Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jeruk Di Berastagi (Studi kasus: Kabupaten Karo)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENDAPATAN PETANI JERUK

DI BERASTAGI

(Studi kasus : Kabupaten Karo)

SKRIPSI

Diajukan Oleh: SAFRIZAL FAZLI TARIGAN

060501116

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


(2)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the factors that affect the citrus farmer income in Berastagi (Case study in Karo District.) The data used are primary data, 50 respondents.

OLS (Ordinary Least Square) is the method used to analyze data. The results showed that the independent variable (the price of oranges, fertilizer costs and harvest) affect the incomes of farmers with R-square of 99%


(3)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani jeruk di Berastagi (Studi kasus di Kabupaten Karo). Data yang digunakan adalah data primer,50 Responden.

Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah Ordinary Least Squared (OLS), hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas ( harga jeruk, biaya pupuk dan hasil panen) mempengaruhi pendapatan petani dengan R-square sebesar 99%


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa, Dzat yang hanya kepada-Nya kita beribadah. Saya memuji-Nya dan bersyukur kepada-Nya dengan pujian yang tiada habisnya, sebaik-baik pujian yang harus dipujikan. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu baginya. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada sebaik-baik hamba pilihan, Muhammad Sholallohu ‘alaihi wasallam, juga kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik sampai hari kiamat.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari program Strata-1 (S-1), Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jeruk Di Berastagi ( Studi kasus : Kabupaten Karo )

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran dari berbagai pihak

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan terutama kepada:

1. Dengan rasa hormat kepada kedua orang tua saya Drs. Samsul Tarigan dan Sophia Elina yang menjadi motivasi saya.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Iskandar Syarif, MA selaku Penasehat Akademik selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi.

6. Bapak Prof. Dr Syaad Afifudin, M.Ec selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulisan dan penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Drs Rujiman MA selaku dosen penguji I dan Bapak Syarief Fauzi, M.Ec selaku dosen penguji II yang telah banyak memberi saran dan kritik dalam penyusunan skripsi.

8. Kepada abang/adik, Saputra Elfian Tarigan dan Satria Lutfi Tarigan atas do’a dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat teman-teman di Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, Bang Andry Lambok ( EP’04 ) dan khususnya angkatan ’06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan warna dan kebersamaan pada setiap hari yang kita lewati bersama.


(6)

Dalam berbagai bentuk penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, hal ini karena masih kurangnya pengalaman dan terbatasnya ilmu pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam pencapaian kesempurnaan skripsi ini pada masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terkira dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Hipotesis ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Pertanian ... 10

2.1.1 Pengertian Pertanian ... 10

2.1.2 Pengertian Pembangunan Pertanian ... 11

2.2 Usahatani ... 18

2.2.1 Pendapatan Usahatani ... 21

2.2.2 Efisiensi Usahatani ... 23

2.3 Teori Produksi ... 25


(8)

2.3.2 Produksi dalam usahatani... 28

2.3.3 Tahapan Produksi ... 29

2.3.4 Faktor Produksi ... 30

2.3.4.1. Lahan ... 30

2.3.4.2. Modal ... 32

2.3.4.3. Tenaga Kerja...33

2.3.4.4. Curahan Kerja ... 34

2.3.4.5. Kualitas Tenaga Kerja ... 34

2.3.4.6. Keterampilan (skill) ... 35

2.5 Hukum Hasil Lebih Yang semakin Berkurang ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 37

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 38

3.3 Penentuan populasi dan sampel ... 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.5 Pengolahan Data... 40

3.6 Model Analisis Data ... 40

3.7 Test of Goodness Fit (Uji Kesesuaian) ... 41

3.7.1. Koefisien Determinasi (R – Square) ... 41

3.7.2. Uji t-statistik ... 41

3.7.3. Uji F-statistik ... 43

3.8 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 44


(9)

3.8.2. Heterokedastisitas ... 45

3.8.3. Uji Normalitas ... 46

3.8.4. Uji Linearitas ... 46

3.9 Defenisi Operasional ... 47

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Daerah Penelitian ... 48

4.1.1 gambaran umum Wilayah Kecamatan Berastagi ... 48

4.1.2 Potensi Fisik ... 57

4.1.3 Program Pemerintah ... 58

4.2 Perkembangan Perekonomian Petani Jeruk di Berastagi ... 59

4.2.1 Sejarah Singkat Tanaman Jeruk ... 59

4.2.2Pemasaran Komoditas Jeruk ... 60

4.3 Analisis dan Pembahasan ... 62

4.3.1 Tingkat Jumlah Pendapatan... 62

4.3.2 Harga Jual Jeruk ... 63

4.3.3 Biaya Pupuk... 64

4.3.4 Hasil Panen ... 65

4.4 Analisa Model Regresi Berganda... 65

4.5 Interpretasi Model ... 66

4.6 Test Of Goodness Of Fit (Uji Kesesuaian) ... 67

4.6.1 Analisis Koefisien Determinasi ... 67

4.6.2 Uji t - Statistik ... 68


(10)

4.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 72

4.7.1 Uji Multikolinearitas ... 72

4.7.2 Uji Heterokedastisitas ... 75

4.7.3 Uji Normalitas... 77

4.7.4 Uji Linieritas ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Judul Halaman 1.1 Perkembangan Luas Areal Tanam, Panen, produksi dan

Produktivitas Komoditas Jeruk di Kabupaten Karo,

Tahun 2005-2009 6

4.1 Luas Wilayah Menurut Desa di Kecamatan Berastagi 49 4.2 Luas dan Jenis Penggunaan Tanah di

Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tahun 2008 50 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Desa / Kelurahan di Kecamatan Berastagi

Tahun 2008 51

4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang dianut

di Kecematan Berastagi Tahun 2008 52 4.5 Jumlah Penduduk yang Bekerja Berdasarkan

Mata Pencaharian dan Desa/Kelurahan Tahun 2008 53 4.6 Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi

Menurut Jenis Sayur-Sayuran Yang di Tanam

Tahun 2008 54

4.7 Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Menurut Jenis Buah-Buahan Yang di Tanam

Tahun 2008 54

4.8 Distribusi Berdasarkan Sarana Tingkat pendidikan

di Kecamatan Berastagi Tahun 2008 55 4.9 Jenis Rumah Pemukiman di Kecamatan Berastagi


(12)

Tahun 2008 56 4.10 Tingkat Jumlah Pendapatan Petani Jeruk 62

4.11 Harga Jual Jeruk 63

4.12 Tingkat Biaya Pupuk Petani Jeruk 64


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Proses Produksi 25

2.2 Kurva Tahapan Produksi, Produksi Rata-rata dan

Produksi Marginal 29

3.1 Kurva uji t – Statistik 43

3.2 Kurva Uji F – Statistik 44

4.1 Rantai Pemasaran Jeruk di Lokasi Kabupaten Karo 61 4.2 Uji t - Statistik Variabel Harga Jeruk 69 4.3 Uji t - Statistik Variabel Biaya Pupuk 70 4.4 Uji t - Statistik Variabel Hasil Panen 71


(14)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the factors that affect the citrus farmer income in Berastagi (Case study in Karo District.) The data used are primary data, 50 respondents.

OLS (Ordinary Least Square) is the method used to analyze data. The results showed that the independent variable (the price of oranges, fertilizer costs and harvest) affect the incomes of farmers with R-square of 99%


(15)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani jeruk di Berastagi (Studi kasus di Kabupaten Karo). Data yang digunakan adalah data primer,50 Responden.

Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah Ordinary Least Squared (OLS), hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas ( harga jeruk, biaya pupuk dan hasil panen) mempengaruhi pendapatan petani dengan R-square sebesar 99%


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara kita karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang sedang terjadi. Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional (Husodo et al, 2004).

Peran pertanian sebagai tulang punggung perekonomian nasional (R. Abdoel Djamali, 2000:2) terbukti tidak hanya pada saat situasi normal, tetapi terlebih lagi dalam waktu krisis. Tahun 1986-1987 pada saat harga minyak turun sangat tajam dalam waktu yang sangat singkat. Tahun 1997-1999 adanya krisis ekonomi dan krisis keuangan atau moneter. Kedua peristiwa tersebut, sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat. Sektor pertanian berperan sebagai katup pengaman ekonomi nasional. Sektor pertanian berfungsi sebagai penyedia pangan dan penciptaan kesempatan kerja bagi yang terkena dampak secara langsung dari krisis moneter yaitu dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dalam kerangka pembangunan nasional, mandat utama sektor pertanian adalah sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung pengembangan sektor-sektor lainnya. Misi utama sektor pertanian adalah menghasilkan pangan yang cukup dan berkualitas untuk seluruh penduduknya dengan harga yang wajar (Suryana : 2003)


(17)

Sektor pertanian dengan produksi berbagai komoditas bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan nasional telah menunjukkan kontribusi yang cukup signifikan sebagai penyangga perekonomian nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, menunjukkan bahwa sektor pertanian satu-satunya sektor ekonomi yang mampu bertahan dengan hubungan yang positif pada tahun 1998 sebesar 0,26% sementara sektor-sektor lainnya terpuruk diantara pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh negatif (-13%) hal ini membuktikan bahwa dalam era reformasi, sektor pertanian mempunyai posisi yang strategis dan diharapkan berperan di garis depan sebagai sektor andalan dan menjadi penghela ekonomi dalam mengatasi krisis seperti sekarang ini.

Hal tersebut bukanlah mustahil, mengingat Indonesia telah lama di kenal sebagai Negara agraris lebih dari 50% penduduknya hidup dari kegiatan yang langsung berhubungan dengan pertanian dan pedesaan. Dengan lahan yang luas, tingkat kesuburan yang tinggi serta jumlah tenaga kerja yang melimpah dapat diharapkan sektor pertanian menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi nasional kita ( Oudejan, 2006). Bagi Negara berkembang sektor pertanian merupakan sektor penting seperti Indonesia yang dapat memberikan sumbangan dalam kegiatan ekonomi. Sektor ini menyediakan pangan bagi sebagaian besar penduduknya dan memberikan lapangan pekerjaan.

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian, jumlah petani dalam kurun waktu 1983-2003 meningkat namun dengan jumlah lahan pertanian menurun, sehingga rata-rata pemilikan lahan per petani menyempit dari 1,30 Ha menjadi 0,70 Ha per petani. Dengan luasan lahan usahatani seperti ini, meskipun produktivitas per luas


(18)

lahan tinggi, namun tidak dapat memberikan pendapatan petani yang cukup untuk menghidupi rumah tangga dan pengembangan usaha mereka.

Untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan peran tersebut, sektor pertanian menghadapi berbagai perubahan sebagai akibat dari globalisasi yaitu: (i) semakin terbukanya pasar dan meningkatnya persaingan; (ii) meningkatnya tuntutan kebijakan pertanian yang berlandaskan mekanisme pasar (market oriented policy) dan (iii) semakin berperannya selera konsumen (demand driven) dalam menentukan aktivitas di sektor pertanian.

Sektor pertanian, yang mencakup tanaman bahan makanan, peternakan, hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan, pada tahun 2003 menyerap 46,3 persen tenaga kerja dari total angkatan kerja, menyumbang 6,9 persen dari total nilai ekspor non migas, dan memberikan kontribusi sebesar 15 persen dari PDB nasional. Sektor pertanian juga berperan besar dalam penyediaan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka memenuhi hak atas pangan.

Untuk tanaman hortikultura, Indonesia memiliki 323 komoditas hortikultura, yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. dan dalam hal ini sudah sejak tahun 2000 Departemen Pertanian menetapkan 10 komoditas hortikultura utama, yaitu pisang, jeruk, mangga, manggis dan durian untuk buah-buahannya; kentang, cabe dan bawang merah untuk sayuran; anggrek untuk tanaman hias dan rimpang untuk biofarmaka.

Tanaman jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sudah lama dibudidayakan di Indonesia dan di negara-negara tropis Asia lainnya. Tanaman jeruk memang berasal dari negara-negara tropis Asia, termasuk di


(19)

wilayah Indonesia. Jeruk yang ada di kawasan Indonesia dan juga di kawasan Asia lainnya sangat diminati oleh orang-orang dari Negara Eropa (AAK, 1994).

Hingga saat ini buah jeruk masih merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang menjadi andalan di sektor pertanian indonesia. Komoditas ini tumbuh dan berkembang di beberapa daerah dan masing-masing mempunyai spesifikasi sendiri. Perbedaan iklim dan faktor lingkungan lainnya menjadikan komoditas ini berkembang menurut kondisi tempat tumbuhnya. Dengan demikian, jenis jeruk yang berkembang terdiri dari beberapa macam dan menyebar menjadi terkenal sebagai buahan spesifik daerah. Contoh di Indonesia dikenal jeruk siem madu yang disebut jeruk Medan yang banyak di tanami di Kabupaten Karo, jeruk siem Pontianak, jeruk keprok Malang, jeruk keprok maga dan jeruk kacang. Masing-masing jenis spesial ini mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri sehingga sulit dibandingkan mana yang lebih unggul.

Buah jeruk bukan hanya dinikmati rasanya yang segar saja, melainkan buah jeruk juga sebagai pelepas dahaga dan sebagai buah pencuci mulut, ternyata buah jeruk memiliki khasiat ganda, yaitu disamping dapat diolah menjadi minuman atau makanan juga dapat dimanfaatkan untuk obat. Contohnya jeruk dapat menurunkan demam dengan cara mengompreskan cairan jeruk dikening orang yang menderita sakit. air buah jeruk juga dapat dipakai untuk tetes mata penyembuh radang, setelah dicampur dengan air bersih. jeruk dapat juga diperas dan dicampur dengan air panas untuk dijadikan minuman segar. Sehubungan dengan tingginya kadar vitamin C pada buah jeruk, maka buah jeruk dapat diolah menjadi tablet-tablet Vitamin C atau dimakan langsung untuk menyembuhkan penyakit gusi berdarah dan penyakit influensa. Kulit-kulit buah jeruk dapat


(20)

digunakan untuk campuran sabun pencuci piring, untuk menghilangkan bauh anyir pada permukaan piring. apalagi jika pemeliharaan dan pengolahannya diperhatikan dengan baik, diharapkan usaha ini akan mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda.(AAK, 1994).

Untuk perkembangan tanaman jeruk di Indonesia juga harus memperhatikan pengembangan pertanian secara keseluruhan. Pengembangan suatu jenis komoditi sering mengakibatkan pengembangan jenis komoditi lainnya yang mematikan seperti kasus kontroversi lahan sawah menjadi lahan Hortikultura. Masalah ini banyak kepentingan yang perlu dipertimbangkan. Pihak petani yang satu berkepentingan meningkatkan pendapatan dan dipihak yang lain petani berkepentingan untuk mempertahankan swasembada beras (Anonimous, 1993).

Hingga saat ini pengembangan sentra produksi jeruk baru terbatas di 10 provinsi dengan luas areal tidak kurang 5.651.388 hektar, dan daerah sentra produksi utamanya masih terbatas di Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Namun pada dasarnya usahatani jeruk dikembangkan di hampir seluruh wilayah Indonesia hanya belum berbentuk suatu hamparan melainkan berupa kantung-kantung produksi dengan luasan 1-5 hektar (Sinar Tani, Agustus, 2005).

Sentra produksi jeruk utama di Provinsi Sumatera Utara dan wilayah pengembangannya terdapat di Kabupaten Karo dan daerah lainnya seperti Langkat, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Simalungun dan Tapanuli Tengah. Pada kurun waktu tahun 2005-2009, luas areal tanam komoditas jeruk di Kabupaten Karo memperlihatkan kecenderungan penurunan sebesar 0,30 persen


(21)

per tahun. Demikian pula pertumbuhan luas areal panen komoditas jeruk di lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Karo menunjukkan penurunan sebesar 1,23 persen per tahun. Bila dilihat dari segi peningkatan produksinya yaitu mencapai 1,22 persen/tahun di Kabupaten Karo. Peningkatan produksi jeruk di wilayah ini tampaknya lebih dominan disebabkan oleh meningkatnya luas panen. Hal ini terlihat karena laju peningkatan peroduktivitasnya relatif kecil yaitu 0,01 persen/tahun di Kabupaten Karo (Tabel 1.1).

.

Tabel 1.1

Perkembangan Luas Areal Tanam, Panen, Produksi dan Produktivitas Komoditas Jeruk di Kabupaten Karo, Tahun 2005-2009

No Komoditi 2005 2006 2007 2008 2009 %Kenaikan/ Penurunan

1 2 3 4 5 6 7 8

Jeruk

Tanam (Ha) 14.298,17 14.304,45 13.850,22 12.160,57 12.123,90 (0,30)

Panen (Ha) 10.021,43 10.036,69 11.405,91 9.725,00 9.846,37 1,23

Produksi (ton) 542.237,00 588.706,00 653.622,75 408.912,00 413.958,66 1.22

Produktivitas(Kw/Ha) 541,08 586,55 573,07 420,46 420,42 (0.01) Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2009

Berastagi merupakan salah satu daerah yang ada di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan usahatani jeruk. Tetapi dalam perkembangannya terjadi


(22)

penyempitan lahan yang disebabkan oleh pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi pengembangan pariwisata.

Dalam hal ini tanaman jeruk di berastagi selain jumlah dan luas pertanaman dan produksinya masih perlu ditingkatkan, juga perlu adanya penerapan teknologi budidayanya yang ditingkatkan, khususnya di tingkat petani. Rendahnya produksi dan pendeknya umur jeruk di berastagi yang disebabkan oleh serangan penyakit yang membuktikan bahwa teknik budidaya belum sepenuhnya diterapkan.

Dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh usahatani jeruk seperti di atas maka penulis ingin menganalisis dan tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jeruk Di Berastagi ( studi kasus Kabupaten Karo ).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut yaitu:

1. Apakah harga jeruk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo ?

2. Apakah biaya pupuk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo ?

3. Apakah hasil panen berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo ?


(23)

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya harus di uji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Harga jeruk berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo, ceteris paribus.

2. biaya pupuk berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo, ceteris paribus.

3. Hasil panen berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo, ceteris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut yaitu untuk:

1. Mengetahui apakah Harga jeruk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi.

2. Mengetahui apakah Biaya pupuk berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi.

3. Mengetahui apakah Hasil panen berpengaruh terhadap pendapatan petani jeruk di Berastagi.


(24)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai:

1. Sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah ataupun bagi instansi yang terkait, khususnya Dinas Pertanian Kabupaten Karo.

2. Bahan informasi dan referensi bagi pihak – pihak yang membutuhkan khususnya penelitian mengenai analisis pendapatan petani jeruk.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

4. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan pertanian

2.1.1. Pengertian pertanian

Indonesia merupakan Negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian.

Sebagai negara yang terletak di daerah khtulistiwa maka pertanian di indonesia merupakan pertanian tropis. Topografi yang bergunung-gunung menyebabkan terjadinya variasi suhu yang berada pada suatu daerah tertentu sehingga mempengaruhi jenis-jenis tanaman yang cocok ditanami. Kemudian letak indonesia yang berada diantara dua samudra dan dua benua turut mempengaruhi iklim di indonesia terutama di dalam perubahan arah angin yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah dari sekilas uraian di atas dapatlah kita pahami tentang pertanian di Indonesia.

Definisi ilmu ekonomi pertanian, Mubyarto adalah :

” Ilmu ekonomi pertanian adalah ilmu kemasyarakatan (social sciences), ilmu yang mempelajari perilaku dan upaya serta hubungan antar manusia. Perilaku yang di pelajari bukan hanya mengenai perilaku manusia secara sempit, misalnya perilaku petani dalam kehidupan pertaniannya, tetapi mencakup persoalan ekonomi lainnya yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan produksi, pemasaran dan konsumsi petani dan kelompok-kelompok petani.”


(26)

Pertanian adalah suatu proses produksi khas yang didasarkan atas pertumbuhan tanaman dan hewan, para petani mengatur dan menggiatkan perumbuhan tanaman dan hewan tersebut. Kegiatan produksi dalam setiap kegiatan usaha tani merupakan kegiatan usaha (business) dimana biaya dan penerimaan merupakan aspek penting.

Dari defenisi ekonomi pertanian diatas maka analisis perusahaan-perusahaan pengolahan hasil pertanian, perdagangan internasional atas hasil-hasil pertanian, kebijaksanaan pertanian, hukum-hukum dan hak-hak pertanahan termasuk bidang-bidang yang harus dipelajari oleh ekonomi pertanian.

2.1.2 Pengertian Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian merupakan proses dinamis yang pada gilirannya akan membawa dampak perubahan sosial ekonomi bagi masyarakat yang hidup dan tinggal di wilayah pedesaan, karena sebagian besar dari mereka menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian.

Iqbal dan sudaryanto (Dalam Haryono,2008) mendefinisikan pembangunan pertanian sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga di maksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change)

Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya


(27)

meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini dan (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan Potensi pertanian yang besar namun sebagian besar dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia.

Pembangunan di sektor pertanian juga rentan terhadap perubahan dan dampak-dampak lingkungan yang telah terjadi, seperti hujan asam (acid deposition) akibat pencemaran udara, serta penurunan kualitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Beberapa kendala dan masalah lain yang dihadapi adalah: (1) rendahnya kesejahteraan dan relatif tingginya tingkat kemiskinan petani dan nelayan; (2) lahan pertanian yang semakin menyempit; (3) terbatasnya akses ke sumberdaya produktif, terutama akses terhadap sumber permodalan yang diiringi dengan rendahnya kualitas SDM; (4) penguasaan teknologi masih rendah; (5) belum optimalnya pengelolaan sumberdaya , (6) terjadinya penurunan hasil hutan alam sementara hasil hutan tanaman dan hasil non kayu belum dimanfaatkan secara optimal, serta (7) lemahnya infrastruktur (fisik dan non fisik) di sektor pertanian pada khususnya dan pedesaan pada umumnya.

Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang berjudul “ Getting Agriculture Moving” dijelaskan secara sederhana dan jelas tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian. Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi : (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usaha


(28)

tani, (2) teknologi yang selalu senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (4) adanya perangsang produksi bagi petani, dan (5) tersedainya alat transportasi yang lancer dan kotinyu. Adapun syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi :

1) Pendidikan pembangunan 2) Kredit produksi

3) Kegiatan gotong royong petani

4) Perbaikan dan perluasan tanah pertanian dan, 5) Perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Beberap Negara berkembang, termasuk Indonesia, mengikuti literatur klasik karya Arthur Mosher dalam langkah kebijakan pembangunan pertanian.

Tetapi, kondisi pembangunan pertanian saat ini dalam sejarah perekonomian Indonesia sejak Pelita I hingga akhir pemerintahan Orde Reformasi, pentingnya pembangunan pertanian seringkali didengung dengungkan, namun dalam kenyataannya tetap saja pemberdayaan petani kurang diperhatikan. Kondisi pertanian saat ini diuraikan sebagai berikut:

1. Pendapatan petani masih rendah baik secara nominal maupun secara relatif dibandingkan dengan sektor lain.

2. Pembangunan pertanian yang ada kurang terkait dengan pembangunan pedesaan.

3. Kurang mampu bersaing di pasaran, sehingga membanjirnya impor khususnya komoditas hortikultura.

4. Lemahnya peran lembaga penelitian, sehingga temuan atau inovasi benih/ bibit unggul sangat terbatas.


(29)

5. Terdapat senjang produktivitas dan mutu yang cukup besar sehingga daya saing produk pertanian Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat besar untuk ditingkatkan.

6. Kurang memperhatikan aspek keunggulan komparatif yang dimiliki wilayah. Pembangunan agribisnis yang ada masih belum didasarkan kepada kawasan unggulan.

7. Usaha pertanian yang ada didominasi oleh cirri-ciri : (a) skala kecil, (b) modal terbatas, (c) teknologi sederhana, (d) sangat dipengaruhi musim, (e) wilayah pasarnya lokal , (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h) Pasar komoditi pertanian sifatnya mono/oligopsoni sehingga terjadi eksploitasi harga pada petani.

8. Pendekatan parsial yang yang bertumpu pada peningkatan produktifitas usahatani yang tidak terkait dengan agroindustri. Hal ini menunjukkan fondasi dasar agribisnis belum terbentuk dengan kokoh sehingga system dan usaha agribisnis belum berkembang seperti yang diharapkan, yang terjadi kegiatan agribisnis masih bertumpu pada kegiatan usahatani.

9. Pangsa pasar ekspor produk pertanian Indonesia masih kecil dan sementara kapasitas dan potensi yang dimilikinya lebih besar.

10. Kegiatan agroindustri masih belum berkembang. Produk – produk perkebunan semenjak zaman Belanda masih berorentasi pada ekspor komoditas primer (mentah).


(30)

11. Terjadinya degradasi kualitas sumberdaya pertanian akibat pemanfaatan yang tidak mengikuti pola-pola pemanfaatan yang berkelanjutan .

12. Masih lemahnya kelembagaan usaha dan kelembagaan petani. Usaha agribisnis skala rumahtangga, skala kecil dan agribisnis skala besar belum terikat dalam kerjasama yang saling membutuhkan , saling memperkuat dan saling menguntungkan. Yang terjadi adalah penguasaan pasar oleh kelompok usaha yang kuat sehingga terjadi distribusi margin keuntungan yang timpang (skewed) yang merugikan petani.

13. Lemahnya peran lembaga penyuluhan sebagai lembaga transfer teknologi kepada petani, setelah era otonomi daerah.

14. Kurangnya pemerintah memberdayakan stakeholder seperti perguruan tinggi, LSM, dalam pembangunan pertanian.

15. Lemahnya dukungan kebijakan makro ekonomi baik fiscal maupun moneter seperti kemudahan kredit bagi petani, pembangunan irigasi maupun pasar, dll

Menurut suhendra (Dalam Haryono, 2008) di banyak Negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan pada awal pemerintahan Indonesia pada awal masa orde baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap.

Dari defenisi diatas dapat di uraikan pula Pembangunan pada suatu daerah dilakukan dengan mengusahakan agar senantiasa tercipta perubahan-perubahan


(31)

sosial, dalam arti kata masyarakat di ajak maju, sehingga makin pandai, makin terampil,makin bergairah dan makin bersemangat bekerja.

Sasaran pembangunan sektor pertanian Provinsi Sumatera Utara adalah tingkat pertumbuhan rata-rata mencapai 3.6%/tahun dalam kurun waktu 2006-2009. Untuk mencapai target tersebut sasaran per subsektor harus ditetapkan.

Maka dipandang perlu adanya grand strategi pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil. Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran :(1) mensejahterkan petani, (2) menyediakan pangan, (3) sebagai wahana pemerataan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah, (4) merupakan pasar input bagi pengembangan agroindustri,(5) menghasilkan devisa, (6) menyediakan lapangan pekerjaan, (7) peningkatan pendapatan nasional, dan

(8) tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya.

Untuk mengerakkan perubahan-perubahan demi meningkatkan kemajuan dalam usahatani dalam rangka pembangunan pertanian, maka perlu diterapkan berupa syarat-syarat pokok yang mutlak harus dilakukan antara lain: 1. Pasaran untuk hasil-hasil usahatani

Hasil-hasil usahatani dapat dijual apabila ada permintaan dijual apabila ada permintaan maka yang harus dilakukan agar terjaminnya pasaran usahatani diperlukan peran pemerintah dalam patokan mutu, pengarahan harga, penyaluran hasil usahatani, dan informasi sehingga terbentuk suatu stimulus dalam rangka meningkatkan produksi petani.


(32)

2. Teknologi yang senantiasa berubah

Usaha untuk meningkatkan produksi dapat dari dua segi yaitu kesatuan luas serta mutunya dan untuk melaksanakan diperlukan adanya perubahan-perubahan cara salah-satunya adalah teknologi yang cenderung berubah. Dalam pelaksanaan penerapan teknologi khususnya teknologi pangan menurut bentuk fisiknya dibedakan atas:

a. teknologi hayati kimia b. teknologi mekanis

yang termasuk kedalam teknologi hayati kimiawi adalah benih unggul, pupuk buatan, pestisida serta segala jenis sarana produksi modern yang didasarkan pada proses ilmu-ilmu hayat dan ilmu kimia sedangkan dalam pengertiam teknologi mekanis dapat dikelompokkan segenap alat dan mesin pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi pertanian. Umumnya teknologi hayati kimia diterapkan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya alam proses produksi pangan, teknologi ini sangat cocok pada sumber daya alam terbatas dan teknologi mekanis umumnya dipakai di daerah-daerah yang tenaga kerja terbatas akan tetapi sumber daya alam tersedia dalam jumlah yang cukup banyak.

3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal

Bahan baku (input) dalam proses produksi sangat penting karena kombinasi yang digunakan turut menentukan produktivitas hasil pertanian. Disamping itu ketersediaan alat-alat produksi memegang peranan penting dalam proses produksi sehingga keterlibatan masyarakat dalam penyediaan bahan-bahan dan alat-alat secara langsung dapat memberdayakan daerah setempat.


(33)

4. Perangsang produksi bagi petani

Tujuan pembangunan pertanian bukan sekedar meningkatkan produksi saja juga meningkatkan gairah dan kesejahteraan petani. Karena sifat perangsang dapat diciptakan dalam bebagai bentuk seperti penghargaan, penurunan harga sarana produksi, perbaikan sistem tata niaga, dan perbaikan pelayanan sarana produksi maka sifat perangsang ini harus dilakukan.

5. Pengangkutan

Sebagai syarat lagi adalah pengangkutan yang efisien dan murah, dalam hal ini diperlukan jaringan pengangkutan yang digunakan untuk membawa hasil usahatani ke konsumen di kota besar dan kecil serta meningkatkan lalu lintas.

2.2. Usahatani

2.2.1 Pengertian Usahatani

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan diatas tanah dan sebagainya (Mubyarto 1989:66). Pada hakekatnya dalam menjalankan usahatani sama dengan menjalankan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertanian. Dilihat dari tujuannya yang bersifat ekonomis artinya petani memproduksi hasil-hasil pertanian baik untuk dijual maupun untuk konsumsi sendiri. Usahatani sebagai organisasi alam, kerja, dan modal yang ditunjukkan pada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ketatalaksanaanya berdiri sendiri atau sengaja diusahakan


(34)

oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial yang terikat genologis, teritorial sebagai pengelolaanya (Hernanto, 1993:7).

Dalam usahatani petani biasanya tidak terfokus dalam satu komoditi saja, pilihan biasanya ditunjukkan pada komoditi yang menguntungkan. Dalam menentukan komoditi ini banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain keadaan fisik (kontur) lahan, jaminan kelangsungan, fluktuasi harga komoditi, modal yang dimiliki, teknologi yang dikuasai, musim tanam dan pertimbangan ekonomis. Usahatani yang dimaksud di atas antara lain meliputi: (a) adanya lahan, tanah usahatani yang diatasnya tumbuh tanaman, ada tanah yang dibuat kolam tambak, sawah dan tegalan, (b) ada bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang lantai jemur dan lain-lain, (c) ada alat-alat pertanian seperti cangkul, garpu, linggis, sprayer, pencurahan, tenaga kerja untuk mengelola tanah untuk menanam, memelihara dan lain-lain serta (d) ada petani yang menerapkan rencana usahataninya, mengawasi jalanya usahatani dan menikmati hasil usahataninya (Hernanto, 1993:8).

Berusahatani merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh produk di bidang pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahanya. Karena dalam kegiatan itu petani yang bertindak sebagai pengelola, pekerja, dan sebagai penanam modal pada usaha tersebut, maka pendapatan yang tercermin dalam keuntungan digambarkan sebagai balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu. Analisis keuntungan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha,


(35)

(2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Secara khusus bagi petani, analisis keuntungan usahatani dapat memberikan bantuan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam usaha.

Suatu usahatani dapat dikatakan berhasil apabila situasi pendapatannya memenuhi syarat: (1) cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut, (2) cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi modal dan (3) cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah. Dalam kaitan ukuran keberhasilan suatu usahatani yang ditentukan oleh tingkat pendapatannya, lebih jauh Hadisapoetro (1973:10-13) menyatakan beberapa syarat minimal yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. Usahatani harus dapat menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar biaya semua alat-alat yang diperlukan.

2. Usahatani harus dapat membayar upah tenaga petani dalam keluarganya yang dipergunakan dalam usahatani secara layak.

3. Usahatani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat di pergunakan untuk membayar bunga modal yang dipergunakan dalam usahatani tersebut.

4. Usahatani yang bersangkutan harus paling sedikit berada dalam keadaan seperti semula.


(36)

2.2.2 Pendapatan Usahatani

Petani yang rasional akan memilih cabang usaha yang pendapatannya tinggi, sehingga dengan adanya perhitungan pendapatan suatu usahatani akan membantu petani untuk menentukan cabang usaha mana yang lebih menjanjikan pendapatan tinggi. Demikian juga halnya dengan petani yang akan memilih bentuk output yang mana menjanjikan keuntungan yang lebih baik.

Total pendapatan petani dapat bersumber dari pendapatan petani dari usahataninya dan pendapatan petani dari luar usahataninya. Hadisapoetra (1973:9) menjelaskan bahwa pendapatan petani dari usahataninya adalah sebagian dari pendapatan kotor yang karena tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usahanya dan sebagian bunga dari kekayaannya sendiri yang telah dipergunakan dalam usahataninya menjadi hak dari keluarganya. Oleh karena itu, pendapatan petani dari usahataninya juga dapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat luar.

Pendapatan kotor merupakan seluruh pendapatan yang diperoleh dari semua cabang dan sumber di dalam usahatani sekali musim panen, yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan, pertukaran atau penaksiran kembali. Pendapatan kotor ini sering disebut sebagai penerimaan usahatani yang merupakan hasil perkalian dari seluruh faktor produksi yang dihasilkan dengan harga produk.

Dalam menganalisis usahatani, terdapat dua unsur data yang harus dikumpulkan, yaitu data mengenai penerimaan usahatani dan pengeluaran-pengeluaran dalam melaksanakan usahataninya. Pengeluaran usahatani mencakup


(37)

kerja atau traktor, sewa alat-alat, perbaikan alat, biaya pengangkutan, pembayaran angsuran pokok kredit dan bunganya, pembayaran pajak dan sumbangan wajib lainnya, serta pengurangan nilai investasi (penyusutan). Pengeluaran tersebut sering disebut sebagai pengeluaran usahatani keluarga, selain itu terdapat juga pengeluaran seperti nilai tenaga kerja keluarga yang tidak dibayarkan serta bunga modal sendiri. Jumlah dari keduanya disebut total pengeluaran usahatani.

Berdasarkan uraian diatas usahatani, maka struktur pendapatan usahatani jeruk dianalisis menggunakan analisis biaya dan pendapatan dengan rumus :

π = TR – TC Dimana:

π = Pendapatan petani dari usahatani TR = Total penerimaan dari usahatani TC = Total pengeluaran pada usahatani

Pada analisis ini akan dilihat seberapa besar pendapatan usahatani dan produksi yang dihasilkan petani. Dampak peningkatan produksi dan pendapatan usahatani akan terlihat dengan menganalisis data dari petani yang memiliki akses yang luas dalam pemasaran komoditas hortikultura ini dan petani yang akses pemasarannya masih terbatas.

Penerimaan usahatani disebut sebagai pendapatan kotor usahatani dan selanjutnya dihitung dari jumlah produk dikalikan dengan harga per satuan atau dapat dirumuskan:

TR = Y·Py Dimana:


(38)

Y

= produk

Py = harga produk per satuan

Menurut Soekartawi et al, (1993:99), pendapatan kotor usahatani secara operasional dapat dihitung. Pendapatan kotor untuk tanaman meliputi (1) nilai hasil yang dijual, (2) nilai hasil yang dikonsumsi dalam rumah tangga petani, (3) nilai hasil yang digunakan untuk bibit, (4) nilai hasil yang digunakan untuk pembayaran, dan (5) nilai hasil yang masih disimpan. Pengeluaran usahatani meliputi seluruh biaya yang digunakan dalam proses produksi. Biaya dapat berwujud biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya faktor-faktor produksi variabel yaitu faktor produksi yang terpakai proses produksi atau habis terpakai dalam jangka waktu analisis usahatani. Biaya variabel sangat mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan. Biaya tetap adalah biaya faktor-faktor produksi tetap yaitu faktor-faktor produksi yang tidak habis terpakai dalam proses produksi atau tidak habis terpakai selama jangka waktu analisis usahatani. Dalam analisis jangka panjang hampir tidak terdapat biaya tetap karena semua faktor produksi bersifat variabel. Biaya tetap merupakan biaya penyusutan alat-alat, sedangkan yang temasuk biaya variabel antara lain biaya pupuk, pestisida, biaya tenaga kerja harian, dan biaya bibit.

2.2.3. Efisiensi Usahatani

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menyebut usahatani yang baik adalah usahatani yang produktif dan efisien. Usahatani yang produktif berarti bahwa usahatani tersebut mempunyai produktivitas yang tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi


(39)

usaha (fisik) dan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Dalam kaitannya dengan efisiensi usahatani ada beberapa cara pengukuran tingkat efisiensi yaitu:

1. efisiensi teknis, berkenaan dengan jumlah hasil fisik yang dihasilkan . 2. efisiensi alokatif (harga), berkenaan dengan harga dan nilai marginal. 3. efisiensi ekonomi, merupakan gabungan antara efisiensi teknis dan

efisiensi harga.

Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usahatani yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usahatani tersebut. Sering dijumpai bahwa ketidakefisienan yang terjadi justru pada lahan yang luas, hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya untuk melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi akan berkurang karena:

1. rendahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja.

2. terbatasnya persediaan tenaga kerja daerah setempat pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi usahatani tersebut.

3. terbatasnya persediaan modulasi untuk membiayai usaha pertanian dalam skala yang luas.

Sebaliknya pada lahan yang sempit, upaya pegawasan terhadap produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja terpenuhi, dan ketersediaan modal yang dibutuhkan juga tidak terlalu besar sehingga usaha pertanian yang seperti ini lebih efisien. Tetapi walaupun demikian lahan yang sempit kadangkala menghasilkan usaha yang tidak efisien juga.


(40)

Dalam prinsip hasil yang semakin berkurang (the law of diminishing return) digambarkan tentang produksi marginal (marginal product). Produk marginal adalah tambahan produksi dari penambahan suatu unit faktor produksi (cateris paribus). Mula-mula marginal produk akan menaik, kemudian menurun bahkan dapat mencapai negatif apabila faktor produksi ditambah terus. Marginal produk mencerminkan produktivitas dari faktor produksi yang bersangkutan dalam kerjasamanya dengan faktor produksi lain.

2.3. Teori Produksi

2.3.1 Pengertian Produksi

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan mengubah teknologi tertentu. Produksi dapat digambarkan sebagai berikut:

input

(kapital, tenaga kerja,

tanah dan sumber alam, output Keahlian keusahawanan) (barang

atau jasa)

Gambar 2.1 Proses Produksi

Untuk menghasilkan jumlah output tertentu, suatu usaha harus menentukan kombinasi pemakaian input yang sesuai. Jangka waktu analisis terhadap suatu usaha yang melakukan kegiatan produksi dapat dibedakan menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Analisis terhadap kegiatan produksi dikatakan

Fungsi produksi (dengan teknologi tertentu)


(41)

berada dalam jangka pendek apabila sebagian dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya (fixed input).

Dalam jangka pendek tersebut suatu usaha tidak dapat menambah jumlah faktor produksi yang dianggap tetap. Faktor produksi yang dianggap tetap biasanya adalah modal seperti mesin dan peralatannya, bangunan, dll. Sedangkan faktor produksi yang dapat mengalami perubahan (variable input) misalnya adalah tenaga kerja. Dalam jangka panjang semua faktor produksi dapat mengalami perubahan. Berarti dalam jangka panjang setiap faktor produksi dapat ditambah jumlahnya kalau memang diperlukan. Dalam jangka panjang suatu usaha dapat melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Jumlah alat-alat produksi dapat ditambah, penggunaan mesin-mesin dapat dirombak dan ditingkatkan efisiensinya, jenis-jenis komoditi baru dapat dihasilkan, dsb.

Secara umum, konsep produksi dapat dibedakan menjadi 3 bagian (Kadariah, 1994; 100), yaitu:

1. Produk Total (Total Product)

Produk total adalah jumlah total produksi yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan selama kurun waktu tertentu dengan menggunakan sejumlah input yang dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian produk total ini merupakan fungsi dari input/faktor-faktor produksi yang tersedia, sehingga besarnya sangat dipengaruhi oleh kepemilikan terhadap input yang diperlukan. Dalam hal ini fungsi produksi total dapat dirumuskan sebagai berikut:


(42)

Artinya bahwa produksi total itu merupakan variabel dependen terhadap faktor produksi (FP) yang dijadikan sebagai variabel independen, dimana:

TP = Total Product (produk total)

FP = Factor of Production (factor produksi) 2. Produksi Rata-rata (Average Product)

Produksi rata-rata adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh setiap unit (satuan) faktor-faktor produksi. Konsep ini diperoleh dengan cara membagikan total produksi dengan jumlah faktor produksi (input) yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

AP = FP TP

Dimana: AP = average product (produksi rata-rata) TP = total product (total produksi)

FP = jumlah faktor produksi yang digunakan 3. Produksi Marginal (Marginal Product)

Produk marginal merupakan perubahan (pertambahan atau penurunan) produksi yang diperoleh seiring dengan dilakukannya penambahan input. Dengan demikian konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

MP = ∆Q = Qa – Qa - 1

Dimana: MP = produksi marginal (marginal product)

Qa = total produksi setelah penambahan faktor produksi


(43)

2.3.2 Produksi Dalam Usahatani

Usahatani sesungguhnya tidak sekedar hanya terbatas pada pengambilan hasil melainkan nyata merupakan suatu usaha produksi. Dalam hal ini akan berlangsung pendayahgunaan tanah, modal, tenaga kerja, dan keterampilan sebagai faktor produksi tersebut. Jika pendayagunaannya dilakukan dengan baik akan menghasilkan hasil yang baik pula dan sebaliknya jika pengelolaanya tidak berjalan dengan baik maka hasilnya tidak dapat diandalkan. Jika hasil-hasilnya tersebut sangat baik ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas akan menghasilkan suatu kepuasan bagi produsen itu sendiri. Dengan demikian dalam produksi komoditi pertanian terdapat berbagai kegiatan dan hubungan antara sumber-sumber produksi yang digunakan dengan hasil komoditasnya.

Ditinjau dari pengertian teknis maka produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia dan hasilnya dimiliki akan lebih besar dari pengorbanan yang diberikan. Sedangkan bila ditinjau dari segi ekonomi maka pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia sehingga memperoleh suatu hasil yang kualitas dan kuantitasnya baik, sehingga menjadi komoditi yang layak diperdagangkan.

Agar lebih jelas tentang pengertian produksi maka kita dapat melihat pengertian produksi menurut Sofyan Assauri (1992:25) yang mengatakan:

“yang dimaksud dengan produksi adalah segala kegiatan dalam rangka menciptakan dan menambah kegunaan atau utility sesuatu barang dan jasa untuk kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi yang didalam ilmu ekonomi terdiri dari tanah,modal ,tenaga kerja, dan keterampilan”.

Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi ialah suatu kegiatan atau aktifitas yang dapat menambah nilai guna dan manfaat barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari uraian diatas dapat pula diperoleh


(44)

0 1 2 3 10

6 5

4 7 8

84 25 15 10 9 70 80 90 45 88 60

III

I

II

E P TPL Tenaga Kerja D MPL APL pengertian produksi pada usahatani jeruk secara khusus yaitu suatu proses produksi sehingga menghasilkan jeruk yang dapat disebut sebagai komoditi (output).

2.3.3 Tahapan produksi

Gambar 2.2 Kurva Tahapan Produksi, Produksi Rata-rata dan Produksi Marginal

Berdasarkan data dan grafik pada gambar 2.2 dapat ditemukan tahapan (stage) produksi, apakah sebagai tahap I, tahap II, dan tahap III. Tahap I ditunjukkan dari penggunaan 1 input tenaga kerja sampai pada perpotongan marginal product dengan average product. Tahap II dimulai dari MP = AP sampai pada maksimum total product dengan MP = 0. Tahap III dimulai total


(45)

product mengalami penurunan dan diikuti oleh marginal product yang negatif. Tahap I penggunaan tenaga kerja relative kecil sehingga total produksi masih memungkinkan untuk ditingkatkan, tahapan ini merupakan irrational stage sebagaimana tahap III dimana penambahan jumlah input tenaga kerja justru menurunkan jumlah produksi. Tahap II merupakan rational stage dimana penambahan input tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah produksi. Dengan demikian berdasarkan ketiga tahapan produksi diatas, terbaik terdapat pada tahap produksi II (Nasution, S. H., 2007; 59).

2.3.4 Faktor produksi

Dalam suatu kegiatan usahatani selalu melibatkan faktor-faktor produksi (input) untuk menghasilkan suatu produk (output). Menurut Mosher (1965), produksi pertanian dalam pengusahaanya selalu menggunakan input untuk menghasilkan output, dimana input merupakan segala sesuatu yang diikutsertakan dalam proses produksi seperti penggunaan tanah (lahan), tenaga kerja, modal, sarana produksi, dan pengelolaan. Oleh karena itu, perkembangan usahatani atau tingkat dari suatu produksi tidak terlepas dari perkembangan faktor-faktor tersebut.

2.3.4.1. Lahan

Luas lahan adalah luas tanah yang mampu menghasilkan hasil panen. Luas panen di sini adalah mencakup semua luas tanah atau lahan yang mampu menghasilkan hasil panen untuk tanaman bahan pangan.


(46)

biologi dan fisika yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman atau budi daya tanaman. Dalam hubungannya dengan kebutuhan hidup tanaman tersebut tanah berfungsi sebagai: tunjangan mekanis sebagai tempat tanaman tegak dan tumbuh, penyedia unsur hara dan air, dan lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktivitas fisiologinya.

Lahan termasuk dalam modal tetap dan merupakan salah-satu faktor produksi yang sangat berperan dalam setiap usaha yang dilakukan. Menurut Mubyarto (1989) lahan merupakan salah-satu faktor produksi yang merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu dimana tempat produk itu berjalan dan darimana hasil produksi itu keluar.

Dalam hubungannya dengan faktor produksi, jumlah produksi ditentukan oleh keadaan lahan usahatani yang meliputi kualitas (kesuburan) dan kuantitas (luas lahan). Kualitas dan kuantitas lahan tersebut akan mempengaruhi produktivitas, lahan yang subur akan memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan lahan yang kurang subur. Pada lahan-lahan yang tingkat kesuburannya sama namun luas lahan yang diusahakan berbeda maka produksi yang dihasilkan akan berbeda pula.

Lahan mempunyai sifat yang khusus sehingga dikatakan sebagai faktor produksi. Sifat khusus tersebut diantaranya luasnya relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan dan dapat dipindahtangankan atau dijualbelikan. Semakin luas lahan yang diusahakan maka produksi yang dihasilkan secara kuantitas akan cenderung meningkat.

Di samping itu, ada kemungkinan sebidang tanah tidak secara langsung dipakai oleh pemiliknya sebagai modal untuk usahatani tetapi dipakai sebagai alat


(47)

mencari kredit atau membayar hutang-hutang. Sebagai faktor produksi, tanah mendapat bagian dari hasil produksi karena jasanya dalam produksi itu. Pembayaran atas jasa produksi ini dikatakan sewa tanah (rent). David Ricardo, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dikenal sebagai salah seorang penulis terkemuka dalam soal sewa tanah dengan teorinya mengenai sewa tanah differensial, dimana ditunjukkan bahwa tinggi rendahnya sewa tanah adalah disebabkan oleh kesuburan tanah, makin subur tanah makin tinggi sewa tanah.

Dari beberapa pendapat yang telah disebutkan, dapat diketengahkan sebuah simpulan mengenai tanah sebagai komponen hidup dari lingkungan yang sangat penting terutama bagi hidupnya tumbuhan bahan pangan. Karena tanah merupakan salah satu usaha pada bidang pertanian yang memiliki kandungan nutrisi yang sangat diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting lainnya. Oleh sebab itu luas panen atau sering disebut luas tanah yang mampu memberikan hasil panen atau produktivitas pertanian sebagai suatu proses dalam produksi bidang pertanian.

2.3.4.2. Modal

Modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi lahan dan tenaga kerja digunakan untuk menghasilkan suatu barang baru atau hasil pertanian dalam suatu proses produksi. Sedangkan modal merupakan bentuk kekayaan berupa uang tunai ataupun barang yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu barang. Pengertian barang disini meliputi alat-alat produksi dan sarana produksi pertanian lainnya seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan (Mubyarto,1989).


(48)

Menurut hernanto (1991), modal menurut sifatnya dibedakan menjadi modal tetap (fixed cost) yaitu modal yang tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi, seperti tanah, bangunan dan alat pertanian. Sedangkan modal bergerak (variable cost) yaitu modal yang habis terpakai dalam satu kali proses produksi seperti uang tunai yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Sumber modal petani bisa berasal dari petani itu sendiri maupun dari luar usahatani.

2.3.4.3. Tenaga kerja

Tenaga kerja dalam kegiatan usahatani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal dan teknologi. Soehardjo dan patong (dalam Daniel.2002) menyatakan bahwa tenaga kerja dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha yang dijalankan. Ditinjau dari segi umum pengertian tenaga kerja menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa dan mempunyai nilai ekonomi yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat, secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia.

Tenaga kerja adalah pengertian tentang potensi yang terkandung dalam diri manusia yang dikaitkan dengan perdagangan di berbagai kegiatan atau usaha yang ada keterlibatan manusia, yang dimaksud adalah keterlibatan unsur-unsur jasa atau tenaga kerja. Yang biasa disebut sebagai tenaga kerja pada dasarnya adalah penduduk pada usia kerja (15-64 tahun), dan dapat pula dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk yang secara potensial dapat bekerja.

Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan usaha pertanian. Jumlah kerja yang dicurahkan untuk tiap kegiatan berbeda-beda, dimana semakin banyak


(49)

jumlah produk yang dihasilkan semakin besar yang akan berdampak pada pendapatan yang semakin besar pula.

2.3.4.4. Curahan Kerja

Peningkatan jumlah produksi dalam suatu lahan, selain bibit, pupuk, dan pestisida diperlukan sejumlah tenaga kerja. Tenaga kerja yang ada bisa berasal dari dalam dan luar keuarga. Tanpa orang bekerja tidak dapat dicapai produksi yang baik. Faktor tenaga kerja disini dapat dilihat dari jumlah curahan kerja.

Dalam usahatani tenaga kerja dibedakan atas dua macam yaitu menurut sumber dan jenisnya. Menurut sumbernya tenaga kerja berasal dari dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar keluarga. Sedangkan menurut jenisnya didasarkan atas spesialis pekerjaan kemampuan fisik dan keterampilan dalam bekerja yang dikenal tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga dipengaruhi oleh skala usaha yang dilakukan, semakin besar skala usaha maka penggunaan tenaga kerja cenderung semakin meningkat.

Penilaian terhadap penggunaan tenaga kerja biasanya digunakan standarisasi satuan tenaga kerja yang biasanya disebut dengan “Hari Kerja Pria” atau HKP. Namun, tidak selamanya penambahan dan pengurangan tenaga kerja mempengaruhi produksi, karena walaupun jumlah tenaga kerja tidak berubah tetapi kualitas dari tenaga kerja lebih baik maka dapat mempengaruhi produksi.

2.3.4.5. Kualitas Tenaga Kerja

Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan segala jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Menurut Hernanto (1991), kerja


(50)

manusia tersebut dipengaruhi oleh (a) umur, (b) tingkat pendidikan, (c) pengalaman, (d) faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani, dan (e) keterampilan.

2.3.4.6. Keterampilan (skill)

Untuk memperoleh hasil tani yang baik, petani berusaha mempunyai keahlian dalam produksi pertaniannya, keahlian ini yang disebut dengan skill yang merupakan syarat mutlak dari peningkatan hasil pertanian yang diinginkan, menurut Soemitro Djoyohadikusumo pengertian pembangu

nan ekonomi adalah suatu usaha untuk memperbesar pendapatan perkapita dan menaikkan produktivitas perkapita dengan jalan menambah peralatan modal dan keterampilan agar satu sama lainnya menambah pendapatan yang lebih besar dan produktivitas yang lebih tinggi.

Dari pengertian tersebut menjelaskan bahwa keterampilan dan modal mempunyai peranan yang sejalan dalam pembangunan ekonomi. Dahulu, masa pertanian di mana keterampilan kurang mendapat perhatian atau disebut dengan petani tradisional, petani memproduksi hasil-hasil pertanian dengan mengkesampingkan aspek keahlian dan pengetahuan, sehingga hasil pertanian mereka tidak berkembang dengan baik. Oleh karena itu, keterampilan sangat penting dalam proses produksi, sebab di Indonesia sendiri keterampilan kurang ditekankan dan tenaga kerja sektor pertanian masih didominasi oleh tenaga kerja yang mengolah pertanian berdasarkan pengalaman turun-temurun.


(51)

2.4. Hukum Hasil Lebih Yang semakin Berkurang

Hukum hasil lebih yang semakin berkurang merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari hubungan diantara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Hukum hasil lebih yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun. Dengan demikian hukum hasil lebih yang semakin berkurang dapat dibedakan menjadi tiga tahap yaitu:

a. Tahap pertama: Produksi total mengalami pertambahan yang semakin kuat

b. Tahap kedua: Produksi total pertambahannya semakin lambat c. Tahap ketiga: Produksi total semakin lama semakin berkurang

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris, agar diketahui pokok permasalahan apa yang sedang dihadapi dan bagaimana memecahkan permasalahan tersebut.


(52)

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan cara sebagai berikut:

3.1. Ruang Lingkup Penelitian dan Daerah Penelitian.

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Berastagi Kabupaten Karo.Dengan alasan, karena lokasi tersebut sebagian besar penduduknya bermata pencaharian usahatani jeruk. Sehingga sangat mendukung untuk dilakukan penelitian di daerah tersebut.

3.2. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam pengumpulan data dan informasi tentang berbagai hal yang menyangkut Harga jeruk, Biaya pupuk yang digunakan, dan Hasil panen. informasi lain yang berkaitan dengan perkebunan jeruk tersebut tentunya diperoleh melalui penelitian di Berastagi Kabupaten karo. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data skunder.

Data primer dalam penulisan skripsi ini adalah data-data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu data dari masyarakat yang memiliki usaha tanaman jeruk di Berastagi kabupaten karo dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan penulis sebelumnya.

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan, buku literatur, internet, Dinas Pertanian daerah setempat, serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian.

3.3 Penentuan Populasi dan Sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah para petani jeruk yang tinggal di Berastagi Kabupaten Karo dengan jumlah dari populasi ini sendiri sebanyak 100


(53)

petani jeruk. Dimana kriteria dalam pengambilan sampel dilakukan dengan metode judgement sampling (purposive sampling) yakni tekhnik penentuan sampel dengan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dari beberapa desa di Berastagi dengan maksud penelitian. dengan menggunakan rumus slovin sebagai berikut :

2

1

e

n

Ν

+

Ν

=

Dimana :

n = Ukuran sample N = Ukuran populasi

e = Nilai kritis ( batasan ketelitian yang diinginkan / persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi dengan nilai kritis 10% )

( )

2

1

,

0

100

1

100

+

=

n

2

100

=

n

50

=

n

Jumlah sampel yang diambil sebanyak 50 petani jeruk. Menurut pendapat Gay dan Diehl secara umum jumlah sampel minimal yang dapat diterima untuk suatu studi tergantung jenis studi yang dilakukan. Sampel yang digunakan untuk studi korelasional, dibutuhkan minimal 30 sampel untuk menguji ada tidaknya hubungan ( Kuncoro: 2003).


(54)

1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti. Dalam hal ini pengamatan langsung ke Berastagi kabupaten Karo dengan melihat faktor faktor yang mempengaruhi pendapatan petani jeruk.

2. Wawancara, yaitu salah satu tekhnik pengumpulan data dan informasi dengan mewawancarai petani jeruk di Berastagi kabupaten Karo.

3. Kuesioner (daftar pertanyaan), yaitu salah satu tekhnik pengumpulan data dan informasi dengan cara menyebarkan angket (daftar pertanyaan) kepada responden di perkebunan jeruk di Berastagi Kabupaten Karo yang dijadikan sampel penelitian.

4. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui telaah berbagai literature yang relevan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada didalam penulisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku buku, Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan departemen terkait, internet dan lain lain.

3.5. Pengolahan Data.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputer yaitu E-views 5.1.

3.6. Model Analisis Data.


(55)

jeruk di Berastagi dengan mengunakan analisis Regresi Berganda karena variabel Dependent di pengaruhi empat variabel independent.

Fungsi matematika adalah :

Y = f(X1, X2, X3)………. 1 )

Kemudian fungsi di atas di transformasikan ke dalam model ekonometrika dengan bersamaan regresi linier berganda dalam spesifikasi model sebagai berikut :

Y = α + β1X1+ β2X2+ β3X3 + µ... 2 )

Keterangan:

Y = Pendapatan petani jeruk (Rp/Tahun)

X1 = Harga jeruk (Rp/Kg)

X2 = Biaya pupuk (Rp/Tahun)

X3 = Hasil panen (Kg/Tahun)

α = Intercept/konstanta.

β1,β2,β3,β4 = Koefisien regresi.

μ = Term of error ( kesalahan pengganggu).

Sehingga bentuk matematis hipotesis tersebut diatas adalah sebagai berikut:

1

X Y

>0, artinya apabila X1 (Harga jeruk) bertambah, maka Y (pendapatan

petani jeruk) akan meningkat, ceteris paribus.

2

X Y

>0, artinya apabila X2 (Biaya Pupuk) bertambah, maka jumlah


(56)

3

X Y

>0, artinya apabila X3 (Hasil panen) bertambah, maka jumlah

pendapatan petani jeruk akan meningkat, ceteris paribus.

3.7. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.7.1. Koefisien Determinasi (R – Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0<R²<1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya.

3.7.2 Uji t-Statistik.

Uji t-Statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak signifikan terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho:bi = b Ha:bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-I nilai parameter hipotesis biasanya b dianggap = 0 artinya,tidak ada pengaruh variabel X1

terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel indevenden yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila t-hitung < t-tabel maka


(57)

pada tingkat kepercayaan tertentu H0 diterima artinya, bahwa variabel independen

yang diuji tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t* = Sbi

b

bi )

( −

dimana:

bi = kofisien variabel ke-i. b = nilai hipotesis nol.

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : β =0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : β ≠0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7.3 Uji F- Statistik.

Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut:


(58)

Ho:b1=b2=bk……….bk= 0 (tidak ada pengaruh)

Ha:b2=0………..………….i = 1(ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F- hitung dengan nilai F- tabel. Jika F-hitung> F-Tabel maka Ho ditolak, yanga artinya variabel independen secara bersama sama mempengaruhi variabel dependen. Jika F- hitung < F-tabel maka Ho diterima, artinya variabel independen secara bersama sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

F-hitung=

(

(

)

)

(

n k

)

R k R − − − 2 2 1 1 Dimana:

R2 = koefisien determinasi.

k = Jumlah variabel independent + intrcef. n = Jumlah sampel.

Kriteria pengambilan keputusan : 0

: 1 2

0 β =β =

H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel

independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

0 :β1 ≠β2

a

H Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(59)

3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik.

Uji penyimpangan asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolineritas dan heterokedastisitas dalam hal estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji f yang dilakukan sebelumnya tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

3.8.1. Multikolineritas (Multikolinearity)

Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikoleanerity dapat dilihat dari nilai R- Square, F- hitung, t- hitung, serta standard error. Adanya multikoleanerity ditandai dengan:

1. Standard error tak terhingga.

2. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α=5%,α=10%,

α= 1%.

3. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori 4. R- Square sangat tinggi.

3.8.2. Heterokedastisitas

Heterokedastisitas merupakan salah satu asumsi OLS jika varian residualnya tidak sama. Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas dilakukan dengan white test yaitu dengan cara meregres logaritma residual


(60)

kuadrat terhadap semua variabel penjelas. Pada white test terhadap beberapa tahap, antara lain:

- Membuat regresi persamaan dan mendapatkan residualnya. - Uji dengan chi- Square tabel (χ2)

χ 2

=n. R2 Dimana : n = jumlah observasi.

:R2= koefisien determinasi

Keputusan ada tidaknya heterokesdastisitas ditemukan jika:

• χ2

hitung > χ2 tabel, maka ada heterokedastisitas.

• χ2hitung <χ2

tabel,tidak ada heterokedastisitas.

3.8.3. Uji Normalitas

Asumsi dalam OLS adalah nilai rata rata dari faktor pengganggu (μi)

adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji Normalitas dengan menggunakan Jarque – Bera Test (J-B test). Cara lain untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal dengan menggunakan J-B test adalah dengan melihat angka probability. Apabila angka probability > 0.05 maka data berdistribusi normal. Sebaliknya apabila angka probability < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.

3.8.4. Uji Linearitas.

Uji ini digunakan untuk dapat melihat apakah spesifikasi model yang akan digunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini akan dapat


(61)

diketahui bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan kedalam model empiris. Salah satu uji yang digunakan untuk menguji linearitas adalah uji Ramsey (Ramsey Reset Test). Pedomannya apabila F* > F-tabel, maka hipotesis nol yang mengatakan bahwa spesifikasi model yang digunakan dalm bentuk fungsi linear adalah benar ditolak. Sedangkan apabila nilai F* < F- tabel maka hipotesis nol yang mengatakan bahwwa spesifikasi model yang digunakan dalam bentuk fungsi linear adalah benar tidak dapat ditolak. (Wahyu Ario Pratomo dan Paidi Hidayat, 2007: 93)

3.9. Defenisi Operasional

1. Pendapatan petani jeruk adalah pendapatan kotor (dalam Rp per panen) yang diterima petani jeruk. Satuan (Rp/Thn)

2. Harga jeruk adalah harga jeruk yang diterima oleh petani dari hasil penjualan produksinya. Satuan (Rp/Kg).

3. Biaya pupuk adalah biaya pembelian pupuk yang dikeluarkan oleh petani jeruk. Satuan (Rp)

4. Hasil panen adalah jumlah panen jeruk yang dihasilkan oleh petani selama satu kali musim panen. Satuan (Kg).


(62)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian a. Kondisi geografis

Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini secara geografis berada diantara 2º50’ - 3º19’


(63)

Lintang Utara dan 97º55’ - 98º38’ Bujur Timur , dengan ketinggian antara 120 - 2.600 Meter di atas permukaan laut.

Secara administratif, Kabupaten ini mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang  Sebelah Selatan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir

 Sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun  Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi Nangroe Aceh

Darusalam)

Kecamatan Berastagi adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayahnya adalah 30,50 Km² yang terdiri dari 5 Desa dan 4 Kelurahan yaitu Gurusinga, Raya, Rumah Berastagi, Tambak Lau Mulgap II, Gundaling II, Gundaling I, Tambak Lau Mulgap I, Sempajaya, dan Doulu dengan jumlah penduduk sebesar 45.011 jiwa. Kecamatan Berastagi mempunyai ketinggian 1000-1400 Meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata yang berkisar antara 18,4ºC – 19,3ºC.

Adapun batas-batas daerah Kecamatan Berastagi adalah sebagai berikut :  Sebelah Utara dengan Kabupaten Deli Serdang

 Sebelah Selatan dengan Kecamatan Kabanjahe

 Sebelah Timur dengan Kecamatan Tigapanah dan Barusjahe  Sebelah Barat dengan Kecamatan Simpang Empat

Tabel 4.1

Luas Wilayah Menurut Desa/ Kelurahan di Kecamatan Berastagi Tahun 2008


(64)

Sumber : Data Kantor Kecamatan Berastagi 2008

b. Tata Guna Tanah

Kecamatan Berastagi mempunyai luas wilayahnya adalah 30,50 Km² yang terdiri dari Tanah sawah, Lahan kering, Bangunan/Pekarangan dan lainnya. Menurut jenis penggunaan tanah di Kecamatan Berastagi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2

Luas wilayah (Ha) Menurut Jenis Penggunaan Tanah dan Desa/ Kelurahan di Kecamatan Berastagi Tahun 2008

No Desa/Kelurahan Tanah Sawah

Tanah Kering

Bangunan/ Pekarangan

Lainnya Jumlah

1 Gurusinga - 474 112 14 600

2 Raya - 362 126 12 500

1 Gurusinga 6,00 19,67

2 Raya 5,00 16,38

3 Rumah Berastagi 3,50 11,48

4 Tambak Lau Mulgap II 1,00 3,28

5 Gundaling II 2,00 6,56

6 Gundaling I 2,00 6,56

7 Tambak Lau Mulgap I 1,00 3,28

8 Sempajaya 6,50 21,31

9 Doulu 3,50 11,48


(65)

3 Rumah Berastagi - 184 103 63 350

4 Tambak Lau Mulgap II - 20 65 15 100

5 Gundaling II - 16 180,5 3,5 200

6 Gundaling I - 8 190 2 200

7 Tambak Lau Mulgap I - 2 97 1 100

8 Sempajaya - 426 120 104 650

9 Doulu 177 25 16 132 350

Jumlah 177 1517 1009,5 346,5 3050

Sumber : Mantri Peratanian Kecamatan Berastagi 2008

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penggunaan tanah yang terbesar di Kecamatan Berastagi adalah Tanah kering dengan jumlah 1.517 Ha disusul dengan penggunaan tanah Bangunan/ pekarangan sebesar 1009,5 Ha untuk penggunaan tanah Lainnya sebesar 346,5 Ha, Sedangkan Penggunaan tanah yang terkecil adalah untuk lokasi Tanah sawah yang berada di Desa Doulu sebesar 177 Ha.

c. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Berastagi pada tahun 2008 sebanyak 45.011 jiwa, 10.464 rumah tangga. Dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 21.130 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 23.881 jiwa.

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Desa/Kelurahan Tahun 2008


(66)

1 Gurusinga 1939 2111 4050

2 Raya 2131 2395 4526

3 Rumah Berastagi 3259 3607 6866

4 Tambak Lau Mulgap II 1523 1746 3269

5 Gundaling II 2493 2836 5329

6 Gundaling I 4003 4710 8713

7 Tambak Lau Mulgap I 1297 1484 2781

8 Sempajaya 3498 3891 7389

9 Doulu 987 1101 2088

Jumlah 21130 23881 45011

Catatan : Jumlah adalah Penduduk Pertengahan Tahun 2008 Sumber : Proyeksi Penduduk Tahun 2008 BPS Kabupaten Karo

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang dianut di Kecematan Berastagi Tahun 2008

No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Islam 17773 39,49

2 Katolik 8118 18,04

3 Kristen Protestan 18637 41,40

4 Hindu/Budha - -


(67)

Sumber : Data Kantor Kecamatan Berastagi 2008

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat Kecamatan Berastagi banyak menganut agama Kristen Protestan yaitu 18.637 jiwa dan agama Islam sebesar 17.773 jiwa, serta agama Katolik sebesar 8118 jiwa dan menganut kepercayaan Lainnya sebesar 483 jiwa.

d. Mata Pencaharian

Sesuai dengan kondisi sumber daya alam pada umumunya mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Berastagi adalah sebagai Petani, disamping itu ada juga yang lain seperti Berdagang, Pegawai dan Karyawan serta yang lain-lainnya. Berikut ini dapat dilihat jumlah Tenaga Kerja yang bekerja menurut lapangan pekerjaan dan Desa/Keluruhan pada tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk yang Bekerja Berdasarkan Mata Pencaharian dan Desa/Kelurahan Tahun 2008

No Desa/Kelurahan Pertanian Industri/ Jasa

PNS/ TNI

Lainnya Jumlah (jiwa)

1 Gurusinga 1558 90 90 27 1765

2 Raya 1786 63 125 24 1998


(68)

3 Rumah Berastagi 2485 193 101 38 2817

4 Tambak Lau Mulgap II 1368 118 66 32 1584

5 Gundaling II 2715 203 174 51 3143

6 Gundaling I 3318 251 259 45 3873

7 Tambak Lau Mulgap I 1072 193 133 20 1418

8 Sempajaya 3561 597 80 47 4285

9 Doulu 1098 64 13 28 1203

Jumlah 18961 1772 1041 312 22086

Sumber : Koordinator Statistik Kecamatan Berastagi

Dari data diatas dapat dilihat bahwa Penduduk di Kecamatan Berastagi memang sebagian besar bekerja sebagai Petani yaitu dengan jumlah 18.961 jiwa dan disusul oleh Industri/Jasa sebesar 1.772 jiwa, dan Pegawai Negeri Sipil/TNI sebesr 1041 jiwa , dan yang Lain-lainnya sebesar 312 jiwa.

Mata pencaharian sebagian Kecamatan Berastagi adalah usahatani. Jenis tanaman yang banyak di tanami berupa Sayur-sayuran dan Buah- buahan. Dapat

dilihat dari Luas panen, Produksi dan Rata-rata Produksi yang diusahakan petani.

Tabel 4.6

Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Menurut Jenis Sayur-Sayuran Yang di Tanam Tahun 2008

No Jenis Sayuran Luas Panen Produksi (Kw) Rata-rata Produksi (Kw/Ha)

1 Petsai 150 39900 266,00


(69)

3 Cabe 84 7280 86,67

4 Ercis 47 4180 88,94

5 Kentang 177 26500 149,72

6 Kubis 202 74500 368,82

7 Labu Siam 3 600 200,00

8 Lobak 62 27320 440,65

9 Tomat 94 12550 133,51

10 Wortel 172 56420 328,03

Sumber : Mantan Kecamatan Berastagi

Tabel 4.7

Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Menurut Jenis Buah-Buahan Yang di Tanam Tahun 2008

No Jenis Sayuran Luas Panen Produksi (Kw) Rata-rata Produksi (Kw/Ha)

1 Jeruk 8400,00 163,00 51,53

2 Markisa 113,10 12,00 9,43

3 Terong Berastagi 183,00 32,00 5,72

4 Alpokat 7,50 0,26 28,85

5 Kesemak 47,00 3,38 368,82

6 Biwa 3,14 0,36 440,65

Sumber : Mantan Kecamatan Berastagi

e. Tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Suatu Penduduk daerah merupakan salah satu indikator yang menunjukkan tingkat kemajuan dan tingkat keberhasilan pembangunan di daerah tersebut. Penduduk Kecamatan Berastagi tingkat pendidikan telah demikian maju pesat, hal ini dapat kita buktikan dimana sebagian


(70)

besar penduduknya sudah bersekolah walaupun masih terdapat penduduk yang tidak bersekolah.

Sarana Pendidikan yang tersedia adalah 26 (dua puluh enam) unit Sekolah Dasar Negeri maupun Swasta yang terdiri dari 18 unit SD Negeri dan 8 Unit SD Swasta yang memiliki Jumlah keseluruhan murid ± 6736 orang , dan 8 (delapan) unit sekolah SMP Negeri maupun Swasta yang memiliki ± 3716 orang murid, dan untuk unit sekolah SMU berjumlah 8 (delapan) unit.

Untuk lebih jelas sarana pendidikan di Kecamatan Berastagi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8

Distribusi Berdasarkan Sarana Tingkat pendidikan Di Kecamatan Berastagi Tahun 2008

No Jenis Pendidikan Unit Sekolah Negeri/Swasta Jumlah Murid SD,SMP

1 TK - -

2 SD 26 6736

3 SMP 8 3716

4 SMU 8 2762

Jumlah 42 13214

Sumber : Dinas Pendidikan Kecamatan Berastagi

f. Perumahan dan Fasilitasnya

Kebutuhan akan perumahan yang layak merupakan hal yang dasar setelah kebutuhan akan makanan dan pakaian. Oleh karena itu GBHN 1998 menyatakan bahwa masalah rumah sebagai salah satu bagian penting dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat banyak. Sebagai salah satu


(1)

Lampiran 7

Uji Heterokedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 38.01669 Probability 0.000000 Obs*R-squared 44.76646 Probability 0.000001

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/20/10 Time: 23:25 Sample: 1 50

Included observations: 50

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4.31E+15 2.11E+15 2.037610 0.0482 X1 -1.22E+12 9.27E+11 -1.319926 0.1944 X1^2 1.11E+08 1.05E+08 1.055812 0.2974 X1*X2 34075.95 25750.59 1.323308 0.1932 X1*X3 -11302120 10168389 -1.111496 0.2730 X22 -2.36E+08 1.16E+08 -2.035391 0.0485 X2^2 4.805668 3.239969 1.483245 0.1458 X2*X3 -2177.092 2772.548 -0.785232 0.4369 X3 3.84E+10 4.63E+10 0.828441 0.4123 X3^2 550315.5 543359.1 1.012803 0.3172 R-squared 0.895329 Mean dependent var 1.91E+14 Adjusted R-squared 0.871778 S.D. dependent var 4.82E+14 S.E. of regression 1.72E+14 Akaike info criterion 68.57733 Sum squared resid 1.19E+30 Schwarz criterion 68.95974 Log likelihood -1704.433 F-statistic 38.01669 Durbin-Watson stat 1.972098 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

Dependent Variable: WY Method: Least Squares Date: 10/20/10 Time: 23:42 Sample: 1 50

Included observations: 50

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -70723123 5646328. -12.52551 0.0000 WX1 46580.04 3988.130 11.67967 0.0000 WX2 1.802261 0.712974 2.527808 0.0150 WX3 4087.743 282.3416 14.47800 0.0000 R-squared 0.978691 Mean dependent var 71811312 Adjusted R-squared 0.977301 S.D. dependent var 30073331 S.E. of regression 4530920. Akaike info criterion 33.56737 Sum squared resid 9.44E+14 Schwarz criterion 33.72033 Log likelihood -835.1842 F-statistic 704.2235 Durbin-Watson stat 1.451685 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 8

Tanaman Jeruk Berumur 3.5 Tahun

Tanaman Jeruk Berumur 5 Tahun


(4)

Tanaman Jeruk Berumur 10 Tahun

Lahan Tanaman Jeruk yang Baru di Bersihkan


(5)

Pupuk Kandang yang digunakan Petani Jeruk

Tempat Penyimpanan Alat – alat Untuk Beladang

Salah Satu Pemilik Lahan Jeruk dengan Tanaman Jeruk


(6)

Peneliti mewawancarai langsung salah satu Petani jeruk yang ada di Berastagi Kabupaten Karo