Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB IV

(1)

61 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Singkat Gereja Masehi Injili di Timor

4.1.1 Gambaran Pelayanan GMIT

GMIT adalah sebuah organisasi gereja dengan bentuk organisasi yang terdiri dari Sinode, Klasis dan Jemaat sebagai satu kesatuan yang utuh. Sistem Presbiterial-Sinodal adalah system pelayanan yang dianut oleh GMIT. Dalam menjalankan misi pelayanannya, GMIT mengacu pada prinsip Presbiterial Sinodal yang menjunjung tinggi unsur kemajelisan, kebersamaan, kesetaraan dalam permusyawaratan. Rumusan ini menunjukan sustu sistem kepemimpinan yang bersifat kolektif baik pada aras jemaat, klasis maupun sinode (Tata GMIT, 2010).

Prinsip Presbiterial Sinodal, adalah persidangan. Lewat persidangan, pejabat-pejabat gereja duduk bersama dalam sebuah kemajelisan yang mencari dan merumuskan kehendak Allah. Sebagai bentuk pemerintahan gerejawi yang berbasis


(2)

62

pada persekutuan, prinsip presbiterial sinodal tidak mengenal hirarki dalam relasi antara sinode, klasis dan jemaat. Masing-masing aras gereja bertanggung-jawab dan berwewenang atas pelayanan dalam lingkup pelayanannya (Tata Gereja GMIT, 2010).

Adapun Pelayanan GMIT kepada umat mencakup 5 bidang pelayanan, yaitu:

1). Koinonia: Dimana GMIT harus menjadi teladan dalam mengembangkan persekutuan yang bersifat terbuka dan menjunjung tinggi kesetaraan, semua umat manusia, termasuk seluruh ciptaan.

2). Marturia: GMIT terpanggil untuk menjalankan tugas, memberitakan dan menjadi saksi dari berita kabar baik yang disampaikan. Tugas kesaksian gereja, harus dinyatakan baik dalam kehidupan bergereja, maupun dalam kesaksian ditengah-tengah masyarakat.

3). Diakonia: Bentuk solidaritas yang nyata bagi kaum yang lemah, miskin dan terpinggirkan. Lewat pelayanan diakonia


(3)

63

GMIT terpanggil untuk melawan segala bentuk ketidakadilan terhadap umat manusia.

4). Liturgia: bidang pelayanan yang menolong umat mendapatkan pengalaman bersama Allah dan mengekspresikan hubungan dengan Allah lewat ibadah.

5). Oikonomia: bidang pelayanan yang mencakup jawab penataan internal GMIT maupun mencakup tanggung-jawab penataan masyarakat dan alam ciptaan Allah (Tata GMIT, 2010).

Pada aras klasis, majelis klasis dipilih untuk mengkoordinir pelayanan di tingkat klasis. Majelis dipilih dari presbiter-presbiter yang ada dalam wilayah tersebut dalam persidangan klasis. Tugas majelis klasis adalah menyelenggarakan persidangan klasis, melaksanakan pelayanan di lingkup klasis, mendampingi majelis jemaat dalam penyelesaian masalah di lingkup jemaat, serta memelihara dan mengembangkan hubungan kemitraan dengan pihak lain. Dalam Tata GMIT 2010 Majelis Klasis


(4)

64

bertanggung-jawab kepada jemaat-jemaat dalam persidangan klasis.

Prinsip kelembagaan GMIT memberikan gambaran bahwa GMIT secara organisasi mengakui adanya kepemimpinan kolektif atau yang disebut dengan kemajelisan. Keputusan-keputusan yang diambil baik di aras jemaat, klasis maupun sinode adalah keputusan bersama.

4.1.2 Pendeta Menurut GMIT

Jumlah pendeta GMIT yang pada saat ini telah mencapai 1.162 orang dan jumlah jemaat mencapai 2.504 jemaat, dengan luas wilayah yang mencakup 44 Klasis (Lap. MS-GMIT,2011).

Dalam diri Pendeta terdapat dua jabatan, yaitu jabatan pelayanan dan jabatan keorganisasian. Sebagai pelayan seorang pendeta melaksanakan tugas-tugas sebagai pelayan firman Allah, melaksanakan pelayanan sakramen, perkunjungan jemaat. Dalam jabatan keorganisasian, seorang pendeta wajib diankat sebagai ketua majelis jemaat, yang


(5)

65

bertanggung-jawab melaksanakan tugas-tugas organisasi sebagai pemimpin dalam jemaat (MS- GMIT, 2012).

Peraturan Pokok GMIT tentang Jabatan dan Kekaryawanan, menjelaskan bahwa kedudukan setiap jabatan pelayan (pendeta, penatua, diaken, pengajar) adalah setara dan saling menunjang atau menopang. Hubungan antara jabatan dikoordinasikan oleh mejelis tiap-tiap aras. Hubungan antar jabatan dikoordinasikan oleh mejelis di tiap-tiap aras. Hubungan antara jabatan keorganisasian di tiap-tiap aras adalah bersifat penugasan dan konsultasi. GMIT menjunjung tinggi pola kepemimpinan yang bersifat kebersamaan, kesetaraan dalam kemajelisan.

Berikut akan dipaparkan hak dan kewajiban pendeta sebagai karuawan GMIT menurut Peraturan Pokok GMIT tentang jabatan dan kekaryawanan Bab XIV, pasal 67 ayat 2 adalah: setiap karyawan memiliki hak dan kewajiban antara lain:

1. Gaji atau imbalan yang adil dan layak sesuai dengan jenjang pendidikan, beban pekerjaan, besarnya tanggung-jawab, dan kinerja pelayanan;


(6)

66

2. Penghargaan terhadap produktifitas dan prestasi kerja;

3. Cuti

4. Biaya perawatan ketika sakit atau tertimpa kecelakaan; hak yang sama juga untuk anggota keluarga inti yang menjadi tanggungan karyawan yang bersangkutan;

5. Tunjangan karena cacat jasmani atau rohani yang dialami ketika sedang melaksanakan tugas sehingga tidak dapat lagi bekerja secara tetap;

6. Uang duka bagi keluarganya apabila yang bersangkutan meninggal dunia ketika sedang melaksanakan tugas;

7. Kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan dan latihan yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya;

8. Fasilitas kerja yang menopang efektifitas dan produktifitas kerja;

9. Pensiun


(7)

67 1. Menjunjung tinggi pengakuan iman;

2. Menaati Tata Gereja;

3. Menjaga persekutuan dan keutuhan gereja;

4. Menyimpan rahasia pelayanan

5. Menjalankan tugas di mana dan kapan saja berdasarkan pengaturan lembaga atau pejabat gereja yang berwenang karena tuntutan pelayanan gereja;

6. Setiap karyawan mempertanggung-jawabkan pelayannyaa kepada Tuhan melalui Majelis Jemaat, Majelis Klasis dan Sinode sesuai dengan lingkup pelayanannya.

Seperti telah dipaparkan diatas maka, seorang pendeta memiliki tanggung-jawab yang besar dalam pelayanan. Oleh karena itu dibutuhkan orang yang benar-benar memiliki karakteristik individu yang kuat dalam melaksanakan tugsa pelayanannya di gereja.


(8)

68 4.2 Gambaran Umum Responden

Penelitian mengenai harapan jemaat desa dan kota terhadap pelayanan pendeta yang dilakukan di jemaat di Gereja Masehi Injili di Timur, khususnya pada Klasis Alor Tengah Utara. wilayah pelayanan Klasis Alor Tengah Utara adalah wilayah yang sangat luas dengan medan pelayanan yang terletak dikota dan didesa, adapun wilayah pelayanan ada di kota mudah dijangkau sedangkan di desa medan pelayanannya berbukit-bukit dan tidak rata ditambah lagi dengan kurangnya sarana transportasi yang ada sehingga cukup menyulitkan untuk dijangkau. Sebagian besar wilayah pelayanan tersebar di 3 kecamatan dan hanya sedikit yang masuk dalam wilayah kecamatan Alor selatan yakni sebagian kecil wilayah pelayanan Mahuting Selatan. Klasis ALTAR memiliki 9 Jemaat Mandiri dan 8 Jemaat bermata Jemaat, dengan pembagian sebagai berikut:

Jemaat Mandiri Adalah: Jemaat Diaspora Padakikka, Jemaat Kamengtakali, Jemaat Mebung, Jemaat Fanating, Jemaat Imanuel Mola, Jemaat Imanuel Ruilak, Jemaat Paulus


(9)

69

Baumi, Jemaat Padangtia Batunirwala dan Jemaat Maranatha Waimi.

Jemaat bermata Jemaat antara lain: Jemaat Mahuting Barat, Jemaat Mahuting Selatan, Jemaat Lembur Tengah, Jemaat Lembur Selatan, Jemaat Lembur Timur, Jemaat Likwatang, Jemaat Lulangkang, Jemaat Gerbang Indah.

Sehingga penelitian ini dilatarbelakangi oleh harapan jemaat terhadap karakteristik pendeta dalam hal ini mengenai komitmen, gaya kepemimpinan, dan kemampuan komunikasi dalam menjalankan pelayanannya baik di kota maupun di desa.

4.3 Perbedaan Karakter Masyarakat Kota dan Desa.

Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community).

Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun


(10)

70

kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula.

Perbedaan cirri antara kedua system tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:

Msayarakat Pedesaan:

1. Perilaku homogeny

2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebesamaan

3. Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status

4. Isolasi social sehingga statik


(11)

71

6. Banyak ritual dan nilai-nilai sakral

7. Kolektivisme

Msayarakat Kota:

1. Perilaku heterogen

2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan

3. Perilaku yang beorientasi pada rasionalitas dan fungsi

4. Mobilitas social, sehingga dinamik

5. Kebaura dan diversifikasi cultural

6. Birokrasi fungsional dan nilai-nilai secular

7. individualisme

Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah


(12)

72

pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi.

4.4 HASIL PENELITIAN

a. Hasil Penelitian Harapan Jemaat Kota Terhadap Kualitas Karakter dalam Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Pendeta

Kualitas itu berkaitan erat dengan pencapaian standar yang diharapakan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan harapan-harapan jemaat terhadap kualitas pendeta, hal ini muncul karena kualitas karakter kepmimpinan dan komitmen


(13)

73

pendeta yang tidak lagi mencapai standar pelayanan yang diharapkan jemaat.

Hasil penelitian di jemaat kota, mereka mengharapkan kualitas karakter pendeta dalam kepemimpinan adalah sebagai berikut:

"Kami menganggap pendeta sebagai hamba Tuhan yang sudah diberkati dan akan memimpin kami menuju jalan keselamatan. Namun, kami mengharapkan pemimpin yang tidak hanya melayani kebutuhan rohani kami saja, tetapi juga peka terhadap kehidupan jemaat dan mampu mengatasi pergumulan yang dihadapi oleh jemaat” (Resp. A).

“Kami ingin pendeta yang mampu memimpin jemaat, pendeta yang tahu tentang aturan gereja. Kami berharap pendeta mau menjadi pemimpin yang mau melihat atau mendengar keluhan jemaat serta bersama jemaat atasi keluhan yang kami hadapi seperti dalam pengembangan ekonomi jemaat, dalam kelestarian lingkungan hidup, dalam mengatasi pergaulan muda-mudi yang semakin bebas dan negatif” (Resp. B).

Jemaat menganggap pendeta sebagai orang yang telah diberkati Tuhan, sebagai pemimpin gereja, pendeta tidak


(14)

74

semata-mata hanya menjalankan system pelayanan tetapi mampu memberdayakan SDM yang ada. Jemaat berharap agar gereja khususnya pendeta mampu menyeimbangkan pelayanan dan upaya mengelolah SDA untuk kesejahteraan ekonomi. Jadi, tidak hanya iman dan kesalamatn jemaat yang menjadi visi utama gereja tetapi kesejahteraan kehidupan ekonomi jemaat juga perlu menjadi perhatian penting gereja.

Adapun kehidupan pemuda dan pemudi gereja dengan berkembangnya jemaat membuat pergaulan pemuda jemaat semakin menuju kearah yang negative. Sehingga, jemaat membutuhkan pendeta yang mampu mengayomi dan menuntun pemuda gereja agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang semakin jahat.

Pendeta yang mengertai dan tahu tentang peratura-peraturan gereja namun, dalam kenyataan pelayanan, sebagian pendeta mengabaikan peraturan tersebut dan melakukan sesuai kemauannya.

Jemaat berharap agar, pendeta dalam menjalankan tugasnya jangan hanya berorientasi terhadap uang, tetapi


(15)

75

harus mengutamakan jemaat sebagai tanggung-jawab pelayanan bukan sebagai beban” (Resp. C).

Gaji sebagai salah satu hak yang wajjib diterima oleh pendeta atas tugas pelayanan yang telah dilaksanakan namun, bagi jemaat pendeta jangan hanya menuntut gajinya saja tetapi pelayanan tidak dilaksanakan secara total.

Dalam memimpin jemaat juga mengharapkan pendeta yang mampu memimpin dengan baik dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

"Dalam berkhotbah, pendeta janganlah menceritakan kembali isi dalam , isi khotbah pun harus menarik sehingga jemaat tidak mengantuk. Kemampuan berkomunikasi dalam memimpin rapat di jemaat, pendeta sebagai pemimpin rapat harus bisa dan mampu menyampaikan apa yang menurut pendeta harus disampaikan dan sebaliknya mampu mendengarkan dan menyalurkan aspirasi, ide-ide dan saran jemaat. Pendeta harus pintar dalam berbicara dan mampu menanggapi perkembangan iptek yang semakin berkembang pesat, khususnya pendeta harus


(16)

76

lebih meluangkan waktu untuk membina anak sekolah minggu, dan juga pemuda, pendeta harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan mereka. Pendeta tidak hanya menasehati dan berkhotbah untuk jemaat, tetapi pendeta juga harus mendengarkan apa yang menjadi harapan jemaat. Pendeta harus bisa mengkomunikasikan firman Allah

dengan baik kepada jemaat, bukan

mengkomunikasikan hal-hal negatif yang dapat menimbulkan konflik dan perpecahan dalam jemaat" (Resp. D).

Hasil penelitian di jemaat kota, jemaat mengharapkan kualitas karakter pendeta dalam komitmen adalah sebagai berikut:

jemaat ingin supaya pendeta itu selalu ada dalam jemaat dan selalu jemaat dalam segala kondisi sesuai dengan tugas dan panggilan. Jemaat berharap pendeta menjalankan komitmen yaitu „satu kata, satu perbuatan' artinya bahwa pendeta harus berani katakan salah itu salah dan katakan benar jika itu benar"! (Resp. E).


(17)

77

Hal ini menunjukan bahwa, pendeta bertanggung-jawab kepada jemaat. Oleh karena itu, dalam kondisi atau situasi apapun pendeta harus siap melayani jemaat, dan harus lebih mengutamakan kepentingan jemaat.

“Ada juga harapan lain dari jemaat terhadap komitmen pendeta adalah, komitmen dalam mengimplementasikan firman yang dikhotbahkan, bersedia melayani jemaat tanpa harus melihat status sosial, berkomitmen untuk menjalankan aturan dan tata GMIT dengan baik dan benar” (Resp. F).

Hal ini membuktikan bahwa, keteladan seorang pendeta dalam menjalankan firman merupakan hal yang penting. Karena, berkhotbah atau menyusun sebuah khotbah merupakan hal yang tidak terlalu sulit, tetapi yang diharapkan jemaat adalah tindakan nyata pendeta dalam menjalankan firman yang dikhotbahkan adalah hal yang penting.

Dari hasil penelitian dikota, sebanyak 70% jemaat merasa bahwa kualitas pelayanan pendeta sangat perlu


(18)

78

ditingkatkan dan 30% jemaat yang beranggapan bahwa kualitas pelayanan pendeta sudah baik, karena pendeta adalah hamba Tuhan sehingga apa yang mereka kerjakan tidak perlu diragukan lagi.

b. Hasil Penelitian di Jemaat Desa Tentang Harapan Jemaat Terhadap Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Pendeta

Dalam gereja, pendeta yang menjadi seorang pemimpin gereja memiliki pengaruh yang kuat yang dijalankan dalam situasi tertentu serta diarahkan melalui proses komunikasi yaitu lewat khotbah dan lain sebagainya kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Namun, dalam kenyataannya pendeta menggunakan pengaruh tersebut tidak semata-mata untuk peyanan, tetapi terkadang pendeta menggunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi atau kelompok yang mendukung pendeta.

Berdasarkan hasil penelitian di jemaat desa, jemaat mengharapkan kualitas karakter pendeta dalam kepemimpinan adalah sebagai berikut:


(19)

79

"Pelayanan mereka sebagai seorang pendeta belum memiliki sifat pemimpin yang sesungguhnya. Pendeta masih menjadi pemimpin yang hanya mementingkan pribadi sendiri dari pada kepentingan pelayanan” (Resp. A).

“Pendeta sebagai pemimpin gereja, harus bisa bekerjasama dengan anggota majelis dan memiliki sifat sebagai seorang pemimpin dan mampu memelihara dan mendengarkan jemaatnya dalam menggambil keputusan atau menyelasaikan masalah, jangan hanya mau melakukan sesuatu sesuka hati tanpa ada pertimbangan” (Resp. B).

“Pemimpin yang hadir tepat waktu dalam kegiatan-kegiatan gereja, bukan jemaat yang datang lebih dahulu dan menunggu pendeta" (Resp. C).

Peran dan kualitas karakter pendeta di desa sangat dibutuhkan. Jemaat didesa mebuthkan pendeta yang mau mendengarkan pergumulan jemaat dan mampu mengambil tindakan.

Hasil penelitian berikutnya adalah jemaat berharap agar pendeta:


(20)

80

"Dalam berkhotbah, jangan terlalu menggunakan istilah dan bahasa yang sulit dipahami dan dimengerti oleh jemaat. Jemaat berharap pendeta dalam khotbahnya jangan berbelit-belit, langsung katakan apa yang harus kami lakukan dan apa yang tidak boleh kami lakukan yang akan menimbulkan dosa dan sesat. Terkadang khotbah pendeta terlalu panjang lebar dan membuat jemaat tunggu. Bila perlu dalam berkhotbah kalau bisa pendeta menggunakan alat peraga atau gambar yang menarik, karena sebagian jemaat latar belakang pendidikannya adalah tidak tamat SD dan bahkan ada yang tidak sekolah, tidak bisa membaca dan menulis" (Resp. C).

Berdasarkan hasil penelitian di jemaat desa, jemaat mengharapkan kualitas karakter pendeta dalam komitmen pelayanan adalah sebagai berikut:

“Kami jemaat desa, mengharapkan pendeta bersedia tinggal bersama dengan jemaat di rumah pelayan. Pada tahun sebelumnya ada pendeta yang tidak mau menetap dijemaat karena wilayah yang sulit dijangkau serta kurangnya fasilitas di desa. Namun saat ini, pendeta yang baru di thabis dan ditempatkan di desa mau dan bersedia tinggal bersama jemaat. Jemaat berharap agar, komitmen


(21)

81

pendeta untuk siap melayani dimana saja itu tetap di pegang teguh agar jemaat tidak kecewa” (Resp. D).

Dari hasil penelitian, 55 % jemaat merasa bahwa kualitas pelayanan pendeta sudah baik. 45% mengatakan bahwa, kepemimpinan dan komitmen perlu ditngkatkan oleh pendeta.

4.5. PEMBAHASAN

4.5.1 Harapan Jemaat Kota Terhadap Kualitas Pendeta dalam Gaya Kepemimpinan dan Komitmen.

Ketika seorang pendeta yang adalah pemimpin dalam jemaat menjadi teladan yang baik bagi jemaatnya dan membangun kerjasama yang yang baik dengan rekan sekerjanya maka secara langsung karakter serta kualitas pendeta akan dinilai baik oleh jemaat. Namun, jika hal demikian tidak mampu dilakukan oleh pendeta maka jemaat akan menilai kualitas pendeta dalam melayani mengalami penurunan. Berdasarkan data MS-GMIT (24-27 September

2012), kualitas kinerja para karyawan gereja (pendeta)


(22)

82

bahwa sekitar 90% dan masalah yang diselesaikan

berhubungan dengan kinerja pendeta.

Melihat dari data di atas dan berdasarkan hasil penelitian pertama maka, penulis melihat bahwa menurunnya kualitas karakter pendeta sehingga menimbulkan harapan-harapan positif dari jemaat terhadap pendetanya, agar mampu merubah kualitas karakter yang lebih baik lagi untuk mencapai tujuan pelayanan seperti yang dikemukakan (Snyder & Anderson, 2000).

Seperti yang telah di bahas di bab pertama bahwa, tinggi rendahnya kualitas seorang pemimpin dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan dan komitmen pemimpin dalam menjalankan

sebuah organisasi. Oleh karena itu, menurunnya kualitas

pendeta salah satunya disebabkan oleh faktor eksternal yaitu dalam diri pendeta sendiri yaitu, gaya kepemimpinan yang digunakan dan komitmen awal yang menjadi landasan pendeta dalam mengemban tugas pelayanan.

Menjawab hasil penelitian kedua adalah jemaat mengharapkan pemimpin gereja yang tidak hanya melayani


(23)

83

kebutuhan rohani jemaat saja, tetapi juga peka terhadap kehidupan jemaat dan mampu mengatasi pergumulan yang dihadapi oleh jemaat. Berdasarkan penelitian ini maka terkait dengan pernyataan Maxwell (1997) bahwa, pemimpin adalah orang diharapkan dapat mengatasi tantangan dengan cara antara lain menciptakan iklim yang kondusif bagi yang dipimpinnya. Seperti Oakley dan Krug, maka pendeta sebagai pemimpin gereja dalam memimpin organisasi gereja, harus bisa melihat bahwa tujuan pelayanan bukan semata-mata bertujuan untuk meningkatkan level iman dan keselamatan jemaat saja. Tetapi, pendeta juga harus mampu mengelolah SDM yang ada dijemaat agar kehidupan perekonomian jemaat bisa berkembang. Karena secara logika, jemaat kenyang dengan kebutuhan rohani, tetapi perut dalam hal ini kebutuhan jasmani lapar maka kualitas kepemimpinan pendeta dalam pelayanan belum terlaksana secara menyeluruh seperti seperti salah satu bidang pelayanan yang ada di GMIT yaitu, Diakonia: Bentuk solidaritas yang nyata bagi kaum yang lemah, miskin dan terpinggirkan. Lewat


(24)

84

pelayanan diakonia GMIT terpanggil untuk melawan segala bentuk ketidakadilan terhadap umat manusia.

Menjawab hasil penelitian ketiga tentang harapan jemaat terhadap pendeta yang dalam pelayanannya tidak hanya menuntut gaji untuk kebutuhan utama tetapi totalitas pelayanan harus total. Dalam hal ini, maka pendeta perlu berkaca dan harus mampu menggunakan gaya kepemimpinan yang melayani. Karena dalam servant leadership dimana melayani bukan semata-mata hanya untuk mendapat hasil, tetapi perilaku untuk melayani adalah hasilnya (Senjaya 1997). Dari sini penulis melihat bahwa, jika pendeta melihat jemaat sebagai suatu tanggung jawab dan uang atau gaji bukan menjadi faktor utama dan kualitas karakter pendeta dalam gaya kepemimpinan dan komitmen mampu mempengaruhi semua pelayanan kategori dan semuanya aktif, maka setidaknya perselisihan atau permasalahan yang sering terjadi dalam jemaat tentang gaji dan tunjangan pendeta bukan suatu masalah fatal dalam gereja.


(25)

85

Kemudian dalam menjawab hasil penelitian keempat, bahwa pendeta harus mampu dan terampil dalam berkhotbah dan mampu menjalankan firman yang disampaikan mampu berkomunikasi dan mendengarkan jemaat sehingga ada komunikasi timbal balik antara pendeta dan jemaat. Dari hasil penelitian ini maka, hal ini yang menurut Klann (2007) sebagai salah satu dari 5 atribut yang sangat berpengaruh terhadap seorang pemimpin yaitu komunikasi. Pendeta melakukan komunikasi atau menyampaikan pesan kepada jemaat adalah lewat khotbah, ibadah rumah tangga, rapat jemaat dan lain sebagainya. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Karena berkomunikasi merupakan transmisi makna antara pengirim dan penerima pesan sehingga pendeta membutuhkan kemampuan untuk menyampaikan pesan kepada jemat dan juga harus ada respon balik dari jemaat terhadap pesan yang disampaikan pendeta sehingga terjadi komunikasi yang aktif antara dua arah yaitu pendeta dan jemaat dan sebaliknya. Atribut komunikasi ini perlu diingat juga bahwa, mendengarkan juga tidak kalah penting dalam


(26)

86

komunikasi. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan pendeta dalam komunikasi, yaitu mengkomunikasikan informasi, mendengarkan, dan berkomunikasi dengan tindakan dan sikap. Artinya bahwa, pendeta harus mampu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan kepada jemaat, kemudian pendeta harus mampu mendengarkan respon balik dari jemaat (pergumulan jemaat atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh jemaat), dan setelah itu jemaat membutuhkan tindakan nyata dari pendeta terhadap pergumulan yang mereka hadapi.

Melihat dari harapan jemaat terhadap kemampuan komunikasi pendeta maka, penulis setuju dengan pendapatnya Robby (1996), bahwa pendeta dalam menjalankan tugas pelayanannya mampu dan harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan komunikatif. Dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa, pendeta sudah mampu mengkomunikasikan firman lewat khotbah dengan baik namun, pola lama yang digunakan pendeta dalam khotbah yang sangat lama dan bertela-tela perlu dirubah. Pendeta harus mampu mengemas khotbah dengan baik, pada


(27)

87

dan bisa dimengerti dan mampu menyampaikan sekreatif mungkin agar jemaat tidak bosan dalam mendengarkan khotbah tersebut.

Karakter yang dimiliki masyarakat kota bermacam-macam dari lapisan/tingkatana hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain, maka dibutuhkan pendeta yang smart, yang mampu memimpin dan memiliki kemampuan mengelolah keberagaman karakter masyarakat (jemaat) sehingga tidak menimbulkan konflik, ketidakadilan dan bahkan perpecahan. Hal ini terkait dengan lima atribut yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan pendeta yaitu, keberanian. Jemaat kota dengan latarbelakang pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya yang berbeda-beda sehingga terkadang pendeta mendapatkan kritikan yang cukup keras sehingga dibutuhkan pemimpin yang berani mengambil resiko dikritik.

Melihat karakter jemaat kota yang beragam maka menurut penulis pendeta harus memiliki gaya kepemimpinan yang demokratis yang mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Tidak hanya gaya kepemimpinan


(28)

88

demokratis saja yang dibutuhkan pendeta untuk melayani di kota, tetapi gaya kepemimpinan melayani juga adalah hal utama yang sangat perlu dimiliki oleh pendeta. Sehingga penulis setuju dengan pendapat (Nuryati, 2004) dibutuhkan pendeta yang memiliki kepemimpinan pelayan adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani. Dengan ketulusan dalam memimpin maka segala perbedaan itu akan memperkaya warna dalam dunia pelayanan.

Pembahasan selanjutnya yaitu harapan jemaat kota terhadap kualitas pelayanan pendeta yaitu salah satu karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini adalah komitmen. Dalam hal komitmen bagi pendeta yang ditempatkan di gereja kota maka hal ini tidak menjadi masalah, karena semua pendeta yang ditempatkan di kota diberikan rumah pelayan yang layak, kenderaa, sarana dan prasarana yang memadai, sehingga dalam hal komitmen atau kesediaan pendeta menetap di jemaat tidak menjadi kendala dalam gereja.


(29)

89

Dalam jemaat kota tidak hanya terdapat jemaat yang tingkat ekonomi, pendidikan dan sosialnya yang tinggi. Di jemaat kota juga terdapat jemaat yang sosial dan ekonominya rendah. Sehingga dibutuhkan pendeta yang memiliki karakter atau sikap peduli seperti yang ditekankan Klann (2007) dari salah satu atribut yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu, kepedulian. Peduli terhadap kaum minoritas dalam gereja, peduli terhadap kaum yang tersisihkan karena perbedaan status dan tingkatan ekonomi. Memiliki komitmen untuk bersikap adil dan membela keadilan dan mampu menyelesaikan masalah dalam jemaat tanpa memihak dalam suatu golongan tertentu.

Dari hasil penelitian diatas menurut penulis, dilihat dari pengertian dan tujuan komitmen dalam pelayanan maka semua pendeta GMIT dalam mengawali tugas pelayanan otomatis memiliki komitmen yang tinggi karena merupakan syarat utama. Namun dalam kenyataannya banyak kendala yang ditemui sehingga membuat komitmen ini pudar. Kendala yang dialami di wilayah pelayanan adalah:


(30)

90

a. Jumlah jemaat yang banyak, sedangkan pendeta yang melayani hanya satu pendeta, sehingga untuk berkomitmen agar selalu ada dengan jemaat dalam situasi dan kondisi apapun sulit dijalankan.

b. Permasalahan dalam jemaat yang begitu kompleks.

c. kegiatan-kegiatan gereja yang beragam seperti (Ibadah Rumah Tangga/Pemuda/PAR/Kaum Bapak/Kaum Ibu, acara syukuran, pembinaan katekisasi, dan lain sebagainya), sehingga pendeta sulit membagi diri dan waktunya untuk ikut dalam kegiatan-kegiatan tersebut.

d. Selain itu dari pribadi pendeta sendiri, apakah lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri atau pelayanan. Oleh karena itu, gereja membutuhkan figur seorang pemimpin dalam hal ini pendeta untuk membimbing warga jemaat dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Jika seorang pendeta memiliki kualitas karakter yang baik selaku seorang hamba Tuhan dan mampu mencerminkan kinerja, menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsinya pelayanan, dan mampu membagi waktu dan diri di setiap kegiatan gereja, maka sangat mungkin


(31)

91

organisasi atau lembaga gereja yang dipimpinnya dapat mencapai sasarannya. kualitas karakter pendeta dalam hal ini gaya kepemimpinan dan komitmen dalam pelayanan yang baik mengarah pada harapan yang positif dari warga jemaat. Sehingga tidak terdapat kerenggangan antara warga jemaat dengan pendeta dalam kehidupan berjemaat.

4.5.2 Harapan Jemaat Desa Terhadap Kualitas Pendeta dalam Gaya Kepemimpinan dan Komitmen.

Dari hasil penelitian di atas maka, penulis setuju dengan pendapatnya Djenmar (1986), bahwa komunikasi adalah seni untuk menyampaikan informasi kepada orang lain agar penerima informasi mampu menangkap informasi tersebut dan memahami apa yang disampaikan oleh informan. Melihat dari hasil di atas bahwa, jemaat di desa membutuhkan pendeta yang mampu melihat kelemahan dan kelebihan jemaat sebagai informasi penting dalam menyusun strategi pelayanan. Latar belakang pendidikan jemaat yang kurang, menuntut agar pendeta bisa menempatkan dirinya dengan baik di jemaat, mampu berkomunikasi sesuai konteks jemaat, dan beradaptasi


(32)

92

dengan budaya dan lingkungan tersebut. Pemimpin yang fleksibel dan mampu beradaptasi (Klann, 2007).

Penulis melihat bahwa, gaya kepemimpinan yang dilakukan pendeta di jemaat desa masih menggunakan gaya kepemimpinan otoriter yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat tidak baik untuk dijalankan dalam organisasi gereja yang menekankan bahawa, pendeta dan jemaat adalah rekan sekerja. Melihat dari latarbelakang jemaat desa yang kurang dalam pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya maka dibutuhkan pendeta yang mau hadir begi jemaatanya, mau mendengarkan apa yang menjadi kendala jemaat, salah satunya adalah jemaat yang jarang ke gereja. Maka gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan di jemaat desa adalah gaya kepemimpinan servant leadership atau kepemimpinan yang melayani. Sehingga tiga aspek penting dalam servant leadership ini yaitu hati yang melayani, kepala yang melayani dan tangan yang melayani perlu dimiliki oleh pendeta dalam menjalankan tugas pelayanan di jemaat.


(33)

93

Seperti yang dijelaskan tentang wilayah pelayanan jemaat di desa berbukit-bukit dan sulit untuk dijangkau, sehingga mengutip dari peraturan GMIT tentang syarat menjadi pendeta yang memiliki komitmen tinggi dan siap ditempatkan dimana saja maka hal ini menjadi kewajiban setiap pendeta untuk bersedia melayani dimanapun di ditempatkan.

Dari hasil penelitian, maka jemaat berpendapat bahwa, pada tahun-tahun sebelumnya, pendeta tidak bersedia tinggal bersama dengan jemaat karena wilayah yang sulit dijangkau serta kurangnya fasilitas di desa. Namun saat ini, pendeta yang baru di thabis dan ditempatkan di desa mau dan bersedia tinggal bersama jemaat. Jemaat berharap agar, komitmen pendeta untuk siap melayani dimana saja itu tetap di pegang teguh agar jemaat tidak kecewa.

Komitmen yang kuat dan teguh sangat dibutuhkan pendeta dalam menjalankan tugas pelayanan di desa. Namun, melihat dari perbedaan jemaat kota dan jemaat desa yang sangat berbeda, dimana jemaat desa yang sangat homogeny dan adat istiadat yang masih kental maka, sebagai pendeta maka 5 atribut menurut Klann (2007), sangat perlu di miliki oleh pendeta.


(34)

94

Pertama adalah atribut keberanian. Pendeta harus mempu dan berani melakukan perubahan yang baik dalam pelayanan, kebiasaan yang positif perlu dipertahankan sedangkan kebiasaan yang negative perlu dihilangkan. Berani mengembangkan SDM demi mengembangkan ekonomi jemaat sehingga kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani jemaat dapat terpenuhi dan seimbang.

Kedua adalah kepedulian. Jemaat membutuhkan pendeta yang peduli, peka, mau mendengarkan, turun ke jemaat dan bersama menyelesaikan pergumulan yang dihadapi jemaat. Namun, dalam kenyataannya jemaat mengakui bahwa pendeta adalah Allah kedua yang perlu dihormati. Pendeta dipandang sebagai hamba Tuhan yang melakukan pelayanan dengan baik dan menjadi teladan. Kerja keras pendeta dengan kesungguhan dan kegigihannya dalam melayani jemaat, serta spritualitas pendeta telah melahirkan terciptanya rasa hormat jemaat, sehingga menunjukan cara pandang yang positif dari anggota jemaat terhadap pendeta.


(35)

95

4.5.3 Persamaan dan Perbedaan Harapan Jemaat Kota dan Desa Terhadap Kualitas Gaya Kepmimpinan dan Komitmen Pendeta

Dari hasil penelitian maka dapat dilihat bahwa, harapan jemaat di kota berbeda dengan jemaat yang di desa. Jemaat kota mengharapkan pendeta yang smart dalam berkhotbah, smart dalam mengelolah organisasi gereja, berpenampilan menarik, aktif dalam kegiatan di gereja, mementingkan kepentingan jemaat dan tidak otoriter dalam memimpin mampu membawa jemaatnya menghadapi perkembangan iptek yang semakin berkembang pesat, mengerti tentang ajaran atau Tata GMIT serta menjalankan Tata GMIT dengan baik dan benar.

Melihat uraian di atas maka penulis menemukan bahwa, jemaat kota membutuhkan pendeta yang tidak hanya memiliki kualitas karakter tetapi jemaat mebutuhkan pemimpin yang memiliki kualitas akademik yang tinggi. Kedua kualitas ini yaitu kualitas akedemik dan karakter seorang pemimpin merupakan hal penting yang perlu dimiliki pendeta kota.


(36)

96

Sedangkan jemaat di desa mengharapkan pendeta yang mau mendengar keluhan mereka, pendeta yang mampu bersikap adil dalam menyelesaikan masalah, berkomitmen untuk mau melayani dan tinggal dengan jemaat, pendeta yang mampu mengembangkan ekonomi jemaat untuk kesejahteraan jemaatnya, pendeta yang mau berkunjung ke jemaat, pendeta yang mau bertindak bukan pendeta yang hanya berbicara.

Penulis setuju dengan Spears (2004), bahwa menjadi seorang pemimpin gereja harus bisa mendengar, empati, konseptualisasi, dan memlihat ke masa depan. Pendeta juga harus memiliki kasih yang murni, mengutamakan orang lain, melayani dan peka.

Dari hasil penelitian di atas maka penulis menumakan bahwa, kualitas yang dibutuhkan jemaat desa adalah kualitas karakter dalam hal ini sikap pendeta yang mau mendengarkan, yang mau bertindak, rendah hati, tindakan nyata dan keteladan adalah hal yang utama dan harus dimiliki oleh jemaat pendeta yang mau melayani di desa. Jadi, kualtias akademik juga dibutuhkan oleh seorang pendeta yang melayani di desa, tetapi


(37)

97

dari hasil penelitian jemaat membutuhkan pendeta yang memiliki kualitas dalam karakter atau sikap yang mengutamakan jemaat.


(1)

92

dengan budaya dan lingkungan tersebut. Pemimpin yang fleksibel dan mampu beradaptasi (Klann, 2007).

Penulis melihat bahwa, gaya kepemimpinan yang dilakukan pendeta di jemaat desa masih menggunakan gaya kepemimpinan otoriter yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat tidak baik untuk dijalankan dalam organisasi gereja yang menekankan bahawa, pendeta dan jemaat adalah rekan sekerja. Melihat dari latarbelakang jemaat desa yang kurang dalam pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya maka dibutuhkan pendeta yang mau hadir begi jemaatanya, mau mendengarkan apa yang menjadi kendala jemaat, salah satunya adalah jemaat yang jarang ke gereja. Maka gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan di jemaat desa adalah gaya kepemimpinan servant leadership atau kepemimpinan yang melayani. Sehingga tiga aspek penting dalam servant leadership ini yaitu hati yang melayani, kepala yang melayani dan tangan yang melayani perlu dimiliki oleh pendeta dalam menjalankan tugas pelayanan di jemaat.


(2)

93

Seperti yang dijelaskan tentang wilayah pelayanan jemaat di desa berbukit-bukit dan sulit untuk dijangkau, sehingga mengutip dari peraturan GMIT tentang syarat menjadi pendeta yang memiliki komitmen tinggi dan siap ditempatkan dimana saja maka hal ini menjadi kewajiban setiap pendeta untuk bersedia melayani dimanapun di ditempatkan.

Dari hasil penelitian, maka jemaat berpendapat bahwa, pada tahun-tahun sebelumnya, pendeta tidak bersedia tinggal bersama dengan jemaat karena wilayah yang sulit dijangkau serta kurangnya fasilitas di desa. Namun saat ini, pendeta yang baru di thabis dan ditempatkan di desa mau dan bersedia tinggal bersama jemaat. Jemaat berharap agar, komitmen pendeta untuk siap melayani dimana saja itu tetap di pegang teguh agar jemaat tidak kecewa.

Komitmen yang kuat dan teguh sangat dibutuhkan pendeta dalam menjalankan tugas pelayanan di desa. Namun, melihat dari perbedaan jemaat kota dan jemaat desa yang sangat berbeda, dimana jemaat desa yang sangat homogeny dan adat istiadat yang masih kental maka, sebagai pendeta maka 5 atribut menurut Klann (2007), sangat perlu di miliki oleh pendeta.


(3)

94

Pertama adalah atribut keberanian. Pendeta harus mempu dan berani melakukan perubahan yang baik dalam pelayanan, kebiasaan yang positif perlu dipertahankan sedangkan kebiasaan yang negative perlu dihilangkan. Berani mengembangkan SDM demi mengembangkan ekonomi jemaat sehingga kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani jemaat dapat terpenuhi dan seimbang.

Kedua adalah kepedulian. Jemaat membutuhkan pendeta yang peduli, peka, mau mendengarkan, turun ke jemaat dan bersama menyelesaikan pergumulan yang dihadapi jemaat. Namun, dalam kenyataannya jemaat mengakui bahwa pendeta adalah Allah kedua yang perlu dihormati. Pendeta dipandang sebagai hamba Tuhan yang melakukan pelayanan dengan baik dan menjadi teladan. Kerja keras pendeta dengan kesungguhan dan kegigihannya dalam melayani jemaat, serta spritualitas pendeta telah melahirkan terciptanya rasa hormat jemaat, sehingga menunjukan cara pandang yang positif dari anggota jemaat terhadap pendeta.


(4)

95

4.5.3 Persamaan dan Perbedaan Harapan Jemaat Kota dan Desa Terhadap Kualitas Gaya Kepmimpinan dan Komitmen Pendeta

Dari hasil penelitian maka dapat dilihat bahwa, harapan jemaat di kota berbeda dengan jemaat yang di desa. Jemaat kota mengharapkan pendeta yang smart dalam berkhotbah, smart dalam mengelolah organisasi gereja, berpenampilan menarik, aktif dalam kegiatan di gereja, mementingkan kepentingan jemaat dan tidak otoriter dalam memimpin mampu membawa jemaatnya menghadapi perkembangan iptek yang semakin berkembang pesat, mengerti tentang ajaran atau Tata GMIT serta menjalankan Tata GMIT dengan baik dan benar.

Melihat uraian di atas maka penulis menemukan bahwa, jemaat kota membutuhkan pendeta yang tidak hanya memiliki kualitas karakter tetapi jemaat mebutuhkan pemimpin yang memiliki kualitas akademik yang tinggi. Kedua kualitas ini yaitu kualitas akedemik dan karakter seorang pemimpin merupakan hal penting yang perlu dimiliki pendeta kota.


(5)

96

Sedangkan jemaat di desa mengharapkan pendeta yang mau mendengar keluhan mereka, pendeta yang mampu bersikap adil dalam menyelesaikan masalah, berkomitmen untuk mau melayani dan tinggal dengan jemaat, pendeta yang mampu mengembangkan ekonomi jemaat untuk kesejahteraan jemaatnya, pendeta yang mau berkunjung ke jemaat, pendeta yang mau bertindak bukan pendeta yang hanya berbicara.

Penulis setuju dengan Spears (2004), bahwa menjadi seorang pemimpin gereja harus bisa mendengar, empati, konseptualisasi, dan memlihat ke masa depan. Pendeta juga harus memiliki kasih yang murni, mengutamakan orang lain, melayani dan peka.

Dari hasil penelitian di atas maka penulis menumakan bahwa, kualitas yang dibutuhkan jemaat desa adalah kualitas karakter dalam hal ini sikap pendeta yang mau mendengarkan, yang mau bertindak, rendah hati, tindakan nyata dan keteladan adalah hal yang utama dan harus dimiliki oleh jemaat pendeta yang mau melayani di desa. Jadi, kualtias akademik juga dibutuhkan oleh seorang pendeta yang melayani di desa, tetapi


(6)

97

dari hasil penelitian jemaat membutuhkan pendeta yang memiliki kualitas dalam karakter atau sikap yang mengutamakan jemaat.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB II

0 0 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB IV

0 1 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu T2 752011037 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu T2 752011037 BAB II

0 6 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu T2 752011037 BAB IV

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemaknaan Tabui sebagai Tanda Ritual bagi Warga Gereja Jemaat Sei’Eng, Klasis Alor Barat Laut, GMIT

0 0 1