Dampak Free Trade Agreement Terhadap Kin
Dampak Free Trade Agreement Terhadap
Kinerja Perdagangan Luar Negeri Indonesia
ABSTRAK
Aktivitas Ekspor Impor setiap negara merupakan salah satu bagian yang krusial dalam pembangunan sebuah negara dengan kaitannnya terhadap hubungan antar negara dan pemenuhan sumber daya. Beberapa kebijakan telah
diciptakan demi keberlangsungan perdagangan yang saling menguntungkan.
Kesepakatan perdagangan antar kelompok negara seperti FTA (Free Trade
Agreement) juga telah dilaksanakan demi kemudahan lebih lanjut, dimana FTA
antara China dengan ASEAN – Indonesia salah satunya - akan dimulai secara
menyeluruh pada awal tahun 2010. Namun terdapat berbagai macam permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kebijakan dan kesepakatan tersebut. Beberapa industri yang merasa akan kalah bersaing di dunia perdagangan
bebas telah mendorong dilakukannya proteksi demi melindungi sector industry
yang potensial.
Penelitian ini berusaha untuk membuktikan bahwa dengan adanya kesepakatan
FTA (Free Trade Agreement) perdagangan antar negara akan menguntungkan
anggota FTA. Penelitian ini menggunakan tarif yang ter-embeded ke dalam
harga sebagai variabel yang dilihat pengaruhnya terhadap perkembangan ekspor, impor, serta neraca perdagangan di Indonesia, ASEAN dan China. Dengan menggunakan pendekatan model panel data dan metode estimasi Least
Square Dummy Variables dapat kita simpulkan bahwa FTA memang menguntungkan bagi perdagangan internasional dan lebih jauh lagi, dengan penelitian
ini didapatkan gambaran awal kelompok industry mana saja yang patut diproteksi dan tidak.
1. Pendahuluan
Adanya liberalisasi perdagangan mendorong terbentuknya blok-blok perdagangan bebas atau
Free Trade Agreement (FTA) baik secara bilateral maupun secara regional. Pembentukan FTA
akan membawa dampak hilangnya hambatan tarif dan non tarif diantara anggota, meskipun
seperti diatur dalam artikel XXIV GATT/ WTO, negara anggota tidak boleh meningkatkan
hambatan perdagangan kepada negara non-anggota. Sejauh ini,secara regional Indonesia telah
melakukan kesepakatan dengan negara-negara di ASEAN melalui forum ASEAN Free Trade Area
(AFTA) sejak tahun 2003.
Antara ASEAN dan negara mitra dagang sudah terdapat saling pengertian bahwa kesepakatan
FTA antara ASEAN dengan negara mitra dagang, akan ditindaklanjuti dengan kesepakatan FTA
antara negara anggota ASEAN secara individu dengan negara mitra dagang secara
individu.Sebagai bagian dari negara ASEAN, Indonesia telah melakukan kesepakatan dengan
negara mitra dagang seperti China (ASEAN-CHINA Free Trade Area), Korea (ASEAN-Korea
Free Trade Area), Jepang (Indonesia Jepang Economic Partnership Agreement). Selanjutnya,
dalam rangka FTA bilateral Indonesia telah melakukan negosiasi juga dengan Australia New
Zealand, Amerika Serikat, dan India.
Terbentuknya FTA akan memberikan manfaat kepada anggotanya, antara lain terjadinya trade
creation dan trade diversion. Trade creation adalah terciptanya transaksi dagang antar anggota
FTA yang sebelumnya tidak pernah terjadi, akibat adanya insentif-insentif karena terbentuknya
FTA. Dengan adanya insentif penurunan tarif akan berdampak pula pada perubahan negara asal
impor atau Trade diversion dimana Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula hanya
dari Brasil beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena menjadi lebih murah dan
berhenti mengimpor gula dari China. Manfaat trade creation jauh lebih besar dibandingkan trade
diversion. Selain itu juga terjadi pemanfaatan bersama sumber daya regional dan peningkatan
efisiensi akibat terbentuknya spesialisasi diantara para pelaku industri dan perdagangan yang
terpacu oleh adanya insentif liberalisasi tarif dan non-tarif.
1.1 Perkembangan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)
Persetujuan untuk menghapuskan tarif dimulai pada awal tahun 2003. Total Perdagangan antara
China dan Indonesia mencapai US$ 5.330,32 juta pada tahun 2002. Kontribusi ekspor non migas
Indonesia ke China sebesar 6% dari total ekspor non migas Indonesia.Setelah beberapa tahun
pelaksanaan ACFTA, pada tahun 2008 total perdagangan antara China dan Indonesia mengalami peneningkatan hingga menjadi 10,1% (lihat Tabel I). Saat ini China merupakan negara tujuan utama ketiga
ekspor non migas Indonesia dengan kontribusi sebesar 8,7% dari total ekspor non migas. Skema penurunan/penghapusan tarif dalam rangka ACFTA dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
1. Early Harvest Program (EHP) yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2004 secara
bertahap dalam kurun waktu 3 tahun, sehingga pada 1 Januari 2006 tarif bea masuk produkproduk EHP menjadi 0%.
2. Normal Track, yang mulai diberlakukan penurunan/penghapusan tariff mulai tahun 2005 dan
tahun 2010 menjadi 0% bagi Normal Track I, dan tahun 2012 menjadi 0% bagi Normal Track
II untuk 400 pos tariff.
3. Sensitive Track/Highly Sensitive diberlakukan untuk 399 pos tariff atau 16,01% dari total impor yang terdiri dari 349 pos tariff produk sensitive dan 50 pos tariff highly sensitive.
1.2 Perkembangan ASEAN - Korea Selatan (ROK) Free Trade Area (FTA)
Dasar Hukum Persetujuan ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA) adalah Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Pemerintah negara-negara Anggota ASEAN dan
Republik Korea pada tanggal 13 Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kerangka kesepakatan ini telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pengesahan Framework Agreement On The Comprehensive Economic Co Operation Among The Government Of The Members Countries Of The Assosiaciation
of South East Asian Nation and The Republic of Korea (Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai
Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Dan Republik Korea.
Tabel 1.1. Perkembangan Komposisi Perdagangan Indonesia ke
Negara Tujuan Utama (%)
Share Total
Trade
Jepang
Amerika
Serikat
Singapura
China
Australia
Thailand
Malaysia
Jerman
Belanda
Inggris
Negara lainnya
TOTAL
2000
20.7
12.4
10.8
5
3.4
2.2
2.8
2.4
2.1
1.7
36.5
100
2001
20.3
12.6
9.8
4.6
4.2
2.3
3.3
2.7
2.5
2
35.8
100
2002
18.6
11.5
10.7
6
4
2.7
3.3
2.8
2.6
2.1
35.6
100
2003
19
10.8
10.2
7.2
3.7
3.3
3.1
2.7
2.3
2
35.6
100
2004
18.7
10.2
10.2
7.4
3.5
4
3
3.1
2
2.3
35.7
100
2005
17.4
9.6
12.1
8.7
3.3
4
3.1
2.8
1.8
2
35.2
100
2006
16.8
9.4
11.8
9.3
3.6
3.5
3.7
2.6
2
2
35.3
100
2007
16
8.7
10.8
9.7
3.4
3.9
5.2
2.7
2.1
2
35.7
100
2008
16
7.9
13
10.1
3
3.8
4.9
2.5
1.8
1.8
35.2
100
Sumber :
Pola penurunan dan atau penghapusan tarif bea masuk secara bertahap dan terjadual berdasarkan
kategori sensitifitas produk dalam menghadapi liberalisasi perdagangan barang dapat dibagi dua,
yaitu kategori produk dan jadual penurunan dan atau penghapusan tarif bea masuk atas produkproduk tersebut.
Berdasarkan kategori produk dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Normal Track (NT), yaitu untuk produk-produk yang berdasarkan sensitifitasnya telah
siap menghadapi liberalisasi sehingga penurunan dan penghapusan tarif bea masuknya
berlangsung secara cepat tapi terjadual.
2. Sensitive Track (ST), yaitu untuk produk-produk yang berdasarkan sensitifitasnya belum
siap menghadapi liberalisasi dalam waktu segera.
Berdasarkan kategori di atas, ditentukan jadual penurunan dan penghapusan tarif bea masuk masing-masing sebagai berikut :
Tabel 1.2. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk
Ti n gk at tari f b ea
masu k (=X)
X ≥ 20%
15% ≤ X
Kinerja Perdagangan Luar Negeri Indonesia
ABSTRAK
Aktivitas Ekspor Impor setiap negara merupakan salah satu bagian yang krusial dalam pembangunan sebuah negara dengan kaitannnya terhadap hubungan antar negara dan pemenuhan sumber daya. Beberapa kebijakan telah
diciptakan demi keberlangsungan perdagangan yang saling menguntungkan.
Kesepakatan perdagangan antar kelompok negara seperti FTA (Free Trade
Agreement) juga telah dilaksanakan demi kemudahan lebih lanjut, dimana FTA
antara China dengan ASEAN – Indonesia salah satunya - akan dimulai secara
menyeluruh pada awal tahun 2010. Namun terdapat berbagai macam permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kebijakan dan kesepakatan tersebut. Beberapa industri yang merasa akan kalah bersaing di dunia perdagangan
bebas telah mendorong dilakukannya proteksi demi melindungi sector industry
yang potensial.
Penelitian ini berusaha untuk membuktikan bahwa dengan adanya kesepakatan
FTA (Free Trade Agreement) perdagangan antar negara akan menguntungkan
anggota FTA. Penelitian ini menggunakan tarif yang ter-embeded ke dalam
harga sebagai variabel yang dilihat pengaruhnya terhadap perkembangan ekspor, impor, serta neraca perdagangan di Indonesia, ASEAN dan China. Dengan menggunakan pendekatan model panel data dan metode estimasi Least
Square Dummy Variables dapat kita simpulkan bahwa FTA memang menguntungkan bagi perdagangan internasional dan lebih jauh lagi, dengan penelitian
ini didapatkan gambaran awal kelompok industry mana saja yang patut diproteksi dan tidak.
1. Pendahuluan
Adanya liberalisasi perdagangan mendorong terbentuknya blok-blok perdagangan bebas atau
Free Trade Agreement (FTA) baik secara bilateral maupun secara regional. Pembentukan FTA
akan membawa dampak hilangnya hambatan tarif dan non tarif diantara anggota, meskipun
seperti diatur dalam artikel XXIV GATT/ WTO, negara anggota tidak boleh meningkatkan
hambatan perdagangan kepada negara non-anggota. Sejauh ini,secara regional Indonesia telah
melakukan kesepakatan dengan negara-negara di ASEAN melalui forum ASEAN Free Trade Area
(AFTA) sejak tahun 2003.
Antara ASEAN dan negara mitra dagang sudah terdapat saling pengertian bahwa kesepakatan
FTA antara ASEAN dengan negara mitra dagang, akan ditindaklanjuti dengan kesepakatan FTA
antara negara anggota ASEAN secara individu dengan negara mitra dagang secara
individu.Sebagai bagian dari negara ASEAN, Indonesia telah melakukan kesepakatan dengan
negara mitra dagang seperti China (ASEAN-CHINA Free Trade Area), Korea (ASEAN-Korea
Free Trade Area), Jepang (Indonesia Jepang Economic Partnership Agreement). Selanjutnya,
dalam rangka FTA bilateral Indonesia telah melakukan negosiasi juga dengan Australia New
Zealand, Amerika Serikat, dan India.
Terbentuknya FTA akan memberikan manfaat kepada anggotanya, antara lain terjadinya trade
creation dan trade diversion. Trade creation adalah terciptanya transaksi dagang antar anggota
FTA yang sebelumnya tidak pernah terjadi, akibat adanya insentif-insentif karena terbentuknya
FTA. Dengan adanya insentif penurunan tarif akan berdampak pula pada perubahan negara asal
impor atau Trade diversion dimana Indonesia yang sebelumnya selalu mengimpor gula hanya
dari Brasil beralih menjadi mengimpor gula dari Thailand karena menjadi lebih murah dan
berhenti mengimpor gula dari China. Manfaat trade creation jauh lebih besar dibandingkan trade
diversion. Selain itu juga terjadi pemanfaatan bersama sumber daya regional dan peningkatan
efisiensi akibat terbentuknya spesialisasi diantara para pelaku industri dan perdagangan yang
terpacu oleh adanya insentif liberalisasi tarif dan non-tarif.
1.1 Perkembangan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)
Persetujuan untuk menghapuskan tarif dimulai pada awal tahun 2003. Total Perdagangan antara
China dan Indonesia mencapai US$ 5.330,32 juta pada tahun 2002. Kontribusi ekspor non migas
Indonesia ke China sebesar 6% dari total ekspor non migas Indonesia.Setelah beberapa tahun
pelaksanaan ACFTA, pada tahun 2008 total perdagangan antara China dan Indonesia mengalami peneningkatan hingga menjadi 10,1% (lihat Tabel I). Saat ini China merupakan negara tujuan utama ketiga
ekspor non migas Indonesia dengan kontribusi sebesar 8,7% dari total ekspor non migas. Skema penurunan/penghapusan tarif dalam rangka ACFTA dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
1. Early Harvest Program (EHP) yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2004 secara
bertahap dalam kurun waktu 3 tahun, sehingga pada 1 Januari 2006 tarif bea masuk produkproduk EHP menjadi 0%.
2. Normal Track, yang mulai diberlakukan penurunan/penghapusan tariff mulai tahun 2005 dan
tahun 2010 menjadi 0% bagi Normal Track I, dan tahun 2012 menjadi 0% bagi Normal Track
II untuk 400 pos tariff.
3. Sensitive Track/Highly Sensitive diberlakukan untuk 399 pos tariff atau 16,01% dari total impor yang terdiri dari 349 pos tariff produk sensitive dan 50 pos tariff highly sensitive.
1.2 Perkembangan ASEAN - Korea Selatan (ROK) Free Trade Area (FTA)
Dasar Hukum Persetujuan ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA) adalah Kerangka Kesepakatan Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Pemerintah negara-negara Anggota ASEAN dan
Republik Korea pada tanggal 13 Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kerangka kesepakatan ini telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pengesahan Framework Agreement On The Comprehensive Economic Co Operation Among The Government Of The Members Countries Of The Assosiaciation
of South East Asian Nation and The Republic of Korea (Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai
Kerjasama Ekonomi Menyeluruh Antara Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara Dan Republik Korea.
Tabel 1.1. Perkembangan Komposisi Perdagangan Indonesia ke
Negara Tujuan Utama (%)
Share Total
Trade
Jepang
Amerika
Serikat
Singapura
China
Australia
Thailand
Malaysia
Jerman
Belanda
Inggris
Negara lainnya
TOTAL
2000
20.7
12.4
10.8
5
3.4
2.2
2.8
2.4
2.1
1.7
36.5
100
2001
20.3
12.6
9.8
4.6
4.2
2.3
3.3
2.7
2.5
2
35.8
100
2002
18.6
11.5
10.7
6
4
2.7
3.3
2.8
2.6
2.1
35.6
100
2003
19
10.8
10.2
7.2
3.7
3.3
3.1
2.7
2.3
2
35.6
100
2004
18.7
10.2
10.2
7.4
3.5
4
3
3.1
2
2.3
35.7
100
2005
17.4
9.6
12.1
8.7
3.3
4
3.1
2.8
1.8
2
35.2
100
2006
16.8
9.4
11.8
9.3
3.6
3.5
3.7
2.6
2
2
35.3
100
2007
16
8.7
10.8
9.7
3.4
3.9
5.2
2.7
2.1
2
35.7
100
2008
16
7.9
13
10.1
3
3.8
4.9
2.5
1.8
1.8
35.2
100
Sumber :
Pola penurunan dan atau penghapusan tarif bea masuk secara bertahap dan terjadual berdasarkan
kategori sensitifitas produk dalam menghadapi liberalisasi perdagangan barang dapat dibagi dua,
yaitu kategori produk dan jadual penurunan dan atau penghapusan tarif bea masuk atas produkproduk tersebut.
Berdasarkan kategori produk dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Normal Track (NT), yaitu untuk produk-produk yang berdasarkan sensitifitasnya telah
siap menghadapi liberalisasi sehingga penurunan dan penghapusan tarif bea masuknya
berlangsung secara cepat tapi terjadual.
2. Sensitive Track (ST), yaitu untuk produk-produk yang berdasarkan sensitifitasnya belum
siap menghadapi liberalisasi dalam waktu segera.
Berdasarkan kategori di atas, ditentukan jadual penurunan dan penghapusan tarif bea masuk masing-masing sebagai berikut :
Tabel 1.2. Jadwal Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk
Ti n gk at tari f b ea
masu k (=X)
X ≥ 20%
15% ≤ X