Peran ganda Beringin Terhadap Erosi
Halaman Judul
TUGAS PERENCANAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
Daftar Isi
PERANAN BAGIAN POHON BERINGIN (Ficus
benjamina) TERHADAP EROSI
Daftar Tabel
Daftar Gambar
OLEH:
ANDI NURUL MUKHLISA (P3700213409)
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
0
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terbukti dengan
banyaknya flora dan fauna yang tersebar di segala penjuru mata angin. Flora dan fauna
ini sangat berperan dalam keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas antara
lain dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara,
perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, pengaturan tata air kawasan,
pengendalian erosi, dan
siklus hidrologi. Hidrologi hutan merupakan suatu ilmu
fenomena yang berkaitan dengan air yang dipengaruhi oleh penutupan hutan. peran
dan fungsi hutan tidak hanya sebagai penghasil hasil hutan yaitu kayu saja akan tetapi
ada fungsi-fungsi lain dari hutan yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi
lingkungan dan manusia itu sendiri. Peran hutan yang penting dan menjadi materi
utama dalam bagian ini adalah sebagai penyedia jasa lingkungan melalui perannya
dalam mengendalikan siklus hidrologi dan perannya dalam mengendalikan longsor
lahan.
Beberapa informasi menunjukkan bahwa kelestarian sumber daya air tergantung
dari kondisi hutan pada kawasan tersebut. Pada saat hutan ditebang hasil air pada
awalnya akan meningkat karena berkurangnya evapotranspirasi,
namun lama
kelamaan hasil air tersebut akan berkurang karena jumlah air yang tersimpan di dalam
tanah juga berkurang. Hal ini disebabkan karena air hujan yang jatuh pada areal hutan
yang telah terbuka, sebagian besar langsung menjadi aliran permukaan. Hutan selain
dapat berfungsi produksi juga dapat menjadi pengatur tata air dan pelindung terhadap
degradasi tanah oleh hujan karena hutan dapat mendorong peresapan air ke dalam
tanah. Adanya penutupan lahan oleh vegetasi hutan dan seresah di permukaan akan
melindungi tanah terhadap pukulan air hujan sehingga energi kinetik hujan dapat
diperkecil dan dikendalikan (Priyono, 2002). Berkaitan dengan fungsi pengaturan tata
air dan pengendalian erosi, setiap tipe vegetasi menunjukkan pengaruh yang berbeda
karena struktur dan komposisinya bervariasi.
1
Vegetasi secara umum dapat mencegah erosi, namun setiap jenis tanaman dan
banyaknya tajuk terhadap erosi berbeda-beda. Pada tanaman yang rimbun
kemungkinan erosi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh jarang.
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepai air hujan oleh
tanaman, mengurangi kecepatan aliran dan energi perusak air serta meningkatkan
efektivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses humifikasi. Juga dapat
menigkatkan agregasi dimana akar-akar tanaman dengan selaput koloidnya
menyebabkan agregat menjadi stabil dan pengaruh traspirasi dimana terjadi
peningkatan kehilangan air tanah melalui penguapan sehingga kemampuan menyerap
air meningkat.
Sruktur tajuk taumbuhan pada suatu areal tertentu, jika berlapis dengan
tanaman penutup tanah dan serasah akan memberikan ketahanan berganda terhadap
pukulan butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Menurut Soemarwoto
(1983) bahwa selain berfungsi menghalangi pukulan langsung air hujan kepermukaan
tanah, vegetasi penutup lahan juga menambah kandungan bahan organik tanah yang
meningkatkan
resistensi
terhadap
erosi
yang
terjadi.
Selanjutnya,
menurut
Hardjowigeno (1987), pencegahan erosi dapat berlangsung secara efektif apabila paling
sedikit 70 % permukaan lahan tertutup oleh vegetasi.
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) Melindungi
permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan
memperkecil diameter air hujan), 2) menurunkan kecepatan dan volume air runoff, 3)
menahan partikel-partikel tanah pada tempetnya melelui sistem perakaran dan serasah
yang dihasilkan, dan 4) mempertahankan kapasitas tanah dalam menyimpan air; dan 5)
meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi air dalam tanah.
Vegetasi memiliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian dan
kehutanan berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi,rehabilitasi dan memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Menurut rauf dkk (2012) bahwa tanaman penyerap air dan yang
dapat ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis salah satunya adalah Beringin (Ficus
benjamina).
2
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari pengamatan pengaruh tajuk terhadap siklus hidrologi dan
persentasi crown density ini adalah :
1. Mengetahui persentasi kerapatan tajuk Beringin (Ficus benjamina)
2. Mengetahui pengaruh arsitektur pohon Beringin (Ficus benjamina) terhadap erosi
3. Mengetahui peran pohon Beringin (Ficus benjamina) dalam upaya rehabilitasi hutan
dan lahan
Adapun kegunaan dari pengamatan ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan
jenis vegetasi dalam rehabilitasi hutan dan lahan dan sebagai acuan pada penelitian
tentang beringin (Ficus benjamina) .
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus Hidrologi
Hutan berfungsi untuk produksi dan berperan sebagai pengatur siklus hidrologi
,mengendalikan kadar lengas tanah melalui sistem perakarannya dan mengendalikan
aliran air yang dikeluarkan dalam hutan. Perubahan penggunaan lahan akan
mempengaruhi parameter hidrologi dan tentunya mempunyai implikasi yang besar
baik secara ekonomis maupun ekologis mengingat fungsi hidrologi dan tata air sangat
erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat (Darmayanti,2012).
B. Arsitektur pohon
Model arsitektur pohon mempunyai peranan dalam mendistribusikan serapan air
ke dalam tanah dan besarnya aliran permukaan yang membawa tanah menjadi endapan
tanah (sedimen). Elemen-elemen arsitektur pohon meliputi pola pertumbuhan batang,
percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa
ritmik atau kontinyu (Halle , et al., 1978). Perbedaan bentuk arsitektur pohon
mengakibatkan peran vegetasi dalam mendistribusikan air hujan sebagai air curah
tajuk, aliran batang, dan air intersepsi juga berbeda.
Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk
pemanfaatan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman
ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan
butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta
meningkatkan peresapan air ke dalam tanah Kanopi berfungsi menahan laju butiran air
hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga
pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di sela-sela kanopi (interception)
sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi. Fungsi perlindungan permukaan
tanah terhadap pukulan butir air hujan merupakan hal yang sangat penting karena erosi
yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air hujan. Semakin rapat
penutupannya akan semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran
air hujan (Kurdia dkk, 2003).
4
Jumlah hilangnya air dari tanah karena proses transpirasi dipengaruhi tingkat
kerapatan tajuk tanaman. Kerapatan tajuk kemudian dibagi kedalam 4 kategori seperti
pada gambar 1.
Gambar 1. Persentasi penutupan tajuk
Terdapat beberapa proses interaktif antara tanaman dan tanah dalam
mempengaruhi erosi (Stocking, 1988; Triwilaida, 2000). Proses tersebut antara lain
melalui ikatan fisik antara tanah dengan batang dan akar, ikatan elektrolit dan unsur
hara antara akar dan tanah, pengurangan laju aliran permukaan oleh batang dan bahan
organik yang dihasilkannya, dan pengaruh tidak langsung dari bahan organik melalui
perbaikan struktur tanah, infiltrasi serta aktivitas fauna dan biologi.
Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan
aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga
energi kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju
aliran permukaan. Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut
5
materialnya juga berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk
meresapkan air. Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya
mampu membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang
ikut bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang (Subagyono dkk,
2003).
Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan
oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme
dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya
cengkeram terhadap tanah (Foth, 1995, Killham, 1994, Agus et al., 2002). Perakaran
tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan,
memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan
mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan,
meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.
C. Erosi
Erosi adalah pengikisan atau kelongsoran material yang sesungguhnya
merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan
angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau
perbuatan manusia (Kartasapoetra dan Sutedjo,1991). Menurut Kironoto dan
Yulistiyanto (2000), erosi yang juga disebut sebagai pengikisan atau kelongsoran tanah
adalah merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakandesakan atau kekuatan air
dan angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat atau tindakan
dari manusia. Menurut Bennet, 1939 (dalam Yunianto,1994) erosi dibedakan menjadi
erosi normal yakni erosi geologi atau erosi natural dan erosi dipercepat atau erosi
tanah.
Erosi alami atau erosi geologi merupakan proses pengikisan yang berjalan lambat
dan tidak membahayakan. Kerusakan erosi yang hebat terjadi ketika manusia atau
faktor-faktor lain merusak keseimbangan alami dan tanah yang terbuka menjadi
mangsa kekuatan perusak hujan, angin dan sinar matahari. Faktor-faktor penyebab
erosi yang sangat beragam tersebut menyebabkan prediksi mengenai laju erosi dan
sedimentasi yang terjadi di lahan sangat sulit untuk dilaksanakan (Sucipto,2007). Erosi
tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan bumi.
6
Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya erosi
tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi.
Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah,
karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses
peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi
tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga
bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk
memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari
sumberdaya lahan (Assyakur,2008).
Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan
bumi. Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya
erosi tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi.
Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah,
karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses
peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi
tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga
bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk
memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari
sumberdaya lahan.
Kemampuan suatu wilayah dalam menahan erosi tegantung pada kekasaran
permukaan, kekasaran permukaan ini dapat dinilai dari stratifikasi dan asosiasinya.
Semakin lengkap strata dan jenis vegetasinya maka semakin besar pula kemampuan
menahan erosi. Kemampuan jenis tanaman menahan erosi tergantung pada bentuk
kanopi (Sitompul,2005) , sistem perakaran (Utomo,1994) dan kemampuan batang serta
sistem percabangan menahan dan mengalirkan air ke bawah. Bentuk daun,ukuran
daun,filotaksi (jumlah dan posisi daun). Sudut daun merupakan komponen dalam
sistem daun
yang dapat menurunkan energi kinetik hujan. Sistem percabangan
mempunyai hubungan dengan bentuk dan luas kanopi yang dapat mempengaruhi luas
bidang intersepsi. Bentuk, ukuran dan sistem kulit batang berhubungan dengan media
7
dan kecepatan aliranr kebawah. Bentuk akar, sistem percabangan dan umur akar
berhubungan dengan laju infiltrasi dan kemmpuan menahan tanah (Widjajani,2010).
Pengendalian erosi adalah upaya pengelolaan faktor-faktor penyebab erosi agar
laju erosi dapat ditekan hingga batas yang tidak merugikan. Faktor-faktor yang dapat
diatur untuk menekan erosi adalah topografi, pengelolaan lahan, dan faktor tanaman.
Beberapa bentuk erosi :
1. Erosi permukaan (sheet erosion) : Erosi permukaan adalah pengikisan berupa
lembaran tipis oleh air yang terjadi di permukaan tanah.
2. Erosi alur (riil erosion) : Erosi alur terjadi karena adanya konsentrasi air pada
tempat-tempat tertentu (lereng bawah) dan kecepatannya telah menimbulkan
pengikisan, selanjutnya mengalir ke bagian bawah membentuk alur-alur yang
dangkal.
3. Erosi jurang (gully erosion) : Erosi jurang yaitu erosi alur yang sudah berkembang
menjadi besar karena pengikisan tanah yang begitu hebat, menyebabkan alur
berubah menjadi parit-parit.
4. Erosi tebing sungai (stream bank erosion) : Erosi tebing sungai adalah erosi yang
terjadi di tebing sungai yang disebabkan oleh kecepatan aliran air.
5. Erosi tebing jalan : Erosi tebing jalan pada sisi-sisi tebing jalan akibat pengupasan
tebing saat pembuatan jalan (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002).
D. Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Menurut PP RI no. 76,2008 bahwa Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya
untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga.
Salah satu sebab rendahnya keberhasilan rehabilitasi lahan antara lain adalah
kurangnya
pengetahuan
dan
informasi mengenai jenis-jenis pohon yang akan
dikembangkan termasuk persyaratan tempat tumbuh dan informasi mengenai teknik
silvikulturnya (Pratiwi et al., 2003).
8
E. Beringin (Ficus benjamina)
1. Taksonomi
Pohon beringin atau dalam bahasa latin bernama Ficus sp. merupakan tanaman
dari famili Moraceae. Ficus merupakan marga terbesar Famili Moraceae yang banyak
dijumpai di Indonesia, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Ada sekitar
1000 jenis Famili Moraceae, setengahnya adalah Ficus. Tanaman ini berupa pohon yang
bisa mencapai tinggi 35 meter, tumbuh di tanah dan ada yang bersifat hemi-epifit
(Ulum,2010).
Adapun taksonomi yang dimiliki oleh Beringin yaitu :
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Urticales
Famili
: Moraceae (suku nangka-nangkaan)
Genus
: Ficus
Spesies
: Ficus benjamina L (Annonimous, 2014).
2. Penyebaran dan Habitat
Beringin merupakan tanaman yang memiliki kemampuan hidup dan beradaptasi
dengan bagus pada berbagai kondisi lingkungan. Selain itu keberadaan tanaman
beringin pada kawasan hutan bisa dijadikan sebagai indikator proses terjadinya suksesi
hutan. Beringin juga merupakan tanaman yang memiliki umur sangat tua, tanaman
tersebut dapat hidup dalam waktu hingga ratusan tahun (Kinanthy, 2011).
3. Deskripsi botani
Pohon besar, diameter batang bisa mencapai 2 m lebih, tinggi bisa mencapai 25 m.
Batang tegak bulat, permukaan kasar, coklat kehitaman, keluar akar menggantung dari
batang. Daun tunggal, lonjong, hijau, panjang 3 - 6 cm, tepi rata, letak bersilang
berhadapan. Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, kelopak bentuk corong, kuning
9
kehijauan. Buah buni, bulat kecil, panjang 0.5 - 1 cm Perbanyaan dengan biji
(Annonimous,2014).
4. Kegunaan
Pohon beringin merupakan salah satu pohon yang sangat kharismatik bagi budaya
masyarakat Indonesia. Sehingga pohon ini sejak zaman dahulu selalu ditanam di pusat
kota sebagai salah satu simbul kekuasaan yang mengayomi warganya. Bahkan pada
masa orde baru pohon tersebut dijadikan sebagai lambang untuk partai berkuasa di
Indonesia. Bahkan pohon beringin merupakan salah satu lambang yang ada dalam
Pancasila yang merupahkan falsafah Negara Indonesia (Ulum,2010).
Akar udara yang terletak pada bagian batang pohon beringin mengandung asam
amino, fenol, gula, dan asam orange. Memiliki rasa yang sedikit pahit, namun sejuk. Akar
dan daun adalah bagian dari tanaman yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit. Akar
udara dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pilek, demam tinggi, radang amandel
(tonsilitis), nyeri pada rematik sendi, dan luka terpukul (memar). Sementara daunnya
berkhasiat menyembuhkan influenza, radang saluran napas (bronkitis), batuk rejan
(pertusis), malaria, radang usus akut (akut enteritis), disentri, dan kejang panas pada
anak. Untuk mengatasi kejang panas pada anak, Anda bisa menyiapkan sekitar 100 g
daun beringin segar. Cuci bersih lalu rebus bersama 5 liter air selama 25 rnenit.
Gunakan air rebusan ini selagi hangat untuk memandikan anak yang sakit. Untuk
mengobati bronchitis , caranya : Rebus 75 g daun beringin segar dan 18 g kulit jeruk
mandarin dengan 3 gelas air, sampai tersisa sekitar 1 gelas saja. Setelah dingin saring
dan minum 3 kali sehari pagi , siang dan malam. Lakukan selama 10 hari. Sedang untuk
mengatasi radang usus atu disentri caranya : Cuci bersih 500 g daun beringin segar dan
rebus dengan 3 gelas air sampai tersisa sekitar 1 gelas saja. Setelah dingin saring dan
minum 2 kali sehari pagi dan sore masing - masing 1/2 gelas (Kinanthy,2011).
10
BAB III METODOLOGI PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat Pengamatan
Pengamatan pengaruh tajuk terhadap siklus hidrologi dan persentasi crown
density ini dilakukan di dalam wilayah Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
tepatnya didepan fakultas sastra dan didepan gedung telkom. Pengamatan pengaruh
tajuk terhadap crown density ini dilakukan pada bulan November-Desember 2014.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi meteran, kamera digital, dan
alat tulis menulis. Bahan yang digunakan yaitu beberapa skripsi dan hasil penelitian
sebelumnya yang digunakan sebagai literatur dan bahan penunjang awal.
C. Sampel pengamatan
Sampel pengamatan pengaruh tajuk terhadap crown density ini adalah pohon
Beringin (Ficus benjamina) dengan menggunakan metode purposive sampling
(berdasarkan pertimbangan dari orang yang melakukan pengamatan, baik karena
faktor keterwakilan ataupun karena faktor kepraktisan/kemudahan)
D. Teknik Pengambilan Data
Cara kerja yang dilakukan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pohon yang menjadi obyek pengamatan dengan menggunakan metode
purposive sampling, yaitu pohon Beringin (Ficus benjamina).
2. Mengambil foto tajuk untuk empat arah mata angin yang dibagi ke dalam tiga bagian
untuk tiap arahnya yaitu bagian pangkal,tengah dan tepi tajuk.
3. Mengambil foto bentuk percabangan pohon Beringin (Ficus benjamina).
4. Mengambil foto bentuk batang dan kulit batang pohon Beringin (Ficus benjamina)
5. Mengambil foto serasah yang terdapat di bawah pohon Beringin (Ficus benjamina)
6. Mengukur keliling pohon pohon Beringin (Ficus benjamina)
7. Memprediksi jarak tajuk pertama pohon Beringin (Ficus benjamina) dari permukaan
tanah.
8. Mengamati bentuk topografi pohon Beringin (Ficus benjamina) di lokasi pengamatan.
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kerapatan Tajuk
Untuk mengetahui persentasi kerapatan tajuk Beringin (Ficus benjamina) sesuai
pada gambar 1. Yang kemudian diuraikan pada tabel 1. Maka terlebih dahulu dilakukan
pengambilan sampel foto tajuk Beringin (Ficus benjamina) pada empat arah mata angin.
Tabel 1. Persentasi penutupan tajuk dan kerapatan tajuk
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Persentase Tutupan Tajuk (%)
0 -5
>5-15
>15-25
>25-35
>35-45
>45-55
>55-65
>65-75
>75-85
>85-95
Kelas Kerapatan Tajuk
Sangat Jarang
Jarang
Jarang
Jarang
Sedang
Sedang
Sedang
Rapat
Rapat
Rapat
1. Tajuk Bagian Utara
Gambar 2. Penutupan tajuk arah utara pada bagian pangkal (85%)
12
Gambar 3. Penutupan tajuk arah utara pada bagian tengah (95%)
Gambar 4. Penutupan tajuk arah utara pada bagian tepi (85%)
2. Tajuk Bagian Barat
Gambar 5. Penutupan tajuk arah barat pada bagian pangkal (75%)
13
Gambar 6. Penutupan tajuk arah barat pada bagian tengah (85%)
Gambar 7. Penutupan tajuk arah barat pada bagian tepi (85%)
3. Tajuk Bagian Selatan
Gambar 8. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian pangkal (95%)
14
Gambar 9. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian tengah (85%)
Gambar 10. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian tepi (75%)
4. Tajuk Bagian Timur
Gambar 11. Penutupan tajuk arah Timur pada bagian pangkal (75%)
15
Gambar 12. Penutupan tajuk arah Timur pada bagian tengah (75%)
Gambar 13. Penutupan tajuk arah Timur pada bagian tepi (85%)
B. Arsitektur Pohon Beringin (Ficus benjamina)
1. Penutupan Tajuk pada empat arah mata angin
Tajuk Beringin pada lokasi pengambilan foto ini memiliki tinggi percabangan tajuk
pertama kurang dari 9 m sehingga air lolos (troughfall) pada pohon beringin ini sangat
kecil, hal ini juga didukung oleh kerapatan tajuk di lokasi pengamatan. Pada gambar
pengambilan foto tajuk, terlihat tutupan tajuk dilokasi penelitian sangat rapat karena
banyaknya vegetasi yang tumbuh selain pohon beringin. Kita bisa melihat pada gambar
4 dengan tutupan tajuk pohon jati, gambar 8 dan gambar 9 juga memperlihatkan
tutupan tajuk pohon lain berada dibawah penampakan tajuk Beringin (Ficus
benjamina).
16
Berdasarkan gambar penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) maka diperoleh
penutupan tajuk pada empat arah mata angin :
Tabel 2. Persentasi penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) pada empat arah mata
angin
Arah
Persen Tutupan
Rata-Rata
Tajuk bagian
Tajuk bagian
Tajuk bagian
Persentasi
pangkal (%)
tengah (%)
tepi (%)
Tajuk (%)
UTARA
85
95
85
88,33
BARAT
75
85
85
81,67
SELATAN
95
85
75
85
TIMUR
75
75
85
78,33
Jumlah
333,33
Rata-Rata
83,3325
Dari tabel 2. Diterangkan bahwa persentasi tajuk Beringin (Ficus benjamina) secara
keseluruhan adalah 83,3325 %. Persentasi yang diperoleh pada tabel 2. Menyiratkan
bahwa bentuk penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) berada pada kelas dense atau
kerapatan tajuk tinggi. Kerapatan tajuk yang tinggi ini mampu memecah dan
menghambat air hujan yang akan jatuh ke lantai bumi, sehingga erosi percikan dan
aliran permukaan (run-off) dapat dihindarkan.
17
2. Percabangan
Gambar 14. Penampakan bentuk
percabangan Beringin (Ficus benjamina)
Bentuk percabangan Beringin (Ficus benjamina) terhadap batang utama
khususnya pada tempat pengambilan sampel foto ini berbentuk vertikal, namun
beberapa pohon beringin yang lain memiliki bentuk percabangan yang horisontal.
Beringin dengan bentuk percabangan pada gambar 12. ini mampu memecah air hujan
karena adanya ranting-ranting di setiap percabangan, selain itu bentuk percabangan ini
mampu mengalirkan air hujan yang kemudian terjadi evapotranspirasi baik itu disaat
terjadi hujan ataupun setelah terjadi hujan.
18
3. Batang (Bentuk dan Warna)
Gambar 15. Penampakan batang Beringin (Ficus benjamina ) Kiri-kanan/atas-bawah :
Utara,Barat,Selatan,Timur
Berdasarkan penampakan batang pada gambar 13 terlihat dua sisi yang memiliki
warna berbeda. Penampakan batang pada bagian utara lebih gelap dan terdapat jamur
di setiap sisi batang tersebut, pada bagian barat memiliki warna yang lebih terang
disebabkan mendapatkan pantulan sinar matahari yang menembus langsung bagian
selatan pohon Beringin ini, namun disisi batang bagian barat ini jika dilihat lebih
seksama juga terdapat jamur yang melekat . pada penampakan batang bagian selatan
dan timur sangat jelas terlihat warna yang lebih terang dari pada sisi yang lain dan
masih terlihat sinar matahari menembus langsung pada bagian batang sebelah selatan
dan timur ini. Perbedaan warna tersebut menyiratkan bahwa bagian batang yang sering
menjadi tempat mengalirnya air hujan (stemflow) ditandai dengan warna yang lebih
gelap dan permukaan yang lembab sehingga jamur mudah berkembang biak pada
bagian tersebut. Aliran air (stemflow) ini akan diperlambat dan dipecah oleh akar udara
yang melekat pada batang, sehingga aliran air yang sampai ketanah akan semakin
sedikit dan aliran permukaan dapat dihindarkan.
19
Pohon Beringin (Ficus benjamina) pada lokasi pengamatan ini memiliki keliling
sebesar 304 cm, dengan mengkonversi menggunakan rumus keliling lingkaran
diperoleh diameternya sebesar 48,4 cm. pertambahan diameter beringin setiap
tahunnya adlah 3,5 cm sehingga dapat diprediksi umur beringin pada lokasi
pengamatan berada pada kisaran 13-15 tahun. Dengan akar gantung yang dimiliki
mampu menyerap polusi dalam hal ini CO2 dan timbal hitam di udara.
4. Perakaran
Pada gambar 13 dapat terlihat akar gantung yang dimiliki Beringin (Ficus
benjamina) yang kemudian juga menjadi batang, Selain itu beringin dengan sistem
perakaran yang kuat dan dalam merupakan tanaman yang mampu menjadi penahan
erosi tanah. Beringin juga sangat efektif berfungsi sebagai penahan terjadinya tanah
longsor pada daerah yang memiliki tekstur tanah yang curam. Beringin merupakan
tanaman yang mampu hidup di berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim, salah
satunya adalah diatas batu. Dengan akar yang kuat tanaman tersebut mampu
mecengkram batu yang besar dan menahannya agar tidak jatuh ke bawah (Ulum, 2010).
5. Serasah dan Topografi
Barat
Utara
Selatan
Timur
T
Gambar 16. Penampakan Serasah Beringin (Ficus benjamina )
Daun daun pohon Beringin ketika kering akan berguguran yang kemudian
menjadi serasah. Serasah ini lah yang melindungi tanah dari erosi percikan dan aliran
permukaan, penampakan serasah pada gambar 16. Juga diikuti oleh pertumbuhan
20
rerumputan yang juga akan menghambat aliran permukaan yang mungkin akan terjadi.
Topografi di daerah pengamatan sangat landai (0 - 5 %) sehingga erosi atau bencana
yang lebih besar dapat dihindarkan.
C. Kaitan antara Pohon Beringin (Ficus benjamina) dengan Upaya RHL
Penanaman pohon penghijauan belum tentu sepenuhnya dapat mendukung
penyerapan (penampungan) dan penyimpanan air yang datang (hujan). Hutan tanpa
serasah lantai hutan (hutan kota, misalnya) tidak akan berfungsi baik dari segi daur
hidrologi, bahkan dapat menimbulkan erosi lebih besar. Beberapa teknik penghijauan
dan atau reboisasi berbasis pengelolaan DAS, diantaranya penanaman Pohon Beringin
(Ficus benjamina) dan pohon Pulai (Alstonia scholaris) yang mampu menangkap dan
menyimpan air dalam jumlah banyak (meningkatkan WHC) di sekitar tempat
tumbuhnya sehingga pohon ini selalu digunakan untuk penghijauan di lingkungan mata
air. Selain pohon ini mudah tumbuh pada lahan kritis (sebagai pohon pionir). Beringin
mampu tumbuh di tanah yang tandus, gersang, berbatu, bercadas, dan lereng-lereng
yang terjal. Perakaran pohon Beringin dalam dan memiliki akar pengikat yang banyak
dan menyerabut sehingga tidak mudah roboh. Selain itu pohon Beringin ini dapat
ditanam sebagai pohon pioneer untuk rehabilitasi lahan kritis.
Beringin (Ficus spp.) merupakan spesies yang memiliki nilai ekologi sangat tinggi
peranannya pada kawasan hutan. Beringin selain berfungsi sebagai tanaman penjaga
erosi tanah dan penyimpan cadangan air juga merupakan tanaman yang sangat disukai
sebagai habitat satwaliar. Lalenoh (2013) mengungkapkan bahwa pohon Beringin
memiliki kemampuan daya serap CO2 yaitu 535,9 kg/pohon/tahun.
21
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kerapatan tajuk pohon Beringin berada pada kelas dense atau kerapatan tinggi,
hal ini disebabkan karena pohon beringin tumbuh bersama vegetasi selain dari
marganya.
2. Arsitektur pohon sangat berpengaruh dalam memperlambat terjadinya aliran
permukaan dan memperkecil erosi percikan
3. Pohon Beringin banyak digunakan untuk rehabilitasi lahan kritis dalam
perannya sebagai penyerap air yang baik dan penyerap polusi dalam hal ini CO2
dan timbal hitam di udara Saran
B. Saran
Mengingat masih sangat jarang yang melakukan penelitian mengenai pohon
Beringin, sehingga sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
vegetasi terhadap erosi, termasuk pada debit curah hujan dan kemampuan menangkap
air hujan, mengalirkan air hujan pada pohon Beringin (Ficus benjamina) .
22
DAFTAR PUSTAKA
Annonimous. 2013. Informasi Spesies: Beringin (Ficus benjamina). Plantamor
Homepage, http://www.plantamor.com diakses tanggal 25 November 2014.
Agus, F., A.Ng. Ginting, dan M. van Noordwidjk. 2002. Pilihan Teknologi
Agroforestri/Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di
Sumberjaya, Lampung Barat. International Centre for Research in Agroforestry,
Bogor.
As-Syakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem
Informasi Geografi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan.
Proseding PIT XVII MAPIN. pp 1-11
Darmayanti, A.S. 2012. Tesis : Karakteristik Pohon dalam Pengaruhnya terhadap
Infiltrasi Air Pengelolaan Air, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Hallé, F., Oldeman, R. A. A. & Tomlinson, P. B. (1978). Tropical Trees and Forests, an
Architectural Analysis. Berlin, Springer-Verlag.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G dan Sutedjo, M.M, 1991 Teknologi Konservasi Tanah dan Air,
Bhineka Cipta, Jakarta.
Kinanthy,2013.
Pohon
yang
mengandung
Filosofi
di
Jawa.
http://nisyacin.blogdetik.com/ diakses tanggal 18 Desember 2014.
Kironoto, B.A, Yulistiyanto, B, 2000, Konservasi Lahan, Program Magister
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat (BP2TPDAS-IBB). Surakarta.
Pratiwi, Kalima, T.,
& Pradjadinata, S. 2003. Peta perwilayahan jenis andalan
setempat untuk rehabilitasi la-han dan hutan di Jawa. Bogor: Pusat Litbang Hutan
dan Konservasi Alam.
23
Priyono, N.S. dan Sadhardjo, S. 2002. Hutan Pinus dan Hasil Air. Ekstraksi Hasil-hasil
Penelitian Tentang Hutan Pinus Terhadap Erosi dan Tata Air. Pusat
Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani, Cepu
Rauf, A., Rahmawaty, D.B.T.J.Said. 2012.Tekhnologi pemanfaatan lahan bebasis
pengelolaan DAS. Sumatera utara
Subagyono, K., S. Marwanto, U. Kurnia, 2003. Tekhnik Konservasi Tanah secara
vegetatif. Balai penelitian Tanah. Bogor.
Sucipto, analisis erosi yang terjadi di lahan karena pengaruh kepadatan tanah, wahana
teknik sipil vol. 12 no. 1 april 2007: 51-60
Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Tim Peneliti BP2TPDAS IBB. 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air.
Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Triwilaida, 2000. Efektivitas Berbagai Jenis Tanaman Kayu-Kayuan Dalam Pengendalian
Erosi Di DTW Wonogiri: Suatu Analisis. Buletin Teknologi Pengelolaan DAS No. VI, I
hal 32-46.
Ulum
S.
2010.
Manfaat
Beringin
dalam
Pembangunan
Kawasan
Hutan,
http://www.kabarindonesia.com diakes tanggal 25 November 2014.
Utomo, W.H. 1994. Erosi dan konservasi tanah. Penerbit IKIP malang.pp. 194.
Widjajani wisnu b, 2010. Tipologi penahan erosi, jurnal agrovigor vo.3 no.1
Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota
Yunianto, T, 1994, Erosi dan Sedimentasi, Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
24
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................................................................. 0i
Daftar Isi ............................................................................................................................................................ 0
ii
Daftar Tabel ...................................................................................................................................................... iv
0
Daftar Gambar ................................................................................................................................................. 0
v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang ................................................................................................................................... 1
B.
Tujuan dan Kegunaan...................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................... 4
A.
Siklus Hidrologi ................................................................................................................................. 4
B.
Arsitektur pohon ............................................................................................................................... 4
C.
Erosi ....................................................................................................................................................... 6
D. Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan ........................................................................................ 8
E.
Beringin (Ficus benjamina) ........................................................................................................... 9
1.
Taksonomi ....................................................................................................................................... 9
2.
Penyebaran dan Habitat ............................................................................................................ 9
3.
Deskripsi botani ............................................................................................................................ 9
4.
Kegunaan ....................................................................................................................................... 10
BAB III METODOLOGI PENGAMATAN ................................................................................................. 11
A.
Waktu dan Tempat Pengamatan ............................................................................................... 11
B.
Alat dan Bahan ................................................................................................................................. 11
C.
Sampel pengamatan ....................................................................................................................... 11
D. Teknik Pengambilan Data ............................................................................................................ 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................................... 12
A.
Kerapatan Tajuk .............................................................................................................................. 12
ii25
1.
Tajuk Bagian Utara ..................................................................................................................... 12
2.
Tajuk Bagian Barat ..................................................................................................................... 13
3.
Tajuk Bagian Selatan ................................................................................................................. 14
4.
Tajuk Bagian Timur ................................................................................................................... 15
B.
C.
Arsitektur Pohon Beringin (Ficus benjamina) ..................................................................... 16
1.
Penutupan Tajuk pada empat arah mata angin .............................................................. 16
2.
Percabangan ................................................................................................................................. 18
3.
Batang (Bentuk dan Warna)................................................................................................... 19
4.
Perakaran ...................................................................................................................................... 20
5.
Serasah dan Topografi .............................................................................................................. 20
Kaitan antara Pohon Beringin (Ficus benjamina) dengan Upaya RHL ....................... 21
BAB V PENUTUP ........................................................................................................................................... 22
A.
Kesimpulan........................................................................................................................................ 22
B.
Saran .................................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 23
iii26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK ............................................................................................................... 5
2.
PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN PANGKAL (85%) ..................................................... 12
3.
PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN TENGAH (95%) ....................................................... 13
4.
PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN TEPI (85%).............................................................. 13
5.
PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN PANGKAL (75%) ..................................................... 13
6.
PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN TENGAH (85%) ....................................................... 14
7.
PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN TEPI (85%) .............................................................. 14
8.
PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN PANGKAL (95%) ................................................. 14
9.
PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN TENGAH (85%) ................................................... 15
10. PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN TEPI (75%) ......................................................... 15
11. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN PANGKAL (75%) ..................................................... 15
12. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN TENGAH (75%) ....................................................... 16
13. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN TEPI (85%) ............................................................. 16
14. PENAMPAKAN BENTUK PERCABANGAN BERINGIN (FICUS BENJAMINA) .............................................. 18
15. PENAMPAKAN BATANG BERINGIN (FICUS BENJAMINA ) KIRI-KANAN/ATAS-BAWAH :
UTARA,BARAT,SELATAN,TIMUR ............................................................................................................. 19
16. PENAMPAKAN SERASAH BERINGIN (FICUS BENJAMINA ) ..................................................................... 20
27
v
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK DAN KERAPATAN TAJUK .................................................................... 12
2.
PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK BERINGIN (FICUS BENJAMINA) PADA EMPAT ARAH MATA ANGIN . 17
28
iv
TUGAS PERENCANAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
Daftar Isi
PERANAN BAGIAN POHON BERINGIN (Ficus
benjamina) TERHADAP EROSI
Daftar Tabel
Daftar Gambar
OLEH:
ANDI NURUL MUKHLISA (P3700213409)
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
0
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terbukti dengan
banyaknya flora dan fauna yang tersebar di segala penjuru mata angin. Flora dan fauna
ini sangat berperan dalam keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas antara
lain dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara,
perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, pengaturan tata air kawasan,
pengendalian erosi, dan
siklus hidrologi. Hidrologi hutan merupakan suatu ilmu
fenomena yang berkaitan dengan air yang dipengaruhi oleh penutupan hutan. peran
dan fungsi hutan tidak hanya sebagai penghasil hasil hutan yaitu kayu saja akan tetapi
ada fungsi-fungsi lain dari hutan yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi
lingkungan dan manusia itu sendiri. Peran hutan yang penting dan menjadi materi
utama dalam bagian ini adalah sebagai penyedia jasa lingkungan melalui perannya
dalam mengendalikan siklus hidrologi dan perannya dalam mengendalikan longsor
lahan.
Beberapa informasi menunjukkan bahwa kelestarian sumber daya air tergantung
dari kondisi hutan pada kawasan tersebut. Pada saat hutan ditebang hasil air pada
awalnya akan meningkat karena berkurangnya evapotranspirasi,
namun lama
kelamaan hasil air tersebut akan berkurang karena jumlah air yang tersimpan di dalam
tanah juga berkurang. Hal ini disebabkan karena air hujan yang jatuh pada areal hutan
yang telah terbuka, sebagian besar langsung menjadi aliran permukaan. Hutan selain
dapat berfungsi produksi juga dapat menjadi pengatur tata air dan pelindung terhadap
degradasi tanah oleh hujan karena hutan dapat mendorong peresapan air ke dalam
tanah. Adanya penutupan lahan oleh vegetasi hutan dan seresah di permukaan akan
melindungi tanah terhadap pukulan air hujan sehingga energi kinetik hujan dapat
diperkecil dan dikendalikan (Priyono, 2002). Berkaitan dengan fungsi pengaturan tata
air dan pengendalian erosi, setiap tipe vegetasi menunjukkan pengaruh yang berbeda
karena struktur dan komposisinya bervariasi.
1
Vegetasi secara umum dapat mencegah erosi, namun setiap jenis tanaman dan
banyaknya tajuk terhadap erosi berbeda-beda. Pada tanaman yang rimbun
kemungkinan erosi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh jarang.
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepai air hujan oleh
tanaman, mengurangi kecepatan aliran dan energi perusak air serta meningkatkan
efektivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses humifikasi. Juga dapat
menigkatkan agregasi dimana akar-akar tanaman dengan selaput koloidnya
menyebabkan agregat menjadi stabil dan pengaruh traspirasi dimana terjadi
peningkatan kehilangan air tanah melalui penguapan sehingga kemampuan menyerap
air meningkat.
Sruktur tajuk taumbuhan pada suatu areal tertentu, jika berlapis dengan
tanaman penutup tanah dan serasah akan memberikan ketahanan berganda terhadap
pukulan butiran hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Menurut Soemarwoto
(1983) bahwa selain berfungsi menghalangi pukulan langsung air hujan kepermukaan
tanah, vegetasi penutup lahan juga menambah kandungan bahan organik tanah yang
meningkatkan
resistensi
terhadap
erosi
yang
terjadi.
Selanjutnya,
menurut
Hardjowigeno (1987), pencegahan erosi dapat berlangsung secara efektif apabila paling
sedikit 70 % permukaan lahan tertutup oleh vegetasi.
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah: 1) Melindungi
permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan terminal dan
memperkecil diameter air hujan), 2) menurunkan kecepatan dan volume air runoff, 3)
menahan partikel-partikel tanah pada tempetnya melelui sistem perakaran dan serasah
yang dihasilkan, dan 4) mempertahankan kapasitas tanah dalam menyimpan air; dan 5)
meningkatkan laju infiltrasi dan perkolasi air dalam tanah.
Vegetasi memiliki beberapa manfaat yang merupakan ciri pertanian dan
kehutanan berkelanjutan seperti konservasi, reklamasi,rehabilitasi dan memiliki nilai
ekonomi yang tinggi. Menurut rauf dkk (2012) bahwa tanaman penyerap air dan yang
dapat ditanam untuk rehabilitasi lahan kritis salah satunya adalah Beringin (Ficus
benjamina).
2
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari pengamatan pengaruh tajuk terhadap siklus hidrologi dan
persentasi crown density ini adalah :
1. Mengetahui persentasi kerapatan tajuk Beringin (Ficus benjamina)
2. Mengetahui pengaruh arsitektur pohon Beringin (Ficus benjamina) terhadap erosi
3. Mengetahui peran pohon Beringin (Ficus benjamina) dalam upaya rehabilitasi hutan
dan lahan
Adapun kegunaan dari pengamatan ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan
jenis vegetasi dalam rehabilitasi hutan dan lahan dan sebagai acuan pada penelitian
tentang beringin (Ficus benjamina) .
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Siklus Hidrologi
Hutan berfungsi untuk produksi dan berperan sebagai pengatur siklus hidrologi
,mengendalikan kadar lengas tanah melalui sistem perakarannya dan mengendalikan
aliran air yang dikeluarkan dalam hutan. Perubahan penggunaan lahan akan
mempengaruhi parameter hidrologi dan tentunya mempunyai implikasi yang besar
baik secara ekonomis maupun ekologis mengingat fungsi hidrologi dan tata air sangat
erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat (Darmayanti,2012).
B. Arsitektur pohon
Model arsitektur pohon mempunyai peranan dalam mendistribusikan serapan air
ke dalam tanah dan besarnya aliran permukaan yang membawa tanah menjadi endapan
tanah (sedimen). Elemen-elemen arsitektur pohon meliputi pola pertumbuhan batang,
percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa
ritmik atau kontinyu (Halle , et al., 1978). Perbedaan bentuk arsitektur pohon
mengakibatkan peran vegetasi dalam mendistribusikan air hujan sebagai air curah
tajuk, aliran batang, dan air intersepsi juga berbeda.
Pada dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk
pemanfaatan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman
ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan
butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta
meningkatkan peresapan air ke dalam tanah Kanopi berfungsi menahan laju butiran air
hujan dan mengurangi tenaga kinetik butiran air dan pelepasan partikel tanah sehingga
pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di sela-sela kanopi (interception)
sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi. Fungsi perlindungan permukaan
tanah terhadap pukulan butir air hujan merupakan hal yang sangat penting karena erosi
yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air hujan. Semakin rapat
penutupannya akan semakin kecil risiko hancurnya agregat tanah oleh pukulan butiran
air hujan (Kurdia dkk, 2003).
4
Jumlah hilangnya air dari tanah karena proses transpirasi dipengaruhi tingkat
kerapatan tajuk tanaman. Kerapatan tajuk kemudian dibagi kedalam 4 kategori seperti
pada gambar 1.
Gambar 1. Persentasi penutupan tajuk
Terdapat beberapa proses interaktif antara tanaman dan tanah dalam
mempengaruhi erosi (Stocking, 1988; Triwilaida, 2000). Proses tersebut antara lain
melalui ikatan fisik antara tanah dengan batang dan akar, ikatan elektrolit dan unsur
hara antara akar dan tanah, pengurangan laju aliran permukaan oleh batang dan bahan
organik yang dihasilkannya, dan pengaruh tidak langsung dari bahan organik melalui
perbaikan struktur tanah, infiltrasi serta aktivitas fauna dan biologi.
Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan
aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga
energi kinetiknya jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju
aliran permukaan. Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut
5
materialnya juga berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk
meresapkan air. Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya
mampu membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang
ikut bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang (Subagyono dkk,
2003).
Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah yang disebabkan
oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme
dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya
cengkeram terhadap tanah (Foth, 1995, Killham, 1994, Agus et al., 2002). Perakaran
tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan,
memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan
mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan,
meningkatkan infiltrasi, dan kapasitas memegang air.
C. Erosi
Erosi adalah pengikisan atau kelongsoran material yang sesungguhnya
merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan
angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat tindakan atau
perbuatan manusia (Kartasapoetra dan Sutedjo,1991). Menurut Kironoto dan
Yulistiyanto (2000), erosi yang juga disebut sebagai pengikisan atau kelongsoran tanah
adalah merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakandesakan atau kekuatan air
dan angin baik yang berlangsung secara alamiah maupun sebagai akibat atau tindakan
dari manusia. Menurut Bennet, 1939 (dalam Yunianto,1994) erosi dibedakan menjadi
erosi normal yakni erosi geologi atau erosi natural dan erosi dipercepat atau erosi
tanah.
Erosi alami atau erosi geologi merupakan proses pengikisan yang berjalan lambat
dan tidak membahayakan. Kerusakan erosi yang hebat terjadi ketika manusia atau
faktor-faktor lain merusak keseimbangan alami dan tanah yang terbuka menjadi
mangsa kekuatan perusak hujan, angin dan sinar matahari. Faktor-faktor penyebab
erosi yang sangat beragam tersebut menyebabkan prediksi mengenai laju erosi dan
sedimentasi yang terjadi di lahan sangat sulit untuk dilaksanakan (Sucipto,2007). Erosi
tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan bumi.
6
Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya erosi
tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi.
Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah,
karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses
peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi
tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga
bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk
memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari
sumberdaya lahan (Assyakur,2008).
Erosi tanah merupakan kejadian alam yang pasti terjadi dipermukaan daratan
bumi. Besarnya erosi sangat tergantung dari faktor-faktor alam ditempat terjadinya
erosi tersebut, akan tetapi saat ini manusia juga berperan penting atas terjadinya erosi.
Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah,
karakteristik landskap dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses
peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi
tanah dan air menyebakan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga
bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajeman lahan berfungsi untuk
memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari
sumberdaya lahan.
Kemampuan suatu wilayah dalam menahan erosi tegantung pada kekasaran
permukaan, kekasaran permukaan ini dapat dinilai dari stratifikasi dan asosiasinya.
Semakin lengkap strata dan jenis vegetasinya maka semakin besar pula kemampuan
menahan erosi. Kemampuan jenis tanaman menahan erosi tergantung pada bentuk
kanopi (Sitompul,2005) , sistem perakaran (Utomo,1994) dan kemampuan batang serta
sistem percabangan menahan dan mengalirkan air ke bawah. Bentuk daun,ukuran
daun,filotaksi (jumlah dan posisi daun). Sudut daun merupakan komponen dalam
sistem daun
yang dapat menurunkan energi kinetik hujan. Sistem percabangan
mempunyai hubungan dengan bentuk dan luas kanopi yang dapat mempengaruhi luas
bidang intersepsi. Bentuk, ukuran dan sistem kulit batang berhubungan dengan media
7
dan kecepatan aliranr kebawah. Bentuk akar, sistem percabangan dan umur akar
berhubungan dengan laju infiltrasi dan kemmpuan menahan tanah (Widjajani,2010).
Pengendalian erosi adalah upaya pengelolaan faktor-faktor penyebab erosi agar
laju erosi dapat ditekan hingga batas yang tidak merugikan. Faktor-faktor yang dapat
diatur untuk menekan erosi adalah topografi, pengelolaan lahan, dan faktor tanaman.
Beberapa bentuk erosi :
1. Erosi permukaan (sheet erosion) : Erosi permukaan adalah pengikisan berupa
lembaran tipis oleh air yang terjadi di permukaan tanah.
2. Erosi alur (riil erosion) : Erosi alur terjadi karena adanya konsentrasi air pada
tempat-tempat tertentu (lereng bawah) dan kecepatannya telah menimbulkan
pengikisan, selanjutnya mengalir ke bagian bawah membentuk alur-alur yang
dangkal.
3. Erosi jurang (gully erosion) : Erosi jurang yaitu erosi alur yang sudah berkembang
menjadi besar karena pengikisan tanah yang begitu hebat, menyebabkan alur
berubah menjadi parit-parit.
4. Erosi tebing sungai (stream bank erosion) : Erosi tebing sungai adalah erosi yang
terjadi di tebing sungai yang disebabkan oleh kecepatan aliran air.
5. Erosi tebing jalan : Erosi tebing jalan pada sisi-sisi tebing jalan akibat pengupasan
tebing saat pembuatan jalan (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002).
D. Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Menurut PP RI no. 76,2008 bahwa Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya
untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga.
Salah satu sebab rendahnya keberhasilan rehabilitasi lahan antara lain adalah
kurangnya
pengetahuan
dan
informasi mengenai jenis-jenis pohon yang akan
dikembangkan termasuk persyaratan tempat tumbuh dan informasi mengenai teknik
silvikulturnya (Pratiwi et al., 2003).
8
E. Beringin (Ficus benjamina)
1. Taksonomi
Pohon beringin atau dalam bahasa latin bernama Ficus sp. merupakan tanaman
dari famili Moraceae. Ficus merupakan marga terbesar Famili Moraceae yang banyak
dijumpai di Indonesia, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Ada sekitar
1000 jenis Famili Moraceae, setengahnya adalah Ficus. Tanaman ini berupa pohon yang
bisa mencapai tinggi 35 meter, tumbuh di tanah dan ada yang bersifat hemi-epifit
(Ulum,2010).
Adapun taksonomi yang dimiliki oleh Beringin yaitu :
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Urticales
Famili
: Moraceae (suku nangka-nangkaan)
Genus
: Ficus
Spesies
: Ficus benjamina L (Annonimous, 2014).
2. Penyebaran dan Habitat
Beringin merupakan tanaman yang memiliki kemampuan hidup dan beradaptasi
dengan bagus pada berbagai kondisi lingkungan. Selain itu keberadaan tanaman
beringin pada kawasan hutan bisa dijadikan sebagai indikator proses terjadinya suksesi
hutan. Beringin juga merupakan tanaman yang memiliki umur sangat tua, tanaman
tersebut dapat hidup dalam waktu hingga ratusan tahun (Kinanthy, 2011).
3. Deskripsi botani
Pohon besar, diameter batang bisa mencapai 2 m lebih, tinggi bisa mencapai 25 m.
Batang tegak bulat, permukaan kasar, coklat kehitaman, keluar akar menggantung dari
batang. Daun tunggal, lonjong, hijau, panjang 3 - 6 cm, tepi rata, letak bersilang
berhadapan. Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, kelopak bentuk corong, kuning
9
kehijauan. Buah buni, bulat kecil, panjang 0.5 - 1 cm Perbanyaan dengan biji
(Annonimous,2014).
4. Kegunaan
Pohon beringin merupakan salah satu pohon yang sangat kharismatik bagi budaya
masyarakat Indonesia. Sehingga pohon ini sejak zaman dahulu selalu ditanam di pusat
kota sebagai salah satu simbul kekuasaan yang mengayomi warganya. Bahkan pada
masa orde baru pohon tersebut dijadikan sebagai lambang untuk partai berkuasa di
Indonesia. Bahkan pohon beringin merupakan salah satu lambang yang ada dalam
Pancasila yang merupahkan falsafah Negara Indonesia (Ulum,2010).
Akar udara yang terletak pada bagian batang pohon beringin mengandung asam
amino, fenol, gula, dan asam orange. Memiliki rasa yang sedikit pahit, namun sejuk. Akar
dan daun adalah bagian dari tanaman yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit. Akar
udara dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pilek, demam tinggi, radang amandel
(tonsilitis), nyeri pada rematik sendi, dan luka terpukul (memar). Sementara daunnya
berkhasiat menyembuhkan influenza, radang saluran napas (bronkitis), batuk rejan
(pertusis), malaria, radang usus akut (akut enteritis), disentri, dan kejang panas pada
anak. Untuk mengatasi kejang panas pada anak, Anda bisa menyiapkan sekitar 100 g
daun beringin segar. Cuci bersih lalu rebus bersama 5 liter air selama 25 rnenit.
Gunakan air rebusan ini selagi hangat untuk memandikan anak yang sakit. Untuk
mengobati bronchitis , caranya : Rebus 75 g daun beringin segar dan 18 g kulit jeruk
mandarin dengan 3 gelas air, sampai tersisa sekitar 1 gelas saja. Setelah dingin saring
dan minum 3 kali sehari pagi , siang dan malam. Lakukan selama 10 hari. Sedang untuk
mengatasi radang usus atu disentri caranya : Cuci bersih 500 g daun beringin segar dan
rebus dengan 3 gelas air sampai tersisa sekitar 1 gelas saja. Setelah dingin saring dan
minum 2 kali sehari pagi dan sore masing - masing 1/2 gelas (Kinanthy,2011).
10
BAB III METODOLOGI PENGAMATAN
A. Waktu dan Tempat Pengamatan
Pengamatan pengaruh tajuk terhadap siklus hidrologi dan persentasi crown
density ini dilakukan di dalam wilayah Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
tepatnya didepan fakultas sastra dan didepan gedung telkom. Pengamatan pengaruh
tajuk terhadap crown density ini dilakukan pada bulan November-Desember 2014.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi meteran, kamera digital, dan
alat tulis menulis. Bahan yang digunakan yaitu beberapa skripsi dan hasil penelitian
sebelumnya yang digunakan sebagai literatur dan bahan penunjang awal.
C. Sampel pengamatan
Sampel pengamatan pengaruh tajuk terhadap crown density ini adalah pohon
Beringin (Ficus benjamina) dengan menggunakan metode purposive sampling
(berdasarkan pertimbangan dari orang yang melakukan pengamatan, baik karena
faktor keterwakilan ataupun karena faktor kepraktisan/kemudahan)
D. Teknik Pengambilan Data
Cara kerja yang dilakukan dalam pengamatan ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pohon yang menjadi obyek pengamatan dengan menggunakan metode
purposive sampling, yaitu pohon Beringin (Ficus benjamina).
2. Mengambil foto tajuk untuk empat arah mata angin yang dibagi ke dalam tiga bagian
untuk tiap arahnya yaitu bagian pangkal,tengah dan tepi tajuk.
3. Mengambil foto bentuk percabangan pohon Beringin (Ficus benjamina).
4. Mengambil foto bentuk batang dan kulit batang pohon Beringin (Ficus benjamina)
5. Mengambil foto serasah yang terdapat di bawah pohon Beringin (Ficus benjamina)
6. Mengukur keliling pohon pohon Beringin (Ficus benjamina)
7. Memprediksi jarak tajuk pertama pohon Beringin (Ficus benjamina) dari permukaan
tanah.
8. Mengamati bentuk topografi pohon Beringin (Ficus benjamina) di lokasi pengamatan.
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kerapatan Tajuk
Untuk mengetahui persentasi kerapatan tajuk Beringin (Ficus benjamina) sesuai
pada gambar 1. Yang kemudian diuraikan pada tabel 1. Maka terlebih dahulu dilakukan
pengambilan sampel foto tajuk Beringin (Ficus benjamina) pada empat arah mata angin.
Tabel 1. Persentasi penutupan tajuk dan kerapatan tajuk
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Persentase Tutupan Tajuk (%)
0 -5
>5-15
>15-25
>25-35
>35-45
>45-55
>55-65
>65-75
>75-85
>85-95
Kelas Kerapatan Tajuk
Sangat Jarang
Jarang
Jarang
Jarang
Sedang
Sedang
Sedang
Rapat
Rapat
Rapat
1. Tajuk Bagian Utara
Gambar 2. Penutupan tajuk arah utara pada bagian pangkal (85%)
12
Gambar 3. Penutupan tajuk arah utara pada bagian tengah (95%)
Gambar 4. Penutupan tajuk arah utara pada bagian tepi (85%)
2. Tajuk Bagian Barat
Gambar 5. Penutupan tajuk arah barat pada bagian pangkal (75%)
13
Gambar 6. Penutupan tajuk arah barat pada bagian tengah (85%)
Gambar 7. Penutupan tajuk arah barat pada bagian tepi (85%)
3. Tajuk Bagian Selatan
Gambar 8. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian pangkal (95%)
14
Gambar 9. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian tengah (85%)
Gambar 10. Penutupan tajuk arah Selatan pada bagian tepi (75%)
4. Tajuk Bagian Timur
Gambar 11. Penutupan tajuk arah Timur pada bagian pangkal (75%)
15
Gambar 12. Penutupan tajuk arah Timur pada bagian tengah (75%)
Gambar 13. Penutupan tajuk arah Timur pada bagian tepi (85%)
B. Arsitektur Pohon Beringin (Ficus benjamina)
1. Penutupan Tajuk pada empat arah mata angin
Tajuk Beringin pada lokasi pengambilan foto ini memiliki tinggi percabangan tajuk
pertama kurang dari 9 m sehingga air lolos (troughfall) pada pohon beringin ini sangat
kecil, hal ini juga didukung oleh kerapatan tajuk di lokasi pengamatan. Pada gambar
pengambilan foto tajuk, terlihat tutupan tajuk dilokasi penelitian sangat rapat karena
banyaknya vegetasi yang tumbuh selain pohon beringin. Kita bisa melihat pada gambar
4 dengan tutupan tajuk pohon jati, gambar 8 dan gambar 9 juga memperlihatkan
tutupan tajuk pohon lain berada dibawah penampakan tajuk Beringin (Ficus
benjamina).
16
Berdasarkan gambar penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) maka diperoleh
penutupan tajuk pada empat arah mata angin :
Tabel 2. Persentasi penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) pada empat arah mata
angin
Arah
Persen Tutupan
Rata-Rata
Tajuk bagian
Tajuk bagian
Tajuk bagian
Persentasi
pangkal (%)
tengah (%)
tepi (%)
Tajuk (%)
UTARA
85
95
85
88,33
BARAT
75
85
85
81,67
SELATAN
95
85
75
85
TIMUR
75
75
85
78,33
Jumlah
333,33
Rata-Rata
83,3325
Dari tabel 2. Diterangkan bahwa persentasi tajuk Beringin (Ficus benjamina) secara
keseluruhan adalah 83,3325 %. Persentasi yang diperoleh pada tabel 2. Menyiratkan
bahwa bentuk penutupan tajuk Beringin (Ficus benjamina) berada pada kelas dense atau
kerapatan tajuk tinggi. Kerapatan tajuk yang tinggi ini mampu memecah dan
menghambat air hujan yang akan jatuh ke lantai bumi, sehingga erosi percikan dan
aliran permukaan (run-off) dapat dihindarkan.
17
2. Percabangan
Gambar 14. Penampakan bentuk
percabangan Beringin (Ficus benjamina)
Bentuk percabangan Beringin (Ficus benjamina) terhadap batang utama
khususnya pada tempat pengambilan sampel foto ini berbentuk vertikal, namun
beberapa pohon beringin yang lain memiliki bentuk percabangan yang horisontal.
Beringin dengan bentuk percabangan pada gambar 12. ini mampu memecah air hujan
karena adanya ranting-ranting di setiap percabangan, selain itu bentuk percabangan ini
mampu mengalirkan air hujan yang kemudian terjadi evapotranspirasi baik itu disaat
terjadi hujan ataupun setelah terjadi hujan.
18
3. Batang (Bentuk dan Warna)
Gambar 15. Penampakan batang Beringin (Ficus benjamina ) Kiri-kanan/atas-bawah :
Utara,Barat,Selatan,Timur
Berdasarkan penampakan batang pada gambar 13 terlihat dua sisi yang memiliki
warna berbeda. Penampakan batang pada bagian utara lebih gelap dan terdapat jamur
di setiap sisi batang tersebut, pada bagian barat memiliki warna yang lebih terang
disebabkan mendapatkan pantulan sinar matahari yang menembus langsung bagian
selatan pohon Beringin ini, namun disisi batang bagian barat ini jika dilihat lebih
seksama juga terdapat jamur yang melekat . pada penampakan batang bagian selatan
dan timur sangat jelas terlihat warna yang lebih terang dari pada sisi yang lain dan
masih terlihat sinar matahari menembus langsung pada bagian batang sebelah selatan
dan timur ini. Perbedaan warna tersebut menyiratkan bahwa bagian batang yang sering
menjadi tempat mengalirnya air hujan (stemflow) ditandai dengan warna yang lebih
gelap dan permukaan yang lembab sehingga jamur mudah berkembang biak pada
bagian tersebut. Aliran air (stemflow) ini akan diperlambat dan dipecah oleh akar udara
yang melekat pada batang, sehingga aliran air yang sampai ketanah akan semakin
sedikit dan aliran permukaan dapat dihindarkan.
19
Pohon Beringin (Ficus benjamina) pada lokasi pengamatan ini memiliki keliling
sebesar 304 cm, dengan mengkonversi menggunakan rumus keliling lingkaran
diperoleh diameternya sebesar 48,4 cm. pertambahan diameter beringin setiap
tahunnya adlah 3,5 cm sehingga dapat diprediksi umur beringin pada lokasi
pengamatan berada pada kisaran 13-15 tahun. Dengan akar gantung yang dimiliki
mampu menyerap polusi dalam hal ini CO2 dan timbal hitam di udara.
4. Perakaran
Pada gambar 13 dapat terlihat akar gantung yang dimiliki Beringin (Ficus
benjamina) yang kemudian juga menjadi batang, Selain itu beringin dengan sistem
perakaran yang kuat dan dalam merupakan tanaman yang mampu menjadi penahan
erosi tanah. Beringin juga sangat efektif berfungsi sebagai penahan terjadinya tanah
longsor pada daerah yang memiliki tekstur tanah yang curam. Beringin merupakan
tanaman yang mampu hidup di berbagai macam kondisi lingkungan yang ekstrim, salah
satunya adalah diatas batu. Dengan akar yang kuat tanaman tersebut mampu
mecengkram batu yang besar dan menahannya agar tidak jatuh ke bawah (Ulum, 2010).
5. Serasah dan Topografi
Barat
Utara
Selatan
Timur
T
Gambar 16. Penampakan Serasah Beringin (Ficus benjamina )
Daun daun pohon Beringin ketika kering akan berguguran yang kemudian
menjadi serasah. Serasah ini lah yang melindungi tanah dari erosi percikan dan aliran
permukaan, penampakan serasah pada gambar 16. Juga diikuti oleh pertumbuhan
20
rerumputan yang juga akan menghambat aliran permukaan yang mungkin akan terjadi.
Topografi di daerah pengamatan sangat landai (0 - 5 %) sehingga erosi atau bencana
yang lebih besar dapat dihindarkan.
C. Kaitan antara Pohon Beringin (Ficus benjamina) dengan Upaya RHL
Penanaman pohon penghijauan belum tentu sepenuhnya dapat mendukung
penyerapan (penampungan) dan penyimpanan air yang datang (hujan). Hutan tanpa
serasah lantai hutan (hutan kota, misalnya) tidak akan berfungsi baik dari segi daur
hidrologi, bahkan dapat menimbulkan erosi lebih besar. Beberapa teknik penghijauan
dan atau reboisasi berbasis pengelolaan DAS, diantaranya penanaman Pohon Beringin
(Ficus benjamina) dan pohon Pulai (Alstonia scholaris) yang mampu menangkap dan
menyimpan air dalam jumlah banyak (meningkatkan WHC) di sekitar tempat
tumbuhnya sehingga pohon ini selalu digunakan untuk penghijauan di lingkungan mata
air. Selain pohon ini mudah tumbuh pada lahan kritis (sebagai pohon pionir). Beringin
mampu tumbuh di tanah yang tandus, gersang, berbatu, bercadas, dan lereng-lereng
yang terjal. Perakaran pohon Beringin dalam dan memiliki akar pengikat yang banyak
dan menyerabut sehingga tidak mudah roboh. Selain itu pohon Beringin ini dapat
ditanam sebagai pohon pioneer untuk rehabilitasi lahan kritis.
Beringin (Ficus spp.) merupakan spesies yang memiliki nilai ekologi sangat tinggi
peranannya pada kawasan hutan. Beringin selain berfungsi sebagai tanaman penjaga
erosi tanah dan penyimpan cadangan air juga merupakan tanaman yang sangat disukai
sebagai habitat satwaliar. Lalenoh (2013) mengungkapkan bahwa pohon Beringin
memiliki kemampuan daya serap CO2 yaitu 535,9 kg/pohon/tahun.
21
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kerapatan tajuk pohon Beringin berada pada kelas dense atau kerapatan tinggi,
hal ini disebabkan karena pohon beringin tumbuh bersama vegetasi selain dari
marganya.
2. Arsitektur pohon sangat berpengaruh dalam memperlambat terjadinya aliran
permukaan dan memperkecil erosi percikan
3. Pohon Beringin banyak digunakan untuk rehabilitasi lahan kritis dalam
perannya sebagai penyerap air yang baik dan penyerap polusi dalam hal ini CO2
dan timbal hitam di udara Saran
B. Saran
Mengingat masih sangat jarang yang melakukan penelitian mengenai pohon
Beringin, sehingga sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
vegetasi terhadap erosi, termasuk pada debit curah hujan dan kemampuan menangkap
air hujan, mengalirkan air hujan pada pohon Beringin (Ficus benjamina) .
22
DAFTAR PUSTAKA
Annonimous. 2013. Informasi Spesies: Beringin (Ficus benjamina). Plantamor
Homepage, http://www.plantamor.com diakses tanggal 25 November 2014.
Agus, F., A.Ng. Ginting, dan M. van Noordwidjk. 2002. Pilihan Teknologi
Agroforestri/Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di
Sumberjaya, Lampung Barat. International Centre for Research in Agroforestry,
Bogor.
As-Syakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem
Informasi Geografi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan.
Proseding PIT XVII MAPIN. pp 1-11
Darmayanti, A.S. 2012. Tesis : Karakteristik Pohon dalam Pengaruhnya terhadap
Infiltrasi Air Pengelolaan Air, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Hallé, F., Oldeman, R. A. A. & Tomlinson, P. B. (1978). Tropical Trees and Forests, an
Architectural Analysis. Berlin, Springer-Verlag.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G dan Sutedjo, M.M, 1991 Teknologi Konservasi Tanah dan Air,
Bhineka Cipta, Jakarta.
Kinanthy,2013.
Pohon
yang
mengandung
Filosofi
di
Jawa.
http://nisyacin.blogdetik.com/ diakses tanggal 18 Desember 2014.
Kironoto, B.A, Yulistiyanto, B, 2000, Konservasi Lahan, Program Magister
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indonesia Bagian Barat (BP2TPDAS-IBB). Surakarta.
Pratiwi, Kalima, T.,
& Pradjadinata, S. 2003. Peta perwilayahan jenis andalan
setempat untuk rehabilitasi la-han dan hutan di Jawa. Bogor: Pusat Litbang Hutan
dan Konservasi Alam.
23
Priyono, N.S. dan Sadhardjo, S. 2002. Hutan Pinus dan Hasil Air. Ekstraksi Hasil-hasil
Penelitian Tentang Hutan Pinus Terhadap Erosi dan Tata Air. Pusat
Pengembangan Sumber Daya Hutan Perhutani, Cepu
Rauf, A., Rahmawaty, D.B.T.J.Said. 2012.Tekhnologi pemanfaatan lahan bebasis
pengelolaan DAS. Sumatera utara
Subagyono, K., S. Marwanto, U. Kurnia, 2003. Tekhnik Konservasi Tanah secara
vegetatif. Balai penelitian Tanah. Bogor.
Sucipto, analisis erosi yang terjadi di lahan karena pengaruh kepadatan tanah, wahana
teknik sipil vol. 12 no. 1 april 2007: 51-60
Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Tim Peneliti BP2TPDAS IBB. 2002. Pedoman Praktik Konservasi Tanah dan Air.
Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Triwilaida, 2000. Efektivitas Berbagai Jenis Tanaman Kayu-Kayuan Dalam Pengendalian
Erosi Di DTW Wonogiri: Suatu Analisis. Buletin Teknologi Pengelolaan DAS No. VI, I
hal 32-46.
Ulum
S.
2010.
Manfaat
Beringin
dalam
Pembangunan
Kawasan
Hutan,
http://www.kabarindonesia.com diakes tanggal 25 November 2014.
Utomo, W.H. 1994. Erosi dan konservasi tanah. Penerbit IKIP malang.pp. 194.
Widjajani wisnu b, 2010. Tipologi penahan erosi, jurnal agrovigor vo.3 no.1
Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota
Yunianto, T, 1994, Erosi dan Sedimentasi, Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
24
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................................................................. 0i
Daftar Isi ............................................................................................................................................................ 0
ii
Daftar Tabel ...................................................................................................................................................... iv
0
Daftar Gambar ................................................................................................................................................. 0
v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang ................................................................................................................................... 1
B.
Tujuan dan Kegunaan...................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................................... 4
A.
Siklus Hidrologi ................................................................................................................................. 4
B.
Arsitektur pohon ............................................................................................................................... 4
C.
Erosi ....................................................................................................................................................... 6
D. Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan ........................................................................................ 8
E.
Beringin (Ficus benjamina) ........................................................................................................... 9
1.
Taksonomi ....................................................................................................................................... 9
2.
Penyebaran dan Habitat ............................................................................................................ 9
3.
Deskripsi botani ............................................................................................................................ 9
4.
Kegunaan ....................................................................................................................................... 10
BAB III METODOLOGI PENGAMATAN ................................................................................................. 11
A.
Waktu dan Tempat Pengamatan ............................................................................................... 11
B.
Alat dan Bahan ................................................................................................................................. 11
C.
Sampel pengamatan ....................................................................................................................... 11
D. Teknik Pengambilan Data ............................................................................................................ 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................................... 12
A.
Kerapatan Tajuk .............................................................................................................................. 12
ii25
1.
Tajuk Bagian Utara ..................................................................................................................... 12
2.
Tajuk Bagian Barat ..................................................................................................................... 13
3.
Tajuk Bagian Selatan ................................................................................................................. 14
4.
Tajuk Bagian Timur ................................................................................................................... 15
B.
C.
Arsitektur Pohon Beringin (Ficus benjamina) ..................................................................... 16
1.
Penutupan Tajuk pada empat arah mata angin .............................................................. 16
2.
Percabangan ................................................................................................................................. 18
3.
Batang (Bentuk dan Warna)................................................................................................... 19
4.
Perakaran ...................................................................................................................................... 20
5.
Serasah dan Topografi .............................................................................................................. 20
Kaitan antara Pohon Beringin (Ficus benjamina) dengan Upaya RHL ....................... 21
BAB V PENUTUP ........................................................................................................................................... 22
A.
Kesimpulan........................................................................................................................................ 22
B.
Saran .................................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 23
iii26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK ............................................................................................................... 5
2.
PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN PANGKAL (85%) ..................................................... 12
3.
PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN TENGAH (95%) ....................................................... 13
4.
PENUTUPAN TAJUK ARAH UTARA PADA BAGIAN TEPI (85%).............................................................. 13
5.
PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN PANGKAL (75%) ..................................................... 13
6.
PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN TENGAH (85%) ....................................................... 14
7.
PENUTUPAN TAJUK ARAH BARAT PADA BAGIAN TEPI (85%) .............................................................. 14
8.
PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN PANGKAL (95%) ................................................. 14
9.
PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN TENGAH (85%) ................................................... 15
10. PENUTUPAN TAJUK ARAH SELATAN PADA BAGIAN TEPI (75%) ......................................................... 15
11. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN PANGKAL (75%) ..................................................... 15
12. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN TENGAH (75%) ....................................................... 16
13. PENUTUPAN TAJUK ARAH TIMUR PADA BAGIAN TEPI (85%) ............................................................. 16
14. PENAMPAKAN BENTUK PERCABANGAN BERINGIN (FICUS BENJAMINA) .............................................. 18
15. PENAMPAKAN BATANG BERINGIN (FICUS BENJAMINA ) KIRI-KANAN/ATAS-BAWAH :
UTARA,BARAT,SELATAN,TIMUR ............................................................................................................. 19
16. PENAMPAKAN SERASAH BERINGIN (FICUS BENJAMINA ) ..................................................................... 20
27
v
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK DAN KERAPATAN TAJUK .................................................................... 12
2.
PERSENTASI PENUTUPAN TAJUK BERINGIN (FICUS BENJAMINA) PADA EMPAT ARAH MATA ANGIN . 17
28
iv