Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB II

(1)

14 BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Harapan Terhadap Kualitas

2.1.1 Definisi Harapan

Teori harapan kadang disebut teori ekspektansi atau expectancy theory of motivation yang dikemukakan oleh Victor Vroom (1964). Vroom lebih menekankan pada faktor hasil

(outcomes), daripada kebutuhan (needs) seperti yang

dikemukakan oleh Maslow and Herzberg. Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu. Vroom mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut (Koontz, 1990).


(2)

15

Berbeda dengan Vroom, Snyder (2000), menyatakan harapan adalah keseluruhan dari kemampuan yang dimiliki individu untuk menghasilkan jalur mencapai tujuan yang diinginkan, bersamaan dengan motivasi yang dimiliki untuk menggunakan jalur-jalur tersebut. Harapan didasarkan pada harapan positif dalam pencapaian tujuan. Snyder, Irving, & Anderson, (2000) menyatakan harapan adalah keadaan termotivasi yang positif didasarkan pada hubungan interaktif antara agency (energi yang mengarah pada tujuan) dan pathway (rencana untuk mencapai tujuan). Snyder & Harris, (2000), menjelaskan harapan sebagai sekumpulan kognitif yang didasarkan pada hubungan timbal-balik antara agency (penentu perilaku yang berorientasi tujuan) dan pathway (rencana untuk mencapai tujuan).

Snyder (2004) mengkonsepkan harapan ke dalam dua komponen, yaitu kemampuan untuk merencanakan jalur untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan agency atau motivasi untuk menggunakan jalur tersebut. Harapan merupakan keseluruhan dari kedua komponen tersebut. Berdasarkan konsep ini, harapan akan menjadi lebih kuat jika


(3)

16

harapan ini disertai dengan adanya tujuan yang bernilai yang memiliki kemungkinan untuk dapat dicapai, bukan sesuatu yang mustahil dicapai.

2.1.2 Definisi Kualitas

Kualitas adalah, tingkat yang menunjukkan serangkaian karakteristik yangmelekatdan memenuhi ukuran tertentu (Dale,2003).

Kualitas adalah totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi (Render dan Herizer,1997).

Secara obyektif kualitas menurut Juran, (Yamit, 1997) adalah : suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), kendalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat diukur.

Menurut Davis, (Yamit, 2005) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu


(4)

17

kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

2.2 Kualitas Kepemimpinan

Kualitas kepemimpinan yang dimaksud di sini adalah kualitas secara akademik dan kualitas secara karakter. Kualitas akademik: tingkat pendidikan, kecerdasan dan skill. Kualitas karakter yaitu komitmen, rendah hati, adil, berani dan lain sebagainya. Seperti pernyataan Davis, yaitu

1. Kecerdasan (intelligence)

2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (social naturity and breath)

3. Motivasi diri dan dorongan prestasi

4. Sikap-sikap hubungan manusia.


(5)

18

1. Mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih baik dari pada orang-orang yang dipimpinnya.

2. Juara, artinya memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik yang lebih baik dibanding orang-orang yang dipimpinnya.

3. Tanggung-jawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan tanggung-jawab yang lebih tinggi disbanding orang-orang yang dipimpinnya.

4. Aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih baik disbanding orang-orang yang dipimpinnya.

Kualitas kepemimpinan seseorang, dan menurut Kouzes dan Posner (1995), kualitas kepemimpinan unggul yaitu;

1. Pemimpin yang menantang proses, 2. Memberikan inspirasi wawasan bersama,

3. Memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi,


(6)

19 5. Memotivasi bawahan.

Sedangkan menurut Oakley dan Krug, kepemimpinan yang unggul selalu menciptakan “renewal factor” yang menjadikan organisasi terus bertahan hidup dan berkembang mengkreasikan nilai bagi masyarakat. Sedangkan menurut Burwash (1996), pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan " status quo" dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya.

Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan yang baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat, visionary, disiplin diri yang tinggi, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani.

Secara umum ukuran sejati untuk seorang menjadi pemimpin adalah pengaruh - tidak lebih, tidak kurang Maxwell, (1995). Waldock dan Kelly Rawat (2004) mengatakan bahwa pengaruh adalah jantung kepemimpinan. "kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi


(7)

20

sebuah kelompok yang terorganisir untuk mencapai tujuan-tujuan mereka."

Klann (2007), Kepemimpinan adalah hal yang penting dalam sebuah organisasi. Kepemimpinan adalah tentang memotivasi, menginspirasi, mendorong dan mempengaruhi orang.

Menurut Mulyasa, (2004) menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Sutisna (1993) merumuskann kepemimpinan sebagai suatu "proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha kearah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu".

Kepemimpinan harus berdasarkan beberapa prinsip antara lain:

a. Prinsip solidaritas: merasa senasib sepenaggungan dengan orang yang dipimpin bukan sebagai bossy.


(8)

21

b. Sub solidaritas: keputusan yang menyangkut nasib dan kehidupan kelompok yang dipimpinnya harus diambil dari anggota sendiri.

c. Berfikir universal: tidak membedakan agama, suku, status social dan lain sebagainya. Bersikap empati dan peduli dengan semua orang, tetapi terutama kepada mereka yang diperlukan tidak adil, orang kecil, orang miskin, yang termarjinalkan. Keperdulian si emimpin terhadap mereka yang tersisihkan dan menderita, akan melahirkan sikap yang mau berbuat meringankan yang dipimpinnya.

d. Akuntabilitas: hal ini membuat seorang pemimpin dihargai oleh orang yang dipimpinnya, karena kata-kata dan janjinya dapat dipercaya. Bertanggung-jawab terhadap apa yang dikatakan dan dilakukan serta memnuhi komitmen.

Segala hal yang terjadi di dunia ini tergantung pada kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan proses yang panjang. Kepemimpinan berkembang setiap harinya, bukan


(9)

22

dalam satu hari. Mempelajari hukum-hukum kepemimpinan adalah bagian dari pengembangan seorang pemimpin (Maxwell, 1997). Namun sebenarnya apakah yang membuat seseorang ingin mengikuti orang lainnya dan menjadikan orang tersebut pemimpinnya, mengapa orang enggan mengikuti pemimpin yang satu namun bersemangat mengikuti pemimpin lainnya. Hal ini dikarenakan kualitas yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan (Maxwell,1997). Maxwell menyebutkan bahwa, para pemimpin-pemimpin besar tersebut memiliki 21 kualitas pemimpin sejati. Namun dalam tulisan ini penulis hanya mengambil 7 kualitas pemimpin yang menjadi acuan dalam penelitian ini, yaitu:

Adapun kualitas tersebut menurut Maxwell adalah : 1. Komitmen

Seorang pemimpin pasti akan menghadapi banyak hambatan serta pertentangan. Untuk mencapai suatu tujuan dibutuhkan fokus untuk mencapainya. Pada akhirnya komitmen akan menjadi satu-satunya hal yang mendorong pemimpin untuk maju. Satu-satunya ukuran sejati dari komitmen


(10)

23

adalah perbuatan. Arti komitmen bagi setiap orang berbeda-beda, namun bagi pemimpin artinya adalah berbuat lebih karena semua orang bergantung padanya. Pemimpin yang efektif harus memiliki komitmen. Komitmen menunjukkan bahwa pemimpin tersebut punya keyakinan. Pengikut hanya percaya pada pemimpin yang percaya kepada tujuannya sendiri.

2. Komunikasi

Kepemimpinan dimulai dengan hati, bukan kepala. Komunikasi telah menjadi tantangan yang besar dalam suksesnya suatu kepemimpinan. Kurangnya saling memahami akan mempengaruhi suatu kelompok. Akibatnya tidak tercapai kesamaan tujuan, tidak ada arah yang jelas dan tidak ada semangat kebersamaan yang menyatukan. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi yang sempurna sungguh penting bagi kepemimpinan yang efektif. Jika seorang pemimpin tidak dapat menyampaikan pesan dengan jelas dan tidak dapat memotivasi orang lain untuk menindaklanjutinya, maka bahkan memiliki pesan untuk disampaikan pun menjadi percuma.


(11)

24 3. Kompetensi

Kompetensi lebih dari sekedar kata-kata. Kompetensi adalah kemampuan pemimpin untuk mengatakan, merencanakan, dan melakukan dengan sedemikian rupa sehingga orang lain mengetahui caranya dan mengetahui bahwa mereka ingin menjadi pengikutnya. Dengan demikian orang lain akan mengetahui sejauh mana kemampuan pemimpin yang mereka ikuti. Para pemimpin yang berkompetensi tinggi menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Pemimpin yang efektif memadukan keterampilan dalam membina hubungan dengan orang lain dengan kompetensi yang tinggi untuk membawa kelompoknya ke tingkat kesempurnaan.

4. Keberanian

Keberanian mudah dilihat dalam diri para pahlawan perang, namun keberanian juga tampak pada pemimpin besar dalam bisnis, pemerintahan atau gereja. Setiap kali terlihat suatu kemajuan pesat dalam sebuah organisasi, maka akan diketahui bahwa pemimpinnya telah mengambil keputusan yang berani. Keberanian bukanlah berarti tidak adanya rasa


(12)

25

takut. Melainkan melakukan apa yang takut untuk dilakukan. Keberanian itu menular. Jika seorang pemberani memegang teguh prinsipnya, yang lainnya akan turut berani. Keberanian yang diperlihatkan oleh siapapun akan menjadikan yang lainnya berani. Kepemimpinan adalah ungkapan keberanian yang mendorong orang lain untuk melakukan hal yang benar.

5. Kemurahan Hati

Tak ada yang lebih jelas berbicara kepada seseorang atau melayaninya dengan baik ketimbang kemurahan hati seorang pemimpin. Kemurahan hati yang sejati bukanlah suatu kejadian sesekali. John C. Maxwell menyatakan bahwa kemurahan hati berasal dari dalam hati dan merembes ke seluruh aspek kehidupan seorang pemimpin. Para pemimpin yang efektif, tidaklah mengumpulkan barang-barang bagi diri sendiri; mereka melakukannya untuk membaginya kepada yang lain. Ukuran seorang pemimpin bukanlah jumlah yang melayaninya, tetapi jumlah yang dilayani olehnya.

6. Inisiatif

Tiada yang abadi di dunia ini selain perubahan itu sendiri. Oleh karena itu, setiap kelompok harus terus berkembang jika


(13)

26

tak ingin tertinggal dari yang lain. Kualitas kepemimpinan sejati para pemimpin bukan hanya dalam bidang tersebut saja harus memperlihatkan inisiatif namun mereka harus selalu mencari peluang dan siap mengambil tindakan dalam setiap situasi dan kondisi yang berlangsung.

7. Mendengarkan

Ciri utama dari seorang pemimpin adalah mampu berkomunikasi dengan baik. Dan aspek terpenting dalam komunikasi adalah mendengarkan. Kepemimpinan terus berkembang setiap harinya dan dengan mendengarkan

orang lain, seorang pemimpin yang baik akan mendorong para pengikutnya

untuk memberitahunya apa yang perlu diketahuinya, bukannya apa yang ingin didengarnya. Para pemimpin yang baik selalu memprioritaskan untuk mengadakan kontak dengan mereka yang dilayaninya.

2.2.2 Jenis Kepemimpinan

Seorang pemimpin dalam memimpin sebuah organisasi harus memiliki gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi tersebut. Gaya kepemimpinan yang digunakan


(14)

27

akan mempengaruhi keberhasilan organisasi yang dipimpinnya.

Pengertian Gaya Kepemimpinan Menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Sementara itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku

(kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004:29). Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi bawahannya (Nawawi, 2003:115).

Adapun jenis gaya kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan otoriter Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasidan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.


(15)

28

2. Gaya kepemimpinan demokratis, ini adalah gaya kepemimpinan menempatkan manusia sebagai faktor pendukung terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi.

3. Gaya kepemimpinan bebas. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasi mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi. 2.3 Kepemimpinan dalam Konteks Gereja

Dalam konteks gereja kepemimpinan Kristen adalah "Suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang menyangkut faktor waktu, tempat dan situasi khusus) yang didalamnya oleh campur tangan Allah, memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin (dengan kapasitas penuh) untuk memimpin umatnya (dalam pengelompokan diri sebagai suatu institusi/organisasi) guna mencapai tujuan Allah (yang membawa keuntungan bagi


(16)

29

pemimpin, bawahan dan lingkungan hidup) bagi dan melalui umat-Nya, untuk Kerajaan-Nya" Tomatala, (2007).

Gaya kepemimpinan yang sering digunakan dalam konteks organisasi gereja adalah servant leadership atau kepemimpinan yang melayani. Servant leadership ini lebih menekankan pada kemampuan seorang pemimpin dalam memberikan pelayanan dan dari pelayanannya dapat memberikan pengaruh positif kepada anggotanya tanpa ada rasa takut atau segan Zaluchu, (2011). Menurut Senjaya (1997), servant leadership dimana melayani bukan semata-mata hanya untuk mendapat hasil, tetapi perilaku untuk melayani adalah hasilnya. Kepemimpinan yang melayani ini sangat perlu diterapkan, dikembangkan dan dipraktekan dalam kepemimpinan Kristen karena sangat relevan Zaluchu, (2011).

Konsep kepemimpinan pelayan adalah mengubah pendekatan kepemimpinan secara evolusioner dan pribadi. Konsep ini bukanlah suatu perbaikan serba cepat atas persoalan-persoalan yang dihadapi pemimpin. Kepemimpinan pelayan menggunakan pendekatan mendasar dan bersifat


(17)

30

jangka panjang, yang pada akhirnya akan memberikan perubahan secara menyeluruh pada kehidupan personal dan profesional pegawai. Kepemimpinan pelayan adalah konsep kepemimpinan etis yang diperkenalkan oleh Greenleaf pada tahun 1970. Model kepemimpinan pelayan ini esensinya adalah melayani orang lain, yaitu pelayanan kepada karyawan, pelanggan, dan masyarakat, sebagai prioritas utama dan yang pertama.

Kepemimpinan pelayan adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Pilihan yang berasal dari suara hal itu kemudian menghadirkan hasrat untuk menjadi pemimpin (Nuryati, 2004). Pemimpin pelayan adalah orang dengan rasa kemanusiaan yang tinggi.

Bukan nasib pemimpin untuk dilayani, tetapi adalah hak istimewanya untuk melayani. Ada sejumlah elemen atau pemahaman tentang hidup dalam kepemimpinan berkualitas tinggi karena tanpa karakter pemimpin pelayan ini, kepemimpinan dapat tampak menjadi dan sebenarnya


(18)

31

menjadi termotivasi untuk melayani diri sendiri dan mementingkan kepentingannya sendiri (Neuschel ,2008). Kepemimpinan pelayan berawal dari perasaan tulus yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Perbedaan manifestasi dalam pelayanan yang diberikan, pertama adalah memastikan bahwa pihak lain dapat dipenuhi, yaitu menjadikan mereka sebagai orangorang yang lebih dewasa, sehat, bebas, dan otonom, yang pada akhirnya dapat menjadi pemimpin pelayan berikutnya (Greenleaf, 2002).

Pemimpin pelayan memerlukan toleransi luar biasa, ini tidak berarti menerima usaha yang tidak berkualitas, tetapi lebih sebagai realisasi yang jujur. Pemimpin sering harus mangatasi ketidaksempurnaan karena dia harus menangani hal itu dan memimpin sebagian dari kita. Pemimpin memiliki rasa cinta kepada bawahannya. Penting bagi pemimpin yang dikendalikan ego untuk selalu ingat bahwa peran pemimpin bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani (Neuschel,2008). Blanchard (Aurora 2009) menyatakan tentang tiga aspek kepemimpinan yang melayani, yaitu:


(19)

32

1. Hati yang Melayani (Karakter Kepemimpinan)

Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri sendiri. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.

Karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Pemimpin pelayan memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Wujud kasih tersebut dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggung-jawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota


(20)

33

organisasinya. Pemimpin pelayan adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Pemimpin pelayan adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.

2. Kepala yang Melayani (Metoda Kepemimpinan).

Pemimpin harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal.

Kepemimpinan dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang


(21)

34

dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orangorang yang ada dalam organisasi tersebut. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas.

3. Tangan yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan)

Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Beberapa perilaku seorang pemimpin, yaitu:

a. Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Pemimpin hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Pemimpin memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.


(22)

35

b. Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Pemimpin lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.

c. Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya. Menselaraskan atau disebut dengan recalibrating dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan).

2.5 Karakter Kepemimpinan

Suyanto dalam wardani 2010 karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap


(23)

36

mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Sastrapradja (1978) mengatakan bahwa karakter merupakan sebuah kata yang artinya watak, cirri khas seseorang sehingga ia berbeda dari orang lain.

Klann mendefinisikan karakter sebagai kualitas yang secara internal dipahatkan dalam diri individu menjadi sebuah bagian integral (terpadu) dalam diri mereka. dalam Semua kualitas ini kemudian direflesikan dalam pola perilaku seseorang. Dengan demikian, perilaku pemimpin merefleksikan apa yang menjadi sudut pendirian mereka dan sifat alami/sifat dasar yang mereka miliki

Klann (2007) berpendapat bahwa, karakter kepemimpinan didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki pengaruh positif terhadap orang lain. Perilaku kepemimpinan mengacu terutama pada perilaku yang dilakukan ketika orang lain hadir: Tindakan, komentar, sinyal/tanda non verbal dan perangai personal, sebagaimana juga sikap umum, laku dan pembawaan diri. Karakter kepemimpinan tidak hanya dilihat


(24)

37

dalam perilaku pemimpin terkait dengan krisis, tekanan atau dalam situasi yang meliputi sebuah dilema etis, namun karakter ini terlihat dalam semua perilaku pemimpin dan dalam segala hal yang berhasil ataupun gagal mereka lakukan. Perilaku sehari-hari dan umum lebih memberikan banyak informasi mengenai karakter seorang pemimpin. Karakter seseorang adalah sesuatu yang konsisten yang dimiliki untuk berperilaku dalam konteks apapun. Perilaku merefleksikan karakter pemimpin tak peduli apapun konteksnya. Dalam setiap konteks, karakter seseorang akan diperhatikan dan di nilai.

Klann (2007) menjelaskan bahwa, ada 5 atribut yang berpengaruh pada karakter seorang pemimpin dalam organisasi, yaitu keberanian, kepedulian, optimisme, kontrol diri, dan komunikasi.Pemimpin yang mengembangkan perilaku kepemimpinan profesional berdasarkan kelima atribut ini akan meningkatkan efektivitas pengaruh dan produktivitas mereka sebagai pemimpin. Hal tersebut antara lain adalah


(25)

38

1. Courage/Keberanian.

Tipe keberanian yang perlu dikembangkan dalam karakter kepemimpinan adalah keberanian moral atau keberanian manajerial.Keberanian moral berarti berpegang teguh pada nilai-nilai tertentu dan berani mengambil risiko dikritisi.Keberanian ini juga dapat berarti suatu keinginan untuk menerima risiko kehilangan kekuatan, posisi, kepemilikan, atau reputasi. Di luar tekanan-tekanan internal maupun eksternal yang ada, pemimpin yang berani tetap melakukan apa yang diyakininya benar. Hasil dari tindakan keberanian moral umumnya tidak hanya bagi diri sendiri namun bagi orang lain, kelompok, organisasi, komunitas, atau masyarakat secara umum.Pengaruh Positif Keberanian, Sebuah momen keberanian moral dapat membuat seorang pemimpin memperoleh rasa hormat yang instan dan bertahan lama. Sebaliknya, seorang pemimpin dapat kehilangan rasa hormat selamanya ketika gagal berperilaku secara berani ketika situasi menuntut keberanian tersebut.


(26)

39 2. Caring /Kepedulian.

Kepedulian berarti rasa tertarik yang tulus untuk memperhatikan orang lain. Konsep kepedulian meliputi hal-hal seperti pertimbangan, empati, pemeliharaan, dan cinta. Kepedulian bukan berarti memberikan toleransi dan tidak memperhatikan hal-hal negatif yang dilakukan organisasi, sikap-sikap yang buruk, dan ketidakjujuran. Menciptakan kebudayaan dan lingkungan yang berkepedulian juga tidak berarti membiarkan semua orang melakukan apa saja yang membuat mereka senang. Kepedulian berarti memandang manusia sebagai sumber daya yang paling penting dalam sebuah organisasi. Pengaruh Positif

Kepedulian, Apabila pemimpin memperlakukan pengikut

mereka dengan perilaku kepedulian seperti penghargaan, pengertian, perhatian, kesetiaan, penguatan, maka sebaliknya si pemimpin akan memperoleh perilaku mau bekerja sama dan suportif dari pengikutnya.


(27)

40

Optimisme adalah kecenderungan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berpengharapan dan menyenangkan serta berharap hasil yang terbaik.Menjadi orang yang optimis adalah kebalikan dari menjadi orang yang negatif, pesimistis, suram, sinis, dan skeptis.Optimisme berarti ketiadaan rasa putus asa dan hilang harapan.Orang-orang yang optimis mencari kesempatan dan kemungkinan-kemungkinan dalam setiap situasi. Mereka memelihara harapan dan rasa percaya diri terhadap situasi mereka saat ini maupun di masa depan.Pengaruh Positif Optimisme, Optimisme menciptakan sebuah hubungan emosional yang signifikan antara pemimpin dan yang dipimpinnya. Orang akan secara alami tertarik pada pemimpin yang positif dan menyenangkan.

4. Self control /Kontrol Diri

Kontrol diri berarti mengendalikan emosi, tindakan, keinginan, dan hasrat pribadi.Ini tentang bagaimana mengendalikan tindakan, kebiasaan, kekuatan, dan keinginan kita. Kontrol diri mencakup kedisiplinan diri


(28)

41

dalam perilaku dan gaya hidup. Bagi pemimpin, kontrol diri juga berarti melakukan hal-hal yang secara normal memiliki pengaruh positif yang besar terhadap orang lain dan menghindari hal-hal yang memiliki pengaruh negatif. Kontrol dirijuga berarti suatu kemampuan untuk beradaptasi dan fleksibel ketika situasi berubah.Pengaruh Positif Kontrol Diri

Kontrol diri merupakan fondasi dari pencapaian pribadi dalam jangka panjang.Kontrol diri membantu seseorang untuk terus termotivasi dan fokus pada tujuan.

5. Communication/Komunikasi

Komunikasi berarti sikap dan keahlian yang mendasari interaksi langsung antar pribadi yang efektif. Secara lebih mendasar, komunikasi merupakan transmisi makna antara pengirim dan penerima. Terdapat beberapa metode komunikasi interpersonal: tertulis, verbal, tanda-tanda non verbal, sikap, dan bahasa tubuh, seperti juga komunikasi melalui tindakan dan tampilan. Perlu diingat bahwa mendengarkan juga tidak kalah penting dalam komunikasi.Ada tiga hal penting


(29)

42

yang perlu diperhatikan dalam komunikasi, yaitu mengkomunikasikan informasi, mendengarkan, dan berkomunikasi dengan tindakan dan sikap. Pengaruh Positif Komunikasi, Semakin efektif komunikasi maka akan semakin kuat ikatan dalam organisasi.

Terdapat hubungan yang kuat di antara keberanian, kepedulian, optimisme, kontrol diri, dan komunikasi.Suatu sinergi terbentuk ketika seorang pemimpin mampu mengembangkan kelimanya secara bersama-sama.Hal inipun yang dimiliki kepribadian seorang pendeta sebagai pemimpin yang memiliki kepribadian dengan karakter tersebut.

2.4.1 Karakter Kepemimpinan Pendeta

Menurut Simanjuntak, seorang pendeta harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Managing Self: secara pribadi seorang pelayan harus memiliki kemampuan mengelola kinerja pribadi masing-masing. Hati yang positif akan menghasilkan pikiran yang positif. Pikiran positif akan menghasilkan


(30)

43

tindakan yang positif. Tindakan positif akan melahirkan karakter yang positif.

2. Managing Church: seorang pelayan harus mengelola pelayanan gereja.

3. Managing People: menyadari bahwa yang dilayani adalah manusia.

Dalam hal ini Simanjuntak juga mengatakan bahwa seorang pendeta harus menjadi:

1. Head (Kepala): Pelayan harus berkembang didasari dengan pengetahuan

2. Hand (Tangan): Terampil melakukan pelayanan atau cakap melakukan pelayanan secara kreatif.

3. Heart (Hati): Memiliki kemampuan untuk mengananlisa mana yang pantas dilakukan dan tidak pantas dilakukan atau istilah lain “Do and Doors” artinya pendeta sadar bahwa perbuatan lebih didengar oleh jemaat dibandingkan oleh khotbah. Perbuatan lebih dipercaya daripada perkataan. Ketidaksesuaian


(31)

44

perbuatan dengan perkataan akan menimbulkan ketidak percayaan (krisis kepercayaan).

Menzies dan Horton (2003) mengatakan bahwa, Karakter hamba dan pimpinan yang baik akan menampakkan diri pada sikap dan perilaku yang terikat kepada kebenaran, kebajikan, kejujuran, kesetiaan, dan ketahanan dalam pengabdian. Demikian juga karakter yang baik membuahkan kebaikan moral, relasi social dengan orang lain, sehingga menjamin keberhasilan dalam pelayanan. Dengan demikian, beberapa aspek dalam karakter pemimpin adalah:

1. Kesadaran Diri sebagai pelayan: sejumlah perilaku yang secara sadar dilakukan seorang pimpinan menunjukkan konsep dirinya (menjadi seorang pelayan) juga sikap intensinya (melakukan tindakan pelayanan) dalam menempatkan orang lain lebih dahulu sebelum dirinya.

2. Diri yang otentik: perilaku pimpinan yang mengindikasikan posisi dirinya yang otentik dalam huhbungannya dengan orang lain, dikarakteristikkan melalui: kerendahan hati, integritas, akuntabilitas.


(32)

45

3. Spiritualitas transenden: perilaku para pimpinan yang memanifestsikan suatu keyakinan yang mendasar bahwa ia seseorang yang mampu mengatasi diri, eksis dan membuat kehidupan ini penuh makna.

4. Moralitas: perilaku para pimpinan yang mengankat perilaku moral atau etis pimpinan, dan anggota yang dipimpin (jemaat).

5. Hubungan persekutuan: perilaku para pimpinan yang memupuk keikhlasan, kedalaman dan hubungan yang langgeng melalui kasih yang tanpa syarat, penerimaan, keseimbangan, kebergunaan, kolaborasi.

2.4.2 Komitmen pemimpin

Salah satu karakter kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komitmen, karena komitmen merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.


(33)

46

Pengertian komitmen secara umum bahwa, komitmen adalah keinginan atau dorongan dari dalam individu untuk menunjang keberhasilan organisasi sesuai tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi, Wawolumaya, (2007). Komitmen kerja dalam organisasi adalah derajat sejauh mana seseorang memihak pada organisasi tertentu dan tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi Luthans, (1998).

Pengertian komitmen menurut Luthans (1998), antara lain sebagai berikut:

1. keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu;

2. kesediaan untuk berusaha meningkatkan dan atas nama organisasi;

3. keyakinan dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan dari organisasi. Dengan adanya komitmen kerja yang tinggi maka pegawai akan berusaha meningkatkan kemampuan kerjanya, yang pada akhirnya


(34)

47

mempengaruhi dan meningkatkan kinerja dalam sebuah organisasi.

a. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (2008) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :

 Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan

 Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja; dan

 Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang organisasi.

Sementara itu, Minner (2008) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :


(35)

48

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan

3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan

4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlaina

b. Aspek – Aspek Komitmen a) Identifikasi

Identifikasi yang berwujud dalam bentuk kepercayaan anggota terhadap organisasi. Guna menumbuhkan identifikasi dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi/organisasi,


(36)

49

sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para anggota atau dengan kata lain organisasi memasukan pula kebutuhan dan keinginan anggotan dalam tujuan organisasi atau organisasi. Hal ini akan menumbuhkan suasana saling mendukung di antara para anggota dengan organisasi. Lebih lanjut membuat anggota dengan rela menyumbangkan tenaga, waktu, dan pikiran bagi tercapainya tujuan organisasi.

b) Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan anggota menyebabkan mereka bekerja sama, baik dengan pimpinan atau rekan kerja. Cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan anggota adalah dengan memasukan mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada anggota bahwa apa yang telah diputuskan adalah keputusan bersama. Juga anggota merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah mereka putuskan, karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang


(37)

50

mereka ciptakan. Hasil yang dirasakan bahwa tingkat kehadiran anggota yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya akan selalu disiplin dalam bekerja.

c) Loyalitas

Loyalitas anggota terhadap organisasi memiliki makna ksesediaan seseorang untuk bisa melanggengkan hubungannya dengan organisasi kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apa pun. Keinginan anggota untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang dapat menunjang komitmen anggota terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Hal ini di upayakan bila anggota merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam tempat kerjanya.

2.4.3 Komitmen dalam Konteks Gereja

Menurut Bobby (2008) yang dimaksud dengan komitmen pelayanan dalam konteks Gereja adalah janji setia, tekad atau ketetapan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang disertai dengan tanggung jawab.

Tetapi Sutisna (2009), berpendapat bahwa secara sederhana melihat komitmen ini berarti perjanjian untuk


(38)

51

melakukan sesuatu baik dengan diri sendiri, orang lain, atau juga suatu organisasi (gereja), maupun dengan Tuhan. Komitmen juga dapat diartikan sebagai pernyataan kehendak atau janji untuk dengan setia melakukan sesuatu yang telah diputuskan. Dengan demikian berkomitmen jelas membutuhkan pengorbanan dan pengabdian. Dalam pengertian ini menurutnya Rasul Paulus adalah contoh yang paling sederhana untuk menjadi teladan dan panutan dalam pelayanannya. Lebih lanjut dijelaskan mengacu pada Rasul Paulus maka komitmen dalam pelayanan adalah suatu keharusan atau wajib hukumnya karena sejatinya, (1) komitmen adalah dasar bagi seseorang untuk terlibat dalam pelayanan dan (2) kesetiaan seseorang dalam pelayanan tergantung bagaimana orang tersebut memegang komitmennya di hadapan Allah.

Menurut Barna (2010) yang menyatakan bahwa komitmen merupakan kebergantungan setiap manusia kepada Allah, dikarenakan manusia harus bersandar sepenuhnya pada firman dan penyertaan-Nya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, komitmen merupakan kebulatan hati mengabdikan


(39)

52

diri untuk melayani-Nya, dengan segenap hati, pikiran, kekuatan, demi kecintaannya terhadap pelayanan. Sedangkan menurut Sitompul (2011) pelayanan bukan untuk melayani Tuhan, melainkan melayani sesama manusia karena Tuhan telah menugaskan manusia. Sikap menerima tugas berarti bertanggung jawab, yakin menjalankannya sesuai dengan perintah atau petunjuk disampaikan.


(1)

47

mempengaruhi dan meningkatkan kinerja dalam sebuah organisasi.

a. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen

Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (2008) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :

 Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan

 Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja; dan

 Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang organisasi.

Sementara itu, Minner (2008) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :


(2)

48

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan

3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan

4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlaina

b. Aspek – Aspek Komitmen

a) Identifikasi

Identifikasi yang berwujud dalam bentuk kepercayaan anggota terhadap organisasi. Guna menumbuhkan identifikasi dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi/organisasi,


(3)

49

sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para anggota atau dengan kata lain organisasi memasukan pula kebutuhan dan keinginan anggotan dalam tujuan organisasi atau organisasi. Hal ini akan menumbuhkan suasana saling mendukung di antara para anggota dengan organisasi. Lebih lanjut membuat anggota dengan rela menyumbangkan tenaga, waktu, dan pikiran bagi tercapainya tujuan organisasi.

b) Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan anggota menyebabkan mereka bekerja sama, baik dengan pimpinan atau rekan kerja. Cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan anggota adalah dengan memasukan mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada anggota bahwa apa yang telah diputuskan adalah keputusan bersama. Juga anggota merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah mereka putuskan, karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang


(4)

50

mereka ciptakan. Hasil yang dirasakan bahwa tingkat kehadiran anggota yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya akan selalu disiplin dalam bekerja.

c) Loyalitas

Loyalitas anggota terhadap organisasi memiliki makna ksesediaan seseorang untuk bisa melanggengkan hubungannya dengan organisasi kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apa pun. Keinginan anggota untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang dapat menunjang komitmen anggota terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Hal ini di upayakan bila anggota merasakan adanya keamanan dan kepuasan dalam tempat kerjanya.

2.4.3 Komitmen dalam Konteks Gereja

Menurut Bobby (2008) yang dimaksud dengan komitmen pelayanan dalam konteks Gereja adalah janji setia, tekad atau ketetapan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang disertai dengan tanggung jawab.

Tetapi Sutisna (2009), berpendapat bahwa secara sederhana melihat komitmen ini berarti perjanjian untuk


(5)

51

melakukan sesuatu baik dengan diri sendiri, orang lain, atau juga suatu organisasi (gereja), maupun dengan Tuhan. Komitmen juga dapat diartikan sebagai pernyataan kehendak atau janji untuk dengan setia melakukan sesuatu yang telah diputuskan. Dengan demikian berkomitmen jelas membutuhkan pengorbanan dan pengabdian. Dalam pengertian ini menurutnya Rasul Paulus adalah contoh yang paling sederhana untuk menjadi teladan dan panutan dalam pelayanannya. Lebih lanjut dijelaskan mengacu pada Rasul Paulus maka komitmen dalam pelayanan adalah suatu keharusan atau wajib hukumnya karena sejatinya, (1) komitmen adalah dasar bagi seseorang untuk terlibat dalam pelayanan dan (2) kesetiaan seseorang dalam pelayanan tergantung bagaimana orang tersebut memegang komitmennya di hadapan Allah.

Menurut Barna (2010) yang menyatakan bahwa komitmen merupakan kebergantungan setiap manusia kepada Allah, dikarenakan manusia harus bersandar sepenuhnya pada firman dan penyertaan-Nya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, komitmen merupakan kebulatan hati mengabdikan


(6)

52

diri untuk melayani-Nya, dengan segenap hati, pikiran, kekuatan, demi kecintaannya terhadap pelayanan. Sedangkan menurut Sitompul (2011) pelayanan bukan untuk melayani Tuhan, melainkan melayani sesama manusia karena Tuhan telah menugaskan manusia. Sikap menerima tugas berarti bertanggung jawab, yakin menjalankannya sesuai dengan perintah atau petunjuk disampaikan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB IV

0 1 37

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara T2 912012010 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Harapan Jemaat Desa dan Kota Terhadap Kualitas Kepemimpina Pendeta GMIT, di Klasis Alor Tengah Utara

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu T2 752011037 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu T2 752011037 BAB II

0 6 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Gereja terhadap Pemberdayaan Ekonomi Jemaat di Jemaat GMIT Betania Oetaman Desa Linamnutu T2 752011037 BAB IV

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemaknaan Tabui sebagai Tanda Ritual bagi Warga Gereja Jemaat Sei’Eng, Klasis Alor Barat Laut, GMIT

0 0 1