BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Usaha Mikro dan Kecil (UMK) 2.1.2 Pengertian dan Karakteristik UMK - Analisis Tingkat Kemampuan Pengusaha UMK dalam Mengakses Kredit Perbankan Syariah di Kota Medan (Studi Kasus: Bank SUMUT Syariah Cabang Medan )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1.1 Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

  2.1.2 Pengertian dan Karakteristik UMK

  Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) : 1.

  Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut : a.

  Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00

  (tiga ratus juta rupiah) 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

  Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut : a.

  Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b.

  Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. kriteria menengah adalah sebagai berikut : a.

  Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b.

  Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)

  UMK juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin , distribusi pendapat dan pengangguran kemiskinan, dan pembangunan ekonomi pedesaan. Namun dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan sektor nonmigas, khususnya produk-produk manufaktur dan inovasi derta pengembangan teknologi, peran UMK di Negara sedang berkembang masih relatif rendah, dan ini sebenarnya perbedaan yang paling mencolok dengan UMK di Negara Maju.

2.1.2 Permasalahan UMK

  Menurut Hubeis (2009) permasalahan umum yang biasanya terjadi pada UMK yaitu: 1.

  Kesulitan Pemasaran Adapun aspek masalah pemasaran yang dihadapi oleh para pengusaha usaha kecil seperti tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk serupa buatan usaha besar, maupun produk impor dan dipasar ekspor. Kesulitan masalah pemasaran akan bertambah serius ketika negara mengalami krisis keuangan yang berdampak menjadi sulitnya para usaha kecil dalam mengakses kredit bank.

2. Keterbatasan Finansial

  Dalam kertebatasan finansial terdapat dua masalah utama, yaitu mobilisasi modal dan akses ke modal kerja investasi, serta finansial jangka panjang akibat skala ekonomi yang kecil. Modal pengusaha kecil sering kecil tidak mencukupi untuk kegiatan produksinya, terutama untuk investasi. Akan tetapi banyaknya kredit perbankan saat ini tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan finansial usaha kecil sehingga sumber- sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan didalam pembiayaan usaha kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain lokasi bank yang jauh dijangkau oleh para pengusaha kecil, persyaratan kredit yang berat, kurangnya informasi prosedur perkreditan.

  Hal lainnya adalah sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar, atau kadangkala pembukuan oleh UKM tidak up to date sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya dan upaya mendapatkan dana dari pasar modal, serta persaiangan yang sangat tinggi dan modal yang terbatas.

  3. Keterbatasan SDM Salah satu kendala serius bagi banyak UMK di Indonesia adalah keterbatasan SDM terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design,

  quality control , organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik

  pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian ini sangat dibutuhkan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar barang.

  4. Masalah Bahan Baku Keterbatasan bahan baku serta kesulitan dalam memperolehnya dapat menjadi salah satu kendala yang serius bagi pertumbuhan output ataupun kelangsungan produksi bagi banyak UMK di Indonesia. Hal ini dapat disebabkan harga yang relatif mahal. Banyak pengusaha yang terpaksa berhenti dari usaha dan berpindah profesi ke kegiatan ekonomi lainnya akibat masalah keterbatasan bahan baku.

  5. Keterbatasan Teknologi UMK di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi yang tradisional, seperti mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang bersifat manual. Hal ini membuat produksi menjadi rendah, efisiensi menjadi kurang maksimal, dan kualitas produk relatif rendah. Salah satu keterbatasan teknologi ini disebabkan oleh keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru guna menyempurnakan proses produksi, keterbatasan memperoleh informasi perkembangan teknologi serta keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru dan membuat inovasi-inovasi produknya.

  6. Managerial Skill Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap pengembangan usahanya, membuat pengelolaan usaha menjadi terbatas. Dalam hal ini, manajemen merupakan seni yang dapat digunakan atau diterapkan dalam penyelenggaraan kegiatan UMK, baik unsur perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

7. Kemitraan

  Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antara pengusaha dengan tingkatan yang berbeda yaitu antara pengusaha kecil dan pengusaha besar. Istilah kemitraan sendiri mengandung arti walaupun tingkatannya berbeda, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang setara (sebagai mitra kerja).

2.2 Lembaga Perbankan Syariah

2.2.1 Definisi

  Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Menurut undang – undang perbankan syariah No.12 Tahun 2008, dinyatakan bahwa:

  Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dala bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (pasal 1 angka 1).

  Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah disebut bank syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Pasal 1 angka 7).

  Menurut sudarsono (2004 ), Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi di sesuaikan dengan prinsip- prinsip syariah.

  Menurut machmud (2009), Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggagalkan masalah riba dengan tantangan penghindaraan bunga yang di anggap riba.

  Bank syariah pertama berdiri di Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan pada Undang-undang Nomor & tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan peraturan pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang bank umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum bank umum syariah .

  Sebagaimana dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-undang, prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiataan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prisip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepimilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

  Ada sejumlah perbedaan yang mendasar antara bank syariah dan bank konvensional. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha yang dibiaya, dan lingkungan kerja.

Tabel 2.1 : Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

  No Aspek Bank Syariah Bank Konvensional

  1 Akad & Aspek Hukum Islam dan Hukum Hukum Positif Legalitas Politik

  2 Lembaga Badan Abitrase Muamalat Badan Abitrase Nasional Penyelesaian Indonesia (BAMUI), Indonesia (BANI) Sengketa sekarang sedang diupayakan pembentukkan pengganti Badan Abitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

  3 Struktur Ada Dewan Syariah Tidak ada DNS dan DPS Organisasi Nasional (DSN) dan

  Dewan Pengawas Syariah (DPS)

  4 Investasi Halal Halal dan haram

  5 Prinsip Bagi hasil, jual beli, sewa Perangkat bunga Operasional

  6 Tujuan Profit dan falah oriented Profit oriented

  7 Hubungan Kemitraan Debitor – Kreditor Nasabah

  Sumber : Perbandingan antara bank syariah dan konvensional (Muhammad Syafi’i, 2001)

  Mengenai prinsip bagi hasil yang menjadi pembeda antara bank syariah dan konvensional. Dimana Bank Syariah menggunakan prinsip bagi hasil sedangkan bank konvensional menggunakan sistem bunga.

Tabel 2.2 : Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil

  Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah pendapatan.

  Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam perbankan syariah, return atas

  Pelaku bisnis atau para pengusaha dalam menjalankan usahanya membutuhkan sumber modal. Jika para pengusaha tidak memiliki modal secara cukup, maka ia akan berhubungan dengan pihak lain, seperti bank, untuk mendapatkan suntikan dana, dengan melakukan pinjaman dari pihak lain.

  Sumber : Ibid ,hal 61 (dalam buku gemala Dewi , 2004)

  Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

  5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam.

  4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.

  No Bunga Bagi Hasil

  Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

  3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

  Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

  2. Besarnya persentase berdasarkan pada besarnya jumlah uang(modal) yang dipinjamkan.

  Penetuan besarnya rasio nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

  1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

2.3 Lembaga Pembiayaan Syariah

2.3.1 Defenisi

  pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain sesuai dengan akad – akad yang disediakan oleh bank syariah. Dalam Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

  Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

  Menurut keputusan Presiden No.61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan Pasal 1 angka 1 lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

  Menurut (rivai & arifin, 2009) pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

  Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah, nasabah, pemerintah. Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar di antara penyaluran dana lainnya yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan, bank syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam.

  Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang dibberikan pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan.

  Di dalam perbankan syariah, pembiayaan yang di berikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan pada prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai dengan hukum islam.

2.3.2 Unsur –Unsur Pembiayaan

  Menurut (Ismail,2010 : 107) adapun unsur-unsur pembiayaan adalah sebagai berikut:

1. Bank Syariah

  Merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada pihak lain yang membutuhkan dana.

  2. Mitra Usaha/Partner Merupakan pihak yang mendapatkan pembiyaan dari bank syariah, atau pengguna dana yang disalurkan oleh bank syariah.

  3. Kepercayaan/ Trust Bank syariah memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima pembiayaan bahwa mitra akan memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana bank syariah sesuai dengan jangka waktu tertentu yang diperjanjikan. Bank syariah memberikan pembiayaan kepada mitra usaha sama artinya dengan bank memberikan kepercayaan kepada pihak penerima pembiayaan, bahwa pihak penerima pembiayaan akan memenuhi kewajibannya.

  4. Akad Akad merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakan yang dilakukan antara bank syariah dengan pihak nasabah/mitra.

  5. Risiko Setiap dana yang disalurkan atau dinvestasikan oleh bank syariah selalu mengandung resiko tidak kembalinya dana. Risiko pembiayaan merupakan kemungkinan kerugian yang akan timbul karena dana yang disalurkan tidak dapat kembali.

  6. Jangka waktu Merupakan periode jangka waktu yang diberikan kepada nasabah untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah.

  Jangka waktunya pun bervariasi yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Jangka pendek adalah jangka waktu pembayaran kembali pembiayaan hingga 1 tahun. Jangka menengah adalah jangka waktu yang diperlukan dalam melakukan pembayaran kembali antara 1 hingga 3 tahun. Jangka panjang adalah jangka waktu pembayaran kembali pembiayaan lebih dari 3 tahun.

7. Balas Jasa

  Sebagai balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah, maka nasabah membayar sejumlah tertentu sesuai dengan akad yang telah disepakati antara bank dan nasabah.

2.3.3 Fungsi pembiayaan

  Menurut (rivai & arifin, 2009) pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk: 1.

  Meningkatkan daya guna uang Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam persentase tertentu di tingkatkan kegunaanya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk memperluas/memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi, perdagangan, maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai usaha baru.

2. Meningkatkan daya guna barang

  a.

  Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan menjadi meningkat, misalnya peningkatan utility dari benang menjadi tekstil.

  b.

  Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari satu tempat yang kegunaannya kurang ketempat yang lebih bermanfaat.

  3. Meningkatkan perederan uang Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening koran pengusaha penciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, wesel dan sebagainya. Melalui pembiyaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karna pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik.

  4. Menimbulkan kegairahan usaha Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah yang kemudian digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha untuk peningkatan produktivitas masyarakat tidak perlu khawatir kekukurangan modal karena masalahnya dapt diatasi oleh bank dengan pembiayaannya.

  5. Stabilitas ekonomi Dalam ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain : a.Pengendalian inflasi

  b. Peningkatan ekspor c. Rehabilitasi prasarana

  d. Pemenuhan kebutuhan-kebituhan pokok rakyat 6.

  Sebagai jembatan untuk meningkatan pendatan nasional Para pengusaha yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit.

  Bila keuntungan ini dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi ke modal maka peningkatan akan berlangsung terus menerus. Apabila rata-rata pengusaha pemilik tanah, pemilik modal dan buruh/karyawan mengalami peningkatan pendapatan maka pendapatan negara via pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa untuk urusan konsumsi berkurang sehingga langsung atau tidak, melalui pembiayaan pendatan nasional akan bertambah.

2.3.4 Jenis – Jenis Pembiayaan

  Menurut (Ismail, 2010 : 113) pembiayaan bank syariah dibedakan menjadi beberapa jenis antar lain :

1. Pembiayaan dilihat dari tujuan penggunaan a.

  Pembiayaan Investasi Diberikan oleh bank syariah kepada nasabah untukkpengadaan barang- barang modal (aset tetap) yang mempunyai nilai ekonomis lebih dari satu tahun. Secara umum, pembiayaan investasi ini ditujukan untuk pendirian perusahaan atau proyek pengembangan, modernisasi mesin dan peralatan, pembelian alat angkutan yang digunakan untuk kelancaran usaha. Pembiayaan incvestasi umumnya diberikan dalam nominal besar serta jangka panjang dan menengah.

  b.

  Pembiayaan modal kerja Digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha. Pembiayaan modal kerja biasanya diberikan jangka pendek yaitu paling lama satu tahun. Kebutuhan yang dapat dibiayai dengan menggunakan pembiayaan modal kerja antara lain kebutuhan banhan baku, biaya upah, pembelian barang – barang dagangan, dan kebutuhan dana lain yang sifat hanya digunakan selama satu tahun, serta kebutuhan dana yang diperlukan untuk menutupi hutang perusahan.

  c.

  Pembiyaan Komsumsi Diberikan kepada nasabah untuk membeli berang-barang untuk keperluan pribadi dan tidak untuk keprluan usaha.

2. Pembiyaan Dilhat dari Jangka Waktunya a.

  Pembiayaan jangka pendek Pembiyaan yang diberikan dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

  Pembiayaan jangka pendek yang biasanya diberikan oleh bank syariah untuk membiayaai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus usaha dalam satu tahun, dan pengembaliannya disesuaikan dengan kemampuan nasabah.

  b.

  Pembiayaan Jangka Menengah

  Diberikan dengan jangka waktu antara satu tahun hingga tiga tahun. Pembiayaan ini dapat diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja, investasi, dan komsumsi.

  c.

  Pembiayaaan Jangka Panjang Pembiayaan yang jangka waktunya lebih dari dari tiga tahun.

  Pembiayaan ini pada umumnya diberikan dalam bentuk pembiayaan investasi, misalnya untuk pembelian gedung, pembangunan proyek, pengadaan mesin dan peralatan yang nominalnya besar serta pembiayaan konsumsi yang nilainya besar, misalnya pembiayaan dalam pembelian rumah.

3. Pembiayaan Dilihat Dari Sektor usaha a.

  Sektor Industri Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam sektor industri, yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain yang memiliki faedah lebih tinggi. Beberapa contoh sektor industri antara lain: industri elektronik, pertambangan, dan kimia, tekstil.

  b.

  Sektor Perdagangan Pembiayaan ini diberikan kepada usaha yang bergerak dalam bidang perdagangan, baik perdagangan keci, menengah dan besar.

  Pembiayaan ini diberikan dengan tujuan untuk memperluas usaha nasabah dalam usaha perdagangan, misalnya untuk memperbesar jumlah penjualan atau memperbesar pasar.

  c.

  Sektor Pertanian, Perternakan, Perikanan, dan Perkebunan Pembiayaan ini diberikan dalam rangka meningkatkan hasil disektor pertaniaan, perkebunan, dan perternakan, serta perikanan.

  d.

  Sektor jasa Beberapa sektor jasa sebagaimana tersebut dibawah ini yang dapat diberikan pembiayaan oleh bank antara lain :

  1. Jasa Pendidikan Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, jasa pendidikan merupakan jasa yang menarik bagi bank, karena jenis usaha ini mudah diestimasikan pendapatannya.

  2. Jasa Rumah Sakit Bank dapat memberikan pembiayaan kepada rumah sakit apabila angunan yang diberikan tidak memiliki banyak resiko, sehingga apabila terjadi masalah, maka bank dapat menjual anggunan ini sebagai sumber pelunasan hutang.

  3. Jasa Angkutan Pembiayaan yang diberikan untuk sektor angkutan, misalnya pembiayaan kepada pengusaha taksi, bus, angkutan darat, laut dan udara termasuk didalamnya adalah pembiayaan yang diberikan untuk biro perjalanan, pergudangan, komunikasi, dan lainnya.

4. Jasa lainnya

  Pembiyaaan yang diberikan kepada jasa lainnya, misalnya pembiayaan untuk profesi, pengacara, dokter, insiyur, dan angkutan.

  e.

  Sektor Perumahan Bank syariah memberikan pembiayaan kepada mitra usaha yang bergerak dibidang pembangunan perumahan. Pada umumnya diberikan dalam bentuk pembiayaan kontruksi, yaitu pembiayaan untuk pembangunan perumahan. Cara pembayaran kembali yaitu dipotong dari rumah yang telah terjual.

4. Pembiayaan Dilihat dari Segi Jaminan 1.

  Pembiayaan dengan Jaminan Pembiayaan dengan jaminan merupakan jenis pembiayaan yang didukung dengan jaminan (agunan) yang cukup. Aguanan atau jaminan dapat digolongkan menjadi jaminan perorangan, benda berwujud, dan benda tidak berwujud.

  a.

  Jaminan Perorangan Jaminan perorangan merupakan jenis pembiayaan yang didukung dengan jaminan seorang (personal securities) atau badan sebagai pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung jawab apabila terjadi wanprestasi dari pihak nasabah. Dalam hal nasabah tidak dapat membayar atau melunasi pembiayaannya, maka pembayarannya dijamin oleh pihak penjamin. Penjamin berkewajiban untuk melakukan pelunasannya.

  b.

  Jaminan Benda Berwujud Merupakan jaminan kebendaan yang terdiri dari dari barang bergerak maupu tidak bergerak, misalnya kendaraan bermotor, mesin dan peralatan, inventaris kantor, dan barang dagangan. Jaminan yang bersifat barang tidak bergerak antara lain, tanah dan gedung yang berdiri diatas tanah atau sebidang tanah tanpa gedung.

  c.

  Jaminan Benda Tidak Berwujud Beberapa jenis jaminan yang dapat diterima adalah jaminan benda tidak beruwujud. Jaminan benda tidak beruwujd antara lain, promes, obligasi, saham, dan surat berharga lainnya. Barang- barang tidak beruwujud dapat diikat dengan cara memindahtanganan.

2. Pembiayaan Tanpa Jaminan

  Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah tanpa didukung adanya jaminan. Pembiayaan ini diberikan oleh bank syariah atas dasar kepercayaan. Pembiayaan tanpa jaminan ini risikonya tinggi karena tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank syariah apabila nasabah wanprestasi. Dalam hal nasabah tidak mampu membayar dan macet, maka tidak ada sumber pembayaran kedua yang untuk menutup risiko pembiayaan. Bank tidak memiliki sumber pelunasan kedua karena bank tidak memiliki jaminan yang dapat dijual.

5. Pembiayaan Dilihat dari Jumlahnya a.

  Pembiyaan Retail Merupakan pembiayaan yang diberikan kepada individu atau pengusaha dengan usaha skala kecil. Jumlah pembiayaan yang dapat diberikan hingga Rp 350.000.000,-. Pembiayaan ini dapat diberikan dengan tujuan konsumsi, investasi kecil, dan pembiayaan modal kerja.

  b.

  Pembiayaan Menengah Pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha pada level menengah, dengan batasan antara Rp 350.000.000,- hingga Rp 5.000.000.000,-.

  c.

  Pembiayaan Korporasi Merupakan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dengan jumlah nominal yang besar (korporasi). Misalnya, jumlah pembiayaan lebih dari Rp 5.000.000.000,- dikelompokkan dalam pembiayaan korporasi. Dalam praktiknya, setiap bank mengelompokkan pembiayaan korporasi sesuai dengan skala bank masing-masing, sehingga tidak ada ukuran yang jelas tentang batasan minimal pembiayaan korporasi.

2.3.5 Syarat Administrasi

  Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan syariah menetapkan syarat-syarat umum untuk sebuah pembiayaan, seperti hal-hal berikut :

  1. Surat permohonan tertulis dengan dilampiri proposal yang memuat antara lain gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan dana.

  2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian, surat izin umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.

  3. Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan rugi laba, data persediaan terakhir, data penjualan dan fotokopi rekening bank.

2.4 Penelitian Terdahulu

  (Rizki Tri Anugrah Bhakti1, Mochammad Bakri2, Siti Hamidah, 2013) dalam penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil oleh Lembaga Keuangan Syariah”. Dari hasil penelitian, didapat bahwa kecilnya porsi pembiayaan oleh lembaga keuangan syariah dengan prinsip bagi hasil karena dihadapkan pada beberapa faktor. faktor-faktor penghambat tersebut tersebut antara lain: Pertama, hukum atau peraturan itu sendiri (substansi hukum), antara lain pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential principle) yang diberlakukan perbankan. Kedua, mentalitas petugas yang menegakkan (struktur hukum) yaitu membuka peluang untuk bank membuat suatu self regulatory banking, yang berisi tentang ketentuan intern bank dalam menjalankan usahanya, walaupun tetap tidak diperbolehkan menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Ketiga, fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum, yaitu Sumber daya insani (SDI) juga menjadi permasalahan tersendiri bagi pihak bank. Keempat, kesadaran hukum dan budaya masyarakat (budaya hukum), yaitu bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kurang menyadari pentingnya menjadi unit usaha yang bankable. Faktor-faktor penghambat diatas sebenarnya dapat diatasi dengan mengupayakan beberapa hal, antara lain: pertama, perbaikan peraturan perbankan yaitu perlu disesuaikan agar bank dapat tetap dalam kondisi kesehatan yang baik dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, namun tetap memperhatikan kondisi nasabah yang tidak selalu sama. Kedua, bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terkendala dengan jaminan, maka dapat menjadi anggota pada suatu koperasi primer. Ketiga, peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Insani perbankan syariah.

  Keempat, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai budaya kejujuran dan produk pembiayaan bank syariah.

  (Amir Mu’alli, 2004) dalam penelitian yang berjudul “Praktek Pembiayaan Bank Syariah dan Problematikanya”. Dari hasil penelitian, didapat bahwa alasan seseorang memilih bank syariah adalah alasan emosional dan ideologis. Bukan alasan yang memberi solusi pada nasabah, yang membantu nasabah dalam menyelesaikan problem-problemnya secara lebih baik, memberi perbaikan pada kondisi ekonomi masyarakat lemah dan pada tujuannya. Keberadaan Bank syariah khususnya di Indonesia baru di pendang sebagai penyelamatan diri secara emosional dan ideologis, bukan solusi dari problem ekonomi, bahkan secara makro penyelamatan eksistensial yang menyelamatkan kemanusian dari kekuatan kapital yang merongrong eksistensi kemanusian yang berujung pada problem kemanusian.

2.5 Kerangka konseptual

  Setiap pengusaha UMK pasti menginginkan permohonan pengajuan pembiayaannya diterima. Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan syariah juga menetapkan beberapa syarat-syarat umum. Permohonan pembiayaan pengusaha UMK dapat dipengaruhi oleh beberapa variable, yaitu : jenis usaha, jumlah pinjaman, pendapatan, modal. Hal tersebut merupakan potensi dan kedala bagi para pengusaha UMK dalam mengakses pembiayaan di perbankan syariah.

  Dari uraian di atas dapat dihasilkan kerangka konseptual. Kerangka konseptual tersebut menggambarkan adanya beberapa persyaratan untuk para pengusaha UMK dalam mengakses pembiayaan di perbankan syariah. Kerangka konseptual teoritis di tampilkan sebagai berikut :

  Modal   Pendapata Variabel

     Potensi Pembiayaan      Tingkat

    & Perbankan     Kemampuan

    Kendala Syariah     pengusaha Jenis

     Usaha  Jumlah   Pinjaman

   

Dokumen yang terkait

Analisis Tingkat Kemampuan Pengusaha UMK dalam Mengakses Kredit Perbankan Syariah di Kota Medan (Studi Kasus: Bank SUMUT Syariah Cabang Medan )

0 90 73

Tingkat Kemampuan Pengusaha Sektor Informal Dalam Mengakses Lembaga Perbankan Di Kota Medan

0 42 72

Analisis Tingkat Kemampuan Pengusaha UMK Mengakses Kredit Perbankan Di Kabupaten Langkat

0 38 83

Analisis Peranan Kredit Perbankan Dalam Pengembangan UMK (Usaha Mikro dan Kecil) di Kecamatan Medan Helvetia.

5 45 92

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Teori Permintaan - Analisis Permintaan Kredit pada Bank SUMUT Cabang Utama Medan

0 0 22

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Usaha Mikro Kecil (UMK) - Studi Komparatif Peran Koperasi dan Credit Union (CU) Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kecamatan Medan Area

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Analisis Determinan Pembayaran Nontunai (Non Cash Payment) Di Bank Aceh Syariah (Studi Kasus: Kota Bireuen)

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank - Efektivitas Kredit Usaha Rakyat dalam Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi - Analisis Sistem Informasi Akuntansi Pembiayaan Kredit Usaha Kecil pada PT. Bank BTPN KCP UMK Binjai

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perbankan 2.1.1.1 Pengertian Bank - Analisis Komparatif Risiko Keuangan Bank Mandiri Konvensional dan Bank Syariah Mandiri

0 0 39