PERBEDAAN TINGKAT ASERTIVITAS ANAK BUNGSU DAN SULUNG REMAJA AKHIR DALAM KELUARGA

  

PERBEDAAN TINGKAT ASERTIVITAS ANAK

BUNGSU DAN SULUNG REMAJA AKHIR DALAM

KELUARGA

SKRIPSI DISUSUN SEBAGAI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA PSIKOLOGI Disusun Oleh: AJENG CHRISTYA I.

  009114133

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, ……………………………… Penulis iv

  

ABSTRAK

Perbedaan Tingkat Asertivitas Anak Sulung Dan Bungsu Remaja Akhir

Dalam Keluarga

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat asertivitas

antara anak sulung dan bungsu remaja akhir dalam keluarga. Asertivitas

merupakan perilaku yang mengembangkan kesetaraan dalam hubungan manusia,

memungkinkan kita bertindak berdasarkan minat terbaik diri kita, terlepas dari

rasa cemas, mampu mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman, dan

mengutarakan hak pribadi tanpa menyangkal hak orang lain. Asertivitas

dipengaruhi oleh faktor pola asuh, kebudayaan, usia, jenis kelamin dan strategi

coping.

  Subjek penelitian ini ada 80 orang remaja berusia 16-18 tahun dan

memiliki urutan kelahiran sulung dan bungsu. Subjek yang telah terpilih

merupakan subjek yang tinggal bersama keluarga. Subjek dipilih dengan metode

purposive sampling di SMK Sanjaya Pakem. Jenis penelitian ini adalah penelitian

komparatif, yaitu membandingkan tingkat asertivitas dilihat dari urutan kelahiran.

Pengambilan data dilakukan dengan skala asertivitas. Reliabilitas skala penelitian

menghasilkan koefisien reliabilitas 0,813.

  Data penelitian dianalisis menggunakan teknik Independent Sample t-Test.

Hasil uji hipotesis adalah 1,244 dengan probabilitas 0,217 (p>0,05). Ini berarti

tidak ada perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan bungsu remaja

akhir dalam keluarga. Dari hasil kategorisasi, kebanyakan subjek baik sulung

maupun bungsu sama-sama memiliki asertivitas sedang dan rendah. Hasil

pembahasan menyimpulkan bahwa urutan kelahiran tidak mempengaruhi

asertivitas.

v

  ABSTRACT Differences Of Asertivity Step Between Eldest And Youngest Last

Adolescense On Family

  The objective of this research is determine the defferences in asertivity

step between eldest and youngest last adolescense deep on family. Asertivity is

defined behavior to extend equality of human relationship to make possible for as

to do best on the interest ourself, free from anxious, able to feeling expression as

honest and comfortable and to explain personal autority without resist other

autority. Asertivity is influenced by parents educated factor, culture, ae, sex and

coping strategy.

  The subjects of this research were 80 people who stay at the family. The

ages of subject is about 16 to 18 years old. They were choosen by purposive

sampling in SMK Sanjaya Pakem. This is comparative research, which has an aim

to determine defferences of asertivity among of birth order. The method of data

gathering used asertivity scaled. Reliability of research scale produced a coeficient

reliability score 0,813.

  The result of hypothesis test is 1,244 with 0,217 for the probability

(p>0,05). It means there are no differences of asertivity between eldest and

youngest on family. From the category result, both eldest and youngest subject

have medium and low asertivity. The discussion result has concluded that birth

order does not influence the asertivity.

vi

  vii DAFTAR TABEL

  Tabel 1 Perbedaan anak sulung dan bungsu………………………17

Tabel 2 Blue Print Skala Asertivitas sebelum uji coba………...…25

Tabel 3 Blue Print Skala Asertivitas setelah uji coba…………….27

Tabel 4 Blue Print Skala Asertivitas untuk penelitian………...….28

Tabel 6 Hasil Uji Homogenitas………...…………………………33

Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis………...……………………………..33

Tabel 8 Norma Kategori Skor…..………………………………...35

Tabel 9 Kategorisasi Asertivitas Anak Sulung Remaja Akhir dalam

  Keluarga …………………………………………………36 Tabel 10 Kategorisasi Asertivitas Anak Bungsu Remaja Akhir dalam Keluarga …………………………………………………36 Tabel 11 Kategorisasi Asertivitas Anak Sulung dan Bungsu Remaja Akhir dalam Keluarga …………………………………...37

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A:

Skala Asertivitas Try Out ……………………………………………. 67

Out Put Data Try Out ………………………………………………… 71

Hasil Olah Data Try Out …………………………………………….. 86

Lampiran B:

Skala Asertivitas Penelitian …………………………………………. 90

Out Put Data Penelitian ……………………………………………… 93

Hasil Olah Data Penelitian …………………………………………… 103

viii

KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat

dan kasihnya sehingga skripsi ini dapat selesai. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari bantuan

banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan banyak terima

kasih kepada:

  

1. Bapak P.Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin penelitian untuk skripsi ini.

  

2. Bapak Dr. T. Priyo W. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, menyediakan waktu dan membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini.

  

3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang

telah membantu banyak membantu selama proses perkuliahan.

  

4. Bapak Agung Santoso, S.Psi, ibu Henrietta PDADS, S.Psi yang telah bersedia

untuk meluangkan waktu dan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan saya.

  

5. Seluruh dosen fakultas psikologi, mbak Nanik, mas Gandung, Pak Gi’, mas

Doni yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

  

6. Bapak Supriyadi, selaku Kepala Sekolah SMK Sanjaya Pakem yang telah me

ix mberikan ijin penelitian.

  

7. Ibu Nanik, bapak Mujono, dan keluarga besar SMK Sanjaya Pakem yang telah

membantu kelancaran penelitian untuk skripsi ini.

  

8. Papa, Mama, terima kasih atas pengertian dan doa yang tiadak pernah putus

dari kalian. Aku akan berusaha mewujudkan impian kalian dan berusaha tidak membuat kalian bersedih lagi. Mas Andi, thank’s atas supportnya, kamu

  

9. Suamiku, & Tegar kecilku, terimakasih atas dukungannya, kalian adalah

kekuatan dan cintaku.

  

10. Bapak, ibuk Surirejo, mas He’, terimakasih untuk semua yang sudah kalian

berikan buat Ajeng.

  

11. My best friend Emi, temanku dalam suka dan duka, makasih atas semua

bantuannya ya,… lagi sibuk nyiapin pernikahan ya?.

  

12. Om-om, tante, dan semua keluarga yang selalu memberikan dukungan dan

mendoakan Ajeng sehingga semua bisa terselesaikan.

  

13. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas

bantuan dan doanya selama ini.

x

  

xi

TUHAN TERIMA KASIH

KAU SUNGGUH BAIK

  

“ Ia Membuat Segala Sesuatu Indah Pada Waktunya”

Karya ini kupersembahkan untuk orang-orang yang kukasihi:

  

My Jesus Christ’

(kasih abadiku yang senantiasa mengerti dan mengasihiku bahkan ketika kujatuh)

Papa

Mama

  

Suamiku tersayang

My little Bon-bon

  DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………….….. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………….. v ABSTRAK ……………………………………………………………..... vi

ABSTRACT …………………………………………………………..… vii

KATA PENGANTAR ……………………………………………….…. viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………..… x

DAFTAR TABEL …………………………………………………….… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiv

  

BAB I (PENDAHULUAN) ……………………………………………... 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………… 4 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 4 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………... 4

BAB II (LANDASAN TEORI) ………………………………………. … 6

A. Asertivitas ……………………………………………………… 6

  1. Pengertian Asertivitas …………………………………... 6

xii

  

xiii

  2. Ciri-ciri Asertivitas ……………………………………... 8

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas ………… 9 4. Tujuan dan Manfaat Asertivitas ……………………..

  10 B. Anak Sulung Dan Bungsu Dalam Keluarga ………………… 12

  1. Pengertian Keluarga …………………………………. 12 2. Pengertian Sulung Dan Bungsu ……………………...

  13 C. Dinamika Asertivitas Anak Sulung Dan Bungsu Dalam Keluarga 17

  D. Hipotesis …………………………………………………… 18

  

BAB III (METODE PENELITIAN) …………………………… 19

A. Jenis Penelitian ……………………………………………… 19 B. Identifikasi Variabel Penelitian …………………………….. 20 C. Definisi Operasional ………………………………………... 21 D. Subjek Penelitian …………………………………………... 22 E. Pengumpulan Data …………………………………………. 24 F. Pertanggungjawaban Mutu …………………………………

  24

  1. Validitas Alat Ukur ………………………………… 24

  2. Seleksi Item ………………………………………… 24

  3. Reliabilitas …………………………………………. 28

  G. Metode Analisis Data ………………………………………. 29

  1. Uji Asumsi ………………………………………….. 29

  2. Uji Hipotesis ………………………………………... 30

  

BAB IV (HASIL DAN PEMBAHASAN) ……………………………… 31

  A. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………… 31

  B. Hasil Penelitian ……………………………………………… 31

  1. Uji Asumsi …………………………………………… 31

  2. Uji Hipotesis Penelitian ……………………………… 33

  3. Kategorisasi …………………………………………. 35

C. Pembahasan ………………………………………………….. 37

BAB V (KESIMPULAN DAN SARAN) ………………………………. 43 A. Kesimpulan …………………………………………………. 43 B. Saran …………………………………………………………. 44 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 45 LAMPIRAN …………………………………………………………….. 48

  

xiv

  xv DAFTAR TABEL

  Tabel 1 Perbedaan anak sulung dan bungsu………………………17

Tabel 2 Blue Print Skala Asertivitas sebelum uji coba………...…25

Tabel 3 Blue Print Skala Asertivitas setelah uji coba…………….27

Tabel 4 Blue Print Skala Asertivitas untuk penelitian………...….28

Tabel 6 Hasil Uji Homogenitas………...…………………………33

Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis………...……………………………..33

Tabel 8 Norma Kategori Skor…..………………………………...35

Tabel 9 Kategorisasi Asertivitas Anak Sulung Remaja Akhir dalam

  Keluarga …………………………………………………36 Tabel 10 Kategorisasi Asertivitas Anak Bungsu Remaja Akhir dalam Keluarga …………………………………………………36 Tabel 11 Kategorisasi Asertivitas Anak Sulung dan Bungsu Remaja Akhir dalam Keluarga …………………………………...37

  DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A:

Skala Asertivitas Try Out ……………………………………………. 67

Out Put Data Try Out ………………………………………………… 71

Hasil Olah Data Try Out …………………………………………….. 86

Lampiran B:

Out Put Data Penelitian ……………………………………………… 93

Hasil Olah Data Penelitian …………………………………………… 103

xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  “Setiap anak punya posisi unik dalam keluarga”, ini diungkapkan oleh Irene Schumo Seipt (www.pikiranrakyat.com) . setiap anak menduduki posisi khusus, ada anak sulung, anak tengah, anak bungsu ataupun anak tunggal, yang secara psikologis terdapat perbedaan personalitas antara mereka. Anak pertama adalah anak yang beruntung karena ia adalah anak yang memang diharapkan. Asosiasi kita terhadap anak sulung adalah anak yang cepat dewasa dan berwibawa, berbeda dengan anak bungsu yang manja dan tidak tegas. Menurut Alva Handayani (www.pikiranrakyat.com). setiap anak memiliki posisi sendiri-sendiri dalam keluarga, dan setiap kedudukan

menyebabkan tanggung jawab dan konsekuensi yang berbeda. Perbedaan-

perbedaan ini disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orang tua yang berbeda.

  Terhadap anak sulung, orangtua yang belum berpengalaman cenderung terlalu cemas dan terlalu melindungi anak sulung. Biasanya anak sulung

dibebani berbagai tanggung jawab karena dia harus menjadi contoh bagi adik-

adiknya. Anak sulung memiliki sifat: bertanggung jawab terhadap adik-

adiknya disertai perasaan berkuasa, adanya pandangan kedepan, pengertian tentang kehidupan dan proses-prosesnya, senang mengajar orang lain, berpikir

mendalam, berkesungguhan, lebih matang dan tidak terlalu suka bersikap hu

  

mor, selalu merasa diri tidak aman, cemas akan dikesampingkan serta,

mencari kedudukan pemimpin dan bila menikah mencari partner yang dapat

dikuasainya. Sifat anak sulung berbeda dengan anak bungsu yang cenderung

lebih dimanja dan dianggap bayi terus. Pemanjaan yang diterima si bungsu

berasal dari orang tua juga dari kakak-kakaknya dan coraknya beragam

sehingga mengakibatkan ketidaktegasan. Anak bungsu sering menunjukkan

dipuji, kurang mendapat kesempatan untuk belajar bertanggung jawab,

optimistis karena merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua

akan dibereskan, dibantu oleh orang lain (kakak-kakaknya), serta akan

memilih pasangan yang ada persamaan dengan sikap orangtuanya.

  Perlakuan yang diberikan oleh orang tua secara berbeda terhadap anak

menyebabkan perbedaan sifat pada diri anak mereka dan perbedaan tersebut

terlihat pada perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang satu

mungkin lebih terbuka dan lebih mudah bergaul dibandingkan dengan

saudaranya yang lebih pendiam dan serius, atau sebaliknya. Hal ini menarik

minat penulis untuk melihat perbedaan tingkat asertivitas pada anak sulung

dan bungsu dalam keluarga karena ternyata dalam kehidupan sehari-hari

banyak orang tua yang memberi perlakuan berbeda terhadap anak mereka

berdasar urutan kelahiran dan perlakuan yang berbeda tersebut memberi

tanggung jawab dan konsekuensi yang berbeda pada masing-masing anak.

  

Penulis berasumsi, urutan kelahiran dalam keluarga menyebabkan perlakuan yang berbeda terhadap anak mereka. Hal ini membuat anak tumbuh dengan sifat yang berbeda-beda walaupun tinggal dalam rumah yang sama dan diasuh oleh orang tua yang sama pula, termasuk dalam bersikap asertif.

  Dalam bersikap asertif seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya

dan jujur pula dalam mengkomunikasikan pendapat dan kebutuhan secara

proposional, mengekspresikan perasaan, tanpa ada maksud utnuk

asertif adalah: (a) membuat proses komunikasi berjalan dengan efektif, dan

(b) membangun hubungan yang setara, saling menghormati

(www.cyberwoman.cbn.net.id).

  Sikap asertif penting dalam komunikasi antar anggota keluarga. Terkadang bersikap asertif sulit dilakukan karena berbagai hal. Anak yang menginjak remaja dengan emosi yang meledak-ledak dan merasa dirinya mampu menyelesaikan segalanya, cenderung lebih dekat dan terbuka dengan

teman-teman sebayanya. Sebaliknya orangtua merasa mereka lebih

berpengalaman, lebih tahu dibanding anak, lebih senang memberikan aturan- aturan dan perintah-perintah untuk dipatuhi oleh anak mereka daripada berdiskusi membicarakan suatu keputusan dan jalan keluar. Ketika orangtua dan anak yang beranjak remaja masing-masing bertahan dengan dirinya, maka sikap asertif yang seharusnya ada dalam keluarga untuk membuat proses komunikasi berjalan efektif akan sulit terlaksana. Jika hal ini terus berulang,

  

anak akan semakin menutup diri terhadap orang tua dan orangtua menganggap

anaknya nakal.

  Keterbatasan penelitian ini adalah terdapat banyak hal yang

mempengaruhi sikap asertif pada remaja, seperti kebudayaan, pola asuh, jenis

kelamin, dan tingkat pendidikan. Penulis melakukan kontrol terhadap urutan kelahiran dan usia subjek, yaitu usia remaja akhir (16 s/d 18 tahun), sehingga penelitian ini memiliki batasan jelas, hanya untuk remaja dengan

  B. Rumusan Masalah Adakah perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan anak bungsu usia remaja akhir dalam keluarga?

  C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat

asertivitas antara anak sulung dan anak bungsu usia remaja dalam keluarga.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoretis Penelitian ini meramgsang penelitian baru yang hendak mengkaji topik yang berkaitan dengan perilaku asertif guna mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih efektif di berbagai bidang kehidupan, khususnya keluarga.

  2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini menjadi bahan informasi sebagai acuan bagi remaja untuk semakin memahami tingkah laku dan pentingnya perilaku asertif dalam keluarga.

BAB II LANDASAN TEORI A. Asertivitas

1. Pengertian Asertivitas

  Asertivitas didefinisikan sebagai perilaku yang mengembangkan kesetaraan dalam hubungan manusia, memungkinkan kita bertindak mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman, dan mengutarakan hak pribadi tanpa menyangkal hak orang lain (Alberti dan Emmons, 1987).

  Bersikap asertif membutuhkan keterbukaan terhadap diri sendiri secara jujur. Menurut Lange & Jakubowski (1976), asertivitas adalah kemampuan menyataan hak pribadi secara tegas, meliputi pengekspresian pikiran, perasaan, dan keyakinan secara langsung, jujur dengan cara yang tepat tanpa melanggar hak orang lain.

  Pendapat ini didukung oleh Adams (1995), asertifitas merupakan kemampuan seseorang untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dirinya, bekerja dengan cara sendiri untuk memenuhi kebutuhan dirinya dengan tetap menunjukkan hormat kepada orang lain, menjelaskan suatu hal pada orang lain, bersikap langsung, jujur dan terbuka, mengekspresikan perasaan, kebutuhan dan ide serta mempertahankan hak-haknya tanpa melanggar hak dan kebutuhan orang lain, bersikap otentik, apa adanya serta mengambil inisiatif.

  Wolpe (1982) mengemukakan bahwa asertivitas adalah pengekspresian perasaan secara tepat terhadap orang lain. Pendapat yang lain diungkapkan oleh Santoso (1999), asertivitas berasal dari kata assert

menegaskan, mengandung satu atau lebih hal seperti hak asasi manusia,

kejujuran dan ekspresi emosi yang tepat. Townend (Prabowo, 1997)

mengemukakan bahwa asertivitas akan muncul pada saat orang melakukan hubungan interpersonal dengan orang lain. Pada hubungan tersebut pihak sama.

  Menurut Cawood (1997), asertivitas adalah kemampuan seseorang untuk

mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak pribadinya tanpa

kecemasan, mampu bersikap jujur dan langsung, serta memperhitungkan

hak-hak sendiri tanpa meniadakan hak orang lain. Lloyd (1991),

mengemukakan bahwa orang yang bersikap asertif adalah orang yang

bersikap aktif, langsung dan jujur. Perilakunya mengkomunikasikan kesan

respek pada diri sendiri dan orang lain. Orang yang asertif memandang

keinginan, kebutuhan dan haknya sama dengan keinginan dan kebutuhan

orang lain. Pendapat serupoa dikemukakan oleh Rimm dan Masters

(1974), mengatakan bahwa asertivitas merupakan perilaku interpersonal

yang mengandung kejujuran dan mengekspresikan perasaan secara

langsung baik yang negatif (seperti kemarahan dan kebencian) maupun

yang positif (seperti afeksi dan pujian).

  Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan pikiran, pendapat,

kebutuhan perasaan positif maupun negatif secara jujur, terbuka, wajar dan

proposional, bertindak sesuai minat dan mempertahankan hak-hak pribadi

tanpa merasa cemas dengan menggunakan cara-cara yang tidak melanggar

hak orang lain dalam hubungan interpersonal.

  Karya tulis ini ingin mengungkap mengenai asertivitas, maka lebih

2. Ciri-ciri Asertivitas

  Menurut Lazarus (Santosa, 1999), seorang remaja dikatakan asertif bila mempunyai kemampuan untuk: (a) berkata “tidak”, (b) meminta pertolongan, (c) mengekspresikan perasaan positif maupun negatif secara wajar, (d) berkomunikasi tentang hal-hal yang bersifat umum.

  Kanfer dan Goldstain (Santosa, 1999), seseorang dikatakan asertif bila: (a) dapat menguasai diri sesuai dengan situasi yang ada, (b) dapat memberikan respon dengan wajar pada hal-hal yang sangat disukainya, (c) dapat menyatakan kasih sayang dan cintanya kepada seseorang secara terus terang dan wajar.

  3. Tujuan dan Manfaat Asertivitas Tujuan dari bersikap asertif adalah : (a) membuat proses komunikasi berjalan efektif, dan (b) membangun hubungan yang

setara, saling menghormati (www.cyberwoman.cbn.net.id). Manfaat

dari bersikap asertif yaitu: (a) membantu dalam pengenalan diri, (b)

lebih jujur dalam membina hubungan, (c) dapat belajar untuk lebih

menghargai diri sendiri dan orang lain, (d) mengembangkan lebih percaya diri, (e) mengembangkan kontrol diri dan

mengembangkan kemampuan untuk menolak tanpa merasa bersalah

(www. Kompas.com).

  Manfaat lain jika seseorang bersikap asertif adalah: (a)

keinginan, kebutuhan, dan perasaan kita dapat dimengerti oleh orang

lain, sehingga tidak ada pihak yang sakit hati karena semuanya merasa

didengar dan dihargai. (b) sikap asertif membuat posisi menjadi

terbuka, membuat orang lain akan merasa nyaman berdekatan atau

berhubungan dengan kita, (c) sikap asertif membuat sebuat keputusan

dapat diambil dalam waktu cepat karena prasangka dan perdebatan

yang bertele-tele tidak akan terjadi.

  4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas Santosa (1999) berpendapat bahwa ada sebab-sebab atau faktor-

faktor tertentu yang mempengaruhi terbentuknya perilaku asertif pada individu/ remaja, yaitu: a. Pola Asuh Terdapat tiga jenis pola asuh orang tua, pertama: otoriter, disini orang tua mendidik anak secara keras, penuh dengan disiplin yang tidak dapat diterima anak tetapi dipaksakan, penuh dengan larangan yang membatasi ruang kehidupan anak. Anak yang diasuh dengan pola otoriter akan tumbuh menjadi anak yang merasa dirinya rendah (inferior). Kedua: pola asuh demokratis, pada pola ini orang tua memanjakan, sehingga anak tumbuh menjadi individu yang penuh percaya diri, mempunyai pengertian yang benar tentang hak mereka, dapat mengkomunkasikan segala keinginan dengan wajar, dan tidak memaksakan kehendak dengan cara menindas hak orang lain. Ketiga: pola asuh permisif, orang tua mendidik anak tanpa adanya batasan/ aturan yang bersifat mengikat, bahkan terkesan bebas. Anak-anak dengan pola asuh permisif akan tumbuh menjadi remaja yang mudah kecewa dan mudah marah karena ia terbiasa mendapatkan segala sesuatu dengan cepat dan mudah. Kurangnya pengawasan dari orang

tua akan membuat perilaku anak menjadi sulit untuk dikendalikan.

  b. Kebudayaan Faktor kedua yang mempengaruhi perilaku asertif adalah faktor kebudayaan. Rakos (Santosa, 1999) memandang bahwa kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif.

  Biasanya ini berhubungan dengan norma-norma. c. Usia Buhrnmester (Santosa, 1999) berpendapat bahwa usia merupakan salah satu faktor yang turut menentukan munculnya

perilaku asertif. Pada anak kecil perilaku asertif belum terbentuk, pada

masa remaja dan dewasa perilaku asertif berkembang, sedangkan pada

usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau penurunannya.

  d. Jenis Kelamin asertif seseorang. Umumnya kaum pria cenderung lebih asertif daripada wanita karena tuntutan masyarakat.

  e. Strategi Coping Strategi coping adalah bentuk penyesuaian diri yang melibatkan unsur-unsur kognisi dan afeksi dari seseorang guna mengatasi permasalahan yang datang pada dirinya. Strategi coping yang digunakan oleh remaja juga mempengaruhi tingginya tingkat keasertifan mereka (Massong et al dalam Santosa, 1999).

  Dari uraian sebelumnya, penulis mengambil beberapa aspek yang harus dimiliki oleh seorang seorang anak baik sulung ataupun bungsu sehingga dia dapat dikatakan asertif, yaitu: (a) mampu mengkomunikasikan perasaan, pendapat, ide dan keyakinan secara jujur dan jelas, (b) mampu bertindak sesuai minat, (c) mampu mempergunakan dan mempertahankan hak pribadi dengan tetap menghormati dan tidak meniadakan hak orang lain, (d) mampu

mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal.

B. Anak Sulung dan Bungsu dalam Keluarga

  1. Pengertian Keluarga Menurut Kamus Kontemporer, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya atau mengatakan bahwa keluarga merupakan sebuah lembaga yang paling mendasar dalam masyarakat. Keluarga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja, tetapi juga sebagai sumber pendidi kan utama, dan merupakan lingkungan pertama yang mula-mula

memberikan pengaruh mendalam pada anak-anak. ( Gunarsa, 1990).

  2. Pengertian Sulung dan Bungsu Adapun yang perlu dibahas dalam subbab ini adalah hal yang perlu diketahui tentang anak sulung dan bungsu dalam keluarga. Adler (1993) menyinggung perihal pengaruh urutan kelahiran pada pembentukan sifat dasar seseorang yang akan menentukan nasibnya kelak. Adler membagi 3 kelompok posisi urutan kelahiran, yaitu sulung, tengah, bungsu. Kepribadian masing-masing anak dalam suatu keluarga akan berlainan berkaitan dengan pengalaman-pengalaman khusus yang dimiliki setiap anak sebagai anggota suatu kelompok sosial. Gunarsa (1985) berpendapat bahwa kedudukan akan (kelahiran) dalam ikatan keluarga berpengaruh

  

terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Gunarsa membagi urutan

kelahiran dalam 4 kelompok, yaitu anak tunggal, anak sulung, anak tengah

dan anak bungsu.

  Dari pembagian kelompok urutan kelahiran yang ada, penulis hanya akan membahas urutan kelahiran sulung dan bungsu.

  a. Anak Sulung Anak sulung adalah anak tunggal yang beralih posisi setelah b. Anak bungsu Anak kedua, anak ketiga, dan seterusnya yang tidak mempunyai adik lagi dikatakan sebagai anak bungsu.

  Masing-masing anak, baik sulung maupun bungsu mempunyai

karakter yang berbeda. Menurut Vitamind (2003), anak sulung bersikap

superior dan cenderung menuntut haknya. Anak sulung merupakan tipe

pekerja keras, penurut dan mengayomi. Pada umumnya mereka adalah

orang yang cerewet, sangat mendetail, tepat waktu, berdisiplin tinggi, dan

cakap dalam bidang yang ditekuninya. Mereka selalu menginginkan segala

sesuatu dapat dilakukan dengan benar pada waktu pertama kali

dilaksanakan. Segi negatif dari anak sulung yaitu, mereka sering bersikap

murung dan kadang-kadang kurang berperasaan. Mereka dapat bertindak

dengan menggunakan intimidasi, mendorong orang lain bekerja keras,

dapat bersikap seolah-olah mereka mengerti segala-galanya. Mereka

kurang mau mendelegasikan tugas dan tanggungjawab, karena mereka

  

tidak bisa percaya orang lain mampu melaksanakannya dengan baik

seperti apa yang ia sendiri mampu kerjakan.

  Berbeda dengan anak sulung, anak bungsu umumnya periang.

Mereka pandai bergaul, pendengar yang baik, senang menjadi teman

bicara, dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenal. Pada dasarnya

anak bungsu tergolong tipe ekstovert yang menjadi lebih bersemangat

dengan kehadiran banyak orang disekitarnya. Mereka tidak takut berbuat

adalah cepat menjadi bosan. Mereka sangat takut tidak diterima dalam

suatu lingkungan dan memiliki rentang perhatian yang singkat. Anak bung

su cenderung menginginkan semua perhatian tertuju pada dirinya.

Kadang-kadang, hubungan menjadi terputus karena mereka terlalu

mengharapkan suasana hubungan yang penuh kesenangan, yang dalam

kenyataan hidup tidak dapat berlangsung terus-menerus.

  Gunarsa (1985) berpendapat bahwa anak sulung akan terlihat lebih

matang, lebih diam dan tekun dalam pekerjaannya dan terkadang

memperlihatkan sifat kekanak-kanakan. Anak sulung merupakan orang

yang bertanggungjawab terhadap adik-adik, disertai perasaan berkuasa,

mereka senang mengajar orang lain karena terbiasa dengan adik-adik.

Anak sulung mempunyai pandangan kedepan, memiliki pengertian

tentang kehidupan dan proses-prosesnya, berpikir mendalam, kurang dapat

bersikap humor. Mereka cenderung mencari kedudukan sebagai pemimpin

  

dan bila menikah mencari partner yang dapat dikuasai. Mereka juga

cenderung merasa tidak aman dan cemas akan dikesampingkan lagi.

  Berlainan dengan anak sulung yang matang, anak bungsu

cenderung manja dan hal ini mengakibatkan ketidaktegasan pada diri si

bungsu. Anak bungsu seringkali merasa diri kurang dari anak-anak yang

lain, ia ingin dipuji. Posisinya sebagai anak paling akhir yang memiliki

kakak membuat dia kurang mendapat kesempatan untuk belajar

semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua akan dibereskan

dibantu oleh orang lain. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Alva

Handayani, ia berpendapat bahwa anak sulung adalah pribadi yang merasa

dirinya pemimpin, penuh tanggung jawab dan lebih superior, berbeda

dengan anak bungsu yang manja, kekanak-kanakan, mudah putus asa dan

cepat emosi.

  Pendapat yang lain mengatakan anak sulung terlahir sebagai

pemimpin secara alami, mereka cenderung menjadi perfeksionis, dapat di

percaya dan penuh perhatian. Mereka tidak terlalu menampakkan reaksi

ketika terkejut dan bisa mendadak menjadi agresif. Anak pertama biasanya

mempunyai keinginan kuat untuk dimengerti. Karakter anak bungsu

berbeda dengan kakak-kakaknya. Mereka cenderung menjadi anak yang

ramah dan sangat menyenangkan. Mereka tidak terlalu peduli dengan

masalah finansial karena bagi mereka dengan mendapat kesenangan sudah cukup. Anak bungsu biasanya sangat menawan tapi bisa menjadi manipulatif dan manja (www.tabloidnova.com).

  Tabel 1 Perbedaan Anak Sulung dan Bungsu Anak sulung Anak bungsu

  Dari beberapa pendapat tentang sifat-sifat dan karakter anak sulung dan anak bungsu yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis mencoba mengelompokkan karakter masing-masing dalam tabel berikut:

  • Pribadi yang berkompromi dan melayani, cenderung menyembunyikan perasaan sendiri dan selalu berusaha menyenangkan orang lain.
  • Ekspresi emosi datar, tidak banyak ekkspresi
  • Berjiwa pemimpin, merasa superior, bertanggungjawab dan cakap dalam bidang yang ditekuninya, perfeksionis, sangat mendetail dan ingin melakukan semua dengan benar.
  • Lebih matang, berpikir mendalam.
  • Ekstrovert, ramah, periang, menyenangkan, mudah bergaul dan akrab dengan orang lain
  • Ekspresi emosi berupa amarah dan empati
  • Optimis, tidak takut berbuat salah, berani ambil resiko, merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua akan dibereskan dan orang lain akan membantu.
  • Manja, selalu ingin diperhatikan.

C. Dinamika Asertivitas Anak Sulung dan Anak Bungsu dalam Keluarga

  Urutan kelahiran anak yang berbeda dalam keluarga akan

menimbulkan perlakuan yang berbeda dari orang tua terhadap anaknya. Hal

ini akan mempengaruhi pribadi dan tingkah laku anak (Adler, 1946). Label

dan tuntutan dari keluarga dan lingkungan terhadap seorang anak karena

urutan kelahirannya akan memberi dampak terhadap pembentukan sifat dan

karakter anak, termasuk dalam bersikap asertif.

  Anak pertama atau anak sulung dituntut menjadi contoh dan pengayom bagi adik-adiknya, mereka mendapat banyak tekanan-tekanan dari orang tua untuk menjadi anak seperti yang diharapkan oleh keluarga. Tekanan-tekanan yang diperoleh dari orang tua terhadap anak sulung membuat mereka lebih mudah untuk berkompromi dan mau melayani. Mere ka cenderung menyembunyikan perasaan sendiri dan selalu berusaha untuk menyenangkan orang lain. Hal ini membuat anak sulung menjadi tidak tegas

  Anak bungsu yang sering dijuluki sebagai si anak bontot cenderung lebih dimanja. Mereka adalah sosok yang optimis, tidak takut berbuat salah, berani ambil resiko, merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua akan dibereskan dan orang lain akan membantu. Sifat yang menonjol dari anak bungsu, mereka mudah menarik perhatian dan cenderung ramah, merupakan pribadi yang ekstrovert, menyenangkan dan mudah bergaul tetapi cenderung tidak dapat mengambil inisiatif dalam pertemanan. Terkadang me reka cepat marah walaupun memiliki empati yang besar.