PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA SMA KELAS X SEMESTER 2 PADA MATERI PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING.
vii
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK SISWA SMA KELAS X SEMESTER 2
PADA MATERI PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENEMUAN TERBIMBING
Oleh:
Dita Nur Syarafina NIM. 11313244003
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran matematika berupa RPP dan LKS berbasis Kurikulum 2013 untuk siswa SMA kelas X semester 2 pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat menggunakan pendekatan penemuan terbimbing. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kualitas produk ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.
Pengembangan produk mengacu pada model pengembangan 4D, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebarluasan (disseminate). Uji coba dilakukan kepada 33 siswa kelas X MIA 4 di SMA Negeri 1 Muntilan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan meliputi lembar penilaian kevalidan RPP dan LKS, angket respon siswa terhadap kepraktisan perangkat pembelajaran, dan tes hasil belajar.
Kualitas perangkat pembelajaran ditinjau dari aspek kevalidan dikategorikan sangat baik dengan perolehan skor rata-rata 4,70 dari skor maksimal 5,00 untuk RPP. LKS memperoleh skor rata-rata sebesar 4,41 dan dikategorikan sangat baik. Kualitas kepraktisan dikategorikan baik dengan perolehan skor rata-rata 2,98 dari skor maksmial 4,00. Keefektifan dikategorikan sangat baik dengan presentase ketuntasan siswa dari tes hasil belajar sebesar 86,52%. Data ini menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat dengan pendekatan penemuan terbimbing dapat digunakan secara baik untuk siswa X MIA 4 atau siswa di kelas lain dengan karakteristik yang serupa.
Kata kunci: perangkat pembelajaran, penemuan terbimbing, persamaan dan fungsi kuadrat
(2)
1
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika, sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah, mengajak siswa untuk berfikir logis, rasional, dan percaya diri. Matematika yang dipelajari di SMA memuat materi dengan tingkat abstrak yang telah disesuaikan dengan perkembangan koginitif siswa SMA. Salah satu materi yang dipelajari siswa SMA kelas X pada semester 2 adalah Persamaan dan Fungsi Kuadrat.
Dalam Kurikulum 2013, Persamaan dan Fungsi Kuadrat termasuk salah satu materi yang wajib dipelajari siswa SMA/MA. Kompetensi dasar yang harus dicapai dalam materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat adalah siswa mampu mendeskripsikan konsep, memilih strategi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan Persamaan dan Fungsi Kuadrat serta memeriksa kebenaran jawabannya.
Persamaan dan Fungsi Kuadrat merupakan materi prasyarat untuk memahami materi selanjutnya, misalnya Limit Fungsi. Apabila siswa diminta menentukan nilai limit fungsi pada dengan
, , dan siswa hanya mensubstitusi nilai ke dalam fungsi
, diperoleh nilai
dan ini tak terdefinisi. Hal tersebut dapat dihindari dengan cara memfaktorkan bentuk kuadrat pada pembilang ataupun penyebut. Salah satu contohnya adalah menentukan nilai
. Jika hanya dengan substitusi, diperoleh
(3)
2
menghitung limit tidak dapat dilihat hanya dengan mensubstitusi nilai . Cara penyelesaian yang tepat untuk masalah penentuan nilai
adalah memfaktorkan bentuk kuadrat pada pembilang dan menyederhanakan bentuk pecahan tersebut, yakni:
. Dengan cara memfaktorkan bentuk kuadrat pada pembilang, nilai limit fungsi menjadi terdefinisi.
Bagi siswa SMA, materi Persamaan Kuadrat tidak asing lagi karena telah dipelajari di kelas VIII semester 1 yaitu pada materi Aljabar. Dalam materi Aljabar, siswa belajar menemukan nilai variabel suatu persamaan kuadrat dengan menggunakan pemfaktoran dan rumus abc.
Pada saat observasi selama masa PPL di SMA Negeri 1 Muntilan pada materi Eksponen dan Logaritma, banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menentukan akar-akar atau nilai variabel persamaan kuadrat. Siswa memaparkan bahwa mereka lupa cara memfaktorkan persamaan kuadrat dikarenakan materi tersebut diajarkan hanya sekilas akibat dari pergantian kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013.
Kesulitan siswa dalam mempelajari materi ini tidak hanya dialami di Indonesia. Lee, Peng Yee & Lee, Ngan Hoe (2009: 193) menjelaskan beberapa kesulitan yang dialami siswa di Singapura dalam materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat adalah: (1) membedakan dan menghubungkan antara “bentuk kuadrat (quadratic expressions)”, “fungsi kuadrat (quadratic functions)”, dan “persamaan kuadrat (quadratic equations)”; (2) membedakan “akar-akar persamaan kuadrat
(4)
3
(roots of a quadratic equation)” dan “pembuat nol fungsi kuadrat (zeros of quadratic function)”, “menyelesaikan persamaan kuadrat (solving a quadratic equation)” dan “memfaktorkan bentuk kuadrat (factorizing a quadratic expression)”; (3) mengingat rumus dan prosedur untuk melengkapkan kuadrat, memfaktorkan dan menggunakan rumus umum kuadrat, tetapi tidak dapat memahami hubungan-hubungannya; (4) melupakan syarat pada bentuk kuadrat ; (5) melihat alasan mengapa ketika diskriminan
, fungsi mempunyai dua nilai pembuat nol yang sama. Terkadang siswa mengatakan bahwa fungsi tersebut hanya mempunyai satu nilai pembuat nol. Berdasarkan hasil observasi, diketahui siswa masih kesulitan pada bagian (2) dan (3) dalam memahami Persamaan dan Fungsi Kuadrat.
Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa menjadi tuntutan bagi guru untuk memiliki kemampuan dalam menyusun kegiatan pembelajaran yang tepat dalam penyampaian materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat. Kemendikbud (2013: 74-75) menjelaskan bahwa seorang guru harus mampu: (1) memanfaatkan sumber belajar yang tersedia; (2) mengembangkan media ataupun sumber belajar yang mendukung kegiatan pembelajaran; dan (3) mengembangkan proses pembelajaran yang memfasilitasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Guru diharapkan membuat perangkat pembelajaran guna memanfaatkan sumber belajar, mengembangkan media belajar, dan mengembangkan proses pembelajaran. Menurut Nazarudin (2007: 113), perangkat pembelajaran adalah persiapan yang disusun oleh guru agar pelakasanaan dan evaluasi pembelajaran berlangsung
(5)
4
efektif dan sistematis. Perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS).
Mansur Muslich (2007: 45) berpendapat bahwa RPP merupakan rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan dilaksanakan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Sebagai seorang fasilitator pembelajaran, guru membutuhkan RPP yang dapat menjadi acuan dirinya untuk melaksanakan pembelajaran di kelas lebih terarah. Dalam Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013 dijelaskan bahwa untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang (1) berpusat pada siswa, (2) mengembangkan kreativitas siswa, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efesien, dan bermakna. Peraturan ini menjadi landasan teori untuk membuat RPP yang menyediakan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan potensi matematis siswa. Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMA di Muntilan, hampir semua guru matematika telah mampu membuat RPP sendiri yang akan digunakan untuk pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil observasi, masih jarang ditemukan RPP yang ditujukan guna membangun kemampuan menemukan konsep dan menyelesaikannya.
Menurut Andi Prastowo (2011: 204), LKS merupakan bahan ajar cetak berupa lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa, yang mengacu pada kompetensi
(6)
5
dasar yang harus dicapai. Berdasarkan observasi di SMAN 1 Muntilan, ditemukan LKS yang beredar belum membimbing siswa dalam menemukan konsep. LKS hanya terdiri atas ringkasan materi dan macam-macam latihan soal. Fokus siswa adalah mendapatkan jawaban dengan menerapkan rumus. LKS yang digunakan oleh siswa belum mampu memenuhi tujuan Kurikulum 2013, yaitu agar siswa memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi yang berkarakter serta mampu berkontribusi pada kehidupan sosial (Permendikbud, 2013). LKS yang menunjang kegiatan pembelajaran seharusnya dapat mendorong siswa untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, yaitu mampu memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuannya.
Upaya guru dalam menunjang kegiatan pembelajaran adalah memfasilitasi siswa dengan LKS yang sesuai dengan kompetensi yang perlu dicapainya dan memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai. Kurikulum 2013 menuntut kegiatan pembelajaran yang membuat siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan. Selain itu kegiatan pembelajaran diharapkan lebih kondusif, setiap komponen belajar-mengajar seperti tujuan pembelajaran, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang saling mendukung dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran haruslah student-centered learning. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013 adalah penemuan terbimbing. Dalam pendekatan penemuan terbimbing, siswa dituntut dan dilatih untuk mampu berfikir aktif, menganalisis, serta menyimpulkan sendiri berdasarkan data-data yang tersedia. Guru bertindak sebagai fasilitator yang membimbing siswa, sehingga pengetahuan yang ingin dikonstruksi tidak melenceng jauh dari tujuan pembelajaran. Markaban
(7)
6
(2006: 15) berpendapat bahwa dalam metode penemuan terbimbing, guru membimbing siswa jika diperlukan, siswa didorong untuk berfikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan peran siswa cukup besar, karena pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan pada siswa.
Dengan demikian, siswa didorong untuk mampu berfikir, memahami, dan menganalisis, sehingga dapat menemukan makna pembelajaran matematika, keterkaitannya satu sama lain, dan pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat diterapkan pada masalah dengan karakteristik yang serupa. Peran guru sebagai pembimbing siswa bergantung pada seberapa kemampuan siswa dan tingkat kesulitan materi. Guru dapat memancing siswa untuk menggunakan pengetahuan yang telah siswa miliki sebelumnya untuk menemukan pengetahuan yang baru.
Berdasarkan uraian, perlu dilakukan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis penemuan terbimbing pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat pada siswa SMA kelas X. Harapannya, perangkat pembelajaran yang berupa RPP dan LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga siswa dapat memahami materi dengan mudah.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.
1. Siswa SMA masih kesulitan untuk memahami materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat.
(8)
7
2. LKS yang tersedia belum memfasilitasi siswa untuk mampu memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuannya.
3. Diperlukan kegiatan pembelajaran yang dapat mengkonstruksi pengetahuan siswa dan memberikan siswa alasan pentingnya mempelajari matematika.
C. Pembatasan Masalah
Mempertimbangkan luasnya masalah yang teridentifikasi, penelitian ini dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS) dengan pendekatan penemuan terbimbing pada siswa SMA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS Matematika pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat dengan pendekatan penemuan terbimbing untuk siswa SMA Kelas X?
2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS Matematika pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat dengan pendekatan penemuan terbimbing untuk siswa SMA Kelas X ditinjau dari aspek kevalidan, keefektifan, dan kepraktisan?
(9)
8
E. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:
1. menghasilkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS Matematika pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat dengan pendekatan penemuan terbimbing untuk siswa SMA Kelas X, dan
2. mengetahui kualitas perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS Matematika pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat dengan pendekatan penemuan terbimbing untuk siswa SMA Kelas X.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, siswa, dan dunia pendidikan.
1. Bagi Guru
a. RPP dan LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing membantu guru dalam mewujudkan pembelajaran sesuai Kurikulum 2013.
b. RPP dan LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing menjadi wacana untuk meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas guru dalam mengembangkan RPP dan LKS.
2. Bagi Siswa
a. RPP dan LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing mengembangkan kemampuan siswa dalam mencari pengalaman belajar secara mandiri.
b. RPP dan LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing mengembangkan pembelajaran dengan konsep baru bagi siswa.
(10)
9 3. Bagi Dunia Pendidikan
RPP dan LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing dapat menciptakan pembelajaran sesuai ketentuan Kurikulum 2013 yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered Learning).
(11)
10
BAB II KAJIAN TEORI
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
Penelitian dan pengembangan ini membutuhkan beberapa teori yang relevan sebagai pedoman penyusunan dan pengembangan perangkat pembelajaran. Beberapa teori yang relevan adalah teori belajar dan pembelajaran matematika, karakteristik siswa SMA, materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat di SMA, pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing, dan perangkat pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing. Berikut adalah deskripsi teori tersebut.
1. Belajar dan Pembelajaran Matematika di SMA
Belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan aneka ragam kompetensi/kemampuan, kerterampilan (skill), dan sikap (attitude) secara bertahap berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat dengan keterlibatan dalam pendidikan formal (sekolah), informal (khusus), dan non formal (majelis-majelis ilmu) bukan atas dasar insting, kematangan, kelelahan atau temporary states lainnya (H.M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 18).
Menurut pandangan dan teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa untuk merekonstruksi makna sesuatu meliputi teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian
(12)
11
yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang (Sardiman A.M, 2005: 37-38).
Proses belajar merujuk pada perubahan tingkah laku individu sebagai akibat dari kegiatan mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman dengan pengertian yang sudah dimilikinya, baik yang dialami secara terancang maupun yang terjadi begitu saja. Salah satu contoh perubahan tingkah laku adalah yang awalnya tidak mengenal konsep matematika menjadi tahu tentang konsep matematika. Perubahan tingkah laku seseorang membutuhkan waktu, sehingga diperoleh pengalaman belajar. Pengalaman belajar siswa diperoleh melalui pemanfaatan waktu untuk membahas suatu masalah atau pengertian atau solusi masalah yang dampaknya adalah siswa akan memahami masalah.
Menurut H.M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 20), terdapat beberapa ciri belajar yaitu:
a. belajar harus memungkinkan perubahan perilaku pada diri individu dalam aspek pengetahuan/kognitif, nilai/afektif dan keterampilan, kemampuan, kompetensi (psikomotor);
b. perubahan berasal dari buah pengalaman seperti perubahan perilaku karena adanya interaksi fisik dari tidak tahu menjadi tahu, misal: sebelumnya tidak dapat menyelesaikan bentuk kuadrat akhirnya memahami cara-cara menyelesaikan bentuk kuadrat;
c. perubahan relatif menetap cukup permanen.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu untuk mendapatkan tujuan tertentu melalui
(13)
12
pengalaman yang dialaminya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belajar melalui pengalaman yang berdampak pada pemahaman siswa mengenai materi yang dipelajarinya.
Pasal 1 butir 20 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Terdapat lima komponen pembelajaran yaitu interaksi, siswa, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.
Pembelajaran adalah upaya oleh guru untuk siswa dalam bentuk kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode dan strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Terdapat proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, di dalam pembelajaran yang efektif. Dengan ciri-ciri adanya inisiasi, fasilitas, peningkatan proses belajar siswa, interaksi yang diprogramkan antara siswa dengan lingkungan dan adanya komponen yang saling berkaitan (H.M Ali Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 58).
Proses belajar dan pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan siswa secara mental dan daya ingat terhadap separangkat materi yang akan diajarkan oleh guru. Kesiapan mental artinya tidak terdapat persoalan yang mengganggu pikiran dan jiwa siswa dalam belajar misalnya kondisi rumah dan keluarga. Daya ingat juga perlu perhatian tinggi sehingga masukan materi pelajaran akan diingat. Untuk mengingkatkan daya ingat memang diperlukan latihan yang berkelanjutan.
Agar tujuan belajar tercapai maka proses belajar harus terarah, tergambar dengan jelas dalam pikiran dan diterima oleh siswa pada saat proses belajar
(14)
13
terjadi. Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses belajar dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus dengan sengaja, diorganisasikan dengan baik agar dapat menumbuhkan proses belajar yang baik dan mencapai hasil belajar yang optimal.
Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran pada berbagai mata pelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru adalah matematika. Matematika berasal dari akar kata mathema artinya pengetahuan, mathanein artinya berfikir atau belajar. Menurut kamus Bahasa Indonesia, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Depdiknas). Menurut Hamzah B. Uno (2007: 129-130), matematika adalah suatu bidang ilmu yang berperan sebagai alat berfikir, berkomunikasi dan memecahkan berbagai persoalan praktis. Diperoleh pengertian bahwa matematika adalah suatu bidang ilmu yang berperan sebagai alat berfikir, berkomunikasi, memecahkan berbagai persoalan terkait bilangan.
Menurut Erman Suherman, dkk. (2003: 68-69), pembelajaran matematika mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:
a. berjenjang/bertahap; b. mengikuti metode spiral; c. pola fikir deduktif; dan d. kebenaran konsistensi.
Karakteristik pembelajaran matematika adalah berjenjang/bertahap. Salah satu jenjang pendidikan adalah sekolah menengah atas (SMA). Pembelajaran
(15)
14
matematika SMA (Depdiknas, 2006: 1) bertujuan agar siswa: (1) memiliki pengetahuan matematika (konsep, keterkaitan, antarkonsep, dan algoritma); (2) menggunakan penalaran; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran matematika mempunyai beberapa karakteristik yang salah satunya adalah berjenjang. Pada jenjang SMA, pembelajaran matematika bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan matematis, bernalar, pemecahan masalah, berkomunikasi, dan bersikap menghargai kegunaan matematika.
2. Karakteristik Siswa SMA
Pada umumnya siswa SMA berumur sekitar 16-18 tahun. Menurut Piaget, anak seumuran itu berada pada tahap operasional formal. Periode ini disebut operasional formal sebab siswa telah memiliki kemampuan introspeksi yakni berfikir kritis tentang dirinya, berfikir logis yakni pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan, berfikir berdasar hipotesis, menggunakan simbol, dan berfikir fleksibel.
Siswa pada tahap ini sudah mampu melihat bahwa situasi riil dan benar-benar dialaminya hanyalah salah satu diantara beberapa kemungkinan situasi, sehingga guru harus mampu memunculkan berbagai kemungkinan untuk setiap situasi dengan cara yang sistematik.
Monks, dkk. (2006: 223) menyatakan bahwa berfikir formal memiliki 2 sifat, yaitu sifat deduktif-hipotesis dan berfikir kombinatoris.
(16)
15 a. Sifat Deduktif-Hipotesis
Anak yang berfikir operasional formal saat menyelesaikan suatu permasalahan akan: (1) memikirkannya secara teoritis; (2) menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin tersedia(analisis teori); (3) membuat strategi penyelesaian berdasarkan analisis teori yang dilakukannya; (4) mengadakan pendapat-pendapat tertentu yang disebut proposisi-proposisi; dan (5) mencari hubungan antar proposisi yang berbeda-beda tersebut. Oleh karena itu, berfikir operasional formal juga disebut berfikir proporsisional.
b. Berfikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan proses analisis teori. Langkah-langkah yang dilalui siswa dalam proses analisis teori, yaitu: (1) siswa melewati proses trial and error dalam menganalisis suatu permasalahan; (2) siswa menemukan suatu kombinasi yang benar; (3) siswa secara sistematis mencoba setiap kombinasi tersebut secara empiris; dan (4) siswa yang telah menemukan penyelesaian yang benar akan mengulangi langkah 3 berulang kali.
C. Asri Budiningsih (2011: 6) menyatakan bahwa masih banyak praktik pembelajaran yang kurang memperhatikan karakteristik siswa. Kegiatan pembelajaran semata-mata hanya untuk menyelesaikan program-program di dalam kurikulum. Ciri-ciri kepribadian siswa tidak dijadikan pijakan dalam pembelajaran. Akibatnya (1) siswa mengalami kesulitan belajar, (2) siswa merasa stres, dan (3) timbul kebencian siswa terhadap pelajaran yang dipelajarinya.
(17)
16
Kondisi demikian sebagai penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas proses serta hasil belajar siswa.
Asri menambahkan, guna meningkatkan kualitas pembelajaran, para peneliti di bidang pembelajaran serta para perancang pembelajaran perlu memperhatikan karakteristik siswa dan budayanya sebagai pijakan dalam mengembangkan prinsip-prinsip dan program-program pembelajaran. Sebab, upaya apapun yang dipilih dan dilakukan oleh guru dan perancang pembelajaran jika tidak bertumpu pada karakteristik siswa sebagai subjek berlajar, pembelajaran yang dikembangkannya tidak akan bermakna bagi siswa.
Menurut Ebbutt Straker, karakteristik siswa dan implikasinya terhadap pembelajaran matematika, yaitu:
a. siswa akan mempelajari sesuatu jika mempunyai motivasi, b. siswa akan mempelajari sesuatu dengan caranya sendiri,
c. siswa akan mempelajari sesuatu baik secara mandiri maupun melalui kerjasama dengan temannya, dan
d. siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari matematika.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa SMA pada tahap operasional formal adalah perkembangan ranah kognitif atau tahap berfikir dari konkrit menuju abstrak. Masih banyak praktik pembelajaran yang kurang memperhatikan karakteristik siswa. Kondisi ini sebagai penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas proses serta hasil belajar siswa. Guna meningkatkan kualitas belajar siswa, guru perlu merancang pembelajaran
(18)
17
mengacu pada karakteristik siswa. Siswa belajar dengan caranya sendiri, baik dilakukan secara mandiri maupun kerjasama dengan temannya. Upaya guru dalam menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran matematika yaitu menghadirkan konteks dan situasi yang berbeda-beda dan menumbuhkan motivasi siswa.
3. Materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Pendidikan Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA pada mata pelajaran matematika materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat:
Tabel 1. KI dan KD Materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
1.1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Mengahayati dan mengamalkan
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
2.1 Menunjukkan sikap senang, percaya diri, motivasi internal, sikap kritis, bekerjasama, jujur dan percaya diri secara reponsif dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan nyata.
2.2 Memiliki rasa ingin tahu yang trebentuk dari pengalaman belajar dalam berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan alam. 2.3 Berperilaku peduli, bersikap
terbuka dan toleransi terhadap berbagai peredaan di dalam masyarakat.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait
3.9 Mendeskripsikan berbagai bentuk ekspresi yang dapat diubah menjadi persamaan kuadrat 3.10 Mendeskripsikan Persamaan dan
Fungsi Kuadrat, memilih strategi dan menerapkan untuk
menyelesaikan Persamaan dan Fungsi Kuadrat serta memeriksa kebenaran jawabannya.
(19)
18 penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang sepsifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
3.11 Menganalisis fungsi dan
persamaan kuadrat dalam berbagai bentuk penyajian masalah
kontekstual.
3.12 Menganalisis grafik fungsi dari data terkait masalah nyata dan menentukkan model matematika berupa fungsi kuadrat.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
4.9 Mengidentifikasi dan menerapkan konsep fungsi dan persamaan kuadrat dalam menyelesaikan masalah nyata dan
menjelaskannya secara lisan dan tulisan.
4.10 Menyusun model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Persamaan dan Fungsi Kuadrat dan menyelesaikan serta
memeriksa kebenaran jawabannya. 4.11 Menggambar dan membuat sketsa
grafik fungsi kuadrat dari masalah nyata berdasarkan data yang ditentukan dan menafsirkan karakteristiknya.
4.12 Mengidentifikasi hubungan fungsional kuadratik dari fenomena sehari-hari dan menafsirkan makna dari setiap variabel yang digunakan.
Indikator pencapaian kompetensi siswa diturunkan melalui kompetensi dasar yang selanjutnya dijabarkan konsep-konsep yang terkait.
Tabel 2. Indikator Pencapaian Kompetensi dan Materi Pembelajaran
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI MATERI PEMBELAJARAN
3.9.1
Menemukan konsep persamaan kuadrat satu variabel dari masalah yang terkait.
3.9.2
Membedakan persamaan kuadrat satu variabel dan bukan persamaan kuadrat satu variabel.
3.9.3
Mencirikan bentuk persamaan kuadrat satu variabel.
- Bentuk umum PK adalah dengan , , dan bilangan real dan . - Contoh-contoh persamaan
kuadrat satu variabel
- Contoh-contoh bukan persamaan kuadrat satu variabel
(20)
19
3.10.1
Menemukan akar-akar persamaan kuadrat melalui metode faktorisasi, melengkapkan persamaan kuadrat sempurna, atau rumus .
4.9.2
Terampil menerapkan metode faktorisasi, melengkapkan persamaan kuadrat
sempurna, atau rumus untuk menyelesaikan masalah persamaan kuadrat.
- Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan metode faktorisasi
- Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan melengkapkan bentuk kuadrat
- Menyelesaikan persamaan kuadrat dengan rumus
3.10.2
Menentukan nilai diskriminan suatu persamaan kuadrat untuk mengidentifikasi jenis akar-akar persamaan kuadrat.
4.9.3
Terampil mengidentifikasi jenis akar-akar persamaan kuadrat melalui nilai
diskriminannya.
- Definisi diksriminan adalah .
- Hubungan diksriminan dengan akar-akar persamaan kuadrat
3.10.3
Menghitung nilai jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat untuk menyusun persamaan kuadrat baru.
4.9.4
Terampil menerapkan konsep jumlah dan hasil kali akar untuk menyelesaikan masalah perasamaan kuadrat.
- Sifat-sifat akar persamaan kuadrat adalah nilai jumlah dan hasil kali.
- Menyusun persamaan kuadrat baru dari persamaan kuadrat yang diketahui.
3.10.4
Menemukan konsep fungsi kuadrat.
4.9.5
Terampil menerapkan konsep fungsi kuadrat.
4.10.3
Terampil merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan fungsi kuadrat.
- Bentuk umum fungsi kuadrat pada domain adalah
dengan , , dan bilangan riil dan .
- Contoh-contoh fungsi kuadrat
3.11.1
Menyusun bentuk persamaan kuadrat dari masalah kontekstual.
- Menggunakan persamaan kuadrat untuk menyelesaikan masalah kontekstual.
3.11.2
Menyusun bentuk persamaan kuadrat jika diketahui akar-akarnya adalah dan .
4.10.2
Terampil menyusun persamaan kuadrat jika diketahui akar-akarnya adalah dan .
- Menyusun persamaan kuadrat baru dengan substitusi.
(21)
20
3.11.3
Menyusun bentuk fungsi kuadrat dari masalah kontekstual.
- Menggunakan fungsi kuadrat untuk menyelesaikan masalah kontekstual.
3.12.1
Menentukan sumbu simetri dan titik puncak dari suatu grafik fungsi kuadrat.
3.12.2
Mengidentifikasi karakteristik grafik fungsi kuadrat melalui koefisien dan nilai diskriminan.
4.9.6
Terampil menentukan titik potong sumbu dan titik puncaknya.
4.11.2
Terampil mengidentifikasi karakteristik grafik fungsi kuadrat melalui koefisien dan nilai diskriminan.
- Sifat-sifat fungsi kuadrat
4.9.1
Terampil menerapkan konsep akar-akar persamaan kuadrat untuk menyelesaikan masalah persamaan kuadrat.
4.10.1
Terampil mengubah berbagai bentuk ekspresi menjadi persamaan kuadrat.
- Menggunakan konsep akar-akar persamaan kuadrat.
4.11.1
Terampil menggambar grafik fungsi kuadrat dari masalah nyata.
- Menggunakan konsep grafik fungsi kuadrat.
4.12.1
Menentukan nilai maksimum/ minimum dari suatu permasalahan sehari-hari yang berhubungan dengan fungsi kuadrat.
- Menggunakan nilai optimum grafik fungsi kuadrat untuk menentukan nilai maksimum/ minimum suatu permasalahan. Tabel 2 menjelaskan tentang rincian materi yang dipelajari siswa untuk mencapai indikator pencapaian siswa. Berdasarkan observasi penulis, banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam mempelajari materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat. Menurut Lee, Peng Yee & Lee, Ngan Hoe, hal yang sama terjadi pada siswa di Singapura.
Lee, Peng Yee & Lee, Ngan Hoe (2009: 193) menjelaskan beberapa kesulitan yang dialami siswa dalam materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat, yaitu:
(22)
21
a. siswa bingung dalam membedakan dan menghubungkan antara “bentuk kuadrat (quadratic expressions)”, “fungsi kuadrat (quadratic functions)”, dan
“persamaan kuadrat (quadratic equations)”;
b. siswa tidak dapat membedakan “akar-akar persamaan kuadrat (roots of a quadratic equation)” dan “pembuat nol fungsi kuadrat (zeros of quadratic function)”, “menyelesaikan persamaan kuadrat (solving a quadratic equation)” dan “memfaktorkan bentuk kuadrat (factorizing a quadratic expression)”;
c. siswa mengingat rumus dan prosedur untuk melengkapkan kuadrat, memfaktorkan dan menggunakan rumus umum kuadrat, namun tidak dapat memahami hubungan-hubungan diantaranya;
d. siswa sering melupakan syarat pada bentuk kuadrat ; dan e. siswa tidak dapat melihat alasan mengapa ketika diskriminan
, fungsi mempunyai dua nilai pembuat nol yang sama.
Berdasarkan uraian di atas, siswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat. Guru diminta menggunakan berbagai macam cara untuk mengajarkan materi ini agar dapat diterima dan dipahami oleh siswa dengan baik. Hal ini akan mempengaruhi kualitas belajar siswa. Lee, Peng Yee & Lee, Ngan Hoe (2009: 193) memberikan saran-saran sebagai berikut bagi guru untuk mengatasi kesulitan-kesulitan siswa tersebut. a. Guru harus menjelaskan konsep-konsep terkait dan melihat pemahaman siswa
(23)
22
b. Guru memberi pemahaman pada siswa bahwa metode melengkapkan bentuk kuadrat, faktorisasi, dan rumus dalam menyelesaikan persamaan kuadrat adalah serupa dan dapat dipertukarkan.
c. Guru harus menginformasikan penggunaan tekhnologi dalam pembelajaran topik ini, khususnya dalam mengajarkan grafik fungsi kuadrat.
d. Guru menggunakan berbagai teknik untuk menentukan titik maksimum dan minimum pada grafik fungsi kuadrat secara aritmetik dalam melengkapkan bentuk kuadrat, secara aljabar dalam mengaplikasikan rumus , secara grafik untuk menemukan sumbu simetri suatu grafik fungsi kuadrat.
4. Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing
Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa dan sesuai dengan materi pembelajaran. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah pendekatan penemuan terbimbing. Markaban (2006: 4) berpendapat bahwa pendekatan penemuan terbimbing dapat mengembangkan kemampuan kognitif, komunikasi matematika, dan keterampilan sosial siswa.
Menurut H.M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini (2014: 247), pendekatan penemuan terbimbing akhir-akhir ini banyak digunakan dalam pembelajaran. Beberapa kelebihan pendekatan ini adalah sebagai berikut.
a. Pendekatan penemuan merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif.
(24)
23
b. Siswa belajar dengan menemukan sendiri dan menyelidiki sendiri, sehingga hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan.
c. Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain.
d. Siswa belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri.
e. Siswa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
Strategi belajar penemuan paling baik dilaksanakan dalam kelompok belajar yang kecil, tetapi dapat juga dilaksanakan dalam kelompok belajar yang lebih besar. Walaupun tidak semua siswa dapat terlibat dalam proses penemuan, pendekatan penemuan dapat memberikan manfaat bagi siswa yang belajar.
Keterbatasan alokasi waktu pembelajaran membuat proses penemuan tidak dapat diserahkan begitu saja kepada siswa. Hal ini dapat menyebabkan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai, sehingga perlu adanya pendekatan penemuan yang melibatkan guru sebagai kontrol. Kurikulum 2013 telah mengatur peran guru sebagai fasilitator yaitu membimbing siswa dalam menemukan konsep dan menarik kesimpulan sesuai alokasi waktu yang direncanakan. Pendekatan yang melibatkan guru sebagai pembimbing sesuai alokasi waktu yang direncanakan adalah pendekatan penemuan terbimbing.
(25)
24
Cagne menjelaskan, penemuan terbimbing melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan penemuan, sedangkan guru membimbing ke arah yang tepat/benar. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses penemuan yaitu guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dan memberikan siswa kesempatan untuk melakukan refleksi.
Dalam prosedur ini, guru tidak menentukkan/menunjukkan aturan-aturan yang harus digunakan oleh siswa. Pertanyaan-pertanyaan guru betujuan untuk mengundang siswa untuk mencari aturan-aturan tersebut melalui proses penemuan. Pemecahan masalah berlangsung selangkah demi selangkah dalam urutan yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru mengharapkan siswa secara keseluruhan berhasil melibatkan dirinya dalam proses pemecahan masalah, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya secara reflektif (Oemar Hamalik, 2001: 187-188).
Menurut Markaban (2008: 17-18), pelaksanaan model penemuan terbimbing dapat berjalan dengan efektif apabila melakukan langkah-langkah sebagai berikut. a. Guru merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya. Perumusan masalah harus jelas dan menghindari pertanyaan yang menimbulkan salah tafsir, sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b. Siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data yang diberikan guru. Bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan dapat berupa pertanyaan-pertanyaan atau kegiatan LKS.
(26)
25
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. d. Konjektur yang telah dibuat siswa dapat diperiksa oleh guru. Hal ini penting
dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
e. Kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut diperoleh, verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya. Di samping itu, perlu diingat bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.
f. Setelah siswa menemukan apa yang dicari, guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa kebenaran hasil penemuan.
Sutrisno (2012: 212) menambahkan bahwa pembelajaran dengan penemuan terbimbing memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Melalui proses penemuan ini, siswa dituntut mengemukakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk menemukan sesuatu yang baru, sehingga pemahaman konsep matematis siswa dapat meningkat. Dengan demikian, pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing memungkinkan siswa memahami apa yang dipelajari dengan baik.
Markaban (2008: 18-19) menyatakan bahwa penemuan terbimbing (guided discovery) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan penemuan terbimbing adalah sebagai berikut.
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b. Penemuan terbimbing menumbuhkan dan menanamkan sikap inquiry (mencari-temukan).
(27)
26
c. Penemuan terbimbing mendukung kemampuan problem solving (pemecahan masalah) siswa.
d. Penemuan terbimbing memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru. Hal ini menyebabkan siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e. Pokok bahasan yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.
Kekurangan metode pendekatan penemuan terbimbing adalah sebagai berikut. a. Waktu yang tersisa lebih lama untuk pokok bahasan tertentu.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Selama proses pembelajaran, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan metode ceramah.
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan terbimbing (guided discovery).
Menurut Arends dan Kilcher (2010: 270), model penemuan terbimbing terdiri atas 5 tahap. Kelima tahap tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sintaks Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Tahap Aktivitas Guru
Fase-1: Orientasi siswa pada masalah (Orientate the students to the problems)
1. Menjelaskan tujuan pembelajaran
2. Menjelaskan alat/bahan yang dibutuhkan 3. Mengingatkan materi prasyarat yang
dibutuhkan
4. Memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru
(28)
27 Fase-2: Mengorganisasikan
siswa dalam belajar (Organize the students in studying)
1. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah
2. Menyediakan alat dan bahan Fase-3: Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok (Guide the individual and group
investigation)
1. Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
2. Memberikan bimbingan seperlunya, membantu siswa yang mengalami kesulitan selama proses penemuan Fase-4: Menyajikan/
mempresentasikan hasil kegiatan yang dilakukan (Present the result of the activities)
1. Membantu siswa dalam merencakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu siswa untuk berbagi tugas dengan
temannya (maupun individu) 2. Meminta beberapa siswa
mempresentasikan hasil kegiatan 3. Meminta siswa lain menanggapi hasil
presentasi
4. Membimbing proses diskusi dan memberikan umpan balik
Fase-5: Mengevaluasi kegiatan pembelajaran (Evaluate the learning activities)
1. Membimbing siswa menyimpulkan materi pembelajaran yang baru saja dipelajari 2. Membantu siswa untuk merefleksi pada
penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan
Berdasarkan penjabaran di atas, pendekatan penemuan terbimbing adalah pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir pengetahuannya untuk menemukan suatu konsep atau pengetahuan baru. Pendekatan ini mengharuskan guru membimbing sesuai dengan kemampuan tiap siswa serta materi yang diajarkan, sehingga waktu dapat lebih efesien dan menghindarkan siswa dari penarikan kesimpulan yang tergesa-gesa.
(29)
28
5. Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing
Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang baik, perlu adanya pemilihan metode, strategi pembelajaran, dan pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai.
Perangkat pembelajaran merupakan suatu persiapan yang disusun agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Perangkat pembelajaran meliputi: program tahunan, program semester, silabus, RPP, LKS, instrumen penilaian, dan kriteria ketuntasan minimal (Nazarudin, 2007: 113).
Penelitian ini membatasi pengembangan perangkat pembelajaran pada RPP dengan pendekatan penemuan terbimbing, LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing, dan tes hasil belajar.
a. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan Pendekatan Penemuan
Terbimbing
LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa sesuai dengan kompetensi pencapaian siswa (Andi Prastowo, 2011: 203-204).
Menurut Trianto (2010: 222), LKS adalah panduan siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun untuk pengembangan semua aspek pembelajaran. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan
(30)
29
siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar.
Beberapa fungsi LKS menurut Endang Widjajanti (2008: 1-2) adalah sebagai berikut.
1) LKS merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar. 2) LKS mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu.
3) LKS mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai siswa. 4) LKS mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas.
5) LKS membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar.
6) LKS membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi, sistematis, mudah dipahami oleh siswa sehingga mudah menarik perhatian siswa.
7) LKS menumbuhkan kepercayaan diri, meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu siswa.
8) LKS mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal, karena siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya. 9) LKS digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu seefektif mungkin. 10) LKS meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Endang Widjajanti (2008: 3-5) menyatakan bahwa LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat didaktik, konstruksi, dan teknis. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing syarat.
(31)
30 1) Syarat-Syarat Didaktik
Syarat didaktik berkenaan dengan asas-asas belajar-mengajar yang efektif yaitu:
a) LKS mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran, b) LKS memberi penekanan pada proses pembelajaran,
c) LKS memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa sesuai dengan ciri kurikulum,
d) LKS dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa, dan
e) pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi.
2) Syarat-Syarat Konstruksi
Syarat-syarat konstruksi berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan sesuai pengertian siswa yang meliputi:
a) LKS menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak; b) LKS menggunakan struktur kalimat yang jelas (hindari kalimat kompleks,
kata-kata tak jelas misalnya “mungkin atau “kira-kira”, kalimat negatif tunggal maupun ganda, gunakan kalimat positif dari pada kalimat negatif); c) LKS memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan
anak;
d) LKS memuat pertanyaan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas (hindari pertanyaan terbuka);
(32)
31
e) LKS tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa;
f) LKS menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambar;
g) LKS menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek; h) LKS menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata;
i) LKS dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang cepat; j) LKS memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi;
dan
k) LKS memuat kolom identitas untuk memudahkan administrasinya yang meliputi kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.
3) Syarat-Syarat Teknis
Beberapa syarat teknis yang menekankan pada penyajian LKS adalah sebagai berikut.
a) Tulisan menggunakan huruf cetak, variasi huruf tebal, miring, atau digaris bawahi, kalimat pendek tidak lebih dari 10 kata dalam satu baris, bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa, perbandingan besar huruf yang serasi dengan besar gambar.
b) Gambar yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS.
(33)
32
Beradasarkan penjelasan-penjelasan terkait LKS, dapat disimpulkan bahwa LKS merupakan bahan ajar yang memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan siswa dan memenuhi syarat didaktik, kontruksi, dan teknis. LKS yang baik juga harus memenuhi tiga aspek kualitas yaitu kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Penjelasannya akan dijabarkan sebagai berikut.
1) Aspek Kevalidan
LKS matematika dengan pendekatan penemuan terbimbing dikatakan valid jika validator yang terdiri dari dosen-dosen ahli dan guru matematika SMA menyatakan LKS layak digunakan dalam penelitian ditinjau dari syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknis.
2) Aspek Kepraktisan
LKS matematika dengan pendekatan penemuan terbimbing pada materi persamaan dan fungsi kuadrat dikatakan praktis jika hasil dari pengisian angket respon siswa berada pada kriteria minimal baik.
3) Aspek Keefektifan
LKS matematika dengan penemuan terbimbing pada materi persamaan dan fungsi kuadrat dikatakan efektif jika memberikan hasil yang sesuai dengan KKM yang ditunjukkan oleh hasil tes belajar siswa. LKS dengan pendekatan penemuan terbimbing (guided discovery) memuat materi tertentu yang dapat membimbing siswa melalui langkah-langkah yang sistematis agar siswa dapat menemukan konsep matematika. Selain itu, LKS berbasis pendekatan penemuan terbimbing dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. LKS ini mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki oleh siswa, membantu
(34)
33
siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya melalui kegiatan menemukan konsep matematika, dan mempermudah siswa untuk memahami makna pembelajaran matematika pada materi.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Seorang guru yang berdedikasi tinggi tidak akan bertugas apa adanya saja, melainkan ia membuat rancangan pembelajaran dengan matang dan melaksanakannya. Rancangan pembelajaran harus disusun dengan memperhatikan hal-hal berikut ini (Asep Jihad & Abdul Haris, 2008: 13).
a. Pembelajaran diselenggarakan berdasarkan pengalaman nyata dan lingkungan otentik.
b. Isi pembelajaran harus dirancang agar relevan dengan karakteristik siswa. c. Rancangan pembelajaran harus menyediakan media dan sumber belajar yang
dibutuhkan.
d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar sepanjang hayat (life long continuing education). Menurut Mansur Muslich (2007: 45), RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan dilaksanakan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Hamzah B. Uno (2007: 84) menyatakan bahwa RPP berisi bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang tersedia agar dapat berfungsi secara optimal. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 mengenai Standar Proses menyatakan bahwa RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran
(35)
34
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih yang dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa RPP adalah rancangan pembelajaran untuk satu pertemuan yang berisi bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran, bagaimana menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara sumber-sumber belajar yang tersedia yang dilaksanakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas dalam upaya mencapai KD.
Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 menyatakan bahwa tujuan penyusunan RPP secara lengkap dan sistematis adalah agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kerativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.
Lampiran Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 mengenai Standar Proses telah diatur komponen RPP sebagai berikut.
1) Identitas mata pelajaran terdiri dari nama satuan pendidikan, tema/subtema, kelas/semester, materi pokok.
2) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai.
(36)
35
3) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
4) Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi.
5) Materi pembelajaran memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi.
6) Metode pembelajaran digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan KD yang akan dicapai.
7) Media pembelajaran berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran.
8) Sumber belajar dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan.
9) Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup.
10) Penilaian hasil pembelajaran.
Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, prinsip-prinsip pengembangan RPP adalah sebagai berikut.
1) RPP disusun guru sebagai terjemahan ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran.
(37)
36
2) RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal siswa, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan siswa.
3) RPP mendorong partisipasi aktif siswa.
4) RPP disesuaikan dengan Tujuan Kurikulum 2013 untuk menghasilkan siswa sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada siswa untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, insiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar.
5) Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
6) RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remesi, Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap siswa dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan siswa.
7) RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,
(38)
37
keterpaduan lintas mata pelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya.
8) RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintregasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Menurut E. Mulyasa (2009: 222), cara pengembangan RPP mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) mengisi kolom indentitas;
2) menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan;
3) menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang akan digunakan;
4) merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta indikator yang telah ditentukan;
5) mengidentifikasi materi standar berdasarkan materi pokok; 6) menentukan metode pembelejaran yang akan digunakan;
7) merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir;
8) menentukan sumber belajar; dan
9) menyusun kriteria penilaian, contoh awal, dan teknik penskoran.
Menurut Depdiknas (2009), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPP adalah sebagai berikut.
(39)
38
1) RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.
2) Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
3) Tujuan pembelajaran dapat mencakupi sejumlah indikator, atau satu tujuan pembelajaran untuk beberapa indikator, yang penting tujuan pembelajaran harus mengacu pada pencapaian indikator.
4) Kegiatan pembelajaran (langkah-langkah pembelajaran) dibuat setiap pertemuan, bila dalam satu RPP terdapat tiga kali pertemuan, maka dalam RPP tersebut tedapat tiga langkah pembelajaran.
5) Bila terdapat lebih dari satu pertemuan untuk indikator yang sama, tidak perlu dbuatkan langkah kegiatan yang lengkap untuk setiap pertemuannya.
Menurut Wahyu Kurniawan dalam skripsinya (2013: 29) “Pengembangan Perangkat Pembelajaran pada Materi Kesebangunan untuk Siswa SMP Kelas !X dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing”, RPP dengan pendekatan penemuan terbimbing adalah RPP yang disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip penemuan terbimbing. Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dalam RPP harus sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran dengan penemuan terbimbing. RPP yang disusun berdasarkan penemuan terbimbing memuat hal-hal sebagai berikut dalam kegiatan intinya.
1) Guru merumuskan masalah dengan cara memberikan informasi tentang pembelajaran menggunakan LKS.
(40)
39
2) Siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data dengan cara memperhatikan masalah pada LKS.
3) Siswa menyusun konjektur dengan cara berdiskusi dengan teman kelompoknya.
4) Guru memeriksa konjektur siswa dengan adanya perwakilan siswa mempresentasikan hasil diskusi.
5) Siswa memberikan kesimpulan hasil diskusi. 6) Siswa mengerjakan soal latihan pada LKS.
Oleh karena itu, RPP dengan pendekatan penemuan terbimbing adalah RPP yang disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip penemuan terbimbing. Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dalam RPP harus sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing.
6. Model Pengembangan 4D
Model pengembangan 4D merupakan model pengembangan perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974). Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama, yaitu: (1) Pendefinisian (Define), (2) Perancangan (Design), (3) Pengembangan (Develop), dan (4) Penyebaran (Disseminate).
Trianto (2007: 65-68) menjelaskan secara garis besar keempat tahap pengembangan model 4D adalah sebagai berikut.
a. Tahap Pendefinisian (Define)
Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap pendefinisian sering
(41)
40
dinamakan analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Thiagrajan, dkk. (1974) menganalisis 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap pendefinisian sebagai berikut.
1) Analisis ujung depan (front end analysis)
Pada tahap ini, guru melakukan diagnosis awal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Dalam penelitian ini, analisis ujung depan dinamakan analisis kurikulum.
2) Analisis siswa (learner analysis)
Pada tahap ini, guru mempelajari karakteristik siswa, misal: kemampuan, motivasi belajar, latar belakang pengalaman, dsb. Pada penelitian ini, analisis siswa disebut analisis karakteristik siswa SMA.
3) Analisis tugas (task analysis)
Guru menganalisis tugas-tugas pokok yang harus dikuasai siswa agar siswa mencapai kompetensi minimal.
4) Analisis konsep (concept analysis)
Guru menganalisis konsep yang diajarkan, menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan secara rasional. Pada penelitian ini, analisis konsep disebut analisis materi.
5) Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional objectives)
Guru menulis tujuan pembelajaran dan perubahan perilaku yang diharapkan setelah belajar dengan kata kerja operasional.
(42)
41 b. Tahap Perencanaan (Design)
Tujuan tahap perencanaan adalah menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahap perencanaan terdiri dari empat langkah sebagai berikut. 1) Penyusunan tes acuan patokan
Penyusunan tes acuan patokan merupakan langkah awal yang menghubungkan antara tahap pendefinisian (define) dan tahap perancangan (design). Tes disusun berdasarkan hasil perumusan tujuan pembelajaran (KI dan KD dalam Kurikulum 2013). Tes ini merupakan suatu alat mengukur terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan belajar mengajar.
2) Pemilihan media yang sesuai tujuan
Pemilihan media bertujuan untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa.
3) Pemilihan format
Pemilihan format dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara lebih maju.
c. Tahap Pengembangan (Develop)
Tujuan tahap pengembangan adalah menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan ahli. Tahap pengembangan meliputi: 1) validasi perangkat oleh para ahli diikuti dengan revisi;
2) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan rencana pengajaran; dan 3) uji coba terbatas dengan beberapa siswa.
Hasil tahap 2) dan 3) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan jumlah siswa yang lebih banyak.
(43)
42 d. Tahap Penyebarluasan (Disseminate)
Tujuan tahap penyebaran merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas misalnya di kelas lain, di sekolah lain, atau oleh guru yang lain. Tujuan lainnya adalah menguji efektivitas penggunaan perangkat dalam ketuntasan belajar minimal (KBM).
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurrochmah Dani (2014) yang berjudul
“Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan
Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi
Transformasi Kelas VII SMP”. Penelitian ini diujicobakan di SMP Negeri 15 Yogyakarta kepada 36 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan perangkat pembelajaran dikategorikan sangat baik dengan presentase ketuntasan siswa dari hasil pretest 0% dan posttest 80,56% yang artinya perangkat pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Kevalidan RPP dikategorikan sangat baik dengan nilai rata-rata 4,46 dari nilai maksimal 5,00 dan LKS dikategorikan sangat baik dengan nilai rata-rata 4,38 dari nilai maksimal 5,00. Kepraktisan RPP dikategorikan sangat baik dengan perolehan nilai rata-rata 2,95 dari nilai maksimal 5,00.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Samuel Afriyando Tinambunan (2013)
yang berjudul “Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) pada Materi
Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel dengan Pendekatan
Penemuan Terbimbing untuk Siswa Kelas VII”. Hasil penelitian menunjukkan
(44)
43
ketuntasan sebesar 68,75% di SMP Negeri 1 Kalasan, 65,63% di SMP Negeri 1 Prambanan, dan 65,63% di SMP Negeri 3 Berbah dengan KKM 75 dari masing-masing sekolah. Hal tersebut dikategorikan dalam kriteria baik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lia Ariani (2008) yang berjudul
“Peningkatan Minat Belajar Matematika melalui Pelaksanaan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika di SMP Negeri 1 Pleret Kelas VIII
A”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan penemuan terbimbing
membawa dampak pada minat belajar siswa yang mengalami peningkatan sebesar 24,08%. Berdasarkan angket minat belajar matematika siswa, minat belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 5,78%. Nilai rata-rata kuis pada siklus I sebesar 53,97 mengalami peningkatan pada siklus II yaitu sebesar 61,40.
Berdasarkan hasil uraian di atas, perangkat pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, prestasi belajar, dan minat belajar siswa. Oleh karena itu, pengembangan perangkat pembelajaran matematika untuk kelas X semester 2 pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat menggunakan pendekatan penemuan terbimbing diharapkan dapat memberikan dampak pada peningkatan pada kemampuan, prestasi, dan minat siswa.
C. Kerangka Berfikir
Menurut Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kurikulum SMA-MA, Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir: (1) pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-siswa) menjadi pembelajaran interaktif (interaktif guru-siswa-masyarakat-lingkungan alam, sumber/media lainnya) dan
(45)
44
(2) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains).
Beradasarkan hal tersebut, guru sebagai fasilitator diharapkan menciptakan pembelajaran interaktif dan aktif-mencari. Upaya mewujudkan pembelajaran tersebut adalah membuat perangkat pembelajaran dan memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa SMA dan kompetensi yang ingin dicapai. Menurut Piaget, siswa SMA dikategorikan ke dalam tahap operasional formal yakni berfikir beradasarkan hipotesis, berfikir logis, dan memprediksi melalui pola.
Pada kenyataan di lapangan, guru matematika masih belum mampu dalam mengembangkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SMA. Kesulitan guru terdapat pada proses pembuatan yang memakan waktu dan pemilihan pendekatan yang sesuai. Guru lebih memilih metode ceramah dan pemberian soal-soal latihan dengan tujuan mengasah kemampuan siswa menghadapi berbagai masalah matematika. Ini berdampak pada pemahaman siswa bahwa pembelajaran matematika hanya kegiatan menghafal rumus dan menerapkannya pada berbagai macam soal. Pemahaman mengenai makna konsep tidak menjadi perhatian guru selama proses pembelajaran. Pembelajaran seperti ini berdampak besar bagi siswa-siswa yang mempunyai kemampuan lemah dalam menghafal rumus.
Salah satu materi matematika yang mengandung banyak rumus dan hafalan adalah Persamaan dan Fungsi Kuadrat. Di dalam pembelajaran materi ini, siswa
(46)
45
diharapkan dapat menentukan akar-akar persamaan kuadrat, jenis-jenis akar, menggambar grafik fungsi kuadrat (parabola), menentukan koordinat titik puncak dan titik potong, dan menentukan karakteristik grafik fungsi kuadrat. Materi Persamaan Kuadrat telah diajarkan sebelumnya, yaitu pada materi Aljabar SMP. Tetapi banyak siswa cenderung lupa mengenai konsep materi tersebut, ini disebabkan siswa hanya menghafal konsep-konsep pada materi tersebut tanpa memahaminya.
Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan perangkat pembelajaran berupa LKS dan RPP menggunakan pendekatan penemuan terbimbing pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat guna meningkatkan kemampuan, minat, dan prestasi belajar siswa.
Model pengembangan yang dipilih oleh penulis sebagai acuan pengembangan perangkat pembelajaran berupa LKS dan RPP adalah model pengembangan 4D. Tahapan dalam pengembangan dengan model 4D adalah pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), penyebarluasan (disseminate).
(47)
46
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan mengembangkan perangkat pembelajaran matematika berupa RPP dan LKS pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat untuk SMA kelas X dengan pendekatan penemuan terbimbing sesuai dengan Kurikulum 2013.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode research & development tipe 4D yang terdiri dari pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebarluasan (disseminate).
1. Pendefinisian (Define)
Pada proses pendefinisian dilakukan 4 kegiatan analisis yaitu analisis kurikulum, analisis karakteristik siswa SMA, analisis materi, dan analisis perumusan tujuan. Hasil dari pendefinisian ini adalah penentuan materi dalam pengembangan bahan ajar.
a. Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum dikaji berdasarkan Kurikulum 2013 dan wawancara kepada guru matematika SMA. Beberapa aspek yang dianalisis mencakup kompetensi inti dan kompetensi dasar dan alokasi penyampaian materi. Pada Kurikulum 2013, materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat termasuk dalam materi
(48)
47
yang diajarkan pada semester 2 (genap) di kelas X SMA matematika wajib sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, pengembangan perangkat pembelajaran pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat dapat diimplementasikan pada siswa kelas X SMA. Hasil analisis kurikulum berupa KD dan indikator. Selanjutnya, hsil tersebut sebagai pedoman penyusunan materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat pada perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
b. Analisis Karakteristik Siswa SMA
Analisis karakteristik siswa dilakukan dengan mengamati sikap siswa serta kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung, terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan ajar (buku paket dan LKS) yang sudah ada.
Siswa kelas X SMA usianya berkisar 16-17 tahun. Menurut Piaget, taraf berfikir anak usia tersebut tergolong pada tahapan perkembangan operasional formal. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan oleh penulis dalam menyusun materi pembelajaran. Materi pembelajaran disusun dari hal-hal yang konkret menuju ke hal-hal yang lebih abstrak, sehingga diharapkan dapat memudahkan siswa dalam proses pemahaman materi sekaligus memaknai pembelajaran matematika. Hasil analisis berupa informasi yang dijadikan acuan pembuatan LKS yang meliputi pemilihan warna dan desain pada setiap halaman LKS, penggunaan bahasa yang tepat sesuai perkembangan kognitif siswa SMA, dan penggunaan simbol-simbol.
(49)
48 c. Analisis Materi
Analisis materi merupakan langkah penting untuk memenuhi prinsip dalam membangun konsep atas materi-materi yang digunakan sebagai sarana pencapaian kompetensi inti dan kompetensi dasar. Analisis ini dilakukan sebelum pembuatan LKS dan pelaksanaan penelitian. Hal ini bertujuan agar materi yang disajikan dalam penelitian tidak terlewatkan dan dapat terlihat sistematis sehingga memudahkan siswa untuk menemukan makna konsep tersebut.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah analisis terhadap kompetensi inti dan kompetensi dasar diatur oleh Permendikbud No. 69 Tahun 2013 yang sesuai dengan pembelajaran Persamaan dan Fungsi Kuadrat. Analisis ini menghasilkan garis besar materi yang akan disajikan dalam LKS matematika dalam bentuk peta kebutuhan LKS pembelajaran Persamaan dan Fungsi Kuadrat. d. Analisis Perumusan Tujuan
Pada tahap ini, dilakukan perumusan tujuan pembelajaran/indikator pencapaian kompetensi pada materi Persamaan dan Fungsi Kuadrat oleh siswa setelah pembelajaran berlangsung. Hal ini berguna untuk merangkum hasil dari analisis materi untuk menentukan perilaku objek penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan merancang LKS yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam materi yang digunakan oleh penulis.
2. Perancangan (Design)
Setelah tahap pendefinisian selesai, selanjutnya dilakukan tahap perancangan perangkat pembelajaran matematika berupa penyusunan rancangan RPP, peta kebutuhan LKS, dan penulisan rancangan LKS. Hasil yang diperoleh pada tahap
(50)
49
perancangan adalah rancangan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pengembangan perangkat pembelajaran.
3. Pengembangan (Develop)
Tahap perkembangan, penulis mengembangkan perangkat pembelajaran yang draft-nya telah dibuat pada tahap sebelumnya yaitu tahap perancangan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa RPP dan LKS matematika dengan pendekatan penemuan terbimbing. Perangkat pembelajaran dikonsultasikan dengan dosen pembimbing untuk selanjutnya divalidasi oleh validator instrumen penilaian, ahli materi, ahli media, dan guru matematika. Perangkat pembelajaran yang telah melalui proses validasi dan revisi oleh validator akan diujicobakan ke SMA yang dituju. Hasil tahap pengembangan adalah media pembelajaran yang siap diujicobakan.
4. Penyebarluasan (Disseminate)
Tahap penyebaran merupakan suatu tahap akhir pengembangan produk. Tahap penyebaran (disseminate) dibagi menjadi tiga, yaitu: validation testing, packaging, diffusion and adaption. Pada tahap validation testing, produk yang telah direvisi pada tahap pengembangan selanjutnya diterapkan pada sasaran yang sesungguhnya. Selama proses penerapan, dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk diterapkan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah penyebarluasan produk.
(51)
50
Kegiatan terakhir pada tahap penyebaran adalah melakukan pengemasan (packaging), diffusion and adaption. Tahap ini bertujuan agar produk LKS dapat dimanfaatkan oleh orang lain.
Dalam hal ini, pengembangan produk LKS tidak sampai tahap penyebaran dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti. Skema pengembangan perangkat pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 1.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian pengembangan ini adalah 33 siswa kelas X SMA Negeri 1 Muntilan, 2 dosen ahli (ahli materi dan ahli media), dan 1 guru matematika SMA Negeri 1 Muntilan.
D. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada tahun ajaran 2014/2015 sekitar bulan Februari-Maret 2015 di SMA Negeri 1 Muntilan.
E. Jenis Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif, penjabarannya sebagai berikut.
1. Data Kualitatif
Data kualitatif berupa data yang diperoleh pada tahap define, design, dan develop yang meliputi hasil pengumpulan referensi, hasil rancangan perangkat pembelajaran, pembuatan instrumen penilaian, validasi instrumen penilaian, serta hasil penilaian dan masukan oleh ahli materi, ahli media, dan guru matematika SMA.
(52)
51
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif mengenai kualitas produk yang dikembangkan ditinjau dari aspek kevalidan, keefektifan, dan kepraktisan. Data ini diperoleh dari hasil penilaian ahli materi LKS dan ahli media LKS, penilaian ahli materi mengenai kualitas RPP, penilaian guru matematika mengenai LKS dan RPP, hasil angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan LKS penemuan terbimbing, serta tes hasil belajar siswa.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar penilaian RPP untuk ahli materi, lembar penilaian RPP untuk guru matematika SMA, lembar penilaian LKS untuk ahli materi, lembar penilaian LKS untuk ahli media, lembar penilaian LKS untuk guru matematika SMA, tes hasil belajar, dan angket respon siswa. Penyusunan instrumen dilakukan pada tahap perancangan (design). Lembar penilaian tersebut dijabarkan dalam beberapa butir pernyataan. Alternatif pilihan pada lembar penilaian ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pemeringkatan Likert pada Butir Lembar penilaian
Alternatif Pilihan Skor dalam Pemeringkatan Likert
Sangat Sesuai 5
Sesuai 4
Cukup Sesuai 3
Kurang Sesuai 2
Sangat Kurang Sesuai 1
Alternatif pilihan tersebut disajikan dengan pemeringkatan Likert dari 1 sampai 5. Penjelasan setiap instrumen adalah sebagai berikut.
(1)
62
Tabel 15. Pedoman Pengubahan Rata-Rata Skor Tiap Aspek pada Angket Respon Siswa Menjadi Data Kualitatif
Interval Rata-Rata Skor Klasifikasi
̅ Sangat Baik
̅ Baik
̅ Cukup
̅ Kurang
̅ Sangat Kurang
d. Analisis Kepraktisan Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis apabila skor rata-rata yang diperoleh dari angket respon siswa dikategorikan minimal baik. 3. Analisis Keefektifan
Data yang digunakan untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran adalah sata tes hasil belajar siswa setelah menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil pekerjaan siswa pada tes hasil belajar akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menghitung Ketuntasan Individual
Ketuntasan individul ditentukan dari tes hasil belajar siswa berdasarkan pedoman penilaian yang telah ditetapkan. Pedoman penilaian dapat dilihat pada Lampiran A10.
b. Mengkategorikan ketuntasan individual
Ketuntasan individual dikategorikan berdasarkan nilai KKM di SMA Negeri 1 Muntilan, yaitu 80. Siswa dinyatakan tuntas apabila nilai tes hasil belajarnya lebih dari sama dengan KKM.
c. Menghitung Presentase Ketuntasan Siswa
(2)
63
,
dengan
presentase ketuntasan siswa; banyak siswa yang tuntas; dan banyak siswa yang mengikuti tes. d. Menentukan Presentase Ketuntasan Siswa
Suatu kelas dikatakan telah tuntas belajar (ketuntasan klasikal) apabila di kelas tersebut terdapat minimal 85% siswa yang telah mencapai ketuntasan individual (Trianto, 2010: 241).
e. Analisis Keefektifan Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan efektif apabila presentase tes hasil belajar siswa setelah menggunakan perangkat pembelajaran memenuhi ketuntasan belajar secara klasikal.
(3)
64
Gambar 1. Skema Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kurikulum, Materi, Siswa, dan
Tujuan Pembelajaran
Rancangan RPP Peta kebutuhan LKS
Identifikasi : Kompetensi Dasar ;
Aspek Materi Pembelajaran ; Kegiatan Pembelajaran
Identifikasi : Indikator dan Penilaian
Buku-buku dan sumber-sumber lainnya
Layout Penulisan
Penyusunan RPP dan Draft LKS
Pengembangan LKS
Penilaian para ahli dan guru matematika
Revisi RPP dan LKS
Uji coba
Analisis hasil
Produk akhir perangkat pembelajaran
Define
Design
Develop
Tahap penyebarluasan ini tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan waktu penelitian.
(4)
109
DAFTAR PUSTAKA
Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Innovatif. Yogyakarta: DIVA Press.
Arends, Richard I. & Kilcher, Anna. (2010). Teaching For Student Learning: Becoming an Accomplished Teacher. New York: Routledge.
Asep Jihad & Abdul Haris. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Multi Press. C. Asri Budiningsih. (2011). Karakteristik Siswa sebagai Pijakan dalam
Penelitian dan Metode Pembelajaran. Jurnal Cakrawala Pendidikan,
Februari 2011, Th. XXX, No. 1. Diakses dari
http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/C.%20Asri%20Budiningsih,%20 Dr.%20/cakrawala%20pendidikan%20(KARAKTERISTIK%20SISWA%20S EBAGAI%20PIJAKAN%20DALAM%20PENELITIAN%20PEMBELAJAR AN).pdf pada tanggal 05 April 2015.
Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2009). Pengembangan RPP: Diklat/Bimtek KTSP 2009. Jakarta: Depdiknas.
E. Mulyasa. (2007). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
E. Mulyasa. (2009). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Endang Widjajanti. (2008). Kualitas Lembar Kerja Siswa. Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat dengan Judul Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran Kimia Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan bagi Guru
SMK/MAK: FMIPA UNY. Diakses dari
http://staff.uny.ac.id/system/files/pengabdian/endang-widjajanti-lfx-ms-dr/kualitas-lks.pdf pada tanggal 15 Mei 2014.
Erman Suherman, dkk. (2003). Common Textbook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FMIPA UPI.
Hamzah B. Uno. (2007). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Kemendikbud. (2013). Pemendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
(5)
110
Kemendikbud. (2013). Permendikbud Nomor 69 Tahun 2013 tentang KD dan Struktur Kurikulum SMA/MA. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemendikbud. (2013). Pemendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Lee, Peng Yee & Lee, Ngan Hoe. (2009). Teaching Secondary School Mathematics (A Resource Book) Second Edition. Singapore: McGraw-Hill Education (Asia).
Lia Ariani. (2008). Peningkatan Minat Belajar Matematika melalui Pelaksanaan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika di SMP Negeri 1 Pleret Kelas VIII A. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Mansur Muslich. (2007). KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Markaban. (2006). Model pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional P4TK.
Markaban. (2008). Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK (Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/ MGMP Matematika). Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional P4TK.
Monks, F.J., dkk. (2006). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nazarudin. (2007). Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik, dan Metodologi Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Teras. Oemar Hamalik. (2001). Perencanaan Pengajaran Beradasaran Pendekatan
Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Samuel Afriyando Tinambunan. (2013). Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) pada Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing untuk Siswa Kelas VII. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Siti Nurrochmah Dani. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Transformasi Kelas VII SMP. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Sumarna Supratna. (2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.
(6)
111
Sutrisno. (2012). Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan
Matematika Vol. 1, No.4. Diakses dari
http://fkip.unila.ac.id/ojs/data/journals/11/JPMUVol1No4/016Sutrisno.pdf
pada tanggal 15 Mei 2014.
S. Eko Putro Widyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wahyu Kurniawan. (2013). Pengembangan Perangkat Pembelajaran pada Materi Kesebangunan untuk Siswa SMP Kelas X dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.