Metode Pendekatan dalam Pembangunan Pede

MAKALAH SOSIOLOGI PEDESAAN
METODE PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pedesaan
Dosen Mata Kuliah
Yayat Sukayat, Ir., Ms.
Disusun oleh :
Riska Nur Aini

150610120049

Anisa Aprilia Fajar

150610120057

Faldi Aldisajana

150610120106
Agribisnis B

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013

0

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah untuk
Mata Kuliah Sosiologi Pedesaan dengan maksimal dan tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Sosiologi
Pertanian yang telah membimbing kami dalam menyusun dan menyelesaikan

tugas makalah ini. Selain itu kami juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang
telah membantu dengan berdiskusi bersama membahas makalah ini.
Makalah yang kami buat berjudul “Metode Pendekatan Pembangunan
Pedesaan”. Makalah ini berisikan tentang metode pendekatan pemetaan sosial
pada pembangunan pedesaan, selain itu juga kami akan membahas metode lainnya
yang biasa digunakan dalam proses pembangunan pedesaan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran-saran dan kritik yang membangun

dari para pembaca sehingga makalah ini dapat tersaji menjadi lebih baik dan
sesuai dengan yang diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya.
Sekian dan terimakasih.

Jatinangor, Sumedang, 25 November 2013

Penyusun

1

DAFTAR ISI
Kata Pengantar. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
Daftar Isi. . . . . . . . . . . . … . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
BAB I Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
1.1 Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3
1.2 Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
BAB II Isi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
2.1 Metode Pendekatan Dalam Pembangunan Pedesaan. . . . . . . . . . . . . . .5
2.2 Pemetaan Sosial. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

2.3 Pendekatan Partisipatif. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .9
2.4 Contoh Pendekatan Partisipatif. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
BAB III Kesimpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
Daftar Pustaka. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23

2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada makalah sebelumnya, kami membahas tentang perencanaan dalam
proses pembangunan pedesaan. Proses perencanaan pembangunan pertanian
adalah: (1) Penyusunan Rencana; (2) Penetapan Rencana; (3) Pengendalian
Pelaksanaan Rencana; dan (4) Evaluasi Pelaksanaan Rencana. Tentunya dalam
merealisasikan rencana-rencana tersebut diperlukan adalnya metode-metode
pembangunan pedesaan yang mendukung berjalannya, perencanaan pembangunan
pedesaan tersebut.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang metode yang digunakan
dalam pembangunan pedesaan. Salah satu metode yang sering digunakan adalah
metode pemetaan sosial dan berbagai metode pendekatan lainnya. Metode

Pemetaan sosial memerlukan pemahaman mengenai kerangka konseptualisasi
masyarakat yang dapat membantu dalam membandingkan elemen-elemen
masyarakat antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya, beberapa
masyarakat memiliki wilayah (luas-sempit), komposisi etnik (heterogenhomogen)_dan status sosial-ekonomi (kaya-miskin atau maju-tertinggal) yang
berbeda satu sama lain.
Selain metode pemetaan sosial, untuk membangun pedesaan sering pula
digunakan metode partisipatif, yakni tingkat keterlibatan anggota dalam
mengambil keputusan, termasuk dalam perencanaan (Rogers). Dalam hal ini
metode partisipatif berarti mengikutsertakan masyarakat dalam mengambil
keputusan untuk pembangunan desa. Dimana kedudukan masyarakat desa sama
dengan kedudukan para petinggi desa. Untuk itu, berkaitan dengan hal ini
masyarakat desa bukan hanya diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, tetapi
juga dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi
dan menikmati hasil pembangunan.
Selain kedua metode diatas, dalam makalah ini akan menjelaskan tentang
metode-metode lainnya yang digunakan dalam pembangunan pedesaan.
3

1.2 Tujuan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi pertanian. Makalah ini

ditujukan untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam pembangunan
pedesaan. Selain itu, diharapkan kami dan para pembaca mengetahui metode yang
baik digunakan dalam pembangunan pedesaan agar pembangunan pedesaan
berjalan dengan lancar dan menghasilkan desa yang berhasil.

4

BAB II
ISI

2.1. Metode Pendekatan dalam Pembangunan Pedesaan
Dalam melakukan komunikasi pertanian kepada masyarakat telah dikenal dua
metode pendekatan, yaitu: (1) pendekatan berdasarkan kelompok sasaran dari
inovasi, dan (2) pendekatan berbasarkan cara penyampaian isi pesan yang
terkandung dalam inovasi tersebut. Kedua metode pendekatan ini akan dibahas
secara terpisah.
a. Metode Pendekatan Sasaran
Berdasarkan kelompok sasaran, maka metode pendekatan komunikasi ini
dapat dilakukan melalui:
1) Metode pendekatan massa (mass approach method)

Cara pendekatan komunikasi ini dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan pengetahuan awal serta kesadaran bagi petani tentang suatu
inovasi yang berguna dalam meningkatkan hasil produksi usahatani mereka.
Penyampaian pesan melalui cara ini biasanya disampaikan dalam pertemuan
massal, melalui media massa: televisi, koran, film dan sebagainya. Pendekatan
ini kurang efektif bagi petani-petani di Indonesia umumnya dan di Nusa
Tenggara Timur khususnya, karena beberapa faktor berikut: (a) tidak bisa
dipantau ataupun dievaluasi secara pasti keberhasilan yang telah dicapai oleh
para petani; (b) wilayah jangkauan pendekatan sasaran terlalu luas; (c)
rendahnya daya tangkap masyarakat petani, karena mereka rata-rata
berpendidikan sangat rendah; dan (d) harga beberapa media yang digunakan
seperti televisi dan koran sangat sulit dijangkau oleh tingkat ekonomi para
petani.

5

2) Metode pendekatan kelompok (group approach method)
Cara pendekatan komunikasi ini dilakukan melalui penyampaian informasi
inovasi kepada petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok petani, baik
kelompok-kelompok petani tradisional, seperti Subak di Bali dan kelompokkelompok petani yang sengaja dibentuk untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti

kelompnecapir di TVRI, Kelompok Tani dan Nelayan, Kelompok Swadaya
Masyarakat, dan sebagainya. Dalam kegiatan komunikasi penyuluhan
pertanian di Indonesia, pendekatan kelompok sudah menjadi metode dalam
pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia di desa maupun di kota
dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Dipandang dari segi komunikasi informasi, maka pendekatan kelompok ini
jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan pendekatan massa, karena
mempunyai beberapa keuntungan, sebagai berikut: (a) penyebaran inovasi
teknologi dapat dipantau atau dievaluasi secara baik karena jumlah anggota
sasarannya jelas; (b) d antara anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya
dapat saling memberi dan menerima informasi, terutama tentang hal-hal yang
belum jelas; (c) akan terjadi akumulasi modal (fisik maupun non-fisik)
sehingga dapat memperlancar jalannya komunikasi dalam kelompok yang
bersangkutan; (d) antara anggota kelompok dapat dilakukan reward and
punishment system secara efektif dan efisien; dan (e) lebih menghemat biaya,
tenaga dan waktu, tetap akan diperoleh hasil yang jauh lebih baik.
3) Metode pendekatan individu (personal approach method)
Cara pendekatan ini dilakukan dengan cara mengunjungi para petani satu
per satu, baik ke rumah petani maupun di kebun petani ataupun tempat-tempat
tertentu


yang

memungkinkan

untuk

dilakukan

komunikasi

inovasi.

Keuntungan-keuntung an dari metode pendekatan perorangan, antara lain: (a)
petani yang dikunjungi seorang petugas merasa dihargai oleh petugas yang
melakukan komunikasi pertanian; (b) meningkatkan kepercayaan diri petani
karena komunikasi ini dapat dilakukan dari hati ke hati; (c) petani dapat
menyampaikan

segala


macam

keluhan/masukan-

masukan

bagi
6

petugas/penyuluh tanpa merasa canggung dan malu dengan sesama teman
petani; (d) petugas/penyuluh dapat menggali semua masalah serta kebutuhan
maupun hambatan-hambatan yang dihadapi petani selama berusahatani; dan (e)
petugas/penyuluh dapat memberikan informasi yang cocok dengan kebutuhan
serta masalah petani pada saat itu. Sebaliknya, metode pendekatan ini juga
memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (a) tidak bisa menjangkau petani
dalam jumlah yang banyak; (b) memakan waktu yang lama; (c) membutuhkan
biaya yang tinggi; dan (d) membutuhkan banyak tenaga petugas/penyuluh.
b. Metode Pendekatan Materi
Berdasarkan cara penyajian inovasi dalam rangka lebih menjamin

efektivitas hasil komunikasi (khususnya dalam pertemuan kelompok), maka
digunakan pendekatan gabungan berikut: (a) ceramah, diskusi dan tanya jawab;
(b) demonstrasi cara dan demonstrasi hasil; dan (c) penggunaan alat bantu
flipchart dan folder. Penggunaan metode gabungan ini cukup efektif, baik
dalam mewujudkan komunikasi dua arah (two-way traffic communication)
maupun peningkatan pemahaman serta kemampuan menerapkan inovasi yang
diberikan. Dengan demikian, para petani akan lebih memahami dan mengerti
tentang cara-cara menerapkan inovasi dalam praktek usahatani mereka.
2.2. Pemetaan Sosial
Masyarakat Mandiri (MM) sebagai sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat
selalu melakukan kegiatan pemetaan wilayah dalam setiap perencanaan
pelaksanaan kegiatan program. Pemetaan sosial sangat penting dilakukan untuk
memberikan gambaran awal tentang kondisi sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat dalam suatu wilayah yang akan menjadi sasaran program.
Pemetaan sosial (social mapping) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menemukenali tentang kondisi sosial budaya masyarakat pada wilayah tertentu
yang akan dijadikan sebagai wilayah sasaran program. Pemetaan sosial juga dapat
didefinisikan sebagai proses identifkasi karakteristik masyarakat melalui

7


pengumpulan data dan informasi baik sekunder maupun langsung (primer)
mengenai kondisi masyarakat dalam satu wilayah tertentu.
Hal yang perlu diketahui juga bahwa tidak ada aturan dan bahkan metode
tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan
pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para pekerja sosial (social worker) dalam
melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat
digunakan sebagai bahan untuk membuat keputusan dalam rencana pelaksanaan
program pengembangan masyarakat.
Kegiatan pemetaan sosial lazimnya memiliki beberapa tujuan, 1. sebagai
langkah awal untuk mengetahui wilayah calon sasaran program; 2. untuk
mengetahui kondisi atau karakteristik masyarakat calon sasaran program serta; 3.
sebagai dasar dalam penyusunan matrik perencanaan kegiatan program sesuai
dengan potensi serta permasalahan yang ada pada wilayah calon sasaran program.
Pemetaan sosial diharapkan dapat menghasilkan data dan informasi tentang :
Data geografi yang terdiri dari letak wilayah, topografi, aksesibilitas lokasi, dan
lain-lain. Data demografi yan terdiri dari jumlah penduduk, komposisi penduduk
menurut

usia-jenis

kelamin-mata

pencaharian-agama-pendidikan,

jumlah

penduduk miskin (pra sejahtera dan sejahtera 1) dan lainnya. Data lainnya yang
berhubungan dengan kondisi sosial-budaya, kearifan lokal (local wishdom), adat
istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan antar masyarakat, kekuatan
sosial yang berpengaruh, dan lainnya.
Beberapa obyek yang dipetakan dalam kegiatan pemetaan sosial antara lain :
Letak geografis wilayah calon sasaran program, Sarana dan prasarana umum,
wilayah, Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian-usia-jenis kelaminagama-pendidikan, Penyebaran atau konsentrasi masyarakat miskin, Kelompokkelompok sosial masyarakat serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan, Hubungan
sosial antar kelompok masyarakat (relasi sosial), Jenis-jenis profesi atau mata
pencaharian

masyarakat,

Penggolongan

masyarakat

berdasarkan

status

kepemilikan harta (kaya, menengah, miskin), Tanggapan masyarakat terhadap
8

program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah atau non pemerintah,
Keterlibatan masyarakat dala pelaksanaan program baik dari pemerintah maupun
non pemerintah, Penyelesaian permasalahan baik masalah sosial kemasyarakatan,
ekonomi, budaya serta proses pengambilan keputusan dalam masyarakat.
2.3. Pendekatan Partisipatif
Permasalahan

sosial

yang

selayaknya

ditangani

melalui

Program

Pemberdayaan Masyarakat selalu berkembang secara dinamis, sehingga sumbersumber yang tersedia di lingkungan harus didayagunakan dan didistribusikan
secara efesien, efektif dan berkelanjutan.
Pemetaan sosial merupakan salah satu cara untuk memperoleh informasi secara
akurat, lengkap, dan mempertimbangkan perspektif masyarakat. Informasi yang
dibutuhkan bagi para Motivator Program Pemberdayaan Masyarakat, yaitu bobot
masalah sosial, sebaran masalah, potensi sosial yang dapat didayagunakan dalam
Program Pemberdayaan Masyarakat. Keterbatasan informasi tersebut, akan sulit
memberikan jaminan ketepatan sasaran dan alokasi program Pemberdayaan
Masyarakat. Analisis prioritas dalam perencanaan program Pemberdayaan
Masyarakat, merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Untuk itu diperlukan metode yang mampu memberikan informasi
bagi perencanaan dan pengelolaan program. Masalah efisiensi dan efektivitas
program harus diperhitungkan sejak tahap perencanaan program.
Partisipasi dapat diartikan sebagai tingkat keterlibatan anggota sistem sosial
dalam pengambilan keputusan. Namun, bila dicermati dengan baik, maka
pengertian tidak hanya terbatas pada keterlibatan dalam mengambil keputusan,
tetapi meliputi pengertian yang lebih luas, meliputi proses perencanaan,
pengambilan

keputusan,

pelaksanaan,

evaluasi

dan

menikmati

hasil

pembangunan.
Dalam banyak kenyataan, banyak program pembangunan yang gagal alaupun
telah didahului dengan analisis untuk mengembangkan peran serta aktif
masyarakat, tetapi tidak dikomunikasikan secara efektif dan efisien kepada
9

masyarakat. Oleh karena itu, dalam mengembangkan program pembangunan yang
perlu diutamakan adalah terciptanya peran serta aktif (partisipasi) positif dari
masyarakat dalam pembangunan lewat dilakukannya komunikasi yang baik. Pada
umumnya, analisis proses partisipasi atau peran aktif masyarakat dalam
pembangunan meliputi empat tahap, yaitu:
1) Tahap penumbuhan ide untuk membangun dan perencanaan
Dalam tahap ini harus dilihat, apakah pelaksanaan program pembangunan
tersebut didasarkan atas ide atau gagasan yang tumbuh dari kesadaran
masyarakat sendiri atau diturunkan atas. Jika ide atau gagasan untuk
membangun datang dari masyarakat sendiri karena didorong oleh tuntutan
situasi dan kondisi yang menghimpit mereka, maka peran serta aktif masyarakat
pasti akan lebih baik. Sebaliknya, ide atau gagasan diturunkan dari atas tanpa
melibatkan masyarakat, maka bisa dipastikan program pembangunan gagal
karena tidak ada peran serta aktif masyarakat. Dengan perkataan lain, jika
masyarakat ikut terlibat dalam proses perencanaan untuk membangun
daerahnya, maka dapat dipastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa
dihargai sebagai manusia yang memiliki potensi atau kemampuan sehingga
mereka

lebih

mudah

berperan

serta

aktif

atau

berpastisipasi

dalam

melaksanakan, melestarikan program pembangunan tersebut.
2) Tahap pengambilan keputusan
Landasan filosofi dalam tahap ini adalah setiap orang akan merasa dihargai
jika mereka diajak untuk berkompromi, memberikan pemikiran-pemikiran
dalam membuat suatu keputusan untuk membangun diri, keluarga, daerah,
bangsa dan negaranya. Keikutsertaan anggota atau seseorang di dalam
pengambilan suatu keputusan secara psikososial telah memaksa anggota
masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggung jawab dalam
melaksanakan, mengamankan setiap paket program yang dikomunikasikan,
karena mereka merasa memiliki serta bertanggung jawab secara penuh atas
keberhasilan program yang dilaksanakan. Dengan demikian, dalam diri
masyarakat, akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar, kemudian
10

berprakarsa

untuk

berpartisipasi

secara

positif

terhadap

setiap

paket

pembangunan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan diri dan keluarga
semua masyarakat.
3) Tahap pelaksanaan dan evaluasi
Landasan filosofi dalam tahap ini adalah prinsip learning by doing dala
metode belajar orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap
pelaksanaan adalah : (1) agar masyarakat dapat mengetahui secara baik tentang
cara-cara melaksanakan program sehingga nantinya mereka dapat secara mandiri
mampu melanjutkan, meningkatkan, dan melestarikan program pembangunan
yang dilaksanakan, dan (2) untuk menghilangkan kebergantungan masyarakat
terhadap pihak luar dalam hal ini komunikator atau penyuluh yang selama ini
selalu terjadi dan akan menjamin bahwa program pembangunan itu sendiri tidak
akan lenyap serta merta setelah kepergian para petugas dari desa atau wilayah
yang bersangkutan.
Sedangkan, dalam hal mengevaluasi, masyarakat diarahkan untuk mampu
menilai sendiri, dengan mengungkapkan tentang apa yang mereka tahu dan lihat.
Masyarakat diberikan kebebasan untuk menilai sesuai dengan apa yang ada
dalam benak mereka, pengalaman, kelebihan atau keuntungan dari program
pembangunan, kelemahannya, manfaat, hambatan, faktor pelancar yang mereka
hadapi dalam operasionalisasi program dan secara bersama-sama memcarikan
alternatif terbaik sebagai bahan pertimbangan bagi pelaksanaan program
pembangunan atau kegiatan pembangunan di waktu yang akan datang.
4) Tahap pembagian ekonomis
Tahap ini ditekankan pada pemanfaatan program pembangunan yang
diberikan secara merata kepada seluruh anggota masyarakat dalam desa atau
wilayah yang bersangkutan. Pertimbangan pokok dalam menerapkan suatu
program jika dilihat dari aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut
akan memberikan kesuksesan secara ekonomis kepada seluruh atau sebagian
besar masyarakat. Akibatnya, masyarakat sendiri yang tentu melihat dan
11

merasakan aspek ekonomis dari pembangunan tersebut, apakah manfaat
ekonomisnya dirasakan oleh semua anggota masyarakat dan keluarga, hanya
untuk sebagian masyarakat saja, ataukah hanya untuk segelintir orang-orang
tertentu saja.
Di dalam pelaksanaannya harus diakui bahwa tidak mudah untuk
menerapkan keempat tahapan di atas, karena keterbatasan pengetahuan serta
keterampilan masyarakat dalam hal perencanaan, pengambilan keputusan,
evaluasi serta menghitung kemanfaatan secara ekonomis. Akan tetapi dengan
pendekatan analisis partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan komunikasi program
pembangunan pertanian kepada masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan,
sebaiknya diwujudkan bottom up planning yang seimbang dengan top down
planning yang selama ini diterapkan.
Pola Peran Serta Aktif Masyarakat Pedesaan
Dalam perkembangannya, partisipasi terbagi ke dalam dua pola, yaitu: pola
partisipasi secara individu dan pola partisipasi secara kelompok. Seorang yang
inovatif dan aktif dalam setiap kegiatan pembangunan akan sangat membantu
dirinya beserta keluarganya untuk meningkatkan taraf hidup secara ekonomis
maupun spiritual. Namun sebagai makluk sosial (dapat hidup jika ada orang lain),
maka pola individu harus dikembangkan kepada anggota lain sehingga tercipta
pola partisipasi secara kelompok atau secara menyeluruh.
Perkembangan kehidupan masyarakat saat ini yang telah berada dalam era
globalisasi, demokrasi dan keterbukaan, membuka peluang sangat besar untuk
saling bersaing dalam berpartisipasi untuk melaksanakan pembangunan. Bagi para
petani yang memiliki berbagai keterbatasan akan selalu terjepit di antara kaum
elite di desa. Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi peningkatan produksi
usahatani serta kesejahteraan para petani dan keluarganya. Pada kenyataannya,
petani yang memiliki modal besar akan memiliki peluang yang lebih leluasa
dibandingkan dengan petani kecil dalam melaksanakan pembangunan. Walaupun
demikian, partisipasi secara individu dalam memajukan dirinya tidak dilarang
karena dari mereka diharapkan dapat mengimbas kepada petani yang lain (sesuai
12

dengan hubungan patron klien, atau budaya anut masyarakat Indonesia).
Hubungan patron klien yang harmonis akan dapat mengekang berkembangnya
kontradiksi masalah antara yang dihadapi oleh kaum priyayi (orang-orang yang
berkecukupan) dengan yang dihadapi oleh kaum proletariat (kaum miskin yang
jumlahnya sangat banyak).
Berbagai pendekatan program pembangunan dewasa ini lebih banyak
menggunakan pendekatan kelompok. Oleh karena itu, pola partisipasi juga harus
dilihat secara berkelompok. Suatu kelompok memiliki unsur-unsur kelompok
yang bekerja dalam satu sistem. Interaksi setiap unsur dalam satu sistem
menimbulkan suatu dinamika, yaitu kekuatan-kekuatan dalam kelompok.
Dinamika kelompok akan membentuk karakteristik bersikap dan bertindak
sehingga mewujudkan suatu kemampuan anggota secara berkelompok untuk
berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan.
Pada umumnya, partisipasi petani dalam kelompok dipengaruhi oleh faktorfaktor sebagai berikut:
(a) Manfaat rencana kerja kelompok; (b) Pengakuan kelompok terhadap karya
anggota; (c) Kebenaran norma yang dijadikan alat ukur; (d) Kemampuan
kelompok inti dan kelompok khusus untuk menyelesaikan masalah; (e) Manfaat
informasi yang diterima; (f) Kepemimpinan kelompok inti; (g) Kejujuran
kelompok inti; (h) Pengakuan dan dukungan sesama anggota; (i) Keuntungan
ekonomis yang didapat; dan (j) Kelancaran pelayanan sarana .
Dalam mengembangkan partisipasi anggota biasa digunakan pendekatan
‘Participatry’ Action Model’ (PAM). Landasan filosofi dari PAM adalah ceritera
kepada orang dewasa memprovokasi mereka melakukan reaksi (telling adults
provokes reaction), tunjukan kepada mereka membangkitkan imaginasi (showing
them triggers the imagination), ikutsertakan mereka memberi mereka pemahaman
(involving them gives them understanding), berdayakan mereka membuat mereka
bertekad dan beraksi (empoweringthem leads to commitment and action).

13

Model ini dikembangkan oleh Prof. S. Chamala berdasarkan beberapa
pertimbangan berikut: (a) tujuan pembangunan adalah meningkatkan kemampuan
aggota masyarakat lokal khususnya dan masyarakat umum; (b) masyarakat
memiliki hak dan tanggung jawab di dalam pembangunan untuk menentukan
masa depan mereka sendiri, tetapi mereka tidak mengetahui mekanisme dalam
menyalurkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan di era
demokrasi dewasa ini; (c) masyarakat dapat menciptakan struktur untuk
membangun kelompok maupun perorangan yang memungkinkan mereka dapat
berperan aktif dalam berbagai tindakan terutama konservasi lahan dan air; dan (d)
PAM dibutuhkan, karena:
(i)

pembangunan pedesaan sekarang ini semakin kompleks,

(ii)

pemerintah memiliki keterbatasan dalam sumberdaya, dan

(iii)

dibutuhkan sistem keahlian yang didasarkan pada pengetahuan
masyarakat bawah (grass roots).

2.4. Contoh Pendekatan Partisipatif
Tujuan Pemetaan Sosial
Tujuan umum: Diperolehnya program prioritas dan alokasi sumber pembangunan
sosial secara efisien, efektif dan berkelanjutan.
Tujuan khusus:
a. Tersusunnya indikator bobot masalah dan potensi soial dan aksesibilitas
fasilitas pelayanan sosial dan pelayanan publik lainnya.
b. Diperolehnya peta sosial sebagai dasar pengembangan informasi
c. Diperolehnya peta-peta tematik dari hasil Participatory Research Appraisal
(PRA)
d. Tersusunnya prioritas rencana program berdasarkan jenis masalah dan
satuan wilayah sasaran program sehingga dapat ditentukannya alokasi
program Pemberdayaan Masyarakat prioritas yang memperhitungkan
14

aspek efisiensi, efektivitas dan kelangsungan program yang telah
didiskusikan dengan masyarakat/ kelompok sasaran.
Kegunaan Praktis
Pemetaan masalah sosial dan potensi/sumber sosial bagian dari analisis situasi
dan analisis kebutuhan. Data yang disajikan dalam struktur ruang /daerah
sehingga lebih komunikatif, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk
analisis prioritas masalah dan lokasi untuk perencanaan
Perspektif Dasar
a. Komponen masyarakat
b. Individu
c. Keluarga
d. Komunitas
e. Masyarakat sipil
f. Institusi Negara
g. Dimensi-dimensi masyarakat
h. Struktur sosial
i. Relasi sosial
j. Proses sosial
k. Nilai sosial
Kemajuan Sosial
Untuk memperoleh informasi tentang kemajuan sosial, sangat tergantung pada
ketersediaaan indikator sosial.

15

Definisi indikator sosial: definisi operasional atau bagian dari definisi
operasional dari suatu konsep utama yang memberikan gambaran sistem
informasi tentang suatu sistem sosial (Carlisle’s, 1972 :25).
Asumsi
Ada hubungan antara kondisi spasial (tata ruang) dengan fungsi-fungsi yang
berlaku pada masyarakat. Kondisi spasial merupakan fakta sosial yang dapat
menggambarkan

pola-pola,

keteraturan,

perubahan,

dinamika

sosial

Pemetaan sosial merupakan cara untuk mengkaji “Social Inquiry”
Metodologi
Social inquiry:
1. Naturalistic inquiry (kualitatif) – etnografis/ cultural mapping
2. Positivistic (kuantitatif) – GIS dengan indikator objektif
3. Kombinasi naturalistic inquiry dan positivistic – PRA

Metode Pemetaan
1. Survey research (ex: RAP & statistik indikator sosial)
2. Partisipatory research (ex : PRA)
3. Indigenous reseach (ex : Verstehen - etnografis)Triangulation research

Langkah Strategis
1. Membuat batasan wilayah, klasifikasi atau stratifikasi untuk memahami

keseluruhan situasi, dan posisi relatif dalam konteks yang lebih luas
2. Membuat profil dari setiap wilayah dan kelompok sosial untuk

menjelaskan karakteristik dari populasi dan identifikasi faktor sosial
ekonomi yang dapat mempengaruhi perkembangan fungsi sosial
masyarakat

16

3. Identifikasi masalah, potensi, dan indikator dasar yang memberikan

gambaran tentang bobot masalah dan strategi alokasi sumber pada setiap
wilayah atau kelompok
Langkah Operasional
1. Penyusunan disain dan instrumen/ scenario
2. Pengumpulan data base masalah sosial dan sumber-sumber sosial sosial
3. Penyusunan indikator bobot masalah dan jangkauan fasilitas pelayanan

sosial.
4. Digitasi peta dasar
5. Pembuatan peta tematik dengan PRA dan Sistem Informasi Geografis

(Geographycal Information System
6. Analisis prioritas berdasarkan jenis masalah dan satuan wilayah

pembangunan
7. Penentuan alokasi program prioritas
8. Diseminasi hasil

Pengembangan Indikator Sosial Dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat
Kriteria Pengembangan Indikator Sosial
1. Tidak mengasumsikan hanya ada satu pola pembangunan atau
2. berlaku universal untuk semua wilayah pembangunan,
3. Mengukur hasil disamping dapat digunakan untuk mengetahui

masukan dan proses.
4. Menggambarkan tingkatan, rates, pola dan sebaran yang mudah

dipahami,
5. Sederhana cara menyusunnya serta metodenya mudah dipahami,
17

6. Dapat digunakan untuk menentukan skala prioritas masalah dan skala

prioritas lokasi/ wilayah pembangunan,
7. Data yang diperlukan sudah tersedia.

Dimensi Indikator Sosial
1. Terkendalinya permasalahan sosial, dilihat dari dua dimensi yaitu:

bobot masalah, kecenderungan masalah dari waktu ke waktu.
2. Terpenuhinya kebutuhan sosial dilihat dari dimensi: cakupan/

aksesibilitas/ jangkauan pelayanan, baik pelayanan pemerintah
maupun Pemberdayaan Masyarakat lingkungan atau masyarakat
3. Terbukanya peluang sosial yang dilihat dari dimensi: potensi dan

sumber sosial yang meliputi tenaga dana, peran aktif masyarakat.
Indikator Inti
1. Bobot masalah sosial

Bobot Masalah merupakan besaran masalah dilihat dari populasi masalah
sosial dan kadar masalahnya. Dengan mengetahui bobot masalah maka
dapat ditentukan skala prioritas masalah sosial yang akan ditangani dan
skala prioritas wilayah program Pemberdayaan Masyarakat. Contoh:
Proporsi penduduk miskin berdasarkan populasi keluarga di lingkungan

2. Kecenderungan masalah sosial ;

Kecenderungan

masalahmerupakan

laju

perkembangan

masalah

kesejahteraan sosial dalam kurun waktu tertentu, baik yang sifatnya
menurun maupun meningkat. Kecenderungan ini diperlukan untuk
memprediksi perkembangan permasalahan yang ada dan kebutuhan
penanganan. Contoh: Laju perkembangan proporsi penduduk miskin
dengan penduduk umur yang sama.

18

3. Cakupan pelayanan;

Cakupan pelayananmerupakan kemampuan atau daya jangkau perangkat
pembangunan sosial dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial.
Luasnya cakupan akan mewarnai dasar penentuan target penanganan yang
tercemin

pada

hasil

yang

dicapai

dari

waktu

ke

waktu.

Contoh:
a. Proporsi penduduk miskin yang akses terhadap program
b. Pemberdayaan

Masyarakat

dibandingkan

dengan

populasi

terhadap

program

penduduk miskin
c. Proporsi

penduduk

miskin

yang

akses

penanganan kemiskinan dari pemerintah kota dibandingkan dengan
populasi penduduk miskin
d. Ratio

penduduk

miskin

yang

akses

terhadap

program

secara

potensial

Pemberdayaan Masyarakat
4. Potensi & sumber sosial;

Potensi

dan

sumber

merupakan

fasilitas

yang

dikendalikan dalam berbagai bentuk pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan. Fasilitas sebagai sumber sosial mencakup pelaksana,
dana, dan keberadaan institusi sosial. Potensi dan sumber menentukan
luasnya jangkauan pelayanan dalam penanganan masalah sosial. Contoh:
a. Kualitas dan kapasitas tenaga
i.

Ratio tenaga/petugas Pemberdayaan Masyarakat dengan
sasaran komunitas yang dilayani

ii.

Ratio supervisor dengan motivator Pemberdayaan Masyarakat

iii.

Indeks pendidikan motivator Pemberdayaan Masyarakat

iv.

Indeks pendidikan Supervisor
19

b. Ketersediaan dana
i.

Persentase Anggaran Pemberdayaan Masyarakat dengan
APBD

ii.

Ratio Anggaran Pemberdayaan Masyarakat dengan Anggaran
Sektor Fisik

iii.

Persentase Anggaran Pemberdayaan Masyarakat dengan
Anggaran

yang

diusulkan

masyarakat

5. Peran aktif masyarakat.

Peran aktif masyarakat diberikan kesempatan yang lebih besar dalam
penanganan masalah sosial di lingkungannya. Dalam hal ini aparat
lingkungan selayaknya lebih memberat pada fungsinya sebagai fasilitator
dan motivator Pemberdayaan Masyarakat. Dimensi ini dipilih, mengingat
Pemberdayaan Masyarakat harus diarahkan kepada kemandirian dan
ketahanan sosial berbasis komunitas. Contoh:
a. Persentase sumber daya swadaya masyarakat dengan sumber dari
lingkungan
b. Ratio relawan sosial dengan sasaran Pemberdayaan Masyarakat

20

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode pendekatan pembangunan pedesaan merupakan suatu “cara” yang
digunakan untuk membantu proses pembangunan pedesaan yang pemilihan
metodenya disesuaikan dengan karakteristik desa beserta warganya. Pada bab
pembahasan telah dibahas beberapa metode pendekatan pembangunan pedesaan.
Yakni, metode pendekatan sasaran dan metode pendekatan materi. Metode
pendekatan sasaran merupakan metode yang berfokus pada kelompok-kelompok
sasaran yang merupakan ujung tombak pembangunan desa, kelompok-kelompok
ini adalah massa, kelompok, dan individu. Metode pendelatan materi adalah focus
pembangunan desa pada pemberian materi untuk masyarakatnya.
Selain pendekatan-pendekatan diatas dikenal juga metode pendekatan
pemetaan sosial, yakni suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukenali tentang
kondisi sosial budaya masyarakat pada wilayah tertentu yang akan dijadikan
sebagai wilayah sasaran program. Jadi, pemetaan sosial akan memudahkan focus
pembangunan pedesaan melalui penyesuaian dengan daerah geografis desa
tersebut.
Lalu, dikenal pula metode partisipatif yang melibatkan masyarakat
desanya dalam pembangunan pedesaan. Masyarakat desa akan berperan sebagai
pengambil keputusan, perencanaan pembangunan dan pelaksanaan pembangunan.
Hal ini bertujuan untuk didapatnya pembangunan yang tepat sasaran efektif dan
21

memiliki efek berkelanjutan. Analisis proses partisipasi atau peran aktif
masyarakat dalam pembangunan meliputi empat tahap, yaitu: (1) Tahap
penumbuhan ide untuk membangun dan perencanaan; (2) Tahap pengambilan
keputusan; (3) Tahap pelaksanaan dan evaluasi; dan (4) Tahap pembagian
ekonomis.
Dengan sebegitu banyaknya metode yang dapat digunakan dalam proses
pembangunan pedesaan. Akan lebih bijak jika kita menggunakan metode yang
sesuai dengan karakteristik pedesaan berserta masyarakatnya. Terlebih jika
menggabungkan beberapa metode pendekatan tersebut. Misalnya, dengan memulai
perencanaan pembangunan pedesaan dengan memetakan keadaan sosial geografis
desa tersebut. Setelah mengetahui keadaan desa tersebut barulah dilakukan metode
pendekatan pembangunan, apakah melalui pendekatan sasaran atau pendekatan
materi. Dan pada akhirnya lakukan pendekatan partisipatif dengan harapan
masyarakat dapat mengetahui proses pembangunan dengan baik dan pada akhirnya
pembangunan berjalan dengan efektif dan berkelanjutan,

22

DAFTAR PUSTAKA
Afrinaldi. 2010. Motivator Dan Pemetaan Sosial Dalam Pemberdayaan
Masyarakat.

Dalam

http://psmktsukabumi.blogspot.com/2010/06/motivator-dan-pemetaansosial-dalam.htm diakses pada 23 November 2013 pukul 07.11 WIB
Hikmat, Harry. 1995. Paradigma Pembangunan dan Implikasi dalam Perencanan
Sosial. (tidak dipublikasikan). Jakarta: Universitas Indonesia.
Hikmat, Harry. 1999. Pembangunan Sosial yang Berpusatkan pada Rakyat:
Reorientasi Paradigma Pembangunan Kesejahteraan Sosial Pascakrisis.
(makalah). Bandung: Universitas Padjadjaran.
Mustari,

Bachtiar.

2011.

Pendekatan

Partisipatif.

Dalam

http://bakhtiar.blogs.unhas.ac.id/2011/12/pendekatan-partisipatif/

diakses

pada 23 November 2013 pukul 07.00 WIB
Sukiaji,

Dede

dan

Nurhayati.

2011.

Pemetaan

http://masyarakatmandiri.co.id/pemetaan-sosial-2/

Sosial.

diakses

Dalam

pada

23

November 2013 pukul 07.15 WIB

23