan protein (Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan tingkat optimum kebutuhan protein untuk ikan dipengaruhi oleh imbangan protein energi, komposisi dan kecernaan asam amino, dan jumlah energi nonprotein pakan.

Hepher (1990) menyatakan bahwa kebutuhan protein untuk ikan bervariasi berdasarkan spesies, ukuran ikan, kondisi lingkungan, serta kualitas protein dan daya cerna pakan. Umumnya ikan membutuhkan protein 35-50%, ikan karnivora membutuhkan protein 40-50% dan omnivora 25-35% (Craig et al. 2002). Kebutuhan protein untuk catfish antara 24-40% (NRC, 1977). Pertumbuhan spesifik ikan P. hypophthalmus tertinggi 4,0 dan 4,1 % per hari masing-masing


(19)

pada kadar protein pakan 35 dan 45%, dan kedua nilai pertumbuhan ini tidak berbeda nyata (Hung et al. 2004).

Kebutuhan Karbohidrat

Karbohidrat diketahui sebagai gula atau sakarida adalah komponen esensial semua organisme hidup, mempunyai peran sebagai cadangan energi yang dapat dengan cepat digunakan, sebagai molekul yang dapat memfasilitasi transfer energi dan sebagai komponen struktural (De Silva & Anderson, 1995), membentuk senyawa lipid kompleks dan bergabung dengan protein membentuk glikoprotein (Murray et al. 1995). Karbohidrat juga berperan sebagai sumber ribosa untuk sintesis DNA dan RNA, serta dapat diubah menjadi asam amino non-esensial (Lehninger, 1993).

Ikan yang diberi pakan tanpa karbohidrat memiliki laju pertumbuhan yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan pakan yang diberi karbohidrat (Wilson, 1994). Namun pemberian karbohidrat yang terlalu tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menurun dan tidak efektifnya pakan yang diberikan (Zonneveld et al., 1991). Pertumbuhan fingerling catfish, lebih tinggi ketika pakannya mengandung karbohidrat dibandingkan hanya mengandung lemak sebagai sumber energi non-protein (NRC, 1993).

Nilai metabolisme energi karbohidrat dalam pakan ikan berhubungan dengan sumber dan jenis karbohidrat (Craig et al. 2002), namun sumber karbohidrat (glukosa, dekstrin, strach) pada kadar yang sama tidak mempengaruhi deposisi lemak tubuh pada juvenil starry flounder Platichthys stellatus (Lee &


(20)

Lee, 2004). Polisakarida, seperti starch dan dekstrin sangat baik dimanfaatkan catfish, dan ikan ini cenderung tidak efisien dalam memanfaatkan disakarida atau monosakarida (Robinson et al. 2001). Menurut Halver (1989), nilai kecernaan starch dan dekstrin pada rainbow trout dipengaruhi oleh konsentrasinya dalam pakan. Kecernaan dekstrin 77,2% pada pakan dengan level dekstrin 20% dan menurun menjadi 45,5% ketika level mencapai 60%. Selanjutnya dikatakan bahwa ikan omonivora seperti carp mampu memanfaatkan dektrin hingga 40% sedangkan carnivora seperti yellowtail maksimal hanya 10%.

Kemampuan ikan menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi berbeda diantara spesies ikan. Kebanyakan ikan perairan tropis, termasuk catfish dapat memanfaatkan lebih banyak karbohidrat dibandingkan ikan perairan dingin dan ikan laut (Robinson et al. 2001). Ikan omnivora umumnya mampu memanfaatkan karbohidrat lebih tinggi (kadar optimum 30-40%) sedangkan ikan karnivora memanfaatkan karbohidrat pada kadar optimum 10-20% (Furuichi, 1988). Ikan yellowtail Seriola quinqueradiata (karnivora) memanfaatkan karbohidrat terendah diikuti oleh red sea bream Chrysophrys major (semi-karnivora) dan carp Cyprinus carpio (omnivora) (Furuichi & Yone, 1981). Ikan gurame Osphrronemus gouramy fase fingerling memiliki kemampuan memanfaatkan karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan fase subadult (Mokoginta et al. 2004). Kebutuhan karbohidrat untuk catfish adalah 25% atau lebih (Robinson et al. 2001).


(21)

Kebutuhan Lemak

Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien, baik secara langsung maupun potensial tersimpan di dalam jaringan adiposa (Murray et al. 1995), sebagai penyedia asam lemak esensial serta komponen struktur sel dan pemeliharaan integritas biomembran (Takeuchi, 1988; Sepherd & Bronage, 1992), membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak dan untuk mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1993), sebagai prekursor untuk hormom-hormon steroid (Robinson et al. 2001).

Lemak tidak hanya dilihat proporsinya dalam pakan namun seharusnya memenuhi kebutuhan asam lemak esensial karena lemak merupakan satu-satunya sumber asam lemak esensial (Takeuchi, 1988). Ikan tidak dapat mensintesis Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) asam lemak n-3 dan n-6, sehingga asam lemak ini merupakan nutrien esensial yang harus tersedia dalam pakan. Ikan dapat menkonversi 18:2n-6 dan 18:3n-3 ke bentuk asam lemak berantai panjang, seperti 20:5n-3, 22:6n-3, 20:4n-6 yang merupakan komponen esensial membran sel (Houlihan et al. 2002). Selanjutnya dikatakan kebutuhan asam lemak esensial spesies ikan laut dan ikan air tawar berhubungan dengan kompoisi makanan alaminya. Menurut Jobling (1995), ekosistem perairan tawar kaya akan asam lemak n-6 dan perairan laut kaya dengan asam lemak n-3.

Kebutuhan ikan akan asam-asam lemak esensial berbeda untuk setiap spesies ikan (Furuichi, 1988). Perbedaan kebutuhan ini terutama dihubungkan dengan habitatnya. Ikan yang hidup di laut lebih memerlukan asam lemak n-3, sedangkan ikan yang hidup di air tawar membutuhkan asam lemak n-6 atau


(22)

kombinasi asam lemak n-3 dan n-6 (Hepher,1990). Ikan catfish membutuhkan baik asam lemak n-3 maupun asam lemak n-6 (Robinson et al. 2001), namun umunya spesies ikan air tawar membutuhkan lebih banyak n-6 dibandingkan n-3 (Takeuchi, 1988).

Kadar lemak pakan dapat mempengaruhi pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan. Naiknya kadar lemak pakan menyebabkan berkurangnya konsumsi pakan pada juvenil Cobia, Rachycentron canadum (Wang et al.2005), pertambahan berat dan efisiensi pakan (Robinson et al. 2001). Laju pertumbuhan ikan black catfish, Rhamdia quelen meningkat dengan meningkatnya kadar lemak pakandari 8% menjadi 14% (Salhi et al. 2004) dan ikan Chinese longsout catfish Leiocassis longirostris dari 3% sampai 18%, dan pada kadar lemak pakan 21% menurunkan laju pertumbuhan (Pei et al. 2004). Penurunan pertumbuhan ikan yang mengkonsumsi pakan mengandung lemak tinggi diakibatkan menurunnya kemampuan mencerna dan mengabsorpsi lemak, dan berkurangnya konsumsi pakan (NRC, 1983). Selain itu, kebutuhan protein untuk pertumbuhan optimal semakin berkurang dengan meningkatnya lemak Kebutuhan protein optimal ikan bagrid catfish, Pseudobagrus fulvidraco 52% kadar lemak pakan 10% dan menurun menjadi 42% pada kadar lemak pakan 19% (Kim et al. 2005). Lemak karkas tidak berbeda antara ikan Rohu (Labeo rohita) yang mengkonsumsi pakan berkadar lemak 8% dan 13%, sedangkan pakan berkadar lemak 18% menghasilkan lemak karkas tertinggi (Mishra & Samantaray, 2004).


(23)

Kebutuhan Energi Ikan Patin

Energi pakan diperoleh dari tiga sumber, yaitu karbohidrat, lemak dan protein (De Silva & Anderson, 1995). Energi dari ketiga molekul tersebut merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pakan (feed intake). Selain energi, keberadaan nutrien esensial seperti asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral juga berperan penting. Defisiensi nutrien esensial diketahui dapat menimbulkan dua respon, (1) meningkatnya konsumsi pakan untuk memenuhi tingkat kebutuhan, (2) respon penghambatan terhadap konsumsi pakan ketika defisiensi sangat besar (Holihan et al. 2002).

Ikan seperti hewan lainnya, makan untuk memenuhi kebutuhan energi (Halver, 1989). Ketika ikan mengkonsumsi pakan mengandung energi terlalu tinggi maka konsumsi protein dapat lebih rendah dari kebutuhan saat energinya terpenuhi sehingga menurunkan laju pertumbuhan (Webster & Lim, 2002). Kelebihan energi pakan dapat juga berakibat meningkatnya deposit lemak tubuh (Halver, 1989).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan, yaitu aktivitas fisik, temperatur, ukuran ikan, laju pertumbuhan, spesies, dan konsumsi pakan (Webster & Lim, 2002). Proporsi energi yang dikonsumsi meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan, namun efisiensi pencernaan dan absorpsi menurun yang akhirnya memperlambat pertumbuhan akibat energi yang hilang melalui feses meningkat (De Silva & Anderson, 1995). Selain itu, aktivitas fisik, temperatur dan stres juga mempengaruhi kebutuhan energi pada ikan (Halver, 1989).


(24)

Imbangan protein dan energi penting untuk menunjang pertumbuhan ikan. Pakan dengan kadar protein tinggi belum menjamin pertumbuhan optimal bila total energi pakan rendah. Pakan dengan energi yang dapat menyebabkan protein yang dikonsumsi sebagian digunakan untuk menghasilkan energi guna mencukupi kebutuhan energi ikan. Sebaiknya kebutuhan energi dapat tercukupi dari nutrien protein, yakni karbohidrat dan lemak. Sehingga kecukupan energi non-protein dapat meningkatkan fungsi non-protein dalam menunjang pertumbuhan ikan (Furuichi, 1988). Energi non-protein dapat dipenuhi oleh karbohidrat, karena sebagian besar enzim untuk mencerna karbohidrat tersedia pada ikan (Wilson, 1994) dan karbohidrat merupakan sumber energi yang relatif murah dan diperlukan untuk biosintesis asam amino non essensial dan asam nukleat (NRC, 1993). Pada umumnya karbohidrat pada pakan digunakan sebagai sumber energi bagi ikan meskipun penggunaannya lebih rendah daripada hewan domestik lainnya (Furuichi,1988). Energi dari karbohidrat telah dibuktikan sama efektifnya dengan energi dari lemak sebagai “protein sparing action” untuk pertumbuhan (Zonneveld et al 1991). Karbohidrat juga merupakan sumber energi utama sebagian besar hewan herbivor atau omnivor (Gallego et al, 1994), dan sumber energi ini disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan otot (Stefens, 1989).

Penggunaan lemak sebagai protein sparing effect telah diuji pada berbagai spesies untuk menemukan tingkat optimum lemak pakan yang dapat meningkatkan penggunaan protein optimal untuk pertumbuhan tanpa deposisi lemak yang berlebihan (Halver, 1989). Umumnya sekitar 10-20% lemak dalam pakan ikan menghasilkan penggunaan protein dan laju pertumbuhan optimal


(25)

dengan tidak menghasilkan deposisi lemak berlebihan (Cowey & Sargent, 1979 dalam Halver 1989). Pakan mengandung 54% kasein dan lemak 15 sampai 20% memperlihatkan pertumbuhan dan konversi pakan yang tinggi pada trout yang mengkonsumsi lemak 20% dibandingkan 5% (Takeuchi et al. 1978 dalam Halver, 1989).

Ikan lebih efisien dalam mengkonversi pakan menjadi jaringan tubuh dan membutuhkan lebih sedikit energi per unit protein dibandingkan mamalia dan burung, sedangkan kebutuhan proporsi protein pada ikan lebih tinggi. Rasio energi protein optimum telah ditemukan pada berbagai spesies ikan, dan rasio tersebut berkisar antara 8 sampai 10 kkal DE per gram protein pakan (Halver, 1989). Sedangkan pada catfish rasio ini berkisar antara 7,4-12 kkal/g. Peningkatan rasio DE/P pakan catfish diatas kisaran ini akan meningkatkan deposisi lemak, dan jika energi terlalu rendah, pertumbuhan ikan akan melambat (Robinson et al, 2001).

Metabolisme Karbohidrat dan Lemak Metabolisme karbohidrat

Karbohidrat dalam makanan umumnya berbentuk senyawa polisakarida, disakarida dan monosakarida. Karena ikan tidak memiliki kelenjar air liur (salivary gland), maka pencernaan karbohidrat dimulai di bagian lambung. Pencernaan karbohidrat secara intensif terjadi di segmen usus yaitu dengan adanya enzim amilase pankreatik (Affandi, 2005).


(26)

Karbohidrat diabsorpsi melalui dinding saluran pencernaan (digestive tract) dan masuk aliran darah dalam bentuk monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) (De Silva & Anderson, 1995), dan hewan mangsa berbentuk glikogen (Affandi et al. 2005). Pada vertebrata, sebagaian besar monosakarida dibawa langsung ke hati dan mengalami sintesis menghasilkan glikogen dan oksidasi menghasilkan karbondioksida dan air (Lehninger, 1993). Pada dinding usus galaktosa dan fruktosa diubah menjadi glukosa (Affandi, 2005). Sebagian monosakarida dibawa ke jaringan lain dan mengalami metabolisme lebih lanjut (Lehninger, 1993).

Glukosa memegang peranan penting sebagai sumber energi. Beberapa jaringan (contohnya otak) hanya menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga hewan harus mempertahankan kadar glukosa darahnya pada level tertentu (De Silva & Anderson, 1995). Bila kadar glukosa dalam darah meningkat sebagai akibat meningkatnya proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat, sintesis glikogen dari glukosa oleh hati akan naik. Sebaliknya bila kadar glukosa menurun glikogen diuraikan menjadi glukosa untuk selanjutnya mengalami proses katabolisme menghasilkan energi (Lehninger, 1993).

Terdapat empat jalur reaksi yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, yakni: (1) glikolisis, yaitu katabolisme glukosa menghasilkan energi; (2) glukoneogenesis, sintesis glukosa dari molekul lain; (3) glikogen sintesis, pembentukan cadangan glukosa dalam bentuk glikogen; (4) glikogenolisis, pemecahan glikogen menghasilkan glukosa (De Silva & Anderson, 1995).


(27)

Pada hewan yang normal, bila terjadi kelebihan glukosa dalam darah, glukosa tersebut akan diubah menjadi glikogen melalui proses glikogenesis (Lehninger 1994). Glikogen yang terbentuk akan disimpan di dalam hati dan otot. Kemampuan hati dan otot untuk menyimpan glikogen ini terbatas, sehingga bila kandungan glukosa darah masih berlebih, maka akan terjadi pembentukan lemak melalui proses lipogenesis. Sebaliknya, bila glukosa darah rendah dan biasanya terjadi bila tidak makan dalam waktu yang cukup lama atau hanya memakan pakan yang mengandung karbohidrat rendah, maka akan terjadi proses pembentukan glukosa melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis (Shimeno 1974). Glikogenolisis merupakan proses perombakan glikogen menjadi glukosa dengan melibatkan enzim fosforilase dan 1,4 glukantransferase. Glukoneogenesis merupakan proses pembentukan glukosa dari senyawa komponen protein dan lemak. Pada proses glukoneogenesis terdapat 3 jenis enzim kunci yang sangat berperan yaitu fosfoenolpiruvat karboksilase, fruktosa 1,6-difosfatase, dan glukosa 6-fosfatase.

Penelitian pada kondisi laboratorium terhadap European eels Anguilla anguilla dengan berat awal 133g yang dipuasakan memperlihatkan konsentrasi glikogen hati tidak berubah dalam waktu 96 hari dan glikogen otot selama 164 hari setelah dipuasakan (Dave et al. 1975 dalam Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa selama dipuasakan energi metabolik diperoleh dari lipid dan sejumlah yang terbatas dari katabolisme protein. Glikogen hepatopankreas ikan carp yang dipuasakan selama 22 hari sebesar 10,65% tidak berbeda terhadap glikogen pada kadar awal; dan setelah 100 hari dipuasakan glikogen pada


(28)

hepatopankreas tinggal 1,55% (Nagai & Ikeda, 1971 dalam Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa untuk ikan karnivora, glikogen hati tidak menyediakan sumber glukosa yang dapat digunakan segera dan glukoneogenesis adalah proeses penting untuk hal ini.

Metabolisme lemak

Pencernaan lemak mulai terjadi di bagian lambung, akan tetapi pencernaan di sini tidak efektif (Affandi et al. 2005). Ketidakefektifan ini disebabkan enzim lepase tidak dapat bekerja baik efektif dalam suasana pH rendah (Lehninger, 1993).

Absorpsi lemak pada berbagai spesies ikan telah banyak dipelajari. Studi ini mengindikasikan umumnya penyerapan awal terjadi pada anterior ileum termasuk cecum dan kebanyakan berlangsung pada intestin. Hasil pencernaan lemak yang berupa garam empedu, monoasilgliserol, gliserol, lisofosfolipid, dan asam lemak bebas diabsorpsi melalui difusi ke dalam epitel intestinal dan berlangsung lambat (sekitar 10 jam atau lebih). Di dalam sel mukosa, asam lemak bebas kembali mengalami esterifikasi dengan gliserol dan monogliserol menghasilkan triasilgliserol, dan dengan lisofosfolipid menghasilkan fosfolipid. Melalui saluran darah dan sitem limfa, lemak ini diangkut ke hati dalam bentuk kompleks lipoprotein, utamanya partikel chilomikron dan very low density lipoprotein (VLDL). Sejumlah asam lemak bebas diangkut dalam bentuk kompleks albumin (Halver, 1989).


(29)

Sebagian besar asam lemak bebas yang mengalami katabolisme berasal dari proses hidrolisis trigliserida oleh enzim lipase yang terdapat dalam sel adiposa. Asam lemak ini dikeluarkan dari sel berikatan dengan serum albumin yang kemudian bersama aliran darah dibawa ke jaringan lainnya dalam tubuh untuk selanjutnya mengalami oksidasi (Lehninger, 1993). Oksidasi asam lemak ini berperan penting dalam menyediakan energi untuk jaringan ikan. Pada trout, otot merah lateral dan jantung mempunyai kemampuan yang sama dalam oksidasi lemak, lebih tinggi dari hati, ginjal dan otot putih. Pada teleostei, oksidasi asam lemak menyediakan energi untuk ritme kontraksi yang lambat yang merupakan karakteristik dari otot merah dan jantung (Halver, 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa selama ikan dipuasakan, energi metabolik lebih banyak diperoleh dari katabolisma lemak, dan sejumlah yang terbatas dari katabolisme protein.

Biosintesis asam lemak sebagai bagian dari biosintesis lemak adalah suatu proses metabolisme yang penting dalam jasad hidup. Hal ini benar jika diingat jaringan hewan mempunyai kemampuan terbatas untuk menyimpan energi dalam bentuk karbohidrat (Lehninger, 1993). Selanjutnya dikatakan sebagian polisakarida dirombak melalui glikolisis menjadi asetil ko-A, yang merupakan prazat untuk biosintesis asam lemak dan trigliserida. Biosintesis asam lemak dari asetil ko-A terjadi di hampir semua bagian tubuh hewan, terutama di jaringan hati dan adiposa. Menurut Halver (1989), enzim yang mengkonversi asam amino menjadi piruvat dan asam trikarboksil adalah aktif pada ikan. Karbon dari asam amino bergabung dengan sitrat ditranspor dari mitokondria ke sitosol menjadi substrat untuk sitratliase dan kemudian membentuk asetil ko-A.


(30)

ATP-sitratliase aktif dalam jaringan hati coho salmon tetapi tidak aktif pada rainbow trout atau channel catfish.

Biosintesis lemak atau lipogenesis pada ikan sama dengan yang terjadi pada mamalia umumnya. Jaringan hati dan adiposa bagian penting terjadinya lipogenesis hewan mamalia terestrial dan burung (Halver, 1989). Aktivitas enzim yang terlibat dalam lipogenesis pada coho salmon sama dengan channel catfish, utamanya dalam jaringan hati (Likimani & Wilson, 1982) dalam Halver (1989). Aktivitas enzim-enzim tersebut juga aktif pada jaringan hati belut (eel), dan sebagian kecil pada intestinal dan otot merah Aster & Moon (1981) dalam Halver (1989). Salah satu substrat untuk lipogenesis ialah glukosa. Bila glukosa tidak segera dibutuhkan untuk energi, kelebihan glukosa yang masuk secara kontinu ke dalam sel akan disimpan sebagai glikogen (Desilva & Anderson, 1995), dan bila sel (terutama sel hati) mendekati saturasi glikogen, glukosa tambahan diubah menjadi lemak dalam sel hati dan adipositi kemudian disimpan dalam adiposit (Guyton, 1994).


(31)

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

Pakan Uji

Penelitian ini menggunakan empat jenis pakan uji yang mengandung iso-protein sekitar 36% dan rasio energi tercerna/iso-protein 7,4 – 8,4 kkal DE/g dengan rasio karbohidrat dan lemak yang berbeda, yaitu 1, 2, 3 dan 4. Sebagai sumber lemak digunakan minyak ikan dan minyak jagung. Sumber karbohidrat (BETN) utama diperoleh dari dekstrin. Komposisi bahan pakan disajikan pada Tabel 1 dan komposisi proksimat pakan pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi bahan pakan percobaan (g/100g pakan)

Bahan Penyusun Rasio Karbohidrat/Lemak

1 2 3 4

Tepung ikan 51,00 51,00 51,00 51,00 Tepung kedelai 1,50 1,50 1,50 1,50 Tepung terigu 2,00 2.00 2.00 2.00

Dextrin 11,00 22,00 28,00 27,00

Minyak jagung 8,4 6,3 4,2 2,1

Minyak ikan 3,6 2,7 1,8 0,9

Vitamin Mix1 1,50 1,50 1,50 1,50 Mineral Mix1 3,50 3,50 3,50 3,50 Kholin klorida 0,50 0,50 0,50 0,50

CMC 2,50 2,50 2,50 2,50

Selulosa 14,50 6,50 3,50 7,50 1. Sumber : Takeuchi (1988)

Tabel 2. Komposisi proksimat pakan perlakuan (% bobot kering) Rasio Karbohidrat/Lemak

Komposisi proksimat 1 2 3 4

Protein 36,12 35,78 35,56 35,90

BETN 15,97 27,43 32,51 31,01

Lemak 16,19 13,37 10,89 7,57

Energi (kkal)1/g 297,5 302,1 293,9 264,5 E / P (kkal / g) 8,2 8,4 8,3 7,4


(32)

Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan diperoleh dari petani berukuran 7,75±3,3g dan dibesarkan pada kondisi laboratorium selama 40 hari di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB sampai mencapai ukuran yang diinginkan untuk awal penelitian. Ikan dengan berat rata-rata 16,1±0,5g diambil sebanyak 6 ekor dan dimasukkan ke dalam akuarium ukuran 50x30x40cm yang diisi air sebanyak 60 liter. Sistem pemeliharaan menggunakan sistem resirkulasi yang dilengkapi aerasi dan filtrasi. Selama penelitian dilakukan pergantian air sekitar 50% per hari untuk menjaga kualitas air. Pemberian pakan secara at satiation dua kali sehari pukul 07.00 dan 17.00 WIB dan banyaknya pakan yang diberikan dicatat untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan. Setelah 60 hari pemberian pakan percobaan, ikan dipuasakan selama 24 jam dan ditimbang satu per satu untuk mengetahui bobot akhir. Sebanyak 2 ekor ikan dari setiap akuarium digunakan untuk analisis proksimat tubuh dan 3 ekor diambil daging bagian lateral untuk dianalisis proksimat daging. Selama penelitian, kadar oksigen terlarut 4,4-6,5 ppm; suhu 29-31oC; pH 7,5-7,6. Kualitas air ini dapat menunjang pertumbuhan air yang normal.

Analisis Kimia

Analisis proksimat yang meliputi kadar protein kasar, lemak kasar, BETN, abu, serat kasar dan air dilakukan terhadap bahan pakan dan pakan, sedangkan daging dan tubuh meliputi kadar protein kasar, lemak kasar, abu, dan air. Analisis proksimat bahan dan pakan dilakukan pada awal percobaan, sedangkan analisis


(33)

proksimat total tubuh ikan dilakukan pada awal dan akhir percobaan, dan proksimat daging dilakukan pada akhir penelitian. Prosedur analisis proksimat terdapat pada Takeuchi (!988)(Lampiran 1).

Analisis Statistik

Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Peubah yang diuji dalam penelitian ini ialah laju pertumbuhan, retensi protein dan lemak, konversi pakan, kadar lemak, protein, air, dan abu daging maupun tubuh, kelangsungan hidup. Laju pertumbuhan, konversi pakan, retensi lemak dan protein, kelangsungan hidup dihitung menggunakan formula sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan bobot harian (Huisman, 1976)

α = [(Wt / Wo)1/t -1] x 100%

Keterangan :

α = laju pertumbuhan bobot harian (%) Wt = bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian W0= bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian

2. Konversi pakan (Feed conversion ratio)(Viola & Rappaport, 1979)

Pakan yang dikonsumsi (g) FCR = --- Pertambahan bobot basah ikan (g)


(34)

3. Retensi protein dan lemak (Viola & Rappaport, 1979)

Pertambahan bobot protein/lemak tubuh (g)

R = --- x 100% Bobot total protein/lemak yang dimakan (g)

4. Kelangsungan hidup

Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor)

KH =--- x 100% Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Bobot rata-rata individu pada awal dan akhir percobaan disajikan pada Gambar 1, sedangkan bobot biomassa pada awal dan akhir penelitian disajikan pada Lampiran 2. Pada Gambar 1 terlihat bahwa pertambahan bobot rata-rata individu tertinggi diperoleh pada ikan yang diberi pakan dengan rasio 3 (32,51% karbohidrat dan 10,89% lemak), diikuti oleh rasio 4 (31,01% karbohidrat dan 7,57% lemak), 2 (27,43% karbohidrat dan 13.37% lemak), dan 1 (15,97% karbohidrat dan 16,19% lemak). Ikan patin yang mengkonsumsi pakan dengan rasio 3 menghasilkan bobot rata-rata individu pada akhir penelitian sebesar 205,04g diikuti rasio 4, 2 dan 1 dengan bobot rata-rata berturut-turut 190,38, 181,70 dan 165,24 g.

-10.00 10.00 30.00 50.00 70.00 90.00 110.00 130.00 150.00 170.00 190.00 210.00

1 2 3 4

Rasio KH/L B obot r a ta -r a ta i n di v idu ( g)


(36)

Tabel 3. Rata-rata konsumsi pakan (FC), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (FCR)

dan kelangsungan hidup (SR) ikan patin selama 60 hari pemeliharaan

Rasio Karbohidrat/Lemak

Parameter 1 2 3 4

FC(g)* 1188,3±25,6c 1211,6±21,8b 1284,5±26,9a 1281,8±41,9a RP(%)* 37,1±3,2c 41,7±3,3b 47,1±1,1a 41,1±1,7b RL(%)* 29,3±2,3d 51,1±1,7c 79,1±7,6b 114,6±13,2a LPH(%/hr)* 3,96±0,07c 4,12±0,01b 4,33±0,05a 4,20±0,04b FCR* 1,33±0,07c 1,22±0,03b 1,13±0,02 a 1,23±0,06b

SR(%) 100 100 100 100 Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0,05).

*Data per ulangan terdapat pada Lampiran 3 - 9.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa retensi lemak meningkat sejalan dengan meningkatnya rasio karbohidrat/lemak, tetapi retensi protein dan laju pertumbuhan meningkat hanya sampai pada rasio 3 dan terjadi penurunan pada rasio 4. Sedangkan peningkatan rasio karbohidrat/lemak menyebabkan terjadi penurunan pada nilai konversi pakan, dan penurunan ini hanya sampai pada rasio 3 dan meningkat kembali pada rasio 4. Selama penelitian berlangsung tidak terjadi kematian ikan uji untuk setiap jenis pakan uji yang dicobakan. Rata-rata komposisi proksimat daging, tubuh dan hati ikan patin setelah 60 hari pemberian pakan uji disajikan pada Tabel 4. Kadar air dan protein daging serta tubuh ikan patin semakin kecil sejalan meningkatnya rasio karbohidrat/lemak pakan. Keadaan sebaliknya terjadi pada kadar lemak, dimana semakin tinggi rasio karbohidrat/lemak pakan diikuti pula semakin meningkatnya kadar lemak daging


(37)

dan tubuh. Kadar lemak hati semakin tinggi dengan meningkatnya rasio karbohidrat/lemak pakan dan keadaan sebaliknya terjadi pada kadar air. Rasio karbohidrat/lemak pakan tidak menghasilkan perbedaan kadar abu daging dan tubuh.

Tabel 4. Komposisi proksimat daging, tubuh dan hati (bobot kering) Rasio Karbohidrat/Lemak Komposisi proksimat

1 2 3 4 Daging

- Air 78,4±0,7a 78,1±0,7ab 76,9±0,9b 75,4±0,7c - Protein 84,4±4,6a 82,0±2,6b 77,7±1,67 c 75,5±2,0c - Lemak 8,6±0,7c 12,2±0,35b 15,4±1,25 a 16,4±0,6a - Abu 2,5±0,4a 2,3±0,5a 2,1±0,5a 2,1±0,2a Tubuh

- Air 71,1±1,2a 70,0±0,2a 68,1±0,9b 67,3±0,9c - Protein 55,3±0,3a 54,5±2,3a 53,2±3,2 a 49,6±0,8b - Lemak 19,9±2,6d 24,6±1,3c 26,8±0,4 b 28,9±3,0a - Abu 17,4±0,9a 16,7±0,9a 14,3±2,1a 12,5±0,1a Hati

- Air 55,2±1,3a 52,1±1,6b 49,0±1,5c 43,1±1,1d - Lemak 47,4±4,2c 47,3±4,9c 50,6±2,0b 59,6±1,9a

Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan (P<0,05) (Lihat Lampiran 15-24).

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang diberi pakan dengan rasio karbohidrat/lemak 3 dan 4 mengkonsumsi jumlah pakan tertinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya (Tabel 3). Semakin banyak pakan yang dikonsumsi, kebutuhan energi untuk ikan tercukupi terutama yang bersumber dari karbohidrat dan lemak sehingga pemanfaatan protein untuk pertumbuhan semakin efisien. Hal ini dapat dilihat pada rasio 3 dimana nilai retensi protein dan laju pertumbuhan tertinggi. Perbedaan jumlah konsumsi pakan juga dapat disebabkan adanya


(38)

perbedaan ukuran ikan akibat perbedaan laju pertumbuhan selama percobaan berlangsung. Ikan yang berukuran besar membutuhkan dan mengkonsumsi pakan lebih banyak dari pada ikan yang berukuran kecil (pemberian pakan dilakukan secara at satiation). Pakan dengan rasio karbohidrat/lemak 4 menghasilkan retensi protein dan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan rasio 3 disebabkan pemanfaatan pakan menjadi kurang efisien ketika terjadinya proses lipogenesis yang ditunjukkan oleh nilai retensi lemak dan kadar lemak hati yang tinggi.

Ikan patin yang diberi pakan berkadar lemak tinggi (rasio karbohidrat/lemak 1) cenderung menggunakan banyak lemak sebagai sumber energi yang ditunjukkan pada nilai retensi lemak yang rendah. Selain itu, tingginya kadar lemak pakan diikuti dengan semakin menurunnya kadar karbohidrat telah menyebabkan kebutuhan karbohidrat sebagai sumber energi tidak tercukupi karena ikan tidak efisien dalam memanfaatkan protein yang ditunjukkan pada nilai retensi protein dan pertumbuhan yang semakin kecil. Menurut Lehninger (1993), jaringan tertentu pada hewan seperti otak cenderung menggunakan glukosa yang bersumber dari protein apabila glukosa dari karbohidrat tidak tercukupi. Sedangkan peningkatan kadar karbohidrat pakan diikuti penurunan kadar lemak menghasilkan retensi lemak yang semakin tinggi. Retensi lemak pada perlakuan pakan dengan kadar lemak terendah menunjukkan nilai tertinggi dan nilai ini mencapai lebih dari 100%. Tubuh ikan membutuhkan lemak untuk disimpan sebagai lemak sruktural. Untuk memenuhi kebutuhan lemak tersebut, maka ikan mensintesis (biokonversi) lemak berasal dari nutrien


(39)

non-lemak, seperti karbohidrat menjadi asam-asam lemak dan trigliserida yang terjadi di hati dan jaringan lemak (Linder, 1992). Selanjutnya Brauge et al. (1994) menyatakan bahwa tingginya kadar karbohidrat yang dapat dicerna merangsang terjadinya proses lipogenesis dan meningkatkan penyimpanan lemak. Proses lipogenesis ini memerlukan energi dan keperluan energi ini akan mengurangi energi untuk pertumbuhan.

Jadi juvenil ikan patin memerlukan suatu kadar lemak tertentu dalam pakan yang sekaligus juga rasio karbohidrat/lemak tertentu sehingga pemanfaatan energi nonprotein tersebut akan maksimal. Keadaan ini akan memberikan efisiensi protein pakan yang optimum seperti yang dihasilkan pada rasio karbohidrat/lemak 3. Rasio 3 menghasilkan energi nonprotein yang maksimum sehingga protein pakan dapat digunakan untuk sintesis protein tubuh lebih efisien. Hal ini terbukti tingginya jumlah protein yang tersimpan dalam tubuh ikan yang

ditunjukkan oleh nilai retensi protein 47,06%. Nilai ini lebih tinggi dari P. djambal yang diberi pakan rasio karbohidrat/lemak 6 (36,14% karbohidrat dan

6,25% lemak), yaitu 45,37%. Menurut Peres dan Teles (1999), terjadinya protein sparing effect oleh karbohidrat dan lemak akan mengurangi pemanfaatan protein untuk energi. Viola & Rappaport (1979) menggunakan retensi protein sebagai indikator efektivitas pakan. Pemanfaatan protein yang semakin efisien ditunjukkan pula oleh nilai konversi pakan yang diperoleh pada pakan dengan nilai rasio karbohidrat/lemak sebesar 3. Efek lanjut pakan dengan rasio karbohidrat/lemak 3 akan menghasilkan pertumbuhan harian yang tertinggi pula. Walaupun jumlah pakan yang dikonsumsi pada rasio 3 tinggi tetapi juga diikuti


(40)

pertumbuhan yang tinggi sehingga akan dihasilkan pula konversi pakan yang rendah.

Kadar lemak tubuh dan daging terkecil diperoleh pada ikan yang diberi pakan uji rasio karbohidrat/lemak 1. Rendahnya kadar lemak ini akibat kebanyakan lemak pakan dimanfaatkan sebagai sumber energi sehingga jumlah yang disimpan semakin sedikit (nilai retensi lemak yang kecil). Nilai lemak tubuh ini (19,9±2,6) lebih kecil dibandingkan yang diperoleh Suwarsito (2004), yakni 32,19% bobot kering tetapi lebih besar dari hasil yang diperoleh Hung et al. (2004) yakni 13,7% bobot kering pada perlakuan protein pakan 45%. Sedangkan kadar lemak daging terkecil relatif sama dengan yang diperoleh Suwarsito (2004) sebesar 7,51% bobot kering pada penambahan L-karnitin 0,18%.

Semakin tinggi kadar lemak pakan diikuti semakin rendah kadar kabohidrat menghasilkan kadar lemak daging terendah dan protein daging tertinggi. Pakan dengan rasio karbohidrat/lemak 1 menghasilkan kualitas daging yang lebih baik dibandingkan dengan rasio 2, 3 dan 4.

Di akhir penelitian, ukuran ikan baru mencapai sekitar 200g, sedangkan ukuran konsumsi ikan ini di atas 500g, maka pakan dengan rasio 1 belum mutlak diaplikasikan. Untuk kepentingan budidaya pada tahap tersebut, peningkatan pertumbuhan lebih menjadi prioritas. Dengan demikian, pakan dengan rasio karbohidrat/lemak 3 disarankan untuk diaplikasikan.


(41)

SIMPULAN

Ikan patin, P. hypophthalmus yang diberi pakan uji rasio karbohidrat/lemak 3 (mengandung 32.51% karbohidrat dan 10.89% lemak) menghasilkan kinerja pertumbuhan terbaik.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Sjafei DS, Raharjo MF, Sulistiono. 2005. Fisiologi ikan: Pencernaan dan penyerapan makanan. Departemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. 215 hal.

Ali MZ,. Jaucey K. 2004. Optimal dietary carbohydrate to lipid ratio in African catfish Clarias gariepinus. J. Aqua. Int. 12: 169-180.

[APHA] American Public Health Association, American Water Works Assosiation and water pollution control federation. 1975. Standart methods for the examination of water and wastewater. 14th. Ed., Washington, D.C. 1193 pp.

Brauge CF, Medale F, Corraze G. 1994. Effect of dietary carbohydrate levels on growth, body composition, and glicaemia in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss, reared in sea water. INRA Fish Nutrition Laboratory, Hydrobiology Station, France. Aquaculture, 123:109-120. Campbell PN and Smith AD, 1982. Biochemistry Illustrated. Illustrator by Harris

S. Churchill Livingstone. Edinburg. London.

Cho CY, Cowey CB and Watanabe T. 1985. Finfish nutrition in Asia. Methodological Approach of Research and Development. Ottawa, Ont. DCR. 154 pp.

Craig S and Helfrich LA. 1992. Understanding fish nutrition, feed, and feeding. Department of Fisheries and Wildlife Science. Virginia Tech.

De Silva SS, and Anderson TA. 1995. Fish nutrition in aqualculture. Chapman & Hall Aqualculture serien 1. New York. 308 p.

Du ZY, Liu YJ, Tian LX, Wang JT, Wang Y, Liang GY. 2005. Effect of dietary lipid level on growth, feed utilizatition and body composition by juvenil Grass Carp (Ctenopharyngodon idellla). Aquacult. Nutr. 11, 139-146. Furuichi M and Yone Y. 1981. Change of blood sugar and plasma insulin level of

fishes in glucosa tolerance test. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish 47: 761-764. Furuichi M. 1988. Fish Nutrition, p.1-78. In : Watanabe T (ed). Fish nutrition and

mariculture. Tokyo. Department of Aquatic Biosciences Tokyo University of Fisheries.


(43)

Gallego MG, Bzoca J, Akharbach H, Suarez MD, Sanz A. 1994. Utilization of different carbohydrates by the European eel (Anguilla anguila). Aquaculture 124 : 99-108.

Guyton, AC. 1994. Textbook of medical physiology. Alih bahasa Tengadi. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. 399 hal.

Halver JE. 1989. Fish nutrition. 2nd Ed. Academic Press, Inc. News York. 713 pp. Hepher B. 1990. Nutrition of pond fishes. New York. Cambridge Univercity

Press. 388 p.

Houlihan D, Boujard T and Jobling M. 2002. Food intake in fish. Blackwell science Lrd. 414 pp.

Huisman EA, 1976. Food conversion efficiencies at maintenance and production levels for Carp, Cyprinus carpio L and rainbow trout, Salmo gairdneri Richardson. Aquaculture 9:256-273.

Hung LT, Suhenda N, Slembrouck J, Lazard J and Moreau Y. 2004. Comparison of dietary protein and energy utilization in three Asian catfish (Pangasius bocourty, P. Hypophthalmus and P. djambal). Aquacult. Nutr. 10, 317-326.

Kim LH and Lee Sang-Ming. 2005. Effect of the dietary protein and lipid levels on growth and body composition of Bagrid catfish, Pseudobagrus fulvidraco. Aquaculture 243, 323-329.

Lee S and Lee JH. 2004. Effect of dietary glucose, dextrin and strach on growth and body composition of juvenile starry flounder Platichthys stellatus. J. Fish. Sci. 70: 53-58.

Lehninger AL. 1993. Dasar-dasar biokimia (terjemahan). Jakarta. Erlangga. 73 hal.

Linder MC. 1992. Nutrisi dan metabolisme karbohidrat, hal. 27-58. Dalam : Linder, M.C (ed). Biokimia Nutrisi dan Metabolime (terjemahan). Jakarta . UI-Press. Indonesia.

Lovell T. 1988. Nutrition and feeding of fish. Auburn Univercity. Published by Van Nostrand Academy of Sciences Washington DC. 260 pp.

Mishra K and Samantaray K. 2004. Interacting effects of dietary lipid level and temperature on growth, body composition and fatty acid profile of Rohu, Labeo rohita (Hamilton). Aquacult. Nutr. 2004. 10, 359-369.


(44)

Mokoginta I, Takeuchi T, Hadadi A, Jusadi D. 2004. Different capabilities in utilizing dietary carbohydrate by fingerling and subadult giant gouramy Osphronemus gouramy. J. Fish. Sci. 20: 996-1002.

Muchtadi D, Palupi SN, Astawan M. 1993. Metabolisme zat gizi Jilid I. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Hal 12.

[NRC] National Research Countil. 1983. Nutrient requirement of warmwater fishes and shellfishes. Revised Edition. National Academy of Sciences Washington DC. 102 pp.

[NRC] National Research Countil. 1977. The role of chromium in animal nutrition. National Acad. Press. Washington DC. 80 hal.

Pei Z, Xie S, Lei W, Zhu X and Yang Y. 2004. Comparative study on the effect of dietary lipid level on growth and feed utilization for gibel carp(Carasius auratus Gibelio) and Chinese longsnout catfish (Leiocassis longirostris Gunther). Aquacult. Nutr. 10: 209-216.

Peres H, Teles AO. 1999. Effect of dietary lipid level on growth performance and feed utilization by European sea bass juveniles (Dicentrarchus labrax). Aquaculture 179:325–334.

Robinson EH, Menghe H Li, Bruce BM. 2001. A practical guide to nutrition feeds, and feeding of Catfish. Bull. 1113. Mississippi Agricultural & Forestry Experiment Station. Mississippi State University.

Salhi M, Bessonart M, Chediak G, Bellagamba M and Carnevia D. 2004. Growth, feed utilization and body composition of black catfish, Rhamdia quelen, fry fed diets containing different protein. Aquaculture 231, 435-444. Sa R, Pausao-Ferreira P, Oliva-Teles A. 2006. Effect of dietary protein and lipid

level on growth and feed utilization of White Sea Bream (Diplodus sargus) juvenil. Aquacult. Nutr. 12 ;310-321.

Sheperd J and Bronage N. 1992. Intensive fish farming. Blackwell Scientific Publication, Oxford, London. 404 pp.

Shimeno, S. Ming Duan-Cun, Takeda, M. 1993. Metabolic respons to dietary carbohydrate to lipid ratio in Oreochromis niloticus. J. Nippon Suisan Gakkaishi. 59, 827-833.

Steffens W. 1989. Principles of fish nutrition. John Wiley & Sons. New York. 384 pp.


(45)

Suhenda N, Setijaningsih L, Suryanti Y. 2003. Penentuan rasio antara kadar karbohidrat dan lemak pada benih ikan patin jambal (Pangasius djambal). J. Penelitian Perikanan Indonesia, Vol. 9 No. 1;21-29.

Suwarsito. 2004. Pengaruh kadar L-karnitin berbeda dalam pakan terhadap kadar lemak daging dan pertumbuhan ikan patin (Pangasius hypopthalmus). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55 hal. Takeuchi T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients, p.

179-233. In Watanabe T. (ed): Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo. Departement of Aquatic Biosciences Tokyo Univercity of Fisheries. JICA.

Viola S and Rappaport U. 1979. The “Extra calorie effect” of oil in nutrient of carp. Bamidgeh, 31: 51-69.

Wang Ji-Teng, Liu Yong-Jian, Tian Li-Xia, Mai Kang-Sen, Du Zhen-Yu, Wang Y, Yang Hui-Jun. 2005. Effect of dietary lipid level on growth performance, lipid deposition, hepatic lipogenesis in juvenile Cobia (Rachycentron canadum). Aquaculture 249, 439-447.

Webster CD and Lim C. 2002. Nutrient requirements and feeding of finfish for aquaculture. Cabi Publishing, Walingford Oxon, UK. 412 pp.

Wilson RP. 1994. Utilization of dietary carbohidrate by fish. Aquaculture. 124: 67-80.

Zonneveld N, Huisman LA dan Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 318 hal.


(46)

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat (Takeuchi, 1988) 1. Prosedur analisa kadar protein

A. Prosedur Oksidasi:

1. Sampel ditimbang 1,0 g (S), dimasukkan ke dalam labu kjedahl.

2. Katalis (K2SO4 + CuSO4 + H2O) rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan ke dalam labu kjedahl.

3. 10 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu kjedahl kemudian dipanaskan pada suhu 400oC selama 3-4 jam sampai cairan dalam labu berwarna hijau bening.

4. Larutan didinginkan, ditambahkan air destilasi 100 ml, kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades hingga volume larutan tersebut mencapai 100 ml (larutan A).

B. Prosedur Destilasi:

1. Labu erlenmeyer diisi dengan 10 ml H2SO4 0,05 N, ditambahkan 2 tetes indikator methyl red (larutan B).

2. Larutan A diambil sebanyak 5 ml dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Lakukan destruksi selama 10 menit mulai saat tetesan pertama pada larutan B.

C. Titrasi:

1. Hasil destruksi dititrasi dengan NaOH 0,05 N, dan volume titran dicatat. 2. Dilakukan juga terhadap blanko dengan prosedur yang sama.

D. Protein (%) =

S * * * *x20 * Vs)xFx6,25 x(Vb * 0,0007 − Keterangan:

Vs = volume titran NaOH 0,05 N (ml) untuk sampel Vb = volume titran NaOH 0,05 N (ml) untuk blanko F = faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S = bobot sampel (g)

* = setiap ml 0,05 N NaOH ekivalen dengan 0,0007 g nitrogen ** = faktor pengali nitrogen


(47)

2. Prosedur analisa kadar lemak (Metode ether ekstraksi)

1. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 110oC selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam eksikator selama 30 menit. Panaskan kembali selama 30 menit, lalu didinginkan, kemudian ditimbang. Proses tersebut diulang sampai tidak ada perbedaan bobot labu lebih dari 0,3 mg. Bobot labu ekstraksi (A) 2. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung filter, lalu dipanaskan

pada suhu 90o – 100oC selama 2 – 3 jam.

3. Tabung filter ditempatkan pada no.2 ke dalam ekstraksi dari soxchlet. Kemudian disambungkan ke kondensor labu ekstraksi pada no.1 yang telah diisi 100 ml petroleum ether.

4. Dilakukan pemanasan ether pada labu ekstraksi dengan mengguanakan water bath, suhu 70oC selama 16 jam.

5. Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100oC, kemudian ditimbang (B).

6. x100% sampel Bobot A B lemak % = −

3. Prosedur analisa kadar lemak (Metode Folch)

1. Bahan ditimbang sebanayak A gram dan ditambahkan C ml (20 x A) Chloromethanol perbandingan 2 : 1.

2. Dihomogenkan selama 5 menit.

3. Hasilnya disaring menggunakan Vaccum Pump dan kertas saring.

4. Hasil penyaringan dimasukkan (dengan cara disaring menggunakan kertas saring) ke dalam labu pemisah yang sebelumnya dimasukkan MgCL2 sebanyak (0,2xC)ml.

5. kocok perlahan selama 5 menit dan didiamkan selama semalam.

6. kemudian diambil endapan di bagian bawah dan dieveporasi dan ditimbang (D gram).

D

7. Kadar lemak : (%) = --- x 100% A

B - A

% lemak = x 100% Bobot sampel


(48)

4. Prosedur analisa serat kasar

1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC, lalu didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (X1).

2. Sampel ditimbang 0,5 g (A), dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.

3. H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer lagi kemudian dipanaskan selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1,5 N sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer lagi kemudian dipanaskan selama 30 menit. 4. Larutran dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong

buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong buchner dibilas secara berturut-turut

dengan 50 ml air panas, H2SO4 0,3 N, air panas 50 ml, dan 25 ml aseton. 6. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselen, dikeringkan

selama 1 jam kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X2). 7. Kemudian dipanaskan dalam tannur 600oC hingga berwarna putih, dinginkan

dalam eksikator dan ditimbang (X3).

8. Serat kasar (%) = 100 A

X3 X1 X2− −

5. Prosedur analisa kadar abu

1. Cawan porselen dipanaskan pada suhu 600oC selama 1 jam dengan menggunakan muffle furnace, kemudian dibiarkan sampai suhu muffle furnace turun sampai suhu 110oC, lalu cawan porselen dikeluarkan dan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang (A).

2. Sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen lalu ditimbang (B) pada suhu 600oC, sampai bahan berwarna putih.

3. Cawan porselen dikeluarkan lalu didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang (C).

4. % x100% A B A C abu − − =

C - A

% abu = x 100% B - A


(49)

6. Prosedur analisa analisa kadar air

1. Cawan dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam.

2. Bahan seberat A gram dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang (X gram). 3. Cawan yang sudah berisi bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC

selama 3 jam, selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (Y gram).

4. Prosedur no.3 diulang kembali sampel berat sampel konstan (tidak berubah).

5. 100%

A Y) (X air kadar

% = − x

Lampiran 2. Bobot biomassa rata-rata awal dan akhir ikan uji Rasio

Karbohidrat/

Lemak Ulangan Bobot individu awal

Bobot individu akhir

Biomassa awal Biomassa akhir 1 1 15,95 170,39 95,71 1022,36

2 16,05 158,17 96,28 949,01 3 16,13 167,15 96,79 1002,88 rata-rata 16,04±0,09 165,24±6,33 96,26±0,54 991,42±37,99 2 1 15,85 177,65 95,08 1065,9

2 16,24 183,28 97,44 1099,7 3 16,40 184,16 98,39 1104,95 rata-rata 16,16±0,28 181,70±3,53 96,97±1,70 1090,18±21,19 3 1 16,27 205,4 97,62 1232,38

2 16,08 200,79 96,48 1204,77 3 15,95 210,02 95,67 1260,11 rata-rata 16,10±0,16 205,40±4,62 96,59±0,98 1232,42±27,67 4 1 16,09 185,95 96,52 1115,7

2 16,27 191,55 97,63 1149,27 3 16,09 193,64 96,56 1161,81 rata-rata 16,15±0,10 190,38±3,98 96,90±0,63 1142,26±23,84

(X – Y)

% kadar air = x 100% A


(50)

Lampiran 3. Laju pertumbuhan (%) ikan patin yang diberi perlakuan pakan uji rasio karbohidrat/lemak berbeda

Perlakuan

Rasio K/L Ulangan

Bobot individu awal (g)

Bobot individu akhir (g)

Laju pertumbuhan (%)

1 1 15,95 170,39 4,03

2 16,05 158,17 3,89

3 16,13 167,15 3,97

2 1 15,85 177,65 4,11

2 16,24 183,28 4,12

3 16,40 184,16 4,11

3 1 16,27 205,40 4,32

2 16,08 200,79 4,30

3 15,95 210,02 4,39

4 1 16,09 185,95 4,16

2 16,27 191,55 4,20


(51)

Lampiran 4. Komposisi proksimat daging pada akhir percobaan (bobot basah)

Kadar air

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4 1 78,90 78,82 76,35 76,16 2 77,54 77,45 77,87 75,23 3 78,63 77,92 76,45 74,91 Jumlah 78,36±0,72 78,06±0,70 76,89±0,85 75,43±0,65 Kadar protein (bobot basah)

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 18,5 18,0 18,7 18,0

2 17,8 18,1 17,3 18,2

3 18,4 17,8 17,9 19,5

Jumlah 18,3±0,40 18,0±0,17 18,0±0,74 18,6±0,04 Kadar lemak (bobot basah)

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 1,89 2,55 3,32 4,07

2 2,01 2,71 3,44 4,05

3 1,67 2,79 3,89 3,99

Jumlah 1,86±0,17 2,68±0,12 3,55±0,30 4,04±0,04 Kadar abu (bobot basah)

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 0,5 0,4 0,4 0,5

2 0,7 0,7 0,6 0,5

3 0,5 0,5 0,5 0,5


(52)

Lampiran 5. Komposisi proksimat tubuh pada akhir percobaan (bobot basah)

Kadar air

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 69,71 70,00 69,71 66,43 2 71,53 69,87 68,64 69,18 3 71,99 70,02 65,88 68,15 Jumlah 71,08±1,21 70,02±0,22 68,08±1,98 67,25±0,86 Kadar protein

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 17,1 15,7 17,1 16,9 2 15,8 17,2 16,6 16,3 3 15,1 16,1 17,1 15,5 Jumlah 16,0±1,0 16,3±0,8 16,9±0,3 16,2±0,7

Kadar lemak

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 5,18 7,64 8,01 9,21 2 6,33 6,96 8,35 8,32 3 5,70 7,59 9,30 10,30 Jumlah 5,74±0,58 7,40±0,38 8,55±0,67 9,28±0,99 Kadar abu

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 5,3 4,9 3,7 4,2

2 4,7 4,8 5,1 3,8

3 5,1 5,3 4,9 4,0


(53)

Lampiran 6. Komposisi proksimat hati pada akhir percobaan (bobot basah)

Kadar air

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 55,62 52,66 50,49 44,21

2 53,76 50,30 48,87 43,20

3 56,31 53,45 47,55 41,97

Jumlah 55,23±1,32 52,14±1,64 48,97±1,47 43,13±1,12 Kadar lemak

Rasio Karbohidrat/Lemak Ulangan

1 2 3 4

1 19,78 19,7 25,21 34,39

2 24,14 24,4 24,.83 33,80

3 19,79 23,8 27,55 33,53


(54)

Lampiran 7. Perhitungan retensi protein

Rasio Karbohidrat/Lemak

1 2 3 4 Bobot Ikan

Ulangan

Bobot awal (g bobot basah) 1 95,7 95,1 97,6 96,5

2 96,3 97,4 96,5 97,6 3 96,8 98,4 95,7 96,6 Rata-rata 96,3 97,0 96,6 96,9 Ka. air ikan awal (%) 1 74,3 74,3 74,3 74,3

2 74,3 74,3 74,3 74,3 3 74,3 74,3 74,3 74,3 Rata-rata 74,30 74,30 74,30 74,30 Bobot akhir (bobot basah) 1 1022,4 1065,9 1232,4 1115,7

2 949,01 1099,7 1204,8 1149,3

3 1002,9 1104,95 1260,1 1161,8 Rata-rata 991,4 1090.2 1232,4 1142,3 Ka. air akhir (%) 1 69,71 70,00 69,71 66,43

2 71,53 69,87 68,64 69,18 3 71,99 70,02 65,88 68,15 Rata-rata 71,08 69,96 68,08 67,92 Protein ikan:

Prot. awal (% bobot kering) 1 63,1 63,1 63,1 63,1 Prot. awal (% bobot basah) 1 16,22 16,22 16,22 16,22 Total protein ikan awal 1 15,52 15,42 15,83 15,65 2 15,61 15,80 15,65 15,83 3 15,70 15,96 15,51 15,66 Rata-rata 15,61 15,73 15,66 15,71 Protein akhir (% bobot basah) 1 17,1 15,7 17,1 16,9

2 15,8 17,2 16,6 16,3 3 15,1 16,1 17,1 15,5 Rata-rata 16,00 16,33 16,93 16,23 Total protein ikan akhir 174,82 167,35 210,74 188,55

149,94 189,15 199,99 187,33 151,43 177,90 215,48 180,08 Rata-rata 476,20 534,39 626,21 555,96 Pakan ikan:

Konsumsi pakan (g) 1 1207,60 1212,70 1301,60 1321,20 2 1197,90 1189,30 1253,50 1237,80 3 1159,30 1232,90 1298,40 1286,50 Rata-rata 1188,27 1211,63 1284,50 1281,83 Kadar air (%) 10,2 10,1 10,2 10,2


(55)

Protein pakan (% bobot basah) 36,12 35,8 35,56 35,9

Konsumsi protein 1 32,4 32,2 31,9 32,2 2 32,4 32,2 31,9 32,2 3 32,4 32,2 31,9 32,2 Rata-rata 32,4 32,2 31,9 32,2 Total konsumsi protein 1 391,7 390,0 415,6 425,9

2 388,5 382,5 400,3 399,0 3 376,0 396,5 414,6 414,7 Retensi Protein:

(%) 1 40,67 38,96 46,89 40,59 2 34,57 45,32 46,05 42,98 3 36,10 40,84 48,23 39,64 Rata-rata 37,11±3,17 41,71±3,27 47,06±1,10 41,07±1,72


(56)

Lampiran 8. Perhitungan retensi lemak

Rasio Karbohidrat/Lemak

1 2 3 4 Bobot Ikan

Ulangan

Bobot awal (g bobot basah) 1 95,7 95,1 97,6 96,5

2 96,3 97,4 96,5 97,6

3 96,8 98,4 95,7 96,6

Rata-rata 96,3 97,0 96,6 96,9 Ka. air ikan awal (%) 1 74,3 74,3 74,3 74,3

2 74,3 74,3 74,3 74,3

3 74,3 74,3 74,3 74,3

X 74,30 74,30 74,30 74,30

Bobot akhir (g bobot basah) 1 1022,36 1065,9 1232,4 1115,7

2 949,01 1099,7 1204,8 1149,3 3 1002,9 1104,95 1260,1 1161,8 Rata-rata 991,4 1090,2 1232,4 1142,3 Kadar air akhir (%) 1 69,71 70,00 69,71 66,43

2 71,53 69,87 68,64 69,18

3 71,99 70,02 65,88 68,15

Rata-rata 71,1 70,0 68,1 67,9 Lemak ikan:

Lemak awal (%bobot 1 24,7 24,7 24,7 24,7 kering)

Lemak awal (%bobot 1 6,35 6,35 6,35 6,35 basah)

Total lemak ikan awal 1 6,08 6,04 6,20 6.13

2 6,11 6,19 6,12 6.20

3 6,14 6,25 6,07 6.13

Rata-rata 6,11 6,16 6,13 6.15

Lemak akhir (%bobot 1 5,18 7,64 8,01 9,21 basah) 2 6,33 6,96 8,35 8,32 3 5,70 7,59 9,30 10,30

Rata-rata 5,74 7,40 8,55 9,28 Total lemak ikan akhir 1 52,96 81,43 98,71 102,76

2 60,07 76,54 100,60 95,62

3 57,16 83,87 117,19 119,67

Rata-rata 170,19 241,84 316,50 318,04

Pakan ikan:

Konsumsi pakan (g) 1 1207,60 1212,70 1301,60 1321,20

2 1197,90 1189,30 1253,50 1237,80 3 1159,30 1232,90 1298,40 1286,50 Rata-rata 1188,27 1211,63 1284,50 1281,83 Kadar air (%) 10,2 10,1 10,2 10,2


(57)

Konsumsi lemak 1 14,5 12,0 9,8 6,8

2 14,5 12,0 9,8 6,8

3 14,5 12,0 9,8 6,8

Rata-rata 14,5 12,0 9,8 6,8 Total konsmsi lemak 1 175,6 145,7 127,3 89,8

2 174,2 142,9 122,6 84,1

3 168,5 148,2 127,0 87,5

Retensi Lemak:

(%) 1 26,70 51,74 72,68 107,59

2 30,98 49,23 77,07 106,27

3 30,27 52,39 87,51 129,82

Rata-rata 29,32±2,29 51,12±1,67 79,09±7,62 114,56±13,23

Lampiran 9. Perhitungan nilai konversi pakan

Rasio Ulangan Biomassa awal Biomassa akhir Pertambahan biomassa Total konsumsi pakan FCR

1 95,7 1022,36 926,7 1207,60 1,30

2 96,3 949,01 852,7 1197,90 1,40

1

3 96,8 1002,9 906,1 1159,30 1,28

Rata-rata 1,33±0,07

1 95,1 1065,9 970,8 1212.70 1,25

2 97,4 1099,7 1002,3 1189.30 1,19

2

3 98,4 1104,95 1006,6 1232.90 1,22

Rata-rata 1,22±0,03 1 97,6 1232,38 1134,8 1301,60 1,15

2 96,5 1204,77 1108,3 1253,50 1,13 3

3 95,7 1260,11 1164,4 1298,40 1,12

Rata-rata 1,13±0,02

1 96,5 1115,7 1019,2 1321,20 1,30

2 97,6 1149,3 1051,6 1237,80 1,18

4

3 96,6 1161,81 1065,3 1286,50 1,21


(58)

Lampiran 10. Analisa ragam dan Uji BNT konsumsi pakan uji selama percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 21605 7201 7,99** 4,07 7,59 Galat 8 7214.9 901,86

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 3 1285a I

4 1282a I 2 1212b ..I 1 1188c ….I

Lampiran 11. Analisa ragam dan Uji BNT konversi pakan uji

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 0,0563 0,0188 8,19** 4,07 7,59 Galat 8 0,0183 0,00229

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 1 1,327c I

4 1,230b II 2 1,220b II 3 1,133a ..I


(59)

Lampiran 12. Analisa ragam dan Uji BNT laju pertumbuhan harian

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 0,20413 0,068044 31,9** 4,07 7,59 Galat 8 0,017067 0,0021333

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 3 4,247a I

4 4,113b ..I 2 4,033b ..I 1 3,887c ....I

Lampiran 13. Analisa ragam dan Uji BNT retensi protein

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0.05 0.01 Perlakuan 3 346,18 115,39 9,86** 4,07 7,59 Galat 8 93,644 11,706

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 3 50,96a I

2 41,77b ..I 4 38,12b ..I 1 37,52b ..I


(60)

Lampiran 14. Analisa ragam dan Uji BNT retensi lemak

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 11305 3768,5 64,79** 4,07 7,59 Galat 8 465,35 58,109

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 4 109,4a I

3 85,25b ..I 2 51,07c ....I 1 29,59d ...I

Lampiran 15. Analisa ragam dan Uji BNT kadar lemak daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 111,96 37,319 61,29** 4,07 7,59 Galat 8 4,8715 0,60844

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 4 16,44a I

3 15,37a I 2 12,35b ..I 1 8,57c ....I


(61)

Lampiran 16. Analisa ragam dan Uji BNT kadar protein daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 146,78 48,928 5,64** 4,07 7,59 Galat 8 69,437 8,6796

Total 11

* berbeda nyata pada taraf α(0,05)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 1 84,42a I

2 81,98ab II 3 77,72cb II 4 75,50d ..I

Lampiran 17. Analisa ragam dan Uji BNT kadar abu daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 0,401 0,13376 0,73ns 4,07 7,59 Galat 8 1,476 0,18445

Total 11


(62)

Lampiran 18. Analisa ragam dan Uji BNT kadar air daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 15,899 5,2996 9,87** 4,07 7,59 Galat 8 4,2950 0,537

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 1 78,36a I

2 78,06a I 3 76,89b ..I 4 75,43c ....I

Lampiran 19. Analisa ragam dan Uji BNT kadar lemak tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 134,33 44,777 10,25** 4,07 7,59 Galat 8 34,935 4,3669

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 4 28,93a I

3 26,78b ..I 2 24,63c ....I 1 19,89d ...I


(63)

Lampiran 20. Analisa ragam dan Uji BNT kadar protein tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 57,731 19,244 4,36* 4,07 7,59 Galat 8 35,279 4,4099

Total 11

* berbeda nyata pada taraf α(0,05)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 1 55,29a I

2 54,48a I 3 53,17a I 4 49,56b ..I

Lampiran 21. Analisa ragam dan Uji BNT kadar abu tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 45,839 15,280 10,78** 4,07 7,59 Galat 8 11,739 1,4174

Total 11

** berbeda nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 1 17,41a I

2 16,65a I 3 14,28b ..I 4 12,47b ..I


(64)

Lampiran 22. Analisa ragam dan Uji BNT kadar air tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 25,972 7,9908 4,43* 4,07 7,59 Galat 8 14,592 1,8240

Total 11

* berbeda sangat nyata pada taraf α(0,05)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 1 71,08a I

2 70,02a I 3 68,08b ..I 4 67,25c ....I

Lampiran 23. Analisa ragam dan Uji BNT kadar lemak hati pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 304,70 101,57 8,25** 4,07 7,59 Galat 8 98,507 12,313

Total 11

** berbeda nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 4 59,63a I

3 50,67b II 1 47,37c ..I 2 47,27c ..I


(65)

Lampiran 24. Analisa ragam dan Uji BNT kadar air hati pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 240,45 80,150 40,83** 4,07 7,59 Galat 8 15,705 1,9631

Total 11

** berbeda nyata pada taraf α(0,01)

Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- --- 1 55,23a I

2 52,14b ..I 3 48,97c ....I 4 43,13d ...I


(1)

Lampiran 14. Analisa ragam dan Uji BNT retensi lemak

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 11305 3768,5 64,79** 4,07 7,59 Galat 8 465,35 58,109

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

4 109,4a I

3 85,25b ..I

2 51,07c ....I

1 29,59d ...I

Lampiran 15. Analisa ragam dan Uji BNT kadar lemak daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 111,96 37,319 61,29** 4,07 7,59 Galat 8 4,8715 0,60844

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

4 16,44a I

3 15,37a I


(2)

Lampiran 16. Analisa ragam dan Uji BNT kadar protein daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 146,78 48,928 5,64** 4,07 7,59 Galat 8 69,437 8,6796

Total 11

* berbeda nyata pada taraf α(0,05) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

1 84,42a I

2 81,98ab II

3 77,72cb II

4 75,50d ..I

Lampiran 17. Analisa ragam dan Uji BNT kadar abu daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 0,401 0,13376 0,73ns 4,07 7,59 Galat 8 1,476 0,18445

Total 11


(3)

Lampiran 18. Analisa ragam dan Uji BNT kadar air daging pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 15,899 5,2996 9,87** 4,07 7,59 Galat 8 4,2950 0,537

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

1 78,36a I

2 78,06a I

3 76,89b ..I

4 75,43c ....I

Lampiran 19. Analisa ragam dan Uji BNT kadar lemak tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 134,33 44,777 10,25** 4,07 7,59 Galat 8 34,935 4,3669

Total 11

** berbeda sangat nyata pada taraf α(0,01) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

4 28,93a I

3 26,78b ..I


(4)

Lampiran 20. Analisa ragam dan Uji BNT kadar protein tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 57,731 19,244 4,36* 4,07 7,59 Galat 8 35,279 4,4099

Total 11

* berbeda nyata pada taraf α(0,05) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

1 55,29a I

2 54,48a I

3 53,17a I

4 49,56b ..I

Lampiran 21. Analisa ragam dan Uji BNT kadar abu tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 45,839 15,280 10,78** 4,07 7,59 Galat 8 11,739 1,4174

Total 11

** berbeda nyata pada taraf α(0,01) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

1 17,41a I

2 16,65a I

3 14,28b ..I


(5)

Lampiran 22. Analisa ragam dan Uji BNT kadar air tubuh pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 25,972 7,9908 4,43* 4,07 7,59 Galat 8 14,592 1,8240

Total 11

* berbeda sangat nyata pada taraf α(0,05) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

1 71,08a I

2 70,02a I

3 68,08b ..I

4 67,25c ....I

Lampiran 23. Analisa ragam dan Uji BNT kadar lemak hati pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 304,70 101,57 8,25** 4,07 7,59 Galat 8 98,507 12,313

Total 11

** berbeda nyata pada taraf α(0,01) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

4 59,63a I

3 50,67b II

1 47,37c ..I


(6)

Lampiran 24. Analisa ragam dan Uji BNT kadar air hati pada akhir percobaan

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel Keragaman 0,05 0,01 Perlakuan 3 240,45 80,150 40,83** 4,07 7,59 Galat 8 15,705 1,9631

Total 11

** berbeda nyata pada taraf α(0,01) Uji BNT(0,05)

Nilai rata-rata Kelompok homogen Rasio

--- --- ---

1 55,23a I

2 52,14b ..I

3 48,97c ....I