Kepadatan, Distribusi dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan.

(1)

KEPADATAN, DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN

IKAN BULAN-BULAN (

Megalops cyprinoides

Broussonet, 1782)

DI PERAIRAN SUNGAI BELAWAN

T E S I S

Oleh

KHAIRUL

127030016/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

KEPADATAN, DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN

IKAN BULAN-BULAN (

Megalops cyprinoides

Broussonet, 1782)

DI PERAIRAN SUNGAI BELAWAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRUL

127030016/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si Anggota : 1. Dr. Erni Jumilawati M.Si

2. Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc 3. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.BioMed


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

KEPADATAN, DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN

IKAN BULAN-BULAN (

Megalops cyprinoides

Broussonet, 1782)

DI PERAIRAN SUNGAI BELAWAN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, Agustus 2014

Khairul


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Khairul

NIM : 127030016

Program Studi : Magister Biologi Jenis karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

Kepadatan, Distribusi dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola, dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasi Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Agustus 2014

Khairul


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, pantaslah selalu penulis ucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberi rahmat serta hidayahNya, sehingga dengan izinNyalah penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. Penelitian ini berjudul “ Kepadatan, Distribusi dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cypriniodes Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing I (Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si) dan dosen pembimbing II (Dr. Erni Jumilawati, M.Si), yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc. dan Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. BioMed, sebagai penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan hasil penelitian ini.

2. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. BioMed, sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Dr. Sutarman, M.Sc, Selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Sekolah Pascasarjana Jurusan Biologi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

5. Ayahanda tercinta Misnan, istri tercinta Hadwiyah, S.Pd.I yang selalu mendoakan dan memberi dukungan moril selama ini serta ananda tercinta


(7)

6. Seluruh teman-teman pascasarjana Biologi angkatan 2012 yang sama-sama berjuang selama dibangku perkuliahan.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin di dalam menyusun hasil penelitian ini dengan sebaik mungkin, namun jika masih terdapat kekeliruan dan kesalahan di dalam penulisan, maka penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2014


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Khairul, S. Pi, M. Si Tempat dan tanggal lahir : Belawan, 09 Maret 1975

Alamat rumah : Kp. Sentosa Barat, Ling. XX, Kel. Belawan Sicanang Instansi tempat bekerja : Universitas Dharmawangsa Medan

Alamat kantor : Jln. KL. Yos Sudarso No. 124 Medan

Hand Phone : 081376866091

Email : khairul_spi@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN 065010 Medan Tamat : 1988

SMP : SMPN 24 Medan Tamat : 1991

SMA : SMAN Labuhan Deli Medan Tamat : 1994

S1 : Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan Tamat : 2010


(9)

KEPADATAN, DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN BULAN-BULAN (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782)

DI PERAIRAN SUNGAI BELAWAN

ABSTRAK

Judul Penelitian “Kepadatan, Distribusi Dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan”

dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014. Sampel Ikan diambil setiap bulan dari 3 stasiun pengamatan menggunakan jala dengan volume 12,56 m2 dengan 30 kali penebaran jala. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan perbedaan salinitas dan terletak pada beberapa muara sungai. Pengukuran faktor fisik kimia perairan dilakukan secara langsung di lapangan dan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan dengan alat yang sudah ditentukan. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah jumlah ikan berdasarkan kelas ukuran, kepadatan populasi, morfometrik, distribusi, pola pertumbuhan, dan korelasi hubungan faktor fisik kimia dengan kepadatan populasi ikan bulan-bulan.

Hasil penelitian diperoleh 3 kelas ukuran ikan bulan-bulan yaitu kelas ukuran kecil (stasiun 2. 17,33 individu/m2; stasiun 3. 12,33 individu/m2; stasiun 1. 11,33 individu/m2), sedang (stasiun 3. 6 individu/m2; stasiun 2. 3individu/m2; stasiun 1.3 individu/m2), dan besar (hanya stasiun 2. 0,33 individu/m2). Kelas ukuran kecil yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian. Morfometrik ikan bulan-bulan mempunyai hubungan linier positif. Distribusi ikan bulan-bulan menunjukan pola penyebaran seragam. Pola pertumbuhan ikan bulan-bulan yang bersifat allometrik negatif. Hubungan faktor fisik kimia perairan nitrat, fosfat, mempunyai korelasi positif (+) sedangkan BOD, suhu mempunyai korelasi negatif (-).

Mengacu pada nilai baku mutu air yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 51 Tahun 2004, didapatkan bahwa hasil pengukuran parameter faktor fisik kimia air di perairan ini masih berada dalam ambang batas yang layak untuk kehidupan ikan bulan-bulan. Namun kepadatan populasi ikan bulan-bulan di Perairan Sungai Belawan digolongkan sangat rendah, diduga karena padat tangkap (over fishing), konversi lahan, dan degredasi lingkungan akibat pencemaran.

Keywords: Kepadatan, Distribusi, pola pertumbuhan, Megalops cyprinoides, Sungai Belawan


(10)

DENSITY, DISTRIBUTION AND GROWTH PATTERNS

OF INDO PACIFIC TARPON FISH (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) IN BELAWAN RIVER WATER

ABSTRACT

Research title " Density, Distribution and Growth Patterns Indo Pacific Tarpon (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) In Belawan River Water" was conducted in January-March 2014 The fish samples were taken every 3 months of observation stations using nets with 30 times the net stocking. Determining the location of the study based on the difference in salinity and lies in some estuaries. Measurement of physical chemical factors waters made directly in the field and in the laboratory of Balai Teknik Kesehatan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan. The data analyzed in this study is the number of fish based on class size, population density, morphometric, distribution, growth pattern, physical and chemical factors correlation relationship with the density of fish populations months.

The results were obtained 3 class size fish the months that the small size class station 2 (17.33 individuals/ m2); station 3 (12.33 individuals/ m2); station 1 (11.33 individuals/ m2). moderate size: stations 3 (6 individuals/ m2); station 2 (3 individuals/ m2); station 1 (3 individuals/ m2), and major size station 2 only 0.33 individuals/ m2). Small size classes most commonly found at the study site. Fish morphometric months had a positive linear relationship. Fish distribution months showed a uniform distribution pattern. Patterns of fish growth months are negatively allometric. Chemical relationship to physical factors waters nitrate, phosphate, has a positive correlation (+) while the BOD, temperature has a negative correlation (-).

Referring to the value of water quality standards set by the Ministry of Environment with the Decree No. 51 In 2004, it was found that the results of measurements of the physical parameters of water chemistry factors in these waters are still in decent threshold for fish life months. However, the density of fish populations months in waters classified Belawan River is very low, presumably because of dense catch (over fishing), land conversion, pollution and environmental degradation.

Keywords: Density, Distribution, Growth Patters, Megalops cyprinoides, Belawan River .


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL iii v vi

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

1 4 1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

4 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

5

2.1 Klasifikasi Ikan Bulan-bulan 5

2.2 Morfologi Ikan Bulan-bulan 2.3 Habitat Ikan Bulan-bulan

5 6 2.4 Distribusi Ikan Bulan-bulan

2.5 Reproduksi dan Siklus Hidup Ikan Bulan-bulan 2.6 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan Bulan-bulan 2.7 Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan

2.8 Kualitas Air

2.8.1 Faktor Fisika Perairan 2.8.2 Faktor Kimia Perairan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi

3.2 Bahan dan Alat 3.3 Diskripsi Lokasi 3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Metode Penelitian

3.4.2 Pengukuran Parameter Kualitas Air 3.4.3 Pengambilan Sampel Ikan Bulan-bulan 3.5 Analisis Data

3.5.1 Jumlah Ikan Bulan-bulan Berdasarkan Kelas Ukuran 3.5.2 Kepadatan Populasi

3.5.3 Morfometrik

7 7 8 9 10 10 11 14 14 15 15 16 16 16 16 16 16 17 17


(12)

3.5.4 Pola Pertumbuhan 3.5.5 Distribusi

3.5.6 Faktor Fisika Kimia Perairan

3.5.7 Korelasi Kelimpahan Dengan Faktor Fisi Kiamia Perairan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Ikan Bulan-bulan Berdasarkan Kelas Ukuran 4.2 Kepadatan Populasi Ikan Bulan-bulan

4.3 Morfometrik Ikan Bulan-bulan 4.4 Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan 4.5 Distribusi Ikan Bulan-bulan

4.6 Faktor Fisika dan Kimia Perairan 4.6.1 Suhu

4.6.2 Kecerahan 4.6.3 Kecepatan Arus 4.6.4 pH

4.6.5 Oksigen Terlarut 4.6.6 BOD

4.6.7 Salinitas

4.6.8 Nitrat dan Posfat

4.7 Korelasi Kepadatan Dengan Faktor Fisika Kimia Perairan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 17 18 18 19 20 20 21 23 25 27 28 28 29 30 31 32 33 34 34 35 39 39 39 40 48


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1 Morfologi Ikan Bulan-bulan 6

2 Siklus Hidup Ikan Bulan-bulan 8

3 Peta Lokasi Penelitian 14

4 Kepadatan Populasi Ikan Bulan-bulan 21

5 Grafik Morfometrik Ikan Bulan-bulan Pada Masing-masing

Stasiun 23

6 Analisis Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan Masing-masing


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1 Makanan Dikonsumsi Ikan Bulan-bulan Berdasarkan 4 Penelitian 9 2 Data Pengamatan Parameter Fisika Kimia Perairan 19 3 Jumlah Ikan Bulan-bulan Berdasarkan Kelas Ukuran 20

4 Distribusi Ikan Bulan-bulan 27

5 Data Rata-rata Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Setiap Stasiun 28 6 Korelasi Kelimpahan Ikan Dengan Faktor Fisika Kimia Perairan 36


(15)

KEPADATAN, DISTRIBUSI DAN POLA PERTUMBUHAN IKAN BULAN-BULAN (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782)

DI PERAIRAN SUNGAI BELAWAN

ABSTRAK

Judul Penelitian “Kepadatan, Distribusi Dan Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) Di Perairan Sungai Belawan”

dilakukan pada bulan Januari-Maret 2014. Sampel Ikan diambil setiap bulan dari 3 stasiun pengamatan menggunakan jala dengan volume 12,56 m2 dengan 30 kali penebaran jala. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan perbedaan salinitas dan terletak pada beberapa muara sungai. Pengukuran faktor fisik kimia perairan dilakukan secara langsung di lapangan dan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan dengan alat yang sudah ditentukan. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah jumlah ikan berdasarkan kelas ukuran, kepadatan populasi, morfometrik, distribusi, pola pertumbuhan, dan korelasi hubungan faktor fisik kimia dengan kepadatan populasi ikan bulan-bulan.

Hasil penelitian diperoleh 3 kelas ukuran ikan bulan-bulan yaitu kelas ukuran kecil (stasiun 2. 17,33 individu/m2; stasiun 3. 12,33 individu/m2; stasiun 1. 11,33 individu/m2), sedang (stasiun 3. 6 individu/m2; stasiun 2. 3individu/m2; stasiun 1.3 individu/m2), dan besar (hanya stasiun 2. 0,33 individu/m2). Kelas ukuran kecil yang paling banyak ditemukan pada lokasi penelitian. Morfometrik ikan bulan-bulan mempunyai hubungan linier positif. Distribusi ikan bulan-bulan menunjukan pola penyebaran seragam. Pola pertumbuhan ikan bulan-bulan yang bersifat allometrik negatif. Hubungan faktor fisik kimia perairan nitrat, fosfat, mempunyai korelasi positif (+) sedangkan BOD, suhu mempunyai korelasi negatif (-).

Mengacu pada nilai baku mutu air yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 51 Tahun 2004, didapatkan bahwa hasil pengukuran parameter faktor fisik kimia air di perairan ini masih berada dalam ambang batas yang layak untuk kehidupan ikan bulan-bulan. Namun kepadatan populasi ikan bulan-bulan di Perairan Sungai Belawan digolongkan sangat rendah, diduga karena padat tangkap (over fishing), konversi lahan, dan degredasi lingkungan akibat pencemaran.

Keywords: Kepadatan, Distribusi, pola pertumbuhan, Megalops cyprinoides, Sungai Belawan


(16)

DENSITY, DISTRIBUTION AND GROWTH PATTERNS

OF INDO PACIFIC TARPON FISH (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) IN BELAWAN RIVER WATER

ABSTRACT

Research title " Density, Distribution and Growth Patterns Indo Pacific Tarpon (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) In Belawan River Water" was conducted in January-March 2014 The fish samples were taken every 3 months of observation stations using nets with 30 times the net stocking. Determining the location of the study based on the difference in salinity and lies in some estuaries. Measurement of physical chemical factors waters made directly in the field and in the laboratory of Balai Teknik Kesehatan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan. The data analyzed in this study is the number of fish based on class size, population density, morphometric, distribution, growth pattern, physical and chemical factors correlation relationship with the density of fish populations months.

The results were obtained 3 class size fish the months that the small size class station 2 (17.33 individuals/ m2); station 3 (12.33 individuals/ m2); station 1 (11.33 individuals/ m2). moderate size: stations 3 (6 individuals/ m2); station 2 (3 individuals/ m2); station 1 (3 individuals/ m2), and major size station 2 only 0.33 individuals/ m2). Small size classes most commonly found at the study site. Fish morphometric months had a positive linear relationship. Fish distribution months showed a uniform distribution pattern. Patterns of fish growth months are negatively allometric. Chemical relationship to physical factors waters nitrate, phosphate, has a positive correlation (+) while the BOD, temperature has a negative correlation (-).

Referring to the value of water quality standards set by the Ministry of Environment with the Decree No. 51 In 2004, it was found that the results of measurements of the physical parameters of water chemistry factors in these waters are still in decent threshold for fish life months. However, the density of fish populations months in waters classified Belawan River is very low, presumably because of dense catch (over fishing), land conversion, pollution and environmental degradation.

Keywords: Density, Distribution, Growth Patters, Megalops cyprinoides, Belawan River .


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis yang terdiri atas 17.504 pulau dengan 28 buah pulau besar dan 17.476 pulau-pulau kecil serta panjang garis pantai 95.181 kilometer (DKP, 2013). Indonesia memiliki sekitar 3,2 juta hektar hutan mangrove atau hampir 21% dari total luas mangrove dunia dengan jumlah spesies mangrove yang ditemukan tidak kurang dari 75 spesies (Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional, 2013). Sehingga luasnya ekosistem hutan mangrove ini menjadikan Indonesia memiliki potensi sumberdaya hayati pesisir dan laut yang cukup besar (mega marine biodiversity), terutama jenis-jenis ikan.

Menurut Bengen (2000) fungsi dan manfaat hutan mangrove antara lain: 1). Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen; 2). Penghasil sejumlah detritus dari daun dan seresah mangrove; 3). Daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainya; 4). Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan bahan baku kertas (pulp); 5). Pemasok larva ikan, udang, dan biota lainnya; 5). Sebagai tempat parawisata.

Salah satu jenis ikan yang menempati habitat ekosistem mangrove untuk mencari makan adalah ikan bulan-bulan. Secara internasional ikan ini dikenal juga dengan nama ox-eye herring, indo pasific tarpon, atau dengan nama ilmiah Megalops cyprinoides Broussonet (1782).


(18)

Ikan ini oleh masyarakat pesisir Belawan disebut ikan bulan-bulan. Namun di beberapa daerah mempunyai beberapa nama yang berbeda. Menurut Burhanuddin et al (1998) ikan bulan-bulan di beberapa daerah mempunyai nama lain yakni bandeng laut (Banjarmasin, Lombok), bale kebo (Bugis), kampulan (Makasar), bulau (Pontianak), kontera (Madura), dan di daerah Surabaya dikenal dengan nama ikan seleh.

Kecamatan Medan Belawan merupakan kawasan pesisir di bagian Utara Kota Medan. Menurut data BPS Kota Medan (2010) Kecamatan Medan Belawan memiliki luas 26,25 km2 atau 9,90% dari luas total Kota Medan. Jumlah penduduknnya adalah sebanyak 95.506 orang dan dengan macam mata pencaharian seperti: Pegawai Negeri Sipil, Pegawai swasta, TNI/ Polri, supir, buruh, dan nelayan. Tercatat pada tahun 2010 penduduk Kecamatan Medan Belawan yang bermatapencaharian sebagai nelayan adalah sebanyak 5.172 orang. Jumlah nelayan ini terdistribusi pada 6 Kelurahan yakni: Kelurahan Belawan Sicanang (243 orang), Kelurahan Belawan Bahagia (728 orang), Kelurahan Belawan Bahari (936 orang), Kelurahan Belawan II (238 orang), Kelurahan Bagan Deli (1.668 orang), dan Kelurahan Belawan I (1.359 orang).

Para nelayan ini melakukan penangkapan ikan di Perairan Selat Malaka dan di Perairan Sungai Belawan. Berbagai jenis ikan yang menjadi target tangkapan mereka seperti: kembung, tenggiri, bawal, selayang, selar, kerapu, kakap, dan lain-lain termasuk bulan-bulan. Ikan bulan-bulan ditangkap menggunakan ambai, jala, pancing, dan jaring insang (gill net). Hasil tangkapan nelayan ini dijual ke pasar dengan harga Rp 10.000 - 15.000/ kg. Selain itu ibu-ibu rumah tangga biasa menjadikan ikan bulan-bulan sebagai bahan olahan untuk pengananan seperti: nagget; tahu ikan; bakso, empek-empek dan lain-lain. Hasil olahan ini biasanya dikonsumsi sendiri atau dijual untuk menambah pendapatan (income) keluarga.


(19)

Berdasarkan informasi yang didapat dari beberapa orang nelayan, ikan bulan-bulan dahulu sangat banyak dijumpai di Perairan Sungai Belawan. Saat itu menangkap ikan bulan-bulan cukup menggunakan pancing, jaring dan jala saja. Namun belakangan ini untuk menangkap ikan bulan-bulan ukuran besar sangat sulit, kebanyakan ikan yang tertangkap pada ukuran kecil dan sedang. Dikuatirkan jika kondisi ini terus menerus berlangsung maka ikan bulan-bulan yang ada di Perairan Sungai Belawan akan mengalami kepunahan.

Berdasarkan data IUCN (2013), ikan bulan-bulan/ indo pacific tarpon

(Megalops cyprnoides Broussonet, 1782) sudah masuk daftar merah (red list) yang terancam punah, namun data dan informasi tentang ikan ini masih kurang. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di lapangan ikan bulan-bulan masih dijumpai di Perairan Sungai Belawan, namun diperkirakan populasinya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan diduga akibat penangkapan berlebih (over fishing), konversi lahan, dan pencemaran perairan. Saat ini dibutuhkan upaya yang serius untuk menjaga kelestarian ikan bulan-bulan baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maupun elemen masyarakat. Program konservasi spesies dan konservasi habitat adalah mutlak dilakukan untuk menjaga kelestarian ikan bulan-bulan agar tidak mengalami kepunahan.

Saat ini belum banyaknya penelitian yang mengkaji mengenai aspek kehidupan ikan bulan-bulan di Indonesia. Sehingga data dan informasi tentang ikan bulan-bulan ini masih masih kurang. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakuan penelitian terhadap ikan bulan-bulan agar dapat diketahui tentang data-data tentang kepadatan, distribusi dan pola pertumbuhan ikan tersebut di Perairan Sungai Belawan.


(20)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah bagaimana kepadatan, distribusi, pola pertumbuhan, dan hubungan korelasi faktor fisik kimia terhadap kepadatan ikan bulan-bulan di Perairan Sungai Belawan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kepadatan populasi ikan bulan-bulan berdasarkan faktor fisik kimia perairan.

2. Mengetahui data distribusi dan pola pertumbuhan ikan bulan-bulan di Perairan Sungai Belawan.

3. Mengetahui hubungan antara faktor fisika kimia perairan dengan kepadatan populasi ikan bulan-bulan di Perairan Sungai Belawan.

1.4 Manfaat

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi kepada

“stakeholder” untuk membuat suatu kebijakan di dalam pengelolaan dan pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI), terutama ikan-ikan yang terancam punah sehingga bisa dimanfaatkan secara tepat dan tetap terjaga kelestariannya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Bulan-bulan

Berdasarkan Integrated Taxonomic InformationSystem (ITIS)Report dengan Nomor Serial: 553289 (2014) ikan bulan-bulan (Megalops cyprinoides Broussonet, 1782) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Superclass : Osteichthyes Class : Actinopterygii

Order : Elopiformes

Family : Megalopidae

Genus : Megalops

Species : Megalops cyprinoides Broussonet (1782)

2.2 Morfologi Ikan Bulan-bulan

Menurut Saanin (1984) ciri ikan bulan-bulan, kepala simetris, garis rusuk di atas sirip dada, sirip punggung terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-buku, sirip perut terletak jauh ke depan, bersisik, tidak bersungut, tidak berjari-jari keras, lubang insang besar, bertulang dagu di antara cabang tulang rahang bawah, bergaris rusuk, pada sirip punggung. Tubuh agak lebar dan pipih dengan sisik besar, sirip punggung tunggal terletak di tengah dengan jari terakhir memanjang dan berfilamen, rahang bawah menonjol melebihi ujung mulutnya, tidak ada sisik tebal, hijau kebiruan di atas, warna keperakan pada sisik, ukuran tubuh sampai 150 cm (White et al. 2013).


(22)

Gambar 1. Morfologi Ikan Bulan-bulan

Keterangan: (L.L=Linea Literalis), (D=Dectoral fin), (C=Caudal fin), (P=Pectoral fin), (V=Ventral fin), dan (A=Anal fin)

2.3 Habitat Ikan Bulan-bulan

Menurut Genisa (1999) ikan bulan-bulan hidup di perairan pantai, muara sungai, kadang-kadang masuk ke air tawar dan termasuk ikan pelagis. Habitat hidup aslinya ikan bulan-bulan yakni bisa hidup di laut maupun air tawar, namun lebih banyak dijumpai di daerah air payau. Ikan ini paling suka hidup di muara sungai, pantai dan rawa-rawa hutan bakau, laguna, situ atau danau (http://www.stp.kkp.go.id (2014) dan http://www.beritamancing.com, 2013). Ikan bulan-bulan dewasa umumnya ditemukan di laut, tapi ikan muda ditemukan di muara sungai, teluk dalam, hutan mangrove, dan rawa payau tergantung pada gelombang (www.fishbase.org. 2013).

Ikan ini mendiami habitat air tawar dan laut. Oleh karena itu ikan ini sering ditemukan di daerah muara sungai atau dekat dengan muara sungai, dimana ikan bulan-bulan sering melakukan perjalanan masuk dan keluar dari air tawar tergantung pada gelombang (amphidromus) (http://www.tfhmagazine.com, 2013).


(23)

2.4 Distribusi Ikan Bulan-bulan

Daerah penyebaran ikan bulan-bulan ini meliputi hampir seluruh perairan pantai Indonesia terutama Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru, meluas sampai ke utara dan ke selatan perairan tropis Australia, ke barat sampai pantai timur Afrika dan ke timur Kepulauan Hawai (Genisa, 1999).

Distribusi ikan bulan-bulan meliputi: Indo Pasifik: Laut Merah dan Natal, Afrika Selatan Ke Kepulauan Society, Utara ke Korea Selatan, selatan ke Arafura Laut dan New Wales, Pulau Tinggi (Pulau Caroline dan Pulau Mariana) di Mikronesia, Laut Cina Selatan, Selat Taiwan, dan Timur Laut China (http://www.fishyforum.com, 2014). Menurut IUCN (2013) distribusi ikan bulan-bulan ini secara luas mulai dari Indo Pasifik , Pantai Timur Afrika, Semenajung Arab, seluruh Asia Selatan dan Tenggara , Polinesia Prancis (kepulauan Society), ke Utara sampai Jepang dan ke Selatan sampai Australia.

Ikan bulan-bulan penyebarannya meliputi Laut Arafura, New Wales Selatan, Pulau Carolina, Pulau Mariana, sebahagian dataran rendah Shire di Malawi dan di persimpangan Runde di Zimbabwe, Sungai Zambesi hingga Morrameu dan Sungai Micelo hingga Malingapanzi, Laut China Selatan, Selat Taiwan dan China Timur Laut (www.fishbase.org, 2013).

2.5 Reproduksi dan Siklus Hidup Ikan Bulan-bulan

Menurut Kuncoro dan Ardi Wiharto (2009) untuk mencapai usia dewasa dan mampu bereproduksi ikan bulan-bulan perlu waktu sekitar 1,4 – 4,4 tahun. Ikan dewasa (ukuran 1000 mm) yang matang gonad bermigrasi ke perairan pantai untuk memijah (Ault, 2008). Menurut Tzeng et al (1998) ada 2 jenis spesies tarpon yaitu indo pacif tarpon (Megalops cyprinoides) dan tarpon atlantik (Megalops atlanticus), keduanya adalah ikan yang memijah di laut.


(24)

Gambar 2. Siklus Hidup Ikan Bulan-bulan Sumber: Ault, 2008

Lebih lanjut menurut Tzeng et al (1998) kedua jenis ikan ini dapat mentolerir berbagai salinitas. Setelah menetas, larva ikan menuju ke daerah perairan pantai. Kemudian setelah bermetamorphosis menjadi tarpon muda sering ditemukan di muara sungai, teluk, kawasan mangrove dan bahkan di bagian hulu sungai.

2.6 Makanan dan Kebiasan Makan Ikan Bulan-bulan

Ikan bulan-bulan ini suka berkelompok/ bergerombol untuk mencari makan yakni ikan-ikan kecil dan krustacea (http://www.beritamancing.com, 2013). Menurut Jhingran (1982) ketika masih kecil ikan bulan-bulan mengkonsumsi Cycops,

Dhapnia, Cyprid, Rotifera, Diatom, dan Algae berfilamen. Ketika dewasa, ikan ini memakan anak ikan, dan krustacea kecil, Mysid, serangga dan larvanya, serta hewan-hewan kecil lainnya.


(25)

Tabel 1. Makanan Dikonsumsi Ikan Bulan-bulan Berdasarkan 4 Penelitian Makanan Coates,

1987 Rao & Padam, 1999 Pusey et al., 2004 Ley, 2005 Rata-rata (%)

Kepiting - - - 17 17

Krustacea 45 17 10 - 24

Ikan 24 - 29 83 45

Serangga 95 31 40 83 62

Larva - 5 - - 5

Cacing - 11 - - 11

Udang Penaeid

- - - 17 17

Tanaman 2 - 5 - 15

Sumber: Ault, 2008

2.7 Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan

Menurut Effendie (1997) selain faktor lingkungan, faktor keturunan mempengaruhi perbedaan pertumbuhan pada satu spesies ikan. Keturunan yang dilahirkan pada saat kondisi lingkungan kurang mendukung untuk pertumbuhannya, seperti keturunan yang lahir pada musim kemarau cendrung memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan keturunan yang lahir pada musim penghujan.

Ikan bulan-bulan bisa mencapai Panjang Total (Total Length = TL) bisa mencapai 150 cm, Panjang Standar (Standar Length =SL) jantan 30 cm sedangkan Panjang Standar (Standar Length) betina 45,5 cm. Berat maksimum yang sudah terpublikasi adalah 18 kg dan maksimal umur yang pernah dilaporkan adalah 44 tahun (www.fishbase.org, 2013). Menurut Mulfizar et al (2012) informasi hubungan panjang-berat dan faktor kondisi ikan penting diketahui dalam upaya pengelolaan sumber daya perikanan di suatu kawasan.


(26)

2.8 Kualitas Air

2.8.1. Faktor Fisika Perairan 1. Arus

Menurut Widyastuti, dkk (2009) arus merupakan gerakan massa air dari satu tempat ke tempat yang lainnya, hal ini terjadi di seluruh lautan di dunia. Arus permukaan dibangkitkan terutama oleh angin yang berhembus di permukaan laut, selain itu topografi juga turut mempengaruhi gerakan arus permukaan.

Dewasa ini arus laut banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang menunjang kehidupan manusia. Akan tetapi, penelitian tentang arus laut itu sendiri masih sedikit dilakukan terutama di wilayah perairan Indonesia yang memiliki luas perairan 6,1 km2 (Bakosurtanal, 2006).

2. Suhu

Menurut Hutagalung (1988) suhu air permukaan biasa nya berkisar antara 27°

– 29°C (tropik) dan 15° – 20°C (subtropik). Suhu ini menurun secara teratur sesuai dengan pertambahan kedalaman. Nontji (2002) menyatakan bahwa suhu permukaan di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28-31 0C.

Mulyanto (1992) menyatakan suhu yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis adalah 25-310C. Menurut Sastrawijaya (1991), bahwa suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air akan menurun. Namun secara keseluruhan kandungan oksigen sangat mendukung kehidupan organisme perairan.


(27)

3. Kecerahan

Udi Putra (2011) menyatakan kecerahan air identik dengan kemampuan cahaya matahari untuk menembus air. Kecerahan air dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam air. Makin besar kecerahan air, maka penetrasi cahaya juga makin tinggi sehingga proses fotosintesis bisa berlangsung semakin dalam.

Tingkat kecerahan yang rendah di perairan sungai dan laut yang berdekatan dengan pantai diduga akibat banyak terdapatnya partikel tersuspensi yang terbawa aliran sungai dari lahan atas dan adanya proses sedimentasi serta abrasi pantai (Suriadarma, 2011).

2.8.2. Faktor Kimiawi Perairan

1. Derajat Keasaman (pH)

Yuliastuti (2011) menyatakan bahwa fluktuasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya buangan limbah organik dan anorganik ke sungai. Lebih lanjut Syofyan et al,

(2011) menyatakan nilai pH air yang tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan hampir semua organisme air. Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

2. DO (Disolved Oxygen)

Menurut Wardoyo (1981); Barus (2004) DO merupakan satu faktor penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi organisme air dan salah satu komponen utama untuk keperluan metabolisme organisme perairan. Lebih lanjut menurut Wijayanti (2007) DO merupakan faktor kimia yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota.


(28)

Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik dan buangan zat organik (Connel & Miller, 1995).

4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Ali et al (2013) Biologycal Oxygen Demand merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik. Menurut Barus (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut. Menurut Suriadarma (2011) kadar BOD di perairan laut nilainya lebih tinggi daripada di perairan tawar.

5. Salinitas

Menurut Supriharyono (2000) salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline.

Suhu perairan juga sangat mempengaruhi kondisi salinitas perairan, semakin tinggi suhu akan berdampak pada tingginya salinitas. Proses evaporasi akibat suhu yang meningkat akan meningkatkan salinitas walaupun lambat (Malone dan Burden, 1988).


(29)

6. Nitrat (NO3)

Suriadarma (2011) menyatakan bahwa nitrat merupakan salah satu komponen kimia yang berpengaruh untuk pertumbuhan algae dan ftitoplankton disamping fosfat. Kandungan nitrat optimum yang dibutuhkan bagi pertumbuhan algae dan

fitoplankton berkisar antara 0,3 - 17 mg/liter dengan pengaruh pembatas 0,1 mg/liter atau kurang dan 45 mg/liter. Menurut Udi Putra (2011) tingkat racun nitrat terhadap ikan sangat rendah. Kematian yang ditimbulkan terjadi ketika konsentrasinya mencapai 1000 mg/liter.

6. Fosfat (PO4)

Boyd (1979) dan Barus (2004) mengatakan bahwa fosfat merupakan nutrien yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan. Fosfat dalam ekosistem perairan dapat terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti protein ataupun gula, sebagian dalam bentuk kalsium fosfat (CaPO4) dan besi fosfat (FePO4) anorganik. Fosfat tersedia melimpah dalam perairan dalam bentuk ortofosfat. Senyawa anorganik ini dihasilkan oleh bakteri melalui pemecahan fosfat organik dari organisme yang mati.

Menurut Suriadarma (2011) bahwa unsur fosfat merupakan salah satu unsur penting dalam metabolisme sel organisme. Keberadaan phospor dalam perairan terdapat dalam bentuk senyawa anorganik (ortho-phosphate, meta phosphate, polyphosphate) dan senyawa organik diserap oleh bakteri, fitoplankton dan makrofita.


(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2014. Lokasi penelitian ini dilakukan di Perairan Sungai Belawan, dimana sebahagian besar terletak di Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan. Secara geografis Kecamatan Medan Belawan berbatasan dengan:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan dan Medan Labuhan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Timur Berbatasan dengan Selat Malaka.


(31)

3.2 Bahan dan Alat

Jala untuk mengambil sampel ikan, perahu untuk sarana transportasi selama survey dan penelitian, repraktometer untuk mengukur salinitas, pH meter untuk mengukur pH perairan, DO meter untuk mengukur oksigen terlarut di perairan, termometer untuk mengukur suhu perairan, GPS untuk menentukan titik koordinat sebagai titik stasiun penelitian, pelampung dan stop watch untuk mengukur kecepatan arus, secci disk untuk mengukur kecerahan air, rol untuk mengukur panjang dan tinggi ikan, timbangan analitik untuk mengukur berat ikan, dan kamera untuk mengambil foto-foto dokumentasi.

3.3 Diskripsi Lokasi

Penentuan stasiun pengamatan adalah berdasarkan perbedaan salinitas, oleh karena itu sebelum dilakukan pengambilan titik koordinat maka terlebih dahulu dilakukan survei untuk mengetahui perbedaan salinitas di Perairan Sungai Belawan. Berdasarkan hasil survei lapangan maka diketahui perbedaan salinitas dapat ditentukan berdasarkan daerah muara sungai.

Penentuan stasiun yang akan dijadikan lokasi pengamatan adalah sebagai berikut: stasiun 1 berada di muara Sungai Baharu pada titik koordinat 30 45’7,60” LU 980 37’51,2” BT, dengan salinitas rata-rata 15,7 ppt, stasiun 2 berada di muara Sungai Buluh yakni pada titik koordinat 30 44’22,1”LU 980 38’26,6” BT dengan salinitas rata-rata 9,9 ppt, dan stasiun 3 berada di muara Sungai Terjun yakni pada titik koodinat 30 44’20,2”LU 980 39’8,59” BT dengan salinitas rata-rata 5,4 ppt. Stasiun-stasiun ini merupakan habitat ikan bulan-bulan dan daerah penangkapan (fishing ground) yang sering dilakukan nelayan yakni di Perairan Sungai Belawan.


(32)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplorasi, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder.

3.4.2 Pengukuran Parameter Kualitas Air

Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang meliputi: suhu air, kecerahan air, kecepatan arus, pH air, salinitas, oksigen terlarut dilakukan secara insitu, sedangkan BOD, nitrit dan posfat dilakukan secara eksitu di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan.

3.4.3 Pengambilan Sampel Ikan Bulan-bulan

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Alat Tangkap yang digunakan adalah jala dengan luas 12,56 m2. Penebaran jala dilakukan sebanyak 30 kali yang dianggap sebagai plot pada setiap stasiun. Pengambilan sampel ikan dilakukan 1 kali dalam setiap bulannya dilakukan selama 3 bulan berturut-turut. Ikan yang tertangkap dibagi dalam 3 kelas ukuran (kecil, sedang, dan besar) untuk dihitung kepadatan populasi, morfometrik, pola pertumbuhan, dan pola distribusi. Ikan diukur berdasarkan panjang total, tinggi tubuh, dan berat tubuh.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Jumlah Ikan Bulan-bulan Berdasarkan Kelas Ukuran

Untuk menentukan ikan berdasarkan kelas ukuran maka data diambil dari hasil pengukuran panjang total ikan yang tertangkap. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jala.


(33)

Selanjutnya penebaran jala dilakukan sebanyak 30 kali pada tiap-tiap stasiun yang dilakukan dalam setiap bulannya. Kemudian hasil tangkapan ikan dibagi berdasarkan kelas ukuran ikan yakni ukuran kecil, sedang, dan besar.

3.5.2 Kepadatan Populasi

Kepadatan populasi ikan bulan-bulan dihitung menggunakan rumus Kreb (1978) sebagai berikut:

KP (� � � / ²) = ∑� � � � � ����

� � � �� � �����

3.5.3 Morfometrik

Morfometrik adalah untuk mengetahui hubungan antara panjang dan tinggi. Analisis morfometrik menggunakan rumus sebagai berikut:

P = a + Tb

Dimana : P = Panjang Ikan; T = Tebal Ikan; a dan b = konstanta

3.5.4 Pola Pertumbuhan

Pola petumbuhan adalah menganalisis hubungan panjang dan berat ikan Model Allometric Linear (MAL) digunakan untuk menghitung konstanta a dan b melalui pengukuran berat dan panjang. Untuk memprediksi berat pada panjang menggunakan rumus persamaan (King 1995):

W= aLb


(34)

3.5.5 Distribusi

Untuk mengetahui sebaran (pola distribusi) ikan berkelompok, acak, ataupun seragam ikan bulan-bulan ditentukan dengan menggunakan Indeks Penyebaran Morisita (Khouw, 2009) berdasarkan rumus :

Id = n[ ∑X

2− ∑X

(∑X)2− X]

Keterangan :

Id = Indeks Penyebaran Morisita n = Jumlah plot / besar sampel

∑X = Jumlah Individu disetiap plot

∑X2

= Jumlah individu disetiap plot dikuadratkan

Dengan kriteria pola sebaran sebagai berikut :

• Jika nilai Id = 1, maka distribusi populasi kategori acak

• Jika nilai Id >1, maka distribusi populasi kategori bergerombol/mengelompok

• Jika nilai Id <1, maka distribusi populasi kategori seragam.

3.5.6 Faktor Fisika Kimia Perairan

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan parameter fisika dan kimia perairan akan di analisis secara diskriptif. Kemudian data akan disajikan dalam bentuk matrik, dan dianalisis secara diskriptif untuk mendapatkan hubungan karakteristik fisika dan kimia perairan dengan kepadatan populasi, distribusi dan pola pertumbuhan ikan bulan-bulan serta untuk melihat hubungan korelasi faktor fisika dan kimia terhadap kepadatan ikan bulan-bulan . Selanjutnya data untuk pengamatan parameter kualitas air yang akan diukur disajikan pada Tabel 2.


(35)

Tabel 2. Data Pengamatan Parameter Fisika Kimia Perairan

No Parameter Metode

1 Suhu Air In situ

2 Kecerahan Air In situ

3 Kecepatan Arus In situ

4 pH air In situ

5 Salinitas In situ

6 DO (Disolved Oxygen) In situ

7 BOD (Biologycal Oxygen Demand) Laboratorium

8 Nitrat (NO3) Laboratorium

9 Posfat (PO4) Laboratorium

3.5.7 Korelasi Kelimpahan Dengan Faktor Fisik Kimia Perairan

Untuk Analisis Korelasi Kelimpahan dengan faktor fisika kimia perairan menggunakan metode Pearson menggunakan program komputerisasi SPSS. 17.00.


(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Bulan-bulan Berdasarkan Kelas Ukuran Panjang Total (TL= Total Length) digunakan untuk menentukan ikan berdasarkan kelas ukuran. Ikan dibagi dalam 3 kelas ukuran yakni: kecil, sedang, dan besar. Kelas ukuran ikan ditentukan berdasarkan siklus hidup dari ikan bulan-bulan. Ukuran ikan yang tertangkap dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Individu Hasil Tangkapan Ikan Bulan-bulan Berdasarkan Kelas Ukuran

Kelas Ukuran (cm)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun3

9 – 24,9 11,33 17,33 12,33

25 – 40,9 3 3 6,33

> 41 0 0,33 0

∑ Total 14,33 20,66 18,66

Kelas ukuran ikan bulan-bulan yang tertangkap untuk ikan ukuran kecil (9-24,9 cm) dengan nilai rata-rata tertinggi pada stasiun 2 (17,33), diikuti stasiun 3 (12,33), dan terendah stasiun 1 (11,33), ikan kelas ukuran sedang (25-40,9 cm) dengan nilai rata-rata tertinggi pada stasiun 3 (6,33), sedangkan stasiun 2 dan stasiun 1 nilainya sama (3), dan ikan dengan kelas ukuran besar (> 41 cm) hanya ditemukan pada stasiun 2 saja. Berdasarkan hasil penelitian ini diduga karena daerah stasiun penangkapan merupakan daerah mencari makan (feeding ground) untuk larva dan ikan-ikan muda sedangkan ikan-ikan dewasa diduga telah melakukan ruaya ke arah laut untuk melakukan pemijahan. Sehingga ikan bulan-bulan yang sudah dewasa dan telah matang gonad sangat sulit dijumpai pada daerah muara sungai.


(37)

Tzeng et al (1998) menyatakan bahwa larva ikan bulan-bulan setelah menetas akan bergerak dari perairan pantai, sehingga ikan bulan-bulan muda sering ditemukan di sungai, teluk, kawasan mangrove dan bahkan di bagian hulu sungai. Ikan indo pacific tarpon (Megalops cypriniodes Broussonet) dan tarpon Florida (Megalops atlanticus) masih merupakan kerabat dekat dan mempunyai siklus hidup yang sama, ikan muda hidup di air tawar dan air payau sedangkan setelah dewasa ikan-ikan ini akan bermigrasi ke arah laut untuk melakukan pemijahan. Didukung data dari Florida Fish and Wildlife Conservation Commission (2011) yang menyatakan ikan Megalops atlanticus dewasa berkumpul di sekitar pantai pada bulan April dan melakukan perjalanan untuk pemijahan menuju lepas pantai.

4.2 Kepadatan Populasi Ikan Bulan-bulan.

Data kepadatan ikan bulan-bulan di Perairan Sungai Belawan dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Histogram Kepadatan Ikan Bulan-bulan Setiap Stasiun Pengamatan Keterangan: Stasiun 1 (Muara Sungai Baharu), Stasiun 2 (Muara Sungai

Buluh), Stasiun 3 (Muara Sungai Terjun) 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

1 2 3

0.114 0.162 0.148 K e pa da ta n (i nd iv idu / m ²) Stasiun Pengamatan


(38)

Kepadatan populasi rata-rata ikan bulan-bulan tertinggi terdapat pada stasiun 2 (0,162 individu/m2), diikuti stasiun 3 (0,148 individu/m2), dan terendah pada stasiun 1(0,114 individu/m2). Rendahnya hasil tangkapan ikan bulan-bulan diduga karena telah terjadi penangkapan berlebih (over fishing) dan tekanan lingkungan sehingga populasi ikan bulan-bulan terus mengalami penurunan. Sesuai pendapat Ong et al. (2009) salah satu faktor yang menyebabkan kepadatan ikan menjadi berkurang karena penangkapan berlebih (overfishing) dan tekanan lingkungan. Data BPS Kota Medan (2010) jumlah nelayan tahun 2010 di Kecamatan Medan Belawan sebanyak 5.172 orang. Pada tahun 2013 jumlah nelayan meningkat menjadi 10.659 orang (PPS Belawan, 2013). Bertambahnya jumlah nelayan yang secara signifikan ini jelas mempercepat terjadinya overfishing terhadap Sumber Daya Ikan (SDI) di Perairan Belawan, karena luas perairan tidak bertambah namun jumlah nelayan, jumlah armada, dan alat tangkap sudah pasti bertambah. Hal ini sangat berpengaruh terhadap keberadaan jenis ikan di habitatnya, termasuk ikan bulan-bulan.

Dugaan lainya adalah telah terjadi kerusakan hutan mangrove yang dijadikan berbagai peruntukannya seperti: tambak, pemukiman, pabrik, perluasan dermaga, perkebunan sawit, dan lain-lain. Sehingga habitat hidup ikan bulan-bulan menjadi terbatas. Menurut Ginting (2006) kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Medan Belawan seluas 150 Ha (71,8%) dari 250 Ha. Menurut Thompson dan Larsen (1994) ikan akan mencari tempat yang sesuai sebagai habitatnya dimana sangat tergantung pada kondisi air sebagai media tempat hidupnya. Apabila habitatnya sudah tidak sesuai maka ikan akan pindah ke perairan lain dan jika kondisi tersebut tidak ditemukan, maka ikan akan beradaptasi dengan lingkungan perairan sekitarnya. Ikan yang tidak bisa beradaptasi akan mati. Selain itu menurut Rumingkeng (1994) sepanjang kehidupannya kepadatan suatu populasi akan megalami perubahan-perubahan karena mungkin suatu waktu terjangkit wabah penyakit sehingga sebagian populasi mati, mengalami kekurangan sumber makanan, tertimpa bencana alam, dan lain-lain.


(39)

4.3 Morfometrik Ikan Bulan-bulan.

Pengukuran morfometrik ikan bulan-bulan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Morfometrik Ikan Bulan-bulan (a) Stasiun 1; (b) Stasiun 2;

0 2 4 6 8 10 12

0 10 20 30 40 50

Ti n g g i (c m ) Panjang (cm) (a) y = 0.098x + 0.420

R2= 0.221

0 2 4 6 8 10 12

0 10 20 30 40 50

Tin gg i (c m ) Panjang (cm) (c)

y = 0.010x+0.516 R2= 0.980 0 2 4 6 8 10 12

0 10 20 30 40 50

Ti n g g i (c m ) Panjang (cm) (b)

y = 0.012x+0.483 R2= 0.988


(40)

Dari hasil analisis morfometrik ikan bulan-bulan pada setiap stasiun pengamatan menunjukan perbedaan. Hal ini diduga karena adanya perbedaan kondisi faktor lingkungan dan ketersediaan sumber makanan, sehingga ukuran ikan yang tertangkap juga berbeda. Di dalam bidang ilmu biologi perikanan, hubungan panjang dan tinggi ikan merupakan pengetahuan yang perlu dipelajari, terutama untuk kepentingan pengelolaan sumberdaya perikanan. Menurut Tzeng, et al.(2000) keragaman morfometrik suatu populasi pada kondisi geografi yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan struktur genetik dan kondisi lingkungan. Oleh karena itu variasi morfometrik yang muncul merupakan respon terhadap lingkungan fisik tempat hidup spesies tersebut. Hal ini menurut Setyono dan Soetarto (2008) karena daerah muara sungai yang merupakan daerah transisi antara lingkungan air tawar dan asin rentan terhadap perubahan lingkungan.

Menurut Doherty dan McCarthy (2004) jika dijumpai komponen koefisiennya memiliki tanda yang sama (positif semua atau negatif semua), hal ini mengindikasikan adanya perbedaan ukuran dan apabila ditemukan komponen memiliki kedua-duanya tanda positif dan negatif ini menunjukkan adanya indikasi variasi bentuk tubuh ikan. Hasil dari penelitian Tzeng et al (1998) menunjukan variasi panjang total ikan bulan-bulan yang berbeda yakni antara 17,8 – 32.9 mm di kawasan estuaria Gongshytyan Brook Taiwan Utara. Menurut Wedemeyer (1996) ikan akan tumbuh dengan cepat dan bentuk tubuh proporsional jika didukung habitat hidup ikan yang sesuai dan ketersediaan sumber makanan. Namun jika lingkungan kurang mendukung, misalnya karena adanya pencemaran atau perubahan kondisi perairan yang ekstrim, maka ikan akan mengalami tekanan/ stress sehingga pertumbuhan ikan terhambat. Syarifuddin (2011) menyatakan setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda, tergantung pada umur, jenis kelamin, dan lingkungan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan ikan antara lain: makanan, suhu, pH air, dan salinitas. Faktor-faktor tersebut secara keseluruhan mempunyai pengaruh sangat besar terhadap pertumbuhan ikan.


(41)

4.4 Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan

Pola pertumbuhan ikan bulan-bulan disajikan dalam bentuk persamaan regresi. Data dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Analisis Pola Pertumbuhan Ikan Bulan-bulan (a) Stasiun 1; (b) Stasiun 2; 0 100 200 300 400 500 600 700

0 10 20 30 40 50

B e rat (g) Panjang (cm) (a)

y = 0.027 L2.212

R2= 0.900

0 100 200 300 400 500 600 700

0 10 20 30 40 50

B e rat (g) Panjang (cm) (b)

y = 0.037 L1.345

R2 = 0.886

0 100 200 300 400 500 600 700

0 10 20 30 40 50

B e rat ( g) Panjang (cm) (c)

y = 0.597 L0.992


(42)

Hasil analisis pola pertumbuhan ikan bulan-bulan pada Stasiun 1 (y = 0.027 L2.212 dan R2 = 0.900), Stasiun 2 (y = 0.037 L1.345 dan R2 = 0.886), Stasiun 3 (y = 0.598 L0.992 dan R2 = 0.884). Berdasarkan hasil analisis pola pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan bulan-bulan yang bersifat allometrik negatif artinya pertumbuhan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat. Diduga karena daerah muara sungai merupakan tempat mencari makan ikan bulan-bulan dimana ketersedian sumber makanan pada daerah stasiun pengamatan berbeda, sehingga pertambahan panjang dan pertambahan berat juga menjadi berbeda pula. Bayliff (1966) hubungan panjang-berat ikan dan distribusi panjangnya perlu diketahui, terutama untuk mengkonversi statistik hasil tangkapan, menduga besarnya populasi dan laju – laju mortalitasnya. Menurut Richter (2007) tujuan pengukuran panjang dan berat ikan adalah untuk mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individu maupun biomassa sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad.

Menurut Huet (1971) pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari daya tahan terhadap serangan penyakit dan genetik. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan di habitat hidupnya serta faktor makanan Everhart and Youngs (1981) menyatakan bahwa analisa hubungan panjang dan berat juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan indeks kemontokan (index of plumpness), yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu.Menurut Effendie (1997) jika nilai b = 3 maka pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan bobotnya atau disebut dengan pertumbuhan isometrik. Apabila nilai b lebih besar atau lebih kecil dari 3 dikatakan allometrik. Kalau nilai b kurang dari 3 mengindikasikan kondisi ikan yang kurus, dimana pertambahan panjangnya lebih cepat daripada pertambahan beratnya.


(43)

4.5 Distribusi Ikan Bulan-bulan

Berdasarkan analisis distribusi ikan bulan-bulan pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Morisita Pada Setiap Stasiun Pengamatan Stasiun Nilai Indeks Morisita Kategori

1 0.299 Seragam

2 0.121 Seragam

3 0.273 Seragam

Nilai Indek Morisita pada setiap stasiun pengamatan menunjukan nilai id <1, artinya distribusi ikan bulan-bulan pada ke-3 stasiun menunjukan pola penyebaran seragam. Hal ini diduga karena persaingan terhadap makanan dan perubahan kualitas air. Menurut Pemberton and Frey (1984); Tarumingkeng (1994) pola penyebaran yang seragam disebabkan oleh interaksi negatif antara individu-individu, misalnya kompetisi terhadap makanan. Selain itu menurut Suin (2002) faktor fisika, kimia, dan biologi yang hampir merata pada suatu perairan serta ketersediaan makanan turut mempengaruhi organisme hidup pada habitatnya dan menentukan organisme tersebut hidup berkelompok, acak maupun seragam.

Jones et al. (1999) menyatakan bahwa faktor antropogenik seperti alih fungsi lahan di daerah hulu akan memengaruhi distribusi ikan karena menurunkan kualitas perairan. Menurut Simanjuntak (2012) perbedaan distribusi spesies spasial menunjukkan bahwa tersedianya relung (habitat dan makanan) dan perubahan kualitas perairan. Hal ini diperjelas oleh Jenkins & Jupiter (2011); Li et al. (2012) bahwa sebaran ikan lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan kualitas air seperti suhu, pH, oksigen terlarut, kekeruhan, debit air.


(44)

4.6 Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Data parameter kualitas air selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Data Rata-rata Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Setiap Stasiun

No Parameter Satuan Baku

Mutu

Stasiun

1 2 3

Fisika

1 Suhu Air oC 28 – 32 29,5 28 27

2 Kecerahan Air Cm - 75 72 76

3 Kecepatan Arus meter/ detik - 9,5 7,6 5,3

Kimia

4 pH air Unit 7 - 8,5 6,7 6,8 6,6

5 Salinitas ‰ s/d 34 15,7 9,9 5,4

6 DO mg/ liter > 5 3,5 3,5 3,4

7 BOD mg/liter 20 6,3 0,5 0,7

8 Nitrat mg/ liter 0,015 3,9 13,1 10,6

9 Posfat mg/ liter 0,008 0,3 0,44 0,53

Sumber: Data Primer & KepMen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Untuk Biota Laut.

Keterangan: Stasiun 1 (Muara Sungai Baharu), Stasiun 2 (Muara Sungai Buluh), Stasiun 3 (Muara Sungai Terjun)

4.6.1. Suhu (oC).

Data hasil pengamatan suhu air pada setiap stasiun adalah sebagai berikut: Stasiun1 suhu rata-rata 29,5oC, Stasiun 2 suhurata-rata 28oC, dan Stasiun 3 suhu rata-rata 28oC. Jika dibandingkan antara hasil pengukuran lapangan dengan baku mutu air menurut KepMen LH No.51 suhu air di Perairan Sungai Belawan masih sesuai. Tingginya hasil pengamatan suhu air pada stasiun 1, hal ini diduga karena pada stasiun 1 merupakan perairan yang terbuka, badan sungainya lebih lebar, dan sedikit ditumbuhi oleh pepohonan sehingga cahaya matahari langsung menembus badan air. Stasiun 2 dan stasiun 3 merupakan perairan yang lebih sempit dan banyak ditumbuhi vegetasi nipah (Nypah fruticans) sehingga cahaya matahari tidak langsung menembus badan air terlebih dahulu terhalang oleh pepohonan.


(45)

Menurut Odum (1998) suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, ketinggian geografis, dan faktor penutupan pepohonan (kanopi) dari vegetasi yang tumbuh disekitarnya. Menurut Suriadarma (2011) perbedaan lainnya disebabkan karena adanya perbedaan waktu pengukuran, juga diduga disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrient atau ion-ion garam yang secara fisik dapat meningkatkan daya hantar panas.

Barus (2004) menyatakan pola suhu perairan dapat dipengaruhi oleh faktor anthropogen (yang disebabkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas, yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan hutan yang menyebabkan hilangnya perlindungan badan air. Kantun (2012) menyatakan bahwa bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di dunia mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap suhu, disebut eurytermal. Sebaliknya ada pula toleransinya kecil, disebut stenotermal. Menurut Chacόn- Chaverri dan McLarney (1992) juvenil tarpon biasanya ditemui bergerombol, ukuran kecil, dan pada daerah rawa payau yang memiliki kisaran suhu yang luas (12-36 0C).

4.6.2. Kecerahan (cm).

Pengamatan kecerahan air pada setiap stasiun diperoleh data pada stasiun 1 berkisar 75 cm, stasiun 2 berkisar 72 cm, dan stasiun 3 berkisar 66 cm. Rendahnya nilai pengamatan kecerahan air pada setiap stasiun diduga karena banyaknya sedimen lumpur dan partikel lainya, tingginya kandungan limbah organik, dan limbah domestik. Hal ini diduga karena tiap-tiap stasiun pengamatan letaknya di daerah muara sungai-sungai kecil yang mengarah ke Perairan Sungai Belawan yang lebih besar, sehingga semua kompenen partikel tersebut menumpuk di daerah muara sungai. Perbedaan jarak antara satu stasiun dengan stasiun lainnya dari arah pantai mempengaruhi tingkat kecerahan perairan tersebut.


(46)

Menurut Suriadarma (2011) tingkat kecerahan air akan semakin tinggi dengan semakin jauhnya jarak dari pantai. Tingkat kecerahan yang rendah di perairan sungai dan laut yang berdekatan dengan pantai di duga akibat banyak terdapatnya partikel tersuspensi yang terbawa aliran sungai dari lahan atas dan adanya proses sedimentasi serta abrasi pantai. Barus (2004) menyatakan bahwa bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme air dalam habitatnya. Apabila intensitas cahaya matahari berkurang, hewan air akan dirangsang untuk melakukan ruaya (migrasi).

4.6.3. Kecepatan Arus (meter/detik)

Data hasil pengukuran kecepatan arus pada stasiun yaitu stasiun 1 berkisar 6,7 meter/detik, stasiun 2 berkisar 5,9 meter/detik, dan stasiun 3 berkisar 5,3 meter/detik. Kecepatan arus pada masing-masing stasiun pengamatan nilainya bervariasi karena pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Posisi Perairan Sungai Belawan yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka menjadikan pola arus dan massa air sangat di pengaruhi oleh fenomena yang terjadi di selat tersebut; 2. Pengaruh arus pasang surut (pasut); 3. Pergerakan angin; 4. Selain itu kondisinya Perairan Sungai Belawan dipengaruhi oleh beberapa aliran sungai, sehingga karena pola arus yang terjadi cenderung bergerak sepanjang tahun dan membentuk sedimentasi baik dari hulu maupun ke arah muara.

Menurut Nontji (2002) arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan dalam densitas air laut atau disebabkan oleh gerakan gelombang. Pada dasar perairan yang dangkal arusnya yang tinggi. Nugroho et al.(2007) secara umum, arus laut yang mempengaruhi karakteristik perairan di Indonesia adalah arus laut yang berasal dari angin dan pasut.


(47)

4.6.4. pH

Hasil pengukuran pH pada masing-masing stasiun yakni stasiun 1 (6,7) stasiun 2 (6,8) dan stasiun 3 (6,6). Berdasarkan pengamatan, menunjukan nilai pH masih mendekati nilai pH netral (7) dan masih dalam kisaran sesuai baku mutu KepMen KLH No. 51.

Diduga rendahnya nilai pH karena dipenangaruhi oleh buangan limbah bahan organik dan anorganik melalui sungai sehingga terjadi penimbunan di muara sungai. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuliastuti (2011) fluktuasi pH dipengaruhi oleh adanya buangan limbah organik dan anorganik ke sungai.

Menurut Meilawati et al (2005) jika nilai pH berada di bawah standar baku mutu maksimum maka kualitas air/ sedimen bersifat acid (asam). Begitupun jika nilai pH berada di atas standar baku mutu maksimum maka kualitas air/ sedimen bersifat alkali (basa). pH air semakin ke muara semakin asam karena adanya pertambahan bahan-bahan organik yang kemudian membebaskan Karbondioksida (CO2) apabila terurai.

Barus (2004) menyatakan bahwa perairan yang mengandung kapur akan mempunyai nilai pH yang relatif lebih stabil, sedangkan perairan yang mengandung sedikit kapur akan mempunyai nilai pH yang berfluktuasi sesuai dengan dinamika fotosintesis yang terjadi. Hal ini merujuk penelitian yang dilakukan Fadil (2011) kisaran pH 6,15 – 6,78 masih dalam rentang pH baku mutu air baik untuk air kelas I maupun kelas II. Menurut Chacόn- Chaverri dan McLarney (1992) juvenil tarpon dapat hidup pada kisaran pH 5,7 -8.8.


(48)

4.6.5 Oksigen Terlarut (mg/liter)

Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut pada stasiun 1 (3,5 mg/l), stasiun 2 (3,5 mg/l), dan stasiun 3 (3,4 mg/l). Nilai tersebut bila dibandingkan dengan nilai baku mutu jauh lebih rendah. Diduga kelarutan oksigen yang rendah ini, karena saat pengambilan sampel air dilakukan pada musim kemarau sehingga proses oksidasi oleh bakteri pengurai meningkat.

Mikroorganisme akan mengoksidasi Amonium menjadi Nitrat. Proses ini

dikenal sebagai proses nitrifikasi. (Borneff (1982); Schoerbel (1987); Hὒtter (1990)

dalam Barus (2004)). Proses oksidasi amonium menjadi nitrit oleh aktivitas kelompok bakteri Nitrosomonas dapat dilihat di bawah ini:

NH4 + O2 ---› NO2 (Amonium) Nitrosomonas (Nitrit)

Selanjutnya proses oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh aktivitas kelompok bakteri Nitrobacter dapat dilihat di bawah ini:

NO2 + O2 ---› NO3 (Nitrit) Nitrosomonas (Nitrat)

Barus (2004) berpendapat proses oksidasi akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menjadi rendah, terutama pada musim kemarau saat curah hujan sangat sedikit dimana volume aliran air sungai menjadi rendah. Dibarengi dengan tingginya suhu dan apabila volume air limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam. Ikan bulan-bulan termasuk ikan dapat hidup pada kondisi oksigen terlarut yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian Wells et al.

(2007) yang melakukan pengamatan terhadap ikan bulan-bulan tentang hubungan kecepatan renang dan kebutuhan oksigen terlarut yakni dengan kisaran 0,8 – 5 mmol/liter. Kelarutan oksigen mempengaruhi kehidupan organisme di suatu perairan, karena oksigen terlarut disuatu perairan merupakan faktor pembatas. Jika kadar oksigen terlarut terlalu rendah bisa mengakibatkan biota air akan mati (Fardiaz, 1992).


(49)

Menurut Udi Putra (2008) kebutuhan oksigen terlarut yang diperlukan oleh ikan atau organisme air lainnya sangat bergantung pada faktor-faktor suhu, pH, CO2 dan kecepatan metabolik ikannya. Kebutuhan oksigen meningkat dengan meningkatnya suhu air.

4.6.6. BOD (mg/liter)

Hasil uji laboraorium diperoleh nilai BOD pada stasiun 1 (6,3 mg/liter), stasiun 2 (0,5 mg/liter) dan stasiun 3 (0,7 mg/liter). Berdasarkan KepMen KLH No. 5 nilai baku mutu air untuk BOD maksimum 20 mg/liter, jika dibandingkan dengan nilai hasil uji dari masing-masing stasiun pengamatan sangat jauh berbeda, namun masih layak. Nilai BOD yang tinggi dinilai merupakan pencemaran di suatu perairan. Perbedaan nilai ini diduga karena dipengaruhi adanya perbedaan buangan limbah bahan organik telah terakumulasi muara sungai, dan aktivitas perombakan bahan organik oleh bakteri pengurai. Nilai BOD rendah mengindikasikan perairan ini belum tercemar.

Ali et al (2013) menyatakan BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk menguraikan bahan organik di dalam air. Rahayu dan Tantowi (2009) menyatakan bahwa semakin besar kadar BOD di perairan sungai menandakan bahwa perairan tersebut telah tercemar yang diakibatkan oleh buangan limbah domestik dan pertanian. Selanjutnya menurut Yudo (2010) semakin besar konsentrasi BOD suatu perairan, menunjukan konsentrasi bahan organik juga tinggi. Lee, et al. (1978) menerangkan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nilai BOD5 dimana kandungan ≤ 2,9 mg/l merupakan perairan yang tidak tercemar, kandungan 3,0 - 5,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar ringan, kandungan 5,1 – 14,9 mg/l merupakan perairan yang


(50)

4.6.7. Salinitas (‰)

Hasil rata-rata pengukuran salinitas pada stasiun 1 (15,7‰), stasiun 2 (9,9‰), dan stasiun 3 (5,4‰). Perbedaan ini diduga disebabkan karena stasiun pengamatan merupakan beberapa muara sungai, karena salinitas menjadi berbeda karena salinitas dipengaruhi oleh pasang surut dan jumlah partikel di perairan dan jarak antara sungai ke laut. Selain itu diduga pengambilan sampel air pada saat musim kemarau, sebab musim juga mempengaruhi salinitas.

Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) bahwa perairan estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, bergantung pada suplai air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Lebih lanjut menurut Nybakken (1992) perbedaan lainnya adalah tergantung musim dan topografi. Boeuf & Payan (2001) menyatakan bahwa ikan yang hidup pada salinitas yang lebih rendah menghabiskan lebih sedikit energi untuk osmoregulasi. Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal (Effendi,2003; Fadil (2011).

Ikan bulan-bulan merupakan jenis ikan euryhaline. Ikan ini beruaya mencari habitat yang sesuai siklus hidupnya. Menurut Chacόn- Chaverri dan McLarney (1992) juvenil tarpon dapat hidup pada salinitas 5- 40 ppt.

4.6.8. Nitrat (NH3) dan Fosfat (PO4)

Hasil pengukuran kadar nitrat pada stasiun 1 (3,9 mg/l), stasiun 2 (13.1 mg/l), dan stasiun 3 (10,6 mg/l). Kadar fosfat pada stasiun 1 (0,3 mg/l), stasiun 2 (0,44 mg/l) , dan stasiun 3 (0,53 mg/l). Jika dibandingkan nilai nitrat dan posfat pada stasiun pengamatan sangat berbeda jauh dan nilainya di bawah nilai baku mutu air berdasarkan KepMen LH No.5 tahun 2004.


(51)

Hal ini diduga aliran sungai menjadi sumber pembawa limbah buangan untuk unsur nitrat dan fosfat ke badan sungai yang kemudian tertimbun di muara sungai, karena sumber nitrat dan fospat berasal dari limpasan lahan pertanian dan limbah rumah tangga. Jika nilainya tinggi nitrat dan fosfat berarti mendapat mendapat sumber pasokan limpasan yang tinggi yang terbawa aliran sungai dan begitu pula sebaliknya yang pada akhirnya semua sumber limpasan nitrat dan fosfat tersebut terakumulasi di daerah muara sungai.

Menurut Effendi (2003) sumber utama peningkatan kadar nitrat diperairan berasal dari limpasan pupuk pertanian. Risamasu dan Hanif (2011) menyatakan konsentrasi nitrat di lapisan permukaan yang lebih rendah dibandingkan di lapisan dekat dasar disebabkan karena nitrat di lapisan permukaan lebih banyak dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh fitoplankton. Selain itu, konsentrasi nitrat yang sedikit lebih tinggi di dekat dasar perairan juga dipengaruhi oleh sedimen. Di dalam sedimen nitrat diproduksi dari biodegradasi bahan-bahan organik menjadi ammonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat (Seitzinger, 1988)

Boyd (1982) menyatakan bahwa fosfat terbentuk sebagai hasil perombakan bahan organik dalam kondisi aerobik. Keberadaan orthophosphate di perairan, dengan segera dapat diserap oleh bakteri, fitoplankton dan makrofita. Fitoplankton dapat menyerap orthophosphate lebih cepat dibandingkan dengan makrofita, tetapi makrofita mempunyai kemampuan menyimpan fosfor lebih besar dari pada fitoplankton.

4.7 Korelasi Kepadatan Dengan Faktor Fisik Kimia Perairan.

Korelasi kepadatan ikan bulan-bulan dengan faktor fisika kimia mempunyai berhubungan searah (+) dan hubungan berlawan arah (-). Data analisis korelasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 6.


(52)

Tabel 6. Korelasi Kelimpahan Ikan Dengan Faktor Fisika Kimia Perairan

No Parameter r

1 Suhu Air - 0.971

2 Kecerahan Air - 0.500

3 Kecepatan Arus - 0.681

4 pH air 0.240

5 Salinitas - 0.769

6 DO - 0.227

7 BOD - 0.978

8 Nitrat 1.000

9 Posfat 0.801

Keterangan: (-) Arah Korelasi Berlawanan; (+) Arah Korelasi Searah

Nilai rata-rata nitrat (1,000) dan fosfat (0,801), hal ini berkolerasi searah dengan kelimpahan ikan bulan-bulan artinya semakin tinggi nilai nitrat, fosfat maka semangkin tinggi pula kelimpahan ikan bulan-bulan. Tingginya nilai nitrat dan fosfat, diduga karena semua stasiun merupakan muara sungai sudah tentu menjadi sumber limpasan berbagai limbah daratan yang akhirnya mengendap dan tertimbun di daerah muara sungai. Hal ini menyebabkan perairan tersebut menjadi subur dan kaya akan zat hara. Kesuburan suatu perairan mengindikasikan tingginya produktivitas primer, hal ini mendukung ketersedian makanan yang melimpah sehingga menarik biota aquatik termasuk ikan bulan-bulan untuk mencari makanan ke daerah tersebut.

Effendi (2000) menyatakan di perairan bentuk dan unsur fosfat secara terus menerus berubah akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Perubahan ini tergantung kepada suhu. Pada kondisi suhu yang mendekati titik didih perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Hal ini didukung pendapat Chester (2003) proses penguraian senyawa organik oleh aktivitas bakteri dan organisme pengurai lainnya, proses dekomposisi ini mengubah senyawa anorganik yang dimanfaatkan oleh organisme autrotrof. Nitrat dan fosfat adalah merupakan zat hara ini mempunyai peranan penting dalam mata rantai kehidupan di perairan, karena bisa dimanfaatkan oleh phytoplankton sebagai sumber bahan makanan.


(53)

Hal ini sejalan yang dikatakan Ferianita dkk (2005) nitrat dan fosfat merupakan zat hara yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme phytoplankton yang merupakan indikator untuk mengevaluasi kualitas air dan tingkat kesuburan. Kondisi ekosistem yang kompleks, pola arus yang dinamis, serta aktivitas di suatu kawasan mempunyai pengaruh terhadap kandungan unsur hara, kelarutan oksigen, dan pH yang merupakan indikator kesuburan perairan (Simanjuntak, 2012).

Nilai BOD (- 0,987) dan suhu (- 0,971) menunjukan korelasi berlawanan arah (-), artinya semangkin tinggi nilai BOD maka semangkin rendah kepadatan populasi ikan bulan-bulan. Tinggi rendahnya nilai BOD diduga karena dimanfaatkan organisme untuk proses respirasi dan mikroorganisme termasuk bakteri di dalam proses penguraian bahan organik di suatu perairan serta dipengaruhi air laut. Suriadarma (2011) mengatakan kadar BOD yang tinggi di perairan ini diduga sebagai akibat banyaknya bahan organik dari sungai bagian hulu. Dibandingkan dengan kadar BOD di daerah hulu sungai, kadar BOD di daerah hilir ternyata lebih tinggi.

Perbedaan ini mungkin disebabkan buangan bahan organik telah terakumulasi di daerah hilir yang berdekatan dengan muara sungai di samping adanya pengaruh dari laut. Menurut Graham (1997) dalam Geiger et al. (2000) proses biotik dan abiotik dapat mengpengaruhi kadar oksigen menjadi rendah pada lingkungan perairan serta sirkulasinya terbatas. Ada sekitar 374 spesies ikan atau kurang dari 2% spesies ikan yang ada diketahui telah mengembangkan kemampuannya untuk mengunakan oksigen bebas dari fluktuasi oksigen terlarut yang tersedia.

Johansen (1966) dalam Geiger et al. (2000) menyatakan organ pernapasan tambahan termasuk mulut, rongga perut, saluran pencernaan, dan gelembung udara. Menurut Bone et al. (1995) ikan bulan-bulan salah satu ikan laut yang mempunyai gelembung udara yang digunakan dalam sistem respirasinya.


(54)

Berdasarkan pengamatan di lapangan ikan bulan-bulan memang sering kali muncul kepermukaan air untuk melakukan pernapasan dengan cara mengambil udara bebas langsung dari atmospher. Kemungkinan inilah bentuk adaptasi ikan bulan-bulan pada kondisi oksigen yang rendah.

Suhu air berkorelasi negatif (-) dengan kepadatan populasi ikan bulan-bulan. Artinya semangkin tinggi suhu air kepadatan ikan semakin rendah. Hal ini diduga karena ikan bulan-bulan menyukai kondisi suhu yang normal. Menurut Geiger (2000) suhu normal yang disukai ikan bulan-bulan yakni 22-33oC. Udi Putra (2011) ikan adalah binatang yang bersifat poikilothermik, suhu tubuhnya akan kurang 0.5 oC atau lebih dari suhu lingkungan yang ia tempati. Menurut Malone dan Burden (1988); Svobodova, et al. (1993) metabolik ikan akan berkurang/berhenti ketika suhu tidak optimum atau perubahannya terlalu ekstrim. Anwar (2008) menyatakan kondisi perairan sangat menentukan kepadatan populasi dan penyebaran organisme pada habitatnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan kecenderungan lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disimpulkan : a. Morfometrik ikan bulan-bulan bersifat linier positif.

b. Pola pertumbuhan ikan bulan-bulan dikategorikan allometrik negatif. c. Distribusi ikan bulan-bulan dikategorikan seragam.

d. Nitrat dan posfat mempunyai korelasi yang kuat terhadap kepadatan populasi ikan bulan-bulan.

5.2. Saran

a. Penelitian lanjutan sangat diperlukan untuk mengkaji berbagai aspek ikan bulan-bulan sehingga dapat menunjang kelestariannya di alam.

b. Perlu teknologi yang tepat guna dalam upaya membudidayakan ikan bulan-bulan di tambak, sehingga mengurangi tingkat penangkapan di alam.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., Soemarno dan Mangku Pornomo. 2013. Kajian Kualitas Air Dan Status Mutu Air Sungai Metro Di Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, 265-274.

Anwar, N. 2008. Karakteristik Fisika Kimia Perairan Dan Kaitannya Dengan Distribusi Serta Kelimpahan Larva Ikan Di Teluk Pelabuhan Ratu. Sekolah Pasca Sarjana. IPB.

Ault, Jerald. S. 2008. Biology and Management of the World Tarpon and Bonefish Fisheries. CRC Press. USA.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi. Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press. 165 hal.

Bakosurtanal . 2006. Atlas Sumberdaya Kelautan. Bogor.

Bengen, D. G. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB. 58 halaman.

Bone, Q., N.B. Marshall and J.H.S. Blaxter. 1995. Biology of Fishes, 2nd ed. Chapman and Hall. London. 332 pp.

Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warm-water Fish Ponds. Auburn University of Agriculture Experimentation Station.R. Dennis Ronse. Auburn. Alabama.359 p.

---,. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Sci. Publ. Co., Amsterdam, 318 pp

Boeuf G. and Payan P. 2001. How should salinity influence fish growth ?. Comp. Biochem Physiol C Toxicol Pharmacol 130:411–423.

Burhanuddin, A., Djamali, dan A.S. Genisa. 1998. Nama-nama daerah ikan laut di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta:188 hal.


(57)

Bayliff, W.H. 1966. Length – weight relationship of the anchoveta, Cetengraulis mysticetus in the Gulf of Panama, I-ATTC. 10 (3) : 241 - 259.

Chacόn-Chaverri D. dan W.O. McLarney .1992. Desarrollo Temprano del sabalo, Megalops atlanticus (Pisces: Megalopidae). Rev. Biol. Trop. 40: 171-177 Chester, R. 2003. Marine Geochemistry. Second Edition. Blackwell Scientific

Publication. London. 520 p.

Connel, D.W. and Miller G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Koestoer Y, Sehati. Penerjemah. Jakarta . UI Press.

De Jong, J. K., 1939. A Preliminary investigation of the spawning habits of some fishes of Java Sea. Treubia 8, 199-218.

Doherty, D and T.K. Mccarthy. 2004. Morphometric and Meristic Characteristics Analyses of Two Western Irish Populations of Arctic char, Salvelinus alpinus (l.). Jurnal of Biology and Environment: Proceedings of The Royal Irish Academy, Vol. 104b, No. 1. hlm 75-85.

Durborow, M.R., D. M. Crosby and M. W. Brunson. 1997. Ammonia in Fish Pond. Southern Regional Aquaculture Centre Publication No. 463: 55-60, Kentucky USA.

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor.

---,. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor: 112 hal. Everhart, W.H and W.D. Youngs. 1981. Principles of fishery science. 2ndEdition

Comstock Publishing Associates, a division of Cornell University Press. Ithaca and London : 349 p.

Fadil, M.S. 2011. Kajian Beberapa Aaspek Parameter Fisika Kimia Airn Dan Aspek Fisiologis Ikan Yang Ditemukan Pada Aliran Buangan Pabrik Karet Di Sungai Batang Arau. Artikel. Pascasarjana. Universitas Andalas.

FAO. 2003. Mangrove: Distribution and Extent Woldwide. http://www.fao.org/forestry/site/3642/en/. Diunggah tanggal 13 Desember


(1)

46

Udi Putra, Nana. S. S. 2008. Manajemen Kualitas Air Dalam Kegiatan Perikanan Budidaya. Disampaikan dalam Apresiasi Pengembangan Kapasitas Laboratorium (16 - 18 Maret 2011 di Hotel Ammans Ambon Manise).

Pemberton, S.G, and R.W. Frey. 1984. Quantitative Methods in Ichnology: Spatial Distribution Among Population. Lethaia 17:33-49.

Wahyuningsih, H. dan Deny Supriharti. 2004. Kepadatan Populasi Ikan Jurung (Tor sp.) Di Sungai Bahorok Kabupaten Langkat. Jurnal Komunikasi penelitian. Volume 16 (5) 2004.

Wardoyo, S.'I'.H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Lingkungan Pertanian dan Perikanan. Training Analisa Dampak Lingkungan. PPLH-UNDP-PUSDI-PSL-IPB.

Wedemeyer, G.A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman & Hall. New York.

Wells,R.M.G., Baldwin,J., Seymour,R.S., Christian,K.A., and Farrell,A.P. 2007. Air breathing minimizes post-exercise lactate load in the tropical Pacific tarpon, Megalops cyprinoides Broussonet 1782 but oxygen debt is repaid by aquatic breathing. J. Fish Biol. 71: 1649-1661.

Willmann, R., G. Melvin, J. Sidu, Hadil Rajali, A.H. Yong and L. Gabriel. 1989. Proposal for the management of the Tenualosa toli fishery in Sarawak. Technical Cooperation Programme FAO/Malaysia. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome, 1989 FI:TCP/MAL/6753(I).

Wijayanti, H. 2007. Kajian Kualitas Perairan Di Pantai Kota Bandar Lampung Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. Tesis. Program Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang.

White W.T., Last P.R., Dharmadi, Faizah R., Chodrijah U., Prisantoso B.I., Pogonoski J.J., Puckridge M. and Blaber S.J.M. 2013. Market fishes of Indonesia. ACIAR Monograph No. 155. Australian Centre for International Agricultural Research: Canberra. 438 pp.

Widyastuti, R.., Eko Yuli Handoko dan Suntoyo. 2009. Pemodelan Pola Arus Laut Permukaan Di Perairan Indonesia Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason- 1. Fakultas Teknik Kelautan. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.


(2)

Yudo, S. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung Di Wilayah DKI Jakarta Ditinjau dari Parameter Organik, Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri Coli. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6. 34-36.

Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.


(3)

L-1

Lampiran 1. Lokasi Penelitian

Keterangan: Stasiun 1 (Muara Sungai Baharu), Stasiun 2 (Muara Sungai Buluh), Stasiun 3 (Muara Sungai Terjun)


(4)

(5)

L-3

Lampiran 3. Kegiatan Pengamatan Kualitas Air

Keterangan: (a). Pengukuran Arus; (b). Pengukuran DO; (c). Pengukuran salinitas


(6)

Lampiran 4. Aktivitas Penangkapan Oleh Nelayan