Sepasang Sayap Peran Perempuan dalam Ger

Sepasang Sayap
Peran Perempuan dalam Gereja Sebagai Rekan Kerja Imam

Oleh :
Bonaventura Dwi Putra Nugraha Satria Adi
166114039/3764

Progam Studi IlmuTeologi
Jurusan Teologi Fakultas Teologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2017

1

A. Latar Belakang
Gereja merupakan suatu agama sekaligus institusi keagamaan yang telah berdiri 2000
tahun lebih. Salah satu alasan mengapa Gereja dapat ‘awet’ adalah karena adanya struktur
kepemimpinan yang jelas. Struktur kepemimpinan yang dimaksud dalam hal ini adalah
struktur hirarki yang ada di dalam Gereja.
Hirarki merupakan sumber adanya pemerintahan kudus 1. Dalam konteks Gereja, hirarki

merupakan tatanan pejabat dalam umat yang memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan
Kristus yang tidak kelihatan sebagai kepala dari tubuh mistik Kristus yang kelihatan. Dalam
Kitab Hukum Kanonik (KHK 1983), para pejabat di dalam struktur hirarki Gereja bertugas
unutk melayani umat. Berdasarkan Kanon 207 yang dimaksudkan dengan pejabat Gereja
adalah mereka yang pelayan suci oleh penetapan ilahi yang disebut klerus. Otoritas tertinggi
pelayan Gereja (klerus) adalah Paus (Kan. 331), kemudian Uskup (Kan. 375), dilanjutkan
dengan para klerus biasa atau imam (Kan. 1008) dan yang terakhir adalah umat. Kalau
demikian adakah tempat untuk umat selain klerus terlebih kaum perempuan untuk ikut ambil
bagian dalam melayani Gereja? Oleh karena itu, melalui paper ini penulis mencoba
menjawab pertanyaan tersebut.
B. Gereja Umat Allah
Di dalam KHK 83 terdapat eklesiologi yang lebih ditonjolkan daripada KHK 1917.
Eklesiologi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi struktur kanon-kanon KHK 83, di
mana kanon-kanon dibagi berdasar tri tugas Kristus. Tri tugas tersebut adalah Gereja
merupakan Tubuh Mistik Kristus, Gereja sebagai Umat Allah, dan Gereja sebagai Komunio.
Dalam konteks menjawab pertanyaan yang terdapat pada bagian latar belakang, penulis akan
lebih mencermati peran wanita dalam Gereja sebagai Umat Allah.
Lumen Gentium artikel 9 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Umat Allah ialah
“kawanan yang penuh iman yang dipanggil oleh Allah untuk diarahkan pandangan mereka
kepada Yesus. Allah membentuk mereka menjadi Gereja supaya bagi semua dan setiap orang

menjadi sakramen kelihatan yang menandakan kesatuan yang menyelamatkan”.2 Sedangkan
di dalam KHK 83 menurut Kan. 204 umat allah atau “umat beriman kristiani ialah mereka
yang karena melalui baptis diinkorporasikan pada Kristus, dibentuk menjadi Umat Allah dan
karena itu dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas imami, kenabian, dan
rajawi Kristus, dan sesuai kedudukan masing-masing, dipanggil untuk menjalakan perutusan
yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia”. Maka Gereja sebagai

1
2

Catatan Kuliah Pribadi Mata Kuliah Pengantar Kitab Hukum Kanonik
Lumen Gentium (28 Oktober 1965), 80.

2

keseluruhan Umat Allah tidak hanya terdiri dari para klerus tetapi juga umat awam dalam
satu kesatuan.
B.1. Umat
Kan 204.1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan umat allah ialah umat beriman
kristiani yang menurut kan 205 secara penuh masuk ke dalam persekutuan Gereja Katolik

melalui Sakramen Baptis. Dengan demikian menjadi jelas, syarat utama seseorang diterima
masuk sebagai umat allah dalam Gereja Katolik adalah Sakramen Baptis. LG 14 menjelaskan
bahwa “Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja yang dimasuki orang-orang melalui
Baptis bagaikan pintunya”.
Sakramen Baptis tidak membatasi jenis kelamin bagi penerima yang boleh menerima
baptis, sebagaimana Kan. 204.1 dan 205 tidak secara khusus membedakan laki-laki atau
perempuan yang dapat menerima baptis. Dengan kata lain, semua orang baik laki-laki
maupun perempuan yang sudah dibaptis dan memenuhi syarat-syarat lain yakni dapat
menggunakan akal-budinya secara memadahi, dan telah genap berumur tujuh tahun (Kan.11)
serta dianggap dewasa apabila genap delapan belas tahun (Kan. 97) secara resmi menjadi
umat Allah. Pertanyaannya adalah apakah setelah dibaptis umat terlebih perempuan dapat
berkarya dan melayani Gereja?
C. Peran Perempuan
Meskipun di dalam KHK 83 tidak semua kanon secara eksplisit menyebutkan ketentuan
kewajiban dan hak kaum perempuan, tetapi bukan berarti tidak ada tempat untuk perempuan.
Justru karena adanya ‘kelonggaran’ tersebut kaum perempuan mendapatkan tempat untuk
berpartisipasi dalam Gereja sebagaimana Kan. 208 menyebutkan berkat kelahiran kembali
dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan (Kan. 208). Sebagai contoh
Kan. 129.2 yang menyebutkan bahwa orang beriman kristiani awam dapat menjadi rekan
kerja para pelaksana kuasa memerintah Gereja atau pelayan Gereja yang tertahbis. Awam

yang dimaksud dalam kanon ini tentu semua orang baik laiki-laki maupun perempuan, inilah
yang dimaksudkan dengan kelonggaran.
Kaum perempuan dapat berperan sebagai satu kesatuan umat beriman dalam
memelihara persekutuan dengan Gereja (Kan. 209) serta memajukan Gereja sekaligus
meewartakan warta ilahi (Kan. 210, 211). Peran tersebut dapat dilaksanakan dengan adanya
jabatan atau tidak baik secara umum umat beriman maupun dalam kategori-kategori tertentu
untuk warta ilahi dan perkembangan Gereja. Bahkan berdasarkan Kan. 149 kaum perempuan
dapat diangkat oleh Gembala Suci (uskup) untuk menerima tugas dengan jabatan tertentu
dengan syarat berada dalam persekutuan Gereja serta mempunyai kualitas. Dengan demikian
Kan. 212.3 dan 228 menjelaskan secara lebih jelas bahwa umat yang berpotensi dan memiliki
3

kapasitas yang memadai atau keahlian tertentu perlu untuk menyumbangkan kompetensi
mereka secara aktif kepada Gereja. Sumbangan aktif tersebut setidaknya dibagi ke dalam dua
lingkup yaitu dalam lingkup skala kecil dan skala besar. Skala kecil yakni baik dalam
lingkungan, wilayah, maupun paroki sedangkan dalam lingkup skala yang lebih besar yang
dimaksud adalah seperti keuskupan atau bahkan sampai pada tingkat Gereja universal.
C.1. Lingkup Skala Kecil
Contoh dari Kan. 228.2 di mana “orang-orang awam yang unggul dalam pengetahuan,
kearifan dan kejujuran, dapat berperan sebagai ahli-ahli atau penasihat, juga dalam dewandewan menurut norma hukum, untuk membantu para Gembala Gereja” dalam lingkup paroki

adalah seperti berikut: apabila terdapat seorang wanita yanng memiliki kompetensi karena
pendidikan yang dimiliki serta ahli dalam pelayanan sosial-ekonomi dapat mengusulkan atau
bahkan dapat menganjurkan pada pastor paroki untuk baik membentuk (bila belum ada)
maupun mengarahkan pelayanan sosial-ekonomi yang terdapat di paroki agar lebih tepat
sasaran dan tidak memanjakan umat teapi justru merangsang daya kreatif untuk mandiri
semisal mengadakan bank sampah, dsb.
Contoh lain adalah berdasarkan Kan. 215 di mana umat beriman kristiani dapat dengan
bebas mendirikan dan juga memimpin perserikatan serta Kan. 225 di mana perserikatan
tersebut ditujukan untuk karya karitatif sekaligus pewartaan warta ilahi. Dengan kata lain,
kaum perempuan dapat untuk mendirikan sekaligus memimpin perserikatan. Namun dalam
mengorganisir organisasi atau perserikatan tertentu perlu memperhatikan ketentuan yang
berlaku seperti Kan. 216 yang menjelaskan “tiada satu usaha pun boleh menuntut bagi
dirinya sendiri nama katolik kecuali mendapat persetujuan ortoritas gerejawi yang
berwenang” serta ketentuan-ketentuan lain (Kan. 223, 300, 312). Dalam hal ini dapat
dicontohkan semisal Badan Pelayanan Persekutuan Doa dan Karismatik paroki, atau bahkan
organisasi politik.
Selain itu, Perempuan juga dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan liturgi baik
menjadi lektor, komentator maupun penyanyi sebagaimana Kan. 230.2 menyebutkan bahwa
“dengan penugasan sementara orang-orang awam dapat menunaikan tugas lektor dalam
kegiatan-kegiatan liturgis, demikian pula semua orang beriman dapat menunaikan tugas

komentator, penyanyi atau tugas-tugas lain menurut norma hukum”. Semua orang beriman
yang dimaksud dalam kanon ini berarti tidak hanya laki-laki tetapi juga kaum perempuan.
Bahkan di dalam lingkup paroki, perempuan dapat berperan sebagai dewan keuangan
paroki (Kan. 537) yang bertugas untuk membantu Pator paroki dalam mengelola harta-benda
paroki, dengan tetap berlaku ketentuan Kan.532.

4

Berikut penulis akan menyajikan data peran perempuan dalam paroki St. Athanasius
Agung Karang Panas3. Di paroki Karangpanas terdapat jumlah umat kurang lebih sebanyak
7500 umat di mana kaum perempuan berperan aktif sebesar 33.5%. Presentase keaktifan
peran perempuan tersebut dihitung berdasarkan kaum perempuan yang tergabung dalam
dewan paroki. Di dalam dewan paroki yang berjumlah total sebanyak 316 orang sekaligus di
antara dewan paroki terdapat 106. Para perempuan tersebut terbagi ke dalam bidang-bidang
tertentu seperti: Bendahara III (satu orang perempuan), Ketua bidang paguyuban (satu orang
perempuan), empat belas perempuan dari dua puluh delapan orang di bidang liturgi, enam
belas perempuan dari tiga puluh empat orang di bidang pewartaan, delapan perempuan dari
delapan belas orang di bidang pelayanan masyarakat, sembilan perempuan dari tujuh belas
orang di bidang paguyuban dan persaudaraan, empat perempuan dari sepuluh orang di bidang
rumah tangga, empat perempuan dari sepuluh orang di litbang, empat perempuan sebagai

ketua wilayah dari tujuh belas orang, tiga belas perempuan (termasuk salah satunya suster)
sebagai ketua lingkungan dari enam puluh delapan orang, dan terakhir tiga puluh perempuan
sebagai prodiakon dari sembilan puluh tujuh orang.
C.2. Lingkup Skala Besar
Peran perempuan juga tidak dibatasi hanya pada lingkup skala kecil tetapi perempuan
juga dapat berkarya dalam lingkup skala besar baik pada tingkat keuskupan maupun tingkat
umum/nasional. Sebagaimana kanon 469 menyebutkan bahwa “kuria diosesan terdiri dari
lembaga-lembaga dan orang-orang yang membantu uskup dalam memerintah seluruh
keuskupan”. Orang-orang yang dimaksud di dalam kanon dapat diartikan adalah tempat atau
kemungkinan di mana perempuan dapat berpartisipasi dalam kuria karena tidak ditentukan
apakah kuria harus laiki-laki atau bahkan harus tertahbis (Kan. 470, 471). Seperti pasangan
suami-istri Stefanus Tay dan Ingrid Listiati Tay sebagai pengelola situs katolisitas.org yang
bertujuan membantu menambah wawasan serta membuka cakrawala umat beriman melalui
katekese modern dalam tingkat umum/nasional. Karya tersebut berdasarkan pada kanon 218
yang menyebutkan bahwa umat beriman termasuk perempuan dapat menyumbangkan ilmu
pengetahuan yang dimiliki demi kemajuan Gereja secara umum.
Perempuan juga dapat berpartisipasi sebagai dewan keuangan keuskupan (Kan. 492)
serta ekonom (Kan. 494) dengan syarat utama beriman kristiani. sungguh ahli dalam hal
ekonomi dan hukum sipil, dan jujur. Selain itu, perempuan dalam tingkat keuskupan juga
dapat berpartisipasi sebagai auditor di mana Kan. 1428.2 menjelaskan dalam “tugas auditor

Uskup dapat menyetujui klerikus atau awam...”. Bahkan perempuan juga dapat berpartisipasi
3

Wawancara pribadi dengan Romo Paroki St. Athanasius Agung Karangpanas Semarang, tanggal 10
Desember 2017.

5

sebagai hakim keuskupan sebagaimana Kan. 1421.2 menjelaskan bahwa “Konferensi Para
Uskup dapat mengizinkan agar juga orang beriman awam diangkat menjadi hakim” dengan
syarat memiliki nama baik, ahli dalam hukum kanonik tingkat doktor atau minimal lisensiat.
D. Kesimpulan
Gereja meskipun lebih dominan dan bercorak patriarki namun bukan berarti bahwa
Gereja melupakan peran perempuan. Sebagaimana Konsili Vatikan ke-II melalui Lumen
Gentium dan dalam kanon-kanon yang terdapat dalam KHK 83, Gereja tidak melupakan
peran wanita tetapi justru memberikan ruang untuk perempuan agar dapat melayani dan
berkarya sebagai sepasang sayap rekan kerja imam LG 37 “hendaklah para Gembala
hierarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggung jawab kaum awam dalam
Gereja. Dan hendaklah mereka diberi kebebasan dan keluasan untuk bertindak...” baik dalam
lingkup terkecil mulai dari lingkungan, wilayah, paroki maupun sampai pada lingkup yang

lebih besar yakni keuskupan. Maka, tidak hanya para klerus yang mempunyai hak sekaligus
kewajiban untuk mewartakan Kerajaan Allah tetapi juga setiap awampun “wajib menjadi
saksi kebangkitan kehidupan Tuhan Yesus serta menjadi tanda Allah yang hidup di hdapan
dunia (LG 38).
Daftar Pustaka :
Catatan Kuliah Pribadi Penulis
Dokumen Konsili Vatikan II, Terj. R. Hardawiryana SJ, Jakarta: Obor, 1993.
Kitab Hukum Kanonik, Bogor: Mardi Yuana, 2016.

Wawancara pribadi dengan Romo Paroki St. Athanasius Agung Karangpanas Semarang pada
tanggal 10 Desember 2017.

6