Kendala Kontraktor Dalam Menerapkan Gree
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
KENDALA KONTRAKTOR DALAM MENERAPKAN GREEN
CONSTRUCTION UNTUK PROYEK KONSTRUKSI DI
INDONESIA
Wulfram I. Ervianto1
1
Kandidat Doktor Teknik Sipil-Institut Teknologi Bandung, email: [email protected]
ABSTRAK
Studi mengenai green construction di Indonesia telah dimulai sejak beberapa tahun terakhir yang diawali
dengan berbagai kajian yang dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu. Dilain pihak,
sebagian kecil penyedia jasa sebagai pelaku konstruksi telah mulai menerapkan prinsip green construction
dalam melaksanakan pekerjaannya. Kementerian Pekerjaan Umum sebagai representasi dari pemerintah,
berperan untuk mempersiapkan regulasi sebagai penentu arah konstruksi berkelanjutan Indonesia. Ketiga pihak
tersebut diatas merupakan institusi yang berperan penting sebagai pendukung dalam mengembangkan konsep
green construction di Indonesia. Pada saat ini, kajian-kajian dalam pengembangan green construction masih
bersifat sporadis dan terpisah-pisah yang berdampak pada kecepatan penerapannya di Indonesia. Berpijak pada
situasi tersebut diatas perlu kiranya dilakukan kajian untuk mengurai keterlibatan antar pihak sehingga
terpetakan tugas dan fungsi masing-masing pihak. Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian terkait kendala
dalam menerapkan green construction oleh penyedia jasa, lebih spesifik kontraktor di Indonesia. Penelitian ini
diawali dengan melakukan kajian yang mendalam berbasiskan data sekunder untuk mengetahui sebaran
informasi green construction yang masih bersifat terpisah-pisah. Selanjutnya, data dan informasi tersebut dikaji
secara mendalam berdasarkan pendekatan kualitatif. Hasil kajian ini adalah: (a) Kontraktor masih terkendala
oleh terbatasnya ketersediaan peralatan yang ramah lingkungan; (b) Belum tersedianya pekerja yang terlatih
dalam melaksanakan pekerjaan yang berprinsip pada green construction; (c) Belum adanya kepastian jenis
material ramah lingkungan yang dinyatakan oleh lembaga yang dilegitimasi; (d) Keterbatasan teknologi dalam
melaksanakan green construction ; (e) Belum efektif terjadinya internal kolaborasi antara kontraktor besar
dengan kontraktor spesialis sehingga jumlahnya masih sangat terbatas; (f) Terbatasnya regulasi yang mengatur
tentang green construction .
Kata Kunci: kendala, penerapan, green construction , proyek konstruksi
1. PENDAHULUAN
Penelitian terkait dengan konstruksi berkelanjutan di dunia diawali pada tahun 1994 oleh
Conseil International du Batiment yang intinya adalah melakukan penghematan bahan dan
pengurangan limbah dalam proses pembangunan. Sedangkan untuk skala nasional diawali
dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-13 tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember tahun 2007, Indonesia sepakat
untuk menurunkan konsentrasi CO2 di udara sebesar 26% sampai dengan 41% di akhir tahun
β0β0 dan disepakati tentang ―peta jalur hijau‖ dengan pola pembangunan abad ke-21 yang
berkadar rendah karbon. Sebagai respon terhadap kesepakatan tersebut pada tahun yang sama
mulai dikembangkan konsep green construction.
Green construction didefinisikan sebagai suatu perencanaan dan pelaksanaan proses
konstruksi yang didasarkan pada dokumen kontrak untuk meminimalkan dampak negatif
proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara kemampuan
lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan mendatang [4].
Tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri konstruksi dalam menerapkan green
construction adalah bagaimana memulai sebuah proses konstruksi yang dinyatakan green dan
implementasinya dalam aktivitas konstruksi. Di sisi lain, tantangan dalam implementasi
green construction adalah kesiapan pelaku konstruksi dalam memahami dan mendukung
ISBN 978-979-99327-9-2
801
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
prinsip-prinsip green construction yang menjadi aspek penting untuk menilai green
construction di Indonesia [4].
Peran pemerintah dalam merespon berkembangnya isu green dinyatakan dalam bentuk
regulasi yang berupa: (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung. (b) Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) Pekerjaan Umum
Tentang Pedoman Teknis Bangunan Hijau, (c) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria Dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan, (d)
Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 Tentang
Bangunan Hijau. Peraturan yang terkait dengan bangunan hijau di Indonesia terdiri dari 42
pasal/ayat yang mengatur terkait dengan perencanaan bangunan hijau, 53 pasal/ayat terkait
tahap pelaksanaan konstruksi (green construction), dan 46 pasal/ayat terkait tahap
operasional [5].
Pada tingkat praktis, implementasi green construction di Indonesia diawali pada tahun 2007
oleh salah satu kontraktor nasional yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dalam proyek pembangunan kedutaan besar Singapura di Jakarta. Meskipun pada saat itu
pengetahuan tentang green construction masih belum tergambarkan dengan jelas maknanya
namun hal ini merupakan langkah penting bagi industri jasa konstruksi di Indonesia dalam
memperbaiki aktivitas pembangunan.
Setelah enam tahun green construction diimplementasikan di Indonesia, sampai dengan saat
ini belum ada informasi mengenai sejauh mana penerapannya dalam proyek konstruksi serta
hambatan yang ditimbulkannya. Berpijak pada fakta tersebut diatas maka perlu dilakukan
kajian yang mendalam untuk mengetahui kendala yang ditimbulkan dalam
mengimplementasikan green construction di Indonesia. Dengan adanya kajian ini maka dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menyusun strategi dalam penerapan green
construction di Indonesia.
2. KAJIAN PUSTAKA
Tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan berdasarkan disain yang
memperhatikan ekologi, menggunakan sumberdaya alam secara efisien dan ramah
lingkungan selama operasional bangunan [1]. Bagian dari sustainable construction adalah
green construction yang merupakan proses holistik yang bertujuan untuk mengembalikan dan
menjaga keseimbangan antara lingkungan alami dan buatan [7]. Green construction
didefinisikan suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan
dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara
kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan
mendatang [2].
Green construction mencakup aspek, faktor, dan indikator. Faktor green construction di
Indonesia disintesakan menjadi 16 faktor [3]. Dalam setiap faktor green construction terdapat
sejumlah indikator green construction. Jumlah indikator green construction untuk bangunan
gedung di Indonesia adalah 137 indikator, yang terdiri dari 96 indikator prioritas I dan 41
indikator prioritas II. Secara rinci indikator prioritas I terbagi menjadi 22,63% kategori
perilaku, 24,82%, kategori minimum waste, dan 22,63% kategori maksimum value.
Sedangkan dalam prioritas II terbagi menjadi 5,84% kategori perilaku, 5,84% kategori
minimum waste, dan 18,25% kategori maksimum value. Komposisi indikator green
construction secara keseluruhan adalah 39 indikator dalam kategori perilaku (28,47%), 42
indikator dalam kategori minimum waste (30,66%), dan 56 indikator dalam kategori
maksimum value (40,88%) [8]. hirarki green construction diperlihatkan dalam gambar 1 dan
dalam tabel 1.
ISBN 978-979-99327-9-2
802
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
Green
Construction
Aspek
Faktor
Indikator
Prioritas I
Perilaku
Minimum
waste
Prioritas II
Maksimum
value
Perilaku
Minimum
waste
Maksimum
value
Gambar 1: Hirarki green construction
Tabel 1: Komposisi indikator green construction di Indonesia
Jumlah
Perilaku
Minimum
Maksimum
indikator
waste
value
31
Prioritas I 96 (70,07%)
34 (24,82%)
31 (22,63%)
(22,63%)
Prioritas
41(29,93%)
8 (5,84%) 8(5,84%)
25(18,25%)
II
Perilaku didefinisikan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan
[6]. Hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan
tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu.
Maksimum value didefinisikan suatu aktivitas yang bertujuan untuk mencapai nilai tertentu.
Pengertian ―nilai‖ adalah hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan [6]. Pada saat
ini isu pentingnya adalah keberlanjutan kehidupan manusia yang memuat isu lingkungan
(energi, air, udara, tanah, kesehatan dan keselamatan).
Minimum waste didefinisikan sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya
limbah sehingga beban di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat berkurang. Selain itu,
mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana sehingga mempermudah untuk
proses daur ulang.
Dalam sebuah studi terkait hambatan penerapan green construction di wilayah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, ditemukan hal-hal sebagai berikut: (a) pembiayaan serta
perawatan green building, (b) modal atau biaya, (c) pembuatan peraturan yang sah dalam
penerapan green construction, (d) membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya green
building, (e) penataan kota untuk mewujudkan konsep green building, (f) pemilihan
material/bahan bangunan yang ramah lingkungan, (g) faktor kesehatan, (h) pembuatan disain
yang strategis [8]. Dalam hasil tersebut terlihat belum ada pemisahan yang jelas berdasarkan
pada tahapan daur hidup proyek konstruksi (green building dengan green construction).
Namun demikian, beberapa informasi yang dapat diperoleh terkait dengan hambatan dalam
green construction adalah: (a) belum adanya peraturan terkait dengan penerapan green
construction, (b) pemilihan material ramah lingkungan, (c) faktor kesehatan.
ISBN 978-979-99327-9-2
803
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
3. METODOLOGI
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul Pengembangan Model
Assessment Green Construction Pada Proses Konstruksi Untuk Proyek Konstruksi di
Indonesia seperti diperlihatkan dalam gambar 2.
Lembaga asesor
Perguruan Tinggi
Kontraktor
Sintesa aspek green
contruction
Rancangan alat pengumpul data
untuk kontraktor
Rancangan alat pengumpul data
masyarakat sekitar proyek
Indikator green construction
Rancangan alat pengumpul data
untuk pakar
Bobot aspek-faktor-indikator
Pengembangan metoda assessment
green construction di Indonesia
Indikator green
construction
Konfirmasi indikator yang telah
dan belum diimplementasikan
Konfirmasi indikator yang
telah diimplementasikan
di proyek
Kendala dalam
implementasi
Metoda assessment
green construction
di Indonesia
Rekomendasi
Gambar 2: Tahapan penelitian
4. DATA DAN ANALISIS DATA
Narasumber dalam penelitian ini adalah satu responden General Manager , empat Project
Manager , satu Site Manager , dan satu Site Engineer yang bekerja pada perusahaan milik
swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Survey dilakukan di Jakarta, Medan,
Makassar, Pulau Bali yang meliputi Denpasar, Bangli, dan Ubud. Informasi diperoleh
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui diskusi dan pengisian kuisioner
yang dilaksanakan pada tanggal 2 s/d 22 September 2013 untuk lokasi Medan, Makassar dan
Pulau Bali, sedangkan lokasi di Jakarta dilakukan pada tanggal 10 dan 18 Desember 2013.
Hasil kajian ini berupa informasi mengenai hal-hal terkait green construction yang telah dan
belum diimplementasikan di proyek yang diperlihatkan dalam tabel 2. Justifikasi yang
digunakan untuk menentukan indikator yang telah diimplementasikan di tingkat proyek
didasarkan komposisi jawaban responden antara ―ya‖ dan ―tidak‖ yang mempunyai delapan
variasi. Indikator green construction dianggap belum diimplementasikan jika jawaban ―ya‖
bernilai dibawah 50 seperti diperlihatkan dalam tabel 3. Sedangkan informasi lebih rinci
terkait dengan kendala yang dihadapi oleh pengelola proyek dalam mengimplementasikan
green construction diperlihatkan dalam tabel 4 s/d 6.
ISBN 978-979-99327-9-2
804
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
Tabel 2: Indikator green construction yang belum diaplikasikan di level proyek
Indikator
belum
Faktor Green Construction
diaplikasikan
Perencanaan Dan Penjadwalan Proyek
0 dari 5
Konstruksi
Sumber Dan Siklus Material
3 dari 10
Rencana Perlindungan Lokasi Pekerjaan
2 dari 12
Manajemen Limbah Konstruksi
3 dari 12
Penyimpanan Dan Perlindungan Material 1 dari 3
Kesehatan Lingkungan Kerja Tahap
3 dari 17
Konstruksi
Program Kesehatan Dan Keselamatan
0 dari 3
Kerja
Pemilihan dan Operasional Peralatan
2 dari 5
Konstruksi
Dokumentasi
2 dari 8
Pelatihan Bagi Subkontraktor
0 dari 4
Pengurangan Jejak Ekologis Tahap
3 dari 6
Konstruksi
Kualitas Udara Tahap Konstruksi
3 dari 6
Konservasi Air
2dari 7
Tepat Guna Lahan
3 dari 4
Konservasi Energi
7 dari 20
Manajemen
Lingkungan
Proyek
2 dari 15
Konstruksi
Total
38 dari 137
Tabel 3: Komposisi indikator green construction yang telah dan belum diimplementasikan di
proyek berdasarkan perilaku, minimum waste dan maksimum value
Jumlah indikator - %
Komposisi
jawaban
Status indikator
Minimum
Maksimum
Perilaku
Ya/Tidak
waste
value
100/0
99 indikator telah
85,7/14,3
28
35
36
Diimplementasikan
(19,72%) (24,65%)
(25,35%)
71,4/28,6
(72,26%)
57,1/42,9
42,9/57,1
38 indikator belum
28,6/71,4
11
7
20
Diimplementasikan
(7,75%) (4,93%)
(14,08%)
14,3/85,7
(27,74%)
0/100
Indikator Green Construction Yang Belum Diimplementasikan
Komposisi jumlah indikator yang belum diimplementasikan di tingkat proyek adalah 27,74%
sedangkan yang telah diimplementasikan di tingkat proyek adalah 72,26%. Dalam kajian ini
lebih difokuskan terhadap indikator yang belum dilaksanakan di tingkat proyek guna
ISBN 978-979-99327-9-2
805
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
mengetahui lebih lanjut penyebabnya yang dibedakan berdasarkan prinsip lean construction,
yaitu terkait perilaku, minimum waste dan maksimum value.
Tabel 4: Indikator green construction kategori perilaku
No. Indikator
Kendala/penjelasan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Pengukuran
air
limpasan
akibat
pembangunan terhadap
lokasi sekitar
Jumlah
material
terbarukan
Pengukuran
kualitas
udara secara berkala
(air quality meter )
Persyaratan
kualitas
udara sebagai bagian
dalam dokumen lelang
dan kontrak
Menyertakan
kesanggupan memenuhi
persyaratan
kualitas
udara dalam dokumen
tender dan kontrak
Rekomendasi
Berisfat
situasional
Pengadaan
sumur resapan
disekitar lokasi
Lokasi Bangunan gedung relatif
proyek
sempit kurang signifikan
sehingga tidak
terjadi
air
limpasan
ke
luar
lokasi
proyek
Terkendala dengan ragam/jenis Permasalahan
material yang terbarukan
teknologi
Tidak ada hambatan, karena tidak
Peran
aktif
disyaratkan oleh pemilik proyek
Pemilik proyek
maka tidak dilakukan
Secara spesifik tidak dijelaskan Peran
aktif
dalam kontrak
Pemilik proyek
Secara spesifik tidak dijelaskan Peran
aktif
dalam kontrak
Pemilik proyek
Peran
aktif
Tidak ada hambatan, karena tidak
Penanaman pohon di
Pemilik proyek
disyaratkan oleh pemilik proyek
sekitar kontraktor keet
dan
bersifat
maka tidak dilakukan
situasional
Standarisasi penerangan
untuk
mendukung
Belum ada standarisasi yang jelas
pekerjaan di lokasi
Regulasi
sebagai acuan
proyek baik di dalam
atau luar ruangan
Pengukuran intensitas Tidak ada hambatan, karena tidak
Peran
aktif
cahaya sesuai ketentuan disyaratkan oleh pemilik proyek
Pemilik proyek
(min 300 lux)
maka tidak dilakukan
Tidak diharuskan oleh pemilik Peran
aktif
Melakukan pengukuran
proyek karena tidak ada peralatan Pemilik proyek
getaran
mekanik
yang
menghasilkan
getaran dan
bersifat
(vibration meter )
mekanik
situasional
Tidak ada kendala, sudah dilakukan
Melakukan pengukuran
Peran
aktif
oleh sebagian kontraktor, misalnya
kebisingan
Pemilik proyek
PT PP
Monitoring/pencatatan
Tidak ada hambatan namun tidak Peran
aktif
ISBN 978-979-99327-9-2
806
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
No. Indikator
sampah
dikeluarkan
Kendala/penjelasan
yang diharuskan oleh pemilik proyek
Tabel 5: Indikator green construction kategori minimum waste
No. Indikator
Kendala/penjelasan
Penggunaan kontainer
Terlalu sempit, faktor transportasi
untuk kantor lapangan
1
kontainer
proyek
Pelaksanaan pekerjaan
Tidak semua sistem struktur
2
dengan metoda pra
bangunan dapat dipabrikasi
fabrikasi
Pengetahuan
dalam
estimasi
terbatas, Belum ada standar yang
Tingkat
akurasi
digunakan
sebagai
acuan,
3
estimasi detil
Menggunakan estimasi yang biasa
dilakukan sebelumnya
Penggantian peralatan
lama dengan peralatan
4
baru (konsumsi energi Terkendala biaya investasi
lebih efisien dan rendah
emisi)
Pada umumnya proyek gedung
Pemilihan metoda land lokasinya sempit sehingga luasan
5
clearing
yang menghasilkan top soil relative
kecil
Pemasangan
alat
Untuk PDAM selalu ada meteran
meteran air di setiap
namun untuk pemakaian air tanah
keluaran sumber air
6
belum dilakukan karena tidak ada
bersih (PDAM, air
desakan dari pemilik proyek
tanah)
7
Pemakaian
otomatis
washtafel)
Rekomendasi
Pemilik proyek
Rekomendasi
bersifat
situasional
Permasalahan
teknologi
Regulasi
Mekanisme
pembiayaan
dengan bunga
kompetitif
Peran
aktif
Pemilik proyek
Peran
aktif
Pemilik proyek
Sosialisasi
penghematan
kran Tidak ada hambatan dalam
pemakaian air
(untuk implementasinya
hanya
saja
melalui
harganya relatif lebih mahal
peasangan
dibandingkan kan biasanya,
stiker
hemat
air
ISBN 978-979-99327-9-2
807
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
Tabel 6: Indikator green construction kategori maksimum value
No
Indikator
Kendala/penjelasan
.
Menggunakan
bahan
Belum jelas mekanismenya, selain
baku kayu yang dapat
itu harga kayu terlalu mahal dan
1
dipertanggungjawabkan
tidak ada permintaan dari pemilik
asal-usulnya
proyek
(bersertifikat)
Kebisingan
yang Belum adanya peralatan yang tidak
2
ditimbulkan
selama mengeluarkan kebisingan (misalnya
proses konstruksi
alat bor belum ada teknologinya)
Pemanfaatan top soil Tidak semua lokasi proyek gedung
3
hasil land clearing
terdapat top soil
Kegiatan
dekonstruksi
belum
material umum
dilaksanakan,
Hanya
material tertentu yang sudah
digunakan yaitu besi tulangan
4
Dekonstruksi
bekas pakai
5
Melakukan downcycle
(bernilai lebih rendah
dibanding
bentuk
sebelumnya)
Daur ulang hanya untuk produk
tertentu dengan cara bekerjasama
dengan pihak lain, Terkendala
peralatan untuk daur ulang
6
Melakukan
upcycle,
(bernilai lebih tinggi
dibanding
bentuk
sebelumnya)
Daur ulang hanya untuk produk
tertentu dengan cara bekerjasama
dengan pihak lain, Terkendala
peralatan untuk daur ulang
7
Material
rawan
Perlu
mobilisasi
terhadap debu disimpan
digunakan
diluar lokasi proyek
8
Penggunaan
merkuri
penerangan
9
10
11
jika
akan
lampu konvensional mengandung
lampu
merkuri
yang
berpotensi
untuk
mengganggu kesehatan (pada saat
lampu pecah)
Dalam
pembuatan
styrofoam
Penggunaan styrofoam digunakan CFC yang akan terurai
untuk insulasi panas
dalam waktu 65-130 tahun dapat
merusak lapisan ozon.
Mengganti bahan bakar
Belum ada pengganti bahan bakar
dengan sumber energi
alternatif
alternatif
Penggunaan
Dalam
operasionalnya
sulit
transportasi umum bagi dilaksanakan, pekerja konstruksi
ISBN 978-979-99327-9-2
Rekomendasi
Peran
aktif
Pemilik proyek
Permasalahan
teknologi
Peran
aktif
Pemilik proyek
Peran
aktif
Pemilik proyek
dan
Permasalahan
teknologi
Peran
aktif
pemilik proyek
dan
Permasalahan
teknologi
Peran
aktif
pemilik proyek
dan
Permasalahan
teknologi
Disimpan
di
lokasi proyek
namun
disediakan
ruang khusus
utk
menyimpan
Tidak ramah
lingkungan
Tidak ramah
lingkungan
Permasalahan
teknologi
Bersifat
situasional
808
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
No
.
Indikator
Kendala/penjelasan
pekerja
ditempatkan di sekitar lokasi
proyek sehingga tidak memerlukan
moda transportasi untuk mencapai
lokasi proyek
Karena belum dipersyaratkan oleh
pemilik proyek maka tidak perlu
adanya dokumentasi
Ketentuan
tersebut
hanya
diberlakukan dalam proyek green,
untuk proyek pada umumnya tidak
menjadi persyaratan
Debit air limpasan dapat dihitung
berdasarkan tiga komponen yaitu:
koefisien run off , data intensitas
curah hujan dan catchment area ,
untuk proyek gedung dimana
lokasinya relatif sempit maka
perhitungan ini tidak terlalu
signifikan.
12
Dokumentasi
produk
dari kayu bersertifikat
13
Larangan
menebang
pohon dalam radius
12,2
meter
dari
bangunan
14
Rencana dan simulasi
pengaruh air limpasan
di
lokasi
proyek
terhadap lingkungan
15
16
17
18
19
20
Rekomendasi
Peran
aktif
Pemilik proyek
Peran
aktif
Pemilik proyek
Bersifat
situasional
Peran
aktif
Pengadaan
Adanya tambahan biaya untuk
Pemilik proyek
sumur/resapan
untuk pengadaan sumur pengisian serta
dan
bersifat
buangan/limpasan air
bersifat kasuistis
situasional
Peran
aktif
Adanya tambahan biaya untuk
Filterisasi air sebelum
Pemilik proyek
pengadaan sumur pengisian serta
masuk ke drainase kota
dan
bersifat
bersifat kasuistis
situasional
Membuat perhitungan
Sudah dilakukan terutama untuk
pengurangan CO2 yang
Peran
aktif
proyek green sedangkan proyek
didapatkan
dari
Pemilik proyek
pada umumnya tidak dilakukan
efisiensi energi
Sebagian
kontraktor
telah
melaksanakan, namun untuk proyek
Jadwal
transportasi
Bersifat
yang tersebar lokasinya tempat
karyawan
situasional
tinggal pekerja terletak di sekitar
proyek
Penggunaan
sensor
cahaya untuk lampu Tidak
ada
kendala
dalam Pertimbangan
penerangan yang ada di pemakaiannya
lain
lokasi proyek
Sudah dilakukan di kantor proyek
Pembuatan
lubang oleh sebagian kontraktor, misalnya Peran
aktif
biopori
PT PP pada proyek normalisasi kali Pemilik proyek
Pesanggrahan
ISBN 978-979-99327-9-2
809
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan fakta tersebut diatas maka dapat disimpulkan hambatan yang terjadi dalam
mengimplementasikan green construction adalah:
1. Permasalahan teknologi, dimana kontraktor masih terkendala oleh beberapa hal sebagai
berikut: (a) penggunaan bahan bakar alternatif, (b) teknologi daur ulang, (c) terbatasnya
ketersediaan peralatan yang ramah lingkungan dalam hal tingkat kebisingan, (d)
implementasi komponen prafabrikasi, (e) ragam material terbarukan.
2. Peran aktif dari pemilik proyek dalam beberapa hal sebagai berikut: (a) mensyaratkan
pemakaian kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya, (b) mensyaratkan
pembuatan sistem untuk infiltrasi air tanah, (c) ketentuan filterisasi air yang akan
disalurkan kedalam riol kota, (d) ketentuan tidak menebang pohon kecuali yang berada
dalam massa bangunan, (e) mensyaratkan penggunaan air secara bertanggung jawab baik
yang bersumber dari PDAM maupun air tanah, (f) melakukan monitoring sampah yang
dihasilkan, (g) memantau kebisingan, getaran, dan kondisi air tanah yang diakibatkan
oleh aktivitas proyek, (h) memantau kualitas udara selama proyek berlangsung untuk
menciptakan udara bersih.
3. Terbatasnya regulasi yang mengatur tentang implementasi green construction dalam
beberapa hal sebagai berikut: (a) standarisasi terkait dengan penerangan yang sesuai
untuk aktivitas konstruksi baik di dalam maupun diluar ruangan, (b) ketentuan
penggunaan peralatan konstruksi yang rendah emisi dan berbahan bakar alternatif.
4. Campur tangan sumber pendanaan dalam hal peremajaan berbagai peralatan yang rendah
emisi dan efisien bahan bakar.
5. Faktor lainnya yang mencakup sosialisasi penghematan air, energi, penggunaan sensor
cahaya untuk penerangan dan tidak menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri,
styrofoam dan zat lain yang tidak ramah lingkungan.
Beberapa kesimpulan tersebut diatas ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sinulingga dalam hal belum adanya kejelasan tentang material ramah lingkungan, belum
lengkapnya peraturan terkait dengan green construction dan kepedulian terhadap kesehatan
pekerja belum menjadi perhatian utama.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Conseil International Du Batiment (1994).
2. Ervianto, W.I. (β01β), Laporan υenelitian ―Identifikasi Faktor Green ωonstruction υada
ψangunan Gedung di Indonesia‖, ITψ-JICA.
3. Ervianto, W.I. (2012), Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
4. Ervianto, W.I., dkk (2011) Pengembangan Model Assessment Green Construction Pada Proses
Konstruksi Untuk Proyek Konstruksi di Indonesia , Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik
Sipil, Institut Teknologi Bandung, 20 Desember 2011
5. Ervianto, W.I., dkk (2013) Kajian Kerangka Legislatif Penerapan Green Construction Dalam
Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Di Indonesia, Seminar Nasional Pascasarjana Teknik Sipil
IX, 6 Pebruari 2013
6. Kamus Besar Bahasa Indonesia
7. Plessis, D., Chrisna, Edit (2002): Agenda 21 for Sustainable Construction in Developing
ωountries‘ υretoriaμ ωapture υress.
8. Sinulingga J.F. (2012), Studi Mengenai Hambatan-Hambatan Penerapan Green Construction
Pada Proyek Konstruksi di Yogyakarta.
ISBN 978-979-99327-9-2
810
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
KENDALA KONTRAKTOR DALAM MENERAPKAN GREEN
CONSTRUCTION UNTUK PROYEK KONSTRUKSI DI
INDONESIA
Wulfram I. Ervianto1
1
Kandidat Doktor Teknik Sipil-Institut Teknologi Bandung, email: [email protected]
ABSTRAK
Studi mengenai green construction di Indonesia telah dimulai sejak beberapa tahun terakhir yang diawali
dengan berbagai kajian yang dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu. Dilain pihak,
sebagian kecil penyedia jasa sebagai pelaku konstruksi telah mulai menerapkan prinsip green construction
dalam melaksanakan pekerjaannya. Kementerian Pekerjaan Umum sebagai representasi dari pemerintah,
berperan untuk mempersiapkan regulasi sebagai penentu arah konstruksi berkelanjutan Indonesia. Ketiga pihak
tersebut diatas merupakan institusi yang berperan penting sebagai pendukung dalam mengembangkan konsep
green construction di Indonesia. Pada saat ini, kajian-kajian dalam pengembangan green construction masih
bersifat sporadis dan terpisah-pisah yang berdampak pada kecepatan penerapannya di Indonesia. Berpijak pada
situasi tersebut diatas perlu kiranya dilakukan kajian untuk mengurai keterlibatan antar pihak sehingga
terpetakan tugas dan fungsi masing-masing pihak. Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian terkait kendala
dalam menerapkan green construction oleh penyedia jasa, lebih spesifik kontraktor di Indonesia. Penelitian ini
diawali dengan melakukan kajian yang mendalam berbasiskan data sekunder untuk mengetahui sebaran
informasi green construction yang masih bersifat terpisah-pisah. Selanjutnya, data dan informasi tersebut dikaji
secara mendalam berdasarkan pendekatan kualitatif. Hasil kajian ini adalah: (a) Kontraktor masih terkendala
oleh terbatasnya ketersediaan peralatan yang ramah lingkungan; (b) Belum tersedianya pekerja yang terlatih
dalam melaksanakan pekerjaan yang berprinsip pada green construction; (c) Belum adanya kepastian jenis
material ramah lingkungan yang dinyatakan oleh lembaga yang dilegitimasi; (d) Keterbatasan teknologi dalam
melaksanakan green construction ; (e) Belum efektif terjadinya internal kolaborasi antara kontraktor besar
dengan kontraktor spesialis sehingga jumlahnya masih sangat terbatas; (f) Terbatasnya regulasi yang mengatur
tentang green construction .
Kata Kunci: kendala, penerapan, green construction , proyek konstruksi
1. PENDAHULUAN
Penelitian terkait dengan konstruksi berkelanjutan di dunia diawali pada tahun 1994 oleh
Conseil International du Batiment yang intinya adalah melakukan penghematan bahan dan
pengurangan limbah dalam proses pembangunan. Sedangkan untuk skala nasional diawali
dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-13 tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember tahun 2007, Indonesia sepakat
untuk menurunkan konsentrasi CO2 di udara sebesar 26% sampai dengan 41% di akhir tahun
β0β0 dan disepakati tentang ―peta jalur hijau‖ dengan pola pembangunan abad ke-21 yang
berkadar rendah karbon. Sebagai respon terhadap kesepakatan tersebut pada tahun yang sama
mulai dikembangkan konsep green construction.
Green construction didefinisikan sebagai suatu perencanaan dan pelaksanaan proses
konstruksi yang didasarkan pada dokumen kontrak untuk meminimalkan dampak negatif
proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara kemampuan
lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan mendatang [4].
Tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri konstruksi dalam menerapkan green
construction adalah bagaimana memulai sebuah proses konstruksi yang dinyatakan green dan
implementasinya dalam aktivitas konstruksi. Di sisi lain, tantangan dalam implementasi
green construction adalah kesiapan pelaku konstruksi dalam memahami dan mendukung
ISBN 978-979-99327-9-2
801
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
prinsip-prinsip green construction yang menjadi aspek penting untuk menilai green
construction di Indonesia [4].
Peran pemerintah dalam merespon berkembangnya isu green dinyatakan dalam bentuk
regulasi yang berupa: (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung. (b) Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) Pekerjaan Umum
Tentang Pedoman Teknis Bangunan Hijau, (c) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria Dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan, (d)
Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 Tentang
Bangunan Hijau. Peraturan yang terkait dengan bangunan hijau di Indonesia terdiri dari 42
pasal/ayat yang mengatur terkait dengan perencanaan bangunan hijau, 53 pasal/ayat terkait
tahap pelaksanaan konstruksi (green construction), dan 46 pasal/ayat terkait tahap
operasional [5].
Pada tingkat praktis, implementasi green construction di Indonesia diawali pada tahun 2007
oleh salah satu kontraktor nasional yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dalam proyek pembangunan kedutaan besar Singapura di Jakarta. Meskipun pada saat itu
pengetahuan tentang green construction masih belum tergambarkan dengan jelas maknanya
namun hal ini merupakan langkah penting bagi industri jasa konstruksi di Indonesia dalam
memperbaiki aktivitas pembangunan.
Setelah enam tahun green construction diimplementasikan di Indonesia, sampai dengan saat
ini belum ada informasi mengenai sejauh mana penerapannya dalam proyek konstruksi serta
hambatan yang ditimbulkannya. Berpijak pada fakta tersebut diatas maka perlu dilakukan
kajian yang mendalam untuk mengetahui kendala yang ditimbulkan dalam
mengimplementasikan green construction di Indonesia. Dengan adanya kajian ini maka dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk menyusun strategi dalam penerapan green
construction di Indonesia.
2. KAJIAN PUSTAKA
Tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan berdasarkan disain yang
memperhatikan ekologi, menggunakan sumberdaya alam secara efisien dan ramah
lingkungan selama operasional bangunan [1]. Bagian dari sustainable construction adalah
green construction yang merupakan proses holistik yang bertujuan untuk mengembalikan dan
menjaga keseimbangan antara lingkungan alami dan buatan [7]. Green construction
didefinisikan suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi untuk meminimalkan
dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar terjadi keseimbangan antara
kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia untuk generasi sekarang dan
mendatang [2].
Green construction mencakup aspek, faktor, dan indikator. Faktor green construction di
Indonesia disintesakan menjadi 16 faktor [3]. Dalam setiap faktor green construction terdapat
sejumlah indikator green construction. Jumlah indikator green construction untuk bangunan
gedung di Indonesia adalah 137 indikator, yang terdiri dari 96 indikator prioritas I dan 41
indikator prioritas II. Secara rinci indikator prioritas I terbagi menjadi 22,63% kategori
perilaku, 24,82%, kategori minimum waste, dan 22,63% kategori maksimum value.
Sedangkan dalam prioritas II terbagi menjadi 5,84% kategori perilaku, 5,84% kategori
minimum waste, dan 18,25% kategori maksimum value. Komposisi indikator green
construction secara keseluruhan adalah 39 indikator dalam kategori perilaku (28,47%), 42
indikator dalam kategori minimum waste (30,66%), dan 56 indikator dalam kategori
maksimum value (40,88%) [8]. hirarki green construction diperlihatkan dalam gambar 1 dan
dalam tabel 1.
ISBN 978-979-99327-9-2
802
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
Green
Construction
Aspek
Faktor
Indikator
Prioritas I
Perilaku
Minimum
waste
Prioritas II
Maksimum
value
Perilaku
Minimum
waste
Maksimum
value
Gambar 1: Hirarki green construction
Tabel 1: Komposisi indikator green construction di Indonesia
Jumlah
Perilaku
Minimum
Maksimum
indikator
waste
value
31
Prioritas I 96 (70,07%)
34 (24,82%)
31 (22,63%)
(22,63%)
Prioritas
41(29,93%)
8 (5,84%) 8(5,84%)
25(18,25%)
II
Perilaku didefinisikan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan
[6]. Hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan
tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu.
Maksimum value didefinisikan suatu aktivitas yang bertujuan untuk mencapai nilai tertentu.
Pengertian ―nilai‖ adalah hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan [6]. Pada saat
ini isu pentingnya adalah keberlanjutan kehidupan manusia yang memuat isu lingkungan
(energi, air, udara, tanah, kesehatan dan keselamatan).
Minimum waste didefinisikan sebuah aktivitas yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya
limbah sehingga beban di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat berkurang. Selain itu,
mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana sehingga mempermudah untuk
proses daur ulang.
Dalam sebuah studi terkait hambatan penerapan green construction di wilayah Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, ditemukan hal-hal sebagai berikut: (a) pembiayaan serta
perawatan green building, (b) modal atau biaya, (c) pembuatan peraturan yang sah dalam
penerapan green construction, (d) membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya green
building, (e) penataan kota untuk mewujudkan konsep green building, (f) pemilihan
material/bahan bangunan yang ramah lingkungan, (g) faktor kesehatan, (h) pembuatan disain
yang strategis [8]. Dalam hasil tersebut terlihat belum ada pemisahan yang jelas berdasarkan
pada tahapan daur hidup proyek konstruksi (green building dengan green construction).
Namun demikian, beberapa informasi yang dapat diperoleh terkait dengan hambatan dalam
green construction adalah: (a) belum adanya peraturan terkait dengan penerapan green
construction, (b) pemilihan material ramah lingkungan, (c) faktor kesehatan.
ISBN 978-979-99327-9-2
803
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
3. METODOLOGI
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul Pengembangan Model
Assessment Green Construction Pada Proses Konstruksi Untuk Proyek Konstruksi di
Indonesia seperti diperlihatkan dalam gambar 2.
Lembaga asesor
Perguruan Tinggi
Kontraktor
Sintesa aspek green
contruction
Rancangan alat pengumpul data
untuk kontraktor
Rancangan alat pengumpul data
masyarakat sekitar proyek
Indikator green construction
Rancangan alat pengumpul data
untuk pakar
Bobot aspek-faktor-indikator
Pengembangan metoda assessment
green construction di Indonesia
Indikator green
construction
Konfirmasi indikator yang telah
dan belum diimplementasikan
Konfirmasi indikator yang
telah diimplementasikan
di proyek
Kendala dalam
implementasi
Metoda assessment
green construction
di Indonesia
Rekomendasi
Gambar 2: Tahapan penelitian
4. DATA DAN ANALISIS DATA
Narasumber dalam penelitian ini adalah satu responden General Manager , empat Project
Manager , satu Site Manager , dan satu Site Engineer yang bekerja pada perusahaan milik
swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Survey dilakukan di Jakarta, Medan,
Makassar, Pulau Bali yang meliputi Denpasar, Bangli, dan Ubud. Informasi diperoleh
menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui diskusi dan pengisian kuisioner
yang dilaksanakan pada tanggal 2 s/d 22 September 2013 untuk lokasi Medan, Makassar dan
Pulau Bali, sedangkan lokasi di Jakarta dilakukan pada tanggal 10 dan 18 Desember 2013.
Hasil kajian ini berupa informasi mengenai hal-hal terkait green construction yang telah dan
belum diimplementasikan di proyek yang diperlihatkan dalam tabel 2. Justifikasi yang
digunakan untuk menentukan indikator yang telah diimplementasikan di tingkat proyek
didasarkan komposisi jawaban responden antara ―ya‖ dan ―tidak‖ yang mempunyai delapan
variasi. Indikator green construction dianggap belum diimplementasikan jika jawaban ―ya‖
bernilai dibawah 50 seperti diperlihatkan dalam tabel 3. Sedangkan informasi lebih rinci
terkait dengan kendala yang dihadapi oleh pengelola proyek dalam mengimplementasikan
green construction diperlihatkan dalam tabel 4 s/d 6.
ISBN 978-979-99327-9-2
804
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
Tabel 2: Indikator green construction yang belum diaplikasikan di level proyek
Indikator
belum
Faktor Green Construction
diaplikasikan
Perencanaan Dan Penjadwalan Proyek
0 dari 5
Konstruksi
Sumber Dan Siklus Material
3 dari 10
Rencana Perlindungan Lokasi Pekerjaan
2 dari 12
Manajemen Limbah Konstruksi
3 dari 12
Penyimpanan Dan Perlindungan Material 1 dari 3
Kesehatan Lingkungan Kerja Tahap
3 dari 17
Konstruksi
Program Kesehatan Dan Keselamatan
0 dari 3
Kerja
Pemilihan dan Operasional Peralatan
2 dari 5
Konstruksi
Dokumentasi
2 dari 8
Pelatihan Bagi Subkontraktor
0 dari 4
Pengurangan Jejak Ekologis Tahap
3 dari 6
Konstruksi
Kualitas Udara Tahap Konstruksi
3 dari 6
Konservasi Air
2dari 7
Tepat Guna Lahan
3 dari 4
Konservasi Energi
7 dari 20
Manajemen
Lingkungan
Proyek
2 dari 15
Konstruksi
Total
38 dari 137
Tabel 3: Komposisi indikator green construction yang telah dan belum diimplementasikan di
proyek berdasarkan perilaku, minimum waste dan maksimum value
Jumlah indikator - %
Komposisi
jawaban
Status indikator
Minimum
Maksimum
Perilaku
Ya/Tidak
waste
value
100/0
99 indikator telah
85,7/14,3
28
35
36
Diimplementasikan
(19,72%) (24,65%)
(25,35%)
71,4/28,6
(72,26%)
57,1/42,9
42,9/57,1
38 indikator belum
28,6/71,4
11
7
20
Diimplementasikan
(7,75%) (4,93%)
(14,08%)
14,3/85,7
(27,74%)
0/100
Indikator Green Construction Yang Belum Diimplementasikan
Komposisi jumlah indikator yang belum diimplementasikan di tingkat proyek adalah 27,74%
sedangkan yang telah diimplementasikan di tingkat proyek adalah 72,26%. Dalam kajian ini
lebih difokuskan terhadap indikator yang belum dilaksanakan di tingkat proyek guna
ISBN 978-979-99327-9-2
805
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
mengetahui lebih lanjut penyebabnya yang dibedakan berdasarkan prinsip lean construction,
yaitu terkait perilaku, minimum waste dan maksimum value.
Tabel 4: Indikator green construction kategori perilaku
No. Indikator
Kendala/penjelasan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Pengukuran
air
limpasan
akibat
pembangunan terhadap
lokasi sekitar
Jumlah
material
terbarukan
Pengukuran
kualitas
udara secara berkala
(air quality meter )
Persyaratan
kualitas
udara sebagai bagian
dalam dokumen lelang
dan kontrak
Menyertakan
kesanggupan memenuhi
persyaratan
kualitas
udara dalam dokumen
tender dan kontrak
Rekomendasi
Berisfat
situasional
Pengadaan
sumur resapan
disekitar lokasi
Lokasi Bangunan gedung relatif
proyek
sempit kurang signifikan
sehingga tidak
terjadi
air
limpasan
ke
luar
lokasi
proyek
Terkendala dengan ragam/jenis Permasalahan
material yang terbarukan
teknologi
Tidak ada hambatan, karena tidak
Peran
aktif
disyaratkan oleh pemilik proyek
Pemilik proyek
maka tidak dilakukan
Secara spesifik tidak dijelaskan Peran
aktif
dalam kontrak
Pemilik proyek
Secara spesifik tidak dijelaskan Peran
aktif
dalam kontrak
Pemilik proyek
Peran
aktif
Tidak ada hambatan, karena tidak
Penanaman pohon di
Pemilik proyek
disyaratkan oleh pemilik proyek
sekitar kontraktor keet
dan
bersifat
maka tidak dilakukan
situasional
Standarisasi penerangan
untuk
mendukung
Belum ada standarisasi yang jelas
pekerjaan di lokasi
Regulasi
sebagai acuan
proyek baik di dalam
atau luar ruangan
Pengukuran intensitas Tidak ada hambatan, karena tidak
Peran
aktif
cahaya sesuai ketentuan disyaratkan oleh pemilik proyek
Pemilik proyek
(min 300 lux)
maka tidak dilakukan
Tidak diharuskan oleh pemilik Peran
aktif
Melakukan pengukuran
proyek karena tidak ada peralatan Pemilik proyek
getaran
mekanik
yang
menghasilkan
getaran dan
bersifat
(vibration meter )
mekanik
situasional
Tidak ada kendala, sudah dilakukan
Melakukan pengukuran
Peran
aktif
oleh sebagian kontraktor, misalnya
kebisingan
Pemilik proyek
PT PP
Monitoring/pencatatan
Tidak ada hambatan namun tidak Peran
aktif
ISBN 978-979-99327-9-2
806
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
No. Indikator
sampah
dikeluarkan
Kendala/penjelasan
yang diharuskan oleh pemilik proyek
Tabel 5: Indikator green construction kategori minimum waste
No. Indikator
Kendala/penjelasan
Penggunaan kontainer
Terlalu sempit, faktor transportasi
untuk kantor lapangan
1
kontainer
proyek
Pelaksanaan pekerjaan
Tidak semua sistem struktur
2
dengan metoda pra
bangunan dapat dipabrikasi
fabrikasi
Pengetahuan
dalam
estimasi
terbatas, Belum ada standar yang
Tingkat
akurasi
digunakan
sebagai
acuan,
3
estimasi detil
Menggunakan estimasi yang biasa
dilakukan sebelumnya
Penggantian peralatan
lama dengan peralatan
4
baru (konsumsi energi Terkendala biaya investasi
lebih efisien dan rendah
emisi)
Pada umumnya proyek gedung
Pemilihan metoda land lokasinya sempit sehingga luasan
5
clearing
yang menghasilkan top soil relative
kecil
Pemasangan
alat
Untuk PDAM selalu ada meteran
meteran air di setiap
namun untuk pemakaian air tanah
keluaran sumber air
6
belum dilakukan karena tidak ada
bersih (PDAM, air
desakan dari pemilik proyek
tanah)
7
Pemakaian
otomatis
washtafel)
Rekomendasi
Pemilik proyek
Rekomendasi
bersifat
situasional
Permasalahan
teknologi
Regulasi
Mekanisme
pembiayaan
dengan bunga
kompetitif
Peran
aktif
Pemilik proyek
Peran
aktif
Pemilik proyek
Sosialisasi
penghematan
kran Tidak ada hambatan dalam
pemakaian air
(untuk implementasinya
hanya
saja
melalui
harganya relatif lebih mahal
peasangan
dibandingkan kan biasanya,
stiker
hemat
air
ISBN 978-979-99327-9-2
807
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
Tabel 6: Indikator green construction kategori maksimum value
No
Indikator
Kendala/penjelasan
.
Menggunakan
bahan
Belum jelas mekanismenya, selain
baku kayu yang dapat
itu harga kayu terlalu mahal dan
1
dipertanggungjawabkan
tidak ada permintaan dari pemilik
asal-usulnya
proyek
(bersertifikat)
Kebisingan
yang Belum adanya peralatan yang tidak
2
ditimbulkan
selama mengeluarkan kebisingan (misalnya
proses konstruksi
alat bor belum ada teknologinya)
Pemanfaatan top soil Tidak semua lokasi proyek gedung
3
hasil land clearing
terdapat top soil
Kegiatan
dekonstruksi
belum
material umum
dilaksanakan,
Hanya
material tertentu yang sudah
digunakan yaitu besi tulangan
4
Dekonstruksi
bekas pakai
5
Melakukan downcycle
(bernilai lebih rendah
dibanding
bentuk
sebelumnya)
Daur ulang hanya untuk produk
tertentu dengan cara bekerjasama
dengan pihak lain, Terkendala
peralatan untuk daur ulang
6
Melakukan
upcycle,
(bernilai lebih tinggi
dibanding
bentuk
sebelumnya)
Daur ulang hanya untuk produk
tertentu dengan cara bekerjasama
dengan pihak lain, Terkendala
peralatan untuk daur ulang
7
Material
rawan
Perlu
mobilisasi
terhadap debu disimpan
digunakan
diluar lokasi proyek
8
Penggunaan
merkuri
penerangan
9
10
11
jika
akan
lampu konvensional mengandung
lampu
merkuri
yang
berpotensi
untuk
mengganggu kesehatan (pada saat
lampu pecah)
Dalam
pembuatan
styrofoam
Penggunaan styrofoam digunakan CFC yang akan terurai
untuk insulasi panas
dalam waktu 65-130 tahun dapat
merusak lapisan ozon.
Mengganti bahan bakar
Belum ada pengganti bahan bakar
dengan sumber energi
alternatif
alternatif
Penggunaan
Dalam
operasionalnya
sulit
transportasi umum bagi dilaksanakan, pekerja konstruksi
ISBN 978-979-99327-9-2
Rekomendasi
Peran
aktif
Pemilik proyek
Permasalahan
teknologi
Peran
aktif
Pemilik proyek
Peran
aktif
Pemilik proyek
dan
Permasalahan
teknologi
Peran
aktif
pemilik proyek
dan
Permasalahan
teknologi
Peran
aktif
pemilik proyek
dan
Permasalahan
teknologi
Disimpan
di
lokasi proyek
namun
disediakan
ruang khusus
utk
menyimpan
Tidak ramah
lingkungan
Tidak ramah
lingkungan
Permasalahan
teknologi
Bersifat
situasional
808
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
No
.
Indikator
Kendala/penjelasan
pekerja
ditempatkan di sekitar lokasi
proyek sehingga tidak memerlukan
moda transportasi untuk mencapai
lokasi proyek
Karena belum dipersyaratkan oleh
pemilik proyek maka tidak perlu
adanya dokumentasi
Ketentuan
tersebut
hanya
diberlakukan dalam proyek green,
untuk proyek pada umumnya tidak
menjadi persyaratan
Debit air limpasan dapat dihitung
berdasarkan tiga komponen yaitu:
koefisien run off , data intensitas
curah hujan dan catchment area ,
untuk proyek gedung dimana
lokasinya relatif sempit maka
perhitungan ini tidak terlalu
signifikan.
12
Dokumentasi
produk
dari kayu bersertifikat
13
Larangan
menebang
pohon dalam radius
12,2
meter
dari
bangunan
14
Rencana dan simulasi
pengaruh air limpasan
di
lokasi
proyek
terhadap lingkungan
15
16
17
18
19
20
Rekomendasi
Peran
aktif
Pemilik proyek
Peran
aktif
Pemilik proyek
Bersifat
situasional
Peran
aktif
Pengadaan
Adanya tambahan biaya untuk
Pemilik proyek
sumur/resapan
untuk pengadaan sumur pengisian serta
dan
bersifat
buangan/limpasan air
bersifat kasuistis
situasional
Peran
aktif
Adanya tambahan biaya untuk
Filterisasi air sebelum
Pemilik proyek
pengadaan sumur pengisian serta
masuk ke drainase kota
dan
bersifat
bersifat kasuistis
situasional
Membuat perhitungan
Sudah dilakukan terutama untuk
pengurangan CO2 yang
Peran
aktif
proyek green sedangkan proyek
didapatkan
dari
Pemilik proyek
pada umumnya tidak dilakukan
efisiensi energi
Sebagian
kontraktor
telah
melaksanakan, namun untuk proyek
Jadwal
transportasi
Bersifat
yang tersebar lokasinya tempat
karyawan
situasional
tinggal pekerja terletak di sekitar
proyek
Penggunaan
sensor
cahaya untuk lampu Tidak
ada
kendala
dalam Pertimbangan
penerangan yang ada di pemakaiannya
lain
lokasi proyek
Sudah dilakukan di kantor proyek
Pembuatan
lubang oleh sebagian kontraktor, misalnya Peran
aktif
biopori
PT PP pada proyek normalisasi kali Pemilik proyek
Pesanggrahan
ISBN 978-979-99327-9-2
809
Seminar Nasional X – 2014 Teknik Sipil ITS Surabaya
Inovasi Struktur dalam Menunjang Konektivitas Pulau di Indonesia
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan fakta tersebut diatas maka dapat disimpulkan hambatan yang terjadi dalam
mengimplementasikan green construction adalah:
1. Permasalahan teknologi, dimana kontraktor masih terkendala oleh beberapa hal sebagai
berikut: (a) penggunaan bahan bakar alternatif, (b) teknologi daur ulang, (c) terbatasnya
ketersediaan peralatan yang ramah lingkungan dalam hal tingkat kebisingan, (d)
implementasi komponen prafabrikasi, (e) ragam material terbarukan.
2. Peran aktif dari pemilik proyek dalam beberapa hal sebagai berikut: (a) mensyaratkan
pemakaian kayu yang dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya, (b) mensyaratkan
pembuatan sistem untuk infiltrasi air tanah, (c) ketentuan filterisasi air yang akan
disalurkan kedalam riol kota, (d) ketentuan tidak menebang pohon kecuali yang berada
dalam massa bangunan, (e) mensyaratkan penggunaan air secara bertanggung jawab baik
yang bersumber dari PDAM maupun air tanah, (f) melakukan monitoring sampah yang
dihasilkan, (g) memantau kebisingan, getaran, dan kondisi air tanah yang diakibatkan
oleh aktivitas proyek, (h) memantau kualitas udara selama proyek berlangsung untuk
menciptakan udara bersih.
3. Terbatasnya regulasi yang mengatur tentang implementasi green construction dalam
beberapa hal sebagai berikut: (a) standarisasi terkait dengan penerangan yang sesuai
untuk aktivitas konstruksi baik di dalam maupun diluar ruangan, (b) ketentuan
penggunaan peralatan konstruksi yang rendah emisi dan berbahan bakar alternatif.
4. Campur tangan sumber pendanaan dalam hal peremajaan berbagai peralatan yang rendah
emisi dan efisien bahan bakar.
5. Faktor lainnya yang mencakup sosialisasi penghematan air, energi, penggunaan sensor
cahaya untuk penerangan dan tidak menggunakan bahan berbahaya seperti merkuri,
styrofoam dan zat lain yang tidak ramah lingkungan.
Beberapa kesimpulan tersebut diatas ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sinulingga dalam hal belum adanya kejelasan tentang material ramah lingkungan, belum
lengkapnya peraturan terkait dengan green construction dan kepedulian terhadap kesehatan
pekerja belum menjadi perhatian utama.
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Conseil International Du Batiment (1994).
2. Ervianto, W.I. (β01β), Laporan υenelitian ―Identifikasi Faktor Green ωonstruction υada
ψangunan Gedung di Indonesia‖, ITψ-JICA.
3. Ervianto, W.I. (2012), Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau, Penerbit ANDI, Yogyakarta.
4. Ervianto, W.I., dkk (2011) Pengembangan Model Assessment Green Construction Pada Proses
Konstruksi Untuk Proyek Konstruksi di Indonesia , Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik
Sipil, Institut Teknologi Bandung, 20 Desember 2011
5. Ervianto, W.I., dkk (2013) Kajian Kerangka Legislatif Penerapan Green Construction Dalam
Proyek Konstruksi Bangunan Gedung Di Indonesia, Seminar Nasional Pascasarjana Teknik Sipil
IX, 6 Pebruari 2013
6. Kamus Besar Bahasa Indonesia
7. Plessis, D., Chrisna, Edit (2002): Agenda 21 for Sustainable Construction in Developing
ωountries‘ υretoriaμ ωapture υress.
8. Sinulingga J.F. (2012), Studi Mengenai Hambatan-Hambatan Penerapan Green Construction
Pada Proyek Konstruksi di Yogyakarta.
ISBN 978-979-99327-9-2
810