PENINGKATAN KOMPETENSI MEMBACA PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF : Studi Kuasi Eksperimen Model Pembelajaran Membaca pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

(1)

Asep Saepurokhman, 2012

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1

1.2 Batasan Masalah Penelitian ... 12

1.3 Rumusan Masalah Penelitian ... 13

1.4 Tujuan Penelitian ... 14

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

1.6 Anggapan Dasar ... 16

1.7 Hipotesis ... 17

1.8 Paradigma Penelitian ... 18

1.9 Definisi Operasional ... 19

BAB II PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF ... 21

2.1 Membaca ... 21

2.1.1 Pengertian Membaca ... 21

2.1.2 Aspek-aspek Keterampilan Membaca ... 26

2.2 Faktor-faktor Penentu Kompetensi Membaca ... 30

2.2.1 Minat dan Kebiasaan Membaca ... 30

2.2.2 Berbagai Penentu Minat dan Kebiasaan Membaca ... 43

2.2.3 Upaya Peningkatan Kompetensi Membaca ... 49

2.2.4 Kebiasaan yang Tidak Efisien dalam Membaca ... 55

2.3 Kompetensi Membaca Pemahaman ... 65

2.3.1 Pengertian Kompetensi Membaca Pemahaman... 65

2.3.2 Tingkatan Membaca Pemahaman ... 74

2.3.3 Pengukuran Kompetensi Membaca Pemahaman ... 79


(2)

2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran ... 85

2.4.2 Jenis-jenis Model Pembelajaran ... 90

2.5 Model Pembelajaran Generatif ... 99

2.5.1 Orientasi Model Pembelajaran Generatif ... 103

2.5.2 Model Pembelajaran ... 112

2.5.3 Penerapan Model ... 130

2.5.4 Dampak Instruksional dan Penyerta ... 133

2.6 Pembelajaran Membaca dengan Model Pembelajaran Generatif ... 136

2.7 Ruang Lingkup Pembelajaran Membaca dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar... 139

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 142

3.1 Metode Penelitian ... ………. 142

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 144

3.2.1 Populasi Penelitian ... 144

3.2.2 Sampel Penelitian ... 144

3.3 Teknik Penelitian ... 145

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 145

3.3.2 Teknik Analisis Data ... 146

3.4 Instrumen Penelitian ... 154

3.5 Uji Coba Instrumen ... 159

3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 162

3.7 Ruang Lingkup Penelitian ... 168

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA ... 169

4.1 Data Penelitian... ………. 169

4.1.1 Data Kompetensi Membaca Pemahaman ... 170

4.1.1.1 Data Kompetensi Membaca Pemahaman Sebelum Diberikan Perlakuan pada Kelas Eksperimen ... 170

4.1.1.2 Data Kompetensi Membaca Pemahaman Setelah Diberikan Perlakuan pada Kelas Eksperimen ... 177

4.1.1.3 Data Kompetensi Membaca Pemahaman pada Kelas Kontrol ... 183

4.1.2 Data Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Model Pembelajaran Generatif ... 189

4.2 Analisis Data ... ………. 195

4.2.1 Analisis Proses Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif... 195


(3)

Asep Saepurokhman, 2012

4.2.2.1 Analisis Tingkat Kompetensi Membaca Pemahaman pada Kelas Eksperimen

Pertama ... 203

4.2.2.2 Analisis Tingkat Kompetensi Membaca Pemahaman pada Kelas Eksperimen Kedua ... 218

4.2.2.3 Analisis Tingkat Kompetensi Membaca Pemahaman pada Kelas Eksperimen Ketiga ... 232

4.2.3 Analisis Peningkatan Kompetensi Membaca Pemahaman ... 248

4.2.4 Pengujian Hipotesis ... 255

4.2.4.1 Pengujian Hipotesis pada Kelompok Eksperimen Pertama ... 255

4.2.4.2 Pengujian Hipotesis pada Kelompok Eksperimen Kedua ... 268

4.2.4.3 Pengujian Hipotesis pada Kelompok Eksperimen Ketiga ... 281

4.2.5 Analisis Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif ... 294

4.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Generatif ... 314

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 318

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 332

5.1 Simpulan ... ………. 332

5.2 Saran ... ………. 337

DAFTAR PUSTAKA ... 341

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 346


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Membaca ... 164 Tabel 4.1 Kompetensi Membaca Pemahaman Sebelum Diberikan

Perlakuan pada Kelas Eksperimen Pertama (SDN Sukaraja I

Sumedang Selatan) ... 171 Tabel 4.2 Kompetensi Membaca Pemahaman Sebelum Diberikan

Perlakuan pada Kelas Eksperimen Kedua (SDN Manangga

Sumedang Selatan) ... 173 Tabel 4.3 Kompetensi Membaca Pemahaman Sebelum Diberikan

Perlakuan pada Kelas Eksperimen Ketiga (SDN Pasarean

Sumedang Selatan) ... 174 Tabel 4.4 Kompetensi Membaca Pemahaman Setelah Diberikan

Perlakuan pada Kelas Eksperimen Pertama (SDN Sukaraja I

Sumedang Selatan) ... 177 Tabel 4.5 Kompetensi Membaca Pemahaman Setelah Diberikan

Perlakuan pada Kelas Eksperimen Kedua (SDN Manangga

Sumedang Selatan) ... 179 Tabel 4.6 Kompetensi Membaca Pemahaman Setelah Diberikan

Perlakuan pada Kelas Eksperimen Ketiga (SDN Pasarean

Sumedang Selatan) ... 180 Tabel 4.7 Kompetensi Membaca Pemahaman pada Kelas Kontrol Pertama

(SDN Sukaraja I Sumedang Selatan) ... 183 Tabel 4.8 Kompetensi Membaca Pemahaman pada Kelas Kontrol Kedua

(SDN Manangga Sumedang Selatan) ... 185 Tabel 4.9 Kompetensi Membaca Pemahaman pada Kelas Kontrol Ketiga

(SDN Pasarean Sumedang Selatan) ... 186 Tabel 4.10 Data Frekuensi Jawaban Responden dari Setiap Butir Instrumen

Tanggapan Siswa ... 189 Tabel 4.11 Persentase Tanggapan Siswa ... 192 Tabel 4.12 Perhitungan Indeks Gain pada Kelas Eksperimen Pertama (SDN


(5)

Asep Saepurokhman, 2012

Tabel 4.13 Perhitungan Indeks Gain pada Kelas Eksperimen Kedua (SDN

Manangga Sumedang Selatan) ... 251 Tabel 4.14 Perhitungan Indeks Gain pada Kelas Eksperimen Ketiga (SDN

Pasarean Sumedang Selatan) ... 252 Tabel 4.15 Daftar Frekuensi Observasi dan Ekspektasi Kelas Eksperimen

Pertama ... 258 Tabel 4.16 Daftar Frekuensi Observasi dan Ekspektasi Kelas Kontrol

Pertama ... 262 Tabel 4.17 Daftar Frekuensi Observasi dan Ekspektasi Kelas Eksperimen

Kedua ... 271 Tabel 4.18 Daftar Frekuensi Observasi dan Ekspektasi Kelas Kontrol

Kedua ... 275 Tabel 4.19 Daftar Frekuensi Observasi dan Ekspektasi Kelas Eksperimen

Ketiga ... 284 Tabel 4.20 Daftar Frekuensi Observasi dan Ekspektasi Kelas Kontrol

Ketiga ... 288 Tabel 4.21 Data Hasil Pengujian Hipotesis ... 327


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kompetensi Membaca Pemahaman ... 346 Lampiran 2 Instrumen Penelitian Kompetensi Membaca Pemahaman ... 347 Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran

Membaca dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif .. 355 Lampiran 4 Instrumen Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Membaca

dengan Menggunakan Model Pembelajaran Generatif ... 356 Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Penelitian

Pertama ... 359 Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Penelitian

Kedua ... 365 Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelompok Penelitian

Ketiga ... 371 Lampiran 8 Lembar Observasi Pembelajaran Membaca Pemahaman Melalui

Model Pembelajaran Generatif ... 377 Lampiran 9 Surat Permohonan izin melakukan Studi Lapangan/Observasi

dari UPI Bandung ... 378 Lampiran 10 Surat Rekomendasi dari Dinas Pendidikan UPTD TK, SD, dan

PNF Kecamatan Sumedang Selatan ... 379 Lampiran 11 Surat izin Penelitian dari SD Negeri Sukaraja I Kecamatan

Sumedang Selatan ... 380 Lampiran 12 Surat izin Penelitian dari SD Negeri Pasarean Kecamatan

Sumedang Selatan ... 381 Lampiran 13 Surat izin Penelitian dari SD Negeri Manangga Kecamatan

Sumedang Selatan ... 382 Lampiran 14 Hasil Posttest Kompetensi Membaca Pemahaman ... 383 Lampiran 15 Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Membaca Pemahaman . 398


(7)

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

Selama manusia hidup di dunia ini pasti tidak akan terlepas dari kegiatan berbahasa. Dikatakan demikian, karena bahasa merupakan suatu alat untuk berpikir dan berkomunikasi. Kedua kegiatan tersebut selalu menyatu dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Artinya, dengan menggunakan bahasa, manusia dapat mengungkapkan buah pikiran dan perasaannya terhadap orang lain. Hal ini menunjukan bahwa bahasa berkaitan erat dengan proses berpikir manusia. Seperti diungkapkan Langacker (1983:35) bahwa, “Berpikir adalah aktivitas mental manusia”. Aktivitas mental ini akan terjadi apabila ada stimulus atau sesuatu yang menyebabkan manusia untuk berpikir. Karena berpikir selalu dilakukan manusia setiap hari dan secara terus menerus, tepatlah bila dikatakan bahwa manusia tidak dapat terlepas dari bahasa.

Seseorang dikatakan terampil berbahasa, apabila orang tersebut telah terampil dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, seseorang yang hanya menguasai salah satu aspek dari keterampilan berbahasa di atas, belum dapat kita katakan sebagai orang yang terampil berbahasa. Oleh karena itu, keterampilan berbahasa disebut sebagai “Catur Tunggal”. Karena keeratan hubungan antara aspek-aspek tersebut, bahasa


(9)

seseorang biasanya mencerminkan jalan pikirannya. Artinya, semakin terampil seseorang dalam berbahasa, maka semakin jelas dan cerah jalan pikirannya.

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas tinggi merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Manusia yang berkualitas tinggi hanya bisa lahir melalui proses pendidikan. Pendididkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan yang dihadapi manusia. Hal ini sejalan dengan Naisbitt (Syaodih, 2007:1) yang menegaskan bahwa, “Education and traning

must be a major priority, they are the keys to maintaining competitiveness”. Artinya, pendidikan dan pelatihan mesti menjadi prioritas utama, keduanya merupakan kunci untuk mempertahan kebersaingan. Sumber daya manusia yang berkualitas, dengan pegangan norma dan nilai yang kuat, kinerja dan disiplin tinggi, yang dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dapat menjadi kekuatan utama dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, sejalan dengan perkembangan teknologi dan pertumbuhan budaya bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang perkembangan suatu bangsa, meskipun proses tersebut perlu ditempuh melalui suatu perjalanan yang sangat panjang.

Bangsa Indonesia dewasa ini sedang mengalami keterpurukan dalam berbagai bidang, termasuk di dalamnya dalam bidang pendidikan. Dewasa ini banyak sorotan dari berbagai pihak terhadap dunia pendidikan, terutama terhadap peranan dunia pendidikan dalam membentuk manusia yang berkualitas sebagai amanat konstitusional. Rosyada (2009:2) menjelaskan, “Lemahnya sumber Daya


(10)

Manusia hasil pendidikan mengakibatkan lambannya Indonesia bangkit dari keterpurukan sektor ekonomi yang merosot secara signifikan di tahun 1998”. Salah satu penyebab terjadinya kondisi semacam itu karena lemahnya kemampuan sumberdaya manusia Indonesia untuk dapat berkompetisi dengan bangsa lain di kancah percaturan global. Indek Pembangunan Sumber Daya Manusia (Human

Development Indek, HDI) bangsa Indonesia cukup memprihatinkan, karena pada

1996 posisi Indonesia berada pada peringkat 102, dan terus menurun hingga pada 2000 berada pada peringkat 109 dari 174 negara di dunia, berada satu tingkat di atas Vietnam dan beberapa tingkat di atas Myanmar (urutan 125), padahal negara-negara ASEAN lainnya memiliki peringkat yang jauh di atas Indonesia (Sukmara, 2007:2).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengangkat pamor pendidikan di Indonesia yaitu dengan dihapusnya sistem sentralisasi dan diperkenalkannya sistem desentralisasi. Selain itu, komitmen pemerintah dalam mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan terlihat dengan diterbitkannya Undang-undang Guru dan Dosen yang di dalamnya tercermin peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Hal itu dilakukan, karena disadari pemerintah bahwa hanya dengan pendidikan yang berkualitas dapat dilahirkan insan-insan yang aktif, kreatif, inovatif dan berdaya guna bagi nusa dan bangsa.

Keberlangsungan negara kesatuan Indonesia, secara tidak langsung menjadi tanggung jawab para generasi penerus yang duduk di berbagai tingkatan dan jenjang pendidikan, baik tingkat dasar maupun jenjang pendidikan tinggi. Dikatakan demikian, karena merekalah yang akan menjadi penerus lajunya


(11)

perkembangan bangsa ini. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan selayaknya dilakukan secara serempak pada setiap sektor dan komponen serta dilakukan oleh berbagai pihak yang berperan dalam dunia pendidikan. Akan tetapi bila memperhatikan kemampuan pemerintah dan aspek-aspek lainnya, peningkatan kualitas pendidikan dengan cara serempak seperti itu tampaknya sulit dilakukan, kecuali secara berangsur dan memperhatikan skala prioritas, misalnya dengan mempokuskan pada jenjang pendidikan dasar.

Dengan tidak mengurangi arti dan pentingnya jalur dan jenjang pendidikan lain, pendidikan dasar khususnya sekolah dasar memiliki posisi yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dikatakan demikian, karena sekolah dasar merupakan landasan atau pondasi bagi tingkatan pendidikan selanjutnya. Sekolah dasar yang berkualitas, tentunya akan menjadi landasan yang kuat bagi tingkatan pendidikan selanjutnya, baik pendidikan menengah maupun tinggi. Secara khusus peranan pendidikan dasar dirumuskan dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006, bahwa pendidikan dasar bertujuan meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Syaodih, 2007:2). Oleh karena itu, para siswa perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang cukup memadai agar mereka dapat hidup di tengah-tengah masyarakat secara bermartabat. Pengetahuan, keterampilan dan sikap tersebut dapat diperoleh melalui aktivitas pembelajaran yang bermakna maupun aktivitas-aktivitas lainnya, misalnya aktivitas secara mandiri yakni dengan kegiatan membaca yang dilakukan secara terus menerus.


(12)

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang perlu terus dikembangkan. Dengan aktivitas membaca, kita akan mengetahui tentang hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui. Oleh karena itu, Misdan dan Harjasujana (1987:V) mengatakan bahwa, “Peranan membaca dalam masyarakat modern semakin jelas dan penting”. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa,

Anggota masyarakat yang “iliterat” dan “aliterat” akan terkucilkan hidupnya. Anggota masyarakat yang iliterat atau yang buta wacana dan anggota masyarakat yang aliterat atau yang malas membaca itu hidupnya akan selalu terkucilkan karena tuna informasi sehingga tidak dapat mengikuti kemajuan zaman bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya yang selalu tanggap terhadap informasi yang diperolehnya (Misdan dan Harjasujana, 1987:v).

Oleh karena itu, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa taraf minat baca siswa dan mahasiswa kita turut pula menentukan taraf kemajuan bangsa dan negara kita. Lebih lanjut Rusyana (1984:190) berpendapat bahwa, “Kemampuan membaca sangat penting untuk pemeliharaan dan pengembangan kehidupan suatu masyarakat, baik sebagai perseorangan maupun sebagai bangsa, agar suatu masyarakat dapat bertahan di muka bumi”. Hal ini berarti, minat, kebiasaan, dan kompetensi membaca suatu bangsa menjadi salah satu faktor yang menentukan perkembangan dan kemajuan bangsa tersebut.

Mengingat pentingnya membaca maka pada pendidikan formal, baik itu di tingkat dasar, menengah, maupun pada tingkat pendidikan tinggi selalu diupayakan terjadinya peningkatan minat dan kompetensi membaca. Hal ini perlu dilakukan karena seseorang yang mempunyai minat membaca akan terdorong untuk melakukan aktivitas membaca. Selanjutnya dengan adanya aktivitas


(13)

membaca yang rutin akan melahirkan kebiasaan membaca yang pada akhirnya dapat pula meningkatkan kompetensi membaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi (2008:55) yang menyatakan bahwa, “Minat atau motivasi yang tinggi untuk membaca, akan menimbulkan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca inilah yang akan meningkatkan kecepatan dan kecermatan membaca atau keterampilan membaca”.

Minat yang tinggi dalam membaca merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan membaca. Oleh karena itu, minat membaca perlu dibina, ditingkatkan, dan dimiliki oleh setiap individu, khususnya para siswa. Misdan dan Harjasujana (1987:99) mengatakan, “Minat yang tinggi terhadap suatu topik akan memberikan energi mental tambahan yang diperlukan dalam upaya menyarikan informasi dari suatu teks”. Dengan demikian, minat membaca memegang peranan yang penting dalam menunjang keberhasilan membaca.

Adapun yang dimaksud dengan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Selanjutnya Kridalaksana (2005:135) menjelaskan bahwa, “Membaca adalah suatu keterampilan mengenal dan memahami lambang-lambang grafis dalam bentuk pemahaman diam”. Hal ini berarti membaca merupakan suatu proses dalam memperoleh suatu pesan atau informasi yang terdapat dalam suatu tulisan secara utuh dan menyeluruh.

Para siswa sebagai generasi penerus bangsa, harus memiliki kompetensi dan keterampilan dalam mengolah berbagai informasi yang setiap hari semakin


(14)

banyak dan semakin berkembang. Oleh karena itu, sebagai calon-calon ilmuwan masa depan, mereka perlu dibekali dengan cara membaca yang efektif dan efisien, sehingga berbagai informasi dapat diserap dan diolah secara cepat. Dengan kompetensi membaca yang baik, mereka tidak akan tertinggal oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap peningkatan kualitas hidup mereka sendiri.

Salah satu kompetensi membaca yang perlu dikuasai siswa adalah membaca pemahaman. Dengan kompetensi tersebut, siswa akan memahami arti atau makna yang terkandung dalam sebuah wacana secara utuh dan menyeluruh. Semakin banyak wacana yang dipahami siswa, akan semakin memperluas cakrawala berpikirnya dalam mengikuti perkembangan zaman pada segala bidang kehidupan.

Dengan demikian, kegiatan membaca merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan para siswa dalam upaya menyerap segala bentuk pengetahuan, sehingga diperoleh suatu kemampuan yang maksimal pada akhir pembelajaran. Artinya, dengan kegiatan membaca yang luaslah seseorang dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan. Oleh karena itu, keterampilan membaca merupakan katalisator yang ampuh dalam mendayagunakan sumberdaya manusia Indonesia, khususnya para siswa sekolah dasar sebagai tunas-tunas generasi penerus bangsa.

Adapun yang dimaksud dengan membaca pemahaman adalah kegiatan membaca yang dilakukan seseorang dengan tujuan menangkap isi atau makna yang terkandung dalam wacana secara mendalam, utuh, dan menyeluruh. Hal ini


(15)

sesuai dengan pendapat Soedarso (2006:58) bahwa, “Membaca pemahaman adalah kemampuan untuk mengerti ide pokok, detail yang penting, dan seluruh pengertian”. Dengan kata lain, membaca pemahaman merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang dalam rangka memahami makna yang terdapat dalam suatu bacaan secara mendetail, utuh, dan menyeluruh.

Telah dikatakan bahwa dalam proses membaca terdapat beberapa faktor yang turut menentukan keberhasilan membaca itu sendiri. Faktor-faktor tersebut misalnya pengetahuan tentang makna, motivasi, minat baca, kebiasaan membaca, menangkap gagasan, jangkauan mata, kemampuan intelektual, pengalaman, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kita harus menyadari dan memahami dengan benar bahwa membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, rumit, dan mencakup keterampilan yang lebih kecil. Hal ini sejalan dengan Redway (1998:9) yang mengatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang kompleks dan melibatkan langkah dan aktivitas tertentu, misalnya pengenalan simbol secara visual, asimilasi simbol, integrasi semantik, dan daya ingat.

Masyarakat di negara-negara yang sudah maju memiliki keyakinan bahwa alat utama untuk mengadakan percepatan dalam peningkatan kulitas pendidikan dan sumber daya manusia yaitu peningkatan kompetensi membaca. Mereka merasa perlu untuk selalu meningkatkan kemampuan efektif membacanya agar dapat menyerap secara cepat berbagai informasi yang selalu terus meningkat. Masyarakat Amerika misalnya, sudah sejak tahun 70-an membuat patokan bahwa seorang profesional harus membaca kurang lebih 3400 halaman/minggu. Seorang ibu rumah tangga yang mau ikut berpacu dengan kemajuan harus membaca


(16)

kurang lebih 1700 halaman/minggu. Agar dapat memenuhi tuntutan tersebut, mereka berupaya untuk memiliki kemampuan efektif membaca kurang lebih 500 kpm atau limaratus kata per menit (Damaianti, 2001:2).

Telah banyak para pakar maupun para siswa sekolah pascasarjana yang melakukan penelitian dengan mengambil topik membaca. Penelitian-penelitian tersebut secara umum didasari oleh kesadaran bahwa kompetensi membaca merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan para pakar dan peniliti tersebut diketahui bahwa kompetensi membaca masyarakat Indonesia tergolong rendah. Rusyana (1984) melaporkan bahwa minat dan kemampuan membaca sebagian besar siswa SMA di Jawa Barat tergolong rendah. Faktor rendahnya kemampuan membaca tersebut antara lain disebabkan oleh kurangnya sarana baca, kurangnya waktu untuk membaca, rendahnya minat baca, rendahnya daya beli buku masyarakat dan berbagai faktor lainnya. Informasi tentang rendahnya kemampuan membaca dapat kita lihat pula pada hasil penelitian Heryana (1999), Iskandar (1999), Nurhayatin (1997), Sunarti (1998), maupun pada disertasi Bahry (2000) dan Damaianti (2001).

Lebih lanjut, dalam penelitian yang bersifat internasional diketahui bahwa kemampuan membaca masyarakat Indonesia tergolong rendah. Klasifikasi rendah tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan The International

Association for the Evaluation of Educational Achievement yang melaporkan

bahwa kemampuan membaca anak Indonesia hanya menduduki peringkat ke-31, yaitu nomor dua dari peringkat terakhir di dunia, satu tingkat di atas Venezuela


(17)

(Damaianti, 2001:2). Keadaan ini dapat kita pahami, karena sering kita melihat para siswa pun hanya melakukan kegiatan membaca apabila harus menyelesaikan tugas atau bila akan mengikuti ujian di samping variasi buku yang mereka miliki cukup minim. Kenyataan hasil penelitian tersebut cukup mengkhawatirkan berbagai pihak, karena masa depan bangsa Indonesia terletak di tangan mereka sebagai generasi penerus dan pembangun bangsa. Oleh karena itu, kenyataan ini merupakan suatu tantangan besar bagi para guru, pendidik, maupun pemerhati pendidikan dalam upaya mencari berbagai solusi peningkatan kemampuan membaca siswa.

Selain itu, berdasarkan hasil studi pendahuluan pada beberapa sekolah dasar di Kabupaten Sumedang diperoleh informasi dari beberapa orang guru bahwa minat dan kemampuan membaca siswa sekolah dasar belum dapat dikatagorikan tinggi. Hal ini dibuktikan pula dengan pencapaian IPM kabupaten Sumedang yang di bawah 80. Salah satu indikator pencapaian IPM tersebut yaitu sektor pendidikan. Oleh karena itu pemerintah kabupaten Sumedang saat ini sedang berupaya dengan berbagai cara agar terjadi peningkatan IPM sesuai dengan target minimal yaitu 80. Salah satu upaya yang dilakukan tersebut yaitu dengan peningkatan gemar membaca melalui dinas pendidikan dengan motto “Aku Membaca, maka Aku Pintar”. Upaya tersebut direalisasikan dengan digulirkannya perpustakaan berjalan atau perpustakaan keliling yang secara periodik mendatangi berbagai desa dan kecamatan yang ada di wilayah Sumedang.


(18)

Dari uraian di atas, terlihat bahwa peningkatan kompetensi membaca siswa merupakan sesuatu yang penting dan perlu dilakukan secara optimal dari berbagai segi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru dalam membantu program pemerintah tersebut yaitu dengan penerapan suatu model pembelajaran yang dapat menggali berbagai potensi yang dimiliki siswa. Guru sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan perlu menciptakan suatu kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaktifkan struktur koqnitif dan membangun struktur-struktur baru dalam rangka mengakomodasi pengetahuan-pengetahuan yang baru. Dikatakan demikian, karena pada dasarnya pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan kreativitas berpikir siswa guna menggali berbagai kompetensi yang dimilikinya sehingga mereka dapat berkompetisi dalam kancah globalisasi (Firdaus, 2007:59). Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan dapat mengembangkan kreativitas berpikir siswa adalah model pembelajaran generatif (generative learning).

Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya (Osborne dan Wittrock dalam Holil, 2008:http//anwarholil.blogspot.com). Pembelajaran generatif menekankan pada cara-cara memperkuat dorongan internal manusia untuk memahami lingkungan dengan menggali dan mengorganisasi informasi, memecahkan masalah dan mengembangkan bahasa.

Esensi dari pembelajaran generatif adalah pikiran atau otak manusia bukanlah penerima informasi secara fasif, tetapi aktif dalam mengkonstruksi dan


(19)

menafsirkan informasi dan selanjutnya menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang diperoleh tersebut. Pembelajaran generatif melibatkan aktivitas mental melalui kreativitas berpikir siswa yang berkembang sejalan dengan proses belajar siswa tersebut. Dengan demikian, pada dasarnya pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan baru dibangun dalam pikiran siswa.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran generatif diprediksi dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, karena keduanya melibatkan aktivitas mental dalam mengolah informasi yang masuk dari luar. Penelitian ini penting untuk dilakukan dan sangat bermanfaat bagi pengembangan ilmu serta pemecahan permasalahan dalam bidang membaca. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan model pembelajaran membaca dan membantu program pemerintah untuk meningkatkan kegemaran membaca, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Peningkatan Kompetensi Membaca Pemahaman Siswa Sekolah Dasar Melalui Model Pembelajaran Generatif (Studi Kuasi Eksperimen Model Pembelajaran Membaca pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang)”.

1.2 Batasan Masalah Penelitian

Mengingat masih luasnya permasalahan yang terdapat dalam latar belakang masalah di atas, perlu dilakukan pembatasan masalah, agar masalah yang dikaji terarah pada sasaran penelitian yang ditentukan. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut.


(20)

1) Kemampuan membaca pemahaman dalam penelitian ini dibatasi pada pemahaman isi wacana. Pemahaman isi wacana yang dimaksudkan yaitu pemahaman terhadap isi bacaan secara utuh dan menyeluruh yang meliputi pemahaman terhadap bahasa dan simbol grafonik, gagasan, nada dan gaya penulisan pengarang.

2) Wacana yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman siswa yaitu cerita anak yang berjudul Benz, Anak Miskin Ciptakan Mobil

Pertama di Dunia yang diambil dari buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD/MI kelas VI karangan Witarsa, dkk.

3) Profil kompetensi membaca siswa dilihat dari kompetensi membaca pemahaman sebelum dan sesudah proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif.

4) Keberhasilan pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif di lihat dari perbandingan nilai posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang akan diuji dengan uji statistik parametrik dua perlakuan.

5) Model pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol sebagai pembanding keberhasilan pembelajaran kelas eksperimen yaitu model pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dasar yang dijadikan sampel penelitian ini (model konvensional dengan teknik ceramah bervariasi).


(21)

6) Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012.

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang diuraikan di atas, masalah yang muncul dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah proses pembelajaran membaca pemahaman dengan

menggunakan model pembelajaran generatif pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012?

2) Apakah terdapat peningkatan kompetensi membaca pemahaman siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012 setelah dilaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif?

3) Apakah terdapat perbedaan keberhasilan pembelajaran membaca pemahaman antara yang menggunakan model pembelajaran generatif dengan yang menggunakan model konvensional pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012?


(22)

4) Bagaimanakah tanggapan siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang terhadap proses pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif?

1.4. Tujuan Penelitian

Suatu pekerjaan akan bermakna, bahkan akan menghasilkan sesuatu yang berarti apabila dilakukan dengan tujuan yang jelas. Bertitik tolak dari pernyataan tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1) Ingin mengetahui gambaran proses pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012.

2) Ingin membuktikan adanya peningkatan kompetensi membaca pemahaman siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012 setelah dilaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif.

3) Ingin membuktikan perbedaan keberhasilan pembelajaran membaca pemahaman antara yang menggunakan model pembelajaran generatif dengan yang menggunakan model konvensional pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012.


(23)

4) Ingin mengetahui gambaran tanggapapan siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Semedang Selatan Kabupaten Sumedang terhadap proses pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperkirakan dapat diperoleh dari penelitian ini, di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Memberikan informasi bagi guru sekolah dasar yang bersangkutan tentang kondisi kompetensi membaca pemahaman siswanya, sehingga dapat dijadikan dasar pemberian motivasi membaca dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran yang dibinanya.

2) Memberikan informasi bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan tentang penentuan model pembelajaran yang menitik beratkan terhadap aktivitas belajar siswa sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.

3) Sebagai bahan kajian bagi para praktisi pendidikan bahwa kompetensi membaca pemahaman merupakan aktivitas yang kompleks serta memiliki kepentingan prioritas untuk terus dibina serta dikembangkan karena sebagai pintu awal dalam mengenal berbagai ilmu pengetahuan.


(24)

4) Memberikan alternatif model pembelajaran membaca kepada guru-guru di lingkungan sekolah dasar yang bersangkutan sebagai suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa.

1.6 Anggapan Dasar

Anggapan dasar atau postulat merupakan pijakan atau titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan dengan berdasar pada anggapan dasar sebagai berikut.

Membaca pemahaman merupakan suatu kemampuan yang perlu dimiliki, dikuasai, dan dilaksanakan secara terus menerus oleh para siswa. Hal itu perlu dilakukan, karena dengan membaca pemahaman akan memperluas wawasan dan cakrawala berpikir siswa dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungannya. Selain itu, para siswa dapat menyerap berbagai bentuk ilmu pengetahuan, sehingga akan memperoleh kemampuan yang maksimal pada akhir pembelajaran.

Membaca merupakan suatu keterampilan yang kompleks, karena melibatkan berbagai komponen. Di antara berbagai komponen yang turut serta menentukan keberhasilan membaca, khususnya membaca pemahaman yaitu minat baca, kebiasaan membaca, serta proses pembelajaran membaca yang bermakna bagi siswa. Oleh karena itu guru perlu mendesain suatu model pembelajaran membaca yang dapat memotivasi serta menggali berbagai potensi yang dimiliki siswa.


(25)

Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan dapat menggali berbagai potensi yang dimiliki siswa yaitu model pembelajaran generatif. Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Dengan model pembelajaran ini, kreativitas berpikir siswa dapat berkembang dengan memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimilikinya untuk menganalisis dan mengorganisasikan pengetahuan baru. Oleh karena itu, aktivitas mental siswa dapat tumbuh atau berkembang secara optimal.

Penggunaan model pembelajaran generatif dalam pembelajaran membaca pemahaman diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan dan kreativitas berpikir siswa. Dikatakan demikian, karena pada saat melakukan aktivitas membaca sebenarnya siswa berupaya mengolah pengetahuan baru dari sebuah wacana dengan memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimilikinya.

1.7 Hipotesis

Berdasarkan anggapan dasar penelitian di atas, hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini yaitu, “Terdapat perbedaan keberhasilan pembelajaran membaca pemahaman antara yang menggunakan model pembelajaran generatif dengan yang menggunakan model konvensional pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang”. Dengan kata lain, model pembelajaran generatif memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi bila digunakan dalam pembelajaran membaca


(26)

pemahaman pada siswa kelas VI Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

1.8 Paradigma Penelitian

Berdasarkan anggapan dasar dan hipotesis di atas, dapat digambarkan paradigma penelitian ini seperti berikut.

Diagram 1.1


(27)

1.9 Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesimpang-siuran penafsiran terhadap judul penelitian ini, diperlukan definisi operasional. Dengan definisi tersebut, diharapkan dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap istilah-istilah yang berkaitan dengan penelitian ini. Oleh karena itu, berikut ini akan penulis uraikan definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini.

1. Membaca yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses yang

dilakukan oleh siswa kelas VI sekolah dasar di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang dalam memperoleh berbagai informasi dari wacana yang berjudul, Benz, Anak Miskin Ciptakan Mobil Pertama di Dunia.

2. Kompetensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan,

kesanggupan, kekuatan, maupun kecakapan dalam melakukan suatu tindakan tertentu (membaca pemahaman) yang dilakukan siswa kelas VI sekolah dasar di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang dengan menggunakan pengetahuan atau keterampilan yang dimilikinya.

3. Membaca Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan

membaca yang dilakukan siswa kelas VI sekolah dasar di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang dengan tujuan untuk menangkap isi atau makna yang terkandung dalam wacana yang berjudul, Benz, Anak Miskin

Ciptakan Mobil Pertama di Dunia secara utuh dan menyeluruh.

4. Kompetensi Membaca Pemahaman dalam penelitian ini adalah kemampuan,


(28)

Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang untuk memahami isi wacana secara utuh dan menyeluruh yang meliputi pemahaman terhadap bahasa dan simbol grafonik, gagasan, nada dan gaya penulisan yang digunakan pengarang.

5. Model yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pola pembelajaran yang

telah diuji secara empiris dan dijadikan landasan dalam pembelajaran membaca pemahaman di sekolah dasar yang ada di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

6. Pembelajaran generatif yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu

model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa kelas VI sekolah dasar di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang sebelumnya.


(29)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu metode

quasi experiment atau eksperimen semu. Metode tersebut digunakan karena

penelitian ini bersipat uji coba pengembangan suatu model pembelajaran dengan maksud melihat kompetensi membaca pemahaman siswa setelah dilaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Selain itu, alasan digunakannya quasi experiment karena penelitian ini berhubungan dengan perilaku manusia yaitu belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Hal ini sejalan dengan pendapat Hatch & Farhady (2002:23) yang berpendapat seperti berikut.

The ultimate goal of any investigation is to conduct research that will alow us to show the relationship the variables we have selected. However, in social sciences in general, and in our field in particular, it is not realistict to limit our research to true experimental designs only. The reason is that we are dealing with the most complicated of human behaviors, languge learning, and language behavior.

Artinya, tujuan akhir penelitian yaitu untuk melakukan penelitian yang mendorong kita untuk menunjukan hubungan variabel-variabel yang telah diseleksi. Namun, dalam ilmu pengetahuan sosial umumnya dan dalam bidang pendidikan bahasa khususnya tidaklah realistik membatasi penelitian hanya pada rancangan eksperimen murni karena kita berhubungan erat dengan perilaku manusia yang sangat kompleks, pembelajaran bahasa, dan perilaku berbahasa.


(30)

Dengan demikian, pendapat tersebut memberikan penjelasan bahwa tujuan utama melakukan penelitian kuasi eksperimen karena memungkinkan peneliti menunjukan pertautan beberapa variabel yang telah ditentukan. Bahkan, secara umum dalam ilmu-ilmu sosial, lebih-lebih dalam penelitian bidang bahasa, sangat tidak realistik membatasi penelitian hanya dengan eksperimen murni. Alasannya, karena kita berhubungan dengan persoalan yang paling rumit dalam perilaku manusia, belajar bahasa, dan perilaku berbahasa. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan model the matching only

pretest-posttest control group design.

Dalam eksperimen dengan pola the matching only pretest-posttest control

group design ini, observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan setelah

pembelajaran. Observasi pada kelompok eksperimen dilakukan terhadap hasil

pretest dan posttest setelah diberikan perlakuan atau treatment berupa model

pembelajaran generatif. Demikian juga pada kelompok kontrol observasi dilakukan terhadap hasil pretest dan posttest setelah dilaksanakan pembelajaran yang tidak diberikan perlakuan, tetapi digunakan model pembelajaran lain yang sering digunakan di sekolah yang bersangkutan yaitu model konvensional, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa setelah diberikan treatment (X1). Adanya perbedaan hasil pembelajaran membaca pemahaman antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, diasumsikan sebagai akibat dari pemberian treatment (X1) yaitu model pembelajaran generatif. Untuk lebih jelasnya tentang eksperimen dengan pola


(31)

The Matching Only Pretest-Posttest Control Group Design ini, dapat kita lihat

diagram di bawah ini.

Treatment Group O M X1 O

Control Group O M X2 O (Fraenkel & Wallen, 2007:253).

Keterangan:

O = Pretest dan Posttest pada kelas eksperimen dan kontrol X1 = Treatment (model pembelajaran generatif)

X2 = Non treatment (model pembelajaran konvensional)

M = Matched random assignment untuk kelas eksperimen dan kontrol

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kompetensi membaca pemahaman siswa kelas VI sekolah dasar negeri di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 43 sekolah. Populasi tersebut tersebar secara merata di daerah pusat kota, pertengahan kota, dan pinggiran kota.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti. Sehubungan dengan pertimbangan karakteristik populasi yang berada di pusat kota, pertengahan, dan pinggiran kota, penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik random sampling atau sampel acak. Karena keterbatasan


(32)

kemampuan peneliti dari segi biaya, waktu, dan tenaga maka dari masing-masing wilayah tersebut akan diambil satu sekolah sebagai sampel secara random dengan diundi. Penentuan sampel dengan cara tersebut didasarkan asumsi bahwa karakteristik populasi dari masing-masing wilayah bersifat homogen bila dilihat dari lingkungan belajar yang relatif sama dan fasilitas belajar yang tidak jauh berberbeda.

Berdasarkan pengundian yang dilakukan pada masing-masing wilayah tersebut, diperoleh sampel yaitu SDN Sukaraja I yang mewakili daerah pusat kota, SDN Manangga yang mewakili pertengahan kota, dan SDN Pasarean sebagai perwakilan dari pinggiran kota. Dengan demikian, sampel penelitian dapat dianggap representatif karena sudah mewakili tiga karakteristik wilayah penelitian.

Sehubungan dengan kepentingan penelitian ini, dari masing-masing sekolah tersebut akan diambil dua kelas sebagai sampel penelitian dengan cara diundi yaitu untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan demikian, sampel penelitian ini yaitu seluruh kompetensi membaca pemahaman siswa kelas VI SDN Sukaraja I, SDN Manangga, dan SDN Pasarean Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang tahun pelajaran 2011/2012.

3.3 Teknik Penelitian


(33)

Teknik utama yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Teknik Tes

Tes digunakan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap isi wacana. Tes dilaksanakan sebelum dan setelah proses belajar mengajar berlangsung pada masing-masing subjek penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil tes tersebut dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat kemampuan membaca pemahaman siswa, sehingga peningkatan kompetensi membaca dengan model pembelajaran generatif dapat diketahui secara pasti.

2. Angket

Angket digunakan untuk menjaring data tentang tanggapan atau respons siswa terhadap proses belajar mengajar membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Melalui angket yang diberikan dapat diketahui positif atau negatifnya kecenderungan pandangan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan dengan model tersebut.

3. Observasi

Observasi digunakan untuk melihat atau mengamati proses pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Observasi dilakukan terhadap aktivitas siswa pada kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup dalam pembelajaran membaca pemahaman dengan model pembelajaran generatif.


(34)

3.3.2 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian penulis akan menganalisisnya secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan statistik parametik. Analisis kualitatif dilakukan dalam rangka pemberian makna terhadap proses pembelajaran, kemampuan membaca pemahaman, serta kecenderungan pandangan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan maksud untuk mengetahui besarnya derajat tingkat keberhasilan pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Data yang diperoleh dari setiap variabel penelitian ini kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Analisis Proses Pembelajaran Membaca Pemahaman dengan Model Pembelajaran Generatif

Analisis proses pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif dilakukan terhadap aktivitas siswa dalam kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Dalam hal ini peneliti akan mendeskripsikan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan model pembelajaran generatif serta melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam tiga tahap kegiatan pembelajaran tersebut yaitu kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Dengan analisis tersebut dapat diketahui secara jelas tahap-tahap pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelaran generatif sebagai salah satu alternatif model pembelajaran dalam peningkatan kompetensi membaca pemahaman siswa.


(35)

2. Analisis Tingkat Kompetensi Membaca Pemahaman Siswa

Kompetensi membaca pemahaman masing-masing sampel setelah dilaksanakan proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif untuk kelas eksperimen dan model konvensional untuk kelas kontrol akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Mempersiapkan kegiatan membaca pemahaman yang akan dilakukan oleh siswa, dimulai dari pengondisian lingkungan belajar, penyediaan wacana, dan alat evaluasi.

2) Melaksanakan kegiatan membaca pemahaman dengan menggunakan teknik membaca dalam hati.

3) Memberikan tes dengan maksud untuk mengukur kompetensi membaca pemahaman setiap siswa terhadap isi wacana.

4) Menghitung persentase pemahaman isi wacana setiap sampel dengan menggunakan rumus :

X 100% PersentasePemahaman Isi Maksimal

Skor

diperoleh yang

Skor

5) Mendeskripsikan tingkat kompetensi membaca pemahaman setiap sampel maupun secara keseluruhan dengan cara persentase.

6) Menafsirkan besarnya persentase kompetensi membaca pemahaman setiap sampel maupun secara keseluruhan dengan kriteria seperti berikut.

85% - 100 % = Baik sekali/Tinggi sekali 75 % - 84 % = Baik/Tinggi


(36)

40 % - 59 % = Kurang/Rendah

0,0 % - 39 % = Kurang sekali/Rendah sekali (Nurgiyantoro, 2008:82 dengan sedikit modifikasi).

3. Analisis Peningkatan Kompetensi Membaca Pemahaman Siswa

Peningkatan kompetensi membaca pemahaman siswa akan dianalisis dengan cara membandingkan hasil pretest dengan hasil posttest. Analisis dilakukan dengan menggunakan perhitungan indeks gain. Perhitungan tersebut digunakan untuk mengetahui peningkatan kompetensi membaca pemahaman setelah dilakukan proses belajar mengajar dengan model pembelajaran generatif. Oleh karena itu, perhitungan indeks gain dilakukan terhadap hasil pretest dan

posttest sebelum dan sesudah pembelajaran membaca dengan model pembelajaran

generatif. Adapun rumus yang digunakan untuk perhitungan indeks gain tersebut yaitu rumus yang dikemukakan Meltzer sebagai berikut.

(Metzer, 2002: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Des-2002-Vo.70-1259-1268.pdf).

Keterangan:

Spost = Skor hasil posttest Spre = Skor hasil pretest Smaks = Skor maksimal ideal

Spost - Spre Smaks - Spre Gain =


(37)

Kriteria interpretasi indeks gain yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika g > 0,70, maka tingkatan gain dinyatakan dalam kategori tinggi; jika

indeks gain berada dalam interval 0,30 ≤ g ≤ 0,70, tingkatan gain dinyatakan

dalam kategori sedang; sedangkan jika g < 0,30, tingkatan gain dinyatakan dalam kategori rendah.

4. Pengujian Hipotesis

Analisis ini dilakukan dengan maksud untuk melihat tingkat keberhasilan model pembelajaran generatif bila digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman pada siswa kelas VI sekolah dasar negeri di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang. Analisis dilakukan dengan maksud membuktikan diterima atau tidaknya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dengan cara membandingkan hasil posttest pembelajaran membaca pemahaman antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol melalui perhitungan statistik dua perlakuan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Uji Normalitas Distribusi Data

Uji Normalitas distribusi data ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini diberlakukan pada setiap variabel yang diteliti dan dijadikan data penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, sehingga dapat dijadikan dasar untuk analisis statistik berikutnya. Dalam Uji Normalitas Distribusi Data ini digunakan Uji Chi Kuadrat (2) dengan rumus :


(38)

E

)

E

(O

2

k

k 2

Σ

χ

i i i

i

(Sudjana, 2006:273)

Keterangan :

Ei = Frekuensi yang diharapkan Oi = Frekuensi hasil pengamatan

Adapun ketentuan yang dijadikan kriteria uji normalitas distribusi data di atas adalah sebagai berikut.

Ha = Sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Ho = Sampel bukan diambil dari populasi yang berdistribusi normal.

Pengujian hipotesis normalitas distribusi di atas dilakukan dengan ketentuan seperti berikut. Tolak hipotesis Ha, jika 2hit  2(1-)(k-3). Dalam hal lain, Ha diterima.

2) Uji Homogenitas Dua Varian

Uji homogenitas dua variansi ini digunakan dengan maksud untuk mengetahui kesamaan dua mean dari dua kelompok nilai yaitu nilai posttest pada masing-masing sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol sesuai dengan desain penelitian yang telah ditentukan. Uji ini dilakukan bila masing-masing kelompok sampel diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Dalam hal ini digunakan uji F dengan rumus sebagai berikut.


(39)

F =V�

Vk (Sudjana, 2006:250).

Keterangan:

F = nilai homogenitas variansi

vb = variansi besar yang dikuadratkan (Sd12) vk = variansi kecil yang dikuadratkan (Sd22)

Pengujian hipotesis untuk uji homogenitas dua variansi di atas dilakukan dengan kriteria sebagai berikut. Jika Fhitung < Ftabel, maka kedua varian tersebut homogen, tetapi jika Fhitung ≥ Ftabel, maka kedua varian tersebut tidak homogen. Jika kedua varian terebut bersipat homogen, pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dilanjutkan dengan uji tes t.

3) Uji Test t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penggunaan model pembelajaran generatif dalam pembelajaran membaca pemahaman dengan cara membandingkan hasil posttest pada masing-masing kelompok sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan kata lain, uji ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dengan rumus sebagai berikut.

2 1

2 1

1 1

N N dsg

x x t

 


(40)

Keterangan :

1

x = rata-rata nilai kelompok kesatu

2

x = rata-rata nilai kelompok kedua dsg = standar deviasi gabungan

Pengujian hipotesis dengan uji statistik dua perlakuan ini dilakukan dengan kriteria uji sebagai berikut. Jika thitung berada di luar interval –ttabel sampai dengan ttabel atau –ttabel < ttabel < thitungl, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

posttest pada masing-masing kelompok sampel. Dengan kata lain, model

pembelajaran generatif memilki tingkat keberhasilan yang tinggi bila digunakan dalam pembelajaran membaca pemahaman pada siswa kelas VI sekolah dasar negeri di Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang. Akan tetapi, jika thitung berada di dalam interval –ttabel sampai dengan ttabel , maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak.

5. Analisis Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Membaca dengan Model Pembelajaran Generatif

Tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran membaca pemahaman dengan model pembelajaran generatif diperoleh melalui penyebaran angket kepada seluruh sampel penelitian. Hasil angket tersebut akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan setiap jawaban sampel atas instrumen yang diberikan mengenai tanggapan siswa terhadap proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif.


(41)

2) Mempersentasekan tinggi rendahnya kecenderungan pandangan siswa terhadap proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif dengan rumus seperti berikut.

Siswa Pandangan Persentase

% 100 X Maksimal Skor

angket Skor

3) Menafsirkan tinggi rendahnya atau positif negatifnya pandangan setiap sampel maupun secara keseluruhan. Katagori yang digunakan untuk menafsirkan kecenderungan pandangan siswa tersebut mengacu pada kriteria seperti berikut ini.

85% - 100 % = Tinggi sekali/sangat positif 75 % - 84 % = Tinggi/positif

60 % - 74 % = Cukup/sedang 40 % - 59 % = Rendah/negatif

0,0 % - 39 % = Rendah sekali/sangat negatif (Nurgiyantoro, 2008:82 dengan sedikit modifikasi).

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, data atau informasi yang ingin penulis ketahui yaitu kompetensi membaca pemahaman, proses pembalajaran membaca pemahaman, dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Oleh karena itu, instrumen utama yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), soal tes, observasi, dan angket.

RPP digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Soal tes digunakan untuk mengukur


(42)

kompetensi membaca pemahaman siswa setelah proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif dan model konvensional. Observasi digunakan untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif, sedangkan angket digunakan untuk menjaring data tentang tanggapan siswa terhadap proses belajar mengajar yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya tentang instrumen yang digunakan dalam penelitian ini akan dibahas pada uraian di bawah ini.

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan desain pembelajaran yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Desain pembelajaran tersebut dibuat sebanyak dua buah yaitu untuk kelas eksperimen dengan model pembelajaran generatif dan kelas kontrol dengan menggunakan model konvensional. Dalam kedua RRP tersebut memuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan dan metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian.

Dengan mengacu pada bagian-bagian yang terdapat dalam RPP tersebut, pembelajaran akan tersusun secara sistematis, sehingga langkah-langkah atau proses pembelajaran membaca pemahaman dengan model pembelajaran generatif dapat diamati secara jelas. Kedua rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut secara lebih lengkap dapat dilihat dalam lembar lampiran disertasi ini.


(43)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kompetensi membaca pemahaman siswa adalah tes. Dengan kata lain, teknik tes akan digunakan untuk melihat pemahaman sampel terhadap isi atau informasi-informasi yang terdapat dalam wacana yang dibacanya.

Pertanyaan-pertanyaan tentang isi wacana yang diajukan dalam tes ini yaitu pertanyaan objektif. Oleh karena itu, jenis tes yang digunakan yaitu tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda. Setiap butir soal akan disertai dengan empat alternatif jawaban dengan satu jawaban yang benar dan tiga sebagai pengecoh. Jumlah soal yang digunakan sebanyak 25 butir dengan bobot skor untuk setiap butirnya yaitu satu (1), sehingga skor mentah maksimal yang mungkin diperoleh siswa yaitu 25. Selanjutnya, untuk mengetahui persentase pemahaman isi wacana setiap sampel, dilakukan pengolahan skor seperti berikut :

Wacana Isi

Pemahaman %

100 X maksimal Skor

diperoleh yang

Skor

Pemahaman isi wacana akan diukur dengan sebuah teks yang berjudul,

“Benz, Anak Miskin Ciptakan Mobil Pertama di Dunia yang diambil dari buku

Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD/MI kelas VI karangan Witarsa, dkk. Buku

tersebut digunakan karena biasanya buku paket sudah melalui proses seleksi yang cukup ketat sebelum dipasarkan, sehingga penggunaan bahasanya relatif baik, khususnya dilihat dari efektivitas kalimat yang digunakannya.

Agar instrumen tes ini terarah pada pengukuran pemahaman siswa terhadap isi wacana, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes. Kisi-kisi tersebut


(44)

dimaksudkan sebagai kerangka acuan dalam penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan. Secara lebih jelas tentang kisi-kisi dan soal tes kemampuan membaca pemahaman ini dapat dilihat pada lembar lampiran.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan data tentang jalannya proses belajar mengajar dengan model pembelajaran generatif. Dengan lembar observasi ini dapat diketahui dan dideskripsikan secara jelas proses atau langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Selain itu, dapat diketahui pula tentang aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, observasi akan dilakukan juga terhadap aktivitas siswa dalam kegiatan pendahuluan, inti dan penutup pada proses belajar mengajar tersebut.

Observasi yang dilakukan terhadap proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yaitu observasi terstruktur. Dalam observasi terstruktur tersebut, kegiatan pengamat telah diatur atau dibatasi dengan kerangka kerja tertentu yang disusun secara sistematis. Dengan kata lain, hal-hal yang menjadi pusat perhatian observer telah ditentukan terlebih dahulu, sehingga hal-hal yang terjadi di luar yang sudah ditentukan tidak akan diamati observer. Observasi akan dilakukan oleh salah seorang guru senior yang ada di sekolah yang bersangkutan dan telah memiliki sertifikat pendidik. Secara lebih lengkap


(45)

lembar observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam lembar lampiran.

4. Angket

Angket akan digunakan untuk mendapatkan data tentang tanggapan siswa terhadap proses belajar mengajar membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Indikator-indikator angket yang akan digunakan untuk menjaring data kecenderungan pandangan siswa tersebut meliputi ketekunan dalam belajar, minat belajar, hambatan dalam belajar, dan tanggung jawab dalam belajar.

Jenis angket yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup dengan lima alternatif pilihan jawaban. Artinya, setiap butir angket akan disediakan alternatif jawabannya, sehingga responden tinggal memilih salah satu alternatif yang paling sesuai dengan keinginannya. Pemilihan jenis angket tersebut dilakukan dengan maksud untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, khususnya dalam pengolahan data.

Adapun angket yang akan digunakan untuk mengukur kecenderungan pandangan siswa tersebut yaitu skala Likert. Skala tersebut disusun dalam bentuk pernyataan-pernyataan untuk dinilai oleh responden. Oleh karena itu, pernyataan yang diberikan secara umum terbagi menjadi dua katagori, yakni pernyataan positif dan negatif. Untuk kepentingan penelitian ini, disusun pernyataan-pernyataan dengan berpedoman pada indikator-indikator tanggapan siswa sesuai dengan pembatasan masalah dan definisi operasional yang telah ditentukan.


(46)

Pernyataan positif maupun negatif selanjutnya akan dinilai oleh responden dengan cara memilih salah satu kriteria skala yang diberikan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Agak Setuju (AS), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Skala Likert untuk mengukur respons siswa ini akan disusun sebanyak 20 butir dengan lima alternatif pilihan. Setiap butir skala akan diberikan skor dengan interval 0-4. Bila skala berarah positif diberikan skor empat untuk (SS), tiga untuk (S), dua untuk (AS), satu untuk (TS) dan nol untuk (STS). Bila skala berarah negatif berlaku kebalikannya, yaitu nol untuk (SS), satu untuk (S), dua untuk (AS), tiga untuk (TS) dan empat untuk (STS), sehingga skor mentah maksimal yang mungkin diperoleh sampel secara individual yaitu 80. Untuk mengetahui besarnya derajat kecenderungan tanggapan setiap sampel, selanjutnya dipersentasekan dengan ketentuan sebagai berikut.

Siswa Pandangan Persentase

% 100 maksimal

Skor

diperoleh yang

Skor

 

Untuk lebih jelasnya tentang skala Likert yang berkaitan dengan aspek kecenderungan pandangan siswa ini dapat dilihat pada lembar lampiran.

3.5 Uji Coba Instrumen

Sebelum dikerjakan oleh sampel, seluruh instrumen penelitian diujicobakan kepada siswa selain sampel. Dengan kata lain, instrumen kompetensi membaca pemahaman akan dianalisis terlebih dahulu dengan cara diujicobakan, sehingga diperoleh alat ukur yang baik dan terpercaya.


(47)

Pengadaan uji coba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas yang dimiliki instrumen tersebut. Dengan uji coba tersebut diharapkan dapat diperoleh suatu alat ukur yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan dapat dipercaya sebagai alat ukur yang terandalkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hughes (2003:42) yang mengatakan bahwa, “Secara mendasar, validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang seharusnya diukur”.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menganalisis instrumen penelitian. Salah satu cara yang banyak dipakai yaitu analisis setiap butir instrumen dan analisis seperangkat instrumen. Analisis setiap butir instrumen dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas (kesahihan) instrumen tersebut per item, sedangkan analisis seperangkat instrumen dimaksudkan untuk mengetahui tingkat reliabilitas (keterpercayaan) butir soal secara keseluruhan. Berikut ini akan penulis jelaskan secara singkat tentang uji coba instrumen yang akan penulis lakukan dalam penelitian ini.

1. Analisis Tingkat Validitas Butir Soal

Analisis validitas butir soal dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaran (TK) dan daya pembeda (DP) dari setiap butir soal yang diujicobakan, sehingga pada akhirnya dapat dipilih butir-butir soal yang memiliki TK dan DP yang baik saja, sedangkan soal yang tidak layak, dibuang atau direvisi. Butir soal yang terlalu sukar atau terlalu mudah merupakan salah satu contoh soal yang perlu direvisi.


(48)

Oller (Nurgiyantoro, 2008:128) mengatakan bahwa, “Butir soal yang baik adalah yang Tingkat Kesukarannya (TK) berkisar 0,15 – 0,85 dan Daya Pembeda (DP) berkisar 0,40 – 0,70”. Selanjutnya, untuk mencari TK dan DP dapat digunakan rumus sebagai berikut :

N 2 1

FL FH DP

N FL FH TK

 

 

(Nugiyantoro, 2008:128).

Keterangan

TK = Tingkat Kesukaran DP = Daya Pembeda

FH = Frekuensi High yaitu jumlah teste kelompok tinggi yang menjawab benar.

FL = Frekuensi Lower yaitu jumlah teste kelompok rendah yang menjawab benar.

N = Jumlah teste

2. Analisis Tingkat Reliabilitas Butir Soal

Analisis tingkat reliabilitas soal dilakukan dengan maksud untuk mengetahui tingkat keterandalan atau keterpercayaan dari keseluruhan butir soal yang diujicobakan. Analisis ini perlu dilakukan karena salah satu kriteria soal yang baik adalah terpercaya atau reliabel. Alat tes dikatakan reliabel apabila memiliki kestabilan atau kemantapan. Artinya, skor yang ditunjukan alat tes itu mantap dan konsisten, walaupun digunakan pada waktu yang berlainan atau dilakukan oleh penilai yang berbeda.


(49)

Penentuan tingkat reliabilitas seperangkat soal dapat dilakukan dengan teknik tes ulang (test re-test), teknik tes paralel (paralel form atau equivalent tes), dan teknik belah dua (split half method) (Arikunto, 2006:85-87). Dengan pertimbangan bahwa isi dan bentuk tes yang digunakan untuk uji coba sejenis, maka teknik yang dipakai dalam analisis ini adalah teknik belah dua. Artinya, uji coba akan dilakukan satu kali, kemudian butir pertanyaannya dibagi menjadi dua kelompok yaitu ganjil dan genap. Skor yang diperoleh dari kedua kelompok soal tersebut kemudian dikorelasikan dengan Uji Korelasi Product Moment Pearson dengan rumus sebagai berikut.

) ( ) ( ) )( ( 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rs            (Arikunto, 2006:79)

Uji korelasi di atas baru menunjukan koefisien korelasi setengah butir soal. Oleh karena itu, agar diketahui korelasi keseluruhan butir soal, perlu dilanjutkan dengan uji korelasi Spearman Brown seperti berikut.

1 2 s s total r r r   (Arikunto, 2006:88)


(50)

Hasil uji korelasi total di atas, kemudian dibandingkan dengan tabel korelasi Product Moment dengan ketentuan sebagai berikut. Jika rhit(total) > rtabel, maka terdapat korelasi yang signifikan; dan Jika rhit(total) < rtabel, maka tidak terdapat korelasi yang signifikan.

Berdasarkan kriteria di atas, dapat kita tafsirkan seperangkat soal yang dianalisis itu termasuk katagori reliabel atau tidak. Bila reliabel, berarti alat ukur tersebut dapat dipercaya sebagai alat ukur handal dan seterusnya dapat dipergunakan untuk menjaring data kompetensi membaca pemahaman serta tanggapan siswa siswa terhadap pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan model pembelajaran generatif. Bila tidak reliabel, berarti alat ukur tersebut perlu direvisi dan diujicobakan kembali.

3.6 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

Sebelum instrumen penelitian diberikan pada sampel, terlebih dahulu diujicobakan pada siswa lain selain sampel. Uji coba dilakukan Senin, 7 November 2011 pada siswa kelas VI SDN Sukaraja II Sumedang. Uji coba tersebut dimaksudkan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrumen yang dibuat. Uji validitas dilakukan pada setiap butir soal dalam rangka mengetahui tingkat kesukaran dan daya pembeda dari setiap butir soal tersebut, sehingga pada akhirnya dapat dipilih butir-butir soal yang termasuk katagori memadai (baik) sebagai instrumen penelitian. Setelah diketahui tingkat validitas dari setiap butir soal tersebut, dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Uji ini


(51)

dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keterandalan dari keseluruhan butir soal (seperangkat soal) yang digunakan dalam penelitian. Untuk lebih jelasnya tentang hasil uji coba instrumen tersebut dapat kita lihat pada uraian berikut ini.

1. Hasil Uji Validitas Instrumen

Uji validitas instrumen penelitian dilakukan terhadap instrumen tes kompetensi membaca pemahaman siswa. Butir soal yang diujicobakan sebanyak 30 butir, sehingga dapat dipilih 25 butir soal yang betul-betul memilki Tingkat Kesukaran (TK) dan Daya Pembeda (DP) yang memadai untuk digunakan sebagai alat penjaring data kemampuan membaca pemahaman siswa. Uji coba instrumen dilakukan terhadap siswa kelas VI SDN Sukaraja II Sumedang yang berjumlah 32 siswa. Hasil uji coba instrumen secara lebih lengkap dapat kita lihat tabel hasil uji validitas di bawah ini.

Tabel 3.1

Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Membaca Nomor

Soal

FH FL FH+FL FH-FL TK DP Penafsiran

1 2 3 4 5 6 7 8

1. 18 7 25 11 0.78 0.69 Baik

2. 15 8 23 7 0.72 0.44 Baik


(52)

1 2 3 4 5 6 7 8

4. 10 5 15 5 0.31 0.31 Cukup

5. 18 6 24 12 0.75 0.75 Baik Sekali

6. 16 8 24 8 0.75 0.50 Baik

7. 17 8 25 9 0.78 0.56 Baik

8. 12 9 21 3 0.66 0.19 Revisi

9. 10 4 14 6 0.44 0.38 Cukup

10. 15 3 18 12 0.56 0.75 Baik Sekali

11. 12 4 16 8 0.50 0.50 Baik

12. 13 5 18 8 0.56 0.50 Baik

13. 16 3 19 13 0.59 0.81 Baik Sekali

14. 13 9 22 4 0.69 0.25 Cukup

15. 14 8 22 6 0.69 0.38 Cukup

16. 13 6 19 7 0.59 0.44 Baik

17. 10 11 21 -1 0.66 -0.06 Revisi

18. 12 9 21 3 0.66 0.19 Revisi

19. 12 4 16 8 0.50 0.50 Baik

20. 15 4 19 11 0.59 0.69 Baik

21. 13 4 17 9 0.53 0.56 Baik

22. 15 7 22 8 0.69 0.50 Baik

23. 14 3 17 11 0.53 0.69 Baik

24. 17 7 24 10 0.75 0.63 Baik

25. 9 4 13 5 0.41 0.31 Cukup

26. 16 10 26 6 0.81 0.38 Cukup

27. 11 6 17 5 0.53 0.31 Cukup

28. 14 5 19 9 0.59 0.56 Baik

29. 10 3 13 7 0.41 0.44 Baik

30. 15 6 21 9 0.66 0.56 Baik

Keterangan

FH = Jumlah teste kelompok tinggi yang menjawab benar FL = Jumlah teste kelompok rendah yang menjawab benar FH+FL = Jumlah kelompok tinggi dan kelompok rendah FH-FL = Selisih kelompok tinggi dan kelompok rendah TK = Tingkat Kesukaran


(53)

N = Jumlah peserta tes yang diujicobakan (32orang)

Penafsiran

Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji validitas butir soal di atas, terlihat bahwa hampir sebagian besar butir soal dapat dikatagorikan baik, sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur. Butir soal yang memadai tersebut berjumlah 26 buah dari 30 butir soal secara keseluruhan atau mencapai 86,7%. Dengan demikian, butir soal yang kurang layak berjumlah 4 buah atau 13,3%. Selanjutnya butir soal yang kurang layak tersebut direvisi agar dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.

2. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen

Setelah instrumen tes kompetensi membaca pemahaman diujicobakan, kemudian dilakukan uji reliabilitas seperangkat soal untuk mengetahui tingkat keterandalan dari keseluruhan butir soal tersebut. Uji reliabelitas instrumen tes dilakukan dengan Teknik Belah Dua (Split Half Method). Skor yang diperoleh berdasarkan hasil uji coba diolah dengan cara membagi skor kelompok butir soal ganjil (X) dan genap (Y). Kedua kelompok skor mentah tersebut selanjutnya dibuat menjadi skala sepuluh dengan ketentuan seperti berikut.

Coba Akhir Uji Nilai

10 x maksimal Skor

diperoleh yang

Skor

Berdasarkan pengolahan skor terhadap kedua kelompok skor di atas, diperoleh hasil sebagai berikut.


(54)

Skor Ganjil (X)

8,0 4,7 6,7 6,7 5,3 7,3 6,0 8,6 8,6 5,3

5,3 6,0 6,0 6,0 7,3 7,3 8,0 4,7 4,7 5,3

5,3 6,7 6,7 6,7 8,0 8,0 7,3 7,3 7,3 6,0

6,7 7,3 Skor Genap (Y)

8,0 5,3 5,3 7,3 5,3 8,6 7,3 8,0 8,0 6,0

6,0 6,0 6,0 7,3 6,7 8,6 7,3 5,3 5,3 6,0

6,0 7,3 7,3 8,0 8,6 7,3 8,6 7,3 8,0 7,3

7,3 6,7

Dari kedua data di atas, dengan perhitungan langsung memakai kalkulator diperoleh data sebagai berikut.

X = 211,1

Y = 223,3

XY = 1503,22

X2 = 1433,01

Y2 = 1594,97 N = 32

Selanjutnya untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen tersebut, digunakan uji korelasi Product Moment Pearson dengan perhitungan sebagai berikut.

( ) ( ) ) )( ( 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rs            } ) 3 , 223 ( ) 97 , 1594 ( 32 { } ) 1 , 211 ( ) 01 , 1433 ( 32 { ) 3 , 223 )( 1 , 211 ( ) 22 , 1503 ( 32 2 2     s r


(55)

} 89 , 49862 04 , 51039 }{ 21 , 44563 32 , 45856 { 63 , 47138 04 , 48103     s r 327 , 1520891 41 , 964 rs

244228 , 1233 41 , 964 rs

78 , 0 rs

Korelasi di atas, baru menunjukan koefisien korelasi setengah butir soal. Oleh karena itu, agar diketahui korelasi keseluruhan butir soal, dilanjutkan dengan Uji Korelasi Spearman Brown dengan perhitungan sebagai berikut.

s s total r r r    1 2 78 , 0 1 78 , 0 2   total r 78 , 1 56 , 1  total r 88 , 0  total r

Dari perhitungan di atas, diperoleh koefisien korelasi seluruh butir soal rtotal = 0,88, sedangkan dari tabel harga kritis product moment untuk N=32 dalam taraf kepercayaan () 99% diperoleh rtabel = 0,449. Dengan demikian, rtotal hasil perhitungan lebih besar dari rtabel atau rtotal > rtabel. Oleh karena itu, antara skor


(56)

ganjil (X) dan skor genap (Y) terdapat korelasi yang tinggi dan meyakinkan. Dengan kata lain, instrumen tes kemampuan membaca mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi dan signifikan, sehingga dapat dipercaya sebagai alat ukur yang handal dan dapat digunakan untuk menjaring data kompetensi membaca pemahaman siswa.

3.7 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian dapat berjalan dengan lancar dan terarah, perlu ditentukan ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan. Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Variabel penelitian ini yaitu hasil pembelajaran membaca pemahaman setelah dilaksanakan proses belajar mengajar dengan model pembelajaran generatif. 2) Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas VI sekolah dasar negeri di Kecamatan

Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.

3) Lokasi penelitian yaitu di SDN Sukaraja I, SDN Palasari, dan SDN Pasarean Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qur’an

Alisyahbana, S.T. (1980). Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat.

Anderson, J. et al. (1981). Efficient Reading, a Practical Guide. Sydney : Mc Graw-Hill Book Company.

Arends, R. (1997). Classroom Instructional Management. New York: The McGraw Hill Company.

Arends, R. (2008). Learning to Teach. New York: The McGraw Hill Company. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta :

Rineka Cipta.

Baradja, M.F. (2001). Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang : IKIP Malang. Bond, G.L. et al. (2003). Reading Difficulties. Englewood Cliffs, New Jersey : Prince

Hall, Inc.

Burnes, D. (1985). Insigh and Strategies for Teaching Reading. Australia : Hacort Brace Javanovich.

Carrel, P. et al. (1988). Interactive Approaches to Second Language Reading. London : Cambridge University Press.

Dahlan, M.D. (1990). Model-model Mengajar. Bandung: CV. Diponegoro.

Damaianti, V. S. (2001). Strategi Volisional Melalui Dramatisasi dalam Bidang Pendidikan Membaca. Ringkasan Disertasi Promosi Doktor UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta: Depdiknas.


(2)

Djuanda, D. (2008). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka Latifah.

Dupuis, M.M. (1992). Content Area Reading. New Jersey, Engliwood Cliffs : Prince-Hall, Inc.

Farr, R. (1989). Reading, What can be Measured. Delware : International Reading Association.

Firdaus. (2007). Pembelajaran Terkini Perpaduan Indonesia Malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fraenkel, J. R & Wallen, N. E. (2007). How to Design and Evaluate Reseach in Education. New York: McGraw-Hill, Inc.

Gie, T.L. (1988). Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta : Pusat Kemajuan Studi. Goodman, K. (1988). The Reading Process, Interactive Approaches to Second

Language Reading. Cambridge : Cambridge University Press.

Grillet, F. (1985). Developing Reading Skill, A Practical Guide to Reading Comprehension Exercises. London : Camridge University Press.

Hafni. (2002). Pemilihan dan Pengembangan Bahan Pengajaran Membaca. Jakarta : Depdiknas.

Harjasujana, A.S., et al. (1988). Modul Materi Pokok Membaca. Jakarta : Karunika Universitas Terbuka.

Harjasujana, A.S., & Misdan, U. (1987). Proses Belajar Mengajar Membaca. Bandung : Yayasan BFH.

Harris, TL. & Hodges, E.R. (1981). A Dictionary of Reading and Related Terms. Washington : International Reading Association.

Hastuti, S. et al. (2005). Kemampuan Berbahasa Indonesia Murid Kelas VI SD Kotamadia Yogyakarta. Jakarta : Depdiknas.

Hatch, E. & Farhady, H. (2002). Research Designs and Statisicts for Applied Linguisticts. New York: McGraw-Hill, inc.

Holil, A. (2008). Pembelajaran Generatif. [Online]. Tersedia: http//anwarholil. blogspot.com. [2 Januari 2011].


(3)

Hughes, A. (2003). Testing for Language Teachers. Cambridge: Cambridge University Press.

Joyce, B. & Weill, M. (2009). Models of Teaching. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Kridalaksana, H. (2005). Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.

Langacker, R.W. (1983). Language and Its Structure. New York : Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Meier, B. & Franz, K. (1986). Was Kinder Alles Lesen. Munchen : Franz Ehrenwirth Verlag Gmb H & Co.

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Matematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores. American Journal of Physics. [Online]. Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Des-2002-Vo.70-1259-1268.pdf [Agustus 2011].

Nababan. (1993). Analisis Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.

Nasution, J.U., dkk. (1981). Minat Membaca Sastra Pelajar SMA Kelas III DKI Jakarta. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Nur, M. (2002). Psikologi Pendidikan, Fondasi untuk Pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa.

Nurgiyantoro, B. (2008). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE.

Nurhadi. (2008). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung : Sinar Baru.

Osborne, R. J., & Wittrock, M.C. (1995). Learning science: A generative approach.

Science Education. California: Wiley Periodicals, Inc.

Redway, K. (1998). Rapid Reading. London : Pan Books, Ltd.

Ricards, J. (1985). Longman Dictionary of Applied Linguistics. Hongkong : Longman Group Ltd.

Rosidi, A. (1983). Pembinaan Minat Baca Bahasa dan Sastra. Surabaya : Bina Ilmu. Rosyada, D. (2007). Paradigma Pendidikan Demokratis, Sebuah Model Pelibatan


(4)

Masyarakat dalam Penyelenggaran Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rusyana, Y. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung : CV. Diponegoro.

Sanacore, J. (1996). Giving School Administrator Feed Back About Their Reading Leadershif. Canada : International Reading Association.

Semiawan, C. (1982). Memupuk Bekal dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta : Rajawali.

Sheila. et al. (1982). Reading to Learn. New York : Methuen. Co. Ltd.

Sirait, B. (2004). Evaluasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdiknas. Slameto. (2007). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka

Cipta.

Smit, N.B. & Robinson, A. (1980). Reading Instruction for Today’s Children. Englewood Cliffs, New Jersey : Prince Hall, Inc.

Smith, C.B. (1982). Teaching Reading in Secondarry School Content Subject. New York : Holt Renehart and Winston.

Smith, F. (1986). Understanding Reading. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Soedarso. (2006). Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta : Gramedia.

Soepomo, P. (1993) Acuan Umum Metode Pengajaran Bahasa. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Sudjana. (2006). Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Sudjianto. (1995). Kemampuan Berbahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.

Sudrajat. (2006). Psikolinguistik Suatu Pengantar. Tanjungkarang : FKIP UNILA Lampung.

Suhendar, M.E. & Supinah, P. (1992). Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca dan Keterampilan Menulis (MKDU Bahasa Indonesia). Jakarta : Depdikbud.


(5)

Sujana, N. (2001). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru. Sukardi, D.K. (2009). Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Bina Aksara.

Sukmara, D. (2007). Implementasi Life Skill dalam KTSP melalui Model Manajemen Potensial Qodrati. Bandung: Mughni Sejahtera.

Surakhmad, W. (2009). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito. Surya, M. (1985). Psikologi Pendidikan. Bandung : IKIP Bandung

Syaodih, E. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial. Ringkasan Disertasi Promosi Doktor UPI Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Tampubolon, D.P. (2000). Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung : Angkasa.

Tarigan, H.G. (2005) Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H.G. (2005). Membaca dalam Kehidupan. Bandung : Angkasa

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Vockell, E. L., and Asher, J. W. (2005). Educational Research. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Weiner, H.S. (1985). Reading Skill Hand Book. USA : Houghton Mifflin and Co.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Konteporer, Suatu Tinjauan Konseptual Operasonal. Jakarta: Bumi aksara.

Widdowson, H. G. (1983). Teaching Language as Communication. Oxford : Oxford University Press.

Wiryodijoyo, S. (1989). Membaca, Strategi, Pengantar dan Tekniknya. Jakarta : Depdikbud.

Witarsa, dkk. (2009). Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD/MI Kelas 6. Bandung: Yrama Widya.


(6)

Zints, M.V. (1980). The Reading Process. New York USA : Brown Publishing and Co.