POLA KOMUNIKASI SISWA TUNANETRA DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI.

(1)

ABSTRAK

POLA KOMUNIKASI SISWA TUNANETRA DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau gambaran sederhana dari proses pengiriman dan penerimaan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Bentuk atau gambaran tersebut secara sederhana dapat dilihat dari bentuk komunikasi yaitu komunikasi verbal, nonverbal dan komunikasi total. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji masalah dan upaya yang dilakukan diantara tunanetra dengan tunarungu sehingga proses komunikasi diantara keduanya dapat berlangsung. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriftif, dimana proses pengambilan data dilakukan dilingkungan sekolah pada saat diluar jam pembelajaran dalam kondisi bermain dan berbincang. Subjek penelitian terdiri dari tiga siswa tunanetra dengan tiga siswa tunarungu. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik pengujian keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Analisa data yang dilakukan menggunakan tiga tahapan, yaitu reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Hasil temuan menunjukan subjek menggunakan betuk komunikasi verbal, nonverbal dan komunikasi verbal. Komunikasi verbal terjadi diantara tunanetra dengan tunarungu yg masih memiliki sisa pendengaran dan penggunaan komunikasi nonverbal terjadi diantara tunarungu dan tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan. Hasil penelitian menujukan komunikasi nonverbal berfungsi untuk mengulang atau meneguhkan pesan verbal, sehingga komunikasi total dapat belanggsung diantara subjek penelitian.


(2)

ABSTRACT

PATTERNS OF COMMUNICATION STUDENTS BLIND WITH STUDENT DEAF IN SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI

Communication pattern is defined as a form or a simple description of sending process and receiving between two or more people with a proper way so that the message is understood. Shape or simply the picture can be seen from this form of communication which verbal communication, nonverbal communication and total. This study aimed to get a picture of the pattern of blind students communication with deaf students. This study was conducted to assess the problem and the efforts made between the visually impaired with hearing impairment so that the process of communication between them can take place. The study was conducted using qualitative approach with descriptive method, where the process of data collection is done outside the school environment during learning hours in a condition to play and chat. Subjects consisted of three blind students by three deaf students. Technique data collecting by observation, interviews and document study. Mechanical testing of the validity of the data using triangulation techniques. Data analysis was performed using three stages, namely data reduction, data display and conclusion. The findings indicate the subject using betuk verbal communication, nonverbal and verbal communication. Verbal communication occurs between the visually impaired with hearing impairment who still have residual hearing and use nonverbal communication going on between the deaf and the blind who still has residual vision. Results of research addressing nonverbal communication function to repeat or confirm the verbal message, so the total can belanggsung communication among research subjects.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap anak berhak atas pendidikan tanpa terkecuali, dari pendidikan setiap anak akan mampu mengetahui, menggali, dan memaksimalkan potensi yang ada di dalam dirinya. Sebagaimana menurut Hayat (dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan , 2007, hlm. xi) bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan tidak hanya untuk memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi”. Pengertian tersebut dapat juga diartikan sebagai pembentukan kepribadian dan kemampuan anak menuju dalam kedewasaan. Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan sangatlah penting dan merupakan bagian dari hak setiap orang dalam memperolehnya, sebagaimana ayat 1 pasal 31 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pasal tersebut diperjelas secara rinci pula pada ayat 1 No. 20 tahun 2003 pasal 5 UU tentang sistem pendidikan nasional, menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) diatur pada ayat 1 pasal 23, yang menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Berdasarkan perundang-undangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat diakses oleh semua anak tanpa terkecuali ABK yang salah satunya tunanetra dan tunarungu. Istilah tunanetra ditujukan pada mereka yang mengalami hambatan dalam penglihatan, yang mana hambatan yang dialaminya berdampak pada proses pendidikan dan kehidupannya. Keterbatasan penglihatan yang dialami tunanetra berdampak pada beberapa aspek perkembangan, diantaranya aspek keterampilan sosial, sebagaimana hasil kajian yang dilakukan McGaha & Farran (dalam Tarsidi, 2009, hlm. 29) menunjukkan bahwa anak tunanetra menghadapi banyak tantangan dalam interaksi sosial, anak perlu


(4)

memiliki keterampilan-keterampilan tertentu, termasuk kemampuan untuk membaca dan menafsirkan sinyal sosial dari orang lain dan untuk bertindak dengan tepat dalam merespon sinyal tertentu, sedangkan tunarungu ialah mereka yang memiliki hambatan pendengaran sehingga berdampak pada proses bicara, seperti yang diungkapkan oleh Salim (1984, hlm. 8) bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.

Hambatan yang dialami siswa tunanetra dan tunarungu berdampak pada aspek perkembangan sosial yang melibatkan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Perkembangan sosial akan sangat bergantung dengan adanya sosialisasi diantara individu. Keberhasilan sosialisasi tersebut akan dipengaruhi oleh cara seseorang melakukan komunikasi. Komunikasi menurut Widjaja (2010,

hlm. 8) adalah “penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada

orang lain”. Menurut Depari (dalam Widjaja, 2010, hlm. 1) mengemukakan

bahwa:

Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu yang mengandung arti, dilakukan oleh panyampai pesan (source, communication, sender) ditujukan kepada penerima pesan (receiver, communicator atau audience) dengan maksud mencapai kebersamaan (commonnees).

Berdasarkan pengertian di atas bahwa komunikasi dapat dikemukan bahwa berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak baik pengirim maupun penerima pesan dapat saling memahami isi pesan. Hardjana (2003, hlm. 23) mengemukakan komunikasi yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima dapat dibagi menjadi dua yaitu verbal dan non-verbal. Komunikasi yang paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia yaitu verbal, namun pada kenyataannya komunikasi non verbal ternyata jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. Berkomunikasi hampir secara otomatis menggunakan komunikasi non verbal, karena itu komunikasi non-verbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang ingin diungkap karena spontan. Komunikasi non verbal dapat berupa bahasa tubuh, tanda (sign),


(5)

3

tindakan/perbuatan (action) atau objek (object). Komunikasi non verbal ini memerlukan keadaan dimana penerima dan pengirim pesan saling bertatapan. Sejalan dengan pernyataan tersebut Mulyana (2013, hlm. 81) menyatakan bahwa kenyataan komunikasi tatap muka membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar dan televisi atau lewat teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepon genggam, email, atau telekonferensi, yang membuat manusia merasa terasing.

Kesulitan keterampilan sosial yang dihadapi anak tunanetra dalam berkomunikasi yaitu mempersepsikan isyarat-isyarat komunikasi nonverbal, sedangkan kesulitan pada anak tunarungu yang mengalami kelambatan perkembangan bahasa menyebabkan mereka sulit untuk menyampaikan pesan secara verbal. Kedua hambatan yang berbeda diantara tunanetra dan tunarungu tersebut menyebabkan sulit terjalinnya komunikasi diantara mereka, sedangkan secara fisik mereka sering bertemu dan bersentuhan baik dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam bermain. Hal ini memaksa mereka untuk melakukan komunikasi. Permasalahannya adalah bagaimana cara mereka berkomunikasi dan bagaimana pola komunikasi yang mereka lakukan

Berdasarkan studi terdahulu yang dilakukan peneliti di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi, sekolah tersebut menyelenggaraan pendidikan bagi siswa dengan berbagai jenis hambatan. Sekolah ini akan dihadapkan pada permasalah komunikasi di antara siswanya. Keterampilan sosial setiap siswa harus dapat dikembangkan dengan adanya komunikasi antara siswa satu dengan lainnya, namun dengan hambatan antara siswa tunanetra dengan tunarungu menjadi persoalan yang berbeda saat terlibat di satu lingkungan yang sama. Adanya potensi berkomunikasi tersebut menimbulkan tantangan tersendiri dalam menyampaikan pesan yang dapat saling dipahami diantara mereka.

Upaya yang dapat dilakukan dalam menunjang keberhasilan dalam berkomunikasi diantara mereka yaitu, memanfaatkan berbagai cara dengan atau tanpa menggunakan alat dan media sebagai fasilitator untuk menyampaiakan pesan.


(6)

Latar belakang tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di

SLBN-A Citeureup Kota Cimahi”.

B. Fokus Masalah

Pada penelitian ini, masalah berfokus pada bagaimana pola komunikasi antara siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi, yang secara rinci dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana komunikasi siswa tunanetra di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi?

2. Bagaimana komunikasi siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi?

3. Bagaimana pola komunikasi yang digunakan siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.

b. Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk memperoleh data :

1) Pemahaman dan wawasan mengenai komunikasi yang digunakan siswa

tunanetra di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.

2) Pemahaman dan wawasan mengenai komunikasi yang digunakan siswa

tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.

3) Pemahaman dan wawasan mengenai pola komunikasi yang digunakan siswa

tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat peneitian ini dibagi secara teoritis dan praktis. a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian dan informasi terhadap pengetahuan mengenai bagaimana komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu dapat terjalin.


(7)

5

b. Manfaat Praktis

1) Bagi Penulis sebagai sumber untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman mengenai pola komunikasi yang digunakan siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.

2) Bagi Guru sebagai sumber untuk menambah pengetahuan, wawasan dan

pemahaman mengenai pola komunikasi yang digunakan siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di SLBN-A Citeureup Kota Cimahi.

3) Bagi Sekolah sebagai pertimbangan untuk memperhatikan pelayanan dan fasilitas dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan lingkungan sosial di sekolah.

D. Struktur Organisasi Skripsi

Adapun sistematika penulisan di dalam penelitian ini yaitu terdapat lima bab, sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini mencakup latar belakang masalah yang menjadikan dasar dilakukan penelitian. Fokus penelitian berguna untuk menunjukkan aspek apa saja yang ingin diungkap dalam penelitian. Selain itu, adapula tujuan dan manfaat penelitian untuk menjelaskan apa yang dimaksud dan mengapa penelitian ini dilakukan., selanjutnya, struktur organisasi skripsi berisi tentang urutan penulisan dari setiap bab, dimulai dari bab pertama hingga bab terakhir.

Bab II Kajian Pustaka

Bab kedua yaitu kajian pustaka yang mencakup beberapa poin yang berkaitan dengan rinci konsep ketunanetraan, konsep ketunarunguan, pendidikan, dan komunikasi., selanjutnya analisis tentang pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu.

Bab III Metode Penelitian

Bab ketiga merupakan metode penelitian yang mencakup definisi metode penelitian, lokasi dimana peneliti melakukan penelitian dan subjek penelitian yang menjelaskan siapa saja yang menjadi informan dalam penelitian. Selain itu teknik pengumpulan data disajikan pada bab tiga ini yakni sebagai cara yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu melalui wawancara, observasi, studi dokumen, dan catatan lapangan. Kebenaran data, diuji kembali melalui teknik pemeriksaan


(8)

keabsahan data meliputi triangulasi dan membercheck., setelah itu, jika data yang sudah dinyatakan valid disusun secara sistematis melalui data reduction (reduksi data) dan data display (penyajian data).

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Penelitian

Bab keempat mencakup hasil dari penelitian dan pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan, yaitu pembahasan mengenai pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu.

Bab V Penutup

Bab terakhir adalah bab ke lima yang mencakup keseluruhan pembahasan dari penelitian dan dirangkum dengan kesimpulan, saran, dan rekomendasi dan hal-hal yang ditemukan oleh penulis selama penelitian dilaksanakan.


(9)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diperoleh bahwa pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu menggunakan komunikasi verbal baik secara lisan ataupun tulisan tidak jauh berbeda dengan komunikasi verbal pada umumnya. Sisa pendengaran yang dimiliki siswa tunarungu memungkinkan adanya kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa tunarungu yang tidak memiliki sisa pendengaran. Selain bahasa lisan, mereka menggunakan bahasa tulisan untuk saling bertukar informasi. Sisa pendengaran yang dimiliki siswa tunarungu memungkinkan adanya kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan yang lebih baik jika dibandingkan dengan siswa tunarungu yang tidak memiliki sisa pendengaran. Selain bahasa lisan, mereka menggunakan bahasa tulisan untuk saling bertukar informasi. Sama halnya dengan pola komunikasi secara verbal, pola komunikasi dengan menggunakan komunikasi total tidak jauh berbeda dengan komunikasi pada umumnya. Pola komunikasi pada komunikasi total dapat terjalin apabila dilakukan oleh siswa tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan dengan siswa tunarungu yang masih memiliki sisa pendengaran. terdapat pola komunikasi yang berbeda dengan pola komunikasi lainnya yaitu pola komunikasi dengan menggunakan komunikasi nonverbal dengan menggunakan bahasa isyarat, pola komunikasi ini bisa terjalin diantara siswa tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan dan siswa tunarungu yang masih memiliki sisa pendengaran ataupun tidak. Pola komunikasi siswa tunanetra terhadap siswa tunarungu dimulai dengan siswa tunanetra menghampiri siswa tunarungu kemudian menepuknya, dilanjutkan dengan menyampaikan pesan dengan menggunakan bahasa isyarat. Adapun pola komunikasi siswa tunarungu terhadap siswa tunanetra yaitu dimulai dengan menepuk siswa tunanetra kemudian menyampaikan pesan menggunakan bahasa isyarat dengan posisi tangan siswa tunarungu didekatkan pada bola mata siswa tunanetra.

Pola komunkasi yang terjalin tidak selalu berjalan dengan mudah, terkadang

timbul kesalahpahaman yang terjadi akibat adanya kesulitan dalam


(10)

saat berkomunikasi dengan siswa tunarungu diantaranya adalah penggunaan bahasa tulisan siswa tunarungu tidak dapat sepenuhnya dimengerti siswa tunanetra dikarenakan susunan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan aturan pola kalimat dasar, dan penggunaan bahasa lisan yang disampaikan siswa tunarungu tidak selalu dapat dipahami dengan baik oleh siswa tunanetra karena terdapat beberapa pengucapan yang tidak dilafalkan dengan baik. Adapun kesulitan yang dihadapi siswa tunarungu yaitu ketika menafsirkan pesan dengan menggunakan bahasa tulisan yang kompleks dari siswa tunanetra, dan pada saat mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan, siswa tunarungu kesulitan membaca gerak bibir siswa tunanetra yang terlalu cepat.

Berkaitan dengan kesulitan tersebut, terdapat beberapa upaya yang dilakukan siswa tunanetra dengan siswa tunarungu untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi. Upaya yang dilakukan seperti, memanfaatkan layanan short

message service (SMS), memanfaatkan handphone siswa tunanetra untuk

berkomunikasi dengan cara bergantian mengetik pesan, dan menggunakan media sosial. Terdapat pula upaya yang dilakuan siswa tunarungu yaitu dengan mengajarkan bahasa isyarat pada siswa tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi.

B. Rekomendasi

Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, maka rekomendasi yang akan diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah

Dengan keberagaman siswa yang ada, sekolah disarankan untuk membuat program khusus seperti mengadakan kegiatan yang melibatkan siswa tunanetra dan siswa tunarungu, sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih intensif lagi.

2. Bagi Guru dan Pembimbing Asrama

Guru dan pembimbing asrama diharapkan mampu menjadi penengah siswa tunanetra dengan siswa tunarungu saat terjadi kesalapahaman akibat keterbatasan pemahaman diantara siswa tersebut.


(11)

52

Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di lingkungan yang berbeda dan mengembangkan pendekatan penelitian berdasarkan hasil penelitian yang telah ada.


(12)

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku dan Artikel Jurnal

Adler, R. B., & Rodman, R. (1985). Understanding Human Communication, 3rd edn. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Alwi, H. dkk. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Arsyad, A. (2010). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Media Pratama.

Cauhan. S. (1989). Education of Exceptional Children. New Delhi: Indus Publishing Company.

Dash, N. (2005). Esensial of Exceptionality and Special Children. New Delhi: Atlantic Publisher & Distributors

Djamarah, S.B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam

Keluarga Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta Emzir. (2011). Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Gamble, T. dan Gamble, M. (2014). Interpersonal Communication Building

Together. USA: SAGE Publications.

Gea, A. A., Wulandari, A. P. Y., & Babari, Y. (2003). Character building II,

Relasi dengan sesama. Jakarta: PT Gramedia.

Haenudin. (2013). Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus Tunarungu (Peserta

Didik Berkebutuhan Khusus Dengan Hambatan Pendengaran). Jakarta:

PT. Luxima Metro Media

Hallahan, D. P. & Kauffman, J. M. (1988). Exceptional Children. Virginia: Prentice hall International, Inc.

Hardjana, A. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.


(13)

Hill, E., and Ponder, P. (1976). Orientation and Mobility Techniques, A Guide for

the Practitioner. New York: American Foundation for the Blind.

Hosni, I. (1996). Bahan Ajar Orientasi dan Mobilitas. (Diktat). Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Ihsan, F. (2010). Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Johannesen, R. L. (1996). Etika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mangal, S. K. (2012). Educating Exceptional Children: An Introduction to

Special Education. New Delhi: PHI Learning Private Limited.

Maryono, Y., dan Istiana, B. P. (2007). Teknologi Informasi dan Komunikasi 1

SMP Kelas VII. Jakarta: Yudhistira Quadra.

Meadow, K. P. (1980). Deafness and Child Development. USA: University of California Press.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, D. (2013). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahardja, D. (2010). Konsep Dasar Orientasi dan Mobilitas. (Diktat). Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Reynolds, C. R. & Janzen, E. F. (2002). Concise Encyclopedia of Spesial Education Second Edition. Canada: John Wiley & Sony, Inc.

Sadiman, A. S. (1990). Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya). Jakarta: CV. Rajawali

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi

Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.


(14)

Somad, P. & Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sunanto, J. (2005). Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan. Jakarta: Depdikbud.

Tarsidi, D. (2009) . Pendidikan Anak Tunanetra 1, Kompilasi Materi Perkuliahan. (Diktat). Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imtina.

Webster, A. and Roe, J. (1998). Children with Visual Impairment. USA and Canada: Routledge.

Suwarno, W. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Widjaja, H.A.W.(2010). Komunikasi.Jakarta: PT Bumi Aksara.

Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

2. Peraturan Perundangan

No Name. (2010). UUD 1945 Amandemen Pertama s/d Keempat. Yogyakarta: Jogja Bangkit

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional.


(15)

3. Internet

No Name. (t.t). Visual Impairment and Blindness. (Online). Tersedia di: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/ [20 Maret 2015] No name. (t.t). Grades of Hearing Impairment. (Online). Tersedia:

http://www.who.int/pbd/deafness/hearing_impairment_grades/en/ [22

Maret 2015]

Somad, P. (2008). Dampak Ketunarunguan terhadap Perkembangan Individu.

(Online). Tersedia:

http://www.permanarian16.blogspot.com/2008/03/dampak-ketunarunguan-terhadap.html [23 Maret 2015]

Gunawan, H. (2013). Jenis pola komunikasi orang tua dengan anak perokok aktif

di desa Jembayan kecamatan Loa Kulu Kabupatem Kutai Kartanegara.

(Online). Tersedia di: dari


(1)

51

Sheila Muflihah, 2015

POLA KOMUNIKASI SISWA TUNANETRA DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

saat berkomunikasi dengan siswa tunarungu diantaranya adalah penggunaan bahasa tulisan siswa tunarungu tidak dapat sepenuhnya dimengerti siswa tunanetra dikarenakan susunan kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan aturan pola kalimat dasar, dan penggunaan bahasa lisan yang disampaikan siswa tunarungu tidak selalu dapat dipahami dengan baik oleh siswa tunanetra karena terdapat beberapa pengucapan yang tidak dilafalkan dengan baik. Adapun kesulitan yang dihadapi siswa tunarungu yaitu ketika menafsirkan pesan dengan menggunakan bahasa tulisan yang kompleks dari siswa tunanetra, dan pada saat mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan, siswa tunarungu kesulitan membaca gerak bibir siswa tunanetra yang terlalu cepat.

Berkaitan dengan kesulitan tersebut, terdapat beberapa upaya yang dilakukan siswa tunanetra dengan siswa tunarungu untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi. Upaya yang dilakukan seperti, memanfaatkan layanan short

message service (SMS), memanfaatkan handphone siswa tunanetra untuk

berkomunikasi dengan cara bergantian mengetik pesan, dan menggunakan media sosial. Terdapat pula upaya yang dilakuan siswa tunarungu yaitu dengan mengajarkan bahasa isyarat pada siswa tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi.

B. Rekomendasi

Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, maka rekomendasi yang akan diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah

Dengan keberagaman siswa yang ada, sekolah disarankan untuk membuat program khusus seperti mengadakan kegiatan yang melibatkan siswa tunanetra dan siswa tunarungu, sehingga memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih intensif lagi.

2. Bagi Guru dan Pembimbing Asrama

Guru dan pembimbing asrama diharapkan mampu menjadi penengah siswa tunanetra dengan siswa tunarungu saat terjadi kesalapahaman akibat keterbatasan pemahaman diantara siswa tersebut.


(2)

52

Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pola komunikasi siswa tunanetra dengan siswa tunarungu di lingkungan yang berbeda dan mengembangkan pendekatan penelitian berdasarkan hasil penelitian yang telah ada.


(3)

Sheila Muflihah, 2015

POLA KOMUNIKASI SISWA TUNANETRA DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku dan Artikel Jurnal

Adler, R. B., & Rodman, R. (1985). Understanding Human Communication, 3rd edn. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Alwi, H. dkk. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Arsyad, A. (2010). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Media Pratama.

Cauhan. S. (1989). Education of Exceptional Children. New Delhi: Indus Publishing Company.

Dash, N. (2005). Esensial of Exceptionality and Special Children. New Delhi: Atlantic Publisher & Distributors

Djamarah, S.B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dalam

Keluarga Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta Emzir. (2011). Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Gamble, T. dan Gamble, M. (2014). Interpersonal Communication Building

Together. USA: SAGE Publications.

Gea, A. A., Wulandari, A. P. Y., & Babari, Y. (2003). Character building II,

Relasi dengan sesama. Jakarta: PT Gramedia.

Haenudin. (2013). Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus Tunarungu (Peserta

Didik Berkebutuhan Khusus Dengan Hambatan Pendengaran). Jakarta:

PT. Luxima Metro Media

Hallahan, D. P. & Kauffman, J. M. (1988). Exceptional Children. Virginia: Prentice hall International, Inc.

Hardjana, A. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.


(4)

Hill, E., and Ponder, P. (1976). Orientation and Mobility Techniques, A Guide for

the Practitioner. New York: American Foundation for the Blind.

Hosni, I. (1996). Bahan Ajar Orientasi dan Mobilitas. (Diktat). Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Ihsan, F. (2010). Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Johannesen, R. L. (1996). Etika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mangal, S. K. (2012). Educating Exceptional Children: An Introduction to

Special Education. New Delhi: PHI Learning Private Limited.

Maryono, Y., dan Istiana, B. P. (2007). Teknologi Informasi dan Komunikasi 1

SMP Kelas VII. Jakarta: Yudhistira Quadra.

Meadow, K. P. (1980). Deafness and Child Development. USA: University of California Press.

Moleong, L.J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Mulyana, D. (2013). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahardja, D. (2010). Konsep Dasar Orientasi dan Mobilitas. (Diktat). Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Reynolds, C. R. & Janzen, E. F. (2002). Concise Encyclopedia of Spesial Education Second Edition. Canada: John Wiley & Sony, Inc.

Sadiman, A. S. (1990). Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya). Jakarta: CV. Rajawali

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi

Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.


(5)

Sheila Muflihah, 2015

POLA KOMUNIKASI SISWA TUNANETRA DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SLBN-A CITEUREUP KOTA CIMAHI

Somad, P. & Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Sunanto, J. (2005). Mengembangkan Potensi Anak Berkelainan Penglihatan. Jakarta: Depdikbud.

Tarsidi, D. (2009) . Pendidikan Anak Tunanetra 1, Kompilasi Materi Perkuliahan. (Diktat). Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT Imtina.

Webster, A. and Roe, J. (1998). Children with Visual Impairment. USA and Canada: Routledge.

Suwarno, W. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Widjaja, H.A.W.(2010). Komunikasi.Jakarta: PT Bumi Aksara.

Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

2. Peraturan Perundangan

No Name. (2010). UUD 1945 Amandemen Pertama s/d Keempat. Yogyakarta: Jogja Bangkit

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional.


(6)

3. Internet

No Name. (t.t). Visual Impairment and Blindness. (Online). Tersedia di: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/ [20 Maret 2015] No name. (t.t). Grades of Hearing Impairment. (Online). Tersedia:

http://www.who.int/pbd/deafness/hearing_impairment_grades/en/ [22 Maret 2015]

Somad, P. (2008). Dampak Ketunarunguan terhadap Perkembangan Individu.

(Online). Tersedia:

http://www.permanarian16.blogspot.com/2008/03/dampak-ketunarunguan-terhadap.html [23 Maret 2015]

Gunawan, H. (2013). Jenis pola komunikasi orang tua dengan anak perokok aktif

di desa Jembayan kecamatan Loa Kulu Kabupatem Kutai Kartanegara.

(Online). Tersedia di: dari http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/?p=906 [15 Maret 2015]