16
BAB II TINJAUAN SECARA UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sah suatu Perjanjian
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata bahasaBelanda overeenkomst atau bahasa Inggris contract. Ada dua macam teori membahas
tentang perjanjian: teori lama dan teori baru.
15
Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih
mengikatkan di rinya terhadap satu orang atau lebih”. Defenisi perjanjian dalam
pasal 1313 ini adalah 1 tidak jelas karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian, 2 tidak nampak asas konsensualisme, dan 3 bersifat dualisme.
Tidak jelasnya defenisi ini disebabkan di dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan merupakan perbuatan hukumpun
disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu, maka harus dicari doktrin. Menurut doktrin teori lama, yang disebut perjanjian adalah perbuatan
hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari defenisi diatas, telah tampak asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum tumbuh
dan lenyapnya hak dan kewajiban. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, diartikan dengan
perjanjian adalah:“suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Teori baru tersebut tidak hanya
melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian
menurut teori baru, yaitu:
15
Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis KUH PERDATA, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm 160-161
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak; c.
Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian. Unsur-unsur perjanjian menurut teori lama, yaitu:
a. Adanya perbuatan hukum;
b. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;
c. Persesuaian kehendak ini harus dipublikasikan dinyatakan;
d. Perbuatan hukum itu terjadi karena kerjasama antara dua orang atau
lebih; e.
Pernyataan kehendak wilsverklaring yang sesuai itu harus saling bergantung satu sama lain;
f. Kehendak itu ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum
g. Akibat hukum itu untuk kepentingan satu atas beban lain atau timbal
balik; h.
Persesuaian kehendak itu harus mengingat peraturan perundang- undangan.
Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomst recht.
Lawrence M. Friedman mengartikan hukum kontrak adalah perangkat hukum hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan jenis perjanjian tertentu.Lawrence
M Friedman tidak menjelaskan lebih lanjut aspek tententu dari pasar dan jenis perjanjian tertentu. Apabila dikaji aspek pasar, tentunya kita akan mengkaji dari
berbagai aktivitas bisnis yang hidup dan berkembang dalam sebuah market. Di
Universitas Sumatera Utara
dalam berbagai market tersebut maka akan menimbulkan berbagai macam kontrak yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Ada pelaku usaha melakukan perjanjian
jual beli, sewa menyewa, beli sewa, leasing, dan lain-lain. Michael D Bayles mengartikan contract of law atau hukum kontrak
adalahMight then be taken to be the law pertaining to enforcement of promise or agreement.Artinya, hukum kontrak adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan
dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan.Pendapat ini mengkaji hukum kontrak dari dimensi pelaksanaan perjanjian yang dibuat oleh para pihak, namun
Michael D Bayles tidak melihat pada tahap-tahap prakontraktual dan kontraktual. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan dalam penyusunan sebuah kontrak.
Kontrak telah disusun oleh para pihak akan dilaksanakan juga oleh mereka sendiri.
Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal mengartikan law of contract is:our legalsociety’s legal mechanism for protecting the expectation that arise
from the making the agreements for the future exchange of various types of performance, such as the compeyance of property tangible and untangible, the
performance of services, and payment of money.Artinya hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan timbul
dalam perbuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kerja, seperti pengangkutan kekayaan nyata maupun tidak nyata, kinerja pelayanan dan
pembayaran dengan uang.Pendapat ini mengkaji hukum kontak dari aspek mekanisme atau prosedur hukum. Tujuan mekanisme ini adalah untuk melindungi
keinginanharapan yang timbul dalam pembuatan konsensus diantara para pihak,
Universitas Sumatera Utara
seperti dalam perjanjian pengangkutan, kekayaan, kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.
Defenisi lain hukum kontrak yang tercantum dalam Ensiklopedia Indonesia, mengkaji dari aspek ruang lingkup pengaturannya, yaitu persetujuan
dan ikatan warga hukum. Tampaknya dari defenisi ini menyamakan pengertian antara kontrak perjanjian dengan persetujuan, padahal antara keduanya adalah
berbeda. Kontrak atau perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, sedangkan persetujuan salah satu syarat sahnya kontrak, sebagaimana diatur
dalam pasal 1320 KUH Perdata.
16
Adanya berbagai kelemahan dari defenisi diatas maka defenisi itu perlu dilengkapi
dan disempurnakan.
Menurut Salim,
hukum kontrak
adalahkeseluruhan dari kaidah-kaidah hukum mengatur hubungan hukum antar dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Defenisi ini didasarkan pada pendapat Van Dunne, yang tidak hanya mengkaji kontrak pada tahap kontraktual semata-mata, tetapi juga harus
diperhatikan perbuatan
sebelumnya. Perbuatan
sebelumnya mencakup
tahappracotractual dan postcontractual. Pracontractual merupakan tahap penawaran dan penerimaan sedangkan postcontractual adalah pelaksanaan
perjanjian. Hubungan hukum adalah hubungan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Hak merupakan sebuah
kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Dari berbagai defenisi diatas, dapat dikemukakan unsur-unsur yang
tercantum dalam hukum kontrak, sebagaimana dikemukakan berikut:
16
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 4
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum kontrak tidak tertulis adalah kaidah hukum yang
timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat. Contohnya jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain-lain. Konsep-konsep ini berdasarkan hukum adat.
2. Subjek hukum
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dalam hukum kontrak
adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.
3. Adanya prestasi
Prestasi terdiri dari : a.
Memberikan sesuatu, b.
Berbuat sesuatu, c.
Tidak berbuat sesuatu. 4.
Kata sepakat Di dalam pasal 1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian.
Salah satunya kata sepakat konsensus. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
5. Akibat hukum
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah
suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.
17
17
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 4-5
Universitas Sumatera Utara
Hukum Kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum.
18
Perjanjian secara umum dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Setiap perjanjian menimbulkan akibat hukum sebagai
yang dikehendaki atau dianggap dikehendaki oleh para pihak adalah pengertian perjanjian dalam arti luas. Termasuk didalamnya perkawinan dan perjanjian
kawin dan lain-lain, sedangkan dalam arti sempit perjanjian disini hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan
seperti dimaksud oleh buku III B.W.
19
Ada tiga unsur yang dikenal dalam suatu kontrak, yaitu sebagai berikut: a.
Unsur Esensiali Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak
karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur essensiali ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan
mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena
tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan. b.
Unsur Naturalia
Unsur naturalia merupakan unsur telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang
mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak
diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan
18
Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, PT. Prestasi Pustakarya, Jakarta, 2012,
19
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir dari Perjanjian, Citra Aditya, Bakti, Bandung, 2001, hlm 28
Universitas Sumatera Utara
dalam KUH PERDATA bahwa penjual harus menanggung cacat
tersembunyi.
c.
Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, jika dalam kontrak jual
beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan,
dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui
pengadilan.Demikian pula klausul lainnya sering ditentukan dalam suatu kontrak, bukan merupakan unsur esensial dalam kontrak tersebut.
20
Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan tidak tertulis, tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi
sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan,
sedangkan dokumen pengangkutan penumpang lazim disebut karcis penumpang. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter
charter party. Seperti charter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji ataupun charter kapal untuk mengangkut barang dagangan. Jadi perjanjian
pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan, didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi dan
mengikat untuk dilaksanakan.
20
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada Jakarta, 2007, hlm 31-32
Universitas Sumatera Utara
Namun apabila pihak-pihak menghendaki, boleh juga dibuat secara tertulis yang disebut charter party. Alasan para pihak menginginkan agar perjanjian
pengangkutan dibuat secara tertulis adalah mungkin salah satu atau lebih dari alasan-alasan berikut:
a. Kedua pihak ingin memperoleh kepastian mengenai kewajiban dan hak.
b. Kejelasan mengenai perincian mengenai objek, tujuan dan beban resiko
pihak-pihak. c.
Kepastian dan kejelasan cara pembayaran dan penyerahan barang. d.
Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian. e.
Kepastian mengenai kapan, dimana dan alasan apa perjanjian berakhir. f.
Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidakjelasan maksud yang dikehendaki pihak-pihak.
21
Syarat Sah Suatu Perjanjian
Agar suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat sahnya kontrak tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Syarat Sah yang umum yang terdiri dari:
a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, yang terdiri
dari: a
Kesepakatan kehendak b
Wenang berbuat c
Perihal tertentu d
Kausa yang legal b.
Syarat sah umum diluar Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata, yang terdiri dari:
a Syarat itikad baik
b Syarat sesuai dengan kebiasaan
c Syarat sesuai dengan kepatutan
d Syarat sesuai dengan kepentingan umum
21
Abdulkadir muhammad, Op.Cit., hlm. 3
Universitas Sumatera Utara
b. Syarat sah yang khusus yang terdiri dari:
1 Syarat tertulis dari kontrak-kontrak tertentu
2 Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
3 Syarat akta pejabat tertentu bukan notaris untuk kontrak-kontrak
tertentu 4
Syarat izin berwenang.
22
Konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat-syarat sahnya kontrak tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang
dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Batal demi hukum nietig, null, void, misalnya dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat objektif tersebut
adalah: a.
Perihal tertentu, dan b.
Kausa yang legal 2.
Dapat dibatalkan vernietigbaar, voidablemisalnya dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Syarat
subjektif tersebut adalah: a.
Kesepakatan kehendak, dan b.
Kecakapan berbuat 3.
Kontrak tidak dapat dilaksanakan unenforceable Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang tidak
begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Beda dengan kontrak yang batal demi
hukum adalah bahwa kontrak tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonversi menjadi kontrak yang sah. Sedangkan bedanya dengan kontrak
22
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm 33-35
Universitas Sumatera Utara
yang dapat dibatalkan voidable adalah bahwa dalam kontrak yang dapat dibatalkan, kontrak tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan
sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut, sementara kontrak yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum
dikonversi menjadi kontrak yang sah. Contoh kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang
seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, tetapi kemudian kontraktersebut ditulis oleh para pihak.
4. Sanksi Administratif
Ada juga syarat kontrak yang apabila tidak dipenuhi hanya mengakibatkan sanksi administratif saja terhadap salah satu pihak atau
kedua belah pihak dalam kontrak tersebut. Misalnya apabila terhadap suatu kontrak memerlukan izin atau pelaporan terhadap instansi tertentu,
seperti izinpelaporan kepada Bank Indonesia untuk suatu kontrak offshore loan.
23
Pasal 1320 KUH PERDATA merupakan instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak. Pasal 1320 KUH PERDATA tersebut
terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu: a.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya de toestem ming van dgenen die zich verbinden
b. Kecakapan untuk berbuat perikatan de beekwaamheid om eene
verbintenis aaan te gaan c.
Suatu hal tertentu een bepaald onderwerp d.
Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan eene geoor loofde oorzaak
24
Kesepakatan
Pasal 1320 KUH PERDATA mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa
para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu
23
Ibid., hlm 34
24
Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta 2014, hlm 157
Universitas Sumatera Utara
perjanjian atau pernyataan pihak yang satu “cocok” atau bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain.
Kesepakatan yang merupakan pernyataan kehendak para pihak dibentuk oleh dua unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran
aanbod;offerte,offer diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian. Unsur ini mencakup unsur esensialia
perjanjian akan
ditutup. Sedangkan
penerimaan aanwaarding;
acceptatie;acceptance merupakan pernyataan setuju dari pihak yang lainnya yang ditawari.
25
Untuk menganalisis adanya dasar keterikatan kontraktual berlandaskan pada kehendak atau pernyataan, dapat dikaji dari perkembangan tiga teori, yaitu:
1 Teori Kehendak wilsleer;willstheorie
Menyatakan bahwa keterikatan kontraktual baru ada hanya jika dan sejauh pernyataan berlandaskan pada putusan kehendak yang sungguh-sungguh
sesuai dengan itu. Keberatan terhadap teori ini karena dalam lalu lintas hukum sangat sulit untuk mengetahui apakah pernyataan yang dibuat seseorang itu
sesuai dengan kehendaknya. Sehingga selalu menimbulkan pertanyaan apakah ada kepastian hukum mengenai lahirnya keterikatan kontraktual.
2 Teori Pernyataan verklaringsleer;velklaringstheori
Menyatakan bahwa seseorang itu terikat dengan pernyataannya. Kelemahan teori ini apabila terdapat pernyataan yang tidak sesuai dengan
kehendak. 3
Teori Kepercayaan vertrouwensleer;vertrouwenstheorie
25
Ibid hlm 162
Universitas Sumatera Utara
Adalah teori baru sebagai ajaran yang diikuti hersendeleer, merupakan teori jalan tengah yang menjembatani kelemahan dan kekurangan dua teori
sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa pernyataan yang menjadi landasan keterikatan kontraktual adalah pernyataan yang selayaknya menimbulkan
kepercayaan bahwa hal itu sesuai dengan putusan kehendak.
26
Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya hal- hal diantaranya:
27
a. Kekhilafan atau kesesatan;
b. Paksaan;
c. Penipuan;
d. Penyalahgunaan keadaan:
Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam KUH PERDATA,
sedangkan cacat kehendak yang terakhir tidak diatur dalam KUH PERDATA, namun lahir kemudian dalam perkembangan hukum kontrak.Ketiga cacat
kehendak yang diatur dalam KUH PERDATA dapat dilihat dalam pasal 1321 dan pasal 1449 KUH PERDATA yang masing-masing menentukan sebagai berikut:
Pasal 1321 KUH PERDATA: “Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperol eh dengan paksaan atau penipuan”
Pasal 1449 KUH PERDATA: “Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kehilafan atau penipuan,
menimbulkan suat u tuntutan untuk membatalkannya”
Secara sederhana keempat hal yang menyebabkan terjadinya cacat pada kesepakatan tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
26
Ibid hlm 165
27
Ahmadi Miru, Op.Cit,hlm 17
Universitas Sumatera Utara
1. Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang
diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru.
2. Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatan kerena
ditekan dipaksa secara psikologis, jadi yang dimaksud paksaan bukan paksaan secara fisik karena jika yang terjadi adalah paksaan secara fisik
pada dasarnya tidak ada kesepakatan. 3.
Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif mempengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau
melepaskan sesuatu. 4.
Penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat posisi tawarnya dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan
keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Penyalahgunaan keadaan ini disebut juga cacat kehendak yang
keempat kerena tidak diatur dalam KUH PERDATA, sedangkan tiga lainnya yaitu penipuan, kekhilafan dan paksaan diatur dalam KUH
PERDATA.
28
Kesepakatan kehendak terhadap suatu perjanjian dimulai dari adanya unsur penawaran offer oleh salah satu pihak, diikuti oleh penawaran
acceptance dari pihak lainnya, sehingga terjadilah suatu perjanjian, terutama untuk perjanjian-perjanjian yang serius, kerap kali dilakukan secara tertulis.
29
Lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak menurut Sudikno Mertokusumo, yaitu dengan:
28
Ibid., hlm. 18
29
Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan, USU Press, Medan, 2013, hlm 19
Universitas Sumatera Utara
1 Bahasa yang sempurna dan tertulis
2 Bahasa yang sempurna secara lisan
3 Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena
dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dapat dimengerti oleh pihak lawan
4 Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan
5 Diam atau membisu, tetapi asal dapat dipahami atau diterima pihak lawan.
Kecakapan
Kecakapan beekwaanheid – capacity yang dimaksud dalam pasal 1320
KUH PERDATA ayat 2 adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan
untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada
umumnya diukur dari standar, berikut ini: a.
Person Pribadi, diukur dari standar kedewasaan meerderjaring; dan
b. Rechtpersoon badan hukum, diukur dari aspek kewenangan
beveogheid.
30
Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum begi person pada umumnya diukur dari standarusia dewasa atau cukup umur bekwaamheid-meerderjaring.
Namun demikian masih terdapat polemik mengenai kecakapan melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di
masyarakat. Pada satu sisi sebagian masyarakat masih menggunakan standar usia 21 tahun sebagai titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan pasal 1330
30
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hlm 183
Universitas Sumatera Utara
KUH PERDATA jo. 330 KUH PERDATA. Sementara pada sisi lain mengacu pada standar usia 18 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 jo. 50 Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Telaah kritis standar usia dewasa dapat dilakukan melalui pengujian asas-
asas hukum maupun interpretasi komprehensif terhadap materi muatan beberapa ketentuan terkait. Asas hukum lex specialis, lex posteriori, digunakan untuk
menyelesaikan konflik norma, sedangkan interpretasi komprehensif untuk memahami muatan materi serta maksud pembuat undang-undang. Melalui
pengujian tersebut diharapkan muncul suatu pemahaman utuh dan konsisten, khususnya bagi pihak yang sementara ini masih menganut paradigma lama.
Menurut Pasal 1329 KUH PERDATA “setiap orang adalah cakap membuat
perikatan – perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.
Dalam Pasal 1330 KUH PERDATA dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan tidak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah:
a. Orang-orang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan:
c. Orang-orang perempuan, dalam hal yang ditetapkan undang-undang, dan
pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu substansi ini dihapus dengan SEMA
No. 3 Tahun 1963 tentang Gagasan menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak sebagai Undang-undang
Pasal 330 KUH PERDATA menyatakan, bahwa: Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh
satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa
Mereka yang belum dewasa dan tidak dibawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara yang diatur dalam bagian 3,4,5, dan 6
dalam bab ini.
Suatu hal tertentu
Adapun yang dimaksud dengan suatu hal atau objek tertentu een bepaald onderwerp dalam pasal 1320 KUH PERDATA syarat 3, adalah prestasi yang
menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-
pernyataaan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat batal demi hukum. Lebih lanjut mengenai hal atau objek
tertentu ini dapat dirujuk dari substansi pasal 1332, 1332 dan 1334 KUH PERDATA, sebagai berikut:
a. Pasal 1332 KUH PERDATA menegaskan;
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.
b. Pasal 1333 KUH PERDATA menegaskan;
Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
c. Pasal 1334 KUH PERDATA menegaskan;
Universitas Sumatera Utara
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai
warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan menginggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak
mengurangi ketentuan pasal 169, 176, dan 178. Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam
berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak prestasi dapat dilaksanakan oleh para pihak.
Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika kontrak dibuat, adalah dimungkinkannya untuk hal atau objek tertentu
tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari.
31
Kausa yang diperbolehkan
Terkait dengan pengertian “kausa yang diperbolehkan” atau ada yang menerjemahkannya “sebab yang halal” een geoorlooffde oorzaak beberapa
sarjana mengemukakan pemikirannya, antara lain H.F.A. Volmar dan Wirjono Prodjodikoro, yang memberikan pengertian sebab kausa sebagaimana maksud
atau tujuan dari perjanjian. Sedangkan Subekti menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri, dengan demikian kausa merupakan prestasi dan kontra
prestasi yang saling dipertukarkan oleh para pihak.
31
Ibid, hlm 191
Universitas Sumatera Utara
Pengertian kausa atau sebab oorzaak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH PERDATA syarat 4, harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335
dan 1337 KUH PERDATA. Meskipun undang-undang tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sebab atau kausa, namun yang
dimaksud disini menunjuk pada adanya hubungan tujuan causa finalis, yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak atau apa yang hendak
dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak. Misalnya dalam kontrak jual beli, tujuan para pihak dalam menutup kontrak adalah pembayaran harga barang oleh
pembeli dan pengallihan kepemilikan barang oleh Penjual. Pengertian Kausa kausa finalis- kausa tujuan hendaknya dibedakan dengan
pengertian Kausa pada pasal 1365 KUH PERDATA adalah sebab atau penyebab yang menimbulkan kerugian kausa efficiens. Kausa disini menunjukkan adanya
adaya hubungan sebab akibat antara perbuatan melanggar hukum sebagai kausa penyebab dengan kerugian yang di timbulkan, akibat, kausa efficiens sehingga
menimbulkan kewajiban memberikan ganti rugi. Demikian pula perlu dibedakan antara kausa dan motif. Motif adalah alasan yang mendorong batin seseorang
untuk melakukan suatu hal. Dalam Pasal 1335 KUH PERDATA ditegaskan bahwa
“suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu atau terlarang tidak
mempunyai kekuatan hukum”. Adapun sebab yang diperbolehkan maksudnya adalah bahwa apa yang
hendak dicapai para pihak dalam perjanjian atau kontrak tersebut harus disertai itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,
ketertiban umum, dan kesusilaan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pasal 1337 KUH PERDATA ditegaskan bahwa “suatu sebab
adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum”.
Berdasarkan kedua pasal diatas, suatu kontrak tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat batal, apabila kontrak tersebut:
a. Tidak mempunyai kausa.
b. Kausanya palsu
c. Kausanya bertentangan dengan undang-undang
d. Kausanya bertentangan dengan kesusilaan
e. Kausanya bertentangan dengan keteriban umum
32
B. Subjek dan Objek Hukum dalam Perjanjian
1. Subjek Hukum dalam Perjanjian
“Manusia” person dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah pembawa hak dan
kewajiban subjek hukum dan mampu melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum yang harus diikuti dengan adanya kecakapan
hukum rechtbeekwaamheid dan kewenangan hukum.
Ada dua macam subjek hukum yang dikenal dalam ilmu hukum, yaitu
sebagai berikut:
a. Natuurlijke Persoon natural persoon, yaitu manusia Pribadi pasal
1329 KUH Perdata
32
J. Satrio, Op.Cit hlm 320
Universitas Sumatera Utara
b. Rechtpersoon legal entity, yaitu badan atau perkumpulan yang
didirikan dengan sah yang berkuasa melakukan perbuatan-perbuatan perdata Pasal 1654 KUH Perdata
33
Undang-undang tidak menjabarkan defenisi badan hukum. Selama ini istilah badan hukum diadopsi dari istilah belanda rechtpersoon, atau istilah
Inggris legal Persons, dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah persona moralis. Badan hukum merupakan subjek hukum, sama halnya
seperti manusia pribadi.
34
Bentuk-bentuk usaha itu beracam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ditinjau dari jumlah pemilik modalnya.
a. Usaha perseorangan
b. Usaha dalam bentuk institusi atau badan persekutuan
2. Ditinjau dagi segi himpunan, badan usaha dibagi menjadi dua
a. Himpunan orang persoonen assiciatenirlaba. Himpunan orang
ini memiliki ciri-ciri atau karakter, antara lain pengaruh asosiasi terhadap anggotanya sagat besar, anggotanya sedikit atau
terbatas; dan anggotanya tidak mudah keluar atau masuk tertutup. Contoh IKADIN Ikatan Advokad Indonesia; IWAPI
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia, HIPMI Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
b. Himpunan Modal capital associatielaba. Contoh Firma; CV ;
NVPT.
33
Mulhadi, Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor 2010, hlm 72
34
Ibid
Universitas Sumatera Utara
3. Baik secara teoritis maupun ditinjau dari status hukumnya, bentuk
usaha atau perusahaan memiliki dua bentuk. a.
Bentuk usaha atau perusahaan bukan badan hukum b.
Bentuk usaha atau perusahaan badan hukum.
35
Perusahaan yang bukan badan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai berikut:
1. Perusahaan perseorangan, yang wujud bentuknya Perusahaan
Dagang PD atau Usaha Dagang UD. 2.
Persekutuan, yang wujudnya terdiri dari bentuk-bentuk. a.
Perdata maatschap. b.
Persekutuan Firma Fa c.
Persekutuan Komanditer CV Sedangkan Perusahaan berbadan hukum meliputi bentuk-bentuk
perusahaan antara lain sebagai berikut: a.
Maskapai Andil Indonesia IMA b.
Perseroan Terbatas PT c.
Koperasi d.
Badan Usaha Milik Negara BUMN 1
Perusahaan Perseroan Persero 2
Perusanaan Umum Perum Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja
yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang
35
Ibid., hlm 23
Universitas Sumatera Utara
untuk melakukan kontrak. Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa perseorangan atau badan usaha yang bukan badan hukum dan badan hukum.
36
Dalam melakukan kontrak, pihak-ihak yang terlibat dalam kontrak tersebut dapat bertindak untuk dan atas kepentingan dan atas namanya sendiri,
namun dapat pula bertindak untuk kepentingan orang lain, bahkan dapat bertindak untuk kepentingan dan atas nama orang lain.Untuk lebih memperjelas hal tersebut
diatas, dibawah ini masing-masing diberikan contoh sebagai berikut: a.
Dalam hal seseorang melakukan kontrak dengan bertindak untuk dan atas nama sendiri adalah jika orang itu berkepentingan sendiri dalam
membuat kontrak dan ia sendiri cakap menurut hukum untuk melakukan kontrak tersebut.
b. Seseorang bertindak atas nama sendiri, namun untuk kepentingan orang
lain jika ia merupakan seorang wali yang bertindak atau melakukan kontrak untuk kepentingan anak yang berada di bawah perwaliannya.
c. Seseorang yang bertindak unutk dan atas nama orang lain kalau ia
seorang pemegang kuasa dari orang lain untuk melakukan kontrak.
37
Pihak dalam kontrak adalah badan usaha yang bukan merupakan badan hukum, maka yang mewakili badan usaha tersebut tergantung dari bentuk badan
usahanya. Kalau yang merupakan pihak adalah persekutuan Firma Fa, secara hukum setiap anggota sekutu berhak mewakili firma tersebut, kecuali kalau para
sekutu itu sendiri menentukan lain, sedangkan dalam persekutuan komanditer CV yang mewakili persekutuan tersebut dalam membuat kontrak adalah para
sekutu pengurusnya.
36
Ibid, hlm 24
37
Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm 7
Universitas Sumatera Utara
Apabila yang melakukan kontrak adalah badan hukum, yang mewakili adalah siapa yang ditentukan dalam undang-undang untuk mewakili badan hukum
tersebut atau siapa yang ditentukan dalam anggaran dasar badan hukum tersebut. Di samping pembagian pihak-pihak diatas masih dapat pula digolongkan
para pihak dalam perjanjian tersebut ke dalam tiga golongan, yang tentu saja pembagian tersebut dilakukan karena hubungan hukum antara masing-masing
golongan memiliki aturan yang berbeda.
38
. Adapun penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pelaku usaha
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun buka badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Repulik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
b. Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak diperdagangkan. c.
Nonprofesional Nonprofesional yang dimaksud disini adalah orang yang mengadakan
penjualan barang, tetapi sebenarnya penjualan tersebut bukan merupakan pekerjaannya sehingga walaupun orang yang membeli barang menggunakan
sendiri barang tersebut, namun tidak dapat digolongkansebagai konsumen
38
Ahmadi Miru, Op.Cit., hlm. 9
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana diatur dalam UUPK karena tidak berhadapan dengan pelaku usaha.
39
2. Objek Hukum dalam Perjanjian
Unsur objek prestasi tertentu atau dapat ditentukan memberikan suatu benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud;
melakukan suatu perbuatan tertentu; atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Suatu objek tertentu atau prestasi tertentu, merupakan objek perjanjian,
prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang- kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai objek perjanjian adalah
untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak. Jika objek prestasi itu kabur, tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan,
perjanjian itu batal nietig, vold. Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, objek perjanjian atau prestasi
yang wajib dipenuhi pihak-pihak itu dapat berupa memberikan benda tertentu, bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud misalnya
dalam jual beli sepeda motor berwujud, pihak penjual menyerahkan memberikan sepeda motor, pihak pembeli menyerahkan memberikan
sejumlah uang harga sepeda motor.
40
Selain itu, dapat pula melakukan suatu perbuatan tertentu atau tidak ditentukan, misalnya, pekerjaan konstruksi bangunan, pembuatan pagar
rumah. Pihak penerima pekerjaan menerima pekerjaan yang diberikan, sedangkan pihak pemberi pekerjaan membayar upahnya kepada pekerja.
39
Ibid
40
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm 302
Universitas Sumatera Utara
Disamping melakukan perbuatan tertentu, boleh juga tidak melakukan perbuatan tertentu, misalnya tidak membuat tembok tinggi yang mengganggu
pemandangan tetangganya. Jika perbuatan itu dilakukan, berarti melakukan pelanggaran hukum. Pihak tetangga tadi dapat meminta agar tembok yang
mengganggu pemandangan itu dibongkar.
41
Menurut tradisi, untuk sahnya suatu perjanjian, maka objek perjanjian haruslah:
1. Dapat ditentukan
2. Dapat diperdagangkan diperbolehkan
3. Mungkin dilakukan
4. Dapat dinilai dengan uang
42
Tuntutan dari undang-undang adalah objek perjanjian haruslah tertentu. Setidaknya objek perjanjian dapat ditentukan. Tujuan dari suatu perjanjian
adalah untuk timbulnya terbentuknya, berubahnya, berakhirnya suatu perikatan. Perjanjian tersebut mewajibkan kepada para pihak untuk
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu prestasi. Pada akhirnya, kewajiban tersebut haruslah dapat ditentukan. Tidak dapat
dibayangkan jika debitor tidak tahu apa yang menjadi kewajibannya dan kreditor tidak tahu apa yang menjadi haknya. Hakim pun akan bingung untuk
memutuskan apa yang harus dilaksanakan jika tidak diketahui apa yang telah diperjanjikan diantara para pihak.
Jika kita berbicara tentang perjanjian, hal tersebut berarti adanya objek perjanjian yang dapa
t ditentukan. Janji untuk melakukan “sesuatu”, sedangkan ternyata tidak jelas apa yang dimaksud dengan “sesuatu” tersebut,
bukanlah suatu perjanjian. Namun tidak berarti bahwa para pihak pada waktu membentuk perjanjian, harus sudah secara terperinci menyatakan apa yang
41
Ibid, hlm 203
42
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm 108
Universitas Sumatera Utara
menjadi hakkewajiban masing-masing. Bahkan untuk jualbeli, dimungkinkan harga jual belinya ditetapkan oleh pihak ketiga Pasal 1465 2 KUH
Perdata. Di dalam batas-batas tertentu, dapat diperjanjikan bahwa luasnya hak dan kewajiban masing-masing pihak diserahkan penentuannya kepada
salah satu pihak ini tentunya harus dilakukan dengan itikad baik. Penentuan hak dan kewajiban para pihak apabila diserahkan kepada
pihak ketiga disebut sebagai beding “advis” yang mengikat bindend advise.
Sedangkan jika diserahkan kepada salah satu pihak, dikenal sebagai bending “penentuan pihak partijbeslissing. Bending atau janji semacam ini diterima
secara umum dan tunduk pada ketentuan pasal 1338 KUH Perdata.
43
Ketentuan Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Hanya barang yang dapat ditentukan saja yang dapat menjadi pokok
persetujuan” Namun demikian, ini tidak berarti bahwa barang untuk kepentingan
umum tidak dapat menjadi pokok perjanjian. Perjanjian antar kotamadya dan pemborong untuk pekerjaan pemasangan pipa air leding atau pembuatan
gorong-gorong tidaklah dapat digolongkan ke dalam perjanjian yang dimaksudkan oleh Pasal 1332 KUHPerdata. Pada umumnya sepanjang pokok
perjanjian berkaitan dengan kepentingan umum, maka perjanjian tersebut prestasinya adalah untuk melakukan sesuatu. Sedangakan untuk prestasi
memberikan sesuatu, sehubungan dengan akan dialihkannya barang untuk kepentingan umum tersebut, maka itu harus dilakukan sesuai dengan prosedur
yang ditetapkan perundang-undangan.
43
Ibid, hlm 109
Universitas Sumatera Utara
C. Jenis-jenis Perjanjian dan Asas Hukum Perjanjian
1 Jenis – jenis perjanjian
Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian kontrak. Ada ahli mengkajinya dari sumber hukumnya,
namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis kontrak berdasarkan pembagian diatas:
a. Kontrak menurut sumber hukumnya
Kontrak menurut sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno
mertokusumo menggolongkan perjanjian kontrak dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis perjanjian kontrak menjadi lima
macam, yaitu: 1.
Perjanjian bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan
2. Perjanjian bersumber dari kebendaan, yaitu berhubungan
dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik 3.
Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian menimbulkan kewajiban 4.
Perjanjian bersumber dari hukum acara, disebut bewisjsoverentkomst
5. Perjanjian bersumber dari hukum publik, disebut dengan
publieckrechtelijke overeenkomst.
44
b. Kontrak menurut namanya
44
Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, Maret 2010, hlm 27
Universitas Sumatera Utara
Penggolongan ini didasarkan pada perjanjian tercantum dalam pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam pasal 1319
KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat bernama dan
kontrak innominaat tidak bernama. Kontrak nominaat adalah kontrak dikenal dalam KUH Perdata.
termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam
pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain sedangkan kontrak innominaat adalah
kontrak timbul, tumbuh dan berkembang dalam masayarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUH Perdata. termasuk dalam
kontrak innominaat adalah, leasing,beli sewa, franchise,kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-
lain.
45
c. Kontrak menurut bentuknya
Dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan
tercantum dalam KUH Perdata, maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis.
Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak pasal 1320
KUH Perdata. Dengan adanya konsensus maka perjanjian telah
45
Ibid, hlm 28
Universitas Sumatera Utara
terjadi. Kontrak tertulis merupakan kontrak dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis. Hal ini dapat kita lihat dalam perjanjian hibah
harus dilakukan dengan akta notaris Pasal 1682 KUH Perdata. Kontrak ini dibagai menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di
bawah tangan dan akta notaris. Akta di bawah tangan adalah akta cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta
notaris adalah akta dibuatoleh atau dihadapan notaris. Akta dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Akta dibuat dihadapan notaris
merupakan akta dibuat oleh para pihak dihadapan notaris.
46
d. Kontrak timbal balik
Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian dilakukan para pihak
menimbulkan akibat hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa meyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi
dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan sepihak. 1
Kontrak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan bagi pihak lainnya wajib
melakukan sesuatu. Disini tampak ada prestasi seimbang satu sama lain.
2 Perjanjian sepihak merupakan perjanjian selalu menimbulkan
hak dan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti.
47
e. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan alas hak membebani
46
Ibid, hlm 29
47
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian Cuma-cuma merupakan
perjanjian menurut wilayah hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi
salah satu
pihak. Contohnya,
hadiah dan
pinjam pakai.
48
Sedangkan perjanjian dengan alas hak membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak satu senantiasa ada prestasi
kontrak dari pihak lain, menurut hukum saling berkaitan. Misalnya A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika menyerahkan
sebuah benda tertentu pula kepada A.
49
f. Perjanjian berdasarkan sifatnya
Penggolongan ini didasarkan kepada hak kebendaan dan kewajiban ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut
sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.
50
Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian
unutk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian
obligatoir merupakan perjanjian menimbulkan kewajiban dari para pihak.
51
g. Perjanjian campuran
Perjanjian yang mengkombinasikan ketentuan-ketentuan dari dua atau lebih perjanjian bernama yang berbeda beda.
52
48
Ibid
49
Ibid
50
Ibid
51
Ibid
52
Herlien Budiono,Op.Cit hlm 37
Universitas Sumatera Utara
h. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
1 Perjanjian Konsensuil
Satu asas hukum umum dari hukum perjanjian menyatakan bahwa untuk terbentuknya perikatan sukup dengan adanya kata
sepakat. Perjanjian
demikian dikenal
sebagai perjanjian
konsensuil.
53
2 Perjanjian riil
KUH Perdatajenis perjanjian lain yang mensyaratkan tidak saja kata sepakat, tetapi juga sekaligus penyerahan objek perjanjian
atau bendanya. Perjanjian demikian digolongkan sebagai perjanjian riil.Namun demikian, penyerahan barang bukanlah prestasi,
melainkan unsur tidak terpisahkan dari perjanjian.
54
Doktrin menggolongkan perjanjian yang akan disebutkan berikut ini
sebagai perjanjian riil: a.
Perjanjian penitipan barang b.
Perjanjian pinjam pakai c.
Perjanjian pinjam meminjam d.
Pemberian benda bergerak bertubuh atau surat tagih atas tunjuk
3 Perjanjian formil
Perbuatan hukum pada prinsipnya dapat diwujudkan secara bebas bentuk. Bagi suatu perbuatan hukum, persyaratan utama
adalah adanya kehendak yang tertuju pada satu akibat hukum. Pada
53
Ibid, hlm 40
54
Ibid,hlm 42
Universitas Sumatera Utara
umumnya perjanjian teebentuk secara konsensuil, bukan formil. Namun, undang-undang memberikan suatu pengecualian dengan
menentukan selain adanya kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu bagi pembentukan beberapa jenis perjanjian tertentu. Ada
kalanya untuk sahnya beberpa perjanjian, undang-undang menghendaki agar perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk tertentu.
Dalam hal ini wajib dibuat dengan akta dibawah tangan atau akta otentik.Beberapa contoh dari perjanjian formil:
a. Perjanjian perkawinan Pasal 29 ayat 1 jo pasal 147 KUH
Perdata b.
Pendirian perseroan terbatas pasal 7 ayat 1 UUPT 40 2007.
55
2 Asas hukum perjanjian
1. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan
dalam aturan hukum, namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak.
56
Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya
dilandasi semangat liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk
55
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hlm 108
56
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hlm 108
Universitas Sumatera Utara
memperoleh apa yang dikehendaki, sementara itu dalam perjanjian falsafah ini diwujudkan dalam asas kebebasan berkontrak.
Buku III KUH PERDATA menganut sistem terbuka, artinya hukum memberi keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola
hubungan hukumnya. Apa yang diatur dalam Buku III KUH PERDATA hanya sekedar mengatur dan melengkapi regelend recht
– aanvullentrecht. Berbeda dengan pengaturan buku II KUH PERDATA
yang bersifat tertutup atau bersifat memaksa dwingen recht, dimana para pihak dilarang untuk menyimpangi aturan
– aturan yang ada dalam buku II KUH PERDATA tersebut.
57
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, asas kebebasan berkontrak menurut hukum Perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:
a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin
membuat perjanjian. c.
Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya.
d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.
e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian
f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan-
ketentuan undang-undang yang bersifat opsional aanvullend, optional.
58
2. Asas konsensualisme
57
Ibid, hlm 109
58
Ibid, hlm 110
Universitas Sumatera Utara
Apabila menyimak rumusan pasal 1338 1 KUH PERDATA yang menyebutkankan
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”.Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah menurut
hukum adalah mengikat vide Pasal 1320 KUH PERDATA, karena di dalam asas ini terkandung
“kehendak para pihak” untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan vertrouwen diantara
para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Di dalam Pasal 1320 KUH PERDATA terkandung asas yangesensiali dari hukum perjanjian, yaitu
asas “konsensuallisme” yang menentukan “ada”-nya perjanjian raison d’etre, het bestaanwaarde. Di dalam asas ini terkandung kehendak para
pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan vertrouwen diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Asas
kepercayaan merupakan asas yangbersumber pada moral. Asas konsensualisme mempunyai hubungan erat dengan kebebasan
berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 1 KUH PERDATA. Hal ini sedasar dengan pendapat subekti yang
menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo. 1338 KUH PERDATA. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan
mengakibatkan perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang. Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal
1320 KUH PERDATA angka 1 -kesepakatan- dimana menurut asas ini perjanjian itu telah lahir cukup dengan kata sepakat.
59
59
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit. hlm 122
Universitas Sumatera Utara
Asas konsensualisme sering disalahartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena
maksud asas konsensualisme adalah bahwa lahirnya kontrak itu adalah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai
kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan
tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut bersifat
obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontra tersebut.
Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap
kontrak formal dan kontrak riil tidak berlaku.
60
3. Asas daya mengikat kontrak pacta sunt servanda
Setiap orang yang membuat kontrak dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut, karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang
harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 1
yang menentukan bahwa, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
61
4. Asas iktikad baik
Pasal 1338 3 menya takan bahwa, “Perjanjian-perjanjian harus dibuat
dengan itikad baik ”. Apa yang dimaksud dengan itikad baik te goerder
60
Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm 3
61
Ibid, hlm 4
Universitas Sumatera Utara
trouw; good faith perundang-undangan tidak memberikan defenisi yang tegas dan jelas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud
dengan itikad adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan yang baik. Wirjono Projodikoro memberikan batasan itikad
baik dengan istilah “dengan jujur” atau “ secara jujur”.
62
Wirjono Projodikoro membagi itikad baik menjadi dua macam, yaitu, yaitu:
a. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum.
Itikad baik biasanya disini berupa perkiraan atau anggapan seseorang bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulainya
hubungan hukum yang telah terpenuhi. Dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik,
sedang bagi pihak yang tidak beritikad baik te kwader trouw harus bertanggung jawab dan menanggung resiko. Itikad baik
semacam ini dapat disimak dari ketentuan pasal 1977 1 KUH PERDATA dan Pasal 1963 KUH PERDATA, dimana terkait
dengan salah satu syarat untuk memperoleh hak milik atas barang melalui daluarsa. Itikad baik ini bersifat subjektif dan statis.
b. Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban yang termaktub dalam hubungan hukum itu. Pengertian hubungan hukum semacam ini sebagaimana diatur dalam pasal
1338 3 KUH PERDATA adalah bersifat objektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya. Titik berat itikad
62
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hlm 134
Universitas Sumatera Utara
baik disini terletak pada tindakan yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu tindakan sebagai pelaksanaan suatu hal.
63
Sehubungan dengan fungsi itikad baik dalam Pasal 1338 3, menurut beberapa sarjana antara lain. P. L. Werry, Arthur S. Hartkamp dan
Marianne M. M. Tillem, terdapat tiga fungsi utama itikad baik, yaitu: a.
Fungsi yang mengajarkan bahwa kontrak harus ditafsirkan menurut itikad baik itikad baik sebagai asas hukum umum, artinya
kontrak harus ditafsirkan secara patut dan wajar fair. b.
Fungsi menambah atau melengkapi aanvullende werking van de goede trouw, artinya itikad baik dapat menambah isi atau kata-kata
perjanjian apabila terdapat hak dan kewajiban yang timbul diantara para pihak tidak secara tegas dinyatakan dalam kontrak.
c. Fungsi membatasi atau meniadakan beperkende en derogerende
werking van de goede throuw, artinya fungsi ini hanya dapatditerapkan apabila terdapat alasan-alasan yang amat penting
allen is spreekende gevallen.
64
5. Asas keseimbangan
Melalui ketentuan Pasal 1 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, maka tatanan hukum hindia Belanda, khususnya komponen tata
hukumnya, dinyatakan berlaku di Indonesia. Maksud pemberlakuan demikian sebenarnya adalah untuk sementara saja, yakni sampai diganti
dengan tata hukum nasional Indonesia. Namun persoalan yang masih juga mengganjal kenyataan adalah bahwa hukum nasional indonesia khususnya
di bidang perjanjian hingga kini belum terbentuk. Faktor yang
63
Ibid, hlm 137
64
Ibid, hlm 139
Universitas Sumatera Utara
menghambat proses pembaharuan perjanjian ialah pelbagai masalah politik internal yang belum juga terselesaikan sejak kemunculannya pasca
proklamasi. Asas keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk
menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata yang mendasarkan pemikiran
dan latar belakang individualisme pada satu pihak dan cara berfikir bangsa indonesia pada lain pihak.
65
Dalam lokakarya hukum perikatan diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17
samapai dengan 19 Desember 1985 telah berhasil merumuskan delapan asas hukum perikatan nasional. Kedelapan asas itu dijelaskan sebagai
berikut: 1.
Asas kepercayaan yaitu asas yang mengandung pengertian bahwa setiap orang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap
prestasi diadakan diantara mereka di belakang hari. 2.
Asas persamaan hukum yaitu subjek hukumyang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban sama
dalam hukum, dan tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walau subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, ras.
3. Asas keseimbanganadalah suatu asas menghendaki kedua belah
pihak memenuhi
dan melaksanakan
perjanjian. Kreditor
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan
65
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm 32
Universitas Sumatera Utara
dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitor, namun debitor memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik. 4.
Asas kepastian hukum. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum yang terungkap dari kekuatan
mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi membuatnya.
5. Asas moral, asas ini terikat dalam perikatan wajar, dimana suatu
perbuatan atau sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak kreditor. Hal ini
terlihat dalam zaakwaarneming, dimana seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela moral. Orang yang bersangkutan
mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.Faktor-faktor
memberikan motivasi
pada bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum itu didasarkan
pada kesusilaan moral sebagai penggilan hati nuraninya. 6.
Asas kepatutan, asas ini tertuang dalam pasal 1339 KUH Perdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.
7. Asas kebiasaan adalah asas yang dipandang sebagai bagian dari
perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal menurut kebiasaan
lazim diikuti. 8.
Asas perlindungan, mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi hukum. Namun, perlu mendapat
Universitas Sumatera Utara
perlindungan itu seringkali adalah pihak debitor karena pihak debitor berada pada pihak lemah.
66
66
Salim H.S, Op.Cit, hlm 158
Universitas Sumatera Utara
56
BAB III KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM