BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE BERTUKAR PASANGAN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS VIII F SMP MUHAMMADIYAH I PURWOKERTO TAHUN AJARAN 2012

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang kemampuan menulis puisi sebelumnya sudah pernah

  dilakukan di Universiatas Muhammadiah Purwokerto, yaitu sebagai berikut:Penelitian tentang meningkatkan menulis puisi yang berjudul

  “Upaya

Meningkatakan Kemampuan Menulis Puisi dengan Memperdengarkan Lagu Karya

D’masiv pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Karangreja Purbalingga” diteliti oleh

Melisa Afrian pada tahun 2010. Di dalamnya hanya menggunakan media audio.

  Media audio tersebut memperdengarkan lag u karya D’Masiv. Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif bertukar pasangan dan media audio visual dalam meningkatkan kemampuan menulis puisi bebas.

  Penelitian berikutnya yang berjudul

  “Peningkatan Kemampuan Menulis

Puisi dengan Menggunakan Media Poster di SMP Negeri 2 Kalibagor Kabupaten

Banyumas Tahun Ajaran 2009- 2010” diteliti oleh Gusti Sektyawardani. Dalam

  penelitian tersebut peneliti hanya menggunakan media visual yang berupa poster untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa. Perbedaannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan media audio visual yang berupa film tentang peristiwa sehari-hari. Selain itu peneliti juga menggunakan pembelajaran kooperatif yang mementingkan kerjasama antar anggota kelompok, sehingga peneliti merasa dengan menggunakan media dan model pembelajaran tersebut siswa dapat lebih kreatif dan mudah dalam menulis puisi.

  8

B. Pengertian Menulis

  Menulis ialah menurunkan atau menuliskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa (Tarigan, 1994: 21). Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produtif dan ekspresif. Menulis merupakan suatu proses perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang penulis. Menuntut gagasan-gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan dengan jelas, dan ditata secara menarik. Menulis menuntut latihan yang cukup dan teratur serta pendidikan yang berprogram.

  Program-program dalam pembelajaran menulis direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:

  1. Membantu para siswa memahami bagaimana caranya ekspresi tulis dapat melayani mereka, dengan menciptakan situasi-situasi di dalam kelas yang jelas memerlukan karya tulis dan kegiatan menulis.

  2. Mendorong siswa mengekspresikan diri mereka secara bebas dalam tulisan.

  3. Mengajar para siswa menggunakan bentuk yang tepat dan serasi dalam ekspresi tulis.

  4. Mengembangkan pertumbuhan bertahap dalam menulis dengan cara membantu para siswa menulis sejumlah maksud dengan sejumlah cara dengan penuh keyakinan pada diri sendiri secara bebas (Tarigan, 1994:9).

  Menurut Morsey (dalam Tarigan, 1994: 4) dalam kehidupan moderen ini jelas bahwa keterampilan menulis ini sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila kita katakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar. Sehubungan dengan hal itu ada seorang penulis yang mengatakan bahwa menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan, melaporkan atau memberitahukan, dan mempengaruhi orang lain. Tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang sudah terlatih menyusun pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan ini tergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata dan struktur kalimat.Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis itu tidak bisa datang dengan sendirinya, melainkan perlu adanya latihan dan pengarahan, sehingga dalam menulis suatu tulisan atau karangan dapat dipahami dan bermanfaat bagi pembacanya.

C. Pengertian Puisi

  Puisi adalah karya sastra. Sebagai karya sastra puisi bersifat imajinatif. Bahasa puisi banyak menggunakan majas. Puisi lebih bersifat konotatif, bahasanya mengandung lebih banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi juga padat, keduanya bersenyawa secara padu bagaikan telur dalam adonan roti (Reserves dalam Waluyo, 1995: 22). Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh beberapa aturan khusus, yaitu jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata tiap baris, sajak, irama, ritma dan pilihan kata. Dalam menulis puisi bebas yang penting perasaan penulis dapat terekspresi dalam bentuk kata-kata yang tepat sehingga menghasilkan makna yang tajam dan mendalam. Departemen Pendidikan Nasional (2007: 903) menyebutkan puisi bebas adalahpuisi yang tidak terikat oleh rima dan matra, dan tidak terikat oleh jumlah larik dalam setiap bait, jumlah suku kata dalam setiap larik.

  Puisi sebagai karya seni yang puitis. Kata puitis sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Disebut puitis bila mampu membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas, dan secara umum menimbulkan keharuan. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait, bunyi: persajakan, asonansi, kiasan bunyi, lambang rasa dan orkestrasi, diksi: bahasa kiasan, sarana retrorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya bahasa, dan sebagainya (Waluyo, 1995: 11).Puisi berwujud suatu karangan bahasa yang khas dan memuat pengalaman yang disusun secara khas pula. Pengalaman batin yang terkandung dalam puisidisusun dari peristiwa yang telah diberi makna dan ditafsirkan secara estetik. Kekhasan susunan bahasa dan susunan peristiwa itu diharapkan dapat menggugah rasa terharu pembaca. Kata-kata dalam puisi dapat diolah sedemikian rupa sehingga dapat menjelmakan pengalaman jiwa yang senyata-nyatanya ke dalam pikiran pembaca. Dalam puisi terdapat bentuk permukaan yang berupa larik, bait dan pertalian makna larik dan bait. Kemudian penyair berusaha mengkonkretkan pengertian dan konsep-konsep abstrak dengan menggunakan pengimajian, pengiasan, dan perlambangan. Dalam memilih kata-kata, diadakan perulangan bunyi yang mengakibatkan adanya kemerduan dan eufoni. Jalinan kata-kata harus mampu memadukan kemanisan bunyi dengan makna (S. Efendi dalam Waluyo, 1995: 24).

  Dari beberapa pengertian tentang puisi yang diuraikan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Dalam puisi terjadi pengkonsentrasian atau pemadatan segala unsur kekuatan bahasa.

  2. Dalam penyusunannya, unsur-unsur bahasa itu dirapikan, diperbagus diatur sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi.

  3. Puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan penyair yang berdasarkan mood atau pengalaman jiwa dan bersifat imajiatif.

  4. Bahasa yang digunakan bersifat konotatif.

  5. Bentuk fisik dan bentuk batin puisi merupakan kesatuan yang bulat tidak dapat dipisahkan dan merupakan kesatuan yang padu. Bentuk fisik dan bentuk batin itu dapat ditelaah unsur-unsurnya hanya dalam kaitannya dengan keseluruhannya (Waluyo, 1995: 25).

D. Unsur Pembentuk Puisi

  Menurut Waluyo (1995: 71), unsur-unsur bentuk atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Unsur-unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur tersebut terdiri dari: diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah (tipografi). Berikut ini satu-persatu penjelasan unsur-unsur pembangun puisi, antara lain:

1. Diksi

  Diksi berarti pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.

  Kalau dipandang sepintas lalu, kata-kata yang dipergunakan dalam puisi pada umunya sama saja dengan kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara alamiah kata-kata yang dipergunakan dalam puisi dan dalam kehidupan sehari-hari mewakili makna yang sama, bahkan bunyi ucapanpun tidak ada perbedaannya. Walaupun demikian, tetap harus disadari bahwa penempatan serta penggunaan kata-kata dalam puisi dilakukan secara hati-hati dan teliti serta lebih tepat. Kata-kata yang dipergunakan dalam dunia persajakan tidak seluruhnya bergantung pada maknadenotatif, tetapi lebih cenderung pada makna konotatif.

  Konotatif atau nilai kata inilah yang justru lebih banyak memberi efek para penikmatnya. Uraian-uraian ilmiah biasanya lebih mementingkkan denotasi. Itulah sebabnya sering orang mengatakan bahwa bahasa ilmiah bersifat denotatif, sedang bahasa sastra terutama puisi bersifat konotatif.

2. Pengimajian

  Semua penyair ingin menyuguhkan pengalaman batin yang pernah dialaminya kepada para penikmat karyanya. Salah satu usaha untuk memenuhi keinginan tersebut ialah dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata yang tepat dalam karya mereka. Pilihan serta penggunaan kata-kata yang tepat itu dapat memperkuat serta memperjelas daya bayang pikiran manusia dan energi tesebut dapat pula mendorong imajinasi atau daya bayang pembaca untuk menjelmakan bayangan secara nyata. Dengan menarik perhatian pada beberapa perasaan jasmaniah sang penyair berusaha membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat sehingga mereka menganggap bahwa mereka yang benar-benar mengalami peristiwa perasaan jasmaniah tersebut. Semua hal yang telah diuraikan tadi, yaitu segala yang dirasakan atau dialami secara imajinatif.

  3. Kata konkret

  Salah satu cara untuk membangkitkan daya bayang atau imajinasi para penikmat sesuatu sajak adalah dengan mempergunakan kata-kata yang tepat, kata- kata yang konkret yang dapat menyarankan suatu pengertian menyeluruh. Semakin tepat seorang penyair menempatkan kata-kata yang penuh asosiasi dalam karyanya maka semakin baik pula ia menjelmakan imaji, sehingga para penikmat menganggap bahwa mereka benar-benar melihat, mendengar, merasakan, dan pendeknya mengalami segala sesuatu yang dialami oleh penyair.Dengan keterangan singkat di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kata nyata adalah kata yang konkret dan khusus, bukan kata yang abstrak dan bersifat umum.

  4. Bahasa figuratif (majas)

  Cara lain yang sering dipergunakan oleh para penyair untuk membangkitkan imajinasi itu adalah dengan memanfaatkan majas, majas merupakan bahasa kiasan atau gaya bahasa. Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain atau bahasa kiasan. Pemanfaatan penggunaan majas oleh para penyair biasanya dilakukan untuk membangkitkan imajinasi sekaligus emosi pembaca. Penyair ingin mengajak pembaca memasuki dunia di dalam karyanya. Untuk itulah ia memanfaatkan majas sebagai jembatan dan alat bantu melukiskan sesuatu dengan jalan menyamarkan sesuatu yang lain dan bersifat kiasan.

  5. Versifikasi

  Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Ritme dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi pada akhir baris puisi atau bahkan ada juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Sedangkan metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh: (1) jumlah suku kata yang tetap, (2) tekanan yang tetap, dan (3) alun suara menaik dan menurun yang tetap.Ketiganya memiliki peran besar dan berpengaruh untuk memperjelas makna suatu puisi. Ritme, rima, dan metrum dalam puisi erat sekali hubungannya dengan sense, feeling, tone, dan intention yang terkandung di dalamnya. Jelas perubahan yang terjadi cenderung untuk menimbulkan perubahan keempat unsur hakekat puisi itu. Dilihat dari segi makna, ketiganya merupakan sesuatu yang tidak monoton atau itu-itu saja. Penyair memanfaatkan ritme, rimadan metrum dengan tujuan menciptakan suasana rasa, bunyi yang dimainkan secara beraturan sehingga dapat juga dirasakan oleh pembaca.

6. Tata wajah (tipografi)

  Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksidan drama. Larik-larik puisi tidak membangun paragraf namun membentuk bait. Adapun fungsi tipografi untuk keindahan inderawi dan mendukung makna. Kata-kata yang disusun mewujudkan larik-larik yang panjang dan pendek, yang membentuk suatu kesatuan yang padu. Pergantian larik panjang dan pendek sedemikian bervariasi secara harmonis sehingga menimbulkan ritma yang padu. Penyair menciptakan tipografi yang berubah pada baris-baris di akhir puisi untuk menekankan makna yang hendak diungkapkan. Aksentuasi itu menuntut agar penyair mengungkapkan kondisi yang menjadi dasar perkiraan penyair berupa sebaris puisi dengan isi “tanpa kata” yang diulang-ulang.

E. Kriteria Puisi yang Baik

  Secara umum, suatu karya puisi disebut sebagai karya yang baik apabila unsur-unsur yang menjadi ciri sebuah puisi itu ada pada puisi yang dibuat oleh seorang penulis. Ciri-ciri tersebut seperti menggunakan pilihan kata yang tepat, adanya unsur pencitraan, adanya pemadatan bahasa, adanya kata konkret, mengandung tema serta amanat. Puisi yang bagus adalah puisi yang imajinatif yang dibangun dengan citraan yang indah, utuh dan konkret.Puisi dianggap berhasil apabila di dalam puisi tersebut terkandung unsur-unsur pokok sebuah puisi yang disebut unsur kualitas (tema, ide, dll) dan unsur bentuk formal (struktur). Puisi tidak hanya sekedar berfungsi sebagai pesan-pesan atau kejadian-kejadian, tetapi juga berfungsi sebagai alat meditasi (sebutlah sebagai alat untuk merenung bila karya itu sebagai karya yang baik). Jadi sebuah karya dapat dikatakan berhasil bila salah satu sifatnya adalah agung.

  Berdasarkan uraian tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa puisi yang baik adalah puisi yang mengandungunsur-unsur yang menjadi ciri sebuah puisi, yaitu: (1) terdapat majas atau gaya bahasa, (2) diksi (diksi tersebut berupa pilihan kata yang bersifat kononatif), (3) tipografi (tipografi yang disusun dapat menunjukkan eksistensi sebuah puisi), (4) pengimajian (pengimajian tersebut memiliki pengimajian sensoris seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan), (5) kesesuaian judul dengan isi (puisi dianggap baik apabila keseluruhan isi puisi membahas tentang judul). Unsur-unsur puisi tersebut juga menjadi penilaian dalam setiap siklus pembelajaran.

F. Pengertian Cooperative Learning

  Isjoni (2011:15) mengatakan coopertive learning berasal dari kata kooperatifyang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin (dalam Isjoni, 2011:15) mengemukakan, “in cooperative learning methods, student work

together in four member teams to master material initially presented by the teacher”.

  Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learningadalah suatu model belajar dan bekerja dengan kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 2-4 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih semangat dalam belajar.

  Lie (2010:18) menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem belajar kelompok yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas yang bersetruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggotaantara 2-4 orang atau lebih. Cooperative learning suatu teknik pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengatifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, dan siswa yang agresfif. Teknik pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia. Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Menurut Jonson & Jonson (dalam Isjoni, 2011:17) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di kelas kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.

  Slavin (dalam Isjoni, 2011:17) menyebutkan cooperative leraning merupakan teknik pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (perrteaching). Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka. Ada banyak alasan mengapa cooperative

leraning tersebut mampu memasuki mainstream (kelaziman) praktek pendidikan.

  Selain bukti nyata tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta mengabungkan kemampuan dan keahlian. Pendekatan ini memang akan berjalan baik di kelas yang kemampuannya merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini karena dengan menyampur para siswa yang kemampuannya beragam siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi oleh siswa yang lebih. Demikian juga siswa yang lebih akan semakin terasah pemahamannya.

  Cooperative learning bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan

  kompetitif (persaingan). Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan secara sehat. Model pembelajaran kooperatif ini adalah sebagai alternatif pilihan dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa yang akan bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidak tauhannya. Tidak sedikit siswa yang kurang pengetahuan merasa malu bila kekurangannya di-expose. Kadang-kadang motivasi persaingan akan menjadi kurang sehat bila para murid saling menginginkan agar siswa lainnya tidak mampu, katakanlah dalam menjawab soal yang diberikan guru. Sikap mental inilah yang dirasa perlu untuk mengalami perbaikan.

  Djahiri K (dalam Isjoni, 2011:19) menyebutkan cooperative learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatannya belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu mebelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah. Lingkungan belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi dari siswa juga sekaligus memerikan pelatihan hidup senyatanya. Jadi,

  

cooperative learning dapat dirumuskan sebgai kegiatan pembelajaran kelompok yang

  tearah, terpadu, efektif, efisien, kearah mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerja sama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif (survive). Beberapa ciri dari cooperative learning adalah: 1. Setiap anggota memiliki peran.

  2. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa.

  3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman- teman sekelompoknya.

  4. Guru membantu mengembangkan keterampilan interpersonal kelompok.

  5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

G. Unsur-Unsur Pembentuk Cooperative Learning

  Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2010: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dikatakan cooperative learning. Untuk mencapai hasilyang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu:

  1. Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu karya sangat bergantung dari usaha setiap anggotanya.

  Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama ini berlanjut terus sampai dengan mereka yang dibagian percetakan dan loper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya suatu tujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainya surat kabar tersebut di tangan pembaca. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dalam metode Jigsaw, Aronson (dalam Lie, 2010: 32) menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau semua anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.

  2. Tanggung jawab perseorangan

  Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing aggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan. Dalam teknik Jigsaw yang dikembangkan Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-masing siswa mendapat dan membaca satu bagian. Dengan cara demikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas dan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yang lainya.

3. Tatap muka

  Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya dari hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya anggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.

4. Komunikasi antar anggota

  Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesedian para anggotanya untuk saling mendengarkan dari kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dan kurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak ada salahnya menagajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan “Pendapat Anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi alasan anda,” akan lebih bijaksana daripada mengatakan, “Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal. ”Contoh lain, tanggapan “Hm . . . menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi jawabank u agak berbeda . . .” akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti, “Jawabanmu itu salah. Harusnya begini.” Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok

  Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif. Format evaluasi bisa bermacam-macam, bergantung pada tingkat pendidikan siswa.

  Contoh evaluasi proses kerja kelompok untuk tingkat menengah atau lanjutan:

  a. Apakah setiap anggota kelompok berpartisipasi?

  b. Apakah setiap siswa sudah berusaha saling membantu untuk mengutarakan pendapat? c. Apakah setiap siswa saling mendengarkan satu sama lain?

  d. Apakah setiap siswa saling memperhatikan satu sama lain?

  e. Apakah setiap siswa saling bertanya? H.

   Teknik Pembelajaran Cooperative Learning Bertukar Pasangan

  Menurut Lie (2010:56) teknik belajar mengajar bertukar pasangan memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Penerapan teknik bertukar pasangan:

  1. Setiap siswa mendapatkan beberapa pasangan atau siswa membentuk kelompok, pasangan atau kelompok ini ditentukan oleh guru.

  2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangan atau kelompoknya.

  3. Setelah selesai, setiap pasangan atau kelompok bergabung dengan satu kelompok atau pasangan yang lain.

  4. Pasangan atau kelompok tersebut saling bertukar dengan pasangan atau kelompok yang lain. Masing-masing kelompok atau pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.

  5. Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.

I. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning Tipe Bertukar Pasangan

  Setiap segala sesuatu pasti ada kelebihan dan juga kekurangan. Termasuk model pembelajaran, seperti model pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe bertukar pasangan, metode ini mempunyai kelebihan dan juga kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan cooperative learning:

1. Kelebihan cooperative learning bertukar pasangan a. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama mempertahankan pendapat.

  b. Semua siswa terlibat.

  c. Melatih siswa untuk lebih teliti, cermat, cepat dan tepat.

  d. Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.

  e. Menghilangkan kesenjangan antara siswa yang pintar dengan siswa yang tidak pintar.

  f. Mendorong siswa tampil prima karena membawa nama baik kelompok lamanya.

  g. Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

2. Kekurangan cooperative learning bertukar pasangan a. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama.

  b. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing.

  c. Siswa kurang konsentrasi.

  d. Ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi).

  e. Ada siswa yang mengambil jalan pintas, dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan jawabnya.

  J. Pengertian Media

  Menurut Arsyad (2009: 3) media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Sadiman (2006: 6) media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang teletak di tengah diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi. Oleh karena itu media penmbelajaran berarti sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2009:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan atau sikap.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam proses belajar guna merangsang siswa untuk belajar dan membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

  K. Pengertian Audio Visual

  Rohani (1997:97) menyatakan AVA (Audio Visual) adalah media intruksional moderen yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi), media audio visual meliputi media yang dapat dilihat dan didengar. Dalam penenelitian ini peneliti menggunakan audio visual yang berupa film. Film adalah salah satu media audio visual. Dalam film atau biasa yang disebut gambar hidup, para siswa melihat dan mendengar pengalaman-pengalaman yang direkam. Gambar hidup merupakan kombinasi antara gerakan, kata-kata, musik dan warna. Gambar hidup memang wajar digunakan di kelas, oleh sebab bukan saja memberikan fakta-fakta, tetapi juga menjawab berbagai persoalan dan untuk mengerti tentang dirinya sendiri dan lingkungannya. Selain dari itu melalui gambar ini para siswa dapat memeperoleh kecakapan, sikap dan pemahaman yang dapat membantu mereka hidup dalam masyarakat. Dengan ini, audio visual tidak hanya dianggap sebagai alat suplementer belaka, tetapi alat yang fundamental, dipelajari secara ilmiah dan dinilai secara kritis, karena itu banyak digunakan di sekolah.

  Dibanding dengan media yang lain audio visual mempunyai kelebihan sebagai berikut:

  1. Penerima pesan akan memperoleh tanggapan yang lebih jelas dan tidak muda dilupakan, karena anatara melihat dan mendengar dapat dikombinasikan menjadi satu.

  2. Dapat membangkitkan imajinasi dan kreativitas siswa.

  3. Dapat menikmati kejadian dalam waktu yang lama pada suatu proses atau peristiwa tertentu.

  4. Dengan teknik Slow-Motion dapat mengikuti suatu gerakan atau aktivitas yang berlangsung cepat.

  5. Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.

  6. Dapat membangun sikap, perbuatan dan membangkitkan emosi dan mengembangkan problema(Rohani 1997:98).

  L. Jenis-Jenis Media

  Menurut Djamarah, dkk (2006: 124-125), dilihat dari jenisnya, media dibagi ke dalam:

  1. Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan suara saja, seperti radio,

  cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.

  2. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu dan film kartun.

  3. Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, kaerena meliputi dua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi ke dalam:

  1. Audiovisual diam, yaitu menampilkan suara dan gambar seperti film bingkai suara (sound slides, film rangkai suara dan cetak suara).

  2. Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti film dan vidieocassette.

  Pembagian lain dari media ini adalah:

  1. Audiovisual murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasar dari suatu sumber sepreti film, vidieocassette.

  2. Audio visual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari suatu sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang gambarnya yang bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.

  M. Manfaat Media Pembelajaran

  Djamarah, dkk (2006: 34) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa antara lain:

  1. Dengan media dapat meletakkan dasar-dasar yang nyata untuk bepikir. Karena itu, dapat mengurangi verbalisme.

  2. Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.

  3. Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap.

  4. Memberikan pengalaman yang nyata dapat menumbuhkan kegiatan pada setiap siswa.

  5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.

  6. Membantu tumbuhnya perkembangan kemampuan berbahasa.

  7. Memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu perkembangan efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.

  8. Bahasa pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan penguasaan lebih baik.

  9. Metode mengajar akan lebih berfariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga.

  10. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan, dan lain-lain.

  Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses belajar- mengajar. Menurut Sadiman (2006:17) menyatakan bahwa proses pembelajaran akan lebih jelas, lengkap dan menarik apabila didukung melalui program media. Ia juga menyatakan bahwa pengunaan media dalam pembelajaran sanagat bermanfaat karena ada beberapa dasar, yaitu: 1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan.

  2. Proses pembelajaran akan lebih jelas dan menarik.

  3. Proses pembelajaran akan lebih interaktif.

  4. Efisien dalam waktu dan tenaga.

  5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

  6. Memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.

  7. Dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.

  8. Mengubah peran guru kearah yang lebih positif dan produktif.

  N. Kriteria pemilihan media pembelajaran

  Menurt Djamarah, dkk (2006:130) apabila akan menggunakan media pengajaran dengan cara memanfaatkan media yang ada, guru dapat menjadikan kritria berikut sebagai acuan :

  1. Apakah topik yang akan dibahas dalam media tersebut dapat menarik minat anak didik untuk belajar.

  2. Apakah materi yang terkandung dalam medi tersebut penting dan berguna untuk anak didik.

  3. Apakah materi yang disajikan otentik dan aktual, ataukah informasi yang sudah lama diketahui massa dan atau peristiwa yang telah lama terjadi.

  4. Apakah fakta dan konsepnya terjamin kecermatanya atau ada suatu hal yang masih diragukan.

  5. Apakah format penyajianya berdasarkan tata urutan belajar yang logis.

  6. Apakah pandangan objektif dan tidak mengandung unsur propaganda atau hasutan terhadap anak didik.

  7. Apakah narasi, gambar, efek, warna dan sebagainya memenuhi syarat standar kualitas teknis.

  8. Apakah bobot penggunaan bahasa, simbol-simbol, dan ilustrasinya sesuaidengan tingkat kematangan berfikir anak didik.

  9. Apakah sudah diuji kesahihanya (validitasnya).

  O. Kerangka Berpikir

  Pengajaran bahasa bertujuan untuk mengembangkan empat aspek keterampilan yang ada yaitu menyimak, berbicara, menulis dan membaca. Dari keempat aspek itulah keterampilan menulis patut mendapatkan perhatian karena tulisan merupakan penyajian dalam bentuk tulis. Apabila dalam penulisan tandabacanya tidak sesuai dengan kaidah yang benar maka maksud dari pesan itu tidak dapat tersampaikan. Keterampilan menulis di sekolah perlu ditingkatkan karena keterampilan ini merupakan cerminan dari pengajaran yang diperoleh siswa selama ini. Keterampilan menulis puisi siswa kelas VIII F SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto belum maksimal. Faktor yang menghambat peserta didik dalam menulis puisi diantaranya peserta didik mengalami kesulitan untuk membayangkan hal-hal yang akan mereka tulis, peserta didik mengalami kesulitan untuk mencari kosakata yang tepat untuk mengapresiasikan apa yang dilihat dan dibayangkan, peserta didik mengalami kesulitan untuk menulis pengalaman-pengalaman yang pernah mereka alami, peserta didik banyak yang kesulitan dalam menuangkan ide-idenya lewat puisi.

  Penggunaan media audio visual di dalam pembelajaran mempunyai beberapa manfaat salah satunya dapat membangkitkan imajinasi dan kreativitas siswa dalam menulis puisi. Karena dengan media audio visual peserta didik tidak hanya mendengarkan uraian dari penjelasan guru tetapi peserta didik juga mengamati film- film pendek yang ditayangkan oleh guru, sehingga dengan menggunakan media audio visual dapat membantu peserta didik untuk membayangkan hal-hal yang akan mereka tulis, mengekspresikan apa yang dilihat dan dibayangkan, memudahkan siswa dalam menuliskan pengalaman-pengalamannya ke dalam sebuah puisi. Selain itu dengan model pembelajaran kooperatif siswa dapat saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasi materi pelajaran, sehingga dengan menggunakan pembelajaran kooperatif diharapkan dapat mengatasi permasalahan peserta didik seperti penggunaan kosakata dalam menulis puisi, mencari ide-ide untuk dituliskan ke dalam puisi. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas melalui model cooperative learning bertukar pasangan dengan memanfaatkan media audio visual dalam pembelajaran menulis puisi bebas.

  P. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan latar belakang dan kerangka berpikir tersebut, maka ditetapkan hipotesis tindakan yaitu pembelajaran dengan menggunakan teknik cooperative

  

learning bertukar pasangan dan media audio visual dapat meningkatkan kemampuan

menulis puisi bebas pada siswa kelas VIII F SMP Muhammadiyah I Purwokerto.

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI PEMANFAATAN MEDIA LINGKUNGAN SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMP TRIMULYA SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 7 108

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR SISWA KELAS VII-B SMP TAMAN SISWA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

3 10 53

STUDI PERBANDINGAN BERPIKIR KRITIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE SCRIPT DAN TIPE BERTUKAR PASANGAN DENGAN MEMPERHATIKAN KONSEP DIRI SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SUMBERJAYA TAHUN AJARAN 20

0 4 81

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VIII F DAN VIII G SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN AJARAN 20122013

0 1 17

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VI DALAM MENULIS PUISI BEBAS DENGAN METODE “CONFERENCE

1 0 8

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN MUSIK INSTRUMENTAL PADA SISWA KELAS VB SEMESTER II SDIT BIRRUL WAALIDAIN, TAHUN PELAJARAN 2011 2012

0 0 10

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN EKSPOSISI MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 2 KERTEK TAHUN AJARAN 20162017

0 1 18

SURAKARTA 2017 PENERAPAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TEKNIK DASAR PENCAK SILAT PADA SISWA KELAS VIII A SMP DARUL IHSAN MUHAMMADIYAH SRAGEN TAHUN AJARAN 20162017

0 0 19

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PASSING BOLAVOLI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS VIII A SMP MUHAMMADIYAH 10 ANDONG PROGRAM KHUSUS KABUPATEN BOYOLALI TAHUN AJARAN 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 18

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013 - repository perpustaka

0 3 25