PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PADA MATERI TRIGONOMETRI UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BIDANG KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI KELAS X DENGAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa juga tidak terlepas dari kemajuan pendidikan. Kemajuan pendidikan memegang peranan penting dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Pendidikan akan selalu ada sepanjang keberadaan manusia itu sendiri karena pendidikan akan mewariskan budaya dan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian, dan kehidupan individu dalam pertemuannya dan pergaulannya dengan sesama, alam, dan dalam hubungannya dengan Tuhan (Dwi Siswoyo, dkk., 2008: 17). Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Berdasarkan hal-hal tersebut maka pendidikan yang berlangsung pada manusia berlangsung sepanjang kehidupan manusia itu sendiri hal inilah yang sering disebut sebagai pendidikan sepanjang hayat.

Paradigma pendidikan di Indonesia mengikuti perubahan paradigma seperti di negara-negara lain yakni mulai beralih dari sistem pendidikan teacher centered menuju sistem pendidikan yang bersifat student centered. Wujud nyata


(2)

2

usaha Indonesia untuk mengikuti perubahan paradigma ini adalah dengan diterapkannya Kurikulum 2013. Penerapan Kurikulum 2013 ini menjadikan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Proses pembelajaran haruslah terencana, terorganisir, serta dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.

Pembelajaran matematika bagi peserta didik tak hanya sebatas tahu dan hafal tentang rumus matematika saja tetapi juga peserta didik diharapkan mampu menangkap konsep serta dapat mengembangkan kemampuan-kemampuannya seperti menalar (reasoning), berfikir kritis (critical thinking), berfikir kreatif (creative thinking), dll. Untuk mencapai hal tersebut maka guru tak hanya menyampaikan ilmu kepada anak didiknya akan tetapi sebagai guru ia dapat memainkan berbagai peran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didiknya secara optimal (Sugihartono, dkk.,2007: 85). Setiap siswa merupakan individu yang unik dengan potensi kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda, oleh karenanya seorang guru yang bertindak sebagai fasilitator proses pembelajaran di kelas perlu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mengakomodasi setiap keunikan siswa-siswanya. Oleh karena itu guru juga harus mampu mengembangkan strategi pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi kelas, serta melakukan penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran siswa.

Karakteristik siswa SMK sendiri tentunya berbeda dari siswa dari sekolah sederajat lainnya, hal itu dapat dimengerti karena orientasi dan alasan siswa memilih SMK sebagai pilihan untuk melanjutkan jenjang pendidikannya.


(3)

3

Alasan siswa memilih SMK sebagai tempat melanjutkan pendidikan sebagian besar didasari atas keinginan mereka untuk langsung dapat terjun di dunia kerja setelah lulus SMK. Direktur Pembinaan SMK, Anang Tjahjono (Arifah, 2013) mengungkapkan bahwa bagi kebanyakan siswa SMK, UN bukanlah suatu masalah karena mengingat kebanyakan berorientasi kerja selepas sekolah menengah. Hal tersebut menjadi masalah tersendiri bagi guru yang mengampu mata pelajaran non-bidang keahlian dikarenakan siswa lebih mementingkan kegiatan belajar mereka pada mata pelajaran-mata pelajaran yang mengajarkan kompetensi-kompetensi bidang keahlian yang mereka pilih. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan proses pembelajaran yang menarik bagi siswa dalam belajar mata pelajaran non-bidang keahlian.

Para siswa SMK yang tentunya masih dalam tahap perkembangan masa remaja pergaulan dan interaksi sosial terhadap teman sebayanya akan bertambah luas dan kompleks. Remaja cenderung mencari bantuan emosional dalam lingkungan kelompoknya. Pemuasan intelektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya melalui kegiatan diskusi, berdebat, serta bekerja sama untuk memecahkan suatu permasalahan (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 137). Menilik karakter yang dimiliki siswa SMK setidaknya hal-hal tersebut dapat guru jadikan motovasi untuk berinovasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

Pendekatan pembelajaran yang menjadi ciri khusus Kurikulum 2013 yakni pendekatan scientific learning. Pendekatan scientific learning dapat disampaikan melalui metode discovery/inquiry learning atau dengan metode


(4)

4

problem based learning. Salah satu alternatif metode yang dapat mendorong siswa lebih aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran menemukan suatu konsep adalah metode penemuan terbimbing yang sesuai dengan metode discovery/inquiry learning pada Kurikulum 2013. Dengan metode ini siswa diharapkan mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara mandiri dengan arahan dan bimbingan dari guru untuk menuju pada pemahaman suatu konsep. Tentunya guru dalam memberikan arahan dan bimbingan tak sebatas secara lisan saja akan tetapi dapat menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu menyampaikan materi pembelajaran.

Salah satu media pembelajaran yang juga mampu mendorong siswa lebih aktif dan mandiri dalam belajar adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Media pembelajaran berupa LKS yang menggunakan metode penemuan terbimbing akan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam belajar, dengan begitu akan tercipta kondisi pembelajaran matematika yang bermakna. Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka diperlukan suatu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sehingga dengan adanya RPP yang dilengkapi LKS materi dapat tersampaikan sesuai dengan alokasi waktu dan sesuai dengan Kurikulum 2013.

Mulai berlakunya Kurikulum 2013 mewajibkan guru untuk benar-benar melaksanakan proses pembelajaran yang bersifat berpusat pada siswa (student centered). Pada Kurikulum 2013 ini matematika disampaikan kepada siswa dengan pendekatan penemuan. Pemerintah memberikan dukungan


(5)

5

pembelajaran penemuan dalam pelajaran matematika melalui pemberian buku pegangan (Buku Siswa dan Buku Guru) dengan pendekatan penemuan. Walaupun Kurikulum 2013 telah diterapkan akan tetapi ketersediaan sumber belajar alternatif selain buku siswa belum ada di pasaran yang dapat membimbing siswa belajar menemukan suatu konsep dalam meteri.

Salah satu materi yang dapat disampaikan dengan metode penemuan terbimbing adalah trigonometri. Materi ini sangat penting dimengerti siswa SMK terlebih pada program keahlian teknik karena banyak hal dalam bidang teknik butuh tingkat presisi dan akurasi yang tinggi sehingga pengetahuan tentang materi trigonometri mutlak diperlukan. Walaupun materi trigonometri sangat diperlukan oleh siswa SMK pada program keahlian teknik, akan tetapi dengan proses pembelajaran trigonometri yang selama ini digunakan masih banyak siswa yang kesulitan dalam memahami konsep materi tersebut. Oleh karena itu proses pembelajaran yang menggunakan LKS dengan metode penemuan terbimbing diharapkan mampu membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya.

Dari penjabaran di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran pada Materi Trigonometri untuk Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas X dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing”. Pengembangan perangkat pembelajaran akan dilakukan dengan model pengembangan Dick and Carrey. Model pengembangan ini dipilih karena model pengembangan ini menguraikan langkah-langkah pengembangan suatu produk lebih rinci dibandingkan dengan model pengembangan lainnya.


(6)

6 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah masalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran matematika yang sesuai dengan Kurikulum 2013 perlu dipersiapkan dengan matang.

2. Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang penerapannya masih baru sehingga tidak ada sumber belajar alternatif bagi siswa yang sesuai dengan pendekatan scientific learning di pasaran.

C.Pembatasan Masalah

Pengembangan perangkat pembelajaran dibatasi pada pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dibatasi pada materi trigonometri saja yakni pada kompetensi dasar 3.14, 3.15, 3.16, 3.17, 4.14, dan 4.15.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana kelayakan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) dengan metode penemuan terbimbing pada materi trigonometri untuk SMK ditinjau dari kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) dengan metode penemuan terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa SMK kelas X.


(7)

7

2. Untuk mengetahui kelayakan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) dengan metode penemuan terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa SMK kelas X ditinjau dari kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa

a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep materi trigonometri. b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika di

kelas.

c. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi dan bekerja dalam tim. 2. Bagi guru

a. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat dijadikan guru sebagai alat bantu atau sumber belajar pendamping dalam menyampaikan materi trigonometri.

b. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat digunakan guru sebagai contoh hasil inovasi dalam mengembangkan perangkat pembelajaran.

3. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan penulis tentang cara-cara dan langkah-langkah dalam melakukan inovasi pengembangan perangkat pembelajaran.

b. Sebagai bentuk latihan bagi penulis sebagai calon guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran sehingga kedepannya penulis dapat melakukan inovasi pengembangan perangkat pembelajaran untuk materi maupun jenjang satuan pendidikan lainnya.


(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa juga tidak terlepas dari kemajuan pendidikan. Kemajuan pendidikan memegang peranan penting dalam setiap sendi kehidupan umat manusia. Pendidikan akan selalu ada sepanjang keberadaan manusia itu sendiri karena pendidikan akan mewariskan budaya dan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian, dan kehidupan individu dalam pertemuannya dan pergaulannya dengan sesama, alam, dan dalam hubungannya dengan Tuhan (Dwi Siswoyo, dkk., 2008: 17). Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Berdasarkan hal-hal tersebut maka pendidikan yang berlangsung pada manusia berlangsung sepanjang kehidupan manusia itu sendiri hal inilah yang sering disebut sebagai pendidikan sepanjang hayat.

Paradigma pendidikan di Indonesia mengikuti perubahan paradigma seperti di negara-negara lain yakni mulai beralih dari sistem pendidikan teacher centered menuju sistem pendidikan yang bersifat student centered. Wujud nyata


(9)

2

usaha Indonesia untuk mengikuti perubahan paradigma ini adalah dengan diterapkannya Kurikulum 2013. Penerapan Kurikulum 2013 ini menjadikan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Proses pembelajaran haruslah terencana, terorganisir, serta dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.

Pembelajaran matematika bagi peserta didik tak hanya sebatas tahu dan hafal tentang rumus matematika saja tetapi juga peserta didik diharapkan mampu menangkap konsep serta dapat mengembangkan kemampuan-kemampuannya seperti menalar (reasoning), berfikir kritis (critical thinking), berfikir kreatif (creative thinking), dll. Untuk mencapai hal tersebut maka guru tak hanya menyampaikan ilmu kepada anak didiknya akan tetapi sebagai guru ia dapat memainkan berbagai peran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didiknya secara optimal (Sugihartono, dkk.,2007: 85). Setiap siswa merupakan individu yang unik dengan potensi kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda, oleh karenanya seorang guru yang bertindak sebagai fasilitator proses pembelajaran di kelas perlu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mengakomodasi setiap keunikan siswa-siswanya. Oleh karena itu guru juga harus mampu mengembangkan strategi pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi kelas, serta melakukan penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran siswa.

Karakteristik siswa SMK sendiri tentunya berbeda dari siswa dari sekolah sederajat lainnya, hal itu dapat dimengerti karena orientasi dan alasan siswa memilih SMK sebagai pilihan untuk melanjutkan jenjang pendidikannya.


(10)

3

Alasan siswa memilih SMK sebagai tempat melanjutkan pendidikan sebagian besar didasari atas keinginan mereka untuk langsung dapat terjun di dunia kerja setelah lulus SMK. Direktur Pembinaan SMK, Anang Tjahjono (Arifah, 2013) mengungkapkan bahwa bagi kebanyakan siswa SMK, UN bukanlah suatu masalah karena mengingat kebanyakan berorientasi kerja selepas sekolah menengah. Hal tersebut menjadi masalah tersendiri bagi guru yang mengampu mata pelajaran non-bidang keahlian dikarenakan siswa lebih mementingkan kegiatan belajar mereka pada mata pelajaran-mata pelajaran yang mengajarkan kompetensi-kompetensi bidang keahlian yang mereka pilih. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan proses pembelajaran yang menarik bagi siswa dalam belajar mata pelajaran non-bidang keahlian.

Para siswa SMK yang tentunya masih dalam tahap perkembangan masa remaja pergaulan dan interaksi sosial terhadap teman sebayanya akan bertambah luas dan kompleks. Remaja cenderung mencari bantuan emosional dalam lingkungan kelompoknya. Pemuasan intelektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya melalui kegiatan diskusi, berdebat, serta bekerja sama untuk memecahkan suatu permasalahan (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 137). Menilik karakter yang dimiliki siswa SMK setidaknya hal-hal tersebut dapat guru jadikan motovasi untuk berinovasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas.

Pendekatan pembelajaran yang menjadi ciri khusus Kurikulum 2013 yakni pendekatan scientific learning. Pendekatan scientific learning dapat disampaikan melalui metode discovery/inquiry learning atau dengan metode


(11)

4

problem based learning. Salah satu alternatif metode yang dapat mendorong siswa lebih aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran menemukan suatu konsep adalah metode penemuan terbimbing yang sesuai dengan metode discovery/inquiry learning pada Kurikulum 2013. Dengan metode ini siswa diharapkan mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara mandiri dengan arahan dan bimbingan dari guru untuk menuju pada pemahaman suatu konsep. Tentunya guru dalam memberikan arahan dan bimbingan tak sebatas secara lisan saja akan tetapi dapat menggunakan media pembelajaran sebagai alat bantu menyampaikan materi pembelajaran.

Salah satu media pembelajaran yang juga mampu mendorong siswa lebih aktif dan mandiri dalam belajar adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Media pembelajaran berupa LKS yang menggunakan metode penemuan terbimbing akan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih aktif dan mandiri dalam belajar, dengan begitu akan tercipta kondisi pembelajaran matematika yang bermakna. Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka diperlukan suatu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Sehingga dengan adanya RPP yang dilengkapi LKS materi dapat tersampaikan sesuai dengan alokasi waktu dan sesuai dengan Kurikulum 2013.

Mulai berlakunya Kurikulum 2013 mewajibkan guru untuk benar-benar melaksanakan proses pembelajaran yang bersifat berpusat pada siswa (student centered). Pada Kurikulum 2013 ini matematika disampaikan kepada siswa dengan pendekatan penemuan. Pemerintah memberikan dukungan


(12)

5

pembelajaran penemuan dalam pelajaran matematika melalui pemberian buku pegangan (Buku Siswa dan Buku Guru) dengan pendekatan penemuan. Walaupun Kurikulum 2013 telah diterapkan akan tetapi ketersediaan sumber belajar alternatif selain buku siswa belum ada di pasaran yang dapat membimbing siswa belajar menemukan suatu konsep dalam meteri.

Salah satu materi yang dapat disampaikan dengan metode penemuan terbimbing adalah trigonometri. Materi ini sangat penting dimengerti siswa SMK terlebih pada program keahlian teknik karena banyak hal dalam bidang teknik butuh tingkat presisi dan akurasi yang tinggi sehingga pengetahuan tentang materi trigonometri mutlak diperlukan. Walaupun materi trigonometri sangat diperlukan oleh siswa SMK pada program keahlian teknik, akan tetapi dengan proses pembelajaran trigonometri yang selama ini digunakan masih banyak siswa yang kesulitan dalam memahami konsep materi tersebut. Oleh karena itu proses pembelajaran yang menggunakan LKS dengan metode penemuan terbimbing diharapkan mampu membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya.

Dari penjabaran di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengembangan dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran pada Materi Trigonometri untuk Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi Kelas X dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing”. Pengembangan perangkat pembelajaran akan dilakukan dengan model pengembangan Dick and Carrey. Model pengembangan ini dipilih karena model pengembangan ini menguraikan langkah-langkah pengembangan suatu produk lebih rinci dibandingkan dengan model pengembangan lainnya.


(13)

6 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah masalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran matematika yang sesuai dengan Kurikulum 2013 perlu dipersiapkan dengan matang.

2. Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang penerapannya masih baru sehingga tidak ada sumber belajar alternatif bagi siswa yang sesuai dengan pendekatan scientific learning di pasaran.

C.Pembatasan Masalah

Pengembangan perangkat pembelajaran dibatasi pada pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dibatasi pada materi trigonometri saja yakni pada kompetensi dasar 3.14, 3.15, 3.16, 3.17, 4.14, dan 4.15.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana kelayakan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) dengan metode penemuan terbimbing pada materi trigonometri untuk SMK ditinjau dari kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) dengan metode penemuan terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa SMK kelas X.


(14)

7

2. Untuk mengetahui kelayakan perangkat pembelajaran (RPP dan LKS) dengan metode penemuan terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa SMK kelas X ditinjau dari kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa

a. Meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep materi trigonometri. b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika di

kelas.

c. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi dan bekerja dalam tim. 2. Bagi guru

a. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat dijadikan guru sebagai alat bantu atau sumber belajar pendamping dalam menyampaikan materi trigonometri.

b. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat digunakan guru sebagai contoh hasil inovasi dalam mengembangkan perangkat pembelajaran.

3. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan penulis tentang cara-cara dan langkah-langkah dalam melakukan inovasi pengembangan perangkat pembelajaran.

b. Sebagai bentuk latihan bagi penulis sebagai calon guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran sehingga kedepannya penulis dapat melakukan inovasi pengembangan perangkat pembelajaran untuk materi maupun jenjang satuan pendidikan lainnya.


(15)

74 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pengembangan atau Research and Development dengan menggunakan model pengembangan Dick and Carrey, yaitu suatu proses penelitian yang digunakan untuk mengembangan suatu produk (prototype) media berdasarkan kerangka kerja yang dikembangkan oleh Dick dan Carrey. Model pengembangan Dick and Carrey dipilih karena menguraikan langkah-langkah pengembangan lebih rinci daripada model-model pengembangan yang lain. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini berupa perangkat pembelajaran Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berdasarkan pendekatan penemuan terbimbingpada materi trigonometri untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelas X.

B.Desain Penelitian

Model pengembangan yang digunakan adalah model pengembangan Dick and Carrey. Model pengembangan yang diajukan oleh Dick dan Carrey ini menjelaskan sebuah metodologi dalam mendesain instruksi-instruksi (instructions) berdasarkan sebuah model yang mereka kembangkan (Dick and Carrey Model) yang menjabarkan setiap instruksi-instruksi ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil. Instruction (instruksi)yang dimaksud dalam hal ini diartikan instruksi sebagai pembelajaran, bukan instruksi sebagai perintah (M. Atwi Suparman, 2012: 7). Instruction dalam model pengembangan Dick and


(16)

75

Carrey bukanlah instruksi atau perintah melainkan suatu sistem pembelajaran yang disebut instrukctional system. Instruction atau pembelajaran dapat dijabarkan ke dalam komponen-komponen yang lebih kecil yakni instructional goal (tujuan instruksional umum), instructional objective (tujuan instruksional khusus), instructional content (isi instruksional), instructional strategy (strategi instruksional), dan instructional materials (bahan instruksional) (M. Atwi Suparman, 2012: 7).

Gambar 1. Diagram Pengembangan Model Dick and Carrey

Model pengembangan Dick and Carrey merupakan sebuah sistem yang secara teknis adalah sebuah himpunan dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Keseluruhan bagian-bagian tersebut saling terkait dan bekerja bersama-sama menuju tercapainya suatu tujuan pokok yang telah ditentukan. Bagian-bagian dari sistem tersebut bergantung pada setiap bagian yang lain terkait input dan output. Secara keseluruhan, sistem tersebut menggunakan umpan balik untuk menentukan ketercapaian tujuan.


(17)

76

Berdasarkan model pengembangan Dick and Carrey terdapat 10 langkah dalam mengembangkan sebuah sistem yakni:

1. Assess to Identify Goals (Mengidentifikasi Tujuan Pengembangan Perangkat Pembelajaran)

Pada awal pengembangan perangkat pembelajaran dengan model pengembangan Dick and Carrey perlu ditelaah apakah perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan benar-benar dibutuhkan atau tidak, bermanfaat atau tidak, mengapa perlu dikembangkan, tujuan dikembangkannya perangkat pembelajaran tersebut, ada apa dengan perangkat yang telah ada, dll. Pada tahap awal ini peneliti perlu mempertimbangkan kemampuan prasyarat para siswa di sekolah yang dijadikan lokasi penelitian. Pertimbangan kemampuan prasyarat dapat dilakukan dengan menelaah materi-materi apa saja yang sudah dipelajari siswa malalui pembelajaran terdahulu yang terkait materi yang dikembangkan. Identifikasi pada tahap ini dilakukan dengan observasi di sekolah terkait sumber belajar yang dipakai siswa serta melihat dipasaran apakah ada perangkat pembelajaran sejenis yang dapat dijadikan alternatif sumber belajar siswa.

Pada tahap ini pula ditentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh siswa setelah menempuh program pembelajaran dengan perangkat yang dikembangkan. Hal ini disebut juga dengan istilah (instructional goals) (Benny A. Pribadi, 2009: 101). Untuk menentukan kemampuan atau kompetensi tersebut peneliti perlu menelaah Standar Isi yang berlaku pada Kurikulum 2013.


(18)

77

2. Conduct Instructional Analyis (Melakukan Analisis Instruksional)

Analisis instruksional adalah prosedur analisis yang diterapkan pada suatu tujuan instruksional yang mengidentifikasi langkah-langkah yang relevan untuk melakukan keterampilan minimal yang diperlukan bagi siswa untuk mencapai tujuan. Peneliti akan menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap, yang dikenal sebagai kompetensi prasyarat yang diperlukan siswa untuk dapat memulai pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Proses analisis instruksional akan mudah dilakukan dengan menggunakan “peta” yang menggambarkan keterkaitan dan hubungan seluruh keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran (Benny A. Pribadi, 2009: 102). Analisis ini dilakukan dengan melihat peta konsep yang ada pada buku siswa dan kompetensis-kompetensi apa yang telah dikuasai siswa dengan melihat standar isi pada kurikulum yang digunakan siswa pada jenjang pendidikan SD dan SMP.

Kemudian hal yang perlu dianalisis adalah kurikulum yang digunakan. Kurikulum 2013 untuk siswa SMK tentu berbeda dengan kurikulum KTSP. Dari menganalisis kurikulum yang digunakan akan diperoleh informasi tentang KI dan KD dari materi trigonometri yang akan dicapai melalui proses pembelajaran. Selanjutnya KI dan KD tersebut dikaji untuk selanjutnya masuk pada tahap pengembangan berikutnya yakni KI dan KD dijabarkan dalam beberapa indikator.


(19)

78

3. Analyze Learners and Contexs (Menganalisis Karakteristik Siswa dan Konteks Pembelajaran)

Dalam mengembangkan suatu prototype seorang peneliti memerlukan pengetahuan tentang diri siswa dan konteks pembelajaran yang ada pada siswa. Peneliti juga perlu mengetahui materi-materi apa saja yang sudah dipelajari siswa dan materi-materi yang menjadi kompetensi prasyarat untuk mempelajari materi dalam media yang akan dikembangkan.

Setelah menganalisis siswa, peneliti perlu menganalisis konteks belajar siswa. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui tindak lanjut setelah siswa memiliki kemampuan baru dari hasil belajar dari materi yang ada pada perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan. Sebagai contoh, apakah nantinya siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan baru tersebut di dunia kerja atau tidak karena keadaan di dunia kerja merupakan kondisi yang paling nyata bukan lagi teoritis.

Selanjutnya adalah menganalisis konteks pembelajaran. Peneliti perlu menganalisis konteks pembelajaran dan materi pada media/perangkat pembelajaran yang selama ini digunakan di sekolah. Peneliti perlu menganalisis materi-materi seperti apa yang sekiranya akan bermanfaat bagi siswa untuk disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja. Pelatihan dan pembelajaran seharusnya dekat dengan kondisi yang nyata ada di masyarakat atau dunia kerja untuk memperoleh pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Dengan begitu siswa akan lebih siap dengan keadaan di luar lingkungan sekolah.


(20)

79

4. Write Performance Objectives (Merumuskan Tujuan Pencapaian Kompetensi)

Dalam proses pengembangan prototype perlu dirumuskan tujuan-tujuan yang akan dicapai lewat pengembangan suatu perangkat pembelajaran yang dibuat. Adanya tujuan-tujuan akan membimbing peneliti/pengembang dalam memilih isi dan mengembangkanstrategi instruksional dan proses penilaian. Pada tahap ini, dirancang perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah RPP dan LKS. Kemudian, ditentukan semua unsur yang diperlukan dalam perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan. Rancangan RPP meliputi pembagian materi berdasarkan alokasi waktu yang ada. Rancangan LKS meliputi peta kebutuhan dan desain isi LKS. Rancangan Kuis Hasil Belajar meliputi jenis soal yang akan dikembangkan. Pada tahap ini juga dilakukan pengkajian referensi dan sumber pustaka yang diperlukan.

5. Develop Assessment Instruments (Mengembangkan Instrument Penilaian) Dari sisi proses pembelajaran, berdasarkan tujuan atau kompetensi khusus yang telah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan instrumen penilaian yang mampu mengukur pencapaian hasil belajar siswa. Hal ini dikenal juga dengan istilah evaluasi hasil belajar (Benny A. Pribadi, 2009: 104). Dari sisi pengembangan prototype, berdasarkan tujuan yang akan dicapai perlu suatu kriteria apakah tujuan sudah tercapai atau belum maka perlu dikembangkan suatu instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur apakah prototype perangkat pembelajaran tersebut sudah baik atau


(21)

80

belum. Evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah tentang kevalidan, kepraktisan, dan pembelajaran yang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran matematika yang meliputi:

a. Evaluasi kevalidan perangkat pembelajaranyang dikembangkan berdasarkan hasil penilaian ahli dengan menggunakan lembar penilaian RPP dan lembar penilaian LKS.

b. Evaluasi kepraktisan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan hasil observasi terhadap jalannya proses pembelajaran.

c. Evaluasi keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dan dampak penggunaan perangkat pembelajaran terhadap minat belajar dan respons siswa didapat berdasarkan angket respons siswa dan kuis hasil belajar.

Pada tahap ini peneliti mulai menyusun instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian. Instrumen-intrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu lembar penilaian RPP, lembar penilaian LKS, Kuis Hasil Belajar, Lembar Observasi, dan angket respons siswa. Kemudian instrumen-instumen penelitian divalidasikan kepada dosen ahli untuk mendapatkan instrumen-instrumen penelitian yang valid.

6. Develop Instructional Strategy (Mengembangkan Strategi Instruksional) Dick dan Carey menggunakan istilah Instructional Strategy untuk menggambarkan proses pada pengurutan dan pengaturan konten untuk dikembangkan sebagai prototype perangkat pembelajaran. Pada tahap


(22)

81

pengurutan konten indikator pencapaian kompetensi didasarkan pada submateri yang ada pada judul LKS.

7. Develop and Select Instructional Materials (Mengembangkan dan Memilih Bahan Ajar)

Setelah menyusun garis besar isi perangkat pembelajaran, adalah mengembangkan materi dalam prototype perangkat pembelajaran disesuaikan dengan hasil analisis dan observasi di lapangan. Materi dapat dikembangkan tergantung pada tipe pembelajaran (kontekstual, problem solving, penemuan terbimbing, open-ended, dll.). Pada tahap pengembangan, peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran yang “peta-nya sudah dibuat di tahap perancangan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa RPP dan LKS yang disesuaikan dengan pendekatan penemuan terbimbing. Kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam tahap pengembangan adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan RPP

Pada tahap ini, peneliti mengembangkan RPP berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap Write Performance Objectives (Merumuskan Tujuan Pencapaian Kompetensi) dan disesuaikan dengan penemuan terbimbing. Pada tahap ini akan diperoleh produk awal RPP materi trigonometri dengan pendekatan penemuan terbimbing untuk siswa SMK. b. Pengembangan LKS

Pada tahap ini, peneliti mengembangkan LKS berdasarkan “peta” kebutuhan LKS yang disusun pada tahap Write Performance


(23)

82

Objectives (Merumuskan Tujuan Pencapaian Kompetensi) dan disesuaikan dengan penemuan terbimbing. Pada tahap ini akan diperoleh prototype LKS materi trigonometri dengan pendekatan penemuan terbimbing untuk siswa SMK.

8. Design and Conduct Formative Evaluation of Instruction (Mendesain dan Melakukan Evaluasi Formatif)

Tipe validasi/evaluasi formatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah expert(s) review dan field evaluation. Indikator penilaian RPP meliputi kelengkapan identitas, perumusan indikator pencapaian kompetensi, perumusan tujuan pembelajaran, pengorganisasian materi pembelajaran, kesesuaian dengan penemuan terbimbing, pemilihan sumber belajar, penggunaan sumber belajar, penilaian hasil belajar, dan bahasa yang dipakai dalam RPP. Indikator penilaian LKS adalah meliputi aspek pendekatan penulisan, kebenaran konsep matematika, kedalaman konsep, kejelasan kalimat, kebahasaan, penilaian hasil belajar, kegiatan siswa, kesesuaian dengan pendekatan penemuan terbimbing, keterlaksanaan, dan penampilan fisik. Perangkat pembelajaran berdasarkan pada desain yang telah dibuat kemudian dilakukan expert(s) review.

Expert(s) review diperoleh melalui tahap penilaian perangkat

pembelajaran melalui proses validasi oleh dosen ahli. Para ahli meninjau versi kasar dari prototype media yang dikembangkan untuk menentukan kekuatan dan kelemahannya kemudian memberikan penilaiannya terhadap prototype tersebut apakah valid atau belum. Perangkat yang sudah divalidasi oleh ahli


(24)

83

selanjutnya melewati proses revisi (langkah ke 9) sebelum melakukan field evaluation.

Field evaluation dilakukan dengan meminta penilaian dari siswa melalui angket respons siswa dan hasil observasi oleh observer melalui lembar observasi penggunaan perangkat pembelajaran saat uji coba perangkat pembelajaran yang dikembangkan terhadap situasi pembelajaran sesungguhnya. Tahap ini dilakukan pada siswa kelas X TKJ 2 SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Setelah siswa melakukan pembelajaran dengan LKS dan RPP yang dikembangkan, peneliti membagikan angket respons siswa. Pemberian angket ini bertujuan untuk mengetahui kepraktisan LKS dalam pembelajaran. Selain itu, peneliti juga mengadakan kuis hasil belajar. Kuis hasil belajar dilaksanakan untuk mengetahui keefektifan pembelajaran menggunakan LKS trigonometri dengan pendekatan penemuan terbimbing. Hasil angket dan tes hasil belajar kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki produk supaya lebih baik lagi. Selanjutnya perangkat pembelajaran direvisi sesuai dengan evaluasi yang didapat sesuai alur model pengembangan Dick and Carrey.

9. Revise Instruction (Melakukan Revisi Terhadap Prototype yang Dikembangkan)

Selama proses penyusunan dan pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan pada desain yang telah dibuat sebelumnya telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk mendapatkan masukan, saran, ataupun kritik tentang kekurangan dalam perangkat tersebut.


(25)

84

Berdasarkan masukan, saran, ataupun kritik dari dosen pembimbing maupun dosen ahli, prototype perangkat pembelajaran yang dikembangkan kemudian dilakukan revisi sesuai dengan kekurangannya. Setelah perangkat selesai direvisi dan dinyatakan layak dari segi kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan kemudian dilakukan proses pengolahan dan produksi perangkat pembelajaran untuk diimplementasikan bagi siapa saja yang hendak mempergunakannya. 10. Design and Conduct Summative Evaluation (Merancang dan

Mengembangkan Evaluasi Sumatif)

Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi formatif. Evaluasi ini merupakan evaluasi puncak dalam model pengembangan Dick and Carrey. Evaluasi sumatif dilakukan setelah perangkat pembelajaran yang dikembangkan selesai dievaluasi secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh para penilai dalam proses evaluasi formatif. Evaluasi sumatif tidak melibatkan perancang program melainkan melibatkan penilai independen. Penilai independen yakni praktisi pendidikan yang bebas menentukan apakah mereka akan memakai perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan ini untuk dijadikan perangkat pembelajaran pokok yang mereka pakai disetiap proses pembelajaran. Hal ini merupakan satu alasan untuk menyatakan bahwa evaluasi sumatif tidak tergolong dalam rangkaian loop proses pengembangan.


(26)

85 C.Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ 2 SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Banyak siswa dalam kelas tersebut adalah 32 siswa.

D.Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta yang beralamat di Jalan Pramuka Nomor 62, Giwangan, Yogyakarta, DIY.

E.Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar penilaian perangkat pembelajaran untuk dosen ahli untuk mengetahui aspek kevalidan perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi lembar penilaian LKS dan lembar penilaian RPP. Instrumen berikutnya adalah angket respons siswa yang diberikan kepada siswa dan lembar observasi kegiatan pembelajaran kepada observer/guru bidang studi untuk mengetahui kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Instrumen lainnya yakni kuis hasil belajar untuk mengetahui keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

1. Lembar Penilaian Perangkat Pembelajaran (Prototype) untuk Dosen Ahli Pada penelitian ini prototype yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS. Lembar penilaian ini digunakan untuk mengukur kevalidan perangkat pembelajaran. Aspek penilaian RPP adalah kelengkapan identitas RPP, perumusan indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran, pengorganisasian materi pembelajaran, kesesuaian


(27)

86

dengan pendekatan penemuan terbimbing, pemilihan dan penggunaan sumber belajar, penialaian hasil belajar, dan bahasa. Aspek penilaian LKS adalah pendekatan penulisan, kebenaran konsep matematika, kedalaman konsep, kejelasan kalimat, kebahasaan, penilaian hasil belajar, kegiatan siswa, kesesuaian dengan pendekatan penemuan terbimbing, keterlaksanaan, dan penampilan fisik. Lembar penilaian RPP digunakan untuk mengetahui kelayakan RPP sebelum digunakan di dalam pembelajaran. Lembar penilaian RPP atau prototype RPP diberikan kepada dua orang ahli untuk divalidasi. Sehingga, apabila setelah penilaian berlangsung terdapat revisi dapat dilakukan perbaikan sesuai dengan saran para ahli. Lembar penilaian LKS digunakan untuk mengetahui kelayakan LKS sebelum digunakan di dalam pembelajaran. Lembar penilaian LKS atau prototype LKS diberikan kepada 2 orang ahli untuk divalidasi. Sehingga, apabila setelah penilaian berlangsung terdapat revisi dapat dilakukan perbaikan sesuai dengan saran para ahli. Lembar penilaian berupa skala likert dalam bentuk checklist disertai kolom saran. Skala likert ini menggunakan skor 5, 4, 3, 2, dan 1, masing-masing skor menunjukkan penilaian sangat baik (SB), baik (B),cukup (C), kurang baik (KB), dan sangat kurang (SK).

2. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran

Lembar observasi kegiatan pembelajaran digunakan untuk mengetahui keterlaksaaan kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui kepraktisan pembelajaran dengan menggunakan prototype yang dikembangkan. Lembar observasi diberikan kepada observer/guru bidang studi


(28)

87

saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran dengan prototype yang dikembangkan. Lembar observasi berupa skala likert dalam bentuk checklist disertai kolom saran. Skala likert ini menggunakan skor 5, 4, 3, 2, dan 1, masing-masing skor menunjukkan penilaian sebagai berikut:

Skor 5 : terlaksana dengan sangat baik, Skor 4 : terlaksana dengan baik,

Skor 3 : terlaksana dengan cukup baik, Skor 2 : terlaksana, tapi belum baik, Skor 1 : tidak terlaksana.

3. Angket Respons Siswa

Pemberian angket respons siswa bertujuan untuk mengetahui kepraktisan penggunaan prototype yang dikembangkan dalam proses pembelajaran. Prototype dikatakan praktis apabila siswa merespon baik penggunaan prototype dalam proses pembelajaran. Angket respons siswa diberikan kepada siswa setelah mereka melakukan pembelajaran dengan prototype yang dikembangkan. Aspek yang dinilai meliputi aspek tampilan LKS, kegiatan dalam LKS, kesesuaian dengan maksud pembelajaran, peningkatan motivasi belajar, dan kemudahan penggunaan LKS. Angket respons siswa berupa skala likert dalam bentuk checklist disertai kolom saran. Skala likert ini menggunakan skor 5, 4, 3, 2, dan 1, masing-masing skor menunjukkan penilaian sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

4. Kuis Hasil Belajar

Kuishasil belajar digunakan untuk mengetahui keefektifan penggunaan prototype dalam pembelajaran. Kuis ini digunakan untuk


(29)

88

mengetahui pemahaman siswa tentang materi trigonometri setelah melakukan pembelajaran dengan prototype LKS. Kuis hasil belajar yang digunakan berbentuk soal uraian.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis untuk keperluan evaluasi perangkat pembelajaran sebagai berikut. Berikut langkah-langkah untuk menganalisis data yang diperoleh:

1. Analisis Lembar Validasi Perangkat Pembelajaran

a. Menghitung skor validasi perangkat pembelajaran ahli

Tabel 2. Aturan Pembobotan Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran

Peringkat Skor

SB (Sangat Baik) 5

B (Baik) 4

C (Cukup) 3

K (Kurang) 2

SK (Sangat Kurang) 1

b. Menghitung skor rata-ratadari setiap aspek penilaian dengan rumus:

=

�=1

� Keterangan:

� = rata-rata perolehan skortiap aspek penilaian prototype

� �=1


(30)

89

= jumlah butir penilaian tiap aspek penilaian prototype

c. Menyatakan skor rata-rata dari setiap aspek penilaian produk menjadi nilai kualitatif berdasarkan kriteria penilaian skala 5 menurut Slameto (2001: 186) dapat dilihat pada tabel.

Tabel 3. Konversi Skor Penilaian Perangkat Pembelajaran oleh Ahli Menjadi Nilai Skala Lima

No Rentang Skor Kriteria

1 � >� + 1,5�� Sangat Baik 2 � + 0,5 �� < � ≤ �+ 1,5 �� Baik 3 � −0,5 �� < � ≤ �+ 0,5 �� Cukup 4 � −1,5 �� < � ≤ �−0,5 �� Tidak Baik 5 � ≤ � −1,5 �� Sangat Tidak Baik Keterangan:

� =: rata-rata skor tiap aspek penilaian prototype �� = Mean ideal

= 1

2( � � � � � + � � � � � )

��� = Simpangan Baku ideal = 1

6( � � � � � − � � � � � )

Pada lembar penilaian perangkat pembelajaran untuk dosen ahli, skor maksimal ideal adalah 5 sedangkan skor minimal ideal adalah 1. Kemudian interval kriteria evaluasi ahli dapat dilihat pada tabel berikut.


(31)

90 Tabel 4. Interval Kriteria Penilaian

Nilai Rentang Skor Kriteria A 4 <� Sangat Baik B 3,33 <� ≤4 Baik C 2,67 <� ≤3,33 Cukup D 2 <� ≤2,67 Tidak Baik

E � ≤2 Sangat Tidak Baik

2. Analisis Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran a. Menghitung skor lembar observasi

Tabel 5. Aturan Pembobotan Hasil Observasi

Skor Peringkat

5 terlaksana dengansangatbaik

4 terlaksana dengan baik

3 terlaksana dengan cukup baik

2 terlaksana, tapi belum baik

1 tidak terlaksana

b. Menghitung skor rata-ratahasil observasi

=

�=1

� Keterangan:


(32)

91

� �=1

= jumlah skor yang diperolehtiap aspek penilaian

= jumlah butir penilaian tiap aspek penilaian

Mengubah skor rata-rata ke dalam kriteria kualitatif dengan mengacu pada kriteria penilaian skala 5 menurut Slameto (2001: 186).

Tabel 6. Konversi Skor Hasil Observasi Menjadi Nilai Skala Lima

No Rentang Skor Kriteria

1 � >� + 1,5�� Sangat Baik 2 � + 0,5�� < � ≤ �+ 1,5�� Baik 3 � −0,5�� < � ≤ �+ 0,5�� Cukup 4 � −1,5�� < � ≤ �−0,5�� Tidak Baik 5 � ≤ � −1,5�� Sangat Tidak Baik Keterangan:

�� = Mean ideal = 1

2( � � � � � + � � � � � )

��� = Simpangan Baku ideal = 1

6( � � � � � − � � � � � )

Pada lembar observasi, skor maksimal ideal adalah 5 sedangkan skor minimal ideal adalah 1. Selanjutnya interval kriteria hasil observasi dapat dilihat pada tabel berikut.


(33)

92 Tabel 7. Interval Kriteria Penilaian

Nilai Rentang Skor Kriteria A 4 < � Sangat Baik B 3,33 <� ≤4 Baik C 2,67 <� ≤3,33 Cukup D 2 <� ≤2,67 Tidak Baik

E � ≤2 Sangat Tidak Baik

3. Analisis Angket Respons Siswa

a. Menghitung skor angket respons siswa

Tabel 8. Aturan Pembobotan Hasil Angket Respons Siswa

Peringkat Skor

SS (Sangat Setuju) 5

S (Setuju) 4

R (Ragu-Ragu) 3

TS (Tidak Setuju) 2

STS (Sangat Tidak Setuju) 1

b. Menghitung skor rata-rata angket respons siswa

=

�=1

� Keterangan:


(34)

93

� �=1

= jumlah skor yang diperoleh tiap aspek penilaian

= jumlah butir penilaian tiap aspek penilaian prototype

c. Mengubah skor rata-rata ke dalam kriteria kualitatif dengan mengacu pada kriteria penilaian skala 5 menurut Slameto (2001: 186).

Tabel 9. Konversi Skor Angket Respons Siswa Menjadi Nilai Skala Lima

No Rentang Skor Kriteria

1 � >� + 1,5�� Sangat Baik 2 � + 0,5�� < � ≤ �+ 1,5�� Baik 3 � −0,5�� < � ≤ �+ 0,5�� Cukup 4 � −1,5�� < � ≤ �−0,5�� Tidak Baik 5 � ≤ � −1,5�� Sangat Tidak Baik Keterangan:

�� = Mean ideal = 1

2( � � � � � + � � � � � )

��� = Simpangan Baku ideal = 1

6( � � � � � − � � � � � )

Pada angket respons siswa, skor maksimal ideal adalah 5 sedangkan skor minimal ideal adalah 1. Selanjutnya interval kriteria angket respons siswa dapat dilihat pada tabel berikut.


(35)

94 Tabel 10. Interval Kriteria Penilaian

Nilai Rentang Skor Kriteria A 4 < � Sangat Baik B 3,33 <� ≤4 Baik C 2,67 <� ≤3,33 Cukup D 2 <� ≤2,67 Tidak Baik

E � ≤2 Sangat Tidak Baik

4. Analisis Data Kuis Hasil Belajar

Data keefektifan LKS diperoleh dari hasil kuishasil belajar. Hasil kuis hasil belajar dikoreksi dan dinilai berdasarkan pedoman penskoran yang telah ditentukan. Langkah-langkah analisis keefektifan LKS adalah sebagai berikut.

a. Menghitung nilai yang diperoleh masing-masing siswa sesuai dengan pedoman penskoran.

b. Mengkonversi nilai yang diperoleh siswa dari skala 100 menjadi skala 4 sesuai dengan tabel konversi berikut.

Predikat Nilai Kompetensi

Pengetahuan Keterampilan Sikap

A 86 – 100 86 – 100

SB

A- 81 – 85 81 – 85

B+ 76 – 80 76 – 80

B

B 71 – 75 71 – 75

B- 66 – 70 66 – 70


(36)

95

C 56 – 60 56 – 60

C- 51 – 55 51 – 55

D+ 46 – 50 46 – 50

K

D 0 – 45 0 – 45

c. Setelah mengkonversi nilai siswa, kemudian menganalisis apakah siswa dapat dinyatakan tuntas atau tidak tuntas. Hal tersebut dapat dilihat melalui kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 yakni siswa dikatakan tuntas apabila siswa tersebut mendapat nilai minimal B-.

Tabel 11. Pedoman Penilaian Ketuntasan Belajar Siswa

Sumber tabel: Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013.

d. Menghitung persentase ketuntasan belajar secara klasikal dengan cara:

p = banyaknya siswa yang tuntas


(37)

96

e. Kemudian kriteria ketuntasan belajar secara klasikal mengacu pada tabel berikut:

Tabel 12.Interval Kriteria Penilaian

No. Persentase Ketuntasan Kriteria Kualitatif 1 80 < Sangat Baik 2 60 < ≤ 80 Baik 3 40 < ≤ 60 Cukup 4 20 < ≤ 40 Tidak Baik

5 ≤20 Sangat Tidak Baik

(Eko Putro Widoyoko, 2009: 242) Keterangan:

= persentase ketuntasan belajar klasikal.

Dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan efektif jika minimal persentase ketuntasan belajar klasikal kuis hasil belajar mencapai kriteria baik.


(1)

91

1 � >� + 1,5�� Sangat Baik 2 � + 0,5�� < � ≤ �+ 1,5�� Baik 3 � −0,5�� < � ≤ �+ 0,5�� Cukup 4 �� −1,5��� < � ≤ ��−0,5��� Tidak Baik 5 � ≤ � −1,5�� Sangat Tidak Baik Keterangan:

�� = Mean ideal = 1

2( � � � � � + � � � � � ) ��� = Simpangan Baku ideal

= 1

6( � � � � � − � � � � � )

Pada lembar observasi, skor maksimal ideal adalah 5 sedangkan skor minimal ideal adalah 1. Selanjutnya interval kriteria hasil observasi dapat dilihat pada tabel berikut.


(2)

92 Tabel 7. Interval Kriteria Penilaian

Nilai Rentang Skor Kriteria

A 4 < � Sangat Baik B 3,33 <� ≤4 Baik C 2,67 <� ≤3,33 Cukup D 2 <� ≤2,67 Tidak Baik

E � ≤2 Sangat Tidak Baik

3. Analisis Angket Respons Siswa

a. Menghitung skor angket respons siswa

Tabel 8. Aturan Pembobotan Hasil Angket Respons Siswa

Peringkat Skor

SS (Sangat Setuju) 5

S (Setuju) 4

R (Ragu-Ragu) 3

TS (Tidak Setuju) 2

STS (Sangat Tidak Setuju) 1

b. Menghitung skor rata-rata angket respons siswa

=

�=1

� Keterangan:


(3)

93

1 � >� + 1,5�� Sangat Baik 2 � + 0,5�� < � ≤ �+ 1,5�� Baik 3 � −0,5�� < � ≤ �+ 0,5�� Cukup 4 �� −1,5��� < � ≤ ��−0,5��� Tidak Baik 5 � ≤ � −1,5�� Sangat Tidak Baik Keterangan:

�� = Mean ideal = 1

2( � � � � � + � � � � � ) ��� = Simpangan Baku ideal

= 1

6( � � � � � − � � � � � )

Pada angket respons siswa, skor maksimal ideal adalah 5 sedangkan skor minimal ideal adalah 1. Selanjutnya interval kriteria angket respons siswa dapat dilihat pada tabel berikut.


(4)

94 Tabel 10. Interval Kriteria Penilaian

Nilai Rentang Skor Kriteria

A 4 < � Sangat Baik B 3,33 <� ≤4 Baik C 2,67 <� ≤3,33 Cukup D 2 <� ≤2,67 Tidak Baik

E � ≤2 Sangat Tidak Baik

4. Analisis Data Kuis Hasil Belajar

Data keefektifan LKS diperoleh dari hasil kuishasil belajar. Hasil kuis hasil belajar dikoreksi dan dinilai berdasarkan pedoman penskoran yang telah ditentukan. Langkah-langkah analisis keefektifan LKS adalah sebagai berikut.

a. Menghitung nilai yang diperoleh masing-masing siswa sesuai dengan pedoman penskoran.

b. Mengkonversi nilai yang diperoleh siswa dari skala 100 menjadi skala 4 sesuai dengan tabel konversi berikut.

Predikat Nilai Kompetensi

Pengetahuan Keterampilan Sikap

A 86 – 100 86 – 100

SB

A- 81 – 85 81 – 85

B+ 76 – 80 76 – 80

B

B 71 – 75 71 – 75

B- 66 – 70 66 – 70


(5)

95

Kurikulum 2013 yakni siswa dikatakan tuntas apabila siswa tersebut mendapat nilai minimal B-.

Tabel 11. Pedoman Penilaian Ketuntasan Belajar Siswa

Sumber tabel: Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi

Kurikulum 2013.

d. Menghitung persentase ketuntasan belajar secara klasikal dengan cara: p = banyaknya siswa yang tuntas


(6)

96

e. Kemudian kriteria ketuntasan belajar secara klasikal mengacu pada tabel berikut:

Tabel 12.Interval Kriteria Penilaian

No. Persentase Ketuntasan Kriteria Kualitatif

1 80 < Sangat Baik

2 60 < ≤ 80 Baik

3 40 < ≤ 60 Cukup

4 20 < ≤ 40 Tidak Baik

5 ≤20 Sangat Tidak Baik

(Eko Putro Widoyoko, 2009: 242)

Keterangan:

= persentase ketuntasan belajar klasikal.

Dalam penelitian ini, perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan efektif jika minimal persentase ketuntasan belajar klasikal kuis hasil belajar mencapai kriteria baik.