SYEKH MAULANA ISHAQ DAN ISLAMISASI DI DESA KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN 1443-1485 M : SRUDI TENTANG DAKWAH DAN WARISAN AJARANNYA.

(1)

SYEKH MAULANA ISHAQ DAN ISLAMISASI DI DESA

KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN 1443-1485 M

(Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Program Stara Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

Ulum Fasih

NIM: A5.22.11.091

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SUNAN AMPEL SURABAYA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Syekh Maulana Ishaq Dan Islamisasi Di Desa Kemantren Paciran Lamongan 1443-1485 M (Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)”.

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, adalah: (1). Bagaimana riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq? (2). Bagaimana dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan? (3). Bagaimana warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam Islamisasi di desa Kemantren Paciran Lamongan?.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan historis dengan memakai teori perubahan sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Syekh Maulana Ishaq merupakan seorang ulama yang berasal dari Jedah Arabia, beliau merupakan anak dari Syekh Jamaluddin Akbar atau Syekh Jumadil Kubro dan keturunan ke-21 dari Rasul Muhammad SAW. Dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan dilakukan dengan cara yang bijaksana (dakwah bil-hikmah) dengan menggunakan pendekatan dalam bidang pendidikan dan bidang kemasyarakatan. Warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq terdiri dari ilmu fikih dan ilmu tasawuf, ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam ilmu fikih sama seperti ajaran fikih imam As-Syafi’i (madzhab Imam As-Syafi’i), dan ajaran tasawuf Syekh maulana Ishaq berbentuk amalan dzikir-dzikir kalimah thayyibah untuk mendekatkan diri kepada Allah, kalimah thayyibah tersebut antara lain: Anjalāt,

namuhīn, tasyammahād, bisāl mahād, fayahīn wayayuhīn, dihalīin halhalāt,

salmatīn samat, sirājīn, musannadūn, A’ūhin, sarontahīn, dan al-gholād, terdapat juga dzikir yang amat penting untuk keselamatan dunia akhirat yang disebut sebagai dzikir tasliyah al-qalbi (penyejuk hati).


(6)

ABSTRACT

This study entitled “Syekh Maulana Ishaq And Islamization In The Village Kemantren Paciran Lamongan 1443-1485 M (The Study Of Dakwah and His Precept Heritage)”.

This study examined the problems, are: (1). How the biography of Syekh Maulana Ishaq? (2). How is the propaganda of Syekh Maulana Ishaq in the village Kemantren of Paciran, Lamongan? (3). How is the precept heritage of Syekh Maulana Ishaq in Islamization process in the village Kemantren of Paciran, Lamongan? This study used a historical approach by using the theory of social change. This research used historical method that included heuristics, verification, interpretation, and historiography.

The results of this study concluded that Syekh Maulana Ishaq is an Ulama who came from Jedah Arabia, he is the son of Syekh Jamaluddin Akbar or Syekh Jumadil Kubro and he is an 21th inherit of the Prophet Muhammad SAW. Syekh Maulana Ishaq did propaganda wisely in the village Kemantren of Paciran at Lamongan by using educational and society approach. The precept heritage of Syekh Maulana Ishaq consisted of fiqh and tasawuf. As a precept heritage of Imam Syafi’i (madzhab Imam Syafi’i) in fiqh, Syekh Maulana Ishaq used some dzikir with kalimah thayyibah to be closer to Allah in tasawuf. These kalimah thayyibah included: Anjalāt, namuhīn, tasyammahād, bisal Mahad, fayahīn wayayuhīn, dihalīn halhalāt, salmatīn samat, sirājīn, musannadūn, A'ūhin, sarontahīn, and al-gholād, and also the important dzikir of the world and hereafter safety called as dzikirtasliyah al-qalbi (liver conditioning).


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

TRANSLITERASI ...v

PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang ...1

B.Rumusan Masalah ...10

C.Tujuan Penelitian ...10

D.Kegunaan Penelitian ...10

E.Pendekatan dan Kerangka Teori ...11

F. Penelitian Terdahulu...13

G.Metode Penelitian ...15

H.Sistematika Bahasan ...18

BAB II: RIWAYAT HIDUP SYEKH MAULANA ISHAQ A.Asal-Usul Syekh Maulana Ishaq ...20

B.Silsilah Syekh Maulana Ishaq ...22

C.Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Jawa ...25

D.Syekh Maulana Ishaq Sebagai Walisongo ...26


(8)

BAB III: DAKWAH SYEKH MAULANA ISHAQ DI DESA KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN

A.Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke desa Kemantren

Paciran Lamongan ...44

B.Kegiatan Dakwah Syekh Maulana Ishaq ...50

1.Bidang Pendidikan ...51

2.Bidang Kemasyarakatan ...53

BAB IV: WARISAN AJARAN SYEKH MAULANA ISHAQ DALAM ISLAMISASI DI DESA KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN A.Ajaran Fikih ...55

B.Ajaran Tasawuf ...57

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ...67

B.Saran ...68 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Agama Islam mulai masuk ke Nusantara pada zaman madya Indonesia (abad ke-13 M) dengan mengganti agama-agama sebelumnya yang telah dipeluk oleh masyarakat setempat. Agama Islam tersebar di Indonesia pertama kali terjadi di Pulau Sumatera, hal ini terjadi terutama disebabkan oleh letak geografis dan dalam alur pelayaran serta adanya pelabuhan yang menjadi persinggahan para pedagang atau hanya untuk menunggu waktu datangnya angin untuk balik.1

Masuknya Islam ke Nusantara sendiri, terjadi melalui dua proses. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia (Arab, India, Cina, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup lokal sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, melayu, atau suku lainnya.2

Menurut de Graaf, seperti dikutip oleh Nur Syam dalam bukunya Islam

Pesisir, ada tiga metode penyebaran Islam. Pertama, pedagang muslim yang

datang dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengislamkan orang-orang kafir. Kedua, meningkatkan pengetahuan mereka yang telah beriman. Ketiga,

1

Sjamsudduha, Penyebaran Dan Perkembangan Islam, Katolik, Protestan Di Indonesia

(Surabaya: Usaha Nasional, 1987), 23.

2


(10)

2

dengan kekuasaan atau memaklumkan perang terhadap negara-negara penyembah berhala. Jadi Islam disebarkan dengan cara perdagangan, pendakwah sufi dan politik.3

Eksistensi Islam di Nusantara harus dilihat dari proses masuknya Islam itu sendiri, namun berbagai kajian yang telah ada masih terlihat kabur dalam menjelaskan tentang proses masuknya Islam di Nusantara, serta belum ada kesepakatan secara pasti mengenai masuknya Islam di Nusantara. Perbedaan pendapat masuknya Islam di Nusantara tersebut mengenai beberapa hal, yaitu tempat asal kedatangan Islam pertama kali, pembawa pertama agama Islam, waktu kedatangan Islam, tempat pertama di Nusantara yang didatangi Islam, daerah tempat yang berkembang, identitas yang pertama masuk dan yang berpengaruh dalam proses Islamisasi, dan mengapa masyarakat Indonesia dengan cepat menganut agama Islam.4

Dalam hal ini terdapat dua teori, teori pertama berasal dari sarjana atau sejarawan Pribumi Indonesia, dan teori kedua berasal dari para sarjana Barat. Teori pertama dari Hamka, M.D. Mansur, H. Moh. Said, Tujimah, dan D.Q. Nasution, yang dituangkan dalam Risalah Seminar Sedjarah Masuknya Islam

ke Indonesia. Mereka menyatakan bahwa masuknya Islam ke wilayah

Nusantara (Indonesia) pada abad-abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 dan 8 Masehi. Pernyataan ini dibuktikan dengan catatan berita dari Tiongkok, bahwa di Pulau Jawa abad ketujuh masehi terdapat sebuah kerajaan Hindu Holing (Kalingga) yang diperintah oleh seorang ratu yang bernama Shima. Menurut

3

Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LkiS, 2005), 63.

4

Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam: Menelusuri Jejak Pergumulan Islam Yang Tak Kunjung


(11)

3

berita tersebut keberadaan kerajaan ini terdengar oleh raja Ta-Chih yang kemudian mengirim utusan ke kerajaan tersebut. Ta-Chih adalah sebutan bagi orang Arab yang diberikan oleh orang-orang China.

Alasan lain mengatakan bahwa pada abad-abad ketujuh dan delapan para pedagangn Arab telah menguasai rute pelayaran perdagangan dari Teluk Persia (Arab) di barat sampai ke Asia Tenggara dan China di timur. Oleh karena wilayah-wilayah teluk Persia, Indah (Gujarat) sudah lebih lama dikuasai oleh umat Islam dan dapat dipastikan sebagian besar para pedagang beragama Islam. Dengan demikian, kuat dugaan pada abad ketujuh tersebut banyak orang-orang Arab yang berjumpa dengan orang Jawa maupun Sumatera.5 Dan pembawa Islam itu sendiri merupakan orang-orang yang berasal dari Arab, yang memang sengaja datang ke wilayah ini untuk tujuan dakwah Islam, salah satu buktinya adalah dipakainya gelar “malik” oleh raja-raja pada masa awal kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, yaitu raja kerajaan Perlak dan Pasai.6

Teori kedua diajukan oleh Snouck Hurgronye dan A.H. Jhons mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi. Keduanya berasumsi bahwa setelah hancurnya Bagdad oleh tentara Mongol di bawah pimpinan Holako Khan tahun 1258 M, para ulama dan pendakwah secara berangsur-angsur bergerak ke timur dan Asia Tengah untuk mencari perlindungan dan keselamatan dari serbuan tentara Mongol. Para ulama tersebut, disamping mencari keselamat juga memiliki misi dakwah.7 Sedangkan pembawa Islam ke Nusantara adalah para pedagang yang berasal

5

Ahwan Mukarrom, Sejarah Islamisasi Nusantara (Surabaya: Jauhar, 2009), 58.

6

Ibid., 69.

7


(12)

4

dari Gujarat India.8 Pendapat ini pula didukung oleh berita dari Marcopolo. Dalam muhibahnya ke Tiongkok Marcopolo singgah di Aceh Utara pada tahun 1292 M, dia melihat komunitas orang-orang India yang beragama Islam dan giat menyiarkan Islam.9

Masyarakat di Jawa sebelum datangnya Islam merupakan masyarakat yang memeluk agama Hindu dan Budha. Ajaran tentang kepercayaan kepada dewa-dewa, tokoh yang didewakan, serta kepercayaan kepada benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib merupakan ajaran agama Hindu dan Budha yang berkembang dalam masyarakat Jawa tersebut. Sering kali dijumpai bangunan-bangunan Hindu dan Budha di Jawa yang dahulu digunakan sebagai tempat peribadatan. Kemudian Islam masuk ke wilayah ini dan sedikit demi sedikit merubah masyarakat Hindu-Budha menjadi masyarakat Islam yang taat. Para ahli sejarah bersepakat, bahwa Islam datang di Jawa pada masa pemerintahan raja-raja Hindu. Keberadaan Islam di Jawa ditemukan dalam prasasti makam di Leran Gresik, yaitu makam Fatimah binti Maimun, wafat tahun 1087 M, yang diidentifikasi sebagai keturunan Nabi dan menjadi penyebar Islam di daerah Gresik. Prasasti ini memberikan bukti autentik bahwa Islam telah menyebar di Jawa, khususnya di Jawa Timur pada masa pemerintahan Hindu, tepatnya raja Airlangga Kerajaan Kahuripan.10 Namun agama Islam di Jawa secara intensif baru berlangsung sekitar abad ke-15, orang pertama yang dianggap memulai usaha ini ialah Maulana Malik Ibrahim wafat

8

Ibid., 68.

9

Ibid., 63-65.

10


(13)

5

di Gresik tahun 822 H/ 1419 M, yang dakwahnya ternyata berhasil memikat banyak pengikut.11

Dalam beberapa literatur sejarah disebutkan bahwa penyebar agama Islam ke pulau Jawa diawali oleh Maulana Malik Ibrahim. Nur Syam menyatakan bahwa penyebaran Islam di Jawa ditandai dengan hadirnya beberapa ulama yaitu Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke tanah Jawa, khususnya Jawa Timur, yang sebelumnya singgah di kerajaan Pasai. Semasa kerajaan Aceh Besar, Sharif Hidayatullah juga datang ke Jawa, dan bertemu dengan Sunan Ampel yang selanjutnya ditugaskan untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat.

Ketiga wali penyebar Islam di Jawa Timur ini (Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, dan Sunan Ampel) menjadi penyebar Islam semasa akhir kerajaan majapahit yang sudah dalam keadaan compang-camping akibat perang Paregreg yang menghabiskan energi kerajaan dan masyarakat. Maulana

Malik Ibrahim menjadi penyebar Islam di Gresik dan sekitarnya, Maulana Ishaq ke Banyuwangi dan mengawini puteri raja Blambangan, Dewi Sekardadu. Maulana Malik Ibrahim menetap dan meninggal di Gresik. Sunan Ampel menyebarkan Islam di Surabaya. Semasa dengan Sunan Ampel adalah Raden Santri dan Raden Burereh, yang ketiganya masih keponakan raja Brawijaya dari Majapahit dari jalur istri, Dwarawati dari Campa.12

Penyebar dan penyiar agama Islam di Jawa pada zaman dahulu dipelopori oleh para mubaligh Islam yang lebih dikenal dengan sebutan

11

Sjamsudduha, Penyebaran dan Perkembangan Islam, Katolik, Protestan, 24.

12


(14)

6

“walisongo” (sembilan wali) yang telah menyebarkan Islam secara intensif di Jawa. Sembilan wali tersebut antara lain: Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunungjati.13 Kegiatan-kegiatan mereka dalam mengislamkan raja-raja atau penguasa dan masyarakat Jawa, khususnya di wilayah pantai utara, sering kali dituturkan oleh hikayat, sejarah dan tradisi lokal.14

Ada yang mengatakan bahwa Sunan Tembayat, Sunan Prawoto, Sunan Ngudung, Sunan Geseng, Sunan Benang, Sunan Mojoagung, Syekh Siti Jenar, Syekh Syubakhir, Syekh Maulana Ishaq, juga termasuk anggota dari kesembilan wali tersebut. Namun yang terpopuler adalah sembilan wali yang telah disebut di atas.15

Di pesisir pulau Jawa Islam disebarkan dengan baik oleh para pendakwah, melintasi jalur laut salah satunya adalah Lamongan. Di daerah Lamongan penyebaran Islam dilakukan oleh beberapa wali, antara lain Syekh Maulana Ishaq (w. 1485 M), Sunan Drajat (w. 1522 M), dan Sunan Sendang (w. 1585 M). Syekh Maulana Ishaq menyebarkan Islam di daerah Kemantren Paciran Lamongan, Sunan Drajat meneyebarkan Islam di daerah Drajat Paciran Lamongan, dan Sunan Sendang menyebarkan Islam di daerah Sendang Duwur Paciran Lamongan. Keberadaan wilayah penyebaran Islam ini merupakan wilayah pesisir Lamongan, yang pada saat itu mayoritas masyarakatnya beragama Hindu-Budha.

13

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), 315.

14

Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta: KPG, 2009), 28.

15


(15)

7

Dari beberapa penyebar Islam di pesisir Lamongan tersebut, Syekh Maulana Ishaq merupakan salah satu pelopor penyebaran Islam di wilayah ini. Syekh Maulana Ishaq adalah keturunan ke-21 Rasulullah SAW dari Siti Fatimah binti Rasulullah dengan silsilah sebagai berikut: Syekh Maulana Ishaq bin Jamaluddin Akbar bin Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik bin Alawi bin Muhammad bin Shohibul Mirdad bin Ali Kholi Qosam bin Alawi bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Muhajir bin Isa bin Muhammad Al-Faqih bin Ali Al-Aridh bin Ja’far Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein binti Sayyidah Fatimah bin Sayyidina Muhammad SAW.

Dikisahkan dalam sejarah bahwa Syekh Maulana Ishaq tiba di pesisir Gresik tahun 1434 M, dan langsung meneruskan perjalanannya menuju ke pedukuhan Ampel Denta, dan kebetulan yang menjadi penguasa sekaligus guru pesantren Ampel Denta adalah Raden Rahmat Sunan Ampel yang merupakan keponakannya sendiri, karena hubungan kerabat yang dekat serta memiliki misi yang sama dalam menyebarkan Islam, maka Syekh Maulana Ishaq disambut dengan baik. setelah itu Syekh Maulana Ishaq melanjutkan perjalanan ke Gunung Slangu Blambangan dengan niat beruzlah dengan menekuni shalat fardhu, puasa pada siang hari, shalat pada malam hari, agar lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta. Karena uzlah tersebut sehingga mendapat julukan Resi Maulana Ishaq.

Ketika dalam keadaan uzlah di Blambangan tersebut kerajaan Blambangan yang dikuasai oleh Menak Sembuyu, muncul wabah penyakit


(16)

8

yang sangat mengerikan, dan wabah itu juga menyerang penghuni istana, bahkan putri Prabu Menak Sembuyu juga terserang wabah penyakit tersebut. Raja sangat khawatir sehingga raja memanggil menteri, punggawa, bupati, dan patih lalu bertitah “barang siapa yang bisa menyembuhkan putriku akan menjadi suaminya dan akan ku bagi Negara Blambangan menjadi dua dan akan ku angkat dia menjadi Prabu Anom”.

Mendengar sayembara tersebut, patih Blambangan memberitahu raja bahwa ada seorang yang bertempat di Gunung Slangu yang perilakunya tidak sama dengan perilaku orang pada umumnya, dengan memakai jubah dan sorban, mendengar hal itu raja langsung memerintahkan anak buahnya untuk mendatangkan orang yang dimaksud, yaitu Maulana Ishaq. Namun Maulana Ishaq berkenan menyembuhkan puteri raja dengan syarat raja harus masuk Islam. Akhirnya raja setuju dan putrinya pun sembuh.

Maka mulai saat itu Syekh Maulana Ishaq menjadi raja kerajaan Blambangan dengan sebutan Prabu Anom dan menjadi pasangan dari Dewi Sekardadu putri raja Blambangan. Oleh karena tidak sesuai dengan ajaran kerajaan pada saat itu, maka Syekh Maulana Ishaq diusir keluar dari kerajaan Blambangan. Beliau berpesan agar istrinya masih tetap tinggal di istana, dan Syekh Maulana Ishaq berangkat untuk melanjutkan perjalanan hidup, tempat yang beliau tuju adalah Pasai, namun tidak langsung ke Pasai, melainkan pergi ke pantai segoro lor (Pantai Sepaku/Sepakis). Di barat pantai segoro lor

tersebut ada sebuah perkampungan yang berasal dari kata montro jopo montro


(17)

9

mengajarkan ajaran Islam di wilayah ini secara damai, menggunakan berbagai sarana dakwah yang tidak bertentangan dengan adat tradisi yang ada. Dakwah yang dilakukan oleh Syekh Maulana Ishaq dapat diterima dengan baik oleh masyarakat desa Kemantren, sehingga mampu merubah agama masyarakat dari Hindu-Budha menjadi Islam. Dalam penyebaran Islam di wilayah ini Syekh Maulana Ishaq menggunakan berbagai bidang antara lain: bidang pendidikan dan bidang kemasyarakatan.

Warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam menyebarkan Islam terdiri dari beberapa ajaran, antara lain yang terdapat dalam manuskrip-manuskrip peninggalan Syekh Maulana Ishaq yaitu ilmu fikih yang bersumber dalam ajaran madzhab imam Syafi’i, ilmu tasawuf dalam bentuk wirid atau dzikir -dzikir.

Keberadaan Syekh Mualana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan ditandai dengan adanya makam Syekh Maulana Ishaq di desa Ini, makam tersebut banyak diziarahi oleh peziarah. Disamping itu juga terdapat benda-benda peninggalan Syekh Maulana Ishaq, antara lain: bayang gambang, sumur sakincu, watu tumpang tumpuk, dan masjid.

Atas dasar itulah, maka penulis ingin melakukan kajian lebih mendalam mengenai Syekh Maulana Ishaq dengan judul “Syekh Maulana Ishaq dan Islamisasi Di Desa Kemantren Paciran Lamongan 1443-1485 M (Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)”.


(18)

10

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq?

2. Bagaimana dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan?

3. Bagaimana warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam Islamisasi di desa Kemantren Paciran Lamongan?

C.Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq.

2. Untuk mengetahui bagaimana dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan.

3. Untuk mengetahui bagaimana warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam Islamisasi di desa Kemantren Paciran Lamongan.

D.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan, antara lain: 1. Untuk memperkaya khazanah sejarah sosial keagamaan agar menjadi

bacaan yang berguna bagi pembaca maupun masyarakat yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang dakwah Islamisasi Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan dan warisan ajarannya.

2. Membangkitkan kesadaran baru di kalangan umat Islam untuk memacu semangat dalam bidang keagamaan, intelektual, dan kebudayaan Islam.


(19)

11

E.Pendekatan dan Kerangka Teori 1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul “Syekh Maulana Ishaq dan Islamisasi Di Desa Kemantren Paciran Lamongan 1443-1485 M (Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)” ini adalah pendekatan historis (sejarah), dan pendekatan sosiologis. Pendekatan historis digunakan untuk mengungkapkan riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq. Sedangkan pendekatan sosiologis digunakan sebagai alat bantu, penggunaan pendekatan sosiologis tersebut akan dapat meneropong segi-segi sosial peristiwa yang dikaji.16

2. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan adalah teori perubahan sosial dari E.B. Taylor. Menurut E.B.Taylor sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa perubahan sosial berhubungan erat dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan merupakan suatu komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat. Perubahan yang terjadi dalam masyarakan merupakan perubahan yang terjadi dari unsur-unsur tersebut.

Bentuk-bentuk perubahan yang terjadi dalam masyarakat adakalanya terjadi secara lambat maupun cepat, perubahan yang pengaruhnya kecil

16

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), 4.


(20)

12

maupun besar, serta perubahan yang dikehendaki atau direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan.17

Perubahan secara lambat adalah perubahan yang memerlukan waktu yang lama dan terdapat suatu rentetan perubahan-perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Perubahan secara cepat adalah perubahan yang menyangkut sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat dengan waktu yang relatif cepat.

Perubahan yang kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat. Sedangkan perubahan yang besar adalah perubahan yang membawa pengaruh besar bagi masyarakat.

Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang telah dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan perubahan, sedangkan perubahan yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang dilakukan secara tidak disengaja.

Dari perubahan di atas, jika dikaitkan dengan perubahan yang terjadi dalam penelitian ini adalah perubahan secara lambat dengan memiliki pengaruh yang besar dan direncanakan. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan yang terjadi pada masyarakat desa Kemantren setelah Syekh Maulana Ishaq berdakwah di desa ini. Dengan menggunakan teori perubahan tersebut, maka dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk penelitian ini.

17


(21)

13

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang tema sejarah dan kebudayaan yang mirip dengan penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mas’ud mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga tahun 2013 yang berjudul “Perilaku Keagamaan Peziarah Di Kompleks Makam Syekh Maulana Ishaq Desa Kemantren Kec. Paciran kab. Lamongan”. Skripsi ini membahas mengenai bentuk perilaku keagamaan para peziarah di komplek makam Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Kec. Paciran kab. Lamongan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Efendi mahasiswa Universitas Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta yang berjudul “Tradisi Jajan Mangan dalam masyarakat nelayan Desa Kemantren Kecamatan Paciran kabupaten Lamongan Jawa Timur”. Skrispi ini berisi tentang tradisi jajan mangan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan yang ada di desa Kemantren Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan terkait dengan bentuk pelaksanaan serta makna dari tradisi tersebut.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Sumaiyah mahasiswa jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2014 yang berjudul “Peranan Sunan Sendang (1520-1585 M) dalam penyebaran Islam di desa Sendang Duwur Paciran Lamongan”. Skripsi ini membahas tetang Islamisasi yang dilakukan oleh Sunan Sendang di desa Sendang Duwur Paciran Lamongan.


(22)

14

4. Penelitian yang dilakukan oleh Akh. Syaifuddin Zuhri mahasiswa jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2013 yang berjudul “Sunan Drajat dan perjuangannya Dalam Islamisasi di kabuupaten Lamongan”. Skripsi ini membahas tentang perjuangan Sunan Drajat dalam Islamisasi di kabupaten Lamongan.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Amirul Akbar mahasiswa Universitas Negeri Surabaya tahun 2007 yang berjudul “Peranan Maulana Ishaq Dalam Menyebarkan Agama Islam Di Jawa (Blambangan) Abad XIV M”. Skripsi ini berisi tentang peranan Maulana Ishaq dalam menyebarkan Agama Islam di Jawa yaitu di Blambangan (saat ini Banyuwangi) pada adab XIV masehi. Mulai dengan menyebarkan Islam di wilayah kerajaan sampai kepada rakyat biasa di Blambangan.

Sedangkan skripsi yang berjudul “Syekh Maulana Ishaq dan Islamisasi Di Desa Kemantren Paciran Lamongan 1433-1485 M (Studi Tentang Dakwah dan Warisan Ajarannya)” ini berbeda dengan skripsi atau penelitian yang telah ada di atas, dengan kata lain bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang belum pernah disajikan sebelumnya. Dalam skripsi ini yang dibahas adalah dakwah dan warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan yang telah merubah masyarakat desa Kemantren dari Hindu-Budha menjadi Islam.


(23)

15

G.Metode Penelitian

Penulisan sejarah merupakan tujuan dari penelitian ini. Penulisan sejarah adalah suatu rekonstruksi masa lalu yang berkaitan pada prosedur ilmiah.18 Sehingga untuk merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti, dilakukan dengan menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyajikan sintesa dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan.19 Adapun penggunaan metode sejarah ini ditempuh dengan menggunakan empat tahap, antara lain: heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), intepretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan).

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Heuristik adalah mencari dan mengumpulkan sumber-sumber atau bahan. Suatu proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah. Sumber sejarah juga disebut sebagai data sejarah. Untuk memperoleh sumber tersebut, maka penulis mengutamakan sumber primer yang sesuai dengan penulisan skripsi ini, sumber-sumber yang dipakai dalam penulisan ini adalah:

a. Sumber Primer

Sumber primer yang digunakan dalam penulisan ini ada yang berasal dari sumber tulisan dan sumber lisan. Sumber tulisan yaitu Babad

Gresik, manuskrip kitab Mujāzul al-Alīm yang ditulis tahun 1450-an,

18

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), 12.

19


(24)

16

manuskrip kitab Al-Musyafaqat al-Imān yang ditulis tahun 1430-an, manuskrip kitab Al-Miqāt al-Mu’ad yang ditulis tahun 1420-an, manuskrip kitab Al-Hijāz yang ditulis tahun 1426, manuskrip kitab

Al-Mughābir al-Aulā yang ditulis tahun 1412. Sedangkan sumber lisan diperoleh dari sejarah lisan berupa cerita, dongeng, legenda, maupun mitos yang beredar dalam masyarakat desa Kemantren tentang Syekh Maulana Ishaq. Disamping sumber lisan dan tulisan, terdapat juga sumber yang berupa artefak atau peninggalan-peninggalan Syekh Maulana Ishaq, antara lain: Batu Tumpang Tumpuk (batu tersusun),

Bayang Gambang, dan Sumur.

b. Sumber Tersier

Sumber tersier merupakan sumber pelengkap yang digunakan dalam penelitian ini yang berasal dari buku-buku, jurnal, majalah, dan lain-lain yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Adapun sumber buku yang digunakan antara lain: Buku Umar Hasyim, Sunan Giri

(Kudus: Menara Kudus, 1979). Buku Aminuddin Kasdi, Kepurbakalaan

Sunan Giri. (Surabaya: Unesa University Press, 2009). Buku Solichin

Salam, Sekitar Walisanga. (Kudus: Menara Kudus, 1960). Sertu

buku-buku lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Verifikasi

Verifikasi adalah penelitian atas keabsahan sumber. Dalam hal ini sumber-sumber yang diperoleh oleh peneliti diuji keabsahannya.20 Apakah

20


(25)

17

sumber-sumber tersebut kredibel atau tidak.21 Proses inilah yang disebut dalam metode sejarah sebagai kritik intern, adapun kritik intern untuk

mendapatkan sumber yang kredibel dengan cara membandingkan sumber satu dengan sumber lainnya, dalam hal ini membandingkan sumber yang ada di Babad Gresik dengan sumber yang ada di manuskrip kitab Mujāzul al-Alīm, manuskrip kitab Al-Musyafaqat al-Imān, manuskrip kitab Al-Miqāt al-Mu’ad, manuskrip kitab Al-Hijāz, manuskrip kitab Al-Mughābir al-Aulā. yang kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat rasional.

3. Intepretasi (Penafsiran)

Intepretasi atau penafsiran sering disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis berarti menguraikan, setelah data terkumpul dan dibandingkan lalu disimpulkan untuk ditafsirkan.22 Dalam interpretasi ini dilakukan dengan dua macam cara yaitu analisis (menguraikan), sintesis (menyatukan) data. Analisis sejarah bertujuan untuk melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah.23 Sehingga intepretasi bisa dikatakan sebagai proses memaknai fakta-fakta sejarah.

Dalam hal ini peneliti melakukan interpretasi dengan cara mengaitkan informasi yang diperoleh dari penelusuran sumber yang berhubungan dengan menggunakan teori perubahan sosial dari E.B. Taylor sebagai pisau analisis.

21

Nugroho Noto Susanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Idayu, 1998), 36.

22

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 100-102.

23


(26)

18

4. Historiografi

Sebagai tahap terakhir metode penulisan sejarah, historiografi adalah penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian.24 Dalam hal ini peneliti berusaha untuk merekonstruksi masa lampau berdasarkan data yang diperoleh.25 Sehingga pada tahap ini menghasilkan suatu laporan penelitian yang utuh mengenai dakwah dan warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam Islamisasi di Desa Kemantren Paciran Lamongan dengan menggunakan metode penulisan diakronis secara urut-urutan waktu terkait dengan riwayat hidup dari Syekh Maulana Ishaq, serta menggunakan metode sinkronis dengan menjelaskan tema-tema khusus terkait dengan dakwah dan warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq.

H.Sistematika Bahasan

Dalam penulisan skripsi ini disajikan dengan lima bab yang merupakan satu rangkaian yang sistematis, sebab antara bab satu dengan bab yang lainnya saling berkaitan, dan untuk mempermudah bahasan dalam skripsi ini, penulis menyajikannya dalam satu bab pendahuluan tiga bab pembahasan dan satu bab penutup yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

Bab I akan dipaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teori, penelitian terdahulu, metodologi penelitian, dan sisitematika pembahasan.

24

Ibid.,67.

25

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Noto Susanto (Jakarta: PT. Indonesia Universitas Indonesia, 1985), 32.


(27)

19

Bab II akan dipaparkan mengenai riwayat hidup Syekh Maulana Ishaq, tentang asal-usul Syekh Maulana Ishaq, silsilah Syekh Maulana Ishaq, kedatangan Syekh Mualana Ishaq ke Jawa, Syekh Maulana Ishaq sebagai Walisongo, serta perjalanan dakwah Syekh Maulana Ishaq.

Bab III akan dipaparkan mengenai Dakwah Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren Paciran Lamongan terkait dengan kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Kemantren Paciran Lamongan, serta kegiatan dakwah Syekh Maualana Ishaq.

Bab IV akan dibahas mengenai warisan ajaran Syekh Maulana Ishaq dalam Islamisasi di desa Kemantren Paciran Lamongan terkait dengan ajaran ilmu fikih, dan ajaran ilmu tasawuf.

Bab V Dalam bab ini merupakan bab terakhir, yang berisi kesimpulan dan saran.


(28)

BAB II

RIWAYAT HIDUP SYEKH MAULANA ISHAQ

A.Asal Usul Syekh Maulana Ishaq

Dari berbagai sumber yang ada, menyebutkan bahwa terdapat perbedaan mengenai asal usul Syekh Maulana Ishaq. Dalam Babad Gresik dikemukakan

bahwa Syekh Maulana Ishaq putera Syekh Jumadil Kubra berasal dari Malaka Hindu-Siyam, mendapat gelar Syekh Wali Lanang. Dalam Babad Tanah Jawa

menuturkan bahwa namanya sama yaitu Syekh Wali Lanang, namun berasal dari negeri Juldah (Jeddah) Tanah Arab, yang agaknya sesuai dengan pemberitaan Babad Gresik adalah Babad Demak (Pesisiran) yang menjelaskan

bahwa Syekh Maulana Ishaq merupakan paman dari Sunan Ampel, namun berasal dari Pasai. Disamping itu pula ada versi berita yang tidak masuk akal yaitu yang berasal dari Babad Tanah Jawi versi Wirjapanitra, yang

menjelaskan dengan tiba-tiba saja telah berada di bawah tanah dekat dengan gapura kerajaan Blambangan, setelah digali, di bawah gapura keraton Blambangan tadi, ternyata terdapat gua, di dalam gua itulah Syekh Maulana Ishaq bertapa.1 Terdapat juga berita yang berasal dari Serat Kanda tentang

asal-usul Syekh Maulana Ishaq yang senada dengan berita Babat Tanah Jawa.

1

Aminuddin Kasdi, Babad Gresik Tinjauan Historiografi Dalam Rangka Studi Sejarah (Surabaya: Unipress UNESA, 1997), LIV.


(29)

21

Serat Kanda menyebutkan bahwa Syekh Maualana Ishaq datang dari Jeddah

Arabia.2

Asal usul Syekh Maulana Ishaq sebagai tokoh penyebar Islam di Jawa memang masih simpang siur, namun jika ditelusuri dari beberapa keluarga dari Syekh Maulana Ishaq, maka dapat dipastikan bahwa Syekh Maulana Ishaq merupakan orang luar pribumi Jawa, dan bahkan berasal dari luar Kepulauan Nusantara. Asumsi tersebut sesuai dengan jaringan genealogis dari Syekh Maulana Ishaq sendiri yang merupakan anak dari Syekh Jumadil Kubro yang berasal dari Mesir.3 Juga merupakan saudara dari Syekh Maulana Ibrahim Asmara yang berasal dari Samarkand. Menurut Wiji Saksono, asal nama Asmara dimungkinkan berasal dari pendekatan nama Asmarkandi, yang merupakan kesalahan pengucapan untuk nama Samarkand, nama kota di Republik Uzbekistan.4 Serta Raden Rahmat Sunan Ampel yang merupakan keponakan dari Syekh Maulana Ishaq yang berasal dari Campa.

Jaringan keluarga di atas memberikan penjelasan bahwa Syekh Maulana Ishaq merupakan orang asing yang datang ke Nusantara ini untuk tujuan dakwah menyebarkan agama Islam. Sumber tertulis yang berasal dari manuskrip Islam Kemantren sendiri menuturkan bahwa Syekh Maulana Ishaq berasal dari daerah Pasai yang pergi ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Dari berbagai pernyataan tentang asal usul Syekh Maulana Ishaq dapat disimpulkan bahwa Syekh Maulana Ishaq berasal dari Jeddah Arabia dan telah

2

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di

Nusantara (Yogyakarta: LkiS, 2995), 104.

3Rofi’i Ariniro,

Panduan Lengkap Ziarah Wali Sanga (Jogjakarta: DIVA Press, 2012),19.

4

Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, Telaah Atas Metode Dakwah Walisanga (Bandung: Mizan, 1996), 24.


(30)

22

pergi ke Pasai terlebih dahulu sebelum ke Pulau Jawa. Maka tidak heran jika beberapa sumber mengatakan bahwa Syekh Maulana Ishaq berasal dari Pasai, sebab beliau telah tinggal lama di Pasai sebelum pergi ke Jawa. Sedangkan asal usul beliau sebenarnya berasal dari Jeddah Arabia.

B.Silsilah Syekh Maulana Ishaq

Menurut berbagai sumber yang ada Syekh Maulana Ishaq merupakan putra dari Syekh Jamaluddin Kubra atau Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra. Ada juga yang menamakan Sayyid Zainal Kubra atau Sayyid Zainal Akbar yang memiliki silsilah sampai ke Sayyid Zainal Abidin putra Sayyidina Husein putra Fatimah putri Rasulullah. Sebutan Sayyid atau Syyidina merupakan sebutan yang khusus ditujukan untuk para keturunan Rasulullah. Dalam Hikayat raja-raja Aceh, Syekh Maulana Ishaq disebut sebagai keturunan Iskandar Zulkarnain.5

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Research Islam Malang tahun 1975 mengenai silsilah Syekh Maulana Ishaq dari pihak ayah, adalah sebagai berikut:

1. Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW 2. Sayyida Fatimah binti Muhammad SAW 3. Husein binti Fatimah

4. Ali Zainal Abidin bin Husein

5. Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin

5

R. Soedarsoeno, Beberapa Persamaan dan Perbedaan Babad di Asia Tenggara Dalam Bahasa,


(31)

23

6. Ja’far As-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir 7. Ali Al-Aridh bin Ja’far Shodiq

8. Muhammad Al-Faqih bin Ali 9. Isa bin Muhammad Al-Faqih 10. Ahmad Al-Muhajir bin Isa 11. Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir 12. Muhammad bin Abdullah

13. Alawi bin Muhammad 14. Ali Kholi Qosam bin Alawi

15. Shohibul Mirdad bin Ali Kholi Qosam 16. Muhammad bin Shohibul Mirdad 17. Alawi bin Muhammad

18. Abdul Malik bin Alawi 19. Abdullah bin Abdul Malik 20. Ahmad bin Abdullah

21. Jamaluddin Akbar bin Ahmad

22. Syekh Maulana Ishaq bin Jamaluddin Akbar6

Dari silsilah tersebut dapat diketahui bahwa Syekh Maulana Ishaq sebenarnya merupakan anak dari Jamaluddin Akbar atau Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra dan merupakan keturunan ke-21 Rasulullah SAW.

6

Panitia Penelitian dan Pemugaran Makam Sunan Giri, Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan


(32)

24

Oleh karena Syekh Maulana Ishaq sebagai putera dari Syekh Jumadil Kubra, maka Syekh Maulana Ishaq masih termasuk keluarga dengan para wali lainnya. Jelasnya, bahwa Syekh Jumadil Kubra memiliki tiga putera, yakni: 1. Syekh Maulana Ibrahim Asmara, yang memiliki dua orang putera yang

pertama bernama Sayid Ali Murtala yang berdakwah menyiarkan agama Islam ke daerah Nusa Tenggara, Madura sampai ke Bima, di Bima ia mendapat sebutan Raja Pandita Bima dan akhirnya di Gresik mendapat sebutan Raden Santri. Kedua bernama Sayid Ali Rahmat mendirikan pesantren di Ampel Denta dan mendapat sebutan Sunan Ampel. Sunan Ampel memiliki putera antara lain: Maulana Ibrahim Sunan Bonang, Maulana Hasyim Sunan Drajat, Maulana Ahmad Sunan Lamongan, Siti Mutma’innah, Siti Alwiyah, Siti Asyikah yang menjadi istri Raden Fattah Demak, Dewi Murtasiah yang menjadi istri Sunan Giri, dan Dewi Mursimah yang menjadi istri Sunan Kalijaga.

2. Syekh Abdullah Asy’ari

3. Syekh Maulana Ishaq, yang memperistri Dewi Sekardadu puteri raja Menak Sembuyu Blambangan, dan berputera Raden Paku Sunan Giri.

Dari jaringan genealogis tersebut, maka jelaslah bahwa Syekh Maualana Ishaq memiliki ikatan kekeluargaan dengan wali lainnya, dengan Syekh Ibrahim Asmara sebagai saudaranya, Sunan Ampel sebagai keponaknnya, Sunan Giri sebagai anaknya, Sunan Bonang dan Sunan Drajat sebagai cucu dari saudaranya.


(33)

25

C.Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Jawa

Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Jawa tidak bisa diketahui secara pasti, sebab tidak ada satupun sumber baik sumber tertulis berupa manuskrip maupun sumber lain yang menjelaskan tentang kapan sebenarnya Syekh Maulana Ishaq ke Jawa, namun ada petunjuk yang dapat menjelaskan mengenai kapan kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Tanah Jawa sebenarnya, yaitu keberadaan Sunan Ampel di Ampel Denta dan kelahiran Sunan Giri.

Sebelum Syekh Maulana Ishaq ke Jawa, Syekh Maulana Ishaq bersama saudaranya yang tertua yang bernama Syekh Maulana Ibrahim Asmara diajak oleh orang tuannya ke Pasai, Aceh, dan telah agak lama beliau bermukim disana. Tidak lama setelah tinggal di Pasai Syekh Maulana Ishaq mendengar berita bahwa di Jawa telah tersiar agama Islam, maka beliau segera berangkat ke Jawa, tepatnya Jawa Timur. Dengan rute perjalanan laut dengan menumpang perahu dagang milik orang Gresik.7 Setibanya di Gresik Syekh Maulana Ishaq langsung melanjutkan perjalanannya, tempat yang dituju adalah Ampel Denta. Sunan Ampel datang ke Tanah Jawa pada tahun 1419 M dengan mengunjungi bibinya di Kerajaan Majapahit. Setelah itu tahun 1433 M Raden Rahmat Sunan Ampel baru menetap di Ampel Denta dan menyebarkan Islam disana. Sedangkan tahun lahirnya Sunan Giri sebagai putera dari Syekh Maualan Ishaq adalah tahun 1443 M. Sehingga dari data tersebut bisa dikatakan bahwa pada tahun-tahun setelah tahun 1433 M dan sebelum tahun

7


(34)

26

1443 M inilah Syekh Maulana Ishaq datang ke Jawa, tepatnya ke Ampel Denta sebelum ke Blambangan.8

Sesampainya di Ampel, Maulana Ishaq bertemu dengan Raden Rahmat, atau Sunan Ampel, dan ternyata Raden Rahmat telah mempunyai banyak santri atau murid, sangat kebetulan sekali bagi Syekh Maulana Ishaq, karena Raden Rahmat adalah keponakannya. Dalam Hikayat Hasanuddin menjelaskan bahwa Maulana Ishaq sebagai Duul Islam (zul Islam), orang keramat yang datang setelah Raden Rahmat menetap di Ampel.9

D.Syekh Maulana Ishaq Sebagai Walisongo

Proses masuknya dan penyebaran Islam di Indonesia secara umum, dan di Jawa khususnya tidak bisa dilepaskan dari para pedagang Islam, ahli-ahli agama Islam dan raja-raja atau para penguasa yang telah menganut Islam.10

Para penyebar Islam di Jawa umumnya dikenal oleh masyarakat dengan sebutan wali atau sunan. Meskipun terdapat bukti arkeologis-epigrafis berupa nisan bertuliskan kalimah thayyibah pada makam pembesar kerajaan Majapahit di Troloyo, namun masyarakat di Jawa masih meyakini bahwa penyebar Islam yang pertama adalah para wali atau sunan.

Secara epistimologi wali adalah singkatan dari kata waliyullah yang

berarti sahabat Allah atau wakil Allah. Dalam kehidupan sosial wali menurut pandangan masyarakat adalah orang yang sangat cinta kepada Allah, pengetahuannya tetang masalah-masalah agama sangat dalam, serta sanggup

8

Lihat Kasdi, Babad Gresik, LIX.

9

Hoesain Djajaningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten (Jakarta: Jambatan, 1983), 283.

10


(35)

27

mengorbankan jiwa raganya untuk kepentingan Islam. Sebagai orang yang dekat dengan tuhan para wali mempunyai tenaga gaib, kekuatan batin yang berlebih dan ilmu yang sangat tinggi, ahli dalam tasawuf.11

Secara umum para wali di Jawa dibedakan menjadi dua, yaitu wali yang termasuk dalam Anggota walisongo, dan wali yang tidak termasuk walisongo.12 Menurut tradisi, wali penyebar Islam di Pulau Jawa dikaitkan dengan angka 9, walisongo sendiri sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan.13 Para walisongo tidak hidup dalam waktu yang sama, namun memiliki ikatan erat dalam jaringan keluarga seperti Sunan Ampel dengan Sunan Drajat dan Sunan Bonang, pernikahan seperti Sunan Giri yang menikah dengan puteri Sunan Ampel, atau guru-murid seperti Sunan Ampel yang bermuridkan Sunan Giri dan Sunan Bonang. Jika dalam periode tersebut ada anggota walisongo yang wafat, maka akan digantikan oleh penggantinya, sehingga dalam tiap periode jumlah anggota walisongo itu tetap sembilan.

Susunan wali songo tersebut, sebagai berikut: 1. Periode pertama (1404-1435 M), antara lain:

a. Maulana Malik Ibrahim di Gresik b. Maulana Ishaq di Gresik

c. Maulana Ahmad Jumadil Kubro di Tralaya Trowulan d. Maulana Muhammad Al-Maghribi Sunan Keseng-Klaten e. Maulana Malik Israfil di Banten

11

Ibid., 27.

12

R. Pinoto, Warna Sari Sedjarah Indonesia Lama II (Malang: Aksams Club, 1969), 90.

13

Lihat Rachmad Abdullah, Walisongo Gelora Dakwah dan Jihat Di Tanah Jawa (1404-1482 M)


(36)

28

f. Maulana Hasanuddin di Banten g. Mohammad Ali Akbar di Banten h. Maulana Aliyuddin

i. Syekh Subakir14

2. Periode kedua (1435-1463 M), antara lain: a. Sunan Ampel

b. Maulana Ishaq

c. Maulana Jumadil Kubro

d. Maulana Muhammad Al-Maghribi e. Sunan Kudus

f. Sunan Bonang g. Maulana Hasanuddin h. Maulana Aliyuddin i. Syekh Subakir15

3. Periode ketiga (1463-1678 M), antara lain: a. Sunan Ampel (w.1481 M)

b. Sunan Giri (w.1506 M) c. Sunan Drajat (w.1522 M) d. Sunan Bonang (w.1525 M) e. Sunan Kudus (w.1550 M) f. Sunan kalijaga (w.1513 M) g. Sunan Gunung Jati (w.1568 M)

14

Panitia Penelitian dan Pemugaran Makam Sunan Giri, Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri, 64-65.

15


(37)

29

h. Raden Patah (w.1518 M) i. Raden Fatullah Khan16

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa dakwah Islam di Jawa ditandai dengan adanya dua ulama yang datang yaitu Maulana Malik Ibrahim dan Syekh Maulana Ishaq, keduanya termasuk juga dalam kategori walisongo. Dalam hal ini Syekh Maulana Ishaq sebagai anggota walisongo yang menyebarkan agama Islam di Jawa pada periode awal.

E.Perjalanan Dakwah Syekh Maulana Ishaq

Perjalanan dakwah Syekh Maulana Ishaq dipenuhi dengan berbagai liku-liku. Secara umum seperti yang dikemukan dalam Babad Gresik perjalanan

Syekh Maulana Ishaq dapat dijelaskan sebagai berikut:17

Pertama, perjalanan dari Pasai ke Jawa (Ampel Denta). Sesampainya

bertemu dengan Raden Rahmat Sunan Ampel di Ampel Denta, Syekh Maulana Ishaq membicarakan berbagai masalah tentang penyiaran agama Islam dengan Sunan Ampel, terkait dengan bagaimana caranya berdakwah kepada orang-orang Jawa yang masih hidup di dalam alam animisme dan dinamisme, atau masyarakat yang telah kuat memegang teguh agama Hindu pada saat itu. Penyiaran agama Islam pada saat itu sulit, karena mulai dari raja sampai rakyat kecil semua memeluk agama Hindu, kepercayaan animisme dan dinamisme dengan kuat.18 Di Ampel Denta ini Syekh Maulana Ishaq hanya bertemu

16

Ibid., 55.

17

Lihat Panitia Hari Jadi Kota Gresik, Babad Gresik Jilid I Terj. Soekarman (Gresik: Radya Pustaka, 1990), 7-22.

18


(38)

30

dengan keponakannya Raden Rahmat Sunan Ampel yang kebetulan menjadi guru di pesantren Ampel dan telah memiliki banyak pengikut.

Kedua, setelah dari Ampel Denta berlanjut ke Blambangan. Setelah

Raden Rahmat Sunan Ampel diberi wewenang oleh raja Majapahit untuk memerintah daerah Ampel sebagai pegawai kerajaan, yang membawahi sekitar 3000 keluarga, dan pada akhirnya untuk dapat memimpin 3000 keluarga tersebut Sunan Ampel mendirikan pesantren untuk mendidik dan memberikan pengajaran tentang syariat Islam yang baik, sehingga 3000 keluarga tersebut masuk Islam semuannya. Sejak saat itulah pengikut atau santri dari Sunan Ampel secara berangsur-angsur menjadi lebih banyak.

Daerah Ampel kemudian menjadi pusat agama Islam, dan banyak dikunjungi oleh para ulama, seperti Sayid Ishaq, paman Raden Rahmat sendiri, Syarif Ibrahim atau Maulana Magribi, Sayid Ali (Sunan Geseng), dan Sayid Akbar.19

Setelah Raden Rahmat merasa bahwa kader-kader dan santri serta ulama-ulama yang datang ke Ampel Denta telah mumpuni dalam berdakwah, maka mereka disebarkan ke beberapa tempat untuk menyebarkan Islam. Salah satunya adalah Syekh Maulana Ishaq yang ditugaskan oleh Raden Rahmat untuk menyebarkan Islam di Daerah Blambangan. Penduduk Blambangan pada saat itu masih beragama Hindu di bawah kekuasaan kerajaan Hindu Majapahit dengan penguasanya Menak Sembuyu yang merupakan putera dari Menak Jingga (Wirabhumi) keturunan raja Hayam Wuruk.

19


(39)

31

Sampai di Blambangan beliau belum bisa berbuat apa-apa, kecuali bertafakur, beruzlah, berdoa, shalat dengan penuh kekhusyu’an, memohon pertolongan dan petunjuk kepada Allah agar mendapat jalan dalam menyiarkan agama Islam, dan agar para penduduk Blambangan bersedia untuk menerima ajaran agama Islam dengan hati yang lapang.20 Tempat yang digunakan sebagai tempat untuk bertafakur dan beruzlah tersebut adalah Gunung Slanggu.

Pada saat melakukan tafakur dan beruzlah di Gunung Slangu tersebut, di daerah kerajaan Blambangan yang diperintah oleh seorang raja yang bernama Menak Sembuyu saat itu digegerkan dengan adanya wabah penyakit atau pagebluk atau bahaya kelaparan yang telah berbulan-bulan melanda kerajaan Blambangan. Telah banyak rakyat yang meninggal karena penyakit tersebut, hampir tiap hari selalu ada orang yang meninggal karena penyakit tersebut, bahkan keganasan penyakit tersebut, jika seorang sakit pada malam hari, pagi harinya akan meninggal. Begitupun sebaliknya, jika seorang sakit pada pagi hari malam akan meninggal.

Penyakit tersebut juga melanda istana, puteri dari raja Menak Sembuyu yang bernama Dewi Sekardadu atau Raden Ayu Liyung Manoro, atau Raden Ayu Sumbat Nyowo atau Raden Ayu Kusworo Dewi juga menderita sakit. Melihat puterinya yang sakit tersebut, raja merasa khawatir, sehingga segala usaha dilakukannya agar puterinya bisa sembuh dari penyakit tersebut, mulai mencarikan obat agar puterinya bisa sembuh, sampai mendatangkan seluruh dukun dan ahli-ahli pengobatan ke istana Blambangan untuk mengobati Dewi

20


(40)

32

Sekardadu, namun segala upaya itu sia-sia, Dewi Sekardadu masih belum bisa sembuh.

Karena segala usaha telah dilakukan dan hanya sia-sia saja, maka sang raja Menak Sembuyu menggumpulkan para bawahan serta keluarganya, dan menggumumkan sayembara dengan bertitah: “Eh ta sayembaraningsun sapa -sapa kang bisa marasake larane putraningsun nini putri dadiya jatu kramane

lan manira paringi separone nagara ing Blambangan, jumenengo prabu

anom”, artinya: Perhatian, saya sayembarakan barang siapa yang dapat menyembuhkan sakitnya puteriku, bila ia seorang laki-laki akan menjadi suaminya, dan saya berkenan memberikan separuh dari kerajaan Blambangan, dengan menjadi raja muda.21 Sayembara tersebut telah tersiar ke seluruh penjuru negeri, tapi tidak seorangpun ada yang mengikuti sayembara tersebut.

Maka patih Blambangan memberi tahu raja Menak Sembuyu bahwa ada seorang pendeta yang sedang bertapa di puncak gunung, pendeta tersebut memiliki tingkah laku yang sangat berbeda, tidak mau menyembah dewa dan raja, ibadahnya juga tidak sama dengan rakyat pada umumnya, dia melakukan sujud dan rukuk dengan memakai jubah serta tutup kepala dan cara menyembah tuhannya dengan menghadap ke barat, mungkin dia bisa menyembuhkan Dewi Sekardadu.

Setelah raja Menak Sembuyu mendengar berita tersebut, maka raja memerintahkan patihnya yang bernama Bajulsengara untuk menemui pertapa

21


(41)

33

yang sakti tersebut, meminta pertolongan agar dia dapat mengobati sakitnya Dewi Sekardadu.

Patih Bajulsengara lalu mencarinya di puncak sebuah bukit di Gunung Slangu. Di tempat itulah Patih Bajulsengara melihat ada seorang yang sedang sujud di atas sajadah, dengan memakai pakaian yang serba putih, dan setelah bangun dari sujud, orang itupun duduk bertafakur dengan khusyuk. Ternyata orang tersebut adalah Syekh Maulana Ishaq.22

Setelah bertemu dengan Syekh Maulana Ishaq patih Bajulsengara lalu menjelaskan tentang maksud kedatangannya kepada Syekh Maulana Ishaq, bahwa raja meminta bantuan kepada Syekh Maulana Ishaq agar dapat menyembuhkan puteri Dewi Sekardadu. Mendengar maksud kedatangan tersebut Syekh Maulana Ishaq berkata” Insya Allah, jika Allah menghendaki, saya akan berusaha untuk menyembuhkan penyakit tuan puteri, karena manusia hanya mampu untuk berusaha, dan hanya Allahlah yang nanti akan menentukan, namun bila nanti putri raja bisa sembuh, saya meminta satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh raja, syarat tersebut adalah raja Menak Sembuyu harus memeluk agama Islam”. Demikianlah perkataan Syekh Maulana Ishaq kepada patih Bajulsengara utusan raja Menak Sembuyu.

Setelah itu patih Bajulsengara kembali ke istana Blambangan dan melaporkan semua itu kepada raja, terutama tentang syarat yang diminta oleh Syekh Mualana Ishaq agar jika nanti putri Dewi Sekardadu dapat sembuh raja harus masuk agama Islam. Tentu saja hal ini merasa berat bagi raja, karena

22


(42)

34

harus melepaskan agama yang telah lama dipeluknya, namun atas dasar cinta dan kasih sayang kepada putrinya, maka raja menyanggupi syarat yang diminta oleh Syekh Maulana Ishaq tersebut.

Maka mulailah Syekh Maulana Ishaq mengobati putri raja Menak Sembuyu tersebut, dengan memanjatkan doa, memohon kepada Allah agar penyakit yang diderita oleh Dewi Sekardadu dapat sembuh, maka atas izin Allah Dewi Sekardadu sembuh dari penyakitnya.

Alangkah bahagiannya raja Menak Sembuyu melihat putrinya sembuh seperti sedia kala, dan akhirnya raja menepati janjinya. Dewi Sekardadu kemudian dijodohkan dengan Syekh Maulana Ishaq. Setelah menjadi istri Syekh Maulana Ishaq, Dewi Sekardadu menjadi seorang muslimah yang taat dalam menjalankan syariat Islam. Begitu juga dengan janjinya yang kedua, bahwa akan memberikan setengah dari kerajaan Blambangan, dan janji tersebut juga ditepati oleh sang raja, mulailah pada saat itu Syekh Maulana Ishaq menjadi seorang raja kerajaan Blambangan dengan gelar Prabu Anom. Begitu juga dengan syarat yang dibebankan kepada raja, bahwa raja harus masuk agama Islam, raja Menak Sembuyu yang beragama Hindu itu kemudian memeluk agama Islam.23

Setelah berhasil menyembuhkan Dewi Sekardadu, Syekh Maulana Ishaq dianggap oleh masyarakat Blambangan sebagai seorang yang sakti, dan kesaktian tersebut telah tersiar keseluruh pelosok negeri Blambangan. Maka,

23


(43)

35

banyak rakyat yang tertarik dan kemudian memeluk agama Islam dengan kesadaran sendiri.

Sejak saat itulah Syekh Maulana Ishaq berdakwah menyebarkan agama Islam ke masyarakat Blambangan, yang pada saat itu masih memeluk agama Hindu. Hal paling awal yang dilakukan oleh Syekh Maulana Ishaq dalam berdakwah di Blambangan adalah membuat masjid, masjid tersebut digunakannya untuk shalat berjamaah dan shalat jum’at dengan para pengikutnya.

Pada saat Blambangan diperintah oleh Syekh Maulana Ishaq negeri merasa makmur dan tentram, dan hal ini semakin menarik simpati masyarakat untuk mengikuti ajaran yang dibawa oleh Syekh Maualana Ishaq, dari tua muda, pria maupun wanita berbondong-bondong masuk Islam.

Semakin hari jumlah pengikut Syekh Maulana Ishaq semakin banyak, penduduk Blambangan yang sebelumnya beragama Hindu berganti memeluk agama Islam, sehingga agama Hindu semakin lama semakin terdesak, pemeluknya semakin menipis dan berkurang, bahkan orang-orang istana, keluarga raja sendiri dan para pembesar kerajaan telah banyak yang tertarik kepada agama Islam yang disebarkan oleh Syekh Maulana Ishaq.

Para pembesar kerajaan lama-lama khawatir, termasuk sang raja Menak Sembuyu sendiri yang hatinya merasa tidak enak, dan cemas melihat perkembangan agama Islam yang disebarkan oleh Syekh Maulana Ishaq menantunya yang mendesak agama Hindu. Walaupun raja telah masuk Islam, sebagaimana persyaratan yang telah disepakati, namun itu hanya pura-pura


(44)

36

saja, dan sebenarnya raja tidak bersungguh-sunggu memeluk Islam, semuanya hanya dibibir saja dan lain dihati. Karena mungkin keinginan raja Menak Sembuyu agar putrinya dahulu yang sembuh dari penyakit yang gawat itu, maka untuk mewujudkan itu syarat dari Syekh Maulana Ishaq diterima dengan hanya pura-pura saja, dan setelah putrinya sembuh, raja Menak Sembuyu masuk agama Islam tetapi raja berkhianat. Sebenarnya raja masih memegang erat ajaran-ajaran agama Hindu yang dipeluknya, namun raja tidak berani secara terang-terangan dihadapan Syekh Maulana Ishaq yang merupakan menantunya itu.

Hal ini terdapat dalam Babad Gresik, sebagai berikut:

Sasampunipun lami-lami sang Maulana sowan dhateng sang prabu matur:pukulun atur kawula, sampun sang prabu nembah dewa ratu, awit punika brahala. Prayogi anuta ing sarengat nabi Mukamad sinelir. Punika lampang ingkang rahayu, ing donya dumugi ngakir. Angucapa kalimah kalih: “lailaha ilal(l)ah muha(m)mad rasulullah”. Sang nata langkung duka, ngendika dhatengingkang putra wusana bisu gaduwel lan lesanipun. Sagunge bupati, punggawa, mantri sami ajrih wilalating pandhita, lajeng lumpuh astanipun, kuranggeyan. Sang prabu lajeng kabekta lumebet dhateng kedhaton (t)atangisan tiyang ing dalem pura, sang pandhita ngiringaken malebet ing kedhaton ngaturri pariksa saking solah tingkahipun sang prabu. Prameswari gawok langkung ajrih dhatengsang pandhita. Angandika: “Lah tuwan ngapura saking sisipo rama tuwan.”Maulana nenedha, katrima pandongane. Sang Nata sinemburan jambe lajeng waluya. Sang pandhita lajeng anembah pamit mantuk ing dalemipun.

Artinya: Setelah semantara waktu Maulana Ishaq menghadap raja, dan berkata: “baginda ikutilah perkataan hamba, janganlah baginda menyembah dewa raja, sebab itu adalah berhala belaka. Janganlah baginda. Seyogyanya ikutilah ajaran Nabi Muhammad. Itulah laku yang menyelamatkan di dunia dan akhirat. Ucapkanlah dua kalimat: lailaha ilallah muhammad rasulullah”. Baginda ternyata sangat marah, menghardik terhadap putra (menantu),


(45)

37

akhirnya menjadi bisu mulut dan lidahnya. Seluruh bupati, penggawa dan mantri-mantri sangat takut terhadap kutukan sang pendeta. Baginda justru bertambah murkanya, mencabut pedang akan memedang sang pendeta. Kemudian menjadi lumpuh tangannya menyahut-nyahut. Baginda di bawah masuk istana, ditangisi oleh semua orang. Sang pendeta mengiringi masuk ke istana memberi tahu akan segala tingkah laku sang baginda. Sang permaisur heran serta sangatlah takut kepada sang pendeta. Berkatalah permaisuri: “Ya tuan maafkanlah kesalahan ayahanda tuan”. Maulana memohon kepada Tuhan, diterima doanya. Baginda dihembus dengan pinang, terus sembuh seketika. Sang pendeta kemudian menyembah, serta minta ijin kembali kerumahnya.24

Berdasarkan petikan cerita dalam Babad Gresik tersebut menandakan

bahwa raja Menak Sembuyu tidak mau masuk Islam, dan bahkan ingin memusuhi Syekh Maulana Ishaq. Oleh karena pengaruh Maulana Ishaq semakin mendalam di hati rakyat, maka hati Menak Sembuyu merasa cemburu, kalah pamor dengan Syekh Maulana Ishaq, dan takut kalau agama Hindu tergeser oleh Islam. Kemudian raja Menak Sembuyu berusaha menghalang-halangi tersiarnya agama Islam di Blambangan, namun usaha raja Menak Sembuyu hanya sia-sia belaka, sebab masih banyak yang memeluk Islam.

Merasa usahanya untuk menghalangi Syekh Maualan Ishaq dalam menyiarkan Islam sia-sia, maka sang raja menaruh dendam dan murka terhadapnya, sehingga raja mengutus seseorang untuk membinasakan Syekh Maulana Ishaq, namun hal itu tidak berjalan dengan mulus, Syekh Maulana

24


(46)

38

Ishaq diselamatkan oleh Allah dan lolos dalam penyerbuan dan usaha pembunuhan yang telah direncanakan.

Kemudian Syekh Maulana Ishaq pergi meninggalkan kerajaan Blambangan sendirian, pada saat itu istrinya Dewi Sekardadu sedang hamil 7 bulan. Sebelum pergi beliau berpesan kepada istrinya agar dia berada di istana saja, dan jika kelak anak yang dikandungnya lahir, maka kelak diberi nama Raden Paku jika laki-laki, jika perempuan maka diberi nama sesuai dengan keinginan Dewi Sekardadu sendiri.25 Cerita tutur masyarakat Kemantren menyebutkan bahwa setelah memutuskan untuk pergi dari Blambangan Syekh Maulana Ishaq memberikan pesan rahasia kepada Dewi Sekardadu jika ingin mencarinya di pinggir jalan akan ada sandi (pesan rahasia) berupa batu tumpang tumpuk di wilayah itulah Syekh Maulana Ishaq berada.

Tentang kepergian Syekh Maulana Ishaq ini, merupakan suatu usaha untuk menenangkan situasi, Syekh Maualana Ishaq mengetahui jika beliau masih berada di Blambangan maka akan ada pertumpahan darah. Sehingga jalan satu-satunya adalah pergi dari kerajaan Blambangan, dan meneruskan perjalan dakwah Islamiyah.

Setelah Syekh Maulana Ishaq pergi dari kerajaan Blambangan, wabah penyakit yang dahulu melanda masyarakat Blambangan kembali lagi. Rakyat banyak yang meninggal akibat penyakit itu. Akhirnya raja merasa risau, dan menganggap bahwa bencana penyakit yang melanda negeri Blambangan diakibatkan oleh bayi yang dikandung oleh Dewi Sekaradadu. Maka dari itu,

25


(47)

39

ketika bayi yang dikandung oleh Dewi Sekardadu tersebut lahir, maka akan dibunuh. Hal ini sesuai dengan isi Babad Gresik:

Nagari Blambangan kadhatengan sesakit ageng, tiyang sakit enjeng sonten pejah, sakit dalu enjeng pejah. Sang prabu Blambangan langkung ngungun kesahipun maulana. Sang nata nimbali nujum, dhukun, juru tenung, wewasi. Sami dhateng, boten saget anyirnakaken. Sesakit angsaya andadra. Sang prabu ing Blambangan boten kersa dhahar, lan sare. Panggalia(h)annipun sang prabu : “apa baya anakingsun sang putri bobotane kang kinandhut agawe gara-gara. Besuk saengga lairingsun buwang ing bsegara.

Artinya: Negeri Blambangan yang terkena musibah berupa sakit yang merajalela. Orang yang sakit pagi, sore meninggal, sakit malam pagi meninggal. Baginda raja Blambangan sangat binggung akibat perginya Maulana. Baginda kemudian memanggil ahli nujum, dukun, dan juru tenung serta para wasi. Semuannya datang, namun semuanya tidak mampu menyirnakannya, penyakit semakin menjadi jadi. Baginda tidak tidur, dan tidak makan. Terbesit dalam kalbu baginda: “Apa kira-kira kandungan anakku putri yang menjadi sebab terjadinya geger. Bila demikian besok bila telah lahir akan saya buang ke laut”.26

Namun hal itu tidak terjadi, karena raja merasa kasihan terhadap cucunya, sehingga raja tidak membunuh bayi tersebut, raja memasukkan bayi tersebut kedalam peti emas dan membuangnya ke samudera, sebagai upaya untuk menghilangkan wabah penyakit yang melanda negeri Blambangan yang menurutnya diakibatkan dari bayi tersebut. Akhirnya bayi tersebut di temukan oleh seseorang pedagang dan diasuh oleh Nyai Ageng Pinatih seorang saudagar perempuan di Gresik, bayi tersebut kelak menjadi Sunan Giri. Cerita tutur

26


(48)

40

masyarakat Kemantren sendiri menyebutkan bahwa setelah Syekh Maulana Ishaq pergi Dewi Sekardadu kemudian mencarinya sesuai dengan sandi (pesan rahasia) yang pernah disampaikan kepadanya, setelah menemukan sandi tersebut kemudian Dewi Sekardadu bertemu dengan Syekh Maulana Ishaq dan satu bulan setelahnya Dewi Sekardadu melahirkan anaknya, dan anak tersebut diberi nama Raden paku, karena lahir di pantai Sepaku. Setelah kelahiran bayi tersebut Dewi Sekardadu nampak murung sehingga dia bercerita kepada Syekh Maulana Ishaq bahwa sebenarnya bayi yang baru lahir tersebut akan dibunuh oleh raja Menak Sembuyu. Mendengar hal itu, kemudian Syekh Maulana Ishaq memohon petunjuk dari Allah dan akhirnya mendapat petunjuk, bahwa untuk menyelamatkan bayi tersebut dari pembunuhan raja Menak Sembuyu maka bayi tersebut harus dimasukkan kedalam peti dan dihanyutkan ke laut. Dan akhirnya bayi tersebut ditemukan oleh pedagang dan di asuh oleh Nyia Ageng Pinatih.

Secara umum perjalanan dakwah Syekh Maulana Ishaq di Blambangan berhasil mengislamkan penduduk atau rakyat kecil, namun di lingkungan kerajaan Blambangan Syekh Maulana Ishaq dalam aktifitas dakwahnya berhadapan langsung dengan kekuasaan raja Menak Sembuyu yang tidak menginginkan Islam masuk ke daerahnya, sehingga dakwah menyebarkan Islam ke sang raja tidak berhasil, padahal jika pada saat itu raja berhasil masuk Islam, maka dapat dipastikan seluruh penduduknya akan beragama Islam, sebab pada zaman dahulu agama seorang manusia, tergantung kepada agama


(49)

41

seorang rajanya. Peribahasa Arab mengatakan “al-nāsu ala dīni mulukihi”, namun usaha mengislamkan raja Menak Sembuyu tersebut tidak berhasil.

Keberhasilan dalam menyebarkan Islam di Blambangan dilakukannya dengan menggunakan sarana dakwah melalui perkawinan dengan menikahi Dewi Sekardadu yang dari pernikahan tersebut menjadikan Syekh Maulana Ishaq terkenal sebagai seorang yang sakti yang dapat mengobati penyakit yang melanda pada saat itu, sehingga dapat menarik banyak minat masyarakat untuk ikut memeluk agama Islam tanpa paksaan. Sarana lainnya melalui pendidikan di masjid dengan melakukan pengajaran agama Islam di masjid yang dibangun di Blambangan tersebut.

Ketiga, perjalanan Syekh Maulana Ishaq keluar dari Blambangan ke

Ampel Denta lagi. Setelah memutuskan pergi dari kerajaan Blambangan Syekh Maulana Ishaq kemudian melanjutkan perjalanannya ke Ampel Denta Surabaya, beliau disini tidak melakukan usaha dakwah Islamiyah sama sekali, beliau disini hanya ingin bertemu dengan Raden Rahmat Sunan Ampel. Setelah bertemu dengan Raden Rahmat Sunan Ampel di Ampel Denta, beliau menceritakan seluruh pengalaman yang telah dialaminya di Blambangan, tentang istrinya Dewi Sekardadu yang ditinggalkannya dalam keadaan mengandung dan tentang pesan beliau untuk memberikan nama anak yang kelak lahir tersebut dengan sebutan Raden Paku, serta tentang usaha yang dirancang oleh mertuanya yaitu Menak Sembuyu untuk membunuhnya.


(50)

42

Semuanya diceritakan kepada Raden Rahmat Sunan Ampel yang merupakan keponakannya.27

Keempat, perjalanan Syekh Maulana Ishaq kembali ke Pasai. Dari Ampel

Denta kemudian beliau langsung pergi kembali ke Pasai. Sesampainya di Pasai beliau mendirikan sebuah pesantren dalam rangka menyebarkan agama Islam disana. Diceritakan bahwa Sunan Bonang beserta Sunan Giri yang merupakan anaknya sendiri pernah belajar tentang ilmu agama Islam, tentang ilmu tasawuf, ilmu fiqih, serta ilmu laduni di Pasai tepatnya di pesantren beliau. Di Pasai inilah beliau mendapat julukan Syekh Awwalul Islam.

Di samping perjalanan di atas, terdapat pula cerita versi Kemantren dalam tradisi tutur masyarakat yang menyebutkan lain dengan yang telah disebutkan dalam Babad Gresik di atas. Cerita tutur masyarakat setempat

menyatakan bahwa setelah pergi dari kerajaan Blambangan Syekh Maulana Ishaq kemudian pergi ke Pasai, namun beliau tidak ke Pasai, beliau pergi ke pantai segoro lor (pantai laut utara) tepatnya di pantai Sepaku atau Sepakis

yang sekarang merupakan bagian dari desa Kemantren. Rupa-rupanya ijin untuk pergi ke Pasai merupakan suatu siasat Syekh Maulana Ishaq agar tidak dikejar-kejar oleh patih kerajaan Blambangan.

Setelah lama di desa Kemantren, Syekh Maulana Ishaq kemudian baru pergi ke Pasai, di Pasai inilah Syekh Maulana Ishaq mendirikan pesantren dan menjadi guru yang terkenal, Sunan Bonang serta Sunan Giri pernah belajar di pesantren Syekh Maulana Ishaq tersebut. Namun, setelah beberapa tahun di

27


(51)

43

Pasai Syekh Maulana Ishaq pergi ke Jawa lagi, tepatnya di Kemantren Paciran. Di Kemantren inilah Syekh Maulana Ishaq melanjutkan dakwah Islamiyah yang dulu pernah dilakukannya, sampai beliau wafat dan dimakamkan di sini.28 Dari beberapa pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Syekh Maulana Ishaq pertama kali ke Jawa yaitu di Ampel Denta tinggal bersama keponakannya Raden Rahmat yang pada saat itu menjadi guru di pesantren tersebut.

2. Setelah di Ampel Syekh Maulana Ishaq pergi ke Blambangan menyebarkan Islam disana.

3. Setelah menyebarkan Islam di Blambangan dan tidak mendapat keberhasilan dalam mengislamkan raja Menak Sembuyu, maka Syekh Maulana Ishaq pergi ke Pasai, namun beliau tidak langsung ke Pasai, melainkan ke desa Kemantren. Di kemantren ini beliau menyebarkan agama Islam kepada masyarakat.

4. Setelah di desa kemantren tersebut, Syekh Maulana Ishaq melanjutkan perjalanannya ke Pasai sesuai dengan rencana awalnya.

5. Setelah bertahun-tahun berada di Pasai, Syekh Maulana Ishaq kembali lagi ke Kemantren untuk melanjutkan dakwah Islamiyahnya sampai wafat dan dimakamkan di tempat ini.

28

Lihat Rahmat Dasy, Sejarah dan Perjuangan Syekh Maulana Ishaq (Surabaya: Terbit Terang, 2008), 25.


(52)

BAB III

DAKWAH SYEKH MAULANA ISHAQ DI DESA KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN

A.Kedatangan Syekh Maulana Ishaq ke Desa Kemantren Paciran Lamongan

Diceritakan dalam sejarah Syekh Maulana Ishaq versi Kemantren dalam tradisi tutur masyarakat bahwa pada zaman dahulu Syekh Maulana Ishaq yang merupakan seorang ulama besar dari Pasai datang ke Jawa dengan menggunakan perahu dan tiba di pelabuhan Gresik.

Setelah tiba di pelabuhan Gresik Syekh Maulana Ishaq langsung menuju pedukuhan Ampel Denta, pada saat itu keponakannya yang bernama Raden Rahmat Sunan Ampel telah mempunyai pesantren dan Sunan Ampel sendiri menjadi guru di pesantren tersebut. Setelah lama berada di Ampel bersama keponakannya tersebut Syekh Maulana Ishaq melanjutkan perjalanannya untuk menyebarkan Islam ke Blambangan. Setelah sampai di Blambangan Syekh Maulana Ishaq melakukan uzlah tepatnya di Gunung Slangu, beliau beruzlah melaksanakan shalat dan puasa guna mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Pada saat beruzlah di Gunung Slangu kerajaan Blambangan sedang terjadi bencana wabah penyakit yang menyerang warganya, berbulan-bulan penyakit tersebut telah banyak menyebabkan orang meninggal dunia, hampir setiap hari ada orang yang meninggal, penyakit tersebut dikenal sebagi


(53)

45

penyakit yang ganas, sampai-sampai jika seseorang terkena penyakit ini pada pagi hari, maka malam akan meninggal, begitu sebaliknya.

Pada saat itu wabah penyakit juga melanda istana, bahkan puteri raja sendiri yang bernama Dewi Sekardadu sakit parah. Melihat puteri kesayangannya sakit raja menjadi cemas, sehingga memanggil seluruh dukun, tabib, dan sebagainya untuk mengobati sang puteri, namun usaha itu masih belum dapat menyembuhkan sang puteri, melihat berbagai usaha yang dilakukan oleh raja sia-sia, raja akhirnya mengadakan sayembara, barang siapa yang bisa menyembuhkan puteri Dewi Sekardadu jika laki-laki maka akan dikawinkan dengan Dewi Sekardadu dan akan diberikan separoh dari kerajaan Blambangan dengan menjadi raja Anom.1

Mendengar sayembara tersebut sang patih kemudian lapor kepada raja, bahwa ada seorang pendeta yang tinggal di Gunung Slanggu, yang perilakunya berbeda dengan perilaku orang lain pada umumnya, pakaian yang dipakainya juga berbeda, dia memakai jubah putih dan memakai sorban, dan tidak menyembah dewa. Mendengar laporan dari patihnya, raja kemudian mengutus patihnya itu untuk memanggil pendeta tersebut dengan maksud untuk meminta bantuan menyembuhkan puterinya yang sakit, setelah sampai di Gunung Slanggu ternyata pendeta tersebut adalah Syekh Maulana Ishaq. Setelah itu patih tersebut kemudian mengutarakan niat kedatangannya untuk meminta bantuan sang pendeta agar menyembuhkan sakit puteri raja yang bernama Dewi Sekardadu tersebut. Syekh Maulana Ishaq bersedia mengobatinya namun

1


(54)

46

dengan satu persyaratan, yaitu raja Menak Sembuyu harus masuk Islam, akhirnya patih tersebut memberi tahu raja tentang persyaratan itu, dan raja menyetujuinya, sehingga Syekh Maulana Ishaq bersedia mengobati Dewi Sekardadu tersebut, dan akhirnya Dewi Sekardadu sembuh seperti sedia kala.

Setelah melihat puterinya sembuh, raja kemudian menepati janji dalam sayembaranya tersebut, yaitu menikahkan puterinya dengan Syekh Maulana Ishaq dan memberi separoh dari kerajaan Blambangan kepada Syekh Maulana Ishaq. Akhirnya Syekh Maulana Ishaq menikah dengan puteri raja kerajaan Blambangan yang bernama Dewi Sekardadu (Nyai Dewi Sekardadu), dan menjadi raja di kerajaan Blambangan dengan gelar Prabu Anom. Syekh Maulana Ishaq berada di Blambangan dengan menjadi raja selama 7 bulan. Pada saat itu, Dewi Sekardadu sudah mengandung bayi yang kelak lahir dengan nama Raden Paku. Selama 7 bulan tersebut banyak sekali masalah yang dialami oleh Syekh Maulana Ishaq dengan raja Menak Sembuyu yang disebabkan oleh hasutan Patih Bajulsengoro. Raja merasa bahwa keberadaan Syekh Maulana Ishaq di Blambangan lama-lama akan mengeser agama Hindu yang selama ini telah menjadi agama resmi kerajaan.

Oleh karena mendapatkan hasutan dari patihnya yang bernama patih Bajulsengoro, kemudian raja marah dengan Syekh Maulana Ishaq dan tidak mengingikan Islam ada di kerajaan Blambangan. Mendengar kemarahan raja Menak Sembuyu, maka Syekh Maulana Ishaq mengalah dengan memutuskan untuk pergi dari kerajaan Blambangan, sebab jika masih berada di Balambangan maka akan ada pertumpahan darah yang seharusnya tidak terjadi,


(55)

47

dan hal ini tidak disukai oleh Syekh Maulana Ishaq. Pada saat itulah Syekh Maulana Ishaq mulai pergi dari kerajaan dan berpesan kepada istrinya serta kepada para pengikutnya bahwa dia akan pergi ke Pasai, namun sebelum ke Pasai Syekh Maualana Ishaq singgah terlebih dahulu di pesisir Pulau Jawa (pantai segoro lor atau pantai Sepaku/Sepakis) yang sekarang termasuk desa

Kemantren. Sebelum berpisah dengan istrinya tersebut beliau memberikan sandi (pesan rahasia) kepada istrinya bahwa jika ingin mencarinya maka di pinggir jalan akan dibuatkan sandi berupa batu tumpang tumpuk (batu

tersusun), jika mengetahui watu tumpang tumpuk tersebut maka berjalan ke

arah utara ke pantai Sepakis, di situ ada gua pertapaan, gua pertapaan tersebut adalah gua pertapaan Syekh Maulana Ishaq.

Setelah kepergian Syekh Maulana Ishaq kerajaan Blambangan kembali diserang wabah penyakit. Patih Bajulsengoro kemudian melaporkan kepada raja, bahwa yang menyebabkan wabah penyakit tersebut diakibatkan oleh bayi yang dikandung oleh Dewi Sekardadu. Mendengar hal itu raja dan patih Bajulsengoro memiliki rencana jahat untuk membunuh anak yang akan dilahirkan Dewi Sekardadu, raja Menak Sembuyu dan patih Bajulsengoro beranggapan bahwa jika anak yang dikandung oleh Dewi Sekardadu lahir dan dibiarkan hidup maka akan mengakibatkan marah bahaya, sehingga bayi tersebut harus dibunuh.

Mengerti rencana jahat tesebut, maka untuk melindungi bayinya Dewi Sekardadu pergi dari kerajaan Blambangan secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh raja dan Patihnya, dan tempat yang dituju oleh Dewi


(1)

66

allah subhānahu al-ghafuru al-rahim, lā ilāha illa allah subhāna al-karīm al

-khalim.2

Pesan Syekh Maulana Ishaq terkait dengan amalan dzikir tasliyah al-qalbi tersebut juga terdapat dalam manuskrip kitab Mujāzul Alīm yang berbunyi: “ono pinggir wetan panggon Kantren Ciran lan ojo podo ninggal wacanan dzikir tasliyah al-qalbisiro bakal selamet dunyo akhirat”

Artinya: ada di tepi timur tempat Kantren Paciran dan janganlah kalian meninggalkan bacaan dzikir tasliyah al-qalbi kamu akan selamat dunia kahirat.

Hal ini memberikan bukti bahwa beberapa kali Syekh Maulana Ishaq mengingatkan kepada santri-santrinya dengan berpesan bahwa jangan sampai para santri sebagai generasi penerus dari Syekh Maulana Ishaq dalam mengembangkan Islam meninggalkan amalan dzikir yang telah beliau wariskan sampai saat ini, sebab jika dzikir itu dilaksanakan akan menjadikan ketentraman bagi jiwa seseorang, seperti dengan namanya yaitu tasliyah al-qalbi yang artinya penyejuk jiwa. Dan tidak mungkin dzikir tersebut dipesankan oleh Syekh Maulana Ishaq beberapa kali dari kitab-kitabnya kalau tidak dzikir tersebut merupakan dzikir yang amat sangat bermanfaat untuk keselamatan dunia dan akhirat.


(2)

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Syekh Maulana Ishaq merupakan seorang ulama yang datang dari Jeddah Arabia yang sebelum pergi ke Jawa singgah terlebih dahulu di Pasai, beliau merupakan anak dari Syekh Jamaluddin Akbar atau Syekh Jumadil Kubro yang merupakan keturunan ke-21 Rasulullah SAW. Syekh Maulana Ishaq datang ke Jawa antara tahun 1433-1443 M dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam. Perjalanan dakwah Syekh Maulana Ishaq antara lain: dari Pasai ke Ampel, dari Ampel ke Blambangan untuk menyebarkan Islam di Blambangan, dari Blambangan ke desa Kemantren untuk menyebarkan Islam di desa Kemantren, dari desa Kemantren kembali lagi ke Pasai, dari Pasai kembali ke desa Kemantren lagi untuk menyebarkan Islam di Kemantren hingga wafat tahun 1485 M.

2. Dakwah yang dilakukan oleh Syekh Maulana Ishaq di desa Kemantren dilakukannya secara damai, sopan, dan santun, tidak menggunakan kekerasan, dengan menggunakan berbagai sarana yang menjadi kesukaan masyarakat desa Kemantren. Dalam berdakwah Syekh Maulana Ishaq menyebarkannya dengan cara yang bijaksana (bil-hikmah) dengan


(3)

68

menggunakan berbagai pendekatan, antara lain: Bidang pendidikan, Syekh Maulana Ishaq mendirikan masjid dan Bayang Gambang sebagai pusat penyebaran Islam dan digunakan sebagai tempat untuk pengajaran Islam kepada para pengikutnya. Bidang kemasyarakatan, Syekh Maulana Ishaq membuat sumur yang digunakan sebagai sarana kebutuhan air bersih masyarakat.

3. Warsian ajaran Syekh Maulana Ishaq tertuang dalam manuskrip kitab peninggalan-peninggalannya tentang ilmu fikih dan ilmu tasawuf. Ilmu fikih yang diajarkan oleh Syekh Maulana Ishaq adalah ilmu fikih madzhab imam

As-Syaifi’i tentang tahārah, shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lainnya, akan

tetapi kebanyakan yang dibahas dalam manuskrip-manuskrip tersebut mengenai hukum rumah tangga. Sedangkan dalam ilmu tasawuf ajaran Syekh Maulana Ishaq yaitu tentang dzikir-dzikir menggunakan kalimah-kalimah thayyibah seperti: Anjalāt, namuhīn, tasyammahād, bisāl mahād,

fayahīn wayayuhīn, dihalīin halhalāt, salmatīn samat, sirājīn, musannadūn,

A’ūhin, sarontahīn, dan al-gholād. Disamping itu terdapat juga dzikir yang amat penting untuk keselamatan dunia akhirat yang disebut sebagai dzikir tasliyah al-qalbi (penyejuk hati).

B.Saran

1. Dalam kehidupan bermasyarakat warga desa Kemantren Paciran Lamongan hendaknya lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah


(4)

69

dengan mengingat dan menghayati kembali ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh Syekh Maulana Ishaq.

2. Seiring dengan berkembangnya zaman yang modern banyak sekali yang lalai dan melupakan amalan-amalan yang telah diajarkan oleh Syekh Maulana Ishaq, maka Hendaknya dalam berbagai kesempatan kita sebagai generasi penerus dari Syekh Maulana Ishaq bisa mengamalkan dzikir-dzikir yang telah di ajarkan oleh Syekh Maulana Ishaq untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah, khusunya dzikir tasliyah al-qalbi.

3. Hendaknya keberadaan situs-situs peninggalan Syekh Maulana Ishaq dapat terpelihara, baik oleh pemerintah maupun warga masyarakat desa Kemantren sendiri.

Dengan demikian, maka penulis mengucapkan Alhamdulillah karena dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, penulis berharap kepada para pembaca, baik dari kalangan mahasiswa, akademisi, serta kalangan masyarakat untuk dapat memberikan tanggapan dan kritikan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rachmad. Walisongo Gelora Dakwah dan Jihat Di Tanah Jawa (1404-1482 M). Solo: Al-Wafi, 2015.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2010.

Ariniro, Rofi’i. Panduan Lengkap Ziarah Wali Sanga. Jogjakarta: DIVA Press,

2012.

Dasy, Rahmat. Sejarah dan Perjuangan Syekh Maulana Ishaq. Surabaya: Terbit Terang, 2008.

Djajaningrat, Hoesain. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Jakarta: Jambatan, 1983.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Noto Susanto. Jakarta: PT. Indonesia Universitas Indonesia, 1985.

Hasyim, Umar. Sunan Giri. Kudus: Menara kudus, 1979.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Kasdi, Aminuddin. Babad Gresik Tinjauan Historiografi Dalam Rangka Studi Sejarah. Surabaya: Unipress UNESA, 1997.

________________. Kepurbakalaan Sunan Giri. Surabaya: Unesa University Press, 2009.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001.

Mukarrom, Ahwan. Sejarah Islamisasi Nusantara. Surabaya: Jauhar, 2009. Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya

Negara-Negara Islam Di Nusantara. Yogyakarta: LkiS, 2005. Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2003.

Panitia Hari Jadi Kota Gresik, Babad Gresik Jilid I Terj. Soekarman. Gresik: Radya Pustaka, 1990.


(6)

Panitia Penelitian dan Pemugaran Makam Sunan Giri, Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri. Gresik: Lembaga Research Islam Pesantren Luhur Islam Sunan Giri Malang, 1975.

Pinoto, R. Warna Sari Sedjarah Indonesia Lama II. Malang: Aksams Club, 1969. Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi Ilmu

Semesta, 2008.

Saksono, Widji. Mengislamkan Tanah Jawa, Telaah Atas Metode Dakwah Walisanga. Bandung: Mizan, 1996.

Salam, Solichin. Sekitar Walisanga. Kudus: Menara Kudus, 1960.

Sjamsudduha. Penyebaran Dan Perkembangan Islam, Katolik, Protestan Di Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional, 1987.

Soedarsoeno, R. Beberapa Persamaan dan Perbedaan Babad di Asia Tenggara Dalam Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Gema Press, 1985.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.

Susanto, Nugroho Noto. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Yayasan Idayu, 1998.

Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LkiS, 2005.

Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: KPG, 2009.

Wijaya, Aksin. Menusantarakan Islam: Menelusuri Jejak Pergumulan Islam Yang Tak Kunjung Usai di Nusantara. Yogyakarta: Nadi Pustaka, 2011.

Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah 1. Surabaya: Fak. Adab IAIN Sunan Ampel, 2004.

Manuskrip-manuskrip:

Anonim, Kitab Al-Hijāz, tulisan Arab dan Jawi, ditulis th. 1426. Anonim, Kitab Al-Miqāt al-Mu’ad, tulisan Jawi, ditulis th. 1420-an. Anonim, Kitab Al-Mughābir al-Aulā, tulisan Jawi, ditulis th. 1412.

Anonim, Kitab Al-Musyafaqat al-Imān, tulisan Arab dan Jawi, ditulis th. 1430-an. Anonim, Kitab Mujāzul al-Alīm, tulisan Jawi, ditulis th. 1450-an.