KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM

56

BAB III KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM

PENGANGKUTAN A. Pengaturan Hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Asas HukumPengangkutan Hukum pengangkutan merupakan cabang dari Hukum Perusahaan hukum bisnis yang termasuk dalam bidang hukum keperdataan. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, bidang hukum keperdataan adalah subsistem tata hukum nasional. Jadi, hukum perusahaan hukum bisnis termasuk dalam subsistem Tata Hukum Nasional. Dengan demikian, hukum pengangkutan pun adalah bagian dari Subsistem Tata Hukum Nasional. Asas-asas hukum nasional adalah juga asas-asas hukum pengangkutan. Ini berarti, apabila para legal drafter melakukan pembaruan dan pembuatan perundang-undangan di bidang pengangkutan, produk hukum harus: a. Dalam bentuk tertulis; b. Bersumber dari UUD 1945; c. Dibuat oleh pembuat undang-undang yang sah; d. Meliputi semua jenis pengangkutan; e. Berdasarkan falsafah negara Pancasila; f. Untuk mewujudkan tujuan negara dan bangsa Indonesia; serta g. Berlaku di seluruh wilayah negara bagi semua warga negara indonesia. 67 Dilihat dari proses segi keberlakuan hukum, hukum pengangkutan adalah sistem hukum yang memiliki: a. Subjek hukum pengangkutan 67 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm 28 Universitas Sumatera Utara Yaitu pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengangkutan b. Status hukum pengangkutan Yaitu pihak pengangkutan selalu berstatus perusahaan pengangkutan sedangkan pihak penumpang dapat berupa manusia pribadi, jemaah haji, pengusaha, atau pejabat negara. c. Objek hukum pengangkutan Yaitu alat angkut, muatan yang diangkut, dan biaya pengangkutan serta dokumen pengangkutan. d. Peristiwa hukum pegangkutan Yaitu proses mulai dari terjadi negosiasi tawar-menawar, diikat dengan perjanjian pengangkutan, pembayaran biaya pengangkutan, dan penyelenggaraan pengangkutan hingga tiba di tempat tujuan. e. Hubungan hukum pengangkutan Yaitu kewajiban dan hak serta tanggung jawab pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan dan pihak lain yang berkepentingan f. Tujuan hukum pengangkutan Yaitu tibanya di tempat tujuan dengan selamat dan terpenuhinya nilai guna bagi pihak-pihak. 68 Setiap jenis pengangkutan mempunyai tujuan yang khusus pula, demikian juga dengan pengangkutan jalan, adapun tujuan diselenggarakannya lalu lintas dan angkutan jalan dicantumkan dalam ketentuan Pasal 3 UU No. 22 Tahun 2009 yaitu: a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan pengangkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda pengangkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Sumber hukum pengangkutan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sumber hukum material amaterial sources of law dan sumber hukum dalam arti formal a formal sources of law. Sumber hukum material adalah sumber darimana diperoleh bahan hukum dan bukan kekuatan hukum berlakunya, dalam hal ini keputusan resmi dari hakimpengandilan yang memberikan kekuatan berlakunya, sedangk an 68 Ibid., hlm. 3 Universitas Sumatera Utara sumber hukum formal adalah sumber dari sumber mana suatu peraturan hukum memperoleh kekuatan dan sah berlakunya 2. Sumber hukum formal Sumber hukum formal adalah kehendak negara sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang atau putusan-putusan pengadilan. Sumber hukum yang telah dirumuskan peraturannya dalam suatu bentuk, berdasarkan apa ia berlaku, ia ditaati orang, dan mengikat hakim, serta pejabat hukum. Itulah sumber hukum dalam arti formal, atau dapat juga disebut sebagai sumber- sumber berlakunya hukum karena ia adalah sebagai cause efficiens. 69 Hukum pengangkutan merupakan bagian dari hukum dagang yang termasuk dalam bidang hukum perdata. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, hukum perdata merupakan sub sistem tata hukum nasional. Jadi, hukum dagang atau perusahaan termasuk dalam subsistem tata hukum nasional. 70 Asas Hukum Pengangkutan Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan dan pihak pemerintah negara. Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. 69 Zainal Asikin, Op.Cit, hlm 172 70 Ibid Universitas Sumatera Utara a Asas hukum publik Undang-undang Perkeretaapian, Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-undang Penerbangan dan Undang-undang Pelayaran berlandaskan asas-asas hukum publik. Asas-asas hukum publik adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat banyak yang dirumuskan dengan istilah atau kata-kata manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasian, keselarasan, kepentingan umum, keterpaduan, tegaknya hukum, kemandirian, keterbukaan dan antimonopoli, berwawasan lingkungan hidup, kedaulatan negara, kebangsaan, kenusantaraan, serta keselamatan penumpang dan kargo. 1 Asas manfaat Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pengembangan perikehidupan yang berkeseimbangan bagi warga negara Indonesia. Asas usaha bersama dan kekeluargaan mengandung makna bahwa usaha pengangkutan diselenggarakan untuk mewujudkan cita-cita dan aspirasi bangsa indonesia yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan 2 Asas adil dan merata Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Asas keseimbangan mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan Universitas Sumatera Utara harus dengan keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta kepentingan nasional dan internasional. 3 Asas kepentingan umum Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. 4 Asas keterpaduan Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus merupakan kesatuan bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi, baik intra maupun antar moda pengangkutan. 5 Asas tegaknya hukum Asas ini mengandung makna bahwa pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia agar selalu sadar dan taat pada hukum dalam penyelanggaraan pengangkutan. 6 Asas percaya diri Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan harus berlandaskan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa. 7 Asas keselamatan penumpang Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan dan atau asuransi kerugian lainnya. Asuransi kecelakaan termasuk dalam lingkup asuransi sosial yang bersifat wajib compulsory securuty insurance. Keselamatan penumpang tidak hanya Universitas Sumatera Utara diserahkan pada perlindungan asuransi, tetapi juga penyelenggaraan perusahaan pengangkutan harus berupaya menyediakan dan memelihara alat pengangkut yang memenuhi standar keselamatan sesuai dengan ketentuan undang-undang. 8 Asas berwawasan lingkungan hidup Asas ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dilakukan berwawasan lingkungan 9 Asas kedaulatan negara Asas ini mengandung arti bahwa penyelenggaraaan pengangkutan harus dapat menjaga keutuhan wilayah negara Republik Indonesia. 10 Asas kebangsaan Asas ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa indonesia yang pluralistik kebinekaan dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 71 b Asas hukum perdata Semua undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan di Indonesia juga berlandaskan asas-asas hukum perdata. Asas-asas hukum perdata adalah landasan undang-undang yang lebih mengutamakan kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan, yang dirumuskan dengan kata-kata : perjanjian kesepakatan, koordinatif, campuran, retensi, dan pembuktian dengan dokumen. 1 Asas perjanjian 71 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm 12-14 Universitas Sumatera Utara Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan diadakan dengan perjanjian antara pihak perusahaan pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang. Tiketkarcis penumpang dan dokumen pengangkutan merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian antara pihak-pihak. Perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup kesepakatan pihak-ihak. Akantetapi, untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi dan mengikat harus membuktikan dengan atau didukung oleh dokumen pengangkutan. 2 Asas koordinatif Asas ini mengandung makna bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pemilik barang, pengangkut bukan bawahan penumpang atau pemilik barang. Asas ini menunjukkan bahwa pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa agency agreement. 3 Asas campuran Asas ini mengandung makna bahwa pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan. 4 Asas retensi Asas ini mengandung makna bahwa pengangkut tidak menggunakan hak retensi hak menahan barang. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan Universitas Sumatera Utara tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya. 5 Asas pembuktian dengan dokumen Asas ini mengandung makna bahwa setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen pengangkutan. Tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika ada kebiasaan yang telah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan pengangkut perkotaan angkot tanpa tiketkarcis penumpang. 72 B. Pengertian Angkutan Jalan, Sarana dan Prasarana Angkutan Pengertian Angkutan Jalan Istilah “pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang penumpang 73 . Dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 3 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa pengertian angkutan adalah perpindahan orang danatau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Dalam pasal Pasal 1 Ayat 12 UU No. 22 Tahun 2009 pengertian Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan tanah, dibawah permukaan tanah danatau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan rel dan alan kabel. Sarana pengangkutan 72 Ibid, hlm. 14-15 73 Op.Cit, Hasim Purba, hlm 3 Universitas Sumatera Utara Pasal 1 ayat 7 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menerangkan bahwa yag dimaksud dengan Kendaraaan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.Dalam Bab VIIUU No. 22 Tahun 2009Pasal 47 Ayat 1diatur tentang Kendaraan dan Bagian kesatu tentang Jenis dan Fungsi Kendaraan disebutkan bahwa kendaraan terdiri atas: 1 Kendaraan bermotor; dan 2 Kendaraan tidak bermotor Menurut ketentuan pasal Pasal 1 Ayat 8 UU No. 22 Tahun 2009Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel. PengertianKendaraan tidak bermotor diatur dalam Pasal 1 Angka 9 UU No. 22 Tahun 2009 adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia danatau hewan.Pasal 47 ayat 2 UU No. 22 Tahun 2009menjelaskan Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis: a. Sepeda motor; b. Mobil Penumpang; c. Mobil Bus; d. Mobil Barang; dan e. Kendaraan khusus. Ketentuan umum dan penjelasan pasal 47 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa: Universitas Sumatera Utara a. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor umum. b. Mobil Penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang memiliki tempat duduk maksimal 8 orang, termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3500 tiga ribu lima ratus kilogram. c. Mobil bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 delapan orang, termasuk untuk pengemudi atau beratnya lebih dari 3500 tiga ribu lima ratus kilogram d. Mobil barang adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan angkutan barang. e. Kendaraan khusus adalah kendaraaan bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu antara lain: 1 Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia 2 Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia 3 Alat berat antara lain bulldozer, traktor, mesin gilas stoomwaltz, forklift, loader, excavator, dan crane, serta 4 Kendaraan khusus penyandang cacat Prasarana pengangkutan Dalam ketentuan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ruang lalu lintas, terminal, perlengkapan jalan meliputi marka,rambu,alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengamanan pengguna Universitas Sumatera Utara jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, serta fasilitas pendukung.Fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam ketentuan Pasal 45 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009meliputi : a. Trotoar: b. Lajur sepeda c. Tempat penyeberangan pejalan kaki d. Halte danatau e. Fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 11 UU No. 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwa ruang lalu lintas adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, danatau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.Terminal dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 13 adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang, serta perpindahan moda angkutan. Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau diatas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Angka 18. Pengertian tentang Rambu lalu lintas diatur dalam Pasal 1 Angka 17 adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, danatau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjukbagi pengguna jalan.Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk Universitas Sumatera Utara mengatur lalu lintas orang danatau kendaraan di persimpangan atau padaruas jalan, prasarana ini diatur dalam Pasal 1 angka19. Pada awalnya pengakutan darat dengan kendaraan umum diatur dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49. Karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan yang berkembang kini, undang-undang ini kemudian tidak di berlakukan lagi dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96 yang mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 22 Juni 2009. Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dinyatakan tidak berlaku lagi. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 dan 10Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yangberjalan diatas rel, sedangkan kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan barang danatau orang dengan dipungut bayaran. Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diadakan dengan perjanjian antara perusahaan pengangkutan umum dan penumpang atau pemilik barang. Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. Karcis penumpang diterbitkan atas nama on name, artinya tidak dapat dialihkan dengan menyerahkan karcis penumpang kepada pihak lain. Demikian juga surat Universitas Sumatera Utara pengangkutan barang diterbitkan atas nama on name, artinya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Penerbitan dokumen atas nama ada kaitannya dengan perlindungan asuransi terhadap pemegangnya dalam hal terjadi musibah. Pemegang dokumen pengangkutan adalah orang yang berhak memperoleh santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi. Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota, antarprovinsi, dan antar kota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen. Dokumen pengangkutan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal166 1 meliputi tiket penumpang umum untuk angkutan dalam trayek, tanda pengenal bagasi, dan manifes. Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi surat perjanjian pengangkutan dan surat muatan barang. C. Hak dan Kewajiban serta Tanggung Jawab para Pihak dalam Pengangkutan Kewajiban dan hak timbal balik pihak-pihak timbul karena peristiwa hukum berupa perbuatan, kejadian, atau keadaan. Peristiwa hukum tersebut dapat berasal dari perjanjian atau undang-undang. Hubungan kewajiban dan hak timbal balik antara pengangkut dan penumpang atau pengirim terjadi karena perbuatan, kejadian, atau keadaan dalam proses pengangkutan. Kewajiban yang timbul dari ketentuan perjanjian disebutkewajiban perjanjian contractual obligation, sedangkan kewajiban yang timbul dari ketentuan undang-undang disebut kewajiban undang-undang law obligation. Kewajiban dan hak yang dibahas disini adalah kewajiban dan hak pengangkut serta penumpang pengirim dalam proses pengangkutan. Universitas Sumatera Utara Umumnya kewajiban dan hak pihak-pihak dalam praktik perjanjian pengangkutan jalan, perairan dan udara telah dirumuskan dalam perjanjian yang mereka buat. Karena perjanjian pengangkutan umumnya tidak tertulis, tetapi didukung oleh dokumen pengangkutan, kewajiban dan hak pihak-pihak biasanya tertulis pada dokumen tersebut. Apabila dalam dokumen tidak tidak dirumuskan, yang diikuti adalah ketentuan Undang-Undang Pengangkutan. Apabila dalam Undang-Undang Pengangkutan juga tidak ditentukan, yang diikuti adalah kebiasaan dalam praktik pengangkutan. Oleh karena itu, sumber kewajiban dan dan hak pihak-pihak adalah perjanjian, dokumen, undang-undang, dan kebiasaan. Kewajiban dan hak pihak-pihak diklasifikasikan menjadi kewajiban dan hak utama, kewajiban dan hak pelengkap. Dasar pembedaannya adalah pada akibat hukum jika terjadi pelanggaran. Apabila kewajiban dan hak utama dilanggartidak dipenuhi, dapat mengakibatkan pembatalan perjanjian. Kewajiban dan hak utama adalah yang berkenaan dengan biaya pengangkutan dan dokumen pengangkutan. Apabila kewajiban dan hak pelengkap dilanggartidak dipenuhi, hanya dapat mengakibatkan pembayaran ganti kerugian. Kewajiban dan hak pelengkap adalah yang berkenaan dengan barang bawaan penumpang, penyimpanan dan penunjukan dokumen, dan syarat ringan lainnya. 74 Dalam hukum pengangkutan terdapat tiga prinsip atau ajaran dalam menentukan tanggung jawab pengangkut, yaitu sebagai berikut: a. Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan the based on fault atau liability based on fault principle b. Prinsip tanggung jawab atas dasar praduga rebuttable presumption of liability principle. 74 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm 145-146 Universitas Sumatera Utara c. Prinsip tanggung jawab mutlak no fault, atau strict liability, absolute liability principle. 75 Berikut dipaparkan mengenai ketiga pinsip pertanggung jawaban pengangkut tersebut diatas: Pertama, Prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan the based on fault atau liability based on fault principle. Dalam ajaran ini bahwa dalam menentukan tanggung jawab pengangkut didasarkan pada pandangan bahwa yang membuktikan kesalahan pengangkut adalah pihak yang dirugikan atau penggugat. Dalam hukum positif Indonesia, prinsip ini dapat menggunakan Pasal 1365 KUH PERDATA, yang sangat terkenal dengan pasal perbuatan melawan hukum onrecht matiggedaad. Menurut konsepsi Pasal ini mengharuskan pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu perbuatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara lain: a. Adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat; b. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya; c. Adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut. Makna dari “perbuatan melawan hukum”, tidak hanya perbuatan aktif tetapi juga perbuatan pasif , yaitu meliputi tidak melakukan sesuatu dalam hal yang seharusnya menurut hukum orang yang harus berbuat. Penetapan ketentuan Pasal 1365 KUH PERDATA ini memberikan kebebasan kepada penggugat atau pihak yang dirugikan untuk membuktikan bahwa kerugian itu timbul akibat perbuatan melanggar hukum dari tergugat. Sedangkan aturan khusus mengenai tanggung jawab pengangkut berdasarkan prinsip kesalahan biasanya ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan. 75 Zainal Asikin, Op.Cit hlm 158-160 Universitas Sumatera Utara Prinsip yang kedua, Prinsip tanggung jawab atas dasar praduga rebuttable presumption of liability principle, menurut prinsip ini tergugat dianggap selalu bersalah kecuali tergugat dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau dapat mengemukakan hal-hal yang dapat membebaskan dari kesalahan. Jadi dalam prinsip ini hampir sama dengan prinsip pertama, hanya saja beban pembuktian menjadi terbalik yaitu pada tergugat untuk membuktikan bahwa tergugat tidak bersalah. Dalam KUH Dagang, prinsip tanggung jawab atas dasar praduga bersalah dapat ditemukan dalam Pasal 468 yang menya takan” perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu” Prinsip yang ketiga, Prinsip tanggung jawab mutlak no fault, atau strict liability, absolute liability principle. Menurut prinsip ini, bahwa pihak yang menimbulkan kerugian dalam hal ini tergugat selalu bertanggung jawab tanpa melihat ada atau tidaknya kesalahan atau tidak melihat siapa yang bersalah atau suatu prinsip pertanggungjawaban yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak Universitas Sumatera Utara ada. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun untuk menimbulkan kerugian bagi penumpang atau pengirim barang. Prinsip ini dapat dirumuskan dalam kalimat pengangkut bertanggungjawab atas setiap kerugianyang ditimbulkan karena peristiwa apapun dalam penyelenggaraan pengangkutan. Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha di bidang jasa pengangkutan tidak perlu dibebani dengan resiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti bahwa para pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan, hal tersebut berdasarkan asas perjanjian yang bersifat kebebasan berkontrak. a Hak dan kewajiban serta tanggung jawab pengangkut 1 Hak perusahaan pengangkutan umum Menurut ketentuan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Pengangkutan Jalan, perusahaan pengangkutan umum berhak untuk menahan barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian pengangkutan. Perusahaan pengankutan umum berhak memungut biaya tambahan atas barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan. Perusahaaan pengangkutan umum berhak menjual barang yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan persepakatan sebagaimana dimaksud diatas. Universitas Sumatera Utara Dalam pasal 196 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Pengangkutan Jalan disebutkan, jika barang yang sudah diangkut tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, perusahaan pengangkutan umum berhak memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam penyimpanannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perusahaan pengangkutan umum berhak memperoleh kembali dokumen pengangkutan dari penumpang danatau pengirim barang sebagai bukti bahwa biaya pengangkutan memang sudah dibayar lunas sebelumnya dan sudah dikembalikan kepada penumpang atau pengirim.Disamping itu, dapat diperjanjikan pula bahwa perusahaan pengangkutan umum berhak menolak mengangkut barang yang dilarang undang-undang atau membahayakan ketertiban dan kepentingan umum. Barang yang dilarang itu, misalnya, barang selundupan, petasan, berbagai jenis narkotik, ecstacy, minuman keras, atau hewan yang dilindungi. 76 2 Kewajiban perusahaan pengangkutan umum Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum penumpang, yaitu kendaraan bermotor umumyang dipergunakan untuk mengangkut penumpang, baik dengan ataupun tanpa tempat bagasi. Kendaraan ini terutama diperuntukkan menjaga keselamatan dan kenyamanan penumpang. Demikian juga pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan kendaraan bermotor umum barang, yaitu kendaraan bermotor yang penggunaannya untuk mengangkut barang. 76 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit hlm 154 Universitas Sumatera Utara Pengangkutan orang atau barang dengan memungut bayaran hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor umum. 77 Dalam ketentuan Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Perusahaan pengangkutan umum wajib mengangkut orang danatau barang setelah disepakati perjanjian pengangkutan danatau dilakukan pembayaran biaya pengangkutan oleh orang danatau pengirim barang. Karcis penumpang atau surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. Kewajiban utama pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang serta menerbitkan dokumen pengangkutan dan sebagai imbalan haknya memperoleh biaya pengangkutan dari penumpang atau pengirim barang. Pihak-pihak dapat juga memperjanjikan bahwa disamping kewajiban utama, pengangkut mempunyai kewajiban pelengkap, yaitu: a. Menjaga serta merawat penumpang dan memelihara barang yang diangkut dengan sebaik baiknya. b. Melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian atau di tempat tujuan dengan aman dan selamat. c. Menyerahkan barang kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau tidak terlambat. 78 Perusahaan pengangkutan umum wajib mengembalikan biaya pengangkutan yang telah dibayar oleh penumpang danatau pengirim 77 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit hlm 152 78 Ibid Universitas Sumatera Utara barang jika terjadi pembatalan pemberangkatan seperti yang dimuat dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut ketentuan Pasal 188 UU No. 22 Tahun 2009, Perusahaan pengangkutan umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pengangkutan.Untuk itu, perusahaan pengangkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya guna mencegah kemungkinan timbul kerugian dalam hal terjadi musibah. Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam penyelenggaraan pengangkutan sebagaimana dicantumkan dalam ketentuan Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009. Dalam rumusan Pasal Pasal 192 UU No. 22 Tahun 2009Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang yang meninggal dunia atau akibat luka penyelenggaraan pengangkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Kerugian yang dimaksud dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan. Tanggung jawab tersebut dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati. Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan penumpang, kecuali jika penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut. Universitas Sumatera Utara Pasal 193 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwaPerusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang atau rusak akibat suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim. Kerugian sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan pada kenyataan yang nyata-nyata dialami. Tanggung jawab yang dimaksud dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati. Perusahaan pengangkutan umum tidak bertanggung jawab jika disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan pengangkutan barang. Dalam ketentuan Pasal Pasal 194 UU No. 22 Tahun 2009disebutkan bahwa Perusahaan pengangkutan umum tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan perusahaan pengangkutan umum. Hak untuk mengajukan keberatandan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada perusahaan pengangkutan umum seperti dimaksud diatas disampaikan selambatnya-lambatnya tiga puluh hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian. Pengangkut diwajibkan untuk mengganti kerugian yang disebabkan karena luka, yang didapat si penumpang karena pengangkutan itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa luka itu disebabkan oleh suatu kejadian yang selayaknya tak dapat dicegah maupun dihindarkan, ataupun karena salahnya si penumpang sendiri. Apabila luka tadi menyebabkan matinya si penumpang, maka wajiblah si pengangkut mengganti kerugian yang Universitas Sumatera Utara karenanya diderita oleh suamiistri yang ditinggalkannya, anak-anak, dan orang tua penumpang. Apabila si penumpang diangkut berdasarkan suatu persetujuan dengan suatu pihak ketiga, maka si pengangkut adalah bertanggungjawab, baik terhadap pihak ketiga tersebut maupun terhadap si penumpang serta ahli warisnya, satu sama lain dengan mengindahkan ketentuan ayat-ayat yang lalu, ketentuan ini terdapat dalam Pasal 522 KUHD. 3 Tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum Perusahaan pengangkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim atau pihak ketiga karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan. Selama pelaksanaan pengangkutan, keselamatan penumpang atau barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum. Jadi, sudah sepatutnya apabila kepada perusahaan pengangkutan umum dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim yang timbul karena pengangkutan yang dilakukannya. Dengan beban tanggung jawab ini, pengangkut didorong supaya berhati-hati dalam melaksanakan pengangkutan. Untuk mengantisipasi tanggung jawab yang timbul, perusahaan pengangkutan umum wajib mengasuransikan tanggungjawabnya. 79 Tanggung jawab perusahaan pengangkutan umum terhadap penumpang dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan yang telah disepakati. Demikian juga halnya dengan tanggung jawab pemilik barang 79 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hlm 154 Universitas Sumatera Utara pengirim dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim atau penerima. Besarnya ganti kerugian adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga. Kerugian secara nyata ini adalah ketentuan kontrak yang tidak boleh dilanggaroleh pengangkut yang menguntungkannya. Karena ketentuan ini bersifat memaksa dwingend recht. Tidak termasuk dalam pengertian kerugian yang secara nyata diderita, antara lain: a Keuntungan yang diharapkan akan diperoleh b Kekurangnyamanan akibat kondisi jalan atau jembatan yang dilalui selama dalam perjalanan. c Biaya atas perlayanan yang sudah dinikmati. 80 Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan berikut muatannya yang ditinggalkan dijalan. Ini dapat diartikan jika muatan penumpang dan barang yang ditinggalkan di jalan itu menderita kerugian, pengemudi dan pemilik kendaraan wajib membayar ganti kerugian bersama-sama tanggung renteng. Secara hukum, perusahaan pengangkutan umum tetap bertanggungjawab membayar ganti kerugian karena pengemudi adalah karyawan perusahaan pengangkutan umum. Akan tetapi, bukan berarti pengemudi dibebaskan begitu saja dari tanggung jawab akibat kesalahankelalaiannya. Dalam hal ini, pengemudi dapat membayar ganti kerugian langsung kepada penumpang atau pemilik barang atau membayar 80 Ibid, hlm 155 Universitas Sumatera Utara kepada perusahaan pengangkutan umum untuk dibayarkan kepada penumpang danatau pemilik barang yang dirugikan. Pengangkut berwenang melalui pengemudi untuk menurunkan penumpang danatau barang yang diangkut di tempat pemberhentian terdekat apabila ternyata penumpang danatau barang yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pengangkutan. Pertimbangan yang digunakan untuk dapat menurunkan penumpang atau barang yang diangkut benar-benar harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan norma kepatutan, misalnya: a Dalam hal melakukan keributan atau kejahatan dalam kendaraan sehingga penumpang lain terganggu kenyamanannya atau terancam keselamatannya walaupun telah diperingatkan secara patut; atau b Barang yang diangkut ternyata barang berbahaya, misanya petasan, gas beracun; c Barang yang diangkut dapat mengganggu kenyamanan penumpangm misalnya berbau busuk, berair, ataupun membuat penumpang mabuk. 81 Perusahaan pengangkutan umum dapat mengenakan tambahan biaya penyimpanan barang kepada pengirim atau penerima barang yang tidak mengambil barangnya di tempat tujuan dan dalam waktu yang telah disepakati. Wewenang ini merupakan pengganti hak retensi. Jika pada hak retensi, penahanan barang karena biayanya belum dilunasi, sedangkan 81 Ibid Universitas Sumatera Utara pada penyimpanan barang justru tidak ada penahanan barang, tetapi melindungi kepentingan pengirim atau penerima barang dengan biayanya sendiri. Oleh kerena itu, pengirim atau penerima barang hanya dapat mengambil barangnya, setelah biaya penyimpanannya lunas. Jika barang tersebut tidak diambil dalam jangka waktu yang telah ditentukan, sanksinya adalah barang itu dinyatakan sebagai barang tak bertuan dan dapat dilelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penderita cacat berhak memperoleh pelayann berupa perlakuan khusus dalam bidang lalu lintas dan pengangkutan jalan, perlakuan khusus tersebut antara lain berupa, penyediaan saranan dan prasarana bagi penderita cacat, persyaratan khusus untuk memperoleh surat izin mengemudi, atau pun pengoperasian kendaraan khusus penderita cacat. Dalam praktik perjanjian pengangkutan penumpang dengan kendaraan umum dijumpai beberapa kententuan yang ditetapkan oleh pengangkut secara baku. Penumpang yang ingin menggunakan jasa pengangkutan hanya menyetujui ketentuan-ketentuan tersebut take it or leave it. Karena perjanjian pengangkutan umumnya terjadi secara lisan dan dibuktikan dengan karcis penumpang. Pengangkutan penumpang diselenggarakan oleh beberapa perusahaan pengangkutan umum, baik Badan Usaha Milik Negara BUMN maupun Badan Usaha Milik Swasta BUMS. Ketentuan-ketentuan yang tertulis pada karcis penumpang pada pokoknya berisi kewajiban dan hak yang sama. Universitas Sumatera Utara Dalam ketentuan Pasal 528 KUHD disebutkan bahwa Pengangkut adalah bertanggungjawab untuk segala kerugian yang disebabkan karena keterlambatan dalam pengangkutan, kecuali jika dibuktikan bahwa keterlambatan itu disebabkan karena suatu kejadian, yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkan. Perusahaan memiliki tanggung jawab sebagai berikut, dalam hal terjadi: a Kecelakaan Tanggung jawab dan sistem tanggung jawabnya diatur dalam Pasal 192 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu: perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan. Kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Kerugian yang menjadi tanggung jawab perusahaan perusahaan. Kerugian yang menjadi tanggungjawab perusahaan angkutan umum adalah kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan, tanggungjawab ni dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang tellah disepakati oleh penumpang berdasarkan perjanjian pengangkutan antara penumpang dan perusahaan pengangkutan.pengangkut tidka bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan penumpang kecuali jika penumpang dapat Universitas Sumatera Utara membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut. 82 Berdasarkan ketentuan ayat 4 empat hal yang sekaligus diatur, yaitu: 1 Tanggung jawab perusahaan angkutan umum untuk mengganti kerugian. 2 Ganti kerugian tersebut diberikan kepada penumpang yang meninggal dunia atau akibat luka-luka. 3 Kerugian terjadi akibat penyelenggaraan angkutan 4 Dikaitkan dengan teori prinsip tanggungjawab di bidang angkutan, maka sistemtanggung jawab yang dianut adalah Presumption of Liability. H al ini dapat diketahui dari kalimat ... “ kecuali terbukti oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang”. Berdasarkan sistem tanggung jawab Presumption of Liability, perusahaan angkutan umumlah yang harus membuktikan adanya kerugian yang diderita penumpang, sehingga menyebabkan penumpang meninggal atau luka. Akan tetapi, dalam sistem ini, perusahaan angkutan umum dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya untuk membayar ganti kerugian, jika perusahaan angkutan dapat membuktikan salah satu dari suatu hal, yaitu : 1. Disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau overmacht atau force Majeure: atau 82 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat Jalan dan Kereta Api, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, hlm 96 Universitas Sumatera Utara 2. Karena kesalahan penumpang sendiri 83 b Kehilangan, kerusakan dan cacat pada barang Tanggung jawab pengangkut terhadap pengirim barang. Tanggung jawab dan sistem tanggung jawab perusahaan angkutan umum diatur dalam Pasal 193 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu:perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena musnahnya barang, hilang atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim. Batas jumlah ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh perusahaan angkutan kepada pengirim yang barangnya musnah, hilang, atau rusak, ditentukan dalam pasal 193 ayat 2, yaitu dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami. Tanggung jawab perusahaan dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakatinya. Tanggung jawab pengangkut terhadap orang yang dipekerjakannya. Diatur dalam Pasal 191 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakannya dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. 83 Ibid, hlm 96 Universitas Sumatera Utara Ketentuan ini sama dengan ketentuan umum yang terdapat dalam Pasal 1367 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Untuk angkutan jalan, maka yang diberlakukan adalah Pasal 191, karena berlaku adagium lex specialis de rogate lex generalis. 84 Baik ketentuan Pasal 191 maupun pasal 1367 ayat 1 KUH Perdata, menegaskan bahwa perusahaan angkutan umum bertanggung jawab secara perdata untuk memberikan ganti kerugian, kepada penumpang, kepada pengirim barang, maupun terhadap pihak ketiga yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakannya dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Orang yang dipekerjakan disini adalah awak kendaraan, seperti pengemudi, pengemudi cadangan, kondektur, dan pembentu pengemudi. Misalnya seseorang karena kelaliannya menyebabkan penumpang mengalami luka-luka, bahkan meninggal atau rusaknya barang-barang yang diangkut, atau menyebabkan kerugian harta benda maupun jiwa pihak ketiga, maka terhadap peristiwa tersebut, pengangkut bertanggung jawab secara perdata atas tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh penumpang atau ahli warisnya atau pengirim barang atau pihak ketiga. 84 Ibid Universitas Sumatera Utara Sedangkan terhadap supir hanya dikenakan tuntutan secara pidana karena menyebabkan luka atau meninggalnya seseorang. Jadi supir tidak dapat dituntut secara perdata, karena secara tegas sudah diatur dalam ketentuan umum Pasal 1367 ayat 1 KUHPerdata maupun dalam ketentuan khusus pada pasal 191. Hal ini juga disebabkan karena sifat hubungan hukum antara perusahaan pengangkutan umum dengan supirnya adalah bersifat perjanjian perburuhan yang menimbulkan hubungan hukum atas dan bawah, tidak sejajar dan bersifat perjanjian pemberian kuasa tanpa upah. Tanpa upah karena upahnya dalam perjanjian perburuhan. Akan tetapi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 191 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalandan Pasal 1367 ayat 1 KUH Perdata bertentangan dengan ketentuan Pasal 234 ayat 1 yang menyebutkan: “Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, danatau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang danatau pemilik barang danatau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi”. Pihak ketiga dalam ayat ini adalah orang yang berada di luar kendaraan bermotor; atau istansi yang bertanggungjawab di bidang jalan serta sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Yang dimaksud dengan “bertanggungjawab” dijelaskan dalam penjelasan Pasal 234 ayat 1 adalah pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalian. Universitas Sumatera Utara Ketentuan ini berdasarkan Pasal 234 ayat 3Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tidak berlaku jika: 1 Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau diluar kemampuan pengemudi, keadaan memaksa termasuk keadaan yang secara teknis tidak mungkin tidak mungkin dielakkan oleh pengemudi, seperti gerakan orang danatau hewan secara tiba-tiba; 2 Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga danatau; 3 Disebabkan oleh gerakan orang dan atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan. Selanjutnya dalam Pasal 235Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ditentukan: 1 Jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 1 huruf c, pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris dan korban berupaya biaya pengobatan dan atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. 2 Jika terjadi cidera terhadap badan atau kesehatan korban akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat 1 huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Universitas Sumatera Utara Yang dimaksud dengan “membantu berupa biaya pengobatan” diatur dalam penjelasan Pasal 229 UU No. 22 Tahun 2009 yaitu bantuan berupa biaya yang diberikan kepada korban, termasuk pengobatan dan perawatan atas dasar kemanusiaan penjelasan Pasal. a. Kecelakaan lalu lintas ringan b. Kecelakaan lalu lintas sedang, atau c. Kecelakaan lalu lintas berat Pengemudi dalam Pasal 234 UU No. 22 Tahun 2009tersebut dapat mempunyai arti: 1 Pengemudi selaku supir pribadi, yaitu orang yang dipekerjakan oleh pemilik kendaraan: 2 Pengemudi selalu pemilik kendaraan bermotor pribadi; Pengemudi selaku awak kendaraan yang dipekerjakan oleh perusahaan angkutan umum. Dalam ketentuan Pasal 229 ayat 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas dapat digolongkan atas: a Kecelakaan lalu lintas ringan; b Kecelakaan lalu lintas sedang; atau c Kecelakaan lalu lintas berat. Ketentuan pasal 229 UU No. 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas ringan adalah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan atau barang. Kecelakaan lalu lintas sedang Universitas Sumatera Utara merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan atau barang. Kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. Kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan jalan danatau lingkungan. b Hak dan kewajiban serta tanggung jawab penumpang 1 Hak penumpang Penumpang dapat disebut juga sebagai konsumen, karena penumpang menggunakan jasa yang dimiliki oleh pihak pengangkut, pengertian konsumen dalam Pasal 1 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan melindungi hak-hak konsumen. 85 Hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UU No.8. Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu: a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barnag danatau jasa. b. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 85 Abdul Halim Barkatullah, Hak-hak Konsumen, Nusa Media, Bandung, 2010, hlm 25. Universitas Sumatera Utara c. Hak atas informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danjasa. d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunkan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan informasi ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam Pasal 2 UU Perlindungan Konsumen, dinyatakan bahwa perlindungan hukum bagi kosumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 lima prinsip dalam pembangunan nasional, yaitu: a. Prinsip manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. b. Prinsip keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada Universitas Sumatera Utara konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. c. Prinsip keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah. d. Prinsip keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danjasa yang digunakan. e. Prinsip kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperolah keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen dimana negara dalam hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut. Untuk mewujudkan tujuan perlindungan hukum bagi konsumen, negara bertanggungjawab atas pembinaan dan penyelanggaraan perlindungan hukum bagi konsumen. Pembinaan dan penyelanggaraan perlindungan hukum bagi konsumen dilakukan melalui upaya-upaya berikut: 1. Terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan sehat antara pelaku usaha dan konsumen 2. Berkembangnya lembaga perlindungan hukum bagi konsumen baik oleh negara atau swadaya masyarakat. 3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan hukum. Tujuan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen direncanakan adalah untuk Universitas Sumatera Utara meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen, serta secara tidak langsung mendorong pelaku usaha di dalam menyelenggarakan kegiatan usaha dengan penuh rasa tanggung jawab. 86 Penyelesaian sengketa tergantung bagaimana pengelolaan sengketa. Pengelolaan sengketa yang dimaksud adalah cara pihak-pihak yang bersengketa menghadapinya dan berusaha menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Banyak cara yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang bersengketa di dalam menghadapi atau menyelesaikan sengketanya, tergantung pada situasi dan kondisi yang ada padanya. Secara teoritis ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menghadapi atau menyelesaikan sengketa, yaitu secara adversial atau litigasi arbitrase atau pengadilan dan secara kooperatif negosiasi, mediasi atau konsiliasi. Penyelesaian melalui litigasi adalah membawa sengketa ke pengadilan atau arbitrase, sedangkan penyelesaian kooperatif adalah usaha kerja sama dalam penyelesaian sengketa melalui negosiasi langsung, melalui bantuan mediator, atau melalui bantuan konsiliator 87 Setelah disepakati perjanjian, maka penumpang danatau pengirim barang yang dimiliki oleh pemilik barang berhak untuk diangkut sebagaimana ditentukan dalam pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. dari kalimat “perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang dan atau barang setelah disepakati perjanjian pengangkutan...” sampai di tujuan dengan selamat, jika tidak 86 Ibid, hlm 26-27 87 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 18-19 Universitas Sumatera Utara selamat maka perusahaan harus bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi. Jika perusahaan pengangkutan lalai dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan yaitu berupa pembatalan pemberangkatan maka penumpang danatau pengirim barang berhak mendapatkan kembali biaya pengangkutan yang telah dibayarkan pada saat perjanjian dibuat oleh penumpang dan perusahaan pengangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 187 UU No. 22 Tahun 2009 .Pengirim barang berhak atas ganti kerugian jika barang musnah, hilang, atau rusak yang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim dan kerugian ini dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami pengirim sesuai dengan ketentuan Pasal 193 Ayat 1 dan 2 UU No. 22 Tahun 2009. Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan barang, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar pengangkutan barang dan atas dasar itu ia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut dan pengangkut berkewajiban mengangkut barang tersebut hingga sampai di tempat tujuan tertentu dengan selamat. 88 Sampai ke tujuan tertentu dengan selamat mengandung arti, bahwa bila pengangkutan itu berjalan dengan tidak selamat, hal itu menjadi tanggungjawab pengangkut. Dalam keadaan “tidak selamat” ini hanya mempunyai dua arti, yaitu barang tidak ada, lenyap atau musnah, sedangkan arti kedua adalah barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya. Hilangnnya barang itu mungkin disebabkan karena terbakar, dicuri, sedangkan jika barang itu rusak sebagian 88 Zainal Asikin, Op.Cit, hlm 164 Universitas Sumatera Utara atau seluruhnya maka sedemikian rupa sehingga barang itu tidak bisa dipergunakan sebagaimana mestinya. 89 2 Kewajiban Penumpang Kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan. 90 Hal ini juga dimuat dalam ketentuan Pasal 186 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang danatau barang setelah disepakati perjanjian pangangkutan danatau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang. Berdasarkan hal diatas, dapat diketahui bahwa penumpang memiliki kewajiban untuk membayar biaya pengangkutan sesuai dengan tarif yang telah disepakati antara penumpang dang pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan. 3 Tanggung jawab penumpang Tanggung jawab penumpang diatur dalam Pasal 192 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 yaitu Penumpang bertanggungjawab atas barang bawaannya sendiri, namun jika penumpang mengalami kerugian atas barang bawaannya dan dapat dibuktikan bahwa kerugian itu disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian pengangkut maka pihak pengangkut yang bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang tersebut. Kitab undang undang hukum dangan juga mengatur hal tersebut dalam pasal 533 bahwapengangkut tidak diwajibkan menggantikerugian yang diterbitkan pada barang-barang yang disimpan sendiri oleh penumpang, kecuali bila dibuktikan bahwa si penumpang ini telah berusaha seperlunya 89 Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan,Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan, 2002, hlm64 90 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit hlm 5 Universitas Sumatera Utara guna menyelamatkannya. Untuk kerugian yang diterbitkan oleh kawan-kawan penumpang, si pengangkut tidaklah bertanggungjawab terhadap barang- barang tadi. Universitas Sumatera Utara 95

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENNUMPANG SEBAGAI