Pendahuluan Perubahan makna dalam novel

PENGARUH KOMPETENSI MANAJER DAN INTERNAL
ORGANISASI TERHADAP POSITIONING PRODUK DAN HASIL
PENJUALAN SERTA IMPLIKASINYA
PADA POSISI BISNIS
(Suatu Survei pada Industri Perbankan di Jawa Barat)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang cepat, ditandai
dengan perkembangan teknologi dan sosial, meningkatnya persaingan dalam negara
bersangkutan atau antar negara, dan keinginan akan kebebasan dan demokrasi.
Organisasi bisnis sedang mencari teknik, program, visi, dan manajer yang dapat
menyesuaikan dengan tingkat perubahan yang demikian cepat tersebut.
Apa yang terjadi pada organisasi dan karyawan apabila dunia sekitar mereka
berubah dengan cepat? Struktur organisasi, sistem balas jasa, praktek manajemen
sumber daya, dan gaya kepemimpinan yang dipergunakan tidak selalu sesuai
lagi dengan lingkungan di era-globalisasi saat ini atau gejala yang timbul di abad
ke-21 ini.
Globalisasi, melihat seluruh dunia ibarat tanpa negara dan tanpa batas. Barang,
modal dan manusia dapat berpindah secara bebas. Dalam lingkungan perusahaan
sekarang batas antar negara kurang berpengaruh, dan manusia tidak terlalu peduli akan
kebangsaan mereka. Era globalisasi merupakan era kesejagatan, yaitu bahwa wilayah

usaha dan kompetisi produk dan jasa suatu organisasi bisnis tidak hanya dalam satu atau
beberapa wilayah negara, tetapi mendunia, oleh sebab itu produk atau jasa yang
dihasilkan suatu perusahaan

harus memiliki keunggulan bersaing, agar perusahaan

tersebut tetap dapat bertahan dan mampu mengatasi tantangan lingkungan eksternal, di

2

samping lingkungan internal perusahaannya. Globalisasi merupakan gejala yang muncul
dari kebutuhan dunia yang kontemporer.

Masyarakat dunia menjadi semakin

terhubungkan satu sama lain dalam berbagai aspek kehidupan.

Atas dorongan

kepentingan bersama beberapa negara di berbagai kawasan dunia membentuk kawasan

perdagangan bebas seperti; AFTA, NAFTA, APEC, WTO, dan MEE.
Saat ini kita sedang memasuki dunia tanpa batas. Secara ringkas dunia tanpa
batas ditandai dengan semakin terfokusnya masalah kedalam 5 C yang stratejik yakni
(1) Customer, yakni pentingnya perhatian terhadap aspirasi kepentingan pengguna jasa,
(2) Company, yakni pentingnya perhatian terhadap eksistensi perusahaan yang sehat dan
berdaya saing tinggi, (3) Competition, (4) Currency, yakni peristiwa gejolak nilai mata
uang dibanyak negara akhir-akhir ini dan (5) Country, yakni sudah saatnya setiap
negara menyiapkan berbagai lingkungan dan “institutional arragement” yang
memungkinkan organisasi global dapat beroperasi di setiap negara.
Pertumbuhan yang pesat pada sektor jasa dewasa ini menyebabkan sektor ini
menjadi tumpuan perhatian bagi banyak pihak. Amerika Serikat misalnya, sebagai
negara yang selama ini menjadi kiblat perekonomian dunia mencatat hampir 90 %
pekerjaan berada pada sektor jasa (Nasar dalam Sen,1998;15). Dari penelitian yang
dilakukan oleh Sen, setidaknya 65% tenaga kerja di negara-negara industri, bekerja di
sektor jasa, dan kurang lebih 58% total GNP negara-negara di dunia diperoleh dari
sektor jasa (Sen,1998;17). Sebuah penelitian yang melakukan kajian secara ekonomis
atas pertumbuhan jasa yang dilakukan oleh Allred pada tahun 2000 menunjukkan,
bahwa di Amerika Serikat peran sektor pelayanan jasa telah sedemikian dominan,
sehingga lebih dari 75%. Produk Domestik Bruto Amerika dan lebih kurang 80% dari
lapangan pekerjaannya berada pada sektor pelayanan jasa (Allred, 2000;52).


3

Peranan industri jasa yang demikian vital, sebagaimana digambarkan di atas
tidak terlepas dari sifat jasa itu sendiri yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan
aktivitas bisnis dewasa ini. Penelitian yang dilakukan oleh Doyle menunjukkan, bahwa
dapat dipastikan untuk segala jenis aktivitas usaha, unsur jasa selalu ada. Bahkan dalam
aktivitas usaha bidang manufaktur murni sekalipun, beberapa aktivitas yang ada
merupakan bagian dari kegiatan pelayanan jasa (Doyle,1998;384). Pada sisi lainnya,
peranan industri jasa yang sedemikian pesat perkembangannya tersebut juga
berimplikasi langsung pada tingginya daya serap industri jasa akan sumber daya
manusia guna mengisi berbagai aktivitas disektor ini, yang menunjukkan peningkatan
secara luar biasa (Wharton dan Erickson,1993 dalam Henry,1994;25). Sehubungan
dengan itu, era ini oleh Ulrich disebut sebagai era ”Intellectual Capital”, dimana nilai
asset-asset sesuatu perusahaan tidak lagi ditentukan oleh seberapa besar nilai
investasinya pada asset-asset berwujud (tangible) semata, tetapi lebih kepada asset tak
berwujud (intangible assets), yaitu sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi
yang bersangkutan (Ulrich, 1998b;6).
Dalam konteks globalisasi, pesatnya pertumbuhan bisnis pelayanan jasa antar
negara yang ditandai dengan intensitas pemasaran lintas negara yang demikian

teraliansinya berbagai perusahaan penyedia jasa dunia, pada gilirannya mampu
memberikan tekanan yang kuat terhadap percepatan perubahan regulasi, khususnya
pengenduran proteksi dan pengurangan monopoli serta pemanfaatan teknologi baru ;
yang secara langsung akan berdampak kepada menguatnya kompetisi di dalam industri
(Lovelock,1992;1). Kondisi ini secara langsung menghadapkan para pelaku bisnis
kepada permasalahan persaingan usaha, mereka dituntut untuk mampu mengidentifikasi

4

persaingan yang akan dihadapi dan menetapkan berbagai standar kinerjanya serta
mengenali secara baik para pesaingnya (Grant,1997;136 dan Smith,1997;197).
Dampak lain dari semakin ketatnya persaingan di dalam industri adalah
munculnya respon positif dari masyarakat pengguna jasa sebagai akibat dari persaingan
harga dan semakin banyaknya ragam pelayanan yang ditawarkan. Kondisi tersebut
diduga sebagai pemicu dari pergeseran nilai nasabah, yang menurut hasil penelitian
Hoffman pada berbagai industri di Amerika Serikat, menunjukkan adanya gejala umum
nasabah yang berkecenderungan untuk : (1) lebih bersifat menuntut, (2) menguasai
informasi, dan (3) lebih bersifat agresif (Hoffman,1995;49). Penelitian oleh Weinstein
juga menunjukkan, bahwa nasabah pada saat ini cenderung bersikap lebih cerdik, suka
memilih, lebih penuntut, mempelajari dengan baik produk/pelayanan yang ditawarkan

kepadanya, memiliki tingkat loyalitas yang rendah, sangat sensitif terhadap harga,
memiliki waktu yang sangat terbatas, serta selalu mencari nilai yang tertinggi
(Weinstein,1998;22).
Melalui pertimbangan di atas menjadi sangat relevan dengan hasil penelitian
Griffin, yang menunjukkan bahwa kemampuan meretensi nasabah secara langsung akan
berpengaruh terhadap tingkat kemampulabaan dan retensi pegawai serta semakin
stabilnya basis keuangan perusahaan (Griffin,1995;16). Kondisi inilah yang menjadi
prasyarat bagi suatu perusahaan untuk tetap dapat mempertahankan keberadaannya
dalam industri, atau bahkan mampu membangun keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (Dowling,1997;73). Mempertahankan nasabah/ pelanggan menjadi hal
yang krusial bagi perusahaan, mengingat pada hakekatnya tujuan utama dari suatu
perusahaan, terlepas apakah ia menyediakan produk barang atau jasa adalah mencapai

5

kinerja perusahaan yang terbaik dan mampu memuaskan pelanggan serta memiliki
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Pendapat-pendapat dari para ahli di atas dilandasi oleh suatu kenyataan, bahwa
dalam proses bisnis pelayanan jasa yang lebih didominasi oleh manusia, hubungan antar
sistem di dalam organisasi yang merupakan prasyarat tercapainya organisasi yang

efektif, secara langsung membutuhkan kemampuan pengelolaan sumber daya manusia
yang lebih baik pula, sebagaimana diungkapkan oleh Schuler, yang melihat peran
sumber daya manusia yang kian sentral dalam menghadapi dan mengadaptasi berbagai
kondisi persaingan guna meningkatkan kemampulabaan perusahaan (Schuler,1993;33).
Pendapat ini relevan dengan hasil penelitian Gilbert, yang menunjukkan bahwa
efektifitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh proses dan hubungan antar proses yang
ada di dalam perusahaan itu sendiri (Gilbert,2000;47). Dengan kata lain, bahwa untuk
mampu menghasilkan pelayanan yang bernilai tinggi, dibutuhkan kapabilitas internal
organisasi yang baik terlebih dahulu. Kapabilitas internal organisasi yang baik
merupakan suatu prasyarat bagi terbentuknya kekuatan perusahaan guna mendukung
keunggulan bersaing dalam industri. Keunggulan bersaing inilah yang menurut
Desatnick merupakan tuntutan yang sangat mendasar bagi siapapun saat ini, sehingga
seluruh unsur di dalam organisasi perusahaan selalu dituntut untuk memiliki dan
mengembangkan keunggulan kompetitifnya (Desatnick,1998;1).
Salah satu sektor usaha yang memasarkan produk yang berupa jasa adalah
lembaga keuangan bank. Peranan utama bank sebagai lembaga intermediasi keuangan
(financial intermediary) adalah mengalihkan dana dari pihak yang surplus ke pihak yang
defisit disamping menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya. Oleh karena bank berfungsi
sebagai lembaga intermediasi keuangan, maka dalam hal ini faktor kepercayaan dari


6

masyarakat atau nasabah merupakan faktor utama dalam menjalankan bisnis perbankan.
Dengan demikian manajemen bank akan dihadapkan pada berbagai usaha untuk
menjaga kepercayaan tersebut, agar tetap memperoleh simpati dari calon nasabahnya.
Selain faktor kepercayaan, bank sebagai lembaga intermediasi keuangan juga harus
mampu menjamin likuiditas, artinya mempunyai kemampuan dalam memenuhi
kewajiban finansialnya yang segera harus dilunasi. Faktor lain yang perlu diperhatikan
oleh pihak bank adalah kemampuan untuk memperoleh laba (rentabilitas). Semakin
tinggi tingkat likuiditas dan rentabilitas semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat.
Dengan demikian bank sebagai lembaga intermediasi keuangan dapat meningkatkan
peranannya sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat. Sebagai lembaga
intermediasi bank memiliki pangsa pasar yang berbeda sesuai dengan kondisi dan
kemampuan masing-masing bank, perkembangan pangsa pasar masing-masing
kelompok bank selama tiga tahun dapat dilihat pada Tabel 1.1. di bawah ini.
Tabel 1.1
Pangsa Pasar Berdasarkan Dana Pihak Ketiga
No.
1.
2.

3.
4.
5.
6.

Kelompok Bank
Bank Pemerintah
Bank Swasta Nasional Devisa
Bank Swasta Nasional Non-Devisa
Bank Pembangunan Daerah
Bank Campuran
Bank Asing

2000
37,90
26,34
4,26
3,80
10,09
17,61


Tahun
2001
39,94
30,11
4,98
3,60
8,45
13,72

2002
42,15
32,88
5,64
3,05
6,61
9,67

Sumber : Laporan Khusus Bank Indonesia,2003, hal 18


Dari tabel di atas terlihat bahwa pangsa pasar industri perbankan dalam
menghimpun dana pihak ketiga didominasi oleh dua kelompok bank yaitu Bank
Pemerintah dan Bank Swasta Nasional Devisa, yang menguasai masing-masing 42,15%
dan 32,88% di tahun 2002. Kemudian dari aspek penyaluran kredit dari dana yang

7

dihimpun dari pihak ketiga masih didominasi oleh dua kelompok bank yang sama yaitu
Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional Devisa, seperti terlihat dari tabel di bawah
ini.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tabel 1.2

Pangsa Pasar Berdasarkan Kredit yang Disalurkan
Tahun
Kelompok Bank
2000
2001
Bank Pemerintah
45,60
45,71
Bank Swasta Nasional Devisa
36,24
36,40
Bank Swasta Nasional Non-Devisa
2,46
2,52
Bank Pembangunan Daerah
2,80
2,25
Bank Campuran
5,52
5,54
Bank Asing
7,38
7,33

2002
45,83
36,68
2,58
2,04
5,56
7,31

Sumber : Laporan Khusus Bank Indonesia, 2003, hal 18

Dari Tabel 1.2. di atas dapat dilihat bahwa Bank Pemerintah masih mendominasi
dalam hal penyaluran kredit dengan merebut pangsa pasar sebesar 45,83%, yang
kemudian disusul oleh Bank Swasta Nasional Devisa dengan pangsa pasar sebesar
36,69% di tahun 2002.
Globalisasi ekonomi sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia, khususnya
industri perbankan, sebagaimana halnya dengan negara-negara berkembang lainnya.
Dampak globalisasi terutama di sektor keuangan dan perbankan ini sulit untuk dihindari
karena antara satu sistem keuangan dengan sistem keuangan dari negara lain akan saling
berinteraksi. Terjadinya kecenderungan tersebut memunculkan berbagai bentuk lembaga
keuangan dan jenis-jenis instrumen keuangan baru yang mendorong pemerintah untuk
mengeluarkan rentetan deregulasi di bidang keuangan dan perbankan.
Deregulasi 11 Juni 1983 yang dapat dikatakan sebagai awal dari liberalisasi di
bidang keuangan dan perbankan, yang kemudian disusul dengan paket kebijaksanaan
27 Oktober 1988, dan paket kebijaksanaan 20 Desember 1988 serta kebijaksanaan-

8

kebijaksanaan lanjutannya, mengubah total pola dan strategi pengelolaan lembaga–
lembaga keuangan dan perbankan di Indonesia.
Keadaan tersebut semakin bertambah ketika dalam kurun waktu satu tahun
pemerintah Indonesia mengeluarkan 3 (tiga) Undang-Undang di sektor keuangan, yaitu
UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, UU No. 2 tahun 1992 tentang perasuransian,
dan UU No. 11 tentang dana pensiun. Kesemua hal tersebut jelas akan menciptakan
lingkungan yang semakin kondusif dan kompetitif dalam konstelasi sistem keuangan
dan perbankan Indonesia.
Berbagai langkah kebijakan yang diambil pemerintah yang pada dasarnya
bertujuan untuk menyehatkan kembali sistem perbankan yang selama

masa krisis

mengalami tekanan yang disebabkan banyaknya bank yang belum sepenuhnya
menerapkan prinsip-prinsip perbankan yang hati-hati (prudent banking). Konsekuensi
buruknya manajemen bank, pemerintah telah melikuidasi dan membekukan kegiatan
usaha 67 bank ditahun 2000, belum termasuk sejumlah bank papan atas yang diambil
alih oleh pemerintah. Sedangkan bank-bank yang dianggap masih dapat disehatkan, dan
setelah dilakukan due deligence, diikutkan dalam program rekapitalisasi perbankan.
Selanjutnya, dalam rangka pemulihan kepercayaan terhadap perbankan, pemerintah
melakukan beberapa kebijakan antara lain : melaksanakan program penjaminan atas
deposan dan kreditor, membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan
melaksanakan program rekapitalisasi perbankan yang kesemuanya itu diatur dalam
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Pesatnya perkembangan di sektor lembaga keuangan, yang dalam hal ini terdiri
atas : Bank-Bank Asing, Bank-Bank Pemerintah dan Bank Swasta Nasional, Bank
Perkreditan Rakyat, serta lembaga keuangan Non-Bank seperti: Pasar Modal, Pasar
Uang & Valas, Koperasi Simpan Pinjam,

Pegadaian,

Sewa Guna Usaha, Modal

9

Ventura, Dana Pensiun dan sebagainya memberikan signal terhadap lembaga keuangan
itu sendiri untuk menganalisis sejauhmana kesiapan dan antisipasi yang dilakukan dalam
menghadapi tantangan globalisasi di masa depan, yang jelas akan semakin kompleks dan
kompetitif.
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri perbankan Indonesia secara
umum adalah perkembangan investasi yang masih belum menggembirakan karena
belum terciptanya iklim investasi yang kondusif. Sebagaimana dimaklumi, pada
umumnya investasi sangat dipengaruhi oleh kondisi politik, keamanan dan kebijakan
pemerintah, sementara saat ini masih ada isu-isu terorisme yang melanda Indonesia dan
ketidakpastian berkaitan dengan law enforcement (hukum), keamanan serta political will
pemerintah.
Secara nasional, besarnya pangsa pasar dalam menghimpun dana pihak ketiga
serta penyaluran dana tersebut yang dapat direbut oleh masing-masing kelompok bank
dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. berikut ini.

45,83%

50,00%
40,00%

6. Bank Asing
5. Bank Campuran

36,68%

4. Bank Pemb. Daerah

30,00%

3. Bank Sw asta Nas. Non Devisa

20,00%
2,58%

10,00%

5,56% 7,31%
2,04%

2. Bank Sw asta Nas. Devisa
1. Bank Pemerintah

0,00%
1

2

3

4

5

6

Sumber : Laporan Khusus Bank Indonesia,2003, hal 18

Gambar 1.1
Pangsa Pasar Berdasarkan Dana Pihak Ketiga
(per Desember 2002)

10

9,67%

6
5
4
3

6. Bank Asing

6,61%

5. Bank Cam puran

3,05%

4. Bank Pem b. Daerah
3. Bank Sw asta Nas. Non Devisa

5,64%

2

42,15%

1
0,00%

2. Bank Sw asta Nas. Devisa

32,88%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

1. Bank Pem erintah

50,00%

Sumber : : Laporan Khusus Bank Indonesia,2003, hal. 18

Gambar 1.2
Pangsa Pasar Berdasarkan Kredit yang Disalurkan
(per Desember 2002)
Menurut laporan Bank Indonesia pertumbuhan penyaluran kredit oleh lembaga
perbankan nasional mengalami penurunan sebesar 29,6%, secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 1.3 di bawah ini.
Tabel 1.3
Perkembangan Realisasi Kredit Baru (Milliar Rp.)
Kredit Baru
2002
2003
Pertumbuhan (%)
Sektor Ekonomi
- Pertanian
2.593
2.170
(16,3)
- Pertambangan
1.393
0.349
(75,0)
- Perindustrian
23.316
15.591
(33,1)
- Listrik, Air dan Gas
0.325
1.172
260,9
- Konstruksi
4.382
2.506
(42,8)
- Perdagangan
16.621
13.542
(18,5)
- Pengangkutan
7.022
2.181
(68,9)
- Jaa Dunia Usaha
10.701
6.004
(43,9)
- Jasa Sosial
0.586
0.584
(0,4)
- Lainnya
12.478
11.802
(5,4)
Total
79.417
55.901
(29,6)
Jenis Valuta
- Kredit Modal Kerja
50.276
31.120
(38,1)
- Kredit Investasi
17.538
15.000
(14,5)
- Kredit Konsumsi
11.603
9.781
(15,7)
Total
79.417
55.901
(29,6)
Sumber : Laporan Bank Indonesia, 2003, hal 145

Penurunan jumlah kredit tidak terlepas dari perkembangan berbagai faktor di
antaranya restrukturisasi sektor usaha perbankan, maraknya sumber pembiayaan

11

alternatif seperti penerbitan obligasi, korporasi, dan relatif lambatnya laju penurunan
suku bunga kredit dibanding suku bunga simpanan. Di lihat dari pemberian kredit
menurut jenisnya kredit modal kerja masih mendominasi realisasi penyaluran kredit baru
pada tahun 2003 kemudian diikuti oleh kredit investasi dan kredit konsumsi.
Selain jenis produk simpanan dan kredit yang merupakan core product
sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka ada beberapa produk jasa perbankan lainnya
seperti : ATM, Kartu Debet, Kartu Kredit, Kartu Tunai, Phone Bank, Online Bank,
Mobile Bank, Smart Shopping, Travel Service, News, Customer Service, Kiriman Uang
Dalam Negeri, Kiriman Uang Luar Negeri, Inkaso, Safe Deposto Box, Eksport import,
dan Link Bank, Billing System. Produk-produk jasa perbankan ini selain merupakan
sumber pendapatan, juga merupakan suplemen bagi core product perbankan. Semakin
banyak produk-produk jasa lain yang ditawarkan oleh perbankan yang bersangkutan
maka akan memberi peluang yang besar terhadap meningkatkan hasil penjualan dari
core product. Hal ini disebabkan karena dalam era globalisasi nasabah perbankan lebih
bersifat penuntut dan selalu berupaya untuk mendapatkan poduk yang lebih baik, lebih
aman, dan lebih efisien. Oleh karena itu banyaknya variasi produk yang ditawarkan oleh
lembaga perbankan mencerminkan besarnya hasil penjualan yang dapat diraih oleh
lembaga perbankan yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam penelitian ini tidak secara
eksplisit di cantumkan nilai nominal perolehan dari masing-masing produk jasa lainnya
tersebut akan tetapi di batasi pada seberapa banyak produk-produk jasa lainnya tersebut
yang dapat diakses oleh masing-masing bank yang diteliti.
Khususnya Industri perbankan di Jawa Barat, tantangan yang dihadapi tidak
hanya terbatas pada menurunnya pertumbuhan investasi dan pengaruh global, namun
industri perbankan saat ini diperhadapkan pada peta persaingan diantara lembaga
keuangan, baik perbankan maupun non-perbankan dalam rangkaian merebut pangsa

12

pasarnya.

Jumlah Bank

dan jaringan kantor Bank

di Jawa Barat sebagaimana

dilaporkan oleh Bank Indonesia Cabang Bandung bahwa pada akhir tahun 2003 tercatat
sebanyak 64 buah bank dengan 265 kantor cabang, tidak termasuk di dalamnya Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) 331 buah dan bank syariah.
Kantor Bank Indonesia Cabang Bandung melaporkan bahwa pada tahun 2003
tercatat adanya pertumbuhan negatif terhadap beberapa lapangan usaha, yaitu : di sektor
pertanian, pada subsektor tanaman bahan makanan dan peternakan, di sektor industri
pengolahan, di sektor pertambangan dan penggalian, di sektor listrik, gas dan air minum,
di sektor perdagangan yaitu pada subsektor perdagangan besar dan eceran serta
subsektor restoran, dan di sektor jasa-jasa.
Porter (1993;10) menyatakan bahwa landasan fundamental bagi kinerja
(performance) di atas rata-rata untuk jangka panjang adalah keunggulan bersaing yang
lestari (sustainable competitive adventage). Walaupun suatu perusahaan dapat saja
memiliki banyak kekuatan dan kelemahan dibandingkan dengan para pesaingnya,
namun ada dua tipe dasar keunggulan bersaing yang dapat dimilikinya, yaitu biaya
rendah atau diferensiasi. Bila kedua tipe dasar keunggulan bersaing di atas
dikombinasikan dengan ruang lingkup kegiatan perusahaan yang dilakukan untuk
mencapainya akan menghasilkan tiga pilihan strategy generik untuk mencapai kinerja di
atas rata-rata dalam suatu industri, yaitu : keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus.
Keunggulan bersaing dapat diperoleh dengan menerapkan

strategi biaya rendah

(Porter,1997;32). Biaya rendah dapat diwujudkan melalui pencapaian skala produksi
yang ekonomis dan kebijakan efisiensi lainnya. Sedangkan strategi diferensiasi yang
merupakan keunikan produk/jasa pada lembaga perbankan dapat diwujudkan melalui
keunikan pelayanan produk/jasa-jasa pelayanan kepada nasabahnya.
Kehadiran lembaga perbankan Indonesia bertujuan memberikan jasa perbankan
yang lengkap, berkualitas dan profesional, baik untuk dunia usaha maupun untuk

13

masyarakat umum melalui jaringan dan teknologi handal. Oleh karena itu strategi
industri perbankan untuk mempertahankan kinerjanya antara lain adalah menjadi agen
penyelesaian pembayaran nasional (national payment settlement agency) yang utama,
unggul dalam retail banking dan consumer banking, memberikan kenyamanan dan
layanan yang berkualitas bagi para nasabah, serta mencapai kinerja keuangan yang
mantap. Oleh karena itu industri perbankan memfokuskan strategi usaha pada tiga hal
utama yaitu pertumbuhan fortofolio kredit, meningkatkan dan memanfaatkan basis
nasabahnya yang besar, dan memperkuat infrastruktur pengendalian risiko industri
perbankan.
Sejalan dengan peningkatan perekonomian nasional, industri perbankan dengan
jumlah nasabah yang besar, jaringan cabang yang luas dan ATM yang banyak, serta
infrastruktur teknologinya yang canggih, bersama-sama dengan namanya yang telah
dikenal oleh masyarakat luas, akan mampu memberikan keunggulan-keunggulan
kompetitif dari segi pembiayaan sumber dana yang lebih rendah dan pertumbuhan
pendapatan yang lebih tinggi. Disisi lain industri perbankan bertekad memelihara
kepercayaan yang telah diterima melalui berbagai layanan terbaiknya. Peningkatan mutu
pelayanan yang terus menerus, dan upaya mempertajam keunggulan produk-produk
yang ada serta berbagai kemungkinan pengembangannya untuk waktu-waktu mendatang
tentu saja memiliki implikasi yang sangat positif terhadap kinerja keseluruhan industri
perbankan. Dalam rangka itu, upaya-upaya untuk peningkatan kualitas sumber daya
manusia serta kemampuan dalam pengaplikasian teknologi baru selalu menjadi perhatian
manajemen industri perbankan. Antisipasi terhadap tuntutan komitmen penuh terhadap
kepuasan nasabah, menjadi modal penting untuk menjadikan industri perbankan
memiliki prospek yang sangat baik.
Dengan kinerja industri perbankan tersebut yang demikian mengesankan ternyata
tidak membebaskan industri perbankan dari berbagai masalah yang cukup krusial.

14

Seperti yang dialami oleh Bank BCA, dimana terjadi rush di tahun 1998 yang
menyebabkan assetnya sempat turun, dan bahkan hampir saja kolap karena kepercayaan
masyarakat menjadi pudar.

Juga ditandai adanya kebijakan pemerintah untuk

menyerahkan kepada BPPN guna diambil langkah-langkah penyehatan. Dalam hal ini
industri perbankan diibaratkan sebuah mobil yang sedang rusak, sedangkan BPPN
diibaratkan sebagai sebuah bengkel yang mengoperasi mobil rusak tersebut. Namun
karena kinerja Bank BCA yang sangat mengesankan perkembangannya selama dalam
penanganan BPPN, mengantarkan Bank BCA berhasil keluar dari BPPN pada 25 April
2000 sehingga kini statusnya bukan sebagai Bank Take Over lagi.
Untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut jelas perlu adanya penambahan
atau perubahan wawasan dan pengetahuan akan perlunya pergeseran perhatian dari
industri perbankan untuk lebih berkonsentrasi pada aspek internal marketing yang
berarti investasi lebih diarahkan pada pengembangan Manajemen Sumber Daya Manusia
(intangible asset) ketimbang menerapkan secara baik manajemen aktiva dan kewajiban
finansial (tangible asset).

Menurut Conaty dalam David Hunger dan Wheelen

(1996;23), bahwa ketika sebuah industri berada dalam keadaan kacau, produktivitas dan
sumber daya manusia menjadi kunci sebuah permainan. Itulah saatnya kita mendapatkan
keunggulan.
Kaplan & Norton (1996;3) menyatakan, kemampuan sebuah perusahaan untuk
memobilisasi

dan mengeksploitasi aktiva tak berwujudnya menjadi jauh lebih

menentukan daripada melakukan investasi dan mengelola aktiva fisik yang berwujud.
Aktiva tak berwujud memungkinkan perusahaan untuk (1) Mengembangkan hubungan
dengan pelanggan untuk mempertahankan loyalitas dan memungkinkan berbagai
segmen pelanggan dan wilayah pasar baru untuk dilayani secara efektif dan efisien, (2)
Memperkenalkan produk dan jasa inovatif yang diinginkan oleh segmen yang dituju, (3)
Memproduksi produk dan jasa bermutu tinggi sesuai dengan keinginan pelanggan

15

dengan harga yang rendah dan dengan tenggang waktu (lead time) yang pendek, (4)
Memobilisasi kemampuan dan motivasi pekerja bagi peningkatan kemampuan proses,
mutu, dan waktu tanggap (response times) yang berkesinambungan dan (5)
Mengembangkan teknologi informasi, database, dan sistem informasi.
Karena upaya mencapai keberhasilan kompetitif organisasi di abad informasi ini
harus diletakkan pada pengembangan sumber daya manusia yang dalam hal ini
dipandang sebagai asset tak berwujud, maka itu berarti lembaga perbankan nasional
perlu menggunakan tenaga yang memiliki kinerja superior agar dapat berdaya saing
tinggi dalam kanca persaingan global yang kian semakin ketat.
Menyoroti upaya pengembangan tenaga perbankan dengan kinerja superior
sudah barang tentu mustahil dapat terjadi dan tersedia dengan sendirinya, melainkan
harus

diupayakan

penyiapan

berkesinambungan mengingat

dan

pengembangannya

secara

berencana

serta

tuntutan akan mutu pelayanan bagi nasabah jasa

perbankan juga terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan.
Para ahli telah sepakat berpendapat bahwa tenaga kerja termasuk di dalamnya
tenaga perbankan dituntut mempunyai kompetensi. Hasil penelitian dari Spencer &
Spencer (1993;201) terhadap organisasi, dikemukakannya bahwa kompetensi dibagi
menjadi enam kelompok yaitu : (1) Achievement and Action, (2) Helping and Human
Service, (3) The Impact and Influence Cluster, (4) Managerial, (5) Cognitive/
Intellectual, (6) Personal Effectiveness yang mana setiap kelompok tersebut terdiri dari
lima sampai enam kompetensi sehingga kompetensi kurang lebih ada tiga puluh enam
kompetensi. Untuk selanjutnya kompetensi ini akan berpengaruh terhadap prestasi kerja.
Menurut White dikutip dari Hersey, Blanchard (1995;43), dorongan utama
tindakan manusia adalah keinginan akan kompetensi. Kompetensi merupakan
kemampuan mengendalikan faktor-faktor lingkungan, baik faktor fisik maupun faktor
sosial. Orang-orang yang memiliki motif ini tidak ingin menunggu terjadinya hal-hal

16

secara pasif; mereka ingin mengubah lingkungan dan berusaha mewujudkan sesuatu.
Pembicaraan lebih lanjut menyangkut kompetensi, akan difokuskan pada manajer
perbankan. Dimana manajer bank terkait langsung dengan proses kepemimpinan di
bank. Seorang manajer bank seyogianya memiliki kompetensi yang sesuai dengan
bidang yang digelutinya. Hal ini menjadi sangat penting karena manajer mengemban 4
fungsi dan tiga peran yang sangat vital dalam keberhasilan suatu perusahaan yang
dipimpinnya. Keempat fungsi yang dimaksud adalah ; fungsi perencanaan, fungsi
pengorganisasian, fungsi kepemimpinan, dan fungsi pengendalian. Sedangkan tiga
peranannya adalah ; peran antar pribadi, peran informasi, dan peran keputusan.
Perlu dipahami pula bahwa seorang manajer tidak cukup jika hanya memiliki
sederetan kompetensi yang superior, namun yang tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana kompetensi yang dimiliki oleh para manajer tersebut dapat ditransformasikan
menjadi kinerja individu, sehingga pada gilirannya kinerja manajer tersebut akan
berpengaruh terhadap kinerja organisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang
pimpinan harus memiliki berbagai kompetensi yang dipersyaratkan serta diperlukan
media untuk mentransformasi kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang
manajer. Dalam kaitan ini internal organisasi dipandang sebagai mediator yang sangat
handal untuk mentransformasikan kompetensi yang dimiliki oleh seorang

manajer

perbankan.
Walapun kompetensi manajer merupakan salah satu unsur dari internal
organisasi, akan tetapi karena kompetensi merupakan issu yang fenomenal dan
dipandang sangat menentukan dalam eksistensi

dan perkembangan organisasi

perbankan, maka kompetensi tersebut dikaji secara spesifik terlepas dari internal
organsasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat diperoleh gambaran yang detail dari berbagai
aspek kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh manajer dan sejauhmana aspek

17

kompetensi manajer memberikan pengaruhnya terhadap positioning produk, hasil
penjualan, serta implikasinya pada posisi bisnis lembaga perbankan.
Melalui studi tentang faktor-faktor internal organisasi yang mendukung
kompetensi manajer dan faktor yang mempengaruhi kinerjanya, akan didapatkan profil
atau ciri-ciri manajer yang memiliki kinerja superior yang pada giliran selanjutnya dapat
dijadikan acuan untuk perencanaan pengelolaan faktor-faktor organisasi dan pengadaan
atau pengembangan sumber daya secara sinergistik.
Manajer dituntut untuk memiliki kompetensi superior karena seorang manajer
sangat menentukan kinerja organisasi perusahaan sebab manajer yang menjalankan
fungsi-fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengendalian. Manajer tidak hanya memiliki pengaruh kuat terhadap arah strategis
perusahaan, tetapi mereka secara tidak langsung juga mempengaruhi kinerja perusahaan
melalui tindakan dan pernyataan mereka (Hunger,1996;43). Seperti yang disebutkan
Richard Chase bahwa sebagai bisnis jasa “hubungan langsung” kualitas jasa tidak dapat
dipisahkan dari kualitas penyedia jasa (Richard Chase; 2003:375). Bisnis perbankan
yang sungguh-sungguh berhubungan langsung dengan nasabah menunjukkan bahwa
kinerja manusia terutama manajernya secara material membentuk hasil jasa dan dengan
demikian menjadi bagian produk. Oleh karena itu aspek kajian dalam hal ini lebih
ditekankan pada “pemasaran Internal”. Seperti halnya ketika pemasar barang
memperhatikan kualitas produk, demikian juga pemasar jasa perbankan perlu
memperhatikan kualitas jasa, yang

berarti ada perhatian khusus pada kualitas dan

penampilan pekerja pada saat pekerjaan secara intensif sedang dilakukan. Dengan
demikian, lembaga perbankan yang dalam hal ini sebagai industri jasa yang
berhubungan langsung dengan nasabah perlu memperhatikan pemasaran internal, tidak
hanya pemasaran eksternal.

18

Secara lebih khusus, pemasaran internal berarti memandang karyawan (manajer)
sebagai pelanggan internal, memandang pekerjaan sebagai produk internal, dan seperti
halnya pemasaran eksternal berusaha keras untuk merancang produk untuk memenuhi
kebutuhan para nasabah dengan lebih baik (Leonard L. Berry; 2003;375). Secara luas,
ungkapan pemasaran internal digunakan dengan implikasi bahwa dengan memuaskan
kebutuhan pelanggan internalnya, suatu organisasi meningkatkan kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan pelanggan eksternalnya. Sebuah artikel yang ditulis oleh W.Earl
Sasser dan Stephen menyatakan bahwa perusahaan jasa yang sukses harus terlebih
dahulu menjual pekerjaan kepada para karyawan sebelum perusahaan tersebut dapat
menjual jasanya kepada para pelanggan (Sasser and Stephen,2003;376).
Zeithaml dan Bitner (2000;16) menyatakan bahwa pemasaran internal adalah
berlangsung melalui enabling of promises maka mereka harus memiliki keterampilan,
kemampuan, peralatan dan motivasi untuk memenuhi promises tersebut. Dengan
perkataan lain diberdayakan, direkrut, diberi training, dilengkapi dengan fasilitas dan
sistem internal yang sesuai, dan jika tidak diberi penghargaan atas pekerjaan mereka
yang baik, maka promise yang telah dibuat tersebut tidak akan dapat terpenuhi.
Pemasaran internal bersendikan juga pada asumsi-asumsi bahwa kepuasan karyawan dan
nasabah berkaitan erat satu sama lainnya.
Dengan globalisasi ekonomi, persaingan bebas, kemajuan teknologi, dan dengan
adanya

berbagai Peraturan Pemerintah serta berbagai undang-undang di sektor

keuangan sebagaimana telah disebutkan di atas menjadikan peta persaingan di sektor
jasa keuangan, khususnya disektor jasa perbankan semakin ketat. Dampak dari semua itu
menyebabkan kinerja lembaga perbankan menjadi buruk, yang ditandai dengan
banyaknya bank swasta nasional yang harus dilikuidasi, didirikannya Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) guna menangani bank-bank yang sedang bermasalah,

19

perlunya dilakukan kebijakan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan, beberapa bank
harus merjer, akuisisi, dan intermediasi perbankan tidak berfungsi dengan baik.
Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa lembaga perbankan kurang
mampu mengantisipasi secara baik dampak dan pengaruh globalisasi serta tekanan
persaingan yang berasal dari kemajuan teknologi dan informatika, serta adanya
pergeseran nilai nasabah yang lebih bersifat penuntut. Dengan kata lain manajer
perbankan

tidak respon terhadap tuntutan nasabah, variasi produk masih terbatas,

ketidakmampuan mereka mempertahankan kepercayaan nasabah, tidak semua segmen
terlayani, pelayanan kepada nasabah belum efisien, belum efektif, belum nyaman, dan
belum bersifat mengamankan asset nasabah. Hal inilah yang menarik bagi penulis,
dimana hal tersebut belum mendapatkan perhatian dari peneliti lain, sementara buruknya
kinerja perbankan telah menjadi isu nasional yang sangat fenomenal. Oleh karena itu
yang menjadi tema sentral dalam penelitian ini adalah bahwa dengan penggunaan
manajer yang memiliki kompetensi superior dan dengan pengelolaan faktor internal
organisasi dengan baik, akan menjadikan

lembaga perbankan mampu memberikan

pelayanan terbaiknya kepada setiap nasabahnya sehingga hasil penjualannya dapat
meningkat yang berarti sektor riil dapat tumbuh dengan baik, dan posisi lembaga
perbankan serta image masyarakat terhadap eksistensi lembaga perbankan menjadi lebih
baik.
Dalam kaitan dengan kompetensi dan internal organisasi, Rogers menyatakan
bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara kapabilitas internal organisasi dengan
kemampuannya dalam meningkatkan operasional penjualan ataupun mencetak laba.
Faktor utama pembentukan kapabilitas internal khususnya dalam pelayanan jasa adalah
manusia yang terlibat langsung dalam pelayanan jasa (Rogers,1994;14).
Selanjutnya Cravens menyatakan bahwa jika manajer memiliki kompetensi
yang cukup memadai dan didukung oleh internal organisasi yang handal pula, maka

20

kinerja

pemasaran

dan

kinerja

organisasi

akan

dapat

ditingkatkan

seiring

dengan kebutuhan konsumen yang semakin bervariasi dan kian meningkat
(Cravens,2000;21). Pendapat yang senada dikemukakan oleh Birdir (2000;205) bahwa
pengenalan secara baik pada kompetensi yang dibutuhkan suatu perusahaan akan sangat
bermanfaat sebagai titik sentral pengembangan organisasi.
Lebih lanjut Robertson menyatakan bahwa tantangan bagi banyak organisasi saat
ini adalah memperkenalkan proses pengembangan berbasis pada kompetensi yang telah
terbukti

mampu

meningkatkan

produktivitas

organisasi

maupun

individu

(Robertson,1995;23). Dalam hal ini Greene (1994;5) menyatakan bahwa akumulasi dari
kompetensi yang ada di dalam suatu organisasi dapat diarahkan menjadi faktor
keungulan bersaing bagi suatu perusahaan. Senada pula dengan yang dikemukakan oleh
Desatnick (1998;15) bahwa satu-satunya sumber daya yang mampu mendatangkan hasil
penjualan ataupun kemampulabaan bagi organisasi bisnis yang bergerak dibidang
pelayanan jasa adalah pengelolaan yang baik pada aspek sumber daya manusianya.
Pernyataan yang hampir sama juga dikemukakan oleh Robotham (1996;27) yang
menyatakan bahwa kompetensi dapat dijadikan sebagai referensi dari suatu perilaku
pada individu tertentu, yaitu bagaimana mereka melakukan kegiatan dan melakukan
respons dalam organisasi, khususnya dalam lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya. Selanjutnya, hal yang sama dikemukakan pula oleh Hannon (2000;238)
bahwa saat ini kompetensi merupakan basis bagi perusahaan kelas dunia dalam
melakukan strategi usahanya. Sementara itu Unland (1996;8) menyatakan bahwa
penguatan strategi perusahaan dengan menggunakan kompetensi dipercaya mampu
meningkatkan fleksibilitas perusahaan dalam merespons dengan cepat berbagai peluang
usaha dimasa datang. Demikian pula pendapat yang senada dikemukakan oleh Stoner

21

(1998;2) bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh motif manajer dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
Dilihat dari pentingnya aspek internal organisasi, maka Desatnick (1998;1)
menyatakan bahwa kapabilitas internal organisasi yang baik merupakan suatu prasyarat
bagi terbentuknya kekuatan perusahaan guna mendukung keunggulan bersaing dalam
industri. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Kaplan (2000;98) bahwa kinerja
pemasaran dipengaruhi oleh internal organisasi yang terdiri dari manajemen keuangan,
manajemen produksi, manajemen sumber daya manusia, dan tersedianya fasilitas kerja.
Juga pendapat yang hampir sama dikemukakan pula Drejer dan Riis (2000;207) bahwa
teknologi, orang lain yang terkait didalamnya, struktur organisasi, serta budaya
perusahaan mempengaruhi hasil penjualan. Demikian pula pendapat yang dikemukakan
oleh Kotler (2003;28) yang menyatakan bahwa hasil penjualan sangat dipengaruhi oleh
kompetensi manajer dan internal organisasi. Setiap organisasi bisnis berupaya untuk
memperbesar hasil penjualan sebab hasil penjualan merupakan ukuran suksesnya
pemasaran.
Atas dasar adanya kondisi dan fenomena seperti tersebut di atas, sehingga
dipandang perlu dilakukan suatu penelitian tentang bagaimana pengaruh kompetensi
manager dan internal organisasi terhadap hasil penjualan jasa perbankan serta
implikasinya pada penentuan posisi bisnis lembaga perbankan di Jawa Barat.
1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahannya dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
1. Bagaimana karakteristik lembaga perbankan, kompetensi manajer, internal
organisasi, positioning produk, dan hasil penjualan.

22

2. Sejauhmana pengaruh kompetensi manajer dan internal organisasi terhadap
positioning produk baik secara simultan maupun secara parsial.
3. Sejauhmana pengaruh kompetensi manajer dan internal organisasi terhadap hasil
penjualan baik secara simultan maupun secara parsial.
4. Sejauhmana pengaruh positioning produk terhadap hasil penjualan.
5. Bagaimana posisi bisnis di pasar pada setiap bank yang diteliti.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan deskripsi pada latar belakang dan identifikasi masalah, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui karakteristik lembaga perbankan, kompetensi manajer,

internal

organisasi, positioning produk, dan hasil penjualan
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kompetensi manajer dan internal
organisasi terhadap positioning produk baik secara simultan maupun secara
parsial.
3. Mengetahui dan menganalisis pengaruh kompetensi manajer dan internal
organisasi terhadap hasil penjualan baik secara simultan maupun secara parsial.
4. Mengetahui dan menganalisis pengaruh

positioning produk terhadap

hasil

penjualan.
5. Mengetahui dan menganalisis posisi bisnis di pasar pada setiap bank yang
diteliti.
1.4. Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan mendapatkan gambaran tentang pengaruh kompetensi manajer dan
internal organisasi terhadap positioning produk dan hasil penjualan serta implikasinya
pada penentuan posisi bisnis lembaga perbankan, maka hasil penelitian ini diharapkan
berguna untuk pengembangan ilmu dan pengembangan operasional lembaga perbankan.

23

1.4.1. Pengembangan Ilmu.
1). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dalam hal pengembangan
ilmu, khususnya ilmu manajemen pemasaran, manajemen strategik, dan
manajemen sumber daya manusia, melalui pendekatan serta metode-metode
baru dalam aspek kompetensi manajer dan faktor internal organisasi, serta
mengalisis tingkat pengaruhnya terhadap hasil penjualan dan implikasinya
terhadap penentuan posisi bisnis lembaga perbankan.
2). Penelitian ini diharapkan pula dapat bermanfaat untuk membantu komunitas
akademisi atau bagi para pemerhati yang berminat untuk mendalami
permasalahan kompetensi karyawan dan faktor internal organisasi perbankan,
terlebih para peneliti berikutnya, mengingat masih banyaknya aspek di dalam
dimensi pelayanan internal dan berbagai aspek eksternal organisasi perbankan
yang belum mampu diungkap oleh penulis di dalam penelitian ini.
1.4.2. Kegunaan Operasional
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi para praktisi guna
merumuskan kebijakan internal dan strategi operasional serta sistem
penyampaian pelayanan guna menghasilkan pelayanan kepada nasabah yang
berkualitas dan bernilai tinggi melalui pembentukan perilaku manajer dan
penanganan faktor internal organisasi secara baik guna peningkatan hasil
penjualan sehingga lembaga perbankan dapat memperoleh posisi yang
mencerminkan eksistensi yang lebih baik.

II. METODE PENELITIAN
3.1.

Metode yang Digunakan

24

Penelitian ini bersifat deskriptif dan verifikatif. Penelitian bersifat deskriptif yang
dimaksudkan disini adalah penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran tentang
kompetensi dan internal organisasi, positioning produk, hasil penjualan, dan posisi bisnis
lembaga perbankan yang diteliti. Deskripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan
pertama, dan permasalahan kelima dideskripsikan dengan menggunakan metode Multy
Dimensional Scaling (MDS). Sedangkan penelitian veripikatif adalah untuk menguji
hipotesis pertama, kedua, dan ketiga dengan menggunakan Path Analysis. Tipe
penyelidikan dalam penelitian ini adalah kausalitas. Jangka waktu penelitian ini
dilakukan selama delapan bulan yaitu dari bulan Desember 2003 sampai bulan Juli
tahun 2004.
Pengamatan dilakukan terhadap sejumlah perbankan yang terdiri dari 56 buah
kantor cabang bank yang ada di Jawa Barat, yang terdiri dari Bank Pemerintah, Bank
Swasta Nasional, Bank Asing, dan Bank Pembangunan Daerah.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya pada Bab Pendahuluan, bahwa pemilihan
kantor cabang bank di Jawa Barat sebagai objek penelitian disertasi ini lebih
mempertimbangkan pada masalah khas dari industri perbankan itu sendiri, yaitu masalah
kompetensi manajer bank, internal organisasi, positioning produk, hasil penjualan, dan
posisi bisnis. Data yang dijadikan bahan penelitian adalah data perbankan tahun 2001,
2002, dan 2003 menyangkut jumlah nasabah, jumlah tabungan, jumlah debitur, jumlah
kredit yang disalurkan, dan jumlah/jenis produk yang ditawarkan oleh masing-masing
lembaga perbankan.yang diteliti.
Guna memperjelas dan menjaga keutuhan serta kesatuan pengertian atas masingmasing variabel di dalam penelitian ini, maka keseluruhan variabel penelitian

25

didefinisikan secara detail untuk kemudian dijabarkan ke dalam masing-masing sub
variabel dan indikatornya, serta tolok ukur dan skalanya.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui kuesioner
yang diisi oleh responden yang terpilih dan informasi tentang beberapa hal yang
berkaitan dengan keadaan perbankan dan beberapa data pelengkap lainnya yang
diperoleh dari masing-masing manajemen perbankan melalui wawancara maupun
dokumentasi.
Penelitian yang dilakukan disini adalah

penelitian survei dengan pendekatan

kuantitatif. Pada penelitian survei ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengukur
data pokok. Penelitian jenis ini dapat digunakan untuk maksud : (1) Penjajagan

(2)

Deskriptif dan verifikatif, yakni menjelaskan hubungan kausal dan pengajuan hipotesa,
(3) Evaluasi, (4) Prediksi, (5) Penelitian operasional dan (6) Pengembangan indikatorindikator sosial. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian survei ini adalah :
(1) Merumuskan masalah penelitian dan menentukan tujuan penelitian; (2) Menentukan
konsep dan hipotesa

serta menggali

kepustakaan; (4) Menentukan

sampel dari

populasi, (5) Membuat kuesioner; (6) Melakukan pekerjaan lapangan; (7). Mengolah
data; (8) Analisis dan pelaporan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu manajemen pemasaran dan manajemen
sumberdaya manusia. Objek penelitian ini adalah kompetensi manajer dan internal
organisasi, positioning produk, hasil penjualan, dan posisi bisnis lembaga perbankan.
Unit observasi dalam penelitian ini adalah 56 buah kantor cabang bank di Jawa Barat
yang terdiri dari Bank Pemerintah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing, dan Bank
Pembangunan Daerah. Unit analisisnya adalah manajer perbankan. Variabel yang
diungkap terdiri dari 4 variabel yaitu : 1).Kompetensi manajer dengan 11 sub variabel
yaitu:

semangat

berprestasi,

Inisiatif,

kepercayaan

terhadap

diri

sendiri,

Mengembangkan orang lain, mengarahkan orang lain, kerja kelompok dan kerja sama,

26

kepemimpinan kelompok, Memberi Dampak dan Pengaruh, berpikir analisis, berpikir
konseptual, dan pengumupulan informasi. 2) Internal organisasi dengan 8 sub variabel
yaitu, struktur organisasi, keuangan, produksi dan operasi, gaya kepemimpinan, sistem
kompensasi, Sistem Informasi, penggunaan Teknologi dan bauran pemasaran. Variabel
positioning produk merupakan variabel terikat dan sekaligus merupakan variabel
moderator terhadap hasil penjualan. Sedangkan variabel posisi bisnis adalah merupakan
variabel terikat atau dependen variabel dari hasil penjualan.

3.2. Operasionalisasi Variabel
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, variabel dependen utama di dalam
penelitian ini adalah Positioning produk dan hasil penjualan, sedangkan variabel
independen utama adalah kompetensi manajer dan internal organisasi. Dalam posisinya
sebagai variabel independen, kompetensi manajer dan internal organisasi mempengaruhi
positioning produk dan hasil penjualan. Sementara hasil penjualan mempengaruhi posisi
bisnis. Dengan demikian variabel positioning produk dan hasil penjualan adalah sebagai
variabel dependen dan sekaligus sebagai variabel independen.
Guna memperjelas dan menjaga keutuhan serta kesatuan pengertian atas masingmasing variabel di dalam penelitian ini, maka keseluruhan variabel penelitian
didefinisikan secara detail untuk kemudian dijabarkan ke dalam masing-masing sub
variabel, indikator, tolok ukur dan skalanya.
Untuk kepentingan penelitian lapangan melalui metode penelitian lapangan, maka
terlebih dahulu ditetapkan variabel dan sub variabel penelitian, yang hendak di akses
sebagai bahan masukan utama bagi analisis di dalam penelitian ini. Masing-masing
dimensi tersebut kemudian dinyatakan ke dalam indikator yang akan menjadi pertanyaan

27

bagi responden. Keterangan lebih lengkap dari operasionalisasi variabel penelitian ini
sebagaimana tercantum dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.1.
Matriks Operasionalisasi Variabel Penelitian
VARIABEL

SUB
VARIABEL

Konsep Variabel

1

2

(3)

3

Suatu konsep yang
digambarkan sebagai
karakteristik dasar
seseorang yaitu : watak,
motif, konsep diri,
pengetahuan, dan
keterampilan yang dapat
mempengaruhi
perilakunya dan
kemampuannya untuk
menghasikan prestasi
kerja ( Spencer & Spencer,
1993;9)

Penggunaan aspek
kompetensi manajer yang
meliputi semangat
berprestasi, inisiatif,
kepercayaan diri,
mengembangkan orang
lain, kemampuan
mengarahkan, kerja
kelompok dan kerjasama,
memimpin kelompok,
dampak dan pengaruh,
berpikir analitis, berpikir
konseptual, dan
pengumpulan informasi

Tingkat penggunaan
kompetensi manajer

Ordinal

Kepedulian/derajat usaha
seseorang untuk
berprestasi dalam
pekerjaannya sehingga ia
bekerja dengan baik atau
diatas standar

1.

1. Tingkat Penyelesaian

Ordinal

X1.
Kompetensi
Manajer

1. Semanga
t berprestasi

UKURAN

INDIKATOR

2.
3.
4.

4

Orientasi hasil
Orientasi efisiensi
Perhatian
terhadap
standar kerja
Fokus
terhadap

perbaikan

2.

Inisiatif

3. Kepercayaan diri

Keinginan atau derajat
usaha untuk bertindak
melebihi yang diharapkan
tanpa menunggu perintah
dengan tujuan
meningkatkan hasil
pekerjaan dan untuk
menciptakan peluang baru
Keyakinan seseoran pada
kemampuannya untuk
menyelesaikan suatu tugas
atau pekerjaan

5.
6.

Enterpreneurship
Pengoptimalan
sumber daya

1.

Tidak
menyerah
terhadap penolakan
Memanfaatkan
peluang-peluang
Kinerja lebih dari
yang diharapkan
Mengantisipasi
peluang

2.
3.
4.

1. Melakukan tindakan
2.
3.

meskipun ditantang
orang
Merupakan pribadi
yang percaya diri
Memiliki
kepercayaan menilai

diri
4. Menyatakan
posisi yang jelas

suatu

Tugas
2. Tingkat ketelitian
3. Tingkat perhatian kerja
4. Tingkat perbaikan
prestasi
5. Tingkat penerimaan
risiko
6. Tkt. efisiensi

SKALA

5

Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal

sumberdaya

Ordinal

1. Tingkat konsistensi

Ordinal

2. Tingkat pemusatan
perhatian
3. Tingkat pencapaian
kinerja lebih
4. Tingkat pengantisipasian masalah

Ordinal

1. Tingkat kecakapan
mempertahan-kan
konsep
2. Tgkat kepercayaan diri

Ordinal

3. Tingkat kepercayaan
menilai diri sendiri

Ordinal

4. Tingkat keberhasilan
memposisikan diri

Ordinal

5. Tingkat tanggung

Ordinal

Ordinal
Ordinal

Ordinal

28

VARIABEL

SUB
VARIABEL

Konsep Variabel

1

2

(3)

UKURAN

INDIKATOR

3
5. Bertanggungjawab
atas kesalahan nya

4
jawab
6. Tingkat analisis kinerja

SKALA

5
Ordinal

6. Menganalisis
4. Mengembangkan
orang lain

Kemampuan mendorong
pengembangan atau proses
belajar orang lain

performansi
1.
2.
3.
4.
5.

5.Kemampuan
Mengarahk
an

6. Kerja
kelompok
dan kerja
sama

Keberanian memberi
perintah dan
memanfaatkan kekuasaan
jabatan agar orang lain
melakukan sesuatu sesuai
sasaran organisasi

Kemampuan dan kemauan
kerja atau menjadi bagian
dari suatu kelompok kerja

Menunjukkan
harapan positif
Memberikan arahan
strategi pilihan
Memberikan umpan
balik atas perilaku
buruk
Mengidentifikasi
program kebutuhan
pelatihan
Mendelegasikan
tanggung jawab
dengan tujuan
mengembangkan
orang lain

1. Terbuka menghadapi
performansi orang lain
2. Menetapkan