Pengetahuan Petani tentang Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk (Studi Etnografi Petani Jeruk di Desa Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo)

  

B A B I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Penelitian ini mengkaji tentang pengetahuan petani jeruk mengenai hama dan penyakit tanaman jeruk yang ada di Desa Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Desa Sukanalu adalah salah satu desa penghasil jeruk dan Kecamatan Barus Jahe merupakan kecamatan terbesar penghasil

  

  jeruk di Kabupaten Karo . Jenis jeruk yang dibudidayakan di Desa Sukanalu beragam, yaitu jenis jeruk wahsington ( Citrus maxima ) , jeruk gunting (Citrus

  

deliciosa) , jeruk bunga (Citrus lemon), jeruk kuku harimau , jeruk purut (Citrus

   hystrix) , jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan jeruk siam madu (Citrus sinensis) .

  Jenis jeruk siam madu menjadi primadona, karena permintaan pasar yang

  

  besar dan dipasarkan hingga ke luar negeri seperti Singapura dan Malaysia . Selain

  1 2 Data Kabupaten Karo,”karokab”http://www.karokab.go.id/i/(akses 11 Februari 2011) Salah satu jenis jeruk yang dibudidayakan di Desa Sukanalu, namun nama secara ilmiah tidak ada, sehingga nama jeruk yang dilampirkan sesuai dengan nama jeruk yang ada di Desa Sukanalu (nama 3 lokal).

  Adinata, “Nama Latin Tanaman Hortikultura” 4 http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090828065324AAJVRBb(akses 16 april 2011) “Hasil jeruk yang di espor) http://www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_hortikultura/jeruk/jeruk-bagian-b.pdf(akses 16 April 2011) itu, jenis jeruk siam madu juga memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan

   dengan jenis jeruk lainnya yang dibudidayakan di Desa Sukanalu .

  Jeruk siam madu mulai dibudidayakan di Desa Sukanalu pada tahun 1980an (Kepala Desa sukanalu, wawancara, 11 april 2012). Jeruk siam madu ini dibudidayakan di Desa Sukanalu diawali dari melihat keberhasilan desa lain (seperti Desa Ajijahe, Ajijulu dan Seberaya) yang terlebih dahulu menanam jeruk siam madu dan berhasil membudidayakannya. Sehingga masyarakat desa yang telah berhasil membudidayakan jeruk berbagi pengalaman mengenai keberhasilannya dalam menanam jeruk dengan kerabatnya yang ada di Desa Sukanalu. Melalui pertemuan di pesta adat dan kerja tahun berbagai pengalaman itu pada umumnya berlangsung. Sehingga masyarakat Sukanalu mulai membudidayakan jeruk siam madu di ladang pertaniannya sampai dengan sekarang.

  Saat ini, jeruk siam madu menjadi tanaman yang dominan di Sukanalu. Selain dikarenakan jeruk siam madu ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi, jeruk ini juga cocok dengan kondisi iklim – topografi, ketinggian, dan cuaca. Sehingga hampir 70% lahan pertanian dipergunakan untuk membudidayakan tanaman jeruk siam madu

   (Ingan Sitepu, wawancara, April 2012) .

  Sejak petani Sukanalu membudidayakan jeruk, banyak masalah yang dihadapi petani. Mulai dari masalah langkanya pupuk, biaya perawatan jeruk yang tinggi, 5 beredarnya pupuk palsu, harga jeruk yang tidak stabil dan mencapai puncaknya pada

  

Harga jeruk siam madu pada tahun 2011 di Sukanalu mencapai 7000/kg, sedangkan jeruk lain seperti

6 jeruk wahsington, jeruk bunga, jeruk nipis hanya 4000/kg.

  Ingan Sitepu menjabat sebagi Kepala Desa Sukanalu 2010-2014. tahun 2011 adalah serangan hama dan penyakit jeruk yang begitu mengganas. Sebelumnya pada tahun 2002 misalnya, penyakit yang ditakuti oleh petani jeruk Sukanalu adalah penyakit buah gopong. Penyakit ini mengakibatkan buah jeruk menjadi seperti buah jeruk purut (menggrutu), sehingga tidak menarik dan tidak laku di pasaran. Sekarang ini, serangan penyakit buah gopong dapat diatasi oleh petani jeruk Desa Sukanalu dengan berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan pertaniannya.

  Saat ini, hama lalat buah menjadi masalah yang paling ditakuti oleh petani Desa Sukanalu. Hama lalat buah mengakibatkan buah jeruk berjatuhan pada saat buah mulai menguning. Hama lalat buah mulai mengganas sejak tahun 2011 di Desa Sukanalu. Berdasarkan informasi yang didapat ketika observasi pendahuluan, petani menjelaskan bahwa 9 dari 10 petani jeruk Desa Sukanalu mengalami gagal panen akibat serangan hama lalat buah. Hama lalat buah tidak lagi dapat dikontrol dengan pestisida yang selama ini dianggap “ampuh” oleh petani untuk membasmi hama lalat buah, bahkan lalat buah sekarang ini seperti kebal (resisten) terhadap segala macam bentuk pestisida yang dipakai petani jeruk.

  Sekitar tahun 1980 - 2006 serangan hama lalat buah ini tidak terlalu mengkhawatirkan karena hama lalat buah hanya menyerang pada saat buah jeruk sedikit (tidak musim). Musim jeruk biasanya berlangsung pada bulan Juni sampai Juli

  

  dan Desember sampai Januari , di bulan bulan ini biasanya jeruk di Desa Sukanalu 7 tidak diserang oleh hama lalat buah. Pola musim jeruk tersebut dapat berubah akibat Jeruk musim dua kali dalam satu tahun di Desa Sukanalu. penundaan penjualan jeruk dan perubahan iklim, sehingga musim jeruk akan berganti ke bulan lain.

  Akan tetapi, sekitar tahun 2006 sampai sekarang, serangan hama lalat buah terus meningkat dan sangat meresahkan para petani. Karena serangan lalat buah

  

menurunkan hasil panen petani jeruk di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, hingga 60

persen (KOMPAS.com, akses 15 Juni 2011).

  Petani mendesak agar pemerintah membantu mereka mengatasi serangan hama lalat buah. Serengan hama lalat buah semakin meningkat dalam tiga tahun terakhir. Lalat menyuntik telurnya ke dalam buah jeruk, sehingga jeruk membusuk dan menjadi tempat perkembangbiakan lalat buah."Bisa dibilang, 70 persen jeruk saya gagal panen karena serangan lalat buah," kata Usaha Barus (55), petani jeruk di Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Rabu (7/12/2011) .

  Petani di Desa Sukanalu menjelaskan kepada penulis dengan perbandingan bahwa hanya 10 dari 1000 buah jeruk yang diserang oleh lalat buah (atau sekitar 10/1000*100=1%) (pada tahun 1980-2006) kondisi ini tidak mengkhawatirkan bagi petani jeruk Desa Sukanalu. Keadaan berbeda sejak 2011, karena hampir semua buah jeruk luluh lantah ke tanah akibat serangan hama lalat buah. Petani jeruk di Sukanalu menjelaskan bahwa, hama yang menyerang jeruk di Sukanalu sifatnya berpindah- pindah. Pada awalnya Desa Sukanalu belum diserang hama dengan tingkat keganasan seperti sekarang ini. Desa yang lebih dulu diserang adalah desa yang berbatasan 8 dengan Desa Sukanalu yakni Desa Seberaya, Ajijahe, Ajijulu, dan Sukajulu. Pada

  Boyrans Gintings,”Serangan Hama Lalat Buah ; Ribuan Ton Jeruk asal Tanah Karo Gagal Panen” http://regional.kompas.com/read/2011/12/07/18272599/Lalat.Buah.Turunkan.Hasil.Panen.Jeruk (akses15 Juni 2011) akhirnya, Desa Sukanalu juga terkontaminasi serangan hama lalat buah sehingga mengakibatkan petani jeruk yang ada di Sukanalu gagal panen.

  Hal ini juga senada dengan ungkapan Kepala Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara di dalam (Analisa 2012), M Roemdi, bahwa puluhan hektar kebun jeruk di Kabupaten Karo, Sumatera Utara terserang hama dan penyakit sehingga menurunkan jumlah produksi buah jeruk ujar Roemdi:

  Ada dua jenis hama dan penyakit yang cukup mengganggu yaitu dua jenis hama yang menyerang kebun jeruk di Tanah Karo itu adalah hama lalat buah yang menyerang sekitar 60 hektar (ha) dari 100 (ha) lahan jeruk, (atau sekitar 60% lahan jeruk yang diserang), hama penggerek buah yang menyerang sekitar 7 (ha) dari 100 (ha), (sekitar 7% lahan jeruk yang diserang), termasuk Kecamatan Merek, dan penyakit embun tepung yang mengenai 2 ha dari 100 ha (2% lahan jeruk yang diserang) yang menyerang kebun jeruk masyarakat

9 Tidak hanya tingkat provinsi yang khawatir akan serangan hama ini, tingkat

  kementerian pertanian juga khawatir akan serangan hama ini yang tercermin dari tanggapan yang diberikan di media massa lokal (Analisa, 2012) menjelaskan bahwa serangan hama kali ini tidak hanya menjadi masalah petani saja, pemerintah juga peduli akan keadaan ini. Dampak serangan hama lalat buah yang menyerang perkebunan jeruk di Kabupaten Karo tidak hanya merusak citra kualitas produksi jeruk itu sendiri, tapi juga mengganggu proses ekspor ke pasar luar negeri. Menteri

  .

  9 “Serangan Hama Lalat Buah di Karo Jadi Perhatian Menteri Pertanian” Analisa” Sumut - Rabu, 18 Jan 2012 01:10 WIB halaman 5. Pertanian juga menaruh perhatian yang cukup besar terhadap persoalan hama lalat buah agar sesegera mungkin diselesaikan. Eksistensi jeruk Tanah Karo bukan hanya kepentingan bagi masyarakat Tanah Karo dan Sumatera Utara saja, tapi juga merupakan kebutuhan skala nasional. Jika jeruk Kabupaten Karo terserang lalat buah, bukan petani jeruk saja yang rugi atau kecewa, tapi pihak kementerian juga ‘panas dingin’.

  Tidak hanya hama lalat buah, berbagai jenis penyakit jeruk juga menyerang tanaman jeruk petani Sukanalu, namun sampai saat ini belum terlalu mengkhawatirkan, karena penyakit yang menyerang jeruk Desa Sukanalu hanya menyerang dengan jumlah sedikit. Salah satu jenis penyakit yang menyerang adalah

  

batang imenen yang berbentuk serangan terhadap batang jeruk dan membuat batang

  jeruk bernanah sehingga jeruk akan mati. Serangan ini hanya sedikit 1% (Joni sitepu, wawancara, 11 April 2012). Bagaimana sebenarnya konsep pengenalan petani akan hama dan penyakit dan bagaimana petani membedakannya?

  Menyikapi serangan hama dan penyakit jeruk tersebut, petani di Desa Sukanalu tidak hanya berdiam diri. Studi pendahuluan menunjukkan beberapa hal sudah dilakukan petani untuk mengendalikan hama dan penyakit jeruk, antara lain intensitas penyemprotan pestisida ditingkatkan, penggunaan perangkap lalat buah secara massal dan meningkatkan penggunaan dosis pestisida. Selain ke tiga tindakan tersebut, banyak hal-hal yang telah dilakukan oleh petani untuk membasmi hama dan penyakit, bagaimana sebenarnya petani dapat menyimpulkan setiap tindakan serta dari mana petani mengetahui cara-cara tersebut?

  Petani di Desa Sukanalu menjelaskan bahwa berbagai upaya penanggulangan ada yang berhasil dan ada yang gagal. Tetap ini menjadi bahan pembelajaran bagi petani jeruk yang ada di Desa Sukanalu, sehingga tetap berkreasi karena tidak pernah puas akan hasil yang di dapat karena hama dan penyakit tetap ada, sehingga setiap petani selalu mengembangkan pengetahuannya untuk mendapatkan hasil produksi jeruk yang memuaskan. Untuk mencapai hal tersebut, banyak percobaan-percobaan dilakukan oleh petani. Percobaan-percobaan yang dilakukan tersebut akan menjadi sebuah pembelajaran yang diperoleh petani dalam membudidayakan tanaman jeruk sehingga menjadi sebuah pengetahuan bagi petani.

  Warren berpendapat bahwa petani memiliki pengetahuan sendiri (seperti dikutip Sembiring 2002:2). Warren juga menjelaskan, pengetahuan lokal itudigunakan oleh masyarakat setempat untuk mencari nafkah di lingkungan tertentu. Konsep ini mencakup pengetahuan teknis lokal, pengetahuan lingkungan tradisional, pengetahuan pedesaan, dan pengetahuan petani lokal. Secara umum, pengetahuan tersebut berkembang di lingkungan setempat, sehingga secara khusus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Hal ini juga bersifat kreatif dan eksperimental, terus-menerus menggabungkan pengaruh dari luar dan inovasi dalam memenuhi kondisi baru (Sembiring 2002:2).

10 Sembiring (2002:1) juga menjelaskan bahwa pengetahuan lokal itu

  10 merupakan bahasan aktual yang menekankan pada kompleksitas pada pengetahuan

  Srialem Sembiring,”Dalam tulisan pengetahuan dan setrategi petani hortikultura:kompetisinya dalam peningkatan pendapatan petani dan setabilitas ekosistem ladang” (tesis, medan, 2002:i) lokal sebagai sebuah proses. Sembiring melanjutkan bahwa studi seperti ini berhubungan dengan pengetahuan petani yang diletakan dalam lingkup sistem sosial budaya dengan sistem ekologi dan dalam satu konteks yang memandang bahwa pengetahuan petani itu berkembang sehingga pengetahuan lokal itu tidak bisa dipandang rendah.

  Dari apa yang dijelaskan Sembiring (2002:1-5) bahwa petani kaya akan pengetahuan yang diperoleh dari petani pendahulu dan pengalaman, serta uji coba yang sering dilakukan oleh petani. Namun hal ini tidak dimanfatkan oleh pemerintah.

   Ini juga sesuai dengan pernyataan Hobart (seperti dikutip Sembiring 2002:2) yang

  mengemukakan bahwa sering kali pengetahuan yang dimiliki oleh petani dengan mencoba dan mengetahui pengendalian hama diabaikan oleh pihak terkait (pemerintah). Hobart menjelaskan bahwa dalam penerapan pengetahuan ilmiah oleh para ahli ataupun pembuat kebijakan yang ditujukan kepada petani sering kali terjadi diabaikannya pengetahuan lokal dan kemampuan potensi mereka (petani) untuk berkembang. Winaro dan Choesin (seperti dikutip Sembiring 2002:2) menegaskan “tidak dapat disangkal bahwa berbagai proyek pembangunan masih dirancang secara ‘top down’ tanpa melibatkan partisipasi penduduk setempat, proyek-proyek pembangunan sering melibatkan asumsi bahwa pengetahuan ilmiah yang lebih

   11 superior atau lebih ‘benar’ dari pada pengetahuan lokal . 12 Hobart,The Growth of Anorance:(London: London Raulede,1993) Hal 1-30 Th Winaro dan Choesin,“Pengetahuan Lokal dan Pembangunan”. Jurnal Antropologi Indonesia, no 55 xii, 1998. halaman 2. Peneliti berasumsi bahwa petani jeruk Desa Sukanalu juga memiliki cara tersendiri untuk mengelola tanaman jeruk mereka, mulai dari pemilihan bibit yang baik, mengolah tanah, mengendalikan hama dan cara merawat jeruk hal ini terlihat dari tindakan yang dilakukan oleh petani dalam membasi hama dan penyakit. Salah satu penelitian khusus tentang hama dan penyakit adalah penelitian yang dilakukan oleh Winarto tentang petani padi. Winarto mengatakan bahwa petani memiliki konsep dan pengetahuan sendiri tentang padi yang sehat dan padi yang sakit, dan juga tentang hama dan penyakit serta penanggulangannya, Winarto juga menegaskan bahwa pengetahuan itu terus berkembang dan akan menuju pada peningkatan produksi (Winarto 1998: 53-58).

  Demikian juga halnya petani jeruk di Desa Sukanalu, tentu memiliki pengetahuan tersendiri tentang hama dan penyakit jeruk. Hal inilah yang ingin dikaji dalam penelitian ini, bahwa bagaimana sebenarnya pengetahuan petani dalam pengendalian hama, penyakit tanaman jeruk dan apa saja variasi pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani jeruk di Desa Sukanalu.

1.2. Tinjauan Pustaka

  Pertanian merupakan ujung tombak perekonomian Indonesia, karena Indonesia merupakan negara agraris. Konsep petani itu sendiri sangat beragam, menurut Scott petani itu tergantung bagaimana masyarakat desa mengelola lahan pertaniannya. Petani tidak mencakup seluruh penduduk pedesaan, tetapi hanya merujuk kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja. Artinya, petani adalah orang yang bercocok tanam di lahan pertanian. Dengan demikian, orang yang tinggal di desa belum tentu seorang petani (Scott, 1994:32-34). Menurut Witrianto (2011:1-2), petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya.

  Witrianto (2011:1-2) menjelaskan bahwa secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani. Secara umum, petani bertempat tinggal di pedesaan dan sebagian besar diantaranya, terutama yang tinggal di daerah-daerah yang padat

  

  Marzali (1998:85-98) juga memiliki konsep sendiri tentang apa itu petani. Petani menurut Marzali adalah petani yang identik dengan kehidupan pedesaan. Marzali membedakannya menjadi peladang atau pekebunan, peisan (dari bahasa Inggris peasant), dan petani pengusaha atau farmer. Sebagian besar petani yang ada di Indonesia merupakan peasant atau petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan pertanian yang mereka miliki. Setelah Marzali membaca beberapa pendapat ahli tentang petani, sehingga Marzali membagi pendapat ahli tersebut dalam tiga konsep mengenai peasant sekurang-kurangnya mengacu pada tiga pengertian yang berbeda. Konsep pertama yang menyatakan bahwa istilah peasant ditujukan kepada

   13 Konsep kedua yang menyatakan bahwa peasant tidak mencakup seluruh pedesaan,

Witrianto,”Apa dan Siapa Petani”

14 (akses 5 Januari 2012) Marzali 1997 mengacu pada pandangan Gillian Hart (1986), Robert Hefner (1990), dan Paul Alexander dkk (1991).

   tetapi hanya terbatas kepada penduduk pedesaan yang bekerja sebagai petani saja .

  Konsep ketiga atau terakhir yang menyatakan bahwa peasant ditujukan untuk menunjukkan golongan yang lebih terbatas lagi yaitu hanya kepada petani yang memiliki lahan pertanian, yang menggarap sendiri lahan tersebut untuk mendapatkan hasil yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidupnya, bukan untuk dijual atau

  

  yang di Indonesia biasa disebut sebagai petani pemilik penggarap . (Marzali,

  

  1998) . Marzali menempatkan posisi masyarakat peasant dalam proses evolusi masyarakat manusia sebagai masyarakat antara. Yaitu berada pada posisi antara masyarakat primitif dan masyarakat modern yang sama-sama menetap di pedesaan. Hasil panen petani peasan tidak dijual, hanya untuk dimakan dan keperluan adat.

  Sedangkan konsep mengenai farmer atau petani pengusaha adalah petani kaya yang memiliki tanah luas dan memiliki banyak buruh atau tenaga kerja yang bekerja untuk mendapatkan upah darinya. Hasil lahan pertaniannya terutama adalah untuk dijual. Pengolahan lahan sudah menggunakan peralatan teknologi modern, seperti mesin bajak, traktor, rice milling, sprayer, dan lain-lain (Marzali, 1998:85-98). Melihat perbedaan pandangan mengenai petani di atas, sulit kiranya menetapkan petani jeruk Sukanalu berada di posisi pandangan ahli tertentu. Karena petani yang dimaksutkan dalam tulisan ini adalah orang-orang yang bercocok tanam (mengolah 15 lahan pertanian) baik itu lahan pertanian milik sendiri dan lahan pertanian yang 16 Marzali 1997 mengacu pada pandangan James C. Scott (1976) dan Wan Hashim (1984). 17 Marzali 1997 mengacu pada pandangan Eric Wolf yang kemudian diikuti oleh Frank Ellis (1988).

  Amri Marzali, “Konsep Peisan dan Kajian Masyarakat Pedesaan di Indonesia, Antropologi Th Indonesia no 45

XXI.1998.halaman 8.

  disewa. Hasil dari bercocok tanam bisanya dijual dan hasil penjualan dipakai untuk kebutuhan hidup. Teknologi yang dipakai beragam, penulis menyimpulkan kedalam kata-kata semi-modern karena petani jeruk Desa Sukanalu juga menggunakan traktor

( alat modern)dan juga alat-alat tradisonal lain seperti cangkul, rauka dan lain-lain.

  Sehingga sulit untuk menerapkan pengertian petani menurut ahli tertentu terhadap petani jeruk yang ada di Desa Sukanalu.

  Dalam kehidupan petani hama dan penyakit adalah masalah yang tidak pernah lepas dari kehidupan petani. Petani jeruk Sukanalu telah mengenal hama dan penyakit sejak membudidayakan jeruk (1980), sehingga hama dan penyakit pada tanaman jeruk bukanlah masalah baru bagi petani jeruk Sukanalu. Namun pada tingkat keganasan serangan hama dan penyakit yang membuat petani terus bersikap dan melakukan percobaan demi percobaan di lahan pertanian untuk mengoptimalkan hasil panen jeruk mereka.

  Jika dilihat dari sudut pandang ilmu pertanian, hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-hari manusia. Hama menyuntikan sesuatu ke dalam buah jeruk sehingga mengakibatkan jeruk busuk. Sedangkan penyakit adalah sesuatu yang merusak yang datangnya dari dalam atau tidak bekerjanya organisme secara baik sehingga menimbulkan sebuah gejala yang

   18 disebut penyakit .

  

Membedakan penyakit dan hama perlu kejelian, hama biasanya dapat dilihat dengan mata telanjang,

umumnya dari golongan hewan seperti (tikus, burung, ulat, serangga dan sebagainya). Hama juga

cenderung hanya menyerang bagian tertentu hingga jarang mengakibatkan kematian, biasanya hanya

mengurangi hasil produksi dan secara fisik hama lebih gampang diatasi karena terlihat oleh mata.

  Apa yang dilakukan petani dengan pengetahuan penduduk setempat dan melakukan berbagai percobaan untuk membasmi hama dan penyakit di dalam kegiatan pertaniannya bisa di sebut dengan pengetahuan lokal. Senada dengan Winarto (1999:69-70) bahwa petani sebenarnya memiliki pengetahuan lokal yang sangat kaya. Pengetahuan petani tersebut melibatkan pengetahuan ekologi yang cukup beragam. Winarto memberi contoh satu jenis pengetahuan lokal pada petani padi. Bahwa padi yang dipilih petani yang memiliki karakteristik genetika tertentu yang perlu dikenali oleh petani, apakah itu menyangkut prilaku air, pupuk, pengolahan tanah, pengendalian hama dan penyakit, umur padi, kemajuan produksi, kualitas gabah, serta cita rasa dari jenis padi yang ditanam. Ini semua merupakan hal- hal yang sangat penting bagi petani dalam proses belajar mereka. Winarto mengatakan bahwa petani selalu melakukan pengamatan atas apa yang terjadi dengan tanaman mereka (Winarto 1999:69-70). Apa yang dikemukakan winarto tersebut menunjukan bahwa adanya pengamatan terus menerus yang dilakukan petani untuk mengamati apa yang terjadi dengan tanaman mereka. Winarto dalam hal ini senada dengan pandangan Keller.

  Keller (seperti dikuti Winarto 1998 : 54-60) menjelaskan bahwa pengetahuan selalu mengalami penyempurnaan, pengayaan ataupun perbaikan melalui pengalaman

  Sedangkan penyakit adalah sesuatu gangguan yang terjadi pada tanaman sehingga menyebabkan kematian pada tanaman. Penyakit tidak hanya mengurangi produksi melainkan mengakibatkan kematian secara perlahan, ciri-ciri penyakit itu sendiri sukar dilihat dengan mata telanjang, bisanya yang menyerang seperti (virus, bakteri, jamur dan lain-lain). Cara kerjanya lambat sehingga

mengakibatkan kematian dalam jangka waktu yang relatif lama (http://ghaibnet.blogspot.com/2009/11/perbedaan-hama-dan-penyakit.html).(akses 2010). para pelakunya dalam melaksanakan tugas pekerjaan tertentu. Berbicara tentang petani berarti juga berbicara tentang teknik dan hasil pertanian serta faktor-faktor pendukung lainnya, misalnya faktor alam, manusia, maupun sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang alam atau lingkungan tersebut. Scott juga menjelaskan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh petani melalui pengalaman dan yang diperoleh dari nenek moyang mereka akan dipergunakan untuk menghadapi dunia sekeliling mereka. Dalam penelitiannya tentang padi, Scott memandang bahwa “banyaknya padi yang dihasilkan suatu keluarga untuk sebagian tergantung kepada nasib, akan tetapi tradisi setempat yang mengenal soal jenis bibit, cara menanam dan penetapan waktu telah digariskan berdasarkan pengalaman selama berabad, dengan tujuan menghasilkan panen yang lebih mantap dan dapat diandalkan menurut keadaan” (Scott 1985:53).

  Sehingga peneliti tertarik mencermati bagaimana pengetahuan petani mengenai hama dan penyakit, dan dari mana pengetahuan itu diperoleh dan mengapa pengetahuan itu digunakan dalam kehidupan pertanian mereka, serta bagaimana cara petani membasmi hama dan penyakit dengan pengetahuan yang dimiliki oleh petani jeruk yang ada di Sukanalu.

  Pengetahuan petani jeruk Sukanalu untuk mengatasi hama dan penyakit tersebut berlangsung seiring dengan pengamatan dan pengalaman yang selalu mengalami perubahan. Pengetahuan itu berada pada pikiran (mind) petani itu sendiri. Untuk melihat mind petani tentang hama dan penyakit dapat digunakan pendekatan antropologi kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai sebuah sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar dan dipergunakan untuk menginterpretasikan dunia sekelilingnya dan sekaligus untuk menyusun strategi prilaku dalam menghadapi dunia sekelilingnya (Spradley:1997:11). Borofsky (1994:343) juga berpandangan bahwa individu individu itu selalu berinteraksi dengan berbagi pemahaman dan pengalaman dari waktu ke waktu. Dari interaksi yang mereka lakukan akan menghasilkan sebuah pandangan baru dan tindakan baru dari hasil interaksi yang dilakukan oleh individu (petani) tersebut.

  Melihat pandangan (Spradley (1997:11) dan Borofsky (1994:343) peneliti menjadi tertarik untuk melihat bagaimana dan dari mana sebenarnya pengetahuan petani Desa Sukanalu tersebut mengenai hama dan penyakit, dan bagaimana konsep petani untuk membedakan hama dan penyakit dan bagaimana cara petani menerapkan pengetahuan atau mengorganisasikan pengetahuan itu di dalam pikiran petani sehingga menjadi sebuah keputusan untuk membasmi hama dan penyakit pada petani khususnya Desa Sukanalu. Sesuai dengan pandangan Spradley juga bahwa mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material seperti benda-benda, kejadian, perilaku dan emosi. Karena itu, objek kajiannya bukanlah fenomena material tersebut, tetapi tentang cara fenomenal material tersebut diorganisasikan dalam pikiran (mind) manusia (Spradley : 1997).

  Choesin (2002:1-10) memberikan sebuah model pengetahuan yang disebut

   19 dengan connectionism itu sebuah model pengetahuan yang memperlihatkan Chosin menjelaskan bahwa cara atau sekema untuk melihat pengetahuan, dengan mempergunakan metaphor sebuah jaringan syaraf untuk unsur-unsur kognitif yang ada dalam benah individu, dan perlu bahwa informasi diperoleh secara paralel, sehingga dapat dilihat bagaimana individu belajar, membuat skema-skema untuk memahami situasi dan mengatasi masalah.

  Pembentukan skema adalah hasil intraksi individu dengan unsur-unsur di sekitarnya, dan unsur-unsur di sekitarnya dapat berasal dari masyarakat sendiri, baik dari luar

   maupun percampuran antara keduanya .

  Tulisan Endraswara (1996:134-142) tentang metodologi penelitian kebudayaan juga menjelaskan bahwa model teori etnosains mengkaji tentang pengetahuan yang dimiliki oleh suatu komunitas budaya. Endraswara berpandangan bahwa budaya diangkat berdasarkan pendapat pemilik budaya, disini pendapat tentang budaya tersebut akan dikelasifikasikan (di kategorisasi) dan menganalisis ada tiga cara yaitu : pertama, peneliti memperhatikan istilah-istilah khsus dari informan.

  Istilah tersebut harus tertampung dalam klasipikasi. Kedua, peneliti berusaha mendeskripsikan atau melukiskan aturan-aturan budaya yang digunakan oleh informan. Aturan aturan tersebut akan diklasifikasikan, sehingga tampak jelas penggunaannya dalam intraksi budaya. Ketiga, peneliti berusaha menemukan tema- tema budaya dari kelasifikasi istilah dan aturan tadi (Endraswara 1996:134-142). Model ini akan dipakan peneliti untuk melihat kebudayaan petani jeruk Sukanalu dalam membasi hama dan penyakit jeruk.

1.3. Rumusan Masalah

  diingat bahwa yang dibicarakan di sini adalah sebuah model tentang pengetahuan dan bukan sebuah 20 uraian mengenai cara kerja otak (dalam Choesin 2002:3).

  Sebuah gejala yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan adanya sebuah aturan, karena unsur setiap gejala bisa ditemukan sejumlah aturan yang tidak terhingga banyaknya yang dianggap mendasari sebuah pandangan tentang pengetahuan atau pengambilan keputusan dalam pikiran atau mind manusia.

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi pokok pemasalahan penelitian ini adalah: bagaimana pengetahuan petani jeruk di Desa Sukanalu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo mengenai hama dan penyakit pada tanaman jeruk.

  Masalah tersebut akan dirincikan dalam betuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep petani tentang hama dan penyakit tanaman jeruk? 2.

  Apa saja jenis jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman jeruk, serta jenis hama dan penyakit apa yang paling ditakuti oleh petani jeruk?

3. Bagaimana cara petani membedakan jeruk sakit dan sehat? 4.

  Darimana saja sumber pengetahuan petani akan hama dan penyakit tanaman jeruk?

  5. Bagaimana cara petani menghadapi hama dan penyakit tanaman jeruk mereka?

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan petani di Desa Sukanalu tentang hama dan penyakit tanaman jeruk. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi sebuah tulisan etnografi yang baik. Dengan melihat cara-cara yang dilakukan petani terhadap pengendalian hama dan penyakit tanaman jeruk. Hasil penelitian ini juga diharapkan mempunyai manfaat, baik secara praktis maupun secara akademis. Secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan bagi masyarakat lokal terutama petani jeruk agar lebih menghargai pengetahuan lokal yang mereka miliki, dengan terus belajar dari pengalaman, diharapkan juga hasil penelitian ini dapat membantu petani untuk membasmi hama dan penyakit. Secara akademis, bermanfaat untuk menambah wawasan dan kepustakaan di bidang Antropologi dan penelitian ini akan dilakukan di Desa Sukanalu Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo.

1.5. Metode Penelitian

  Proses Penentuan Topik

  Judul yang ingin saya ajukan pertama kali kepada jurusan yakni mengenai peran wanita karo dalam rumah tangga. Namun setelah berdiskusi dengan bapak Fikarwin sebagai Ketua Jurusan Antropologi, sehingga saya akhirnya beralih pembahasan mengenai pertanian. Saya setuju dengan masukan itu, karena intres (minat) saya akan pertanian juga cukup mendalam. Apalagi saya juga pernah bercita- cita kelak dapat hidup sebagai seorang petani yang sukses. Sehingga ditemukanlah judul mengenai, ‘Pengetahuan petani Desa Sukanalu tentang hama dan penyakit tanaman jeruk’.

  Topik pertanian biasanya dibimbing oleh ibu Sri Alem, karena itulah ibu Sri Alem menjadi dosen pembimbing saya. Setelah itu saya memberikan undangan tanda kesediaan terhadap ibu Sri Alem dan beliau pun bersedia untuk membimbing saya di dalam penulisan skripsi ini. Setelah mendapat persetujuan, saya pun langsung melakukan observasi ke Desa Sukanalu, yang menjadi tempat penelitian, yang juga sekaligus merupakan desa kelahiran dan tumbuh besar di desa ini.

  Karena itulah saya ingin sekali melihat bagaimana sebenarnya pengetahuan petani Desa Sukanalu mengenai hama dan penyakit jeruk yang dilatarbelakangi oleh serangan hama lalat buah yang sangat luar biasa ganasnya. Karena itulah, saya semakin bersemangat untuk melihat pengetahuan petani Desa Sukanalu khususnya mengenai hama dan penyakit jeruk.

  Kegiatan Lapangan dan Pengembangan Report

  Dalam pengerjaan penelitian ini, pendekatan terhadap petani jeruk Desa Sukanalu bagi saya yang telah lama tinggal di desa ini tidak terlalu sulit. Selama melakukan penulisan/penelitian skrisi ini, saya telah melakukan hubungan yang baik dengan para informan, apa lagi saya sebagai ketua muda mudi Desa Sukanalu untuk daerah Kota Medan. Sehingga saya telah sering berhubungan atau bersentuhan dengan masyarakat Desa Sukanalu dengan berbagi kegiatan atau program yang kami kerjakan untuk kemajuan Desa Sukanalu.

  Disamping itu, ayah saya juga sebagi penatua gereja dan kepala sekolah di SD Negeri I Desa Sukanalu, sehingga memudahkan saya untuk melakukan penelitian ini, karena keluarga kami telah memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat Desa Sukanalu.

  Akan tetapi, permasalahan timbul ketika saya melakukan wawancara karena terkadang petani merasa saya tahu tentang seluk beluk pertanian jeruk. Apalagi mereka tahu, ayah saya juga memiliki ladang jeruk. Namun setelah menjelaskan maksud dan tuajuan penelitian yang saya lakukan, bahwa masing-masing petani memiliki pengetahuan masing-masing sehingga pengetahuan-pengetahuan itulah yang mau saya tulis dan teliti namun bukan memberikan solusi. Tujuan saya adalah dengan melihat gambaran mengenai pengetahuan petani Desa Sukanalu, supaya dengan itu kita dapat mengetahui akar permasalahan dan dengan bersama-sama mencari jalan keluar.

  Dalam melakukan penelitian, saya sering ikut nongkorg di kedai kopi, karena disinilah masyarakat desa berkumpul setiap harinya. Pada dasarnya, kedai kopi tidak hanya sekedar tempat minum kopi atau teh, akan tetapi tempat bercerita tentang semua aspek kehidupan yang dijalani biak permasalahan politik, keluarga, ekonomi, dan pertanian tergantung siapa teman berbicara . Dengan mendengarkan pembicaraan sesama petani mengenai segala hal, termasuk di dalamnya mengenai hama dan penyakit jeruk.

  Karena masalah hama lalat buah yang sangat ganas sekarang ini, tentu saja pembicaraan tentang hama sangat sering dibicarakan di kedai kopi. Disinilah saya mendengarkan pembicaraan petani tanpa bertanya dan melihat apa yang dibicarakan. Dari pembicaraan tersebutlah penulis dapat melihat pembicaraan petani sehari-hari tanpa adanya tekanan/pengaruh (alami).

  Dari pembicaraan tersebutlah, penulis menganalisis tentang hal yang sedang saya teliti. Metode seperti ini tentu lebih baik, untuk mendapatkan pembicaraan yang sangat lepas (apa adanya). Para petani tidak sadar bahwa saya telah mencatat apa yang mereka bicarakan mengenai jeruknya khusunya tentang hama dan penyakit jeruk. Saya sangat terkejut melihat curahan hati para petani bahwa serangan hama lalat buah yang amat ganas itu memberikan dampak yang begitu besar terhadap berbagai aspek kehidupan petani jeruk Desa Sukanalu.

  Selain itu, saya juga bertanya kepada orang tua saya prihal kepada siapa saya harus menjumpai yang dapat merefresentasikan pengetahuan petani tentang jeruk.

  Saya bertanya kepada beliau tentang siapa petani pertama yang membudidayakan jeruk? Untuk pertanyaan ini, orang tua saya tidak tahu begitu jelas, akan tetapi petani yang telah lama menanam jeruk diberitahu kepada saya yakni Bapak Martin Sitepu. Saya pun menemui bapak Martin Sitepu. Pertemuan itu tepatnya di kedai kopi karena warung kedai kopi tempat saya nongkrong juga tempat bapak Martin Sitepu biasanya minum kopi. Secara kekerabatan adat (tutur), kebetulan saya memanggil bulang terhadap bapak Martin Sitepu ini. Perlu diketahui, panggilan bulang adalah pangilan untuk kakek.

  Pembicaraan saya dengan bulang Martin Sitepu, sangat nyambung, karena dia juga sangat antusias menceritakan pengalamannya selama bertani. Menurut penuturan Bulang ini, dia adalah orang kedua menanam jeruk di Desa Sukanalu setelah M.Milala (alm). Sangat banyak cerita yang saya dapatkan dari Bulang ini, karena dia orangnya juga suka bercerita. Bahkan tidak hanya tentang tanaman jeruk, bulang Martin bercerita tentang kesuksesan anak-anaknya yang juga sukses di dalam pendidikan dan usaha.

  Saya juga mewawancarai anak dari bapak M. Milala (alm) yaitu bapak Seh Milala. Bapak Seh Milala juga adalah sekaligus penjual pupuk dan pestisida di Desa Sukanalu. Saya memanggil bapak Seh Milala dengan panggilan Mama. Kebetualan,

  

Mama ini juga adalah penatua di dalam gereja sama dengan ayah saya, sehingga

  memudahkan bagi saya untuk melakukan pembicaraan. Kami banyak berbicara tentang hama dan penyakit tanaman jeruk dan bapak Seh Milala juga menuturkan bahwa hama ini telah menyerang tidak hanya Desa Sukanalu akan tetapi seluruh pertani jeruk di Tanah Karo. Beliau juga menuturkan, bahwa penanggulangan yang benar-benar ampuh belum dapat ditemukan, hanya sampai pada tahap pencegahan, ujarnya.

  Beruntung bagi saya, karena dapat berbicara dengan berbahasa karo dengan baik. Sehingga logat dan eskpresi dapat jelas saya lihat, bahkan bohong tidaknya mengenai apa yang diberitahukan setidaknya dapat saya analisis. Akan tetapi pada umumnya semua petani antusias untuk membicarakan masalah ini.

  Sekali pada sore hari saya berbicara mengenai hama dan penyakit di kedai kopi dengan bapak Reja Sitepu. Ketika asik berbicara mengenai hal itu, petani lain datang dan ternyata mereka juga akhirnya ikut membicarakan topik yang tadinya kami bicarakan. Sehingga terjadi diskusi yang sangat berhubungan dengan penelitian saya ini. Akhirnya saya mendapat bahan dari beberapa petani. Karena pemahaman mereka akan penanggulangan hama berbeda satu dengan yang lain. Pembicaran itu sangat saya sukai dan yang sangat saya butuhkan untuk melengkapi penelitian ini, khususnya selama 5 bulan ini pembicaran seperti itu saya lakukan. Sehingga kebenaran dan kedalaman data dapat dihasilkan di dalam penelitian ini.

  Selama ini, saya juga sering membantu orang tua dalam merawat jeruk kami, baik dalam memopa, pemupukan, dan perawatan lainnya. Ini juga menjadi bahan masukan bagi saya di dalam penelitian ini.

  Tidak hanya itu, selama melakukan penelitian ini, saya juga sering mendatangi ladang jeruk masyarakat lain untuk melihat apa yang dilakukan terhadap pertanian jeruk mereka dan juga sekaligus bertanya mengenai pengetahunnya tentang hama dan penyakit jeruk. Mereka juga antusias menjelaskan setiap hal yang saya tanyakan.

  Akan tetapi yang saya takutkan sekarang adalah tingginya harapan/ekspektasi dari masyarakat akan hasil dari peneltian. Karena mereka berharap ada solusi yang dihasilkan. Disinilah, saya terus menerus menjelaskan maksud penelitian ini, bahwa bukan untuk mengatasi permasalahan namun menemukan pemahaman petani.

  Sehingga dalam pengumpulan data penulis tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan data. Apa lagi pembicaraan tetntang hama lalat buah sangat gencar dibicarakan sehingga memudahkan penulis memulai pembicaraan dan informan juga antusis menceritakan apa yang mereka ketahui.

  Bapak Martin Sitepu, merupakan salah satu informan kunci saya. Namun saya melihat penelitian ini berhubungan erat dengan infroman lain, karena saya melihat variasi pengetahuan-pengetahuan petani itu penting. Sebagaimana saya telah katakan, masing-masing petani memiliki trik dan pemahaman tersendiri di dalam menghadapi hama jeruk. Terkadang petani lain yang tidak sempat saya wawancari satu persatu bertanya kepada saya, kami ndigan sukunindu? maka kalak ena saja. ( Kami kapan ditanya? Kok orang itu saja yang ditanya?). Sambil tertawa saya menjawab, iya Pak sebentar saya tanya juga tentang pertanian jeruk Bapak. Tapi apa yang bapak tahu, bukan tentang apa yang saya tahu, karena mereka menilai saya tahu akan pertanian jeruk karena mahasiswa itu pandangan dari orang Desa Sukanalu memiliki pengetahuan yang luas. Hal ini mendorong saya untuk memberikan kontribusi terhadap desa ini dengan membukukan pengetahuan-pengetahuan yang petani miliki dan semoga nantinya dapat berguna untuk data pengembangan pertanian jeruk di Tanah Karo, khususnya Desa Sukanalu.

  Penulisan (mengklasifikasikan data ke dalam tulisan)

  Dalam pengumpulan data saya tidak terlalu sulit, akan tetapi dalam menuangkan data tersebut ke dalam tulisan menjadi masalah yang sangat berat bagi saya. Terlihat beberapa kali saya harus mengulang tulisan yang telah saya tulis karena setelah berdiskusi dengan Ibu Alem bahwa ternyata tulisan saya buat kurang tepat.

  Sehingga saya harus terlebih dahulu menyusun format dari tulisan yang ingin saya tulis supaya data yang saya peroleh dapat diklasifikasikan dengan baik. Saya harus memperbaiki tulisan saya yang kurang tepat tersebut berkali-kali, namun ini tidak menurunkan semangat saya dalam penulisan skripsi ini.

  Sekitar 2 bulan saya jarang melakukan konsultasi skripsi ini karena mulai jenuh, akan tetapi beruntung bagi saya mendapat semangat kembali ketika menghadiri wisuda kawan setambuk saya, saya melihat kegembiraan yang begitu dalam dan kegembiraan orang tua yang mengantarkan anaknya menjadi sarjana, ini menjadi motivasi saya kembali untuk tetap semangat mengerjakan skripsi ini.

  Berkali-kali saya harus pulang kampung untuk mengumpulkan data akan tetapi saya tidak merasa dibebani untuk berkali-kali bolak balik mengambil data, karena saya bisa sekaligus berjumpa dengan ke dua orang tua saya, sekalian pulang kampung.

  Banyak diskusi yang saya lakukan untuk penulisan skripsi ini, untuk melihat kekurangan skripsi saya. Biasanya saya berdiskusi dengan Batar’08, abang saya, dan teman-teman lainnya. Khususnya dengan sesama teman yang sedang mengerjakan skripsi, supaya memiliki pikiran baru untuk penulisan skripsi dan mengingatkan bahan bahan apa yang harus dimasukkan ke dalam tulisan ini.

  Saya mendapat tekanan yang sangat besar dari orang tua saya, karena satu setambuk saya sesama mahasiswa asal Desa Sukanalu telah selesai di dalam perkulihanya. Sehingga orang tua saya merasa terlalau lama dalam penyelesaian setudi ini, akan tetapi ini tidak menjadi masalah yang membuat saya patah semangat.

  Saya pun tetap berjuang untuk cepat menyelesaikan skripsi ini. Sehingga dengan menunggu waktu satu tahun saya dapat merampungkan skripsi saya dengan baik.

  Semoga nilai skripsi ini juga baik nantinya dan dapat berguna bagi studi antropologi khususnya dalam studi antropologi pertanian.