Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU
GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PERAWAT DENGAN PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PEMPROVSU
Skripsi
Oleh
Endang Wadianingsih 111121033
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
(2)
(3)
Judul : Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU
Peneliti : Endang Wadianingsih
NIM : 111121033
Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun Akademik : 2012/2013
Abstrak
Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal dan pengalaman emosional bagi pasien untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien. Komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Komunikasi terapeutik ini sangat penting dalam hubungan antara perawat dengan pasien halusinasi pendengaran untuk membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi serta dapat mengekspresikan perasaan secara terbuka, jujur, dan secara langsung untuk memberikan umpan balik tentang perilaku pasien halusinasi pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, dengan populasi adalah perawat rawat inap yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU, sampel yang didapat sebanyak 30 orang dengan teknik yang digunakan purposive sampling. Hasil yang didapat penelitian pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien halusinasi pendengaran bahwa dari 30 responden melakukan komunikasi terapeutik dengan baik sebanyak 26 orang (80%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam peningkatan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat untuk membantu penyembuhan pasien dan meningkatkan keterampilan komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan serta upaya peningkatan kualitas pelayanan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
PEMPROVSU.
(4)
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Pimpinan Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan yang telah memberikan izin kepada penulis agar dapat melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu Medan dan perawat yang bersedia menjadi responden peneliti. 3. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama masa perkuliahan di fakultas keperawatan dan selama penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah memberikan masukan, kritik dan saran bagi peneliti serta telah memvalidkan instumen penelitian penulis.
6. Bapak Ismayadi, S.kep, Ns selaku dosen penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan yang bermanfaat bagi peneliti.
7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya Almh. Bapak Selamat Hadi dan Ibu Sugiati, Spd yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, doa, bimbingan, memotivasi dan bagi penulis. Buat abangku tersayang Rusmadi Prayugo dan adik-adikku tersayang Eddi Tri Gunawan dan Rizki
(5)
Prayugi serta sahabat special Ulul Azmi yang sudah memberikan semangat, do’a dan bimbingan selama ini.
8. Teman-teman mahasiswa S1 Ekstensi pagi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2011 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini (Vera Thyo, Nazly, Hanna, Dedy, Khairani, Maya, Thya, Imel, Yuniarty, Anita, Bg Tandro, Nanda, Bg Marasonang dll) dan orang-orang yang kusayangi dan kucintai yang senantiasa menemani, memberikan semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, 7 Februari 2013
(6)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Persetujuan ... ii
Abstrak ... iii
Prakata ... iv
Daftar Isi ... v
Daftar Skema ... viii
Daftar Tabel ... ix
Lampiran ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 4
1.4.2 Bagi Praktek Keperawatan ... 4
1.4.3 Bagi Peneliti Keperawatan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi ... 6
2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umum ... 6
2.1.2 Fungsi Komunikasi ... 6
2.1.3 Jenis Komunikasi ... 7
2.2 Komunikasi Dalam Keperawatan ... 8
2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ... 8
2.2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik ... 9
2.2.3 Fase-Fase Dalam Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik ... 10
2.2.4 Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik ... 11
2.2.5 Tehnik Dalam Komunikasi Terapeutik………...13
2.2.6 Prinsip-Prinsip Dalam Komunikasi Terapeutik…...15
2.2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi……...15
2.3 Peran Komunikasi dalam Keperawatan………. .. 17
2.3.1 Fungsi Perawat Dalam Keperawatan Jiwa ... 17
2.3.2 Peran Komunikasi Dalam Keperawatan ... 18
2.3.3 Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran ... 19
BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian ... 26
3.2 Defenisi Operasional ... 27
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 28
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 28
(7)
4.4 Pertimbangan Etik ... 30
4.5 Instrumen Penelitian ... 31
4.6 UJi Validitas Realibilitas ... 32
4.8 Pengumpulan Data ... 33
4.9 Analisa Data ... 34
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 35
5.1.1 Karakteristik Responden ... 35
5.1.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik dengan Pasien Halusinasi Pendengaran ... 36
5.2 Pembahasan ... 39
5.2.1 Karakteristik Responden ... 39
5.2.2 Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Halusinasi Pendengaran ... 40
BAB VI HASIL KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan ... 45
6.2 Rekomendasi ... 46
6.2.1 Bagi Praktek Keperawatan ... 46
6.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan ... 46
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 46 DAFTAR PUSTAKA
(8)
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1. Kerangka Penelitian Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Halusinasi Pendengaran ... 26
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Strategi Pertemuan pada Pasien Halusinasi Pendengaran ... 26 Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran ... 27 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karekteristik Usia dan
Lama Kerja Responden ... 36 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karekteristik Jenis Kelamin dan Pendidikan Responden ... 36 Tabel 5.3. Kategori Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien Halusinasi Pendengaran ... 37
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 2. Instrumen Penelitian
Lampiran 3. Taksasi Dana
Lampiran 4. Jadwal Tentative Penelitian
Lampiran 5. Lembar Kegiatan Bimbingan Skripsi
Lampiran 6. Lembar Surat Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan
Lampiran 7. Lembar Surat Pemberian Izin Pengambilan Data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU
Lampiran 8. Lembar Pemberian Izin Selesai Penelitian dari Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU
Lampiran 9. Lembar Uji Validitas
Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Lampiran 11. Analisa Data Penelitian
Lampiran 12. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Gambaran Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Pasien Halusinasi Pendengaran Lampiran 13. Curiculum Vitae
(11)
Judul : Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU
Peneliti : Endang Wadianingsih
NIM : 111121033
Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Tahun Akademik : 2012/2013
Abstrak
Komunikasi terapeutik adalah hubungan interpersonal dan pengalaman emosional bagi pasien untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien. Komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Komunikasi terapeutik ini sangat penting dalam hubungan antara perawat dengan pasien halusinasi pendengaran untuk membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi serta dapat mengekspresikan perasaan secara terbuka, jujur, dan secara langsung untuk memberikan umpan balik tentang perilaku pasien halusinasi pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, dengan populasi adalah perawat rawat inap yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU, sampel yang didapat sebanyak 30 orang dengan teknik yang digunakan purposive sampling. Hasil yang didapat penelitian pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien halusinasi pendengaran bahwa dari 30 responden melakukan komunikasi terapeutik dengan baik sebanyak 26 orang (80%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam peningkatan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat untuk membantu penyembuhan pasien dan meningkatkan keterampilan komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan serta upaya peningkatan kualitas pelayanan di Rumah Sakit Jiwa Daerah
PEMPROVSU.
(12)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah
kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah
terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang di seluruh dunia
terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku (Siswandi, Triyono, &
Yuliastuti 2011).
Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No 3 tahun 1996, adalah suatu
kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang
optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain.
Dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera yang
optimal secara subyektif, dalam penilaian diri, kemampuan pengendalian diri serta
sehat secara mental, psikologis, jiwa yang minimal dan tidak merasa tertekan atau
depresi (Purwanto & Riyandi, 2009).
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia cenderung terus meningkat, sehingga
memerlukan tindakan dan penanggulangan yang komprehensif dan
berkesinambungan. Pelayanan dan keperawatan kesehatan jiwa mempunyai falsafah,
ciri dan misi yang mengacu pada paradigma keperawatan tentang fenomenal sentral
yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan untuk dapat memberikan
(13)
Untuk itu sangat diperlukan perawat dengan pengetahuan dan keterampilan khusus
tentang keperawatan kesehatan jiwa sehingga memungkinkan mereka untuk dapat
bekerja pada tiap tatanan pelayanan kesehatan (Keliat, 1998).
Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung
dan asuhan keperawatan tidak langsung yang berkualitas untuk membantu pasien
beradaptasi terhadap stress yang dialami dan bersifat terapeutik (Dalami, 2010).
Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik,
merupakan komunikasi yang dilakukan perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan sehingga memberikan terapi untuk proses penyembuhan pasien dan
membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, dan
menghargai keunikan pasien (Nurhasanah, 2009).
Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak
hanya akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, tetapi juga
mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasaan profesional dalam
pelayanan keperawatan, dan meningkatkan citra profesi keperawatan, serta citra
rumah sakit (Nasir, A. dkk, 2009).
Komunikasi yang dilakukan perawat pada pasien halusinasi adalah untuk
membina hubungan interpersonal, saling percaya sehingga perawat dapat
mengekspresikan perasaan secara terbuka, jujur, dan secara langsung untuk
memberikan umpan balik tentang perilaku pasien halusinasi pendengaran (Stuart &
(14)
Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi
yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. Adapun
sikap perawat untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu, berhadapan,
mempertahankan kontak mata, membungkuk kearah pasien, mempertahakan sikap
terbuka serta dalam keadaan tetap rileks (Mundakir, 2006).
Hasil observasi penelitian yang dilakukan di RSJD Kota Surakarta
menunjukkan masih banyak perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien skizofrenia, sikapnya kurang sabar, kurang ramah, kurang perhatian, kurang
semangat, dan kurang bersedia menolong (Sunaryanti, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Rina (2010) di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Pemprovsu menyatakan motivasi berprestasi dalam melaksanakan
asuhan keperawatan bahwa perawat mempunyai motivasi 37,7%. Hal ini berarti
dalam melakukan asuhan keperawatan perawat belum sepenuhnya melaksanakan
asuhan keperawatan dengan baik.
Belum ada yang melaporkan tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik pada
pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu, sehingga
saya sebagai peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pelaksanaan komunikasi
terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di rumah sakit jiwa daerah
pemprovsu.
Penelitian ini penting dilakukan untuk pelaksanaan komunikasi terapeutik
perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah
(15)
mengembangkan ilmu keperawatan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Sehingga masyarakat tidak merasa ragu apabila menjalani perawatan di rumah sakit
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka, dapat dirumuskan pertanyaan
permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien
halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi pelaksanaan
komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit
Jiwa Daerah PEMPROVSU.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan dapat memberikan penambahan pengetahuan dan acuan bagi ilmu keperawatan tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
(16)
1.4.2 Bagi Praktek Keperawatan
Memberikan masukan kepada perawat tentang pelaksanaaan
komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU.
1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian
selanjutnya yang terkait dengan pelaksanaaan komunikasi terapeutik perawat
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun
Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang
disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung arti, yang dilakukan oleh
penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan (Mundakir, 2006).
Komunikasi adalah penyampaian informasi verbal dan non verbal untuk
mencapai kesamaan pengertian dari pengirim informasi kepada penerima, sehingga
menimbulkan tingkah laku yang diinginkan oleh pengirim dan penerima informasi
(Purwanto & Riyadi, 2009).
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu
proses pengiriman atau pertukaran (stimulus, signal, symbol, informasi) baik dalam
bentuk verbal maupun non verbal dari pengirim ke penerima pesan dengan tujuan
untuk perubahan aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
2.1.2 Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi sangat luas dan menyentuh banyak aspek kehidupan.
(18)
a. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, proses, penyebaran berita, data,
gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat
dimengerti secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain.
b. Sosialisasi
Fungsi sosialisasi sangat efektif bila dilakukan dengan pendekatan yang tepat
baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
c. Motivasi
Berfungsi sebagai penggerak semangat, pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu yang diinginkan oleh komunikator.
d. Pendidikan
Proses pengalihan (transformasi) ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk
keterampilan dan kemahiran dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik
dan efektif.
e. Integrasi
Adanya kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi dan pesan yang
dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, berperilaku dan berpola fikir
sebagai sarana untuk menghargai dan memahami pandangan orang lain dalam
(19)
2.1.3 Jenis Komunikasi
Berdasarkan bentuk komunikasi antar individu, komunikasi dapat dibedakan
atas dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
a. Komunikasi verbal, merupakan pertukaran informasi dengan menggunakan
kata – kata, baik dalam bentuk lisan maupan tertulis. Komunikasi verbal
bergantung pada bahasa, contoh penggunaan komunikasi verbal adalah ketika
perawat memberikan penjelasan kepada pasien.
b. Komunikasi nonverbal, merupakan pertukaran informasi tanpa penggunaan
bahasa atau kata – kata. Komunikasi nonverbal disebut juga bahasa tubuh
(body language). Informasi dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti penggunaan sentuhan, kontak mata,
ekspresi wajah, postur, kontak mata, gerak tubuh, posisi tubuh, kondisi fisik
umum, gaya berpakaian, suara, dan kondisi diam (Tamsuri, 2005).
2.2 Komunikasi Dalam Keperawatan Jiwa
Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik,
yang merupakan komunikasi yang dilakukan perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan sehingga memberikan terapi untuk proses penyembuhan pasien dan
membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, dan
(20)
2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar
dan bertujuan untuk kesembuhan pasien (Mundakir,2006).
Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal dan pengalaman
emosional bagi pasien untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku
pasien (Struart & Sundeen, 1998).
2.2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi pasien
kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada perkembangan pasien yang
meliputi :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan kesadaran dan penghargaan
diri. Membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran mempertahankan egonya. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan
terjadi perubahan dalam diri pasien.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfial dan saling
bergantung dengan orang lain dan mandiri. Melalui komunikasi terapeutik
pasien diharapkan dapat belajar menerima dan diterima orang lain.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realities, terkadang pasien menetapkan ideal diri atau
(21)
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri personal
disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin.melalui komunikasi terapeutik
diharapkan perawat dapat membantu pasien meningkatkan indentitas diri yang
jelas (Suryani, 2005).
2.2.3 Fase-Fase Dalam Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Dalam melaksanakan komunikasi terapeutik perawat mempunyai empat fase
komunikasi, yang setiap fase mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat.
Empat fase tersebut yaitu fase preinteraksi, orientasi atau perkenalan, kerja dan
terminasi. Adapun tugas-tugas yang harus diselesaikan pada tiap fase adalah sebagai
berikut :
a. Fase Preinteraksi
Merupakan fase persiapan sebelum terjadi kontak pertama antara perawat dan
pasien. Pada fase ini perawat harus mengeksplorasi diri terhadap perasaan –
perasaan diri seperti ansietas, ketakutan dan keraguan. Tugas perawat dalam
fase ini adalah mengumpulkan informasi tentang pasien dan
mengeksplorasikan perasaan diri.
b. Fase Orientasi
Pada fase orientasi, perawat dan pasien pertama kali bertemu. Pada fase ini,
penting bagi perawat untuk memperkenalkan dirinya dengan menggunakan
nama, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam membina hubungan perawat
dengan pasien, kunci utama adalah terbinanya hubungan saling percaya,
(22)
kontrak. Tugas perawat dalam tahapan ini adalah mengeksplorasi perasaan,
mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan, mengalisis
kekuatan dan kelemahan diri, mengumpulakan data tentang pasien, serta
merencanakan pertemuan.
c. Fase Kerja
Merupakan fase dimana kerjasama terapeutik perawat dengan pasien paling
banyak dilakukan. Tugas perawat pada fase ini adalah memenuhi kebutuhan
atau mengembangkan pola – pola adaptif pasien serta melaksanakan kegiatan
sesuai dengan perencanaan pada tahap preinteraksi. Tahap kerja adalah inti
dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik, karena didalamnya perawat
dituntut membantu dan mendukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya dan kemudian menganalisa respons atau pesan komunikasi verbal
dan non verbal yang disampaikan oleh pasien.
d. Fase Terminasi
Merupakan tahap perpisahan dimana perawat akan mengakhiri interaksinya
dengan pasien, tahap ini bersifat sementara maupun menetap. Terminasi
adalah satu tahap yang sulit tapi sangat penting dari hubungan terapeutik
karena rasa percaya dan hubungan intim antara perawat dan pasien telah
berlangsung optimal. Fase ini untuk merubah perasaan dan mengevaluasi
(23)
2.2.4 Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik
Sikap merupakan suatu predisposisi umum untuk berespons atau bertindak
secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau
negatif serta diperlukan penilaian positif, negatif dan netral tanpa reaksi afektif
(Maramis, 2006)
Perawat hadir secara utuh baik fisik maupun psikologis pada waktu
berkomunikasi dengan pasien. Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi
dan isi komunikasi tetapi yang sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam
berkomunikasi (Mundakir, 2006).
Haber J. (1982) dikutip Suryani (2005) mengidentifikasikan lima sikap atau
cara menghadirkan diri secara fisik, yaitu :
a. Berhadapan
Berhadapan artinya menghadap pasien dengan jujur dan terbuka yaitu sikap
tubuh dan wajah menghadap ke pasien. Artinya dari posisi ini adalah “saya
siap membantu anda”.
b. Mempertahankan kontak mata
Kontak mata menunjukkan bahwa perawat mendengar dan memperhatikan
pasien. Kontak mata pada level yang sama atau sejajar berarti menghargai dan
menyatakan keinginan untuk nyaman bagi tetap berkomunikasi. Sikap ini juga
(24)
c. Membungkuk ke arah pasien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu
yang dialami pasien. Posisi ini juga menunjukkan bahwa perawat merespon
dan perhatian pada pasien untuk membantu pasien.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi. Sikap terbuka perawat akan meningkatkan kepercayaan pasien
pada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
e. Tetap rileks
Menciptakan lingkungan yang nyaman, rileks, dan menjaga privasi pasien
sangat penting dalam membantu pasien untuk membuka diri. Sikap ini dapat
mengontrol kesimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam berespons
terhadap pasien.
2.2.5 Tehnik Dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam menanggapi pesan yang disampaikan pasien, ada beberapa tehnik
komunikasi yang perlu dilakukan perawat sebagai berikut :
a. Mendengarkan
Merupakan proses aktif menerima informasi dan mempelajari respons
seseorang terhadap pesan yang diterima. Dengan mendengarkan perawat
(25)
pasien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap
kritis dan korektif bila apa yang disampaikan pasien perlu diluruskan.
b. Pertanyaan terbuka
Memberikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya dan
perawat dapat memberikan dorongan pasien untuk menyelesaikan topik yang
akan dibicarakan.
c. Mengulang
Mengulang pokok pikiran utama yang diekspresikan pasien dengan
menggunakan kata – kata sendiri.
d. Klarifikasi
Berupaya untuk menjelaskan kedalam kata – kata idea atau pikiran pasien
yang tidak jelas, atau meminta pasien untuk menjelaskan kembali.
e. Refleksi
Mengulang kembali apa yang dibicarakan pasien.
f. Pemusatan
Pertanyaan yang membantu pasien untuk meluaskan topik pembicaraan yang
penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik,
(26)
g. Berbagi persepsi
Meminta pendapat pasien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan atau
sebaliknya. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan
memberikan informasi.
h. Pengindentifikasian tema
Menyatakan isu atau masalah pokok yang terjadi berulang kali.
i. Diam
Tidak ada komunikasi verbal, memberikan kesempatan pasien untuk
mengutarakan pikirannya.
j. Humor
Pengeluaran energi melalui lelucon atau nada bercanda (Stuart & Sundeen,
1998).
2.2.6 Prinsip-Prinsip Dalam Komunikasi Terapeutik
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam mempertahankan
hubungan terapeutik :
1. Hubungan terapeutik perawat dengan pasien yang saling menguntungkan.
Hubungan perawat dengan pasien tidak hanya sekedar penolong tetapi lebih
dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.
2. Perawat harus menghargai keunikan pasien, tiap individu mempunyai karakter
yang berbeda – beda, karena itu perawat perlu memahami perilaku pasien
(27)
3. Komunikasi yang dilakukan dapat menjaga harga diri pemberi atau penerima
pesan, sehingga perawat mampu menjaga harga diri dirinya sendiri dan harga
diri pasien.
4. Menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus tercapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah, dengan membina hubungan saling percaya antara
perawat dan pasien adalah kunci dari komunikasi terapeutik (Suryani, 2005).
2.2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Setiap orang mempunyai sifat yang unik dan masing-masing dapat membuat
penafsiran dari pesan komunikasi yang dilakukan. Perbedaan penafsiran yang
disebabkan beberapa hal dapat mengganggu jalannya komunikasi yang efektif (
Mundakir, 2006).
Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaaan
persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
b. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku, sehingga penting bagi
(28)
dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi
yang tepat dengan pasien.
c. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti
marah, sedih, senang akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi
dengan orang lain.
d. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
Latar belakang sosial budaya akan membatasi cara bertindak dan
berkomunikasi. Faktor ini memang sedikit pengaruhnya namun paling tidak
dijadikan pegangan bagi perawat dalam bertutur kata, bersikap, dan
melangkah dalam berkomunikasi dengan pasien.
e. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit berespon terhadap
pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat pengetahuan yang
lebih tinggi. Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga
perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien.
f. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan diantara orang yang
(29)
dengan cara berkomunikasi seorang perawat kepada pasien akan berbeda
tergantung perannya. Kemajuan hubungan perawat-pasien adalah bila
hubungan tersebut saling menguntungkan dalam menjalin ide dan
perasaannya.
g. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana
yang bising tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan,
ketegangan, dan ketidaknyamanan (Damaiyanti, 2008).
2.3 Peran Komunikasi Dalam Keperawatan 2.3.1 Fungsi Perawat Dalam Keperawatan Jiwa
Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara
langsung dan asuhan keperawatan tidak langsung yang berkualitas untuk membantu
pasien beradaptasi terhadap stress yang dialami dan bersifat terapeutik (Dalami,
2010).
Empat faktor utama yang membantu untuk menentukan tingkat fungsi dan
jenis aktivitas yang melibatkan perawat jiwa :
a. Legislasi praktek perawat
b. Kualifikasi perawat, termasuk pendidikan, pengalaman kerja dan status
sertifikasi
c. Tatanan praktek perawat
(30)
2.3.2 Peran Komunikasi Dalam Keperawatan
Komunikasi dalam keperawatan adalah suatu proses untuk menciptakan
hubungan antara perawat dengan pasien, keluarga pasien, maupun tim kesehatan lain
untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan pasien (Dalami, 2010).
Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik,
merupakan komunikasi yang dilakukan perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan sehingga memberikan terapi untuk proses penyembuhan pasien dan
membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, dan
menghargai keunikan pasien (Nurhasanah, 2009).
2.3.3 Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
a. Pengkajian Keperawatan
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak susunan syaraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realitas. Gejala yang mungkin muncul adalah
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan munculnya perilaku
(31)
b) Faktor psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan pasien sangat mempengaruhi respon
psikologis pasien sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan pasien.
c) Faktor sosial budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realita seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan atau
kerusuhan) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. Isolasi sosial pada
usia lanjut, cacat, sakit kronis dan tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d) Faktor genetik
adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu
yang mengalami skizofrenia dan kembar kromoson.
2. Perilaku
Mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi pasien dengan
mengkaji isi halusinasi, waktu halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi
penyebab halusinasi serta respons pasien.
3. Status emosi
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, serta kecemasan atau panik .
4. Status sosial
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi
(32)
b. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
c. Intervensi Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Tindakan Keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat
melakukannya cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa
yang didengar), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan
pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar
mampu mengontrol halusinasi perawat dapat melatih pasien dengan
empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi.
Keempat cara tersebut meliputi:
a) Menghardik halusinasi
b) Bercakap-cakap dengan orang lain
c) Melakukan aktivitas yang terjadwal
(33)
d. Implementasi Keperawatan
1. Melatih Pasien Menghardik Halusinasi
Pasien dilatih dengan cara menolak halusinasi yang muncul atau tidak
memerdulikan halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Tahapan
tindakan meliputi:
a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
b) Memperagakan cara menghardik
c) Meminta pasien memperagakan ulang
d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
2. Melatih Bercakap-cakap dengan Orang Lain
Ketika pasien bercakap- cakap dengan orang lain maka terjadi distraks,
fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang
dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif
untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.
3. Melatih Pasien Beraktivitas Secara Terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara
terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami
(34)
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu.
4. Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara Teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai denagn program. Pasien gangguan
jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien
perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut
ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
a) Menjelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa
b) Menjelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
c) Menjelaskan akibat bila putus obat
d) Menjelaskan cara mendapatkan obat/berobat
e) Menjelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis. (Purba
(35)
Adapun strategi pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Strategi Pertemuan pada Pasien Halusinasi pendengaran
No. Kemampuan Pasien
SP 1 1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP 2 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan di rumah sakit
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
(36)
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
e. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah perawat lakukan
untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Pasien mempercayai perawat sebagai terapis, ditandai dengan:
a) Pasien mau menerima anda sebagai perawatnya
b) Pasien mau menceritakan masalah yang ia hadapi kepada perawat,
bahkan hal-hal yang selama ini dianggap rahasia untuk orang lain
c) Pasien mau bekerja sama dengan perawat, setiap program yang perawat
tawarkan ditaati oleh pasien
2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan
merupakan maslah yang harus ditaati, ditandai dengan:
a) Pasien mengungkapkan isi halusinasinya yang dialaminya
b) Pasien menjelaskan waktu, dan frekuensi halusinasi yang dialaminya
c) Pasien menjelaskan situasi yang mencetus halusinasi
d) Pasien menjelaskan bahwa ia akan berusaha mengatasi halusinasi yang
(37)
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi, ditandai dengan:
a) Pasien mampu memperagakan empat cara mengontrol halusinasi
b) Pasien menerapkan empat cara mengontrol halusinasi (Purba dkk,
(38)
BAB III
KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini menjelaskan bahwa perawat harus memiliki sikap
dan perilaku yang baik dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien
halusinasi pendengaran dalam proses penyembuhan. Dengan demikian saya sebagai
peneliti ingin meneliti bagaimana pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan
pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU.
Adapun kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema 3.1 Kerangka Penelitian Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
Keterangan :
Diteliti
Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan
pasien halusinasi pendengaran
Baik
(39)
Tabel 3.1 : Defenisi Operasional Variabel Penelitian Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Pada Pasien Halusinasi Pendengaran
3.2 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi
Operasional
Alat ukur skala Hasil ukur
Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran Sesuatu respon bertindak yang dilakukan perawat secara langsung dalam melaksanakan komunikasi terapeutik dengan pasien halusinasi pendengaran Instrumen kuesioner yang terdiri dari 15 pernyataan dengan metode skala guttman
Ordinal Untuk pernyataan Baik dengan pilihan jawaban dilakukan(D) : bila responden memenuhi skor 23 - 30
Untuk pernyataan Kurang Baik dengan pilihan jawaban tidak dilakukan (TD) : bila responden memenuhi skor 15 - 22
(40)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi pelaksanaan komunikasi
terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa
Daerah PEMPROVSU.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti
(Notoatmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang
bekerja sebagai perawat ruangan di Rumah Sakit Daerah PEMPROVSU yang
berjumlah 146 perawat.
Sampel merupakan sebagian dari jumlah atau wakil dari populasi yang
diteliti (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini sampel diambil dengan metode
purposive sampling. Purporsive sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel dapat mewakili
karakteristik populasi (Nursalam, 2009). Sampel dalam penelitian ini adalah perawat
(41)
Adapun karakteristik sampel yang diteliti yaitu :
1. Perawat pelaksana diruang rawat inap
2. Perawat yang akan dijadikan sampel bukan kepala ruangan
3. Perawat bersedia menjadi responden
Menurut Arikunto (2002), untuk pengambilan sampel jika subjeknya lebih
dari 100, dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 – 25%. Maka jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 21% dari total populasi yaitu sebanyak 30,66 orang digenapkan
menjadi 30 orang.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemerintah. Pemilihan
Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU sebagai tempat penelitian dengan
pertimbangan bahwa Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU merupakan pusat
pelayanan gangguan jiwa yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu Rumah
Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU juga merupakan rumah sakit jiwa pendidikan yang
merupakan lahan praktek tenaga kesehatan karena diperkirakan lokasi ini memiliki
jumlah sampel yang memadai untuk dilakukan penelitian dan mudah di jangkau
sehingga efisien waktu dan biaya karena dilakukan pada masa studi. Penelitian ini
(42)
4.4 Pertimbangan Etik
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan mengajukan permohonan izin
kepada institusi pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera
Utara dan mengajukan permohonan izin kepada Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
PEMPROVSU, tempat penelitian dilakukan. Setelah mendapat persetujuan penelitian
meminta izin kepada Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah . PEMPROVSU. Kemudian
peneliti melakukan penelitian dengan pertimbangan etik, yaitu: peneliti menjelaskan
makna dan tujuan dari pelaksanaan penelitian dengan menekankan pertimbangan etik
yang meliputi :
1. Informed concent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti dan
disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila responden menolak maka
peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tetapi hanya mencantumkan insial responden atau kode pada
masing-masing kuesioner.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan hanya kelompok data
(43)
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar kuesioner.
Dimana bagian pertama instrumen penelitian berisi data demografi terdiri dari kode
responden, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama kerja.
Bagian kedua kuesioner tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
dengan pasien halusinasi pendengaran. Untuk pelaksanaan komunikasi terapeutik
perawat dengan pasien halusinasi pendengaran terdiri dari 15 pernyataan dengan
menggunakan skala guttman. Untuk pernyataan baik dengan pilihan jawaban
dilakukan (D) diberi skor 2 sehingga dari 15 pernyataan diperoleh skor 23-30, hasil
skor kurang baik dengan pilihan jawaban tidak dilakukan (TD) diberi skor 1 sehingga
dari 15 pernyataan diperoleh skor 15-22. Kemudian dianalisa dengan skala likert,
untuk rentang skor 23-30 dikategorikan “komunikasi baik” dan rentang 15-22 untuk
kategori “ komunikasi kurang baik”.
Total skor diperoleh nilai terendah 15 dan nilai tertinggi 30 untuk
pernyataan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi
pendengaran. Maka berdasarkan statistik dapat diukur nilainya berdasarkan rumus
Sudjana (2002) dengan rumus :
P
Dimana untuk mengukur pernyataan perilaku P = Panjang kelas dengan
rentang sebesar 30 dan banyak kelas sebanyak 2 kategori (baik dan kurang baik)
(44)
ordinal pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat adalah sebagai berikut :
23-30 = Baik
15-22 = Kurang baik.
4.6Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi, dan juga sebaliknya (Arikunto, 2010). Instrumen dikatakan valid jika
instrumen itu mampu mengukur yang seharusnya diukur menurut situasi dan kondisi
tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa instrumen dianggap valid jika
instrumen itu dapat dijadikan alat untuk mengukur yang akan diukur (Danim, 2003).
Uji validitas dilakukan untuk menilai apakah kuesioner tersebut dapat
mengukur yang hendak diukur, maka dapat diuji dengan melakukan uji instrumen.
Kuesioner telah diuji validitasnya oleh orang yang ahli dibidang komunikasi
keperawatan jiwa. Berdasarkan uji validitas tersebut, kuesioner disusun kembali
dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pertanyaan yang akan
mengukur sasaran yang ingin diukur sesuai dengan teori atau konsep. Setelah
dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil bahwa instrument penelitian yang
digunakan telah valid dan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana
(45)
terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Perhitungan
realibilitas dilakukan hanya pada pernyataan-pernyataan yang sudah memiliki
validitas. Dengan demikian harus menghitung validitas terlebih dahulu sebelum
menghitung reliabilitas (Notoadmojo, 2010). Uji reliabilitas instrumen ini
menggunakan rumus Crobach’s Alpha.
Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan terhadap responden yang memenuhi
kriteria sampel penelitian dan dilakukan dengan mengumpulkan data kepada 10
subjek, (Notoatmojo, 2010). Uji reliabilitas dilakukan ditempat yang sama, waktu
yang berbeda dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti yaitu perawat yang
bekerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU dan responden diluar dari sampel
penelitian. Kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan bantuan
komputerisasi. Berdasarkan hasil perhitungan kuesioner pelaksanaan komunikasi
terapeutik perawat adalah 0,767. Suatu instrumen dikatakan reliabel bila koefisiennya
0,70 atau lebih maka instrumen dinyatakan reliable (Polit & Hungler, 1999). Jadi
dapat disimpulkan bahwa kuesioner pelaksanaan komunikasi teraupetik dengan
pasien halusinasi pendengaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel.
4.7 Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebaran
kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin
(46)
Universitas Sumatera Utara kemudian mengirimkan permohonan izin ketempat
penelitian yaitu Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU. Setelah mendapatkan izin,
peneliti melaksanakan pengumpulan data. Peneliti meminta kesediaan untuk menjadi
responden yang sesuai dengan tujuan, manfaat, dan proses pengisiaan kuesioner.
Sebelum mengisi kuesioner, responden terlebih dahulu diberi penjelasan dan
menandatangani informed concent sebagai tanda persetujuan menjadi responden penelitian. Kemudian peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner yang telah
diberikan. Setelah diisi sendiri oleh responden, kuesioner dikumpulkan oleh peneliti
dan diperiksa kelengkapannya.
4.8 Analisa Data
Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai setelah data
terkumpul semua kemudian dilakukan editing untuk memeriksa kelengkapan data serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi
kode (koding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data, kemudian entry (memasukkan) data kedalam komputer dan melakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi (Danim, 2003).
Analisa data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada pasien gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran yang sudah diolah dan disajikan dalam bentuk distribusi
(47)
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai gambaran
pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah
Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU. Data diperoleh melalui proses pengumpulan data
dilakukan sejak tanggal 27 November sampai 12 Desember 2012 di Rumah Sakit
Jiwa Daerah PEMPROVSU. Jumlah responden 30 orang perawat jiwa. Penyajian
data meliputi karakteristik responden dan gambaran pelaksanaan komunikasi perawat
dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU.
5.1.1 Karakterisitik Responden
Dalam penelitian ini seluruh responden adalah perawat pelaksana rawat inap
yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU. Deskripsi karakteristik
responden terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama kerja.
Dari hasil penelitian didapatkan responden berada pada usia rata-rata 33,90
tahun, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (76,7%)
dengan pendidikan responden sebagian besar adalah S1 Keperawatan yaitu 17 orang
(48)
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi berdasarkan karekteristik usia dan lama kerja responden (n=30)
Mean Median SD
Usia 33,90 tahun 34,50 tahun 4,172
Lama kerja 9 tahun 8,5 tahun 3,474
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi berdasarkan karekteristik jenis kelamin dan pendidikan responden (n=30)
Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 7 23 23,3 76,7 Pendidikan D III Keperawatan S1 Keperawatan 20 10 66,7 33,3
5.1.2 Distribusi frekuensi dan persentase pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagian besar
masuk dalam kategori melakukan komunikasi terapeutik yang baik dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien halusinasi pendengaran sebanyak 24
orang (80%), dan dalam kategori komunikasi responden kurang baik dalam
(49)
Tabel 5.3
Kategori pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran (n= 30)
No. Kategori (n) (%)
1. Komunikasi baik 24 80
2. Komunikasi kurang baik 6 20
Hasil penelitian tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan
pasien halusinasi pendengaran, dimana responden pada awal bertemu pasien,
responden memberi salam dan tersenyum pada pasien yaitu 76,7%, responden tidak
memperkenalkan diri pada pasien dan responden tidak melakukan evaluasi atau
validasi pada pasien masing-masing sebanyak 40%. Responden sering membuat
kontrak yang jelas diawal pertemuan sebanyak 83,3%.
Untuk asuhan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran persentase
tertinggi terletak pada jawaban responden sering mengajarkan pasien untuk melatih
bercakap-cakap dengan orang lain yaitu 100%, (86,7%) responden menyatakan sering
mengajarkan pasien cara mengontrol halusinasi. Sedangkan responden menyatakan
sering mengajarkan atau melatih pasien beraktivitas secara terjadwal yaitu 80%.
Responden menyatakan tidak mengevaluasi kembali jadwal kegiatan harian pasien
(50)
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan
untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang gambaran pelaksanaan komunikasi
terapeutik dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah
PEMPROVSU.
5.2.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas rata-rata usia
responden adalah 33,90 tahun . Perawat yang berusia pada masa dewasa dini, mereka
akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dan tanggung jawab dalam menjalankan
tugasnya. Semakin bertambah umur maka semakin meningkat tingkat
kematangannya, juga semakin baik hubungan interpersonalnya, pengaruh umur ini
tidak mutlak karena beban kerja yang juga dapat berpengaruh dalam menerapkan
komunikasi terapeutik (Hurlock, 1999). Sedangkan menurut hasil penelitian Suhartini
dkk (2007) menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara umur perawat
dengan motivasi perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik, namun arah
hubungan ini terbalik semakin tua umur perawat semakin rendah motivasinya dalam
menerapkan komunikasi terapeutik pada fase kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 23 orang (76,7%). Menurut hasil penelitian didapatkan bahwa
(51)
dan menunjukkan bahwa jenis kelamin pria dan wanita tidak ada perbedaan yang
hakiki dalam hak dan kewajiban (Liyana, 2008).
Dari hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berpendidikan S1
Keperawatan sebanyak 17 orang (56,7%). Menurut hasil penelitian Suhartini dkk
(2007), menyatakan semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula
pengetahuan, sikap. Dengan adanya pengetahuan yang memadai seseorang dapat
memenuhi kebutuhan dalam mengaktualisasikan diri dan menampilkan produktifitas
dan kualitas kerja yang tinggi dan adanya kesempatan untuk mengembangkan dan
mewujudkan kreatifitas. Ilmu pengetahuan dan tehnologi untuk mendorong
perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan
kemahiran dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif.
Rata-rata responden mempunyai pengalaman kerja selama 9 tahun. Dari hasil
penelitian Suhartini dkk (2007), didapatkan bahwa semakin lama pengalaman bekerja
seorang perawat justru semakin baik dalam menerapkan komunikasi terapeutik,
dengan demikian lama kerja mempengaruhi dalam pelaksanaan komunikasi
terapeutik sering dilakukan atau tidak sama sekali, semakin lama bekerja maka
(52)
5.2.2 Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Halusinasi Pendengaran
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
untuk tahapan kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk
mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan
pada perkembangan pasien (Mundakir, 2006).
Perawat yang memiliki keterampilan teknik berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, mencegah
terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan
keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit,
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesame manusia (Nasir, A. dkk, 2011). Berdasarkan hasil
penelitian, pembahasan akan berfokus pada pelaksanaan komunikasi perawat dengan
pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU dan
melibatkan 30 orang responden.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas 24 responden (80%)
sering melakukan komunikasi terapeutik pada pasien halusinasi pendengaran dan 6
responden (20%) tidak melakukan komunikasi terapeutik pada pasien komunikasi
terapeutik pendengaran.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik
(53)
terkait pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat bahwa komunikasi terapeutik
perawat mempunyai empat fase komunikasi, yang setiap fase mempunyai tugas yang
harus diselesaikan oleh perawat. Empat fase tersebut yaitu fase preinteraksi, orientasi
atau perkenalan, kerja dan terminasi. Fase preinteraksi merupakan fase persiapan
sebelum terjadi kontak pertama antara perawat dan pasien. Pada fase ini perawat
harus mengeksplorasi diri terhadap perasaan – perasaan diri seperti ansietas,
ketakutan dan keraguan. Tugas perawat dalam fase ini adalah mengumpulkan
informasi tentang pasien dan mengeksplorasikan perasaan diri (Tamsuri, 2005). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada fase preinteraksi dimana diawal bertemu pasien,
perawat memberi salam dan tersenyum pada pasien, yakni sebesar (76,7%)
responden, hasil penelitian Liyana (2008) menyatakan bahwa kenyataan dilapangan
bahwa diawal perawat sering memberi salam dan tersenyum pada setiap pasien ini
dilakukan agar perawat dapat membina hubungan saling percaya dengan pasien, ini
dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi kecemasan yang mungkin
dirasakan perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien.
Pada fase orientasi, perawat dan pasien pertama kali bertemu, penting bagi
perawat untuk memperkenalkan dirinya dengan menggunakan nama, baik secara lisan
maupun tulisan. Dalam membina hubungan perawat dengan pasien, kunci utama
adalah terbinanya hubungan saling percaya, adanya komunikasi terbuka, memahami
penerimaan dan merumuskan kontrak (Tamsuri, 2005). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perawat memperkenalkan diri kepada pasien sebelum melakukan komunikasi
(54)
beban kerja yang berat perawat terkadang lupa memperkenalkan nama mereka
dengan pasien, ini dapat mengganggu hubungan yang akan dibina dengan pasien,
sehingga pasien tidak dapat mengenal perawat yang merawatnya. Responden sering
membuat kontrak yang jelas diawal pertemuan sebesar 83,3 %, dilapangan perawat
selalu membuat kontrak yang jelas pada awal pertemuan dengan pasien ini dilakukan
agar pasien tidak binggung dengan apa yang ditugaskan perawat. Tugas perawat
dalam tahapan ini adalah mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan
mengidentifikasi kecemasan, mengalisis kekuatan dan kelemahan diri,
mengumpulakan data tentang pasien, serta merencanakan pertemuan (Tamsuri, 2005).
Secara psikologis komunikasi yang bersifat terapeutik akan membuat pasien lebih
tenang dan tidak gelisah.
Fase Kerja merupakan dimana kerjasama terapeutik perawat dengan pasien
paling banyak dilakukan. Tugas perawat pada fase kerja ini adalah memenuhi
kebutuhan pasien dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan pada
tahap preinteraksi. Tahap kerja adalah inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik, karena didalamnya perawat dituntut membantu dan mendukung pasien
untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons
atau pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh pasien
(Tamsuri, 2005). Hasil penelitian menunjukkan pada fase ini responden sering
mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik sebesar 86,7% dan
(55)
dilakukan perawat untuk dapat menyembuhkan pasien halusinasi pendengaran dan
mengurangi halusinasinya. Responden tidak mengajarkan atau melatih pasien
menggunakan obat dengan prinsip lima benar sebanyak 40 %. Hasil penelitian Liyana
(2008) tugas perawat pada tahap kerja tidak hanya itu saja, seharusnya perawat juga
harus memberi kesempatan pasien untuk bertanya sebelum tindakan dilaksanakan.
Hal ini disebabkan kekambuhan pasien yang datang kembali ke rumah sakit jiwa,
sebaiknya perawat mampu mengontrol halusinasi pasien dengan melatih
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Bila kekambuhan terjadi
maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit, untuk itu perawat perlu
melatih pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar (Purba dkk, 2011).
Responden selalu mengajarkan pasien mengendalikan halusinasi dengan cara melatih
bercakap-cakap dengan orang lain yakni sebanyak 100%, ini dilakukan untuk
membantu pasien mengalihkan halusinasinya, ketika pasien bercakap- cakap dengan
orang lain maka fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Adanya keterlibatan dan seringnya
berkomunikasi dengan pasien hendaknya saat berkomunkasi dengan pasien, perawat
memberikan semangat dan motivasi untuk sembuh. Sehingga salah satu cara yang
efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain
(Purba dkk, 2011). Pada tahap ini, perawat dan pasien bertemu untuk menyelesaikan
masalah dan membentuk hubungan yang saling menguntungkan secara professional,
(56)
Fase terminasi merupakan tahap perpisahan dimana perawat akan mengakhiri
interaksinya dengan pasien, tahap ini bersifat sementara maupun menetap. Tugas
perawat dalam tahap ini adalah mengevaluasi pencapaian tujuan dri interaksi yang
telah dilaksanakan, dimana perawat meminta pasien untuk menyimpulkan tentang apa
yang telah dilakukan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini. Hasil
penelitian menunjukkan responden pada fase terminasi, responden sering
mengevaluasi kembali jadwal kegiatan harian pasien sebelum memulai melakukan
tindakan keperawatan lainnya sebesar 66,7%. Terminasi adalah satu tahap yang sulit
tapi sangat penting dari hubungan terapeutik karena rasa percaya dan hubungan intim
antara perawat dan pasien telah berlangsung optimal, fase ini untuk merubah perasaan
(57)
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pelaksanaan
komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengarandi Rumah Sakit
Jiwa Daerah PEMPROVSU dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi sebagai
berikut:
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pelaksanaan komunikasi terapeutik
perawat dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik : sebagian
besar perawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu sudah melakukan komunikasi
terapeutik pada tahap preinteraksi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi,
perawat di ruangan rawat inap memahami, mampu menerapkan tahap-tahap proses
komunikasi terapeutik dan perawat sudah mengaplikasikan semua tahap komunikasi
terapeutik dengan pasien halusinasi pendengaran dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan Perawat Rumah Sakit Jiwa Daerah
PEMPROVSU dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik dengan pasien halusinasi
pendengaran didapat bahwa dari 30 responden melakukan komunikasi terapeutik
yang baik sebanyak 26 orang (80%), dan komunikasi responden kurang baik dalam
(58)
6.2 Rekomendasi
6.2.1 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi praktek
keperawatan tentang pelaksanaan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan
pasien halusinasi pendengaran dalam meningkatkan kinerja profesional keperawatan
jiwa.
6.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi
peningkatan pengetahuan maupun wawasan peserta didik keperawatan tentang
memberikan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi
pendengaran dalam meningkatkan kinerja profesional keperawatan jiwa.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian
berikutnya yang terkait dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan
pasien halusinasi pendengaran. Diharapkan pada peneliti berikutnya dapat
mengembangkan penelitian dengan megidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
(59)
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, R. (2010). Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Medan. Diunduh tanggal 5 April 2012 dari
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Dalami, E. dkk. (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
Dalami, E. (2010). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Damaiyanti, M. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Danim, S. (2003). Riset keperawatan sejarah dan metodelogi. Jakarta: EGC.
Hurlock, E. (1999). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Keliat, A.B. (1998). Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Jakarta: EGC.
Liyana. (2008). Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RS THT dan Bedah Prof. Nizar Jakarta Pusat.
Diunduh tanggal 30 Januari 2013 dari
Maramis, W. F. (2006). Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.
Mundakir. (2006). Komunikasi keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nasir, A. dkk. (2011). Komunikasi Dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Peneliyian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
(60)
Nurhasanah, N. (2009). Ilmu Komunikasi Dalam Konteks Keperawatan Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Polit & Hungler. (1999). Nursing Research : Principles And Methods Fifth Edition. Philadephia : J.B Lippicot Company
Purba, J. dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Purwanto, T & Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siswandi, A. dkk. Pengidap Kelainan Jiwa. Diunduh tanggal 4 Mei 2012 dari
Stuart, G.W. & Sundeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Sudjana, M.A.(2002). Metode Statistika (Edisi ke-3). Bandung: Tarsito.
Suhartini dkk. (2007). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Motivasi Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik. Diunduh tanggal 30 Januari 2013 dari
Sunaryanti, E. (2010). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Sikap Perawat Ketika Memberikan Asuhan Keperawatan Pasien Skizofrenia DI RSJD
Surakarta. Diunduh pada tanggal 26 Mei 2012 dari
http//etd.eprints.ums.ac.id/9525/1/J210080525.pdf.htm
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC. Tamsuri, A. (2005). Buku Saku Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
(61)
Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Gambaran Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien
Halusinasi Pendengaran Di Rumah Sakit Jiwa Daerah PEMPROVSU OLEH
Endang Wadianingsih
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan komunikasi perawat dengan pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Pemprovsu.
Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaansaudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya memohon kesediaan Saudara untuk mengisi lembar kuesioner saya dengan jujur apa adanya. Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi peserta penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan Saudara menandatangani formulir ini.
Medan, November 2012 Peneliti Responden
Endang Wadianingsih KODE :
(62)
Lampiran 2 KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH SAKIT
JIWA DAERAH PEMPROVSU
Kode Responden :
A.Data demografi
Umur : …………....Tahun Jenis Kelamin : Pria
Wanita Pendidikan Terakhir : SPK D3 S1
(63)
B.Pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran
Petunjuk pengisian beri tanda check list (√ ) pada kotak yang tersedia atau isi sesuai jawaban, dengan ketentuan sebagai berikut :
D : Dilakukan
TD : Tidak Pernah Dilakukan
NO. PERTANYAAN
JAWABAN
D TD
1.
Pada awal bertemu pasien, perawat memberi salam dan tersenyum pada pasien2.
Sebelum melakukan komunikasi, perawat memperkenalkan diri keadaan pasien3.
Perawat melakukan evaluasi atau validasi kepada pasien4.
Perawat membuat kontrak yang jelas diawal pertemuan5.
Perawat menjelaskan tujuan dari pertemuan yang dilakukan6.
Perawat menggunakan sikap terapeutik di suatu ruangan yang nyaman atau sesuai ketika berkomunikasi dengan pasien7.
Perawat mengidentifikasi isi, waktu, dan frekuensi halusinasi pasien(64)
8.
Perawat mengidentifikasi situasi yang menimbulkan pasien halusinasi9. Perawat mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
10. Perawat mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
11.
Perawat melakukan evaluasi subjektif dan objektif kegiatan pasien setelah mengajarkan cara mengontrol halusinasi12.
Perawat mengajarkan melatih pasienmengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
13.
Perawat mengajarkan atau melatih pasien beraktivitas secara terjadwal14.
Perawat mengajarkan atau melatih pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar15.
Perawat mengevaluasi kembali jadwal kegiatan harian pasien sebelum memulai melakukan tindakan keperawatan lainnya(65)
Lampiran 5
ANGGARAN PENELITIAN
1. PROPOSAL
a. Print skripsi Rp. 150.000 b. Biaya internet Rp. 100.000 c. Fotocopy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 50.000 d. Fotocopy perbanyak skripsi Rp. 100.000
2. PENGUMPULAN DATA
a. Izin penelitian Rp. 100.000 b. Transportasi Rp. 50.000 c. Fotocopy kuisioner dan persetujuan penelitian Rp. 70.000 3. ANALISA DATA DAN PENYUSUNAN LAPORAN
a. Biaya rental dan print Rp. 200.000
b. CD Rp. 10.000
c. Penjilidan Rp. 150.000 d. Fotocopy laporan penelitian Rp. 50.000 4. BIAYA TAK TERDUGA Rp. 100.000
___________
(66)
JADWAL TENTATIVE PENELITIAN
No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mengajukan judul
2 Menetapkan judul penelitian
3 Menyusun Bab 1
4 Menyusun Bab 2
5 Menyesun Bab 3
6 Menyusun Bab 4
7
Menyerahkan proposal penelitian
8 Mengajukan
sidang proposal
9 Sidang proposal
10 Revisi proposal
penelitian
11 Mengajukan izin
penelitian
12 Pengumpulan data
13 Analisa data
14 Penyusunan laporan/skripsi
15 Pengajuan sidang skripsi
16 Ujian sidang
17 Revisi
18 Mengumpulkan skripsi
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
RELIABILITY PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 10 100.0
Excludeda 0 .0
Total 10 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.776 15
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
P1 2.00 .000 10
P2 1.20 .422 10
P3 1.40 .516 10
P4 1.70 .483 10
P5 1.50 .527 10
P6 2.00 .000 10
P7 2.00 .000 10
P8 1.90 .316 10
P9 1.20 .422 10
P10 2.00 .000 10
P11 2.00 .000 10
P12 1.70 .483 10
P13 1.50 .527 10
P14 1.30 .483 10
(76)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
P1 22.70 8.011 .000 .780
P2 23.50 5.833 .982 .702
P3 23.30 6.678 .400 .763
P4 23.00 7.333 .170 .786
P5 23.20 6.622 .410 .763
P6 22.70 8.011 .000 .780
P7 22.70 8.011 .000 .780
P8 22.80 7.956 -.025 .791
P9 23.50 5.833 .982 .702
P10 22.70 8.011 .000 .780
P11 22.70 8.011 .000 .780
P12 23.00 7.333 .170 .786
P13 23.20 6.622 .410 .763
P14 23.40 6.044 .730 .725
P15 23.40 6.044 .730 .725
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
(77)
Frequencies Karakteristik Responden
Statistics
umur jeniskelamin pendidikanterakhir lamakerja
N Valid 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0
Mean 33.90 1.77 1.57 9.00
Median 34.50 2.00 2.00 8.50
Mode 30a 2 2 8
Std. Deviation 4.172 .430 .504 3.474
Variance 17.403 .185 .254 12.069
Range 12 1 1 15
Minimum 28 1 1 3
Maximum 40 2 2 18
(78)
Frequency Tabel Data Demografi
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 28 3 10.0 10.0 10.0
29 3 10.0 10.0 20.0
30 4 13.3 13.3 33.3
31 1 3.3 3.3 36.7
32 2 6.7 6.7 43.3
34 2 6.7 6.7 50.0
35 3 10.0 10.0 60.0
36 3 10.0 10.0 70.0
37 1 3.3 3.3 73.3
38 3 10.0 10.0 83.3
39 1 3.3 3.3 86.7
40 4 13.3 13.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 7 23.3 23.3 23.3
perempuan 23 76.7 76.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Pendidikan terakhir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(79)
S1 17 56.7 56.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Lama kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 3 1 3.3 3.3 3.3
4 2 6.7 6.7 10.0
5 2 6.7 6.7 16.7
6 2 6.7 6.7 23.3
7 3 10.0 10.0 33.3
8 5 16.7 16.7 50.0
9 3 10.0 10.0 60.0
10 3 10.0 10.0 70.0
11 1 3.3 3.3 73.3
12 3 10.0 10.0 83.3
13 2 6.7 6.7 90.0
14 2 6.7 6.7 96.7
18 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
Pelaksanaan komunikasi terapeutik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 2 24 80.0 80.0 80.0
1 6 20.0 20.0 100.0
(80)
Frequency Tabel Pertanyaan
P1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 7 23.3 23.3 23.3
2 23 76.7 76.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
P2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 12 40.0 40.0 40.0
2 18 60.0 60.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
P3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 12 40.0 40.0 40.0
2 18 60.0 60.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
P4
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 5 16.7 16.7 16.7
2 25 83.3 83.3 100.0
(81)
P5
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 7 23.3 23.3 23.3
2 23 76.7 76.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
P6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 9 30.0 30.0 30.0
2 21 70.0 70.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
P7
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 8 26.7 26.7 26.7
2 22 73.3 73.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
P8
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 8 26.7 26.7 26.7
2 22 73.3 73.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
P9
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 11 36.7 36.7 36.7
2 19 63.3 63.3 100.0
(82)
P10
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 4 13.3 13.3 13.3
2 26 86.7 86.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
P11
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 7 23.3 23.3 23.3
2 23 76.7 76.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
P12
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 2 30 100.0 100.0 100.0
P13
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 6 20.0 20.0 20.0
2 24 80.0 80.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
P14
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 12 40.0 40.0 40.0
2 18 60.0 60.0 100.0
(83)
P15
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 10 33.3 33.3 33.3
2 20 66.7 66.7 100.0
(1)
P5
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 7 23.3 23.3 23.3
2 23 76.7 76.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
P6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 9 30.0 30.0 30.0
2 21 70.0 70.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
P7
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 8 26.7 26.7 26.7
2 22 73.3 73.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
P8
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 8 26.7 26.7 26.7
2 22 73.3 73.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
P9
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 11 36.7 36.7 36.7
2 19 63.3 63.3 100.0
(2)
P10
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 4 13.3 13.3 13.3
2 26 86.7 86.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
P11
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 7 23.3 23.3 23.3
2 23 76.7 76.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
P12
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 2 30 100.0 100.0 100.0
P13
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 6 20.0 20.0 20.0
2 24 80.0 80.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
P14
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 12 40.0 40.0 40.0
2 18 60.0 60.0 100.0
(3)
P15
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 10 33.3 33.3 33.3
2 20 66.7 66.7 100.0
(4)
Distribusi frekuensi dan persentase gambaran komunikasi terapeutik perawat dengan pasien halusinasi pendengaran (n=30)
Pelaksanaan Komunikasi terapeutik 1
n (%)
2 n (%)
1. Pada awal bertemu pasien, perawat memberi salam dan tersenyum pada pasien
2. Sebelum melakukan komunikasi, perawat memperkenalkan diri kepada pasien
3. Perawat melakukan evaluasi atau validasi kepada pasien
4. Perawat membuat kontrak yang jelas diawal pertemuan
5. Perawat menjelaskan tujuan dari pertemuan yang dilakukan
6. Perawat menggunakan sikap terapeutik di suatu ruangan yang nyaman atau sesuai ketika berkomunikasi dengan pasien
7. Perawat mengidentifikasi isi, waktu, dan frekuensi halusinasi pasien
8. Perawat mengidentifikasi situasi yang menimbulkan pasien halusinasi
9. Perawat mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
10.Perawat mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik 7(23,3%) 12(40%) 12(40%) 5(16,7%) 7(23,3%) 9(30%) 8(26,7%) 8(26,7%) 11(36,7%) 4(13,3%) 23(76,7%) 18(60%) 18(60%) 25(83,3%) 23(76,7%) 21(70%) 22(73,3%) 22(73,3%) 19(63,3%) 26(86,7%)
(5)
11.Perawat melakukan evaluasi subjektif dan objektif kegiatan pasien setelah mengajarkan cara mengontrol halusinasi
12.Perawat mengajarkan melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
13.Perawat mengajarkan atau melatih pasien beraktivitas secara terjadwal 14.Perawat mengajarkan atau melatih
pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
15.Perawat mengevaluasi kembali jadwal kegiatan harian pasien sebelum memulai melakukan tindakan keperawatan lainnya
7(23,3%)
0
6(20%)
12(40%)
10(33,3%)
23(76,7%)
30(100%)
24(80%)
18(60%)
(6)
CURICULUM VITAE
Nama : Endang Wadianingsih
Tempat / Tanggal lahir : Sei Kamah II, 28 Oktober 1990
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Jl. dr. Mansyur Gang Berkat No. 4 Kecamatan Medan Selayang
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 015920 Hessa Air Genting Tahun 1996-2002 2. SMP Negeri 1 Simpang Empat Tahun 2002-2005 3. SMA Negeri 3 Kisaran Barat Tahun 2005-2008 4. D-III Fakultas Keperawatan USU Tahun 2008-2011