BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Teri 2.1.1 Klasifikasi ikan teri - Penetapan Kadar Kalsium Secara Spektrofotometri Serapan Atom dan Fosfor Secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada Ikan Teri (Stolephorus spp.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Teri

  2.1.1 Klasifikasi ikan teri c

  Menurut Anonim (2014), klasifikasi ikan teri adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-Filum : Vertebrae Class : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Engraulidae Genus : Stolephorus Species : Stolephorus spp.

  2.1.2 Kandungan gizi

  Ikan teri yang selama ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat ternyata merupakan sumber kalsium yang sangat baik untuk mencegah osteoporosis.

  Kalsium pada ikan teri berasal dari bagian tulang yang ikut termakan bersama- sama bagian daging. Seperti halnya pada manusia, kalsium pada ikan juga terakumulasi pada bagian tulang. Karena tulang pada ikan teri relatif kecil dan lunak dibandingkan jenis ikan lainnya maka memungkinkan untuk ikut dikonsumsi (Wirakusumah, 2007).

  Ikan teri (Stolephorus spp.) merupakan sumber kalsium yang tahan dan tidak mudah larut dalam air. Ikan teri (Stolephorus spp.) juga sebagai bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi dengan kandungan mineral, vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh dan kecerdasan manusia. Ikan teri merupakan salah satu sumber kalsium terbaik untuk mencegah pengeroposan tulang. Kandungan gizi dalam 100 gram teri segar meliputi energy 77 kkal; protein l6 gr; lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; phosfor 500 mg; besi 1.0 mg; Vit A

  a RE 47; dan Vit B 0.1 mg (Anonim , 2014).

2.2 Mineral

  Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier, 2004).

2.2.1 Kalsium

  Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99% berada dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit [(3Ca (PO ) .Ca(OH) ]. Kalsium tulang berada dalam

  3

  4

  2

  2

  keadaan seimbang dengan kalsium plasma konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100 ml). Densitas berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh. Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel (Almatsier, 2004).

  Kalsium mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh antara lain untuk pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan darah, sebagai katalisator reaksi-reaksi biologik dan berperan dalam kontraksi otot. Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi: (a) sebagai bagian dari struktur tulang; (b) sebagai tempat menyimpan kalsium. Beberapa fungsi kalsium lain adalah meningkatkan fungsi transpor membran sel, kemungkinan dengan bertindak sebagai stabilisator membran, dan transmisi ion melalui membran organel sel (Almatsier, 2004).

  Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya dan Gizi LIPI (1998) sebagai berikut, untuk bayi sebesar 300-400 mg, anak-anak 500 mg, remaja 600-700 mg, dewasa 500-800 mg, ibu hamil dan menyusui > 400 mg. Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serelia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier, 2004).

2.2.2 Fosfor

  Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraselular (Almatsier, 2004).

  Selain untuk pertumbuhan tulang dan gigi, fosfor mempunyai peranan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen esensial bagi banyak sel dan merupakan alat transport asam lemak. Fosfor berperan pula dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa (Pudjiadi, 2000).

  Pada umumnya bahan makanan yang mengandung banyak kalsium merupakan juga sumber fosfor, seperti susu, keju, daging, ikan, telur, dan saleria.

  Biasanya kira-kira 70% dari fosfor yang berada dalam makanan dapat diserap oleh tubuh. Penyerapan akan lebih baik bila fosfor dan kalsium dimakan dalam jumlah yang sama (Pudjiadi, 2000).

  Kecukupan fosfor rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sebagai berikut (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI 1993), untuk bayi sebesar 200-250 mg, anak-anak 250-400 mg, remaja dan dewasa 400-500 mg, ibu hamil dan menyusui >200->300 mg (Almatsier, 2004).

  Kelebihan fosfor karena makanan jarang terjadi. Bila kadar fosfor darah terlalu tinggi, ion fosfat akan mengikat kalsium sehingga dapat menimbulkan kejang. Kekurangan fosfor karena makan juga jarang terjadi. Kekurangan fosfor bisa terjadi bila menggunakan obat antasida untuk menetralkan asam lambung seperti aluminium hidroksida. Aluminium hidroksida mengikat fosfor sehingga tidak dapat diabsorpsi. Kekurangan fosfor juga dapat terjadi pada penderita yang kehilangan banyak cairan melalui urin. Kekurangan fosfor menyebabkan rasa lelah, kurang nafsu makan dan kerusakan tulang (Almatsier, 2004).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

  Pemanfaatan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955 (Khopkar, 1990). Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur - unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak bergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Metode spektrofotometri serapan atom mendasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom - atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm, sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom yang mana pada transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam - macam. Misalkan, suatu unsur Na dengan nomor atom 11

  2

  2

  

6

  1

  mempunyai konfigurasi elektron 1s , 2s , 2p dan 3s , tingkat dasar untuk elektron valensi 3s ini dapat mengalami eksitasi ke tingkat 3p dengan energi 2,2 eV atau ke tingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing - masing sesuai dengan panjang gelombang 589 nm dan 330 nm (Khopkar, 1990).

2.3.1 Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom

  Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a.

  Sumber Sinar Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow

  cathode lamp). Lampu ini terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung

  suatu katoda dan anoda. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah. Bila antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas - berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron - elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas - gas mulia yang diisikan tadi (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

  b.

  Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom - atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom - atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2007).

  • Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen - udara

  Nyala (Flame)

  º

  suhunya sebesar 2200 C dan gas asetilen - dinitrogen oksida (N O) sebesar

  2 º

  3000

  C. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007).

  • Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sejumlah sampel diambil sedikit, lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom - atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Tanpa nyala (Flame) c.

  Monokromator Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak panjang gelombang yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2007).

  d.

  Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).

  e.

  Readout

  

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

  pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.2 Gangguan-gangguan pada spektrofotometri serapan atom

  Gangguan - gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa - peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi kimia (Khopkar, 1990).

  Menurut Gandjar dan Rohman, (2007), gangguan - gangguan yang terjadi pada spektrofotometri serapan atom adalah:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala.

  3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul - molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. Adanya gangguan - gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara - cara sebagai berikut: a.

  Penggunaan nyala/suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik. Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom - atom yang akan dianalisis.

2.4 Spektrofotometri Sinar Tampak dan Sinar Ultraviolet

  Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel biasanya digunakan untuk molekul dan ion organik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum Ultraviolet dan Visibel sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

  Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Metode spektrofotometri langsung seperti analisis ultraviolet banyak digunakan di dalam analisis tetapi biasannya kurang selektif. Selektivitas atau kekhasan dapat ditingkatkan melalui pemisahan atau dengan mereaksikan gugus fungsional yang sesuai. Misalnya dengan menambahkan reagensia tertentu sehingga dihasilkan warna yang kemudian diukur pada daerah visibel (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya. Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat dipilih dari sinar putih. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Alat spektrofotometri pada dasarnya terdiri atas sumber sinar, monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus, dan alat ukur atau pencatat. Spektrofotometer dapat bekerja secara otomatik ataupun tidak, dan dapat mempunyai sistem sinar tunggal dan ganda (Ditjen POM, 1979).

  Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisahan atau monokromator (Dachriyanus, 2004).

2.5 Validasi Metode Analisis

  Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

  Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a.

  Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu: metode simulasi (Spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standart addition method) (Harmita,2004).

  Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

  Metode penambahan baku (standart addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).

  b.

  Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) (Harmita, 2004).

  c.

  Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of

  quantitation)

  Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).