Perbedaan Ketahanan Benih Antar Varietas Kedelai Terhadap Deraan Cuaca Lapang

PERBEDAAN KETAHANAN BENllI ANTAR VARIETAS  KEDELAI  
TERHADAP DERAAN CUACA  LAPANG  
(lbrietal differences ofsoybean seed resistance to field weathering)

Asep Setiawan dan  Wabju Qamara Mugnisjab  I) 
ABSTRACT
Government ofthe Republic of Indonesia realizes the impol1ant ofhigh quality seeed for
increasing soybean production. Field weathering is considered to be among the factors responsible for this low quality seed. Therefore, efforts should be done to overcome this
problem.
This experiment has been conducted in Bogor to evaluate varietal differences ofsoybean
seed resistance to field weathering. Seed production was held on farmer'S field at Cihideung,
Bogor, whereas seed viability test was held in the Laboratory of Seed Science and Technology,
Department ofAgronomy Faculty ofAgriculture. Bogor Agricultural University. Treatments
consisted of 18  varieties and two harvest dates. There were three replicates in this experiment,
and a randomized complete block design was arranged in factorial.
lbrietal differences in seed resistance to field weathering was found in this experiment.
The most resistant varieties to field weathering were BI3432335-11, Lokon, No. 29,  Guntur,
Muria, Tidar, Ringgit, Shakti and Hitam; the less resistant varieties were Americana, Wilis,
Kerinci, Orba and F-25; the most nonresistant ones were Merbabu, Galunggung and Tambora.

RINGKASAN 

Pemerintah  Republik Indonesia menyadari pentingnya benih bermutu tinggi untuk 
meningkatkan  produksi  kedelai.  Deraan  cuaca  lapang  berkontribusi  terhadap  rendahnya  mutu 
benih tersebut sehingga perlu dilakukan  usaha­usaha untuk mengatasinya. 
Penelitian  yang  dilaksanakan  di  Bogor  ini  bertujuan  untuk  mengevaluasi  perbedaan 
ketahanan  benih antar varietas kedelai  terhadap deraan  cuaca lapang. 
Kegiatan  produksi  benih dilakukan di  lahan petani Cihideung,  Bogor,  sedangkan pengujian viabilitas benih  yang  dihasilkan  dilakukan  di  Laboratorium  Ilmu  dan  Teknologi  Benih, 
Jurusan  Budidaya  Pertanian  Fakultas  Pertanian  IPS.  Perlakuan  terdiri  dad  18  varietas  kedelai 
dan dua waktu panen. 
Diperoleh  perbedaan  ketahanan  benih  antar  varietas  terhadap  deraan  cuaca  lapang. 
Varietas­varietas  kedelai  yang  tergolong  tahan  deraan  cuaca  lapang  adalah  B134  32335­11, 
Lokon,  No.  29,  Guntur,  Muria,  Tidar,  Ringgit,  Shakti,  dan  Hitam;  yang  kurang  tahan  adalah 
Amerikana,  Multivar,  Wilis,  Kerinci,  Orba,  dan  F­75;  yang  tidak  tahan  adalah  Merbabu, 
Galunggung,  dan  Thmbora. 
I)  Laboratorium I1mu  dan Teknologi  Benih, Jurusan Budidaya Pertanian,  Faperta IPB 

Bul. Agr. \hI. XX No.2

PENDAHULUAN 

Perhatian pemerintah  Indonesia terhadap perlunya penggunaan  benih  bermutu  tinggi 

sangat besar.  Saat ini kesenjangan an t ara produksi dan  konsumsi kedelai sangat dirasakan 
sebagai akibat laju pertambahan produksi  kedelai  nasional  yang  tidak seimbang dengan  laju 
pertambahan kebutuhannya.  Sampai  sekarang Indonesia masih  tetap mengimpor kedelai, 
padahal pada tahun  1973 pernah berkelebihan produksi sampai  36000 ton  (Sihombing,  1985). 
Deraan  cuaca  lapang  terhadap  benih  dapat  terjadi jika benih  dipanen  pada  pascamasak 
fisiologis.  Deraan  oleh  cuaca selama  masa  pematangan  benih  ini  dapat  menyebabkan  mundurnya mutu benih (Delouche, 1980). Hal ini sering dibuktikan dalam berbagai penelitian di luar
negeri (Mugnisjah dan Nakamura, 1984a, 1984b; Dassou dan Kueneman, 1984; Mugnisjah et
al., 1987). Ada pun hasil penelitian serupa di dalam negeri belum pernah dipublikasikan.
Pendekatan untuk menghasilkan benih kedelai bermutu tinggi hendaknya beranjak dari
usaha penyelamatan benih dari deraan lapang produksi. Karena mutu benih yang diproduksi
dapat dipengaruhi pula oleh faktor genetik di samping oleh kondisi lingkungannya, maka
pendekatan tersebut sebaiknya ditempuh dengan mempelajari : (1) keterkaitan faktor-faktor
genetik pada ketahanan benih kedelai terhadap deraan cuaca lapang produksi, (2) pengaruh
teknik budidaya tanaman untuk meningkatkan ketahanan benih terhadap deraan cuaca lapang
produksi, dan (3) pengaruh teknik budidaya tanaman untuk menghindarkan benih dari deraan
cuaca lapang produksi (Mugnisjah dan Setiawan, 1990). Pendekatan demikian sangat rei evan di
Indonesia yang wilayahnya beriklim tropis basah.
Penelitian ini bertujuan mengelompokkan benih berbagai varietas kedelai menurut
ketahanannya terhadap deraan cuaca lapang dan menilai keterkaitan sifat-sifat genetik dan
faktor lingkungan dengan deraan cuaca lapang. HasH penelitian diharapkan bermanfaat sebagai

suatu arahan bagi pemuliaan kedelai yang benih nya berketahanan tinggi terhadap deraan
cuaca lapang atau penyimpanan di lingkungan suboptimum.
BAHAN DAN METODE

Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok disusun secara faktorial, dengan
tiga ulangan (blok). Perlakuan terdiri dari 18 varietas kedelai (Lokon, Multivar, Muria,
Galunggung, Kerinci, Thmbora, Amerikana, B13432335-1I, Guntur, Shakti, Tidar, Hitam,
Orbaa, Wilis, Merbabu, Ringgit, F-75. dan No. 29) dan dua waktu panen (pada stadium masak
fisiologis dan seminggu sesudahnya).
Kedelapanbelas varietas kedelai itu terdiri dari 7 tipe determinat, 8 tipe semi
determinat, dan 3 tipe indeterminat dan meliputi yang berumur genjah (75-85 hari), sedang
(85-90 hari), dan dalam ( 90 hari) menurut penggo]ongan Sumarno dan Harnoto (1983).
Percobaan lapang ini memer]ukan lahan se]uas 1200 m2 yang terdiri dari 108 petak
satuan percobaan berukuran masing-masing 3 m x 3 m. Jarak antarpetak satuan percobaan
dalam setiap blok adalah 0.50 m, sedangkan jarak antar blok adalah 0.75 m. Penanaman kedelai dilakukan di lapang pada tanggal 12 Juli 1990.

46

Pupuk dasar digunakan 22.5 kg N/ha, 90 kg P 20/ha, dan 60 kg セoOィ。N@
Pupuk N dua

per tiganya dan pupuk P dan K seluruhnya diberikan pada saat tanam, sedangkan sisa pupuk N 
diberikan 6 minggu setelah tanam. Kapur dengan dosis 2 ton/ha diberikan pada saat pengolahan
tanah. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 em x  15 em dengan 2 butir benih per lubang.
Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam, sedangkan penyiangan pada saat 3 dan
6 minggu setelah tanam. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan setiap minggu, masingmasing menggunakan Azodrin (mIll) dan Dithane M-45 (2g/1). Furadan 3G  (30 kg/ha) digunakan pula pada saat tanam.
Pemanenan dilaksanakan sesuai dengan perlakuan, dilanjutkan dengan pengolahan benih
sampai siap untuk disimpan di gudang bersuhu 20°C sebelum pengujian viabilitasnya.
Data klimatologi yang meliputi suhu, kelembaban nisbi (RH), eurah hujan, dan intensitas penyinaran matahari diperoleh dari stasiun Klimatologi Klas I  Darmaga untuk menganalisis
deraan euaea lapang pada benih.
Stadia reproduktif tanaman ditentukan berdasarkan kriteria Fehr dan Caviness (1979).
Untuk keperluan ini digunakan 10 tanaman eontoh teracak dari setiap satuan percobaan.
Penentuan masak fisiologis benih yang berdasarkan pada keadaan visual pertanamaan di
lapangan dilaksanakan per satuan petak percobaan, menurut kriteria Sumarno dan Harnoto
(1983).
Pengisian benih ditelaah berdasarkan peru bah an kadar air dan bobot keringnya sejak
tanaman mencapai stadium R2 sampai dengan seminggu pascamasak fisiologis (masak panen).
Satu tanaman contoh digunaKan untuk keperluan ini yang dipanen selang dua hari, kemudian
diukur kadar air dan bobot kering benihnya yang berasal dari batang utama. Kadar air benih
ditetapkan berdasarkan bobot basah pada suhu 60°C selama 3 hari. lumlah benih diperhitungkan sebagai pengoreksi data yang diinginkan.
Kecepatan pengisian benih juga ditentukan untuk menelaah pengisian benih tersebut

setelah tanaman mencapai stadium R6 dengan menggunakan rumus berikut :
BK2- BKo

KPB

mp 



____ +
2

mp

bセL@

+
4

BK6-BK4


6

BK -BK -2

+ .... +_

mp 

mp 

mp

: Kecepatan pengisian benih sampai benih mencapai masak panen berdasarkan keragaan pertanaman.

KPBmp 
BKo'

bkTMセ@


.... BK
mp 

: Bobot kering rata-rata sebutir benih pada hari ke-O, ke-2, .... ketika
mencapai masak panen dihitung sejak tanaman meneapai stadium R6 ,
: lumlah hari benih mencapai masak panen sejak tanaman mencapai stadium R6 yang nilainya tidak sama antar varietas.

Pengujian viabilitas benih meliputi daya berkecambah benih, vigor benih setelah didera
dengan metode pengusangan cepat secara fisik (40° C, 100% RH), dan vigor benih setelah
didera secara kimia (uap etanol 95 %). Metode pengusangan cepat tersebut dipertimbangkan
sebagai metode simulasi untuk menilai daya tahan benih terhadap deraan euaea lapang, sebagaimana xang pernah dilaporkan oleh Dassou dan Kueneman (1984) untuk penderaan benih
secara fiSIko
47




セ@

Sebagai upaya mengoreksi pengaruh lingkungan saat pematangan benih yang berbeda

akibat saat masak fisiologis antar varietas yang berbeda,serta vigor genotis yang tidak sarna
pada saat masak fisiologis antar varietas yang diuji maka dalam penilaian ketahanan benih
terhadap deraan cuaca lapang dilakukan pembakuan peubah-peubah viabilitas benih sebagai
berikut :
(1) Peubah viabilitas tertentu dari benih yang ditunda panennya ditetapkan persentasenya terhadap peubah yang  sarna dari  benih  yang dipanen pada  saat masak fisiologis. 
(2)  Semua peubah  viabilitas  benih,  baik yang  dipanen  pada  masak  fisiologis  maupun   yang 
ditunda panennya,  ditetapkan persentasenya terhadap  peubah  daya berkecambah  benih  pada 
saat  masak  fisiologis. 
(3)  Ketahanan  benih  nisbi  terhadap deraan  cuaca lapang ditetapkan  dengan  menjumlahkan  nHai 
semua peubah  tersebut dalam  butir (2) di atas. 
Data viabilitas benih yang asH dianalisis ragamnya untuk menilai perbedaan viabilitas 
benih  antar  varietas,  sedangkan  data  viabilitas  benih  yang  telah  dibakukan  dianalisis  korelasinya dengan  sifat­sifat genetis dan  unsur cuaca  untuk  membahas  perbedaan  ketahanan  benih 
terhadap deraan cuaca lapang,  tetapi dengan  mengbilangkan  satuannya. 
HASIL DAN  PEMBAHASAN 
Daya berkecambah  benih(Gambar 1) dan  vigor benih dengan deraan  uap etil alkohol 
(Gambar 2a) dipengaruhi o.leh  interaksi  an t ara  varietas  dan  waktu  panen,  sedangkan  untuk 
vigor benih dengan deraan  40°  C dan  lOO%RH  dipengaruhi oleh  varietas  (Gambar 2b).
Tidak terdapat korelasi  yang  nyata an t ara viabilitas  benih  berdasarkan  semua peubah 
yang diuji dengan  umur tanaman  mencapai  stadium  masak penuh  (Rs)  (Tabeli). Hal  ini  berarti 
bahwa secara umum  tidak ditemukan adanya  keunggulan  kedelai  genjah,  sedang,  dan  dalam 

antara satu dengan  yang lainnya terhadap deraan cuaca  lapang.  Tiadanya pengaruh umur 
tanaman terhadap perbedaan vigor antar varietas kedelai  telah dilaporkan oleh Mugnisjah 
(1986)  dari  berturut­turut  tiga  tahun  percobaan  (1983­1985)  menggunakan  kedelai  musim 
gugur dalam  kondisi  iklim  Jepang.  Tetapi,  jika baik  kedelai  musim  panas  maupun  kedelai 
musim gugur digunakan bersama­sama atau  kedelai  musim  panas ditanam  juga pada musim 
gugur,  umur tanaman  berpengaruh  terhadap viabilitas benih  yang dihasilkan.  Hal  demikian 
terjadi karena  yang  berpengaruh adalah  faktor  Iingkungan  pada saat  panen  berlangsung. 
Varietas  kedelai  musim  gugur  yang  dipanen  di  bawah  kondisi  akhir  musim  gugur  sebelum 
terjadi  frost dalam  kasus  yang  pertama dan  varietas  kedelai  musim  panas  yang  dipanen 
terlambat karen a ditanam  terlambat dalam  kasus  kedua memiliki  vigor yang  tinggi. 

48 




1'.:0-' /\
.' ,,; 

t'" 


I  BLセ[ZG@
セ@

|ZセヲG[@

1"" ......

...)
1

',,- "}t

セ@


セ@

N[セ@


BGセ@
"7 @セ

!:,.,/) 

,."  ­;'" 
' ' ' _ :  f  ­",,' 

..... エセ@ . '
t,»

C:?I





:" "

F.: \-"'- t;' 

ャセ@

1\)11).> r.\ !'.I 1::.r;'T,ll\!H.,,'
'9.....

...... 

, ' "  

r''''


.J
'"  • 

i; 

Tabel 1. Koefisien Korelasi (r) antara Viabilitas Benih dengan Umur tィョ。ュMーsエ、ゥオセ@
MatangPenuh HゥセXI@
Table I. Correlation Coe.ffisien (r) between Seed Viability and Plant Age at Full Ripe Stage (R)
Peubah Viabilitas
Viability \briable
Nilai r dengan Rg
r \blue with R8



DBMF

DB(T)

VFMF

VSF(T)

VKMF

VK(T)

0.154

-0.525

-0.278

-0.181

0.061

-0.339

°OBMF, daya berkecamhah benib yang dipanen pada masak fisiologis (gennination capacity of seed harvested at
physiological maturity stage)
OB(T) , daya berkecambah benib yang ditunda seminggu panennya (gennination capacity of one week-delayed
harvested seed)
VFMF, vigor benih yang dipanen pada masak fisiologis dengan deraan 40" C, l00%RH (vigor of seed harvested at physiological maturity, accessed by accelerated ageing test of 4(1', lOO%RH).
VF(T) , vigor benih yang ditunda seminggu panennya dengan deraan 40"C, 100%RH (vigour ofone week-de
layed harvested seed, accessed by accelerated ageing test of 4(1' C, IOO%RH)
VKMF, vigor benih yang dipanen pada masak  fisiologis dengan deraan etil alkohol (vigor of seed harvested at
physiological maturity, accessed by accelerated ageing test oferyl alcohol damp)
VK(T), vigor benih yang ditunda seminggu panennya dengan deraan etil alkohol (vigor ofone week-delayed
harvested seed, accessed by accelerated ageing test ofetyl alcohol damp).

11)1.'



f"  

r' 

f,' 

I"
セ@

エヲAL@セ
tf!,'セ@

..:::  '0 
!:II 

!:II 

a.

.D



'­1' " 

E U 
B  c:

,




n


I.) 

c:: 

f  









-«  .c:
0

セ\@

セ@

n  
セ@



3()







Lit)

{)  .D 
"0  ... 
...  ::l 
0()  0() 

:;;; 

NiZセス@

i: 
(j

::1

() 

J () 

::'?I) 

..L  :'.) 

Nomor Gcnotipe  Kedcla i 
Number of Soyhcan  Genotypes 

Gambar 2a.  Pengamh  Interaksi  antara  Varietas  dan  Waktu  Panen  terhadap  Vigor  Benih  Kedelai  dengan  Deraan  uap etil alkohol  (Keterangan gambar seperti  pada  Gambar 1) 
Figure 2a. The influence 0/ Interaction between 'W1rietas and Harvest Dates on Seed Vigour
Accessed by Ethyl Alcohol Treatment (Legends as in Fig. 1)

I  Lセ[@



::r: 

0:: 
セZイ@

00:: 
ッセ@


uS 



セイNU@

,,==,;) 

c::'b
'"  セ@
セ@ セ@
0)  .D 

"0 

.... 

» 
?n 

.-

.-

.. .  1 ­ ­ .  _____________________.____­,______________セMG

'(I




Nomor Genotipe Kedelai 
Numher of Soybean Genotypes 
/' 

Gambar 2b.  Pengaruh  Varietas  terhadap  Vigor  Benih  Kedelai  dengan  Deraan  40  C,  lOO%RH 
(humf v  menunjukkan data vigor benih  seperti  tersebut dalam  Gambar 1)
Figure 2b. The irifluence 0/ lbrietas on Soybean Seed Vigour Accessed by Accelerated Ageing
0/40 C,  100%RH (v character denotes vigour data o/the varieties written in
Figure 1)
51 

jiiW

1I 


TItbel 2 memperlihatkan koefisien korelasi antara viabilitas benih yang ditunda panennya,  setelah dibakukan terhadap viabilitas benih yang dipanen pada masak fisiologis,  dengan 
besaran  unsur iklim  yang  menderanya selama pematangan bcnih.  Korelasi yang nyata positif 
untuk peubah daya berkecambahh benih dengan  total  suhu  maksimum  dan  ratarata intensitas 
cahaya  harian  menunjukkan  bahwa deraan  oleh  suhu  dan  intensitas  cahaya  tidak  berperan, 
bahkan  malah  sebaliknya.  Hal  yang  sarna  berlaku  untuk  korelasi  nyata positif antara  vigor 
benih  setelah  didera  etanol  dengan  total  suhu  maksimum.  Korelasi  yang  tidak  nyata antara 
peubah  lainnya dengan  komponen  cuaca,  walaupun  ada  yang  negatif,  memperkuat  tidak  berpperannya  deraan  cuaca  selama  pematangan  benih  tersebut.  Untuk  meyakinkan  hasil  ini,  maka 
dinilai  pula  korelasi  antara vigor  benih  setelah  didera  suhu  dan  kelembaban  tinggi  dan  etil 
alkohol  dipanen  pada masak  fisiologis  atau  ditunda  panen  setelah  dibakukan  terhadap  daya 
berkecambah benih  yang dipanen pada  masak  fisiologis dengan  komponen  cuaca di atas. 
TItbel  3  ternyata meyakinkan  hasil  di  atas.  Korelasi  ncgatif yang  nyata an tara ,  misalnya,  DTF(MF), DTF(T), dan DTA(MF) dengan rata­rata intensitas cahaya harian  selama 
pematangan  benih  menunjukkan  bahwa jika kadar  deraannya  diperkuat,  artinya  dengan  memperiama penundaan panen,  maka pengaruh deraan cuaca itu  akan  diperlihatkan oleh tanggap 
viabilitas benih  yang  menurun.  Peubah  DTDN  ternyata juga  memberikan  viabilitas benih  yang 
menurun.  Peubah  DTDN  ternyata juga  memberikan  indikasi  adanya  deraan  itu,  walaupun 
hanya dari  unsur hujan. 
Tabel2.  Koefisien  Korelasi  antara Viabilitas Benih  yang  Panennya Ditunda setelah  Dibakukan terhadap  Viabilitas 
Benih yang Dipanen pada Masak Fisiologis dengan Total  Suhu Maksimum Harian (Suhumaks),  Total 
Curah Hujan  Harian  (Hujan),  Rata­rata  Kelembaban  Nisbi  Harian  (RH),  dan  Rata­rata  lntensitas  Penyinaran Matahari Harian (Cahaya). 
Table 2.   Correlation Coefficient between Viability ofDelayed-harvested Seed, after Standardized to Its Viability at
Physiological Maturity Stage, and Total Maximum Temperature (Maxtemp), Total Daily Raitifall (Rainfall), Average ofDaily Relative Humidity  (RH)  and Average ofDaily Light Intensity  (Light) 
Peubah Viabilitas 
Benih 
(Seed  Viability  
\briables) 

Koefisien  Korelasi  (r)  
(Correlalion  Co(1jiciml,  r)  
Suhu maks 
(Max temp) 

Daya berkecambah 
0.622** 
(Germination  Capasity) 
Daya Tahan Dera Fisik 
0.059 
(Resistence to  l\katering, 
Simulated by Accelerated Ageing) 
Daya Tahan  Dera Kimia. 
0.503* 
(Resistance to  l\kalhering,  
Simulated by Ethil Alcohol Treatment)  

S2  

Hujan 
(Rain/all) 

Cahaya 
(Light) 

RH  
RH 

­0.206 

0.614** 

­0.192 

­0.327 

0.077 

­0.099 

­0.367 

0,418 

0.191 

Thbe14 menyajikan koefisien korelasi antara daya tahan deraan disimulasi yang dibakukan dan stadia pertumbuhan tanaman, bobot 100 butir benih, bobot kering per butir benih,
dan kecepatan pengisian benih. Kecuali untuk korelasi daya tahan dera yang diuji dengan
alkohol untuk benih yang ditunda panennya dengan stadium R dan kecepatan pengisian benih,
tiada peubah lain yang berkorelasi nyata. Ini berarti bahwa, terdapat kemungkinan pengaruh
faktor lain yang berinteraksi dengan sifat genetik yang sedang diuji terhadap keragaan ketahanan terhadap deraan cuaca lapang.
Thbel 3. Koefesien korelasi antara Daya Tahan Didera, untuk Benih yang Dipanen pada Masak Fisilogis atau
Ditunda setelah Dibakukan terhadap Daya Berkecambah Benih yang Dipanen pada Masak Fisiologis,
dengan Total Suhu Maksimum Harian (Suhumaks), Total Curah Hujan Harian (Hujan), Rata-rata
Kelembaban Nisbi Hrian (RH), daan Rata-rata Intensitas Penyinaran Malabari Harian (Cahaya)
11JbeI3. Correlation Coefficient between Resistance to ,*athering of Seed, orgininatedjrom Both Harvest Dates
after Standardized to Germination Capacity at Physiological Maturity, and Total Daily Rainfall
(Raitifall), Average ofDaily Relative Humidity (RH) and Average ofDaily light Intensity (Light)
Peubah Viabilitas
Benih
(Seed Viability
\briab/e/)

DTF (MF)
DTF (T)
DTA (MF)
DTA (T)
DTDN

Koefisien Kolerasi (r)
(Correlation Coefficient, r)
Suhu maks
(Max temp)

-0.416
-0.543*
-0.624**
0.208
0.564*

Hujan
(Rainfall)

0.349
-0.039
0.432
-0.640**
-0.568*

Cahaya
(Light)

-0.488*
-0.589**
-0.495*
0.284
0.538*

RH
(RH)

0.037
-0.272
0.037
-0.009
0.012

(MF), daya laban didera (fisik), benih dipanen masak fisiologis (resistance to weathering. seed harvested
at physiological maturity and accessed by acclerated ageing)
DTF (T), daya lahan didera, benih ditunda panennya (resistance to weathering. delayed harvested seed and
acceseed by acclerated ageing)
DTA (MF), daya