BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Bulan-bulan - Kepadatan, Distribusi dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Bulan-bulan
Berdasarkan Integrated Taxonomic Information System (ITIS) Report dengan Nomor Serial: 553289 (2014) ikan bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom Phylum Superclass Class Order Family Genus Species : Megalops cyprinoides Broussonet (1782)
2.2 Morfologi Ikan Bulan-bulan
Menurut Saanin (1984) ciri ikan bulan-bulan, kepala simetris, garis rusuk di atas sirip dada, sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku, sirip perut terletak jauh ke depan, bersisik, tidak bersungut, tidak berjari-jari keras, lubang insang besar, bertulang dagu di antara cabang tulang rahang bawah, bergaris rusuk, pada sirip punggung. Tubuh agak lebar dan pipih dengan sisik besar, sirip punggung tunggal terletak di tengah dengan jari terakhir memanjang dan berfilamen, rahang bawah menonjol melebihi ujung mulutnya, tidak ada sisik tebal, hijau kebiruan di atas, warna keperakan pada sisik, ukuran tubuh sampai 150 cm (White et al. 2013). Gambar 1. Morfologi Ikan Bulan-bulan Keterangan: (L.L=Linea Literalis), (D=Dectoral fin), (C=Caudal fin),
(P=Pectoral fin), (V=Ventral fin), dan (A=Anal fin)
2.3 Habitat Ikan Bulan-bulan
Menurut Genisa (1999) ikan bulan-bulan hidup di perairan pantai, muara sungai, kadang-kadang masuk ke air tawar dan termasuk ikan pelagis. Habitat hidup aslinya ikan bulan-bulan yakni bisa hidup di laut maupun air tawar, namun lebih banyak dijumpai di daerah air payau. Ikan ini paling suka hidup di muara sungai, pantai dan rawa-rawa hutan bakau, laguna, situ atau danau (2014) dan 2013). Ikan bulan-bulan dewasa umumnya ditemukan di laut, tapi ikan muda ditemukan di muara sungai, teluk dalam, hutan mangrove, dan rawa payau tergantung pada gelombang 2013).
Ikan ini mendiami habitat air tawar dan laut. Oleh karena itu ikan ini sering ditemukan di daerah muara sungai atau dekat dengan muara sungai, dimana ikan bulan-bulan sering melakukan perjalanan masuk dan keluar dari air tawar tergantung pada gelombang (amphidromus) .
2.4 Distribusi Ikan Bulan-bulan
Daerah penyebaran ikan bulan-bulan ini meliputi hampir seluruh perairan pantai Indonesia terutama Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru, meluas sampai ke utara dan ke selatan perairan tropis Australia, ke barat sampai pantai timur Afrika dan ke timur Kepulauan Hawai (Genisa, 1999).
Distribusi ikan bulan-bulan meliputi: Indo Pasifik: Laut Merah dan Natal, Afrika Selatan Ke Kepulauan Society, Utara ke Korea Selatan, selatan ke Arafura Laut dan New Wales, Pulau Tinggi (Pulau Caroline dan Pulau Mariana) di Mikronesia, Laut Cina Selatan, Selat Taiwan, dan Timur Laut China 2014). Menurut IUCN (2013) distribusi ikan bulan- bulan ini secara luas mulai dari Indo Pasifik , Pantai Timur Afrika, Semenajung Arab, seluruh Asia Selatan dan Tenggara , Polinesia Prancis (kepulauan Society), ke Utara sampai Jepang dan ke Selatan sampai Australia.
Ikan bulan-bulan penyebarannya meliputi Laut Arafura, New Wales Selatan, Pulau Carolina, Pulau Mariana, sebahagian dataran rendah Shire di Malawi dan di persimpangan Runde di Zimbabwe, Sungai Zambesi hingga Morrameu dan Sungai Micelo hingga Malingapanzi, Laut China Selatan, Selat Taiwan dan China Timur Laut 2013).
2.5 Reproduksi dan Siklus Hidup Ikan Bulan-bulan
Menurut Kuncoro dan Ardi Wiharto (2009) untuk mencapai usia dewasa dan mampu bereproduksi ikan bulan-bulan perlu waktu sekitar 1,4
- – 4,4 tahun. Ikan dewasa (ukuran 1000 mm) yang matang gonad bermigrasi ke perairan pantai untuk memijah (Ault, 2008). Menurut Tzeng et al (1998) ada 2 jenis spesies tarpon yaitu indo pacif tarpon (Megalops cyprinoides) dan tarpon atlantik (Megalops atlanticus), keduanya adalah ikan yang memijah di laut.
Lebih lanjut menurut Tzeng et al (1998) kedua jenis ikan ini dapat mentolerir berbagai salinitas. Setelah menetas, larva ikan menuju ke daerah perairan pantai. Kemudian setelah bermetamorphosis menjadi tarpon muda sering ditemukan di muara sungai, teluk, kawasan mangrove dan bahkan di bagian hulu sungai.
2.6 Makanan dan Kebiasan Makan Ikan Bulan-bulan
Ikan bulan-bulan ini suka berkelompok/ bergerombol untuk mencari makan yakni ikan-ikan kecil dan krustacea 2013). Menurut Jhingran (1982) ketika masih kecil ikan bulan-bulan mengkonsumsi Cycops,
Dhapnia , Cyprid, Rotifera, Diatom, dan Algae berfilamen. Ketika dewasa, ikan ini
memakan anak ikan, dan krustacea kecil, Mysid, serangga dan larvanya, serta hewan- hewan kecil lainnya.
Tabel 1. Makanan Dikonsumsi Ikan Bulan-bulan Berdasarkan 4 Penelitian
Makanan Coates, Rao & Pusey et Ley, Rata-rata 1987 Padam, 1999 al., 2004 2005 (%)
- Kepiting
17
17 Krustacea 45 -
17
10
24
24 - Ikan
29
83
45 Serangga
95
31
40
83
62
5 - - - Larva
5
- Cacing
11 - -
11
- Udang
17
17 Penaeid
2 - Tanaman
5 15 - Sumber: Ault, 2008
2.7 Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan
Menurut Effendie (1997) selain faktor lingkungan, faktor keturunan mempengaruhi perbedaan pertumbuhan pada satu spesies ikan. Keturunan yang dilahirkan pada saat kondisi lingkungan kurang mendukung untuk pertumbuhannya, seperti keturunan yang lahir pada musim kemarau cendrung memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan keturunan yang lahir pada musim penghujan.
Ikan bulan-bulan bisa mencapai Panjang Total (Total Length = TL) bisa mencapai 150 cm, Panjang Standar (Standar Length =SL) jantan 30 cm sedangkan Panjang Standar (Standar Length) betina 45,5 cm. Berat maksimum yang sudah terpublikasi adalah 18 kg dan maksimal umur yang pernah dilaporkan adalah 44 tahun 2013). Menurut Mulfizar et al (2012) informasi hubungan panjang-berat dan faktor kondisi ikan penting diketahui dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan di suatu kawasan.
2.8 Kualitas Air
2.8.1. Faktor Fisika Perairan
1. Arus Menurut Widyastuti, dkk (2009) arus merupakan gerakan massa air dari satu tempat ke tempat yang lainnya, hal ini terjadi di seluruh lautan di dunia. Arus permukaan dibangkitkan terutama oleh angin yang berhembus di permukaan laut, selain itu topografi juga turut mempengaruhi gerakan arus permukaan.
Dewasa ini arus laut banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang menunjang kehidupan manusia. Akan tetapi, penelitian tentang arus laut itu sendiri masih sedikit dilakukan terutama di wilayah perairan Indonesia yang memiliki luas
2 perairan 6,1 km (Bakosurtanal, 2006).
2. Suhu Menurut Hutagalung (1988) suhu air permukaan biasa nya berkisar antara 27°
- – 29°C (tropik) dan 15° – 20°C (subtropik). Suhu ini menurun secara teratur sesuai dengan pertambahan kedalaman. Nontji (2002) menyatakan bahwa suhu permukaan di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28-31 C.
Mulyanto (1992) menyatakan suhu yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis adalah 25-31 C. Menurut Sastrawijaya (1991), bahwa suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air akan menurun. Namun secara keseluruhan kandungan oksigen sangat mendukung kehidupan organisme perairan.
3. Kecerahan Udi Putra (2011) menyatakan kecerahan air identik dengan kemampuan cahaya matahari untuk menembus air. Kecerahan air dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air. Makin besar kecerahan air, maka penetrasi cahaya juga makin tinggi sehingga proses fotosintesis bisa berlangsung semakin dalam.
Tingkat kecerahan yang rendah di perairan sungai dan laut yang berdekatan dengan pantai diduga akibat banyak terdapatnya partikel tersuspensi yang terbawa aliran sungai dari lahan atas dan adanya proses sedimentasi serta abrasi pantai (Suriadarma, 2011).
2.8.2. Faktor Kimiawi Perairan
1. Derajat Keasaman (pH) Yuliastuti (2011) menyatakan bahwa fluktuasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya buangan limbah organik dan anorganik ke sungai. Lebih lanjut Syofyan et al,
(2011) menyatakan nilai pH air yang tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan hampir semua organisme air. Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7
- – 8,5.
2. DO (Disolved Oxygen) Menurut Wardoyo (1981); Barus (2004) DO merupakan satu faktor penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi organisme air dan salah satu komponen utama untuk keperluan metabolisme organisme perairan. Lebih lanjut menurut Wijayanti (2007) DO merupakan faktor kimia yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota.
Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik dan buangan zat organik (Connel & Miller, 1995).
4. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Ali et al (2013) Biologycal Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik.
Menurut Barus (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut. Menurut Suriadarma (2011) kadar BOD di perairan laut nilainya lebih tinggi daripada di perairan tawar.
5. Salinitas Menurut Supriharyono (2000) salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline.
Suhu perairan juga sangat mempengaruhi kondisi salinitas perairan, semakin tinggi suhu akan berdampak pada tingginya salinitas. Proses evaporasi akibat suhu yang meningkat akan meningkatkan salinitas walaupun lambat (Malone dan Burden, 1988).
6.
3 )
Nitrat (NO Suriadarma (2011) menyatakan bahwa nitrat merupakan salah satu komponen kimia yang berpengaruh untuk pertumbuhan algae dan ftitoplankton disamping fosfat. Kandungan nitrat optimum yang dibutuhkan bagi pertumbuhan algae dan
fitoplankton berkisar antara 0,3 - 17 mg/liter dengan pengaruh pembatas 0,1 mg/liter
atau kurang dan 45 mg/liter. Menurut Udi Putra (2011) tingkat racun nitrat terhadap ikan sangat rendah. Kematian yang ditimbulkan terjadi ketika konsentrasinya mencapai 1000 mg/liter.
6. Fosfat (PO
4 )
Boyd (1979) dan Barus (2004) mengatakan bahwa fosfat merupakan nutrien yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Fosfat dalam ekosistem perairan dapat terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti protein ataupun gula, sebagian dalam bentuk kalsium fosfat (CaPO
4 ) dan besi fosfat (FePO 4 ) anorganik. Fosfat tersedia melimpah dalam perairan dalam bentuk ortofosfat.
Senyawa anorganik ini dihasilkan oleh bakteri melalui pemecahan fosfat organik dari organisme yang mati.
Menurut Suriadarma (2011) bahwa unsur fosfat merupakan salah satu unsur penting dalam metabolisme sel organisme. Keberadaan phospor dalam perairan terdapat dalam bentuk senyawa anorganik (ortho-phosphate, meta phosphate,
polyphosphate) dan senyawa organik diserap oleh bakteri, fitoplankton dan makrofita.