BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Syariah 2.1.1 Pengertian Bank Syariah - Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kota Medan Terhadap Produk-produk Perbankan Syariah Studi Kasus: Kecamatan Medan Petisah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bank Syariah

2.1.1 Pengertian Bank Syariah

  Menurut ensiklopedia Islam (dalam Warkum Sumitro 2004: 5) Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Warkum Sumitro mengatakan bahwa bank Islam berarti bank yang tata cara operasinya dilandaskan pada tata cara bermuamalah secara Islami, yaitu yang mengacu pada Al-Quran dan hadist.

  Menurut Undang-Undang No 21 tahun 2008, yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. ( www.bi.co.id ”Perbankan Syariah” diakses Januari 2014).

  Berdasarkan rumusan tersebut, bank syariah berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islam yakni mengacu kepada ketentuanketentuan Al-Quran dan Hadits, atau apabila kita mengacu kepada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan bahwa bank yang berprinsip syariah berlaku aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.

2.1.2.1 Berdirinya Bank Syariah di Dunia

  Sejarah perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu dengan upaya pengelolaan dana jamaah haji non-konvensional (Heri, 2005: 28). Gagasan mengenai bank yang menggunakan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama, ditandai dengan banyaknya pemikir- pemikir muslim yang menulis tentang keberadaan bank syariah. Uraian yang terperinci tentang gagasan itu ditulis oleh Muhammad Hamidullah yang ditulis pada 1944,1955,1957, dan 1962, bisa dikategorikan sebagai gagasan pendahulu mengenai perbankan Islam (Heri, 2005: 28).

  Gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional secara kolektif muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia, di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Pada bulan Desember 1970 untuk mempermudah berkembangnya bank syariah di negara-negara muslim, diajukan proposal untuk mendirikan bank syariah pada Sidang Menteri Luar Negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islalm (OKI) di Karachi, Pakistan dan pada Sidang Menteri Luar Negeri Oki di Benghazi, Libya, Maret 1973. Pada tahun 1974 rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) pada sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah dengan modal awal 2 miliar SDR (special drawing right) IMF.

  Berdirinya IDB memberikan motivasi kepada negara-negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada awal dekade 1980-an, lembaga Iran, Malaysia, serta Turki. Selain itu ada negara-negara non muslim yang mendirikan bank Islam, seperti Inggris, Denmark, Bahamas, Swiss, dan Luxemburg (Heri, 2005: 29).

2.1.2.2 Berdirinya Bank Syariah di Indonesia

  Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan dan para tokoh yang terlibat dalam kajian teersebut adalah Karnaen A. Perwataatmaja, M. Dawam Rahardjo, M. Amien Azies dan lain-lain (Muhammad, 2001: 25). Saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan, para ulama berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga namun tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Tahun 1990, dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan. Kelompok kerja ini di bentuk pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia. Dari kelompok kerja tersebut lahirlah Bank Muammalat Indonesia, dengan Akte Pendirian yang di tanda-tangani tanggal 1 Nopember 1991 dengan nama PT Bank Muammalat Indonesia. Kemudian tanggal 1 Mei Bank Muammalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.

  Pendirian Bank Muammalat Indonesia ini diikuti oleh bank-bank perkreditan rakyat syariah (BPR syariah). Namun keberadaan dua jenis lembaga karena itu dibentuk lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut baitul maal

  

wattamwil (BMT). Pada tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, pada

  tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit syariah. Sementara itu, jumlah BPRS hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 unit (Amir-Rukmana, 2010 : 20).

  Era Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kebijakan hukum perbankan di Indonesia menganut sistem perbankan ganda (dual banking system). Kebijakan ini intinya memberikan kesempatan bagi bank-bank umum konvensional untuk memberikan layanan syariah melalui mekanisme Islamic window dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). Akibatnya pasca undang-undang ini memunculkan banyak bank konvensional yang ikut andil dalam memberikan layanan syariah kepada nasabahnya.

2.2 Produk Bank Syariah

  Peran yang dimiliki bank syariah yakni sebagai lembaga perantara (intermediary) anatara unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus units) dengan unit-unityang lain yang mengalami kekurangan dana (deficit units). Untuk memenuhi kebutuhan modal dan pembiayaan, bank syariah memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan bank konvensional. Secara umum, prinsip-prinsip yang digunakan bank syariah terdiri atas tiga kategori yaitu:

  1. Produk penghimpunan dana (funding)

  2. Produk penyaluran dana (financing) Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/2007 disebutkan bahwa pemenuhan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa, dilakukan sebagai berikut:

  1. Dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain Akad Wadi’ah dan Mudharabah;

  2. Dalam kegiatan peyaluran dana berupa Pembiayaan dengan mempergunakan antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik dan Qardh; dan

  3. Dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah, Hawalah, dan Sharf.

2.2.1 Produk Penghimpunan Dana

  Prinsip-prinsip dasar produk bank syariah yang diaplikasikan dalam kegiatan menghimpun dana (Produk pendanaan), antara lain :

  1. Wadiah Titipan dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat bila pemilik menghendaki. Wadiah diterapkan untuk produk berbentuk giro. Wadiah

  amanah pada prinsipnya simpanan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh

  pihak bank walaupun ia bertanggungjawab terhadap keutuhan simpanan tersebut. Wadiah dhamanah yakni pihak bank dapat memanfaatkan simpanan tersebut dan tetap bertanggung jawab terhadap keutuhan simpanan tersebut (Irsyad, 2010:110).

  Mudharabah Muthlaqah

  Kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan modal dan memberikan kewenangan penuh kepada pihak kedua dalam menentukan jenis dan tempat investasi, sedangkan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan bersama.

  3. Mudharabah Muqayyadah Kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan modal dan memberikan kewenangan terbatas kepada pihak kedua dalam menentukan jenis dan tempat investasi, sedangkan keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan dimuka.

2.2.2 Produk Penyaluran Dana

  Prinsip-prinsip dasar produk syariah yang diaplikasikan dalam kegiatan penyaluran dana atau produk pembiayaan :

  1. Murabahah (Deferred Payment Sale) Suatu perjanjian yang disepakati antar bank syariah dengan nasabah dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku/modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu yang telah ditentukan.

  2. Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan modal dibagi bersama menurut kesepakatan dimuka.

  3. Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation) Perjanjian pembiayaan antara bank syariah dengan nasabah yang membutuhkan pembiayaan, dimana bank dan nasabah secara bersama membiayai suatu usaha/proyek yang juga dikelola secara bersama atas prinsip bagi hasil sesuai dengan penyertaan dimana keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan dimuka.

  Perbedaan antara mudharabah dan musyarakah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Perbedaan Mudharabah dan Musyarakah

  Elemen Musyarakah Mudharabah Sumber modal/ dana Partisipasi dari semua mitra usaha yang terlibat.

  Shahibul maal sendiri Pengelola atau partisipasi dalam manajemen

  Semua mitra usaha berhak Mudharib sendiri

  Tanggungan resiko Semua mitra usaha menanggung sebesar persentase investasinya

  Shahibul maal sendiri Kepemilikan asset Milik bersama semua mitra usaha

  Shahibul sendiri Bentuk penyertaan Dana, barang, kewiraswataan, hak paten, peralatan dll

  Dana

  Sumber: Irsyad (2010)

  4. Salam (In-front Payment Sale) Pembiayaan jual beli dimana pembeli memberikan uang terlebih dahulu pengantaran kemudian.

  5. Istishna (Purchase by Order or Manufacture) Pembiayaan jual beli yang dilakukan bank dan nasabah dimana penjual (pihak bank) membuat barang yang dipesan oleh nasabah.

  6. Ijarah (Operational Lease) Perjanjian sewa yang memberikan kepada penyewa untuk memanfaatkan barang yang akan disewa dengan imbalan uang sewa sesuai dengan persetujuan dan setelah masa sewanya berakhir maka barang dikembalikan kepada pemilik, namun penyewa juga dapat memiliki barang yang disewa dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain.

  7. (Soft and Benevolent Loan)

  Al-Qardh

  Pemberian harta kepada nasabah yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

2.2.3 Produk Jasa (services)

  Adapun prinsip produk-produk syariah dalam penyelenggaraan jasa-jasa perbankan:

  1. Kafalah (Guaranty) Akad pemberian garansi/jaminan oleh pihak bank kepada nasabah untuk pihak yang dijamin.

  2. Wakalah (Deputyship) Akad perwakilan antara kedua belah pihak (bank dan nasabah) dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan/jasa tertentu.

  3. Hawalah (Transfer Service) Akad pemindahan piutang nasabah kepada bank untuk membantu nasabah mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan bank mendapat imbalan atas jasa pemindahan piutang tersebut.

  4. Ar-Rahn (Mortgage) Menahan salah satu harta milik nasabah yang memiliki nilai ekonomis sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.

2.3 Prinsip–Prinsip Operasional Perbankan Syariah

  Prinsip syariah yang dianut oleh lembaga keuangan syariah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan (rahmatan lil

  

‘alamin ). Prinsip utama yang dianut oleh lembaga keuangan syariah dalam

  menjalankan kegiatan usahanya sering disebut dengan bebas ” Maghrib” yaitu :

  1. Maysir (spekulasi) Secara bahasa maknanya judi, secara umum, mengundi nasib dan setiap kegiatan yang sifatnya untung-untungan (spekulasi). Maysir merupakan transaksi yang bersifat untung-untungan dan digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti.

  Secara bahasa berarti menipu, memperdaya, ketidakpastian. Gharar adalah sesuatu yang memperdayakan manusia di dalam bentuk harta, kemegahan, jabatan, keinginan, dan lainnya. Gharar berarti menjalankan suatu usaha secara buta tanpa memilki pengetahuan yang cukup atau menjalankan suatu transaksi yang risikonya berlebihan tanpa mengetahui dengan pasti apa akibatnya atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya jika dilaksanakan.

  3. Haram Secara bahasa berarti larangan dan penegasan. Larangan bisa timbul karena beberapa kemungkinan, yaitu dilarang oleh tuhan dan bisa juga karena pertimbangan akal. Dalam aktivitas ekonomi setiap orang di harapkan untuk menghindari semua yang haram baik haram zatnya maupun haram selain zatnya.

  4. Riba Secara bahasa berarti bertambah dan tumbuh. Riba merupakan penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) misalnya dalam hal pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan, atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mensyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu.

  5. Bathil Secara bahasa artinya batal, tidak sah. Dalam aktivitas ekonomi tidak barang rusak diantara barang yang baik untuk mendapatkan keuntungan lebih besar, menimbun barang, menipu atau memaksa dan mengurangi timbangan.

2.4 Keunggulan Bank Syariah

  Juli Irmayanto (2009: 136) mengemukakan beberapa keunggulan bank syariah jika dibandingkan dengan bank konvensional. Keunggulan-keunggulan bank syariah tersebut antara lain: 1. Ditanggung halal : bahagia dunia dan akhirat.

  Bank syariah dapat mengembalikan masyarakat sesuai fitrah alam dan fitrah usaha. Sekeras apapun usaha yang dilakukan setiap orang kadang kala berhasil-terkadang gagal. Sedangkan sistem bunga, berpendapat bahwa segala usaha dianggap pasti berhasil. Kalau terjadi kegagalan, resiko ditanggung penuh oleh pengusaha (peminjam). Dengan sistem bagi hasil, fitrah bisnis yang rusak akan kembali lurus, yakni pola berpikir Yahudi yang berlandaskan ajaran Machiaveli yang menghalalkan segala cara tanpa aturan dan norma hukum (Irmayanto, 2009 : 136).

  2. Lebih tahan banting ketika terjadi gejolak moneter.

  Krisis moneter pada Juli 1997 telah menjadikan perekonomian Indonesia nyaris hancur dan sebagian besar bank-bank konvensional hampir gulung tikar. Terjadinya lonjakan suku bunga dan apresiasi dollar terhadap rupiah, tidak hanya mencekik para peminjam bermata uang asing tetapi juga merepotkan perbankan. Usaha-usaha dalam berbagai sektor lumpuh karena investasi menurun secara drastis. Akibatnya bank-bank konvensional mengalami negative spread.

  Namun pada bank Syariah, laba yang dibagikan kepada penyimpan sangat tergantung pada keuntungan yang diperoleh pengusaha yang menggunakan dana dari bank sehingga bank syariah tidak mengenal negative spread. Ketika pengusaha mengalami kegagalan, para penyimpan tidak menuntut pembagian keuntungan dari bank. Sampai kapanpun dan dalam kondisi apapun perbankan syariah tetap bertahan karena menggunakan sistem bagi hasil. Selama krisis moneter (1997-1998) bank syariah dapat bertahan dan dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan lembaga perbankan konvensional. Itu dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non performing loan, tahun 2000 sebesar 12,96 % dan tahun 2001 sebesar 4,04 %, (sumber: Bank Indonesia) pada bank syariah dan tidak terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Dengan filosofi utamanya, kemitraan dan kebersamaan dalam maupun risk, bank syariah terbukti prospektif untuk berkembang di tanah air.

  3. Tidak elastis terhadap kebijakan moneter.

  Ketika dilakukan kebijakan uang ketat (tight money policy), misalnya suku bunga SBI dinaikkan maka bank-bank yang berbasis bunga akan bingung, sedangkan bank syariah akan tetap tenang-tenang saja. Perubahan suku bunga SBI harus direspon dengan menaikkan suku bunga simpanan, lalu pinjaman tidak dapat dilakukan secara serentak, terdapat rentang waktu antara kenaikan suku bunga simpanan dengan bunga pinjaman. Akibatnya, masyarakat akan meningkatkan tabungannya, sehingga jumlah uang yang beredar akan menurun dan harga barang/jasa juga cenderung menurun.

  Pada saat suku bunga pinjaman dinaikkan, permintaan investasi turun dan akhirnya akan mengakibatkan kesempatan kerja berkurang dan hal ini akan berdampak pada peningkatan pengangguran.

  4. Kemampuan manajerial sebagai daya tarik.

  Perilaku bunga bank cenderung fluktuatif, sedangkan perilaku manajemen bank cenderung stabil karena memiliki “learning curve” yang efisien dalam jangka panjang. Tingginya suku bunga pada bank konvensional merupakan salah satu daya tarik bagi investor untuk menyimpan dananya pada bank konvensional. Pada bank syariah, pemilik dana mau menitipkan dananya karena sangat percaya pada kemampuan manajerial bank. Pada bank syariah yang menjadi daya tarik bagi pengusaha adalah karena sistem bagi hasil untung-rugi. Segala resiko bisnis ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Karena ikut menanggung resiko, manajemen bank selalu proaktif memantau dan melayani konsultasi dan manajemen pada pengusaha yang memanfaatkan dananya melalui bank syariah.

  5. Prinsip bagi hasil dan jual beli yang lebih menguntungkan.

  Dalam prinsip bagi hasil, pembagian hasil yang diberikan disesuaikan sedang terjadi penurunan usaha. Apabila kondisi usaha baik dan menguntungkan, maka nasabah yang menyimpan dananya akan mendapat bagi hasil yang proporsional dari keuntungan bisnis bank. Sehingga dimungkinkan investor akan memperoleh pembagian hasil yang nilai nominalnya jauh lebih besar dibandingkan dengan bunga bank.

  Dalam prinsip jual beli tidak ada floating rate, hal ini akan memberikan rasa aman kepada nasabah. Nilai kewajibannya sudah ditentukan dalam perjanjian harga jual-beli yang disepakati di awal perjanjian. Prinsip-prinsip lain yang dijalankan dalam melaksanakan operasional bank syariah adalah:

  1. Prinsip Keadilan, tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang telah disepakati oleh bank dan nasabah.

  2. Prinsip Kesederajatan, bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguana dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko, dan keuntungan yang berimbang di antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun pihak bank.

  3. Prinsip Ketenteraman, produk-produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah muamalah Islam, antara lain : tidak ada unsur riba dan menerapkan zakat harta. Dengan demikian nasabah merasakan ketenteraman lahir dan batin.

  Perbankan syariah mempunyai beberapa perbedaan dengan perbankan konvensional. Hal ang paling utama dalam operasinya, perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil sedangkan perbankan konvensional menerapkan sistem bunga. Perbedaan utama kedua sistem ini dapat dilihat dalam Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2 Perbedaan Bagi Hasil dengan Sistem Bunga

  Bunga Bagi Hasil Besarnya bunga di tetapkan pada saat perjanjian dan mengikat kedua puhak yang melaksanakan perjanjian dengan asumsi bahwa pihak penerima pinjaman akan selalu mendapatkan keuntungan.

  Bagi hasil di tetapkan dengan rasio nisbah yang di sepakati antara pihak yang melaksanakan akad pada saat akad dengan berpedoman adanya kemungkinan keuntungan atau kerugian. Besarnya bunga yang diterima berdasarkan perhitungan persentasse bunga dikalikan dengan jumlah dana yang dipinjamkan.

  Besarnya bagi hasil dihitung berdasarkan nisbah yang diperjanjikan dikalikan dengan jumlah pendapatan dan/atau keuntungan yang diperoleh. Jumlah bunga yang diterima tetap, meskipun usaha peminjam meningkat atau menurun.

  Jumlah bagi hasil akan dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan/atau keuntungan. Bagi hasil akan berfluktuasi. Sistem bunga tidak adail, karena tidak terkait dengan hasil usaha peminjam.

  Sistem bagi hasil adil, karena perhitungannya berdasarkan hasil usaha. Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama.

  Tidak ada agama satu pun yang meragukan bagi hasil.

  Sumber: Ismail (2013)

  Selain perbedaan yang mendasar tentang sistem operasional bank syariah dan bank konvensional yang tersebut di atas terdapat beberapa perbedaan lain

  Orientasi pembiayaan, untuk memperoleh keuntungan atas dana yang di pinjamkan.

  Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 115) pemahaman (comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori

  Sumber: Ismail (2013)

  Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri setempat.

  7 Penyelesaian sengketa, diupayakan diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama.

  Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, dan Komisaris.

  6. Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, Komisaris, dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

  Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditor dan debitur.

  5 Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra.

  falah oriented, yaitu berorientasi kesejahteraan masyarakat.

Tabel 2.3 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

  4 Orientasi pembiayaan, tidak hanya untuk keuntungan akan tetapi juga

  Perjanjian menggunakan hukum positif.

  3 Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai dengan syariah Islam.

  nasabah penyimpan dana dan return yang diterima dari nasabah pengguna dana berupa bunga.

  Return baik yang di bayar kepada

  2 Return yang dibayar dan/atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.

  Investasi, tidak mempertimbangkan halal atau haram asalkan proyek yang dibiayai menguntungkan.

  1 Investasi hanya untuk proyek dan produk yang halal serta menguntungkan.

  No Bank Syariah Bank Konvensional

2.6 Pengertian Pemahaman

  antara lain : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip, (2) bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi. (Nana, 1992: 24)

  Pengertian pemahaman menurut Anas Sudijono (2005), adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. Dari berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada dasarnya sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan, memerkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan. Indikator pemahaman menunjukkan bahwa pemahaman mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan. Dengan pengetahuan, seseorang belum tentu memahami sesuatu yang dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman, seseorang tidak hanya bisa menghapal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari juga mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut.

    

2.7 Penelitian Terdahulu

  Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul

  1. Jurnal pengaruh pengetahuan pelajar terhadap perbankan syariah. Dimana judul dari penelitian tersebut adalah Conventional Versus Islamic Finance:

  Student Knowledge And Perception In The United Arab Emirates. Jurnal

  tersebut dianalisis oleh Jorg Bley and Kermit Kuehn pada tahun 2004 studi kasus pada School of Business and Management at the American

  University of Sharjah, UEA. Pada jurnal tersebut digunakan variabel

  independen berupa Kemampuan bahasa, Jumlah SKS, Agama, IPK, Jenis kelamin, dan Fakultas. Jurnal yang ditulis oleh Jorg Bley dan Kermit Kuehn (2004) yang menggunakan sampel 667 mahasiswa ini menunjukkan bahwa variabel Kemampuan bahasa, Jumlah SKS, Agama,

  IPK, Jenis kelamin dan Fakultas memberikan pengaruh positif terhadap pengetahuan mahasiswa tentang prinsip dan produk-produk bank syariah.

  Selain itu, Penelitiannya menujukkan bahwa orang memilih bank syariah hanya karena agama dan tidak tahu tentang konsep dan jenis produknya.

  2. Abdul Halim Abdul Hamid, dalam papernya yang diterbitkan

  International Journal Of Islamic Financial Services awal 2001

  menyebutkan bahwa penyebab banyak nasabah kurang paham terhadap produk bank syariah adalah tentang cara mengkomunikasikan produk bank yang sulit dimengerti oleh sebagian nasabah. Salah satunya tentang pemakaian idiom-idiom bahasa Arab yang kurang populer di masyarakat.

  Produk Mudharabah Musyarakah

  Di Malaysia, negeri yang mempunyai sejarah bank Islam lebih lama daripada Indonesia (sejak 1983), dari 967 responden kurang dari 15% yang dari 6% yang mengetahui arti ba’i al-Salam, dan ba’i al-Murabahain. Singapura, merupakan negeri yang sekitar 20% penduduknya beragama Islam. Hasilnya hanya 3% yang dengan tepat tahu arti Mudharabah,

  Musyarakah, dan ijarah. Hal yang mengejutkan, tak seorang pun dari responden yang mampu menyebutkan dengan tepat arti mudharabah.

2.8 Kerangka Konseptual

  Adapun kerangka pemikiran penulis yang menjadi pijakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

             

  Gambar 2.1

  

Kerangka Konseptual Pemahaman Masyarakat terhadap Produk-produk

Bank Syariah

  Murabahah Wadiah Wakalah Pemahaman Masyarakat Kota Medan

  Kecamatan Medan Petisah

Dokumen yang terkait

Analisis Tingkat Pemahaman Masyarakat Kota Medan Terhadap Produk-produk Perbankan Syariah Studi Kasus: Kecamatan Medan Petisah

15 95 120

Analisis Permintaan Masyarakat Terhadap Produk Perbankan Syariah ( Studi Kasus: Bank Muamalat Kecamatan Medan Marelan)

0 45 140

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Peran Bpr Syariah Bagi Pengembangan Ukm Di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Bank - Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Perbankan di Kota Medan

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Determinan Pembayaran Nontunai (Non Cash Payment) Di Bank Aceh Syariah (Studi Kasus: Kota Bireuen)

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah - Analisis Kesehatan Keuangan Dan Kinerja Sosial Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia

0 0 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Perbandingan Sistem Pemberian Kredit Pada Bank Konvensional Dan Pembiayaan Pada Bank Syariah

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Perkembangan Perbankan - Analisis Perbandingan Bank Konvensional Dan Bank Syariah Dengan Menggunakan Rasio Keuangan

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perbankan 2.1.1.1 Pengertian Bank - Analisis Komparatif Risiko Keuangan Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri

0 0 39

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Usaha Mikro dan Kecil (UMK) 2.1.2 Pengertian dan Karakteristik UMK - Analisis Tingkat Kemampuan Pengusaha UMK dalam Mengakses Kredit Perbankan Syariah di Kota Medan (Studi Kasus: Bank SUMUT Syariah Cabang Medan )

0 1 24