BAB II KEDUDUKAN ANAK DALAM KETENTUAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Anak - Jatuhnya Hak Hadhanah Kepada Orang Tua Laki-Laki Karena Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama. (Studi Pada Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1521/Pdt.G/2011/PA.Mdn)

BAB II KEDUDUKAN ANAK DALAM KETENTUAN HUKUM ISLAM A. Pengertian Anak Berbicara tentang anak saat ini seperti tidak ada habis-habisnya, saya rasa

  semakin menarik karena di balik itu semua terdapat fakta-fakta menarik tentang permasalahan anak. Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.

  Anak sering kali dipersepsikan sebagai manusia yang masih berada pada tahap perkembangan sehingga belum dapat dikatakan sebagai manusia yang utuh. Dengan keterbatasan usia yang tentunya berpengaruh pada pola pikir dan tindakan, anak belum mampu untuk memilah antara hal yang baik dan buruk.

  Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi Pembangunan Nasional. Anak adalah aset bangsa, masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang, semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa begitu pula sebaliknya, apabila keperibadian anak tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang.

  Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia anak dapat diartikan sebagai keturunan yang kedua, anak juga memiliki pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu

  

  mempunyai potensi untuk menjadi dewasa. Di dalam perkembangan lebih lanjut kata “anak“ bukan hanya dipakai untuk menunjukkan keturunan dari bapak dan ibunya, tetapi juga dipakai untuk menunjukkan asal seseorang, seperti anak Aceh, Jawa atau Batak, berarti anak

   tersebut keturunan dari orang Aceh, Jawa maupun Batak.

  Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama Islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah

  

  kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan. Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama Islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang. Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lila’lamin dan sebagai pewaris ajaran Islam pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima

   oleh akan dari orang tua, masyarakat , bangsa dan negara.

  Masa anak-anak, merupakan hal yang paling menyenangkan bagi anak. Masa dimana mereka dapat bermain atau bercanda dengan siapa saja dengan tanpa batas dan bebas dan juga berkesempatan untuk belajar semaksimal mungkin. Dalam konteks perkembangan anak, terlibat dalam suatu permainan bukanlah sekedar bermain, justru dengan bermain itulah

  41 42 Anton M.Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hal.30 43 Ibid

Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan Perundang-

Undangan , Pustaka Bangsa, Medan, 2008, hal 46

   sebenarnya anak belajar untuk menjadi pintar dalam berbagai macam hal.

  Selama ini terkadang seringkali diyakini bahwa masa anak-anak adalah masa untuk pematangan fisik, kecerdasan emosional, sosial dan pematangan susila. Sebenarnya hidup dimasa anak-anak haruslah hidup yang memperluas wawasan dan juga mendapatkan pengalaman baru, karena setiap anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani maupun jasmani.

  Anak sebagai amanah Tuhan Yang Maha Esa senantiasa haruslah dijaga karena di dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

  

  dijunjung tinggi. Agama Islam memerintahkan untuk memelihara keturunan agar jangan sampai sia-sia, Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan menjadi hak anak, anak akan

   dapat menangkis penghinaan atau musibah terlantar.

  Kedudukan anak mem berikan arti yang sangat penting bagi bapak dan ibunya bahkan

  

  lebih jauh dari itu anak sangat memberikan arti tertentu bagi keluarga. Beberapa hukum positif di Indonesia memberikan pengertian yang authentik tentang anak, pengertian tersebut pada dasarnya terdiri dari persyaratan atau kualifikasi yang harus dipenuhi oleh seseorang

  

  agar dapat disebut anak, umumnya kualifikasi yang dipergunakan adalah : 1. Batasan Umur.

  2. Status Perkawinan. 45 Invanto (dkk), Pekerja Anak di Tiga Kota Besar : Jakarta Surabaya Medan Unicef dan Unika Atma

  Jaya , Jakarta, 1995, hal.21 46 47 Penjelasan Umum UU Perlindungan Anak 48 Zakaria Ahmad Al-Barry, op.cit, hal.7 Kedudukan anak dalam sebuah keluarga bukan hanya sebagai penerus dari keluarga tersebut, akan

tetapi kedudukan anak dalam sebuah keluarga dapat memberikan status sosial bahkan juga sangat memberikan

keharmonisan dalam rumah tangga. 49 Ariffani (dkk), Menuju Perlindungan Anak yang Holistik, Yayasan Pustaka Indonesia, Medan, 2005,

   Adapun, variasi perbedaan pengertian anak terdiri dari : 1. Batasan umur yang berbeda-beda.

  2. Dipergunakannya status perkawinan sebagai syarat.

  3. Status perkawinan tidak digunakan sebagai syarat.

   Anak adalah anak, anak tidak sama dengan orang dewasa. Anak juga memiliki

  sistim penilaian kanak-kanak yang memperlihatkan martabat dan norma anak itu sendiri, tidak hanya itu saja bahkan sejak lahirpun anak sudah menampakkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik. Hal ini ditunjukkan oleh taraf perkembangan anak itu memang selalu berkelainan dengan sifat- sifatnya dan ciri-cirinya dimulai semenjak masih dari usia bayi, anak-anak, remaja sampai

   dewasa maupun usia lajut akan berlainan pola pikir dan jasmaninya.

  Pada umumnya pengertian anak adalah mereka-mereka yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, hal ini dapat dilihat dari beberapa peraturan sebagai berikut :

  1. Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa :”Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak kawin sebelumnya”. Pengertian pada Pasal 330 KUH Perdata ini menunjukkan kedudukan seseorang yang masih dikategorikan sebagai anak-anak.

  2. Pasal 1 angka 2 UU Kesejahteraan Anak menentukan “anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.

  3. Pasal 1 angka 1 UU Pengadilan Anak, menyatakan :“Anak adalah orang yang dalam 50 51 Ibid Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.6 perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun dan tetapi belum mencapai

   umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

  4. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) menentukan “Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih didalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya”.

  5. Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak menentukan “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan”.

  6. Pasal 98 KHI menentukan batas anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 (dua puluh satu) tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.

  7. Konvensi ILO No.182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menentukan bahwa “anak berarti semua orang yang

  

  berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun.”

  8. Convention on the Right of the Childs (CRC), di antara hasil-hasilnya menyatakan bahwa “anak adalah setiap orang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak kedewasaan telah diperoleh sebelumnya” (pasal 1).

  9. Putusan Mahkamah Konstitusi tentang usia anak “Anak adalah orang yang dalam perkara

  

anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18

53 Batas umur 8 (delapan) tahun bagi anak nakal untuk dapat ke sidang anak didasarkan pertimbangan

sosiologis, psikologis, pedagogis, bahwa anak yang belum mencapai 8 (delapan) tahun dianggap belum dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya, lebih lanjut lihat UU Pengadilan Anak 54 SelanjutnyaKonvensi ILO No.182 telah diratifikasi Pemerintah melalui UU Nomor 1 Tahun 2000

  Tentang Pengerahan Konvensi

  ILO No.182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-

  

(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”. Mahkamah berpendapat bahwa

  meskipun Pasal a quo tidak dimintakan pengujiannya oleh para Pemohon, namun Pasal a

  

quo merupakan jiwa atau ruh dari Undang-Undang Pengadilan Anak, terutama Pasal 4

  ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Anak, sehingga batas umur minimum juga harus disesuaikan agar tidak bertentangan dengan UUD 1945, yakni 12 (dua belas) tahun.

  Dari beberapa analisis peraturan yang ada di atas, masih terdapat pluralisme pengertian anak dalam hukum positif Indonesia, hal ini karena ditandai adanya batasan umur yang dipakai, di pergunakannya status perkawinan sebagai syarat pembatas anak dan dewasa serta tidak adanya dipergunakan status perkawinan sebagai syarat pembatas kategori anak- anak dan dewasa.

B. Hak dan Kedudukan Anak Menurut Hukum Islam

  Sebagai seorang Muslim tentu saja kita harus memahami dan mengetahui mengenai hak dan kedudukan anak di dalam Hukum Islam apalagi kita sendiri berperan sebagai anak, namun tidak hanya itu saja melainkan anak juga harus bisa mengetahui hak maupun kedudukan atas dirinya dari kedua orang tuanya dan anak juga diharuskan untuk bisa berbakti, menaati dan berbuat baik terhadap kedua orang tuanya.

  Disamping itu juga sebagai orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik terhadap anak di dalam keluarga tanpa harus memberikan didikan yang keras terhadap anak, karena anak sangat bergantung pengharapan keluarga dikemudian hari karena ialah ujung cita-cita dalam segenap kepayahan.

  Sebagai anak juga dirinya berhak untuk mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, karena dari situlah anak akan bisa menunjukkan karakter dirinya sebagai anak dan merasakan kenyaman dari rasa cinta kedua orang tuanya terhadap dirinya sendiri. Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada anak-anak sampai punggungnya diperkuda-kuda oleh anak-anak disaat dirinya sedang sujud di waktu shalat, sampai anak-anak dipangkunya ketika sedang mengerjakan ibadah dan apabila dia hendak sujud diletakannya anak itu kesampingnya dan bila hendak tegak di punggugnya kembali.

  Beliau bersabda :

  “Rumah yang tidak ada anak-anak, tidaklah ada berkat didalamnya”. (Abu

55 Syaikh, Ibnu Hibban)

  Dalam Hadis lain Rasul bersabda :

  

“Anak-anak adalah setengah dari harum-haruman surga (Turmidzi) peliharalah

anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak-anak itu

   adalah hadiah Allah kepadamu” . (HR.Bukhari)

  Pengertian anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan yang dihubungkan dengan keluarga. Anak dalam hubunganya dengan keluarga, seperti anak kandung, anak laki- laki dan anak perempuan, anak sah dan anak tidak sah, anak sulung dan anak bungsu, anak tiri dan anak angkat, anak piara, anak pungut, anak kemenakan, anak pisang, anak sumbang

  

  (anak haram) dan sebagainya. Adapun sebenarnya Pengertian anak dalam Islam disosialisasikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang keberadaanya melalui proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak Allah

  55 56 Hamka, Lembaga Hidup, PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal.223 Ibid

58 SWT.

  Penjelasan status anak dalam agama Islam ditegaskan dalam al-Quran surat al-Isra ayat 70, yang artinya :

  “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka didarat dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.”

  Dengan begitu bahwa al-Qur’an atau akidah Islam meletakan kedudukan anak sebagai suatu makhluk yang mulia, diberikan rezeki yang baik-baik dan memiliki nilai plus, semua diperoleh melalui kehendak sang Pencipta Allah SWT.

  Dalam hukum Islam terdapat bermacam macam kedudukan/status anak, sesuai dengan sumber asal-usul anak itu sendiri, sumber asal itulah yang akan menentukan kedudukan status seorang anak. Adapun kedudukan/status anak dalam hukum Islam adalah anak kandung,

   ,

  anak angkat, anak susu, anak pungut, anak tiri, dan anak luar nikah masing-masing anak tersebut diatas, mendapat perhatian khusus dalam syariat Islam yang menentukan kedudukan/statusnya, baik dalam keturunan dan kewarisan, maupun perwalian. Berikut macam-macam dari kedudukan anak dalam Islam adalah sebagai berikut :

  1. Anak kandung Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan

  

  yang sah. Dalam pandangan hukum Islam, ada 4 (empat) syarat supaya nasab anak itu 58 59 Ibid Lihat Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99 huruf a

  Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam 60 Lihat Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99 huruf a dianggap sah, yaitu :

  a. Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar untuk hami. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau meskipun suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari seorang isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.

  b. Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam bulan sejak perkawinan dilaksanakan. Tentang ini terjadi ijma’ para pakar hukum Islam (fuqha) sebagai masa terpendek dari suatu kehamilan.

  c. Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang panjangnya kehamilan. Tentang hal ini masih diperselisihkan oleh para pakar hukum Islam.

  d. Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an. Jika seorang laki- laki ragu tentang batas minimal maksimal kehamilan terlampaui maka ada alasan bagi suami untuk mengingkari anak yang dikandung oleh isterinya

   dengan cara li’an.

  Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi

   penerus keturunanya.

  2. Anak angkat Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah SWT

  “Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang 61 Abdul Manan, Aneka masalah Hukum Materiil dalam Praktek Peradilan Agama, editor Iman Jauhari, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal.102

  demikian itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”.

  Pengertian anak angkat dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari

  

  orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Dengan adanya pengangkatan anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan keturunan/darah maupun dalam hubungan muhrim. Sehingga status anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang

  

  tua angkatnya. Dalam hukum Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan anak, anak angkat itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Hal ini berarti bahwa di dalam hukum Islam anak angkat tidak dijadikan dasar mewarisi, karena prinsip dasar untuk mewarisi adalah hubungan darah dan perkawinan, demikian juga pengangkatan anak tidak mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan.

  3. Anak tiri Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam perkawinannya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur (belum dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam masih mendapat nafkah dari pihak bapaknya samapai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan pria lain. Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun 63 Lihat Pasal 171 huruf h Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam dalam Hukum Adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak

   kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia.

  4. Anak piara/asuh Anak piara/asuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik

  

  untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak piara ini ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.

  5. Anak luar nikah

   Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar nikah,

  dalam Hukum Islam anak tersebut dapat dianggap anak di luar nikah adalah :

  1. Anak zina, adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin tanpa pernikahan, karena perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahiran anak tersebut.

  2. Anak mula’anah, adalah anak yang dilahirkan oleh seorang isteri yang mana keberadaan anak itu dibantah oleh suami sebagai anaknya dan menuduh isterinya telah berbuat zina dengan pria lain dengan cara melakukan sumpah li’an terhadap 65 66 Iman Jauhari, Op.cit, hal.87 Ibid, hal.9 isterinya.

  3. Anak shubhat, adalah anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang digauli dengan cara syubhat, yang dimaksud dengan syubhat dalam hal ini, menurut jawad mughaniyah yaitu seorang laki-laki menggauli seorang wanita yang haram atasnya

   karena tidak tahu dengan keharaman itu.

  Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun hukum Islam bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar

  

  perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah. Didalam hukum Islam dewasa dilihat sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah baik bagi laki-laki maupun perempuan. Apabila tanda-tanda ini tidak kelihatan maka seorang anak dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 15 tahun.

  Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak dibedakan apakah pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristeri atau duda sebagaimana yang berlaku pada hukum perdata.

  Setelah adanya kedudukan anak dalam ketentuan hukum Islam kemudian akan timbulnya suatu pemberian hak atau melahirkan hak anak yang harus diakui /diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh anak dari orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Surat al-Isra’ ayat 17 yang artinya :

  memberi rezki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya membunuh 68 Huzaemah Tahido, Kedudukan Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Islam, Makalah KOWANI, Jakarta, hal.2 69 Lihat Pasal 43 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 100 Instruksi Presiden

  mereka adalah suatu dosa yang besar”.

  Hak anak dalam pandangan Islam ini memiliki aspek yang universal terhadap kepentingan anak, yaitu meletakan hak anak dalam pandangan Islam, memberikan gambaran bahwa tujuan dasar kehidupan umat Islam adalah membangun umuat manusia yang memegang teguh ajaran Islam dengan demikian, hak anak dalam pandangan Islam meliputi aspek hukum dalam lingkungan hidup seseorang untuk Islam. Cara pandang yang dimaksud tidak saja memposisikan umat Islam yang harus tunduk pada hukum-hukum Islam seperti hukum Pidana Islam, hukum Perdata Islam, Hukum Perkawinan Islam, hukum Tata Negara Islam dan hukum waris sebagai formalitas-formalitas wajib yang harus ditaati oleh umat Islam dan apabila dilanggar maka perbuatan tersebut akan mendapat laknat dan siksaan dari Allah SWT baik diatas dunia maupun di akhirat kelak. Pada tindakan lain seorang umat Islam harus taat dalam menegakan hak azasi anak dengan berperang pada hukum nasional yang positif. Islam juga meletakan hak asasi anak yang dapat diletakan atas dasar hukum Perdata, hukum Pidana, dan hukum Tata Negara yang berlaku dalam ruang lingkup wilayah

70 Indonesia.

  Hak menurut Pengertian umum yaitu suatu ketentuan yang denganya syara’

  

  menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Demikian ini adalah sebagai hak wali bertasharruf atas tiap-tiap anak yang dibawah perwalianya. Hak-hak anak yang mutlak dalam dimensi akidah dan pandangan kehidupan agama Islam, terdiri dari :

  1. Hak untuk melindungi anak ketika masih berada dalam kandungan atau rahim ibunya terdapat dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 233 ayat 14 70 Op.cit, hal.33

  3. Hak untuk diberi pendidikan, ajaran, pembinaan, tuntutan dan akhlak yang benar terdapat dalam al-Qur’an Surat al-Mujadilah ayat 11

  4. Hak untuk mewarisi harta kekayaan milik kedua orang tuanya terdapat dalam al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 2, 6 dan 10.

  5. Hak untuk mendapatkan nafkah dari orang tuanya terdapat dalam surat al- Qashah ayat 12

  6. Hak untuk mempertahankan agama dan aqidahnya, bila dipaksa untuk murtad oleh

  

  pelaksana hadhanah terdapat dalam surat Luqman ayat 51 Hak asasi anak dalam pandangan Islam dikelompokkan secara umum ke dalam bentuk hak asasi anak yang meliputi subsistem berikut ini :

  1. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan

  2. Hak dalam kesucian keturunan

  3. Hak anak dalam menerima pemberian nama yang baik

  4. Hak anak dalam menerima susuan

  5. Hak anak dalam mendapat asuhan, perawatan pemeliharaan

  6. Hak dalam memiliki harta benda atau hak warisan demi kelangsungan hidup anak yang bersangkutan

  

  7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran

72 Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Keluarga Poligami, Pustaka Bangsa

  Press, Jakarta, 2003, hal.87

  

C. Hak dan Kewajiban Anak Yang Masih di Bawah Umur Menurut Perundang-

Undangan

  Dalam ajaran Islam, anak adalah amanat dan titipan dari Allah SWT kepada orang tuanya, masyarakat, bangsa dan negara sebagai pewaris nantinya dari ajaran Islam. Anak menerima setiap ukiran dan mengikuti semua pengarahan yang diberikan kepadanya, oleh

   karenanya perlu dididik dan diajari dengan kebaikan.

   Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, kemerdekaan

  anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak atas hidup dan hak

  

  perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Perlindungan anak tersebut mutlak harus diberikan untuk mendapatkan hak anak yang tidak boleh

   dikurangi karena sebab apapun, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang.

  Perlindungan anak berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi sehingga anak mendapatkan haknya dan memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya baik terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

  Pengertian ini memberikan hak atau melahirkan hak anak yang harus diakui, diyakini dan diamankan. Hak Asasi anak dalam pandangan Islam dikelompokkan secara umum ke

  

  dalam hak asasi anak yang meliputi :

  1. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan;

  2. Hak anak dalam kesucian keturunan;

  3. Hak anak dalam menerima pemberian nama yang baik; 74 75 R. Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007, hal.10 76 Ibid R. Abdussalam, Op.cit., hal.11

  4. Hak anak dalam menerima susuan;

  5. Hak anak dalam mendapat asuhan, perawatan dan pemeliharaan;

  6. Hak anak dalam memiliki harta benda atau warisan demi kelangsungan hidup yang bersangkutan;

  7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

  Untuk memastikan terjaminnya hak anak dalam segala aspek, Pemerintah telah menegaskan UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan

   nasional, khususnya dalam memajukankehidupan berbangsa dan bernegara.

  Adapun hak anak sebagaimana diatur didalam UU Kesejahteraan anak diatur dari

  Pasal 2 sampai dengan Pasal 8, yang meliputi :

  1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan ksih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

  2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna.

  3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

  4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

  5. Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama berhak mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan.

  6. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan hukum.

7. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

  8. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhannya dan perkembangannya.

  9. Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang bersangkutan.

  10. Bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan sosial.

  Sementara itu hak anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia diatur dari Pasal 52 sampai dengan Pasal 66, yang meliputi : 1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.

  2. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungannya.

  3. Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  5. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berkreasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.

  6. Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

  7. Setiap anak berhak dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  8. Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau walinya berdasarkan putusan Pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.

  9. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.

  10. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.

  11. Setiap anak berhak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap

  12. Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.

  13. Setiap anak berhak mencari, menerima dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai- nilai kesusilaan dan kepatutan.

  14. Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.

  15. Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak sesuai dengan kemampuan fisik dan mental spritualnya.

  16. Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan didalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

  17. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan didalam kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat menggangu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spritualnya.

  18. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya.

  19. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

  20. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.

  22. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

  23. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak di dalam sidang yang tertutup untuk umum.

  Hak anak yang diatur di dalam UU Perlindungan Anak tercantum dari Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 yang meliputi sebagai berikut :

  1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  2. Setiap anak berhak atas nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan.

  3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

  4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal ini karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dengan

  6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

  Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak mendapatkan pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga mberhak mendapatkan fasilitas yang khusus.

  7. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memeberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kepatutan dan ksesusilaan.

  8. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.

  9. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

  10. bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, dn perlakuan salah lainnya.

  11. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

  12. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik,perlibatan dalam sengketa senjata, perlibatan di dalam kerusuhan sosial, peperangan.

  13. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

  14. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

  15. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

  a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.

  b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

  c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

  16. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

  Selain diatur melalui undang-undang, hak anak juga diatur melalui KHI, hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 156 huruf a dan huruf b KHI yang meliputi :

  1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh : a. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibunya.

  b. Ayah.

  c. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah.

  d. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan. f. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.

  2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya.

  Dari uraian yang bersumber kepada peraturan tersebut diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan hal-hal yang berkaitan dengan hak anak, yaitu :

  1. Orang tua berkewajiban untuk mengasuh anaknya.

  2. Hak anak harus dihormati sebagai hak asasi manusia.

  Masalah perlindungan anak adalah sesuatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai macam permasalahan lebih lanjut, yang tidak dapat selalu diatasi secara perorangan, tetapi

   harus secara bersama-sama yang penyelesaiannya menjadi tanggung jawab kita bersama.

  Untuk menjamin terselenggaranya pemenuhan hak-hak anak, disamping peranan pemerintah maka peranan keluarga (orang tua) dan masyarakat sangat menentukan terwujudnya secara

  

  nyata hak-hak anak dalm kehidupan keluarga dan masyarakat. Oleh karenanya anak-anak harus selalu dilindungi dan diarahkan serta dibimbing, sehingga mereka dapat tumbuh secara wajar.

  Selain terdapat aturan mengenai hak anak, peraturan perundang-undangan juga mengatur berbagai kewajiban anak, pengaturan kewajiban anak dapat kita lihat didalam UU Perkawinan dan UU Perlindungan anak. Beberapa diantaranya di dalam UU Perkawinan di dalam Pasal 46 yang berbunyi :

  “Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik dan 79 80 Shanti Dellyana, Wanita dan Hak Anak di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal.13 Yusuf Thaib, Pengaturan Perlindungan Hak Anak dalam Hukum Positif, BPHN, Jakarta, 1984, jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya”.

  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (UU Perkawinan) tidak memberikan pengaturan yang mendetail mengenai kedudukan anak. Pengaturan mengenai kedudukan anak dalam UU Perkawinan hanya terdiri dari 3 Pasal, yaitu Pasal 42-44. UU Perkawinan membagi kedudukan anak kedalam 2 kelompok, yaitu : 1.

  Anak yang sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah.

  2. Anak yang dilahirkn diluar perkawinan, Pasal 43 ayat 1 menentukan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan

   keluarga ibunya.

  Mengenai kedudukan anak, Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) memiliki pengaturan yang lebih rinci. KUH Perdata membagi kedudukan anak menjadi :

1. Anak sah (echte kinderen), adalah anak-anak yang tumbuh dan dilahirkan sepanjang

   perkawinan ayah ibunya.

  2. Anak tidak sah atau anak luar kawin atau anak alami (onwettige, onechte, natuurlijkw

  kinderen) , dibedakan menjadi 3 bagian :

  a. Anak luar kawin yang bukan hasil perselingkuhan (overspelig) atau sumbang (bloedschennis).

  b. Anak zinah (overspellige kinderen) dan sumbang (bloed schennige kinderen).

  c. Anak adopsi yaitu anak yang diangkat oleh suami istri sebagai anak mereka yang 81 Ketentuan ini dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah

  Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Mengenai hal ini akan dibahas dalam artikel tersendiri 82 R.Soetodjo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga, Airlangga

  dianggap sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan suami istri.

  

Dokumen yang terkait

Jatuhnya Hak Hadhanah Kepada Orang Tua Laki-Laki Karena Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama. (Studi Pada Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1521/Pdt.G/2011/PA.Mdn)

1 59 103

Analisis Hadhanah Pada Putusan Hadhanah Di Pengadilan Agama Medan (Studi Putusan Pengadilan Agama Medan Tahun 2010-2012)

2 91 165

Pelimpahan Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor:411/Pdt.G/2012/PN.Mdn)

15 223 118

Tinjauan Yuridis Hak Dan Bagian Anak Laki-Laki (Studi Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No.120/Pdt-G/2007/PA-TTD)

0 34 86

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Hak Pemeliharaan Dan Kewajiban Memberi Nafkah Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Di Kota Binjai (Studi Putusan Pada Wilayah Hukum Pengadilan Agama Binjai)

1 42 105

Hak Anak Angkat Dari Orang Tua Angkat Dalam Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama Medan)

0 20 5

KEDUDUKAN ANAK KANDUNG DAN ANAK TIRI DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ISLAM (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 1884/Pdt.G/2003/PA.Jr)

0 5 91

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor: 345/Pdt.G/2007/Pa.Bks.)

0 12 73

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor: 345/Pdt.G/2007/Pa.Bks.)

1 27 73