KEDUDUKAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN YANG BERASAL DARI HIBAH DIHUBUNGKAN DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT.

KEDUDUKAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PENGALIHAN HAK ATAS
TANAH DAN BANGUNAN YANG BERASAL DARI HIBAH DIHUBUNGKAN
DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT
ABSTRAK
Vera Marina
110110090089

Mengamati perkembangan Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia
saat ini banyak mengalami perkembangan dalam lingkup hukum perdata,
khususnya mengenai pengalihan hak milik atas tanah dan bangunan melalui
jual beli. Pada saat ini dapat ditemui praktik jual beli tanah dan bangunan yang
berasal dari pemberian hibah oleh anak yang masih di bawah umur. Bagi
seorang anak yang masih di bawah umur yang mempunyai kehendak untuk
melakukan perbuatan hukum pengalihan hak objek hibah tersebut memiliki
kedudukan yang berbeda dengan subjek hukum yang cakap melakukan
perbuatan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kepastian
mengenai kedudukan anak beserta akibat hukum jual beli atas tanah dan
bangunan yang berasal dari hibah yang dilakukan oleh anak di bawah umur
dihubungkan dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Adat, serta
merumuskan bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap penerima hasil
perolehan pengalihan tanah dan bangunan tersebut.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yang menitikberatkan penelitian terhadap data sekunder sebagai
sumber data utama yang didukung oleh data primer. Spesifikasi penelitian yang
digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, kemudian dikaitkan dengan teori hukum
dan praktik pelaksanaan hukum positif sesuai dengan pembahasan penulis.
Analisis data yang dilakukan secara yuridis kualitatif
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan KHI kedudukan anak di
bawah umur tidak sah melakukan jual beli tanah dan bangunan. Akibat
hukumnya, adalah jual beli tersebut dapat dibatalkan karena syarat kecakapan
bertindak tidak terpenuhi. Maka, harus ditunjuk wali untuk mewakili dalam
melakukan perbuatan hukum mengalihkan hak milik atas tanah yang menjadi
haknya tersebut. Sedangkan berdasarkan Hukum Adat, selama anak tersebut
kuat gawe, maka kedudukannya sah. Akibat hukumnya, jual beli tidak perlu
dibatalkan. Namun, BPN sebagai pelaksana UUPA, dalam praktiknya tidak
berpegang kepada ukuran dewasa menurut Hukum Adat dan lebih memakai
ukuran umur tertentu. Perlu adanya Penetapan Wali dari Pengadilan Negeri
dalam pembuatan Akta Jual Beli di hadapan Notaris/PPAT dan mendaftarkan
peralihan hak atas tanah dalam rangka mendapat perlindungan hukum bagi
pihak penerima hasil perolehan jual beli tanah dan bangunan selaku pemegang

hak atas tanah yang baru serta demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah.

iv