PERLINDUNGAN TERHADAP MEREK PADA MINIATUR MOTOR KLASIK YANG DIKOMERSIALKAN KE DALAM BENTUK BARANG DAGANGAN (MERCHANDISE) DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.
Perlindungan Terhadap Merek pada Miniatur Motor Klasik yang Dikomersialkan
ke dalam Bentuk Barang Dagangan (Merchandise) Dihubungkan Dengan UndangUndang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
Robby Harris Darmawan
110110090076
Nilai ekonomi yang didapatkan dari komersialisasi karya cipta, mendorong para
pelaku usaha mengalihwujudkan berbagai karya cipta ke dalam berbagai bentuk guna
mencari keuntungan. Salah satunya yaitu bisnis pembuatan barang dagangan
(merchandise) atau merchandising. Merchandise awalnya digunakan sebagai alat untuk
mempromosikan suatu merek barang agar menghasilkan keuntungan yang lebih pada
penjualan barang dengan merek tersebut. Namun lama kelamaan merchandise
tersebut sangat diminati oleh konsumen sehingga menjadi independen untuk
dikomersialkan. Keuntungan ekonomis yang didapatkan cukup besar, sehingga banyak
pihak merasa tertarik untuk berbisnis di bidang ini. Namun dalam praktik, muncul
pelanggaran atas penggunaan merek pada miniatur motor klasik ke dalam bentuk
barang dagangan (merchandise) tersebut. Tujuan penelitian ini untuk menentukan
bagaimana penggunaan suatu merek yang dikomersialkan ke dalam bentuk barang
dagangan (merchandise) termasuk sebagai bentuk pelanggaran dan untuk
merumuskan bagaimana tindakan hukum yang dapat dilakukan pemilik merek atas
penggunaan mereknya yang dikomersialkan ke dalam bentuk barang dagangan
(merchandise) oleh pihak lain berdasarkan Undang-undang No. 15 Tahun 2001
Tentang Merek (UUM).
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan mempergunakan pendekatan
yuridis normatif melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikaitkan teotiteori hukum dan diperkuat dengan studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder
berupa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data
yang diperoleh untuk penulisan skripsi kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif yaitu
baik hasil penelitian kepustakaan maupun lapangan diuraikan secara deskriptif. Dalam
menarik simpulan tidak menggunakan rumus matematis.
Penggunaan merek pada miniatur motor klasik yang dikomersialkan ke dalam
bentuk barang dagangan dapat dikualifikasikan sebagai bentuk pelanggaran apabila
tidak adanya perjanjian lisensi barang dagangan (Merchandising license agreement)
terlebih dahulu antara pemakai merek/pelaku usaha dengan pemilik merek atau
pemegang hak merek berdasarkan Pasal 43 UUM. Tindakan hukum pertama dan
utama yang dapat dilakukan pemilik merek berdasarkan Pasal 84 UUM yaitu negosiasi
yang diharapkan melahirkan kesepakatan secara tertulis dalam bentuk perjanjian, dan
apabila tidak tercapai suatu kesepakatan maka pemilik merek dapat mengajukan
gugatan perdata ke pengadilan niaga/arbitrase berdasarkan Pasal 76 UUM atau
tuntutan pidana berdasarkan Pasal 90 UUM ke pengadilan negeri.
iv
ke dalam Bentuk Barang Dagangan (Merchandise) Dihubungkan Dengan UndangUndang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
Robby Harris Darmawan
110110090076
Nilai ekonomi yang didapatkan dari komersialisasi karya cipta, mendorong para
pelaku usaha mengalihwujudkan berbagai karya cipta ke dalam berbagai bentuk guna
mencari keuntungan. Salah satunya yaitu bisnis pembuatan barang dagangan
(merchandise) atau merchandising. Merchandise awalnya digunakan sebagai alat untuk
mempromosikan suatu merek barang agar menghasilkan keuntungan yang lebih pada
penjualan barang dengan merek tersebut. Namun lama kelamaan merchandise
tersebut sangat diminati oleh konsumen sehingga menjadi independen untuk
dikomersialkan. Keuntungan ekonomis yang didapatkan cukup besar, sehingga banyak
pihak merasa tertarik untuk berbisnis di bidang ini. Namun dalam praktik, muncul
pelanggaran atas penggunaan merek pada miniatur motor klasik ke dalam bentuk
barang dagangan (merchandise) tersebut. Tujuan penelitian ini untuk menentukan
bagaimana penggunaan suatu merek yang dikomersialkan ke dalam bentuk barang
dagangan (merchandise) termasuk sebagai bentuk pelanggaran dan untuk
merumuskan bagaimana tindakan hukum yang dapat dilakukan pemilik merek atas
penggunaan mereknya yang dikomersialkan ke dalam bentuk barang dagangan
(merchandise) oleh pihak lain berdasarkan Undang-undang No. 15 Tahun 2001
Tentang Merek (UUM).
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan mempergunakan pendekatan
yuridis normatif melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikaitkan teotiteori hukum dan diperkuat dengan studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder
berupa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data
yang diperoleh untuk penulisan skripsi kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif yaitu
baik hasil penelitian kepustakaan maupun lapangan diuraikan secara deskriptif. Dalam
menarik simpulan tidak menggunakan rumus matematis.
Penggunaan merek pada miniatur motor klasik yang dikomersialkan ke dalam
bentuk barang dagangan dapat dikualifikasikan sebagai bentuk pelanggaran apabila
tidak adanya perjanjian lisensi barang dagangan (Merchandising license agreement)
terlebih dahulu antara pemakai merek/pelaku usaha dengan pemilik merek atau
pemegang hak merek berdasarkan Pasal 43 UUM. Tindakan hukum pertama dan
utama yang dapat dilakukan pemilik merek berdasarkan Pasal 84 UUM yaitu negosiasi
yang diharapkan melahirkan kesepakatan secara tertulis dalam bentuk perjanjian, dan
apabila tidak tercapai suatu kesepakatan maka pemilik merek dapat mengajukan
gugatan perdata ke pengadilan niaga/arbitrase berdasarkan Pasal 76 UUM atau
tuntutan pidana berdasarkan Pasal 90 UUM ke pengadilan negeri.
iv