IMPLEMENTASI PROGRAM BAHTERAMAS PROVINSI docx

IMPLEMENTASI PROGRAM BAHTERAMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar belakang Program BAHTERAMAS
Semangat desentralisasi kemudian hadir untuk membangkitkan inovasi daerah,
dalam melaksanakan pemerintahan yang baik, pelayanan publik yang lebih akuntabel serta
dalam pemberdayaan masyarakat. Daerah kemudian diberikan kewenangan untuk dapat
melakukan terobosan baru dalam alur pemerintahannya, sudah menjadi tuntutan daerah
untuk memberikan yang terbaik bagi perkembangan daerah dan tentunya bagi
kesejahteraan masyarakatnya.
Saat ini masalah kemiskinan, akses pendidikan, kesehatan dan keberdayaan
masyarakat didaerah adalah salah satu isu krusial dalam pembangunan daerah. persoalan
ini pula yang menjadi alasan bagi beberapa daerah yang dinilai rendah dalam pelaksanaan
otonomi daerahnya. Lemahnya inovasi dari pemerintah daerah kemudian menjadi kendala
utama, disamping ketergantungan terhadap dukungan fiskal dari pusat.
Perkembangan selanjutnya dalam memecahkan persoalan tersebut, adalah dengan
lebih membangun pemerintahan daerah yang lebih partisipatif, akuntabel dan membawa
jiwa pembaharu di daerah. dengan lebih mengedepankan adanya kebijakan maupun

program pemerintah yang lebih diorientasikan kepada pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat, sehingga esensi otonomi daerah untuk mendekatkan pelayanan publik ke
masyarakat tercapai.
Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai bagian dari NKRI yang memiliki kewenangan
dalam

mengatur

pemerintahannya

sendiri

dan

berorientasi

dalam

pembangunan


masyarakatnya. Terpilihnya Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara
periode 2008-2013 melalui pemilukada yakni Nur Alam dan Saleh Lasata, kemudian
merancang visi misi daerah sesuai dengan visi misi gubernur dan wakil gubernur.
Rancangan visi dan misi ini kemudian dinamakan program BAHTERAMAS.
Program Bahteramas yang kemudian disusun selama periode kepemimpinan
Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara ini, didasarkan pada analisa masalah
yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara yakni Pendidikan, Kesehatan, Kemiskinan,
Pemberdayaan Masyarakat serta pelayanan publik. secara jelas, akan disajikan mengenai
deskripsi program Bahteramas tersebut.

1

b. Deskripsi Singkat Program BAHTERAMAS
Berawal dari Visi Misi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara,
dalam pemilukada Sultra 2008-2013. maka, terpilihnya pasangan Nur Alam dan Saleh La
Sata menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008-2013 menjadi awal pelaksanaan
program BAHTERAMAS. Dimana Visi dan Misi Gubernur kemudian menjadi acuan dalam
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) selama lima tahun.
Program BAHTERAMAS sebagai visi dan misi kepala daerah dalam pencalonannya
pada pemilukada, kemudian menjadi dasar dalam pembentukan Rencana Jangka

Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara 2008-2013 yang
merupakan Rencana Strategis Daerah, secara sistematis telah menjabarkan visi dan misi
Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih yang merupakan pedoman bagi seluruh Satuan Kerja
Perangkat Daerah dalam merumuskan rencana-rencana pembangunan daerah selama lima
tahun.
Sebagai bagian dari Visi dan Misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, kemudian
program Bahteramas menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), disisi lain hal itu juga sebagai rencana strategis dari satuan perangkat
kerja dibawahnya. Adapun gambaran program Bahteramas dalam penerjemahan sebagai
Rencana Pembangunan Daerah adalah, sebagai berikut;

Gambar 1.1. Kerangka Program BAHTERAMAS dalam RPJMD SULTRA

Secara hirarki dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM), diawali pada tingkat nasional yang kemudian menjadi rujukan pada tingkat provinsi
hingga Kota/kabupaten disusun untuk saling mendukung satu sama lain, maka posisi

2

program BAHTERAMAS dalam RPJMD Provinsi adalah juga merupakan skema yang akan

diperhatikan oleh pemerintah daerah dibawahnya. Berdasar pada hal tersebut diatas
kemudian RPJMD tertuang menjadi Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) tingkat Provinsi.
Dari dokumen RPJMD tingkat provinsi tersebut kemudian dijabarkan menjadi
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang menjadi pedoman bagi seluruh SKPD
dibawahnya untuk menyusun Rencana Kerja (Renja) masing-masing. Sama halnya juga,
dalam hirarki pembentukan RPJMD tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun
perencanaan pembangunan daerah 5 (lima) tahunan sehingga membentuk suatu kesatuan
sistem perencanaan pembangunan daerah dan nasional.
Lebih jelasnya hirarki dalam perumusan RPJM terhadap RPJP Nasional adalah ;

Gambar 1.2 Hirarki Penyususan Rencana Pembangunan

Dari kerangka diatas dapat dilihat keterhubungan (linkage) dari program pemerintah
provinsi dan pemerintah kota/kabupaten, dalam implementasi program Bahteramas.
Sehingga keberhasilan dalam implentasi program tersebut dipengaruhi juga dengan
konsensus atau komunikasi yang dibangun antara pemerintah provinsi dan pemerintah
daerah dibawahnya.
Adapaun jabaran dari tiga program utama BAHTERAMAS tersebut adalah, ditujukan
pada ;

1. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan (BOP)
Cakupan dalam program ini memiliki tujuan tujuan khusus, yakni pembebasan biaya
operasional Pendidikan adalah : (a) mendorong dan memotivasi pengelola pendidikan untuk
meningkatkan kompetensi dan kinerja secara profesional dalam melaksanakan tugas, (b)
memberikan arah kebijakan Pemprov. Sultra mendorong penyelenggara pendidikan sesuai
3

standart pelayanan minimal, (c) menciptakan cakupan pendidikan secara merata kepada
seluruh penduduk usia sekolah pada jenjang Sekolah Dasar s.d Sekolah Menengah, (d)
Meningkatkan AngkaPartisipasi Kasar (APK) dalam rangka mendukung program Wajar
Dikdas 9 tahun menuju pada pelaksanaan wajib belajar pendidikan 12 tahun.
Biaya Operasional Pendidikan (BOP) adalah bagian dari dana pendidikan yang
diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional satuan pendidikan agar kegiatan
pendidikan dapat berjalan secara teratur dan berkelanjutan sesuai dengan Standar Nasional
Pendidikan. Adapun sasaran program adalah :
1. Bebas biaya pendaftaran siswa baru
2. Pengadaan/ penggandaan buku teks, bahan ajar dan LKS
3. Pemberian Insentif Guru
4. Pengembangan Profesi guru
5. Pembiayaan Perpustakaan dan Administrasi Sekolah

6. Pembiayaan kegiatan Ekstrakurikuler
7. Pengadaan Alat Peraga dan bahan praktikum
8. Pembiayaan Ujian Sekolah dan
9. Perawatan langganan Daya dan Jasa.
2. Pembebasan Biaya Pengobatan (PBP)
Cakupan dalam program ini adalah pembebasan biaya pelayanan pengobatan
kepada masyarakat miskin, disamping itu penanggungan biaya perujukan berobat hingga
kelas III pada Rumah Sakit Daerah (RSUD). Disamping itu ditunjang dengan peningkatan
penggunaan anggaran dalam bidang kesehatan dalam realiasasi APBD Provinsi Sulawesi
Tenggara, yakni memberikan besaran 10 % realisasi APBD untuk membiayai program
tersebut lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya (Dokumen RPJMD SULTRA 2008-2013).
3. Bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan Kecamatan.
Pada

tahun

2008,

Gubernur


Sulawesi

Tenggara

mencanangkan

program

Bahteramas (Bangun Kesejahteraan Masyarakat). Program ini mencakup pembebasan
Biaya Operasional Pendidikan (BOP), pelayanan kesehatan gratis, serta dana block grant
kepada pemerintah desa sebesar Rp. 100 juta per tahun. Untuk merealisasikan program
Bahteramas yang terkait dengan block grant, pemerintah provinsi telah mengalokasikan
sejumlah dana yang sebagian besar berada pada pos belanja transfer, yakni dalam bentuk
bantuan keuangan kepada pemerintah desa.
Bantuan Keuangan/ Block Grant adalah Pemberian Bantuan yang bersifat materi
atau dalam bentuk keuangan yang diberikan oleh suatu lembaga atau organisasi yang

4

tertinggi kepada lembaga atau organisasi dibawahnya yang bersifat hibah. Bantuan ini

menjadi dasar atau acuan dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Tujuan khusus dari bantuan ini adalah meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan pemerintahan tingkat desa dan kelurahan, terutama dalam kewenangannya
pada pengelolaan keuangan. Disamping itu, tujuan khusus dari bantuan keuangan ini
adalah mengembangkan serta singkronisasi program-program pemerintah tingkat diatasnya,
mendorong partisipasi masyarakat ditingkat desa dan kelurahan dalam program pemerintah,
serta meningkatkan kapasitas Pemerintah Lokal dalam melaksanakan kewenangan dibidang
perencanaan, penganggaran dan pembangunan pada umumnya.
Dari gambaran tersebut nampak bahwa, program BAHTERAMAS tersebut selain
ditujukan pada membangun kesejahteraan masyarakat namun juga ditujukan pada
peningkatan partisipasi masyarakat serta derajat kesehatan masyarakat. sehingga prospek
pemberdayaan masyarakat sebagai potensi bidang sumberdaya manusia di Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat tercapai dengan baik.
Selanjutnya akan diberikan gambaran umum pelaksanaan program BAHTERAMAS,
karena lingkup provinsi yang mana menjadi acuan pemerintahan Kota/ Kabupaten dalam
menyusun RPJMD Kota/ Kabupaten, dan tentunya RPJMD kota/kabupaten mengacu pada
penjabaran visi dan misi dari kepala daerah (Walikota/ Bupati). Disisi ini kemudian tentunya
pelaksanaan program Bahteramas tersebut, dangat dipengaruhi dengan konsesus yang
dibanguan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten. Maka alur
pelaksanaan akan dijabarkan secara umum berdasarkan kondisi wilayah, didukung pula

dengan data BPS, Bappenas Provinsi Sulawesi Tenggara, serta dokumen terkait
pelaksanaan program, disamping itu juga keterlibatan SKPD di tingkat daerah dibawah juga
sebagai aktor dalam pelaksanaan implementasi program.
c. Pelaksanaan Program BAHTERAMAS
Secara umum pelibatan aktor/ implementor dalam pelaksanaan program ini adalah
Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Bappeda Kabupaten/Kota, BPK Provinsi Sulawesi
Tenggara, BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara, SKPD/Instansi Vertikal, Kantor Kementerian
Keuangan cabang kota Kendari, akademisi dan peneliti dari universitas/perguruan tinggi di
kota Kendari, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta masyarakat
penerima manfaat.
Dalam

pelaksanaannya,

Program

Bahteramas

kemudian


didasarkan

pada

pembentukannya dalam RPJMD yang dijabarkan kedalam fokus program yang dimaksud
dalam program Bahteramas Sulawesi Tenggara. Untuk lebih memudahkan penggambaran
pelaksanaanya maka akan dibagi menjadi tiga fokus utama program Bahteramas tersebut.
5

Disamping itu juga akan dikemukakan secara beruntun yakni keterlibatan aktor/
Implementator, Mekanisme Pelaksanaanya hingga kelompok sasaran dalam program
tersebut.
a. Pembebasan Biaya Operasional Sekolah.
Diawali dengan pembentukan Peraturan Gubernur No 24 tahun 2008 tentang
Pembebasan BOP Pendidikan dasar dan Menengah. Dimana pada fokus program ini adalah
pembebasan biaya operasional pendidikan (BOP), kemudian melibatkan aktor sebagai
implementator program ini adalah yakni Dinas Pendidikan Provinsi dan juga tentu Dinas
Pendidikan Kota/Kabupaten, Kepala Sekolah, serta guru-guru sekolah dan Komite Sekolah.
Mekanisme pelaksanaan program ini yakni dengan pelibatan stakeholder, kepala
sekolah, dewan guru dan juga komite sekolah dalam penyusunan Rencana Anggaran

Pendapatan Belanja Sekolah (RAPBS). Walaupun mekanisme ini kurang berjalan baik
disebabkan pelibatan dewan guru dan komite sekolah terkadang terabaikan terutama
didaerah.
Menurut hasil analisis keuangan publik provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012,
Setidaknya sejak tahun 2009 diperkirakan sebagian besar belanja pendidikan pemerintah
provinsi dialokasikan melalui transfer (bantuan keuangan, hibah, dll). Proporsi belanja
pendidikan provinsi meningkat hingga 12 persen tahun 2009, namun kembali menurun
hingga 4 persen pada tahun 2011. Penurunan belanja pendidikan dalam dua tahun
terakhir diperkirakan karena sebagian besar belanja pendidikan provinsi dialokasikan
melalui belanja bantuan kependidikan seperti Bantuan Operasional Pendidikan (BOP),
beasiswa, dll.
Program yang ditujukan pada sekolah tingkat SD hingga SMA ini, mencakup pada
pembebasan biaya pendaftaran siswa baru, Pengadaan/ penggandaan buku teks, bahan
ajar dan LKS, Pemberian Insentif Guru, Pengembangan Profesi guru, Pembiayaan
Perpustakaan dan Administrasi Sekolah, Pembiayaan kegiatan Ekstrakurikuler, Pengadaan
Alat Peraga dan bahan praktikum, Pembiayaan Ujian Sekolah dan Perawatan langganan
Daya dan Jasa.
b. Pembebasan Biaya Pengobatan
Melalui Peratuan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 41 tahun 2009 tentang
pembebeasan biaya pengobatan. Adapun dalam program ini melibatkan aktor atau
implemetator antara lain; Dinas Kesehatan Provinsi/Kota/Kabupaten, Rumah Sakit Daerah,
Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulawesi Tenggara. Disamping itu pelibatan
masyarakat miskin sebagai sasaran program ini adalah diperlukan, sebagai bagian dari
keperluan pendataan yang komprehensif.
6

Mekanisme pelaksanaan program ini didasarkan pada hak-hak masyarakat di bidang
kesehatan dalam bentuk hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai sehingga
risiko penularan penyakit dan kekurangan gizi semakin berkurang. Untuk itu dalam
pelaksanaanya, pemerintah daerah melakukan pendataan terhadap jumlah dan pesebaran
masyarakat miskin didaerah, yang kemudian diberikan kesempatan untuk mendapatkan
pembebasan biaya pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah.
Namun pada posisi ini, belum diketahu lebih jelas mekanisme yang diberikan kepada
penerima manfaat dari program ini yakni masyarakat miskin. Terutama dalam penanganan
di RSUD karena yang dipakai standarisasi bantuan ini adalah RSUD kelas III, sedangkan
RSUD kelas III tersebut hanya berada di wilayah perkotaan. Sehingga masyarakat di daerah
pedesaan dan terluar belum dapat merasakan manfaat tersebut.
Sebagai contoh adalah seperti yang dikemukakan dalam hasil analisis keuangan
publik provinsi Sulawesi Tenggara, bahwa Meskipun pada skala provinsi berbagai rasio
fasilitas maupun tenaga kesehatan per penduduk sudah mengalami perbaikan, namun
masih diwarnai kesenjangan yang tinggi antar kabupaten/kota. Dua kabupaten yang baru
mekar

(Buton Utara dan Konawe Utara) masih belum memiliki RSUD. Meskipun di

beberapa daerah sudah terdapat rumah sakit, namun rasio tempat tidur RS per penduduk
masih timpang. Rasio ketersediaan Puskesmas, Pustu dan tenaga kesehatan pada skala
provinsi sudah cukup baik, namun pada
kesenjangan.

Peran

pemerintah

provinsi

tingkat

kabupaten/kota masih menunjukkan

diperlukan dalam mendorong pengurangan

ketimpangan rasio fasilitas dan tenaga kesehatan antar kabupaten/kota.
c. Bantuan Keuangan (Block Grant) kepada Desa, Kelurahan dan Kecamatan
Bantuan Keuangan (Block Grant) berupa bantuan dana sebesar 100 juta perdesa
dalam setahun, yang dijabarkan melalu Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 25a
Tahun 2008 tentang Block Grant. Adapun keterlibatan aktor atau implementator pada
bantuan Keuangan (Block Grant)

kepada Desa, Kelurahan dan Kecamayan, yakni

melibatkan Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah Desa hingga tokoh
masyarakat tingkat desa.
Disamping itu juga, pemerintah Provinsi membentuk lembaga keuangan berupa
Bank sebagai sarana penyalur bantuan keuangan yakni; melalui Peraturan Daerah No. 2
Tahun 2009 tentang Perusahaan Daerah Bank Pengkreditan Rakyat Bahteramas. Dengan
tujuan (Pasal 6) untuk untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian rakyat
Sulawesi Tenggara dan pembangunan daerah serta merupakan salah satu

sumber

pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat.
Block grant ke desa merupakan salah satu dari tiga pilar utama program
Bahteramas (Bangun Kesejahteraan Masyarakat). Pada tahun 2008, Gubernur Sulawesi
7

Tenggara mencanangkan program Bahteramas dimana Program block grant merupakan
salah satu prioritas dalam dalam program
Bahteramas

yang

terkait

dengan

tersebut. Untuk merealisasikan

block

grant,

pemerintah

program

provinsi

telah

mengalokasikan sejumlah dana yang sebagian besar berada pada pos belanja transfer,
yakni dalam bentuk bantuan keuangan kepada pemerintah desa. Alokasi block grant bersifat
sama untuk semua desa tanpa memperhitungkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah,
dll.
Pentahapan penetapan Program Bantuan Keuangan/Block Grant Desa/Kelurahan
ditetapkan

melalui

mekanisme

pengambilan

keputusan

masyarakat

dalam

Musrenbangdes/kel, dengan kegiatan :
a. Pra Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), yakni melakukan
Identifikasi Potensi dan Permasalah, dan Melakukan evaluasi program yang belum
terdanai tahun sebelumnya.
b. Pelaksanaan Musrenbang,
Musrenbang Desa/ Kelurahan merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi bagi
masyarakat Desa dalam pengambilan keputusan terhadap program dan kegiatan
pembangunan Desa/ Kelurahan yang dihadiri oleh seluruh stakeholder. pelaksanakan
musrenbang yang substansinya terdiri dari :


Penjelasan mekanisme musrenbang



Evaluasi kegiatan tahun lalu atau kendala-kendala pelaksanaan pembangunan
desa/kelurahan



Diskusi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan



Menetapkan skala prioritas program dan kegiatan, lokasi, volume, pelaksana serta
sumber dan besarnya dana setiap kegiatan.



Mengesahkan program dan kegiatan yang telah tersusun dalam matrik Daftar
Kegiatan dan Anggaran (DKA).



Menutup kegiatan musrenbang dengan membacakan hasil – hasil yang telah
ditetapkan dalam musrenbang.

c. Pasca Musrenbang
Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pelaksnaan hasil musrenbang maka
program dan kegiatan yang telah ditetapkan disebarluaskan kepada masyarakat melalui :


Diumumkan melalui papan pengumuman di Kantor/Balai Desa, di tempat Ibadah dan
lain – lain.



Bila memungkinkan disampaikan secara tertulis kepada setiap warga (rumah tangga)
Desa/kelurahan.

8

Tentunya dalam pelaksanaan musrembang tersebut membutuhkan partisipan dalam
implementasi program tersebut, yaitu ;
a. Kepala Desa/Lurah dan Aparat Desa/Kelurahan
b. Badan Perwakilan Desa (BPD)
c. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
d. Wakil dari masing-masing Dusun/RW/RT
e. Tim Penggerak PKK / Dasa Wisma
f.

LSM / Organisasi Masyarakat

g. Tokoh Masyarakat, tokoh agama
h. Anggota masyarakat lainnya yang berminat untuk hadir
Kemudian pihak-pihak yang mengikuti Musrembang tersebut diberikan Bimbingan
Teknis Pengelolaan Bantuan Keuangan Desa/Kelurahan, Kepala Desa beserta seluruh
warga masyarakat secara bersama – sama dapat menyusun atau membuat Proposal
Program dan Kegiatan prioritas Desa/Kelurahan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam hal ini adalah Tim Verifikasi
Proposal dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi.
Secara umum gambaran mengenai pelaksanaan program Bahteramas seperti disebut
diatas, walaupun memang sampai saat ini belum ada data pasti mengenai capaian program,
mekanisme serta implikasi yang menyertainnya. Terakhir melalui Analisis keuangan publik
yang dilakukan dan tertulis dalam dokumen hasilnya, bahwa masih banyak seputar kinerja
program Bahteramas ini yang belum menunjukkan adanya realisasi nyata.
Namun perhitungan dari manfaat yang didapat dalam analsisi tersebut, hanya
didasarkan pada asumsi perhitungan besaran belanja yang dilakukan pemerintah kota dan
kabupaten yang digabungkan pula dengan jumlah belanja anggaran pemerintah provinsi
berdasarkan bidang yang menjadi fokus dalam program Bahteramas.

9

BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
a. Diskusi Teoritik
Kebijakan Publik
Istilah kebijakan (policy) serigkali penggunaanya salaing dipertukarkan dengan istilah
tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan,
dan rancangan-rancangan besar (Wahab, 1997). Kebijakan pada intinya adalah sebagai
pedoman untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi sederhana atau kompleks, kualitatif atau
kuantitatif, khusus atau umum, luas atau sempit, serta publik atau privat.
Sejalan dengan itu, Frederick (dalam Islamy, 1997) menyatakan bahwa kebijakan
publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam

suatu

lingkungan

tertentu

dengan

menunjukkan

hambatan-hambatan

dan

kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.
Sebuah kebijakan tentunya berasal dari adanya sebuah masalah publik yang perlu
dicarikan jalan keluar oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan publik. James E. Anderson
(1979) mengatakan masalah publik sebagai suatu kondisi atau situasi yang menghasilkan
kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan pada rakyat, sehingga perlu dicarikan cara-cara
penanggulangannya. Kemudian Dunn (1998; 210-213) menambahkan bahwa masalah
publik sebagai kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, kesempatan-kesempatan yang tidak
terealisir dan hanya dapat dicapai melalui tindakan kebijakan publik.
Sebagai sebuah kebijakan publik, Program Bahteramas sejalan dengan pendapat
Carl I. Friederick (Nugroho, 2012; 119) yang menyatakan kebijakan publik sebagai
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan
tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada
dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Merujuk pada posisi daerah, tentu sebuah kebijakan
publik hendaknya didasarkan pada potensi yang ada serta ancaman yang dapat muncul
didaerah tersebut.
Dalam kerangka kebijakan publik didaerah, apalagi hal tersebut berasal dari inovasi
kepala daerah atas pembacaanya terhadap potensi daerahnya, kebijakan publik kemudian
merupakan usaha untuk mengatasi atau memecahkan masalah yang ada didaerahnya.
Seperti yang dikemukakan James Anderson (Winarno, 2011; 21) bahwa kebikan publik
merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh aktor atau
sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.

10

Sebenarnya masih banyak pendefenisian mengenai kebijakan publik selain yang
diatas, namun secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan pada intinya mengandung
beberapa rumusan yaitu; (1) adanya serangkaian tindakan; (2) dilakukan oleh seseorangan
atau sekelompok orang; (3) adanya pemecahan masalah (4) adanya tujuan tertentu (Domai,
2011; 65-66).
Meskipun demikian, istilah dari beberapa pengertian diatas secara umum pada
kenyataannya lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakantindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah serta perilaku negara pada umumnya, yang
kemudian lebih sering dikenal dengan kebijakan negara atau kebijakan pemerintah.
Seperti yang dikemukakan Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik
adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan pemerintah (Nugroho, 2012;
124). Lebih lanjut Dya menambahkan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan
sesuatu maka harus ada tujua objektifnya dan kebijakan negara itu harus meliputi semua
tindakan pemerintan. Jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah
atau pejabat pemerintah saja.
Sedangkan menurut Winarno (2011) bahwa dalam mendefinisikan kebijakan
haruslah melihat apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan mengenai
suatu persoalan. Alasannya adalah karena kebijakan merupakan suatu proses yang
mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi, sehingga definisi kebijakan yang hanya
menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.
Dengan penegertian kebijakan negara tersebut diatas bagaimanapun rumusannya
pada hakekatnya bahwa kebijakan negara mengarah pada kepentingan publik (public
interest), dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang ada. Seseorang atau sekelompok
orang aktor politik (administrator publik) harus senantiasa memasukkan pikiran-pikiran publik
dalam wacana politiknya, dan bukan hanya pikirannya atau kemauannya semata-mata
dalam pengambilan keputusan (Domai, 2011; 67).
Implementasi Kebijakan
Sebagai proses lebih lanjut setelah suatu program dirumuskan dalam kepusankeputusan (decision) oleh para aktor adalah bagaimana program itu diimplementasikan.
Tentunya suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau
tujuan yang diinginkan. Ketika sebuah kebijakan publik dapat mencapai tujuannya maka
kebijakan tersebut harus diimplementasikan (Nugroho, 2012;674).
Sedangkan wahab (1997) mengutip pengertian implementasi dalam kamus webster
bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means to carrying out
(menyebabkan

sarana untuk melaksanakan sesuatu) to give practical effect

to

(menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu), dipandang sebagai suatu proses
11

melaksanakan keputusan/kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden).
Sebuah kebijakan akan diketahui manfaat dan tujuannya ketika diimplementasikan,
disamping itu pengendalian dan faktor pelaksananya juga menjadi point penting disini.
Menurut Barret dan Fudge, Implementasi kebijakan adalah kegiatan untuk menjabarkan
keputusan kebijakan ke langkah yang lebih operasional untuk dilakukan melalui tindakan
koordinasi substansial berbagai faktor dan lembaga untuk memastikan sumber-sumber
tersedia dan memastikan segala sesuatu terjadi sebagaimana yang diinginkan
Secara lebih ekplisit Jones (1987) menyatakan Implementasi sebagai proses
mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya. Dalam Nugroho (2012; 674) untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplemntasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijkan derivat atau
turunan dari kebijakan tersebut.
Ditambahkan pula bahwa, kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau perda
adalah jenis kebijakan publik yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau yang sering
diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung
operasional antaralain Keppres, Inpres, Kepmen, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan
Kepala Dinas dan lain-lain.
Proses implementasi lebih rinci dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier (1981,
dalam Nugroho, 2012;

) menyatakan bahwa “Implementasi adalah pelaksanaan keputusan

kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk
perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk
menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui
sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang
kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)
pelaksanaan kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompokkelompok sasaran, dampak nyata....baik yang dikehendaki atau yang tidak...dari output
tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil
keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan
perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan.
Seperti yang dinyatakan diatas bahwa implementasi suatu kebijakan publik
merupakan suatu proses untuk meweujudkan tujuan-tujuan yang telah dipilih dan ditetapkan
untuk menjadi kenyataan. Pengorganisasian tujuan-tujuan tersebut melalui peraturan
perundang-undangan, yang merupakan bagian yang terpenting dan tidak dapat dipisahkan
dengan lingkungannya dalam proses kebijakan. Dengan perkataan lain, implementasi suatu
12

kebijakan-kebijakan erat dengan faktor manusia, dengan pelbagai latar belakang aspek
sosial, budaya, politik dan sebagainya.
Terakhir mengenai proses Implementasi dapat kita mengutip apa yang dikemukakan
oleh Anderson (1979, dalam Nugroho, 2012), secara ringkas menyatakan bahwa dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu; (1)
who is involved in policy implementation (siapa yang dilibatkan dalam implementasi); (2) the
nature of the administrative process (hakekat proses implementasi); (3) compliance with
policy (kepatuhan atas suatu kebijakan); dan (4) the effect of implementation or policy
contetnt and impact (efek atau dampak dari isi implementasi).
Sejalan dengan pemikiran Anderson bahwa untuk menunjukkan prasyarat bagi
keberhasilan implementasi kebijakan, menurut Brigman dan Davis (2004 dalam Domai
2011; 71-72) adalah ;
a. Disadari oleh postulat atau hipotesis yang baik mengenai sebab akibat, maka
kemungkinan besar kebijakan tersebut sulit diimplementasikan.
b. Memiliki langkah-langkah yang tidak terlalu banyak dan kompleks.
c. Memiliki prosedur akuntabilitas yang jelas.
d. Pihak yang bertanggungjawab memberikan pelayanan harus terlibat dalam
perumusan desain kebijakan.
e. Melibatkan monitoring dan evaluasi yang teratur.
f.

Para pembuat kebijakan harus memberi perhatian yang sungguh-sungguh
terhadap implementasi seperti halnya dalam perumusan kebijakan.

b. Implementasi Program Bahteramas
Otonomi

daerah

memberikan

ruang

bagi

daerah

untuk

dapat

mengatur

pemerintahannya sendiri, daerah kemudian dituntut untuk memberi prakarsa bagi
pemanfaatan potensinya dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya. Melalui kebijakan
yang ditujukan kepada upaya mensejahterakan masyarakat tersebut, tentu pemerintah
daerah harus melahirkan sebuah kebijakan yang dapat menjawab permasalahan yang ada
didaerah.
Sebuah kebijakan publik dirumuskan karena adanya beberapa hal, diantaranya
adalah untuk memecahkan sebuah masalah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat,
mengatur dan mengendalikan masyarakat, melakukan kegiatan tertentu, untuk mencapai
tujuan tertentu, mengalokasikan sumberdaya kepada masyarakat, dan tentunya kebijakan
publik dilakukan oleh instansi yang berwenang, yang dalam hal ini adalah pemerintah.
Program

BAHTERAMAS

(Bangun

Kesejahteraan

Masyarakat)

dirumuskan

berdasarkan adanya sebuah permasalah di daerah, dan dari masalah tersebut menjadi visi
13

dan misi gubernur dan wakil gubernur terpilih di Sulawesi Tenggara. Adanya pengelolaan
Sumberdaya yang belum optimal dikelola, karena belum memberikan manfaat yang
maksimal terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun dalam upaya
peningkartan pendapatan daerah. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya konkrit,
sistematis dan lebih terfokus untuk memanfaatkan sumberdaya daya yang tersedi dalam
upaya meningkatkan dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Dokumen
RPJMD Sulawesi Tenggara 2008-2013).
Melalui potensi yang belum dikelola masksimal tersebut, maka dibuatlah program
Bahteramas sebagai sebuah kebijakan publik. kemudian dijabarkan secara ekplisit dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2008-2013 (Lihat Gambar 1.1). Dengan mengangkat dua Klausul Membangun dan
Kesejahteraan yang tujuannya tentu menciptakan Kesejahteraan Masyarakat. Kebijakan ini
difokuskan pada tiga program yakni Pembebasan Biaya Operasional Sekolah (BOP),
Pembebasan Biaya Pengobatan (PBP) dan Bantuan Keuangan Block Grant kepada Desa,
Kelurahan dan Kecamatan.
Program Bahteramas yang merupakan turunan dari visi dan misi Gubernur dan Wakil
Gubernur Sulawesi Tenggara yang terpilih, yang kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam
RPJMD Sulawesi Tenggara 2008-2013 adalah sebuah rumusan kebijakan pemerintah
provinsi yang ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat daerah. kebijakan tersebut
kemudian disusun dengan fokus pada tiga program utama, sejumlah mekanisme, pelibatan
struktur organisasi pemerintahan dibawahnya serta kelompok sasaran dari kebijakan
tersebut (beneficaries).
Terlihat bahwa Program Bahteramas tersebut merupakan usulan dari Gubernur dan
Wakil Gubernur sebagai janji politik mereka dalam pilkada. Sehingga program ini bukanlah
diawali dari adanya permasalahan yang muncul dari masyarakat. namun dari data
menunjukkan bahwa potensi serta sumberdaya yang belum optimal dimanfaatkan menjadi
titik persoalan di putuskannya program tersebut. Sehingga dalam alur formulasi kebijakan
Program Bahteramas langsung menjadi agenda kebijakan yang mana pemerintah merasa
terdorong untuk melakukan tindakan tersebut.
Disisi lain bahwa dalam kerangka otonomi daerah, maka pemimpin daerah dipilih
secara demokratis oleh masyarakat melalui pilkada. Maka kecenderungan perbedaan
kendaraan politik kepala daerah bisa berbeda-beda dalam satu provinsi, maka untuk melihat
preses sebuah kebijakan publik didalam administrasi publik daerah, tentunya tidak terlepas
dari arena kepentingan politik. Salah satu keberhasilan sebuah kebijakan publik terutama
dalam arena pemerintahan daerah, pada gilirannya tidak terlepas dari konsesus yang
terbangun ditingkat kepala daerah.

14

Untuk itu dalam hal ini kebijakan Bahteramas yang merupakan bagian dari
keputusan Kepala Daerah tingkat Provinsi merupakan Kebijakan publik yang bisa langsung
dioperasionalisasikan. Namun dalam salah satu program Bahteramas yakni Block Grant,
yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian kinerjanya Pemerintah Provinsi
mengeliarkan Peraturan Gubernur SULTRA Nomor 25 tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Desentralisasi Fiscal Kegiatan Bantuan Keuangan pada Desa/
kelurahan se-Sulawesi Tenggara, yang kemudian dirubah kembali menjadi Peraturan
Gubernur SULTRA Nomor 33 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Operasional (PTO)
Program Bantuan Keuangan Desa/Kelurahan/Kecamatan se-Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dalam fokus kebijakan Bahteramas kemudian mencakup tiga fokus program yakni,
Pembebasan Biaya Operasional Sekola, Pembebasan Biaya Pengobatan dan Block Grant
bagi desa/kelurahan/kecamatan se-Provinsi Sultra. Secara garis besar kemudian hal ini
diterjemahkan dalam RPJMD Provinsi dan Rensra SKPD hingga menjadi rujukan bagi
daerah membuat RPJMD Kota/Kabupaten. Secara ringkas dapat digambarkan mekanisme
implementasi kebijakan tersebut adalah ;
VISI
Membangun Kesejahteraan Masyarakat Sulawesi Tenggara tahun 2008-2013
MISI
Membangun Kualitas SDM
Revitalisasi Pemerintahan
Pembangunan Ekonomi
Memantapkan Kebudayaan
Mempercepat Pembangunan Infrastruktur Daerah

RPJMD SUL-TRA
2008 - 2013

Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan
Pembebasan Biaya Pengobatan Bantuan Keuangan (Block Grant)

Kelompok Sasarannya;
Kelompok Sasarannya;
Kelompok Sasarannya;
Anak Sekolah mulai SD hingga
SMA, Guru,
dan peralatan
sekolah
Masyarakat
Miskin,
dengan skema
bantuan hingga
pada pelayanan
kelas
III di RSUD Kelurahan dan Kecamatan
Pemerintah
Desa (100
juta/tahun),

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Gambar 2.1.
Kerangka Kebijakan
Bahteramas

15

Lingkungan Kebijakan
Sebuah kebijakan publik tentu tidak terlepas dari ruang dan waktu dimana kebijakan
tersebut dilaksanakan. Disisi ini, Kebijakan Bahteramas kemudian hadir dalam konsesus
yang terbangun diantara kepala daerah provinsi beserta kepala daerah dibawahnya.
Sehingga untuk melihat jalannya implementasi potensi seperti yang disebutkan diatas akan
sangat memberi pengaruh pula.
Seperti yang dikemukakan Riant Nugroho (2009) menyatakan bahwa proses yang
terjadi dalam administrasi publik inilah yang menghasilkan kebijakan publik (public policy)
sebagai sebuah respons terhadap masalah bersama yang dilihat melalui perspektif proses
politik yang ada (exiting political process). Untuk itu, sebuah kebijakan publik senantiasa
berinteraksi dengan dinamika kondisi politik, ekonomi, sosial dan kultural tempat kebijakan
itu eksis. Bahkan dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah melting pot atau hasil
sintesis dinamika politik, ekonomi, sosial dan kultural tempat kebijakan itu sendiri berada.
Sehingga dinamika lingkungan kebijakan tidak saja dipengaruhi oleh adanya
kepentingan politik namun juga ada dimensi hukum dan manajemen. Dimensi hukum disini
menyangkut bahwa kebijakan merupakan produk hukum yang mengikat kepada seluruh
penyelenggara negara dalam hal ini penyelenggara pemerintahan. Maka, dapat dilihat
bahwa kebijakan Bahteramas yang dirumuskan dalam RPJMD Daerah Provinsi menjadi
kerangka acuan bagi Pemerintah Kota/Kabupaten dalam menyusun RPJMD Daerah
Kota/Kabupaten, dan pada gilirannya pelibatan unsur penyelenggara pemerintahan tingkat
Kota/Kabupaten menjadi berpengaruh juga dalam implementasi sebuah kebijakan, tidak
terlepas juga dari kebijakan Bahteramas tersebut.
Dalam melakukan model implementasi kebijakan publik harus disesuaikan dengan
isu kebijakannya, sebagaimana yang digambarkan Matland (dalam Nugroho, 2012; 710),
pendekatan ini relevan kerana dalam penelitian ataupun analisis tentang implementasi
kebijakan, kita cenderung tidak membedakan karakter kebijakan publik yang satu dan yang
lain, kebijakan publik tentang pajak adalah relevan diimplementasikan secara administratif.
Kebijakan publik tentang penanggulangan korupsi atau penanggulangan kemiskinan
sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan politik. Kebijakan penyelenggaraan otonomi
daerah yang seluas-luasnya seharusnya dilaksanakan secara selektif hanya pada kawasankawasan yang siap, dan pola penyelenggaraan bersifat eksperimentasi, guna membatasi
risiko kegagalan.
Sejalan dengan itu, kebijakan dalam program Bahteramas inipun dapat dilihat
karakteristik dominannya pada mekanisme pelaksanaan dilapangan. Diatas telah dijelaskan
dalam lingkungan kebijakan yang mana, kebijakan ini berasal dari Visi dan Misi Gubernur
terpilih yang kemudian dijadikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJD)

16

Provinsi Sulawesi Tenggara, maka dapat disebutkan kebijakan ini bersifat top down yang
menjadi turunan dalam perumusan kebijakan di tingkat pemerintah bawahnya.
Secara umum dari gambaran diatas dapat dinyatakan bahwa pendekatan yang
digunakan dalam implementasi program ini adalah Top Down Model, yakni dengan mengacu
pada program yang diturunkan dari visi dan misi kepala daerah dan buka berasal dari
keinginan-keinginan publik. walaupun memang anggapan dalam pembuatan visi misi
tersebut didasarkan pada pembacaan lingkungan daerah serta permasalahannya.
Namun kemudian jika dilihat pada salah satu fokus kegiatannya yakni melalui
program block grant yang dalam mekanisme penyalurannya melalui Pra MusrembangMusrembang dan pasca musrembang tingkat desa. Untuk kemudian dijadikan acuan dalam
monitoring dan evalusi dalam penggunaan anggaran. Jadi, walaupun secara umum terlihat
bahwa kebijakan ini terlihat top down namun juga dilakukan secara bottom up.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa, faktor yang paling berpengaruh dalam
menentukan model implementasi dari kebijakan Bahteramas ini adalah Birokrasi dalam arti
luas adalah faktor administratif. Seperti yang digambarkan oleh Nugroho (2012; 705) dalam
model implementasi yang salah satunya adalah dengan pendekatan Self Implemented atau
menggunakan model administratif. Masuk dalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan
yang berkenaan dengan pelayanan publik yang bersifat mendasar dan itu dilakukan secara
langsung oleh pemerintah sendiri.

Tentu dari definisi ini menyangkut pada dua fokus

program tersebut yakni Pendidikan dan Kesehatan sebagai pelayanan dasar di daerah.
Pelaksana/Implementor Kebijakan
Aktor/ implementor dalam pelaksanaan program ini adalah Forum Koordinasi
Pimpinan Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD)
Provinsi Sulawesi Tenggara, Bappeda Kabupaten/Kota, BPK Provinsi Sulawesi Tenggara,
BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara, SKPD/Instansi Vertikal, Kantor Kementerian Keuangan
cabang kota Kendari, akademisi dan peneliti dari universitas/perguruan tinggi di kota
Kendari, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta masyarakat penerima
manfaat.
Disisi lain, Pelaksana atau implementor kebijakan dalam hal ini bisa berasal dari
pemerintah maupun pihak diluar pemerintah seperti LSM, Organisasi, Partai Politik dan
Lain-lain. Untuk program Bahteramas tersebut jelas bahwa keterlibatan Pemerintah Provinsi
terutama SKPD Provinsi yang ada kaitannya dengan program tersebut, disamping itu juga
pelaksanan tingkat pemerintah daerah.
Namun ada pihak berbeda dalam program Bahteramas ini, yakni pembentukan
Perusahaan Daerah Bank Pengkreditan Rakyat (BKR) Bahteramas. Yang kemudian menjadi

17

sarana penyaluran dana Block Grant selain tugas-tugas sebagai lembaga keuanga di
daerah Sulawesi Tenggara.
Menurut Winarno (2011; 221-224) membagi dua aktor dalam implementasi kebijakan
yaitu aktor resmi dan tidak resmi. Yakni aktor resmi terdiri dari agen Pemerintah (Birokrasi),
eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan aktor tidak resmi terdiri dari kelompok penekan dan
organisasi masyarakat.
Sedangkan karakteristik aktor yang mucul dari program tersebut adalah dengan
model implementasi yang dikemukakan oleh Gerge Edward III (1981; 1) menyarankan untuk
memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu
communication, resource, disposition or attitudes, dan bureaucratic structures. Akan
dijelaskan satupersatu kaitannya dengan implementasi program Bahteramas untuk melihat
kecenderungan yang terjadi.
Komunikasi

(communication)

berkenaan

dengan

bagaimana

kebijakan

dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik dan sikap serta tanggapan dari para pihak
yang terlibat. Dalam implementasi kebijakan Bahteramas terlihat bahwa kecenderungan
komunikasi dibangun dalam kerangka kebijakan peraturan daerah yang akan dilaksanakan
oleh pemerintah Kota/Kabupaten. Sebagai contoh adalah dalam hal pengawasan mengenai
dana Block Grant tidak langsung dilakukan SKPD tingkat Provinsi, sehingga banyak
ditemukan adanya kepala desa/kelurahan yang “agak nakal” dan tidak tahu peruntukan
dana tersebut.
Resources, menyangkut ketersediaan sumberdaya pendukung, khususnya sumber
daya manusia. Pada kebijakan Bahteramas sumberdaya memang dianggap kurang, karena
sebagian besar sumberdaya yang dialokasikan dalam bentuk anggaran. Contoh terlihatnya
hal ini pada pendampingan Dewan Guru dan Komite Sekolah dalam penyusunan Anggaran
Belanja Sekolah.
Disposition or Attitude berkenaan dengan kesediaan para implementor untuk carry
out kebijakan publik tersebut. Karena kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan
komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Hal ini terlihat pada masih banyaknya porsi
anggaran untuj kesehatan yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai atau
administratur.
Struktur birokrasi (bureaucratic structures) berkenaan dengan kesesuaian organisasi
birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. tantangannya adalah
bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan
proses implementasi menjadi jauh lebih efektif. Didalam pelaksanaan kebijakan Bahteramas
masih ditemukan kurangnya koordinasi dan kerjasama di antara lembaga di daerah dan
pihak dunia usaha. Misalnya adalah pembentukan BPR Bahteramas namun dalam
penanganan pelaku UMKM di daerah dilakukan melalui Dinas Perindustrian dan Koperasi
18

yang notebene berkerjasamanya dengan Bank BRI. Disini terjadi ketimpangan dan
kurangnya koordinasi antara lembaga pemerintah yang ada.
Keterlibatan aktor dalam implementasi kebijakan Bahteramas dapat digambarkan
sebagai berikut ;
Tingkat Pem. Provinsi
a. Pemerintah Provinsi SULTRA
b. Dinas Kesehatan Prov. Sultra
c. Dinas Pendidikan Prov. Sultra
d. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintah Desa (BPMPD) Prov. Sultra
e. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bahteramas
Provinsi Sultra.
f. RSUD Provinsi
Tingkat Pem. Kota/ Kabupaten
a. Badan Pemberdayaan Masyarakat Pem.
Kota/Kabupaten
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Cab. Kota/Kab.
c. Pihak Sekolah Kota/Kab.
d. RSUD Kab/Kota
e. Tim Fasilitator Kota/Kab
f. Tim Fasilitator Kecamatan
g. LPM tingkat Kelurahan dan Desa
h. Perangkat Pemerintahan Desa
i. Tokoh Masyarakat

Implementator
BAHTERAMAS

Gambar 2. 2
Aktor/ Implemetator Kebijakan Bahteramas

Permasalah yang Muncul
Hal tersulit dalam pelaksanaan implementasi sebuah kebijakan adalah bagaimana
melakukan pengendalian terhadap masalah atau ancaman yang muncul. Dalam
pelaksanaan program Bahteramas ini juga tentunya tidak terlepas dari adanya masalah
yang muncul, yakni masalah mekanisme pelaksanaan, pelibatan aktor di daerah, hingga
dukungan kesiapan basis data. Masalah dalam implementasinya akan dijelaskan menurut
pembagian fokus program masing-masing, yaitu;
a. Pembebasan Biaya Operasional Pendidikan.
Dalam program ini masih ditemukan beberapa permasalahan, salah satunya adalah
data yang diturunkan dalam Dokumen Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2012, yang mana menunjukkan tidak adanya data yang pasti dalam penggunaan
belanja daerah bidang pendidikan.
Namun Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah Sulawesi Tenggara relatif lebih baik
dibanding nasional pada tingkat SD dan SMA, dengan tingkat pemerataan dan kesetaraan
gender dalam pendidikan yang juga baik. Pada tingkat SD dan SMA, APM Sulawesi
Tenggara sudah lebih baik dari nasional, namun untuk tingkat SMP sedikit dibawah rata-rata

19

nasional. Tingkat partisipasi sekolah antar kelompok pendapatan juga menunjukkan adanya
pemerataan pendidikan. Bahkan, pada tingkat SMP dan SMA kelompok termiskin memiliki
APM lebih tinggi dibanding kelompok terkaya. Dari sisi kesetaraan gender, Sulawesi
Tenggara juga lebih baik dari nasional. Untuk tingkat SMP dan SMA, APM perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki. Selain itu, dari sisi pencapaian target RPJMD, provinsi Sulawesi
Tenggara sudah mencapai target APM SD yang telah ditetapkan antara 95-100, namun
belum mencapai target untuk APM SMP dan SMA yang berturut-turut ditetapkan antara 95100 untuk SMP, dan 65-75 untuk SMA. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Sulawesi
Tenggara, bahkan untuk APK-pun, target RPJMD provinsi untuk tingkat SMP dan SMA
belum tercapai.
Disisi lain, dalam ditemukan bahwa Terdapatnya hanya sebagian kecil stakeholder
yang berpartisipasi, misalnya pada aspek perencanaan pendidikan belum semua satuan
pendidikan melibatkan dewan guru dan komite sekolah dalam pembuatan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (Isnian, 2011). Dalam posisi ini kemudian,
dapat dikatakan bahwa ketepatan dalam basis data dan pelibatan aktor masih menjadi
permasalah yang muncul.
b. Pembebasan Biaya Pengobatan
Beberapa permasalah yang muncul dari program ini dalam segi pembiayaanya
adalah Pertama, pembuatan program asuransi jaminan kesehatan masyarakat yang
merupakan bagian dari program Bahteramas belum konsisten, dimana pada tahun 2009
dianggarkan sebesar 4,6% dari belanja langsung, kemudian di tahun 2010 menurun menjadi
setengah dan pada tahun 2011 tidak dianggarkan sama sekali.
Kedua, adanya penggunaan belanja langsung bidang kesehatan yang sebagian
besar masih dialokasikan untuk belanja terkait administrasi/aparatur (Dokumen AKP Prov.
Sultra 2012). Ketiga, banyaknya masyarakat miskin yang tidak terdata masuk dalam obyek
kegiatan

Pembebasan

Biaya

Pengobatan

(PBP)

seolah

mengindikasikan

dalam

perencanaan program ini mengesampingkan menggunakan pendekatan kebutuhan
masyarakat dimana program harus didasarkan atas kondisi riil masyarakat di lapangan,
yang hal ini dapat berimplikasi pada rendahnya implementasi pemenuhan kebutuhan
masyarakat dalam Program BAHTERAMAS.
c. Bantuan Keuangan (Block Grant)
Beberapa masalah yang timbul dalam bantuan keuangan atau block grant
berdasarkan

dokumen

monitoring

dan

evaluasi

oleh

tim

fasilitator

pemerintah

Kota/Kabupaten , adalah Pertama, menyangkut tahap perencanaan terdapat beberapa
masalah yakni belum adanya partisipasi masyarakat yakni sekitar 70%, ketidaksesuaian
20

perencanaan dan peruntukan pelaksanaan Dana block grant sekitar 20%, serta
ketidaksesuaian hasil Musrembang dengan pelaksanaannya sekitar 40% .
Kedua, pada tahap pelaksanaanya ditemukan sekitar 80% pengerjaan dilakukan
sendiri oleh pemerintah desa tanpa melibatkan LPM yang merupakan standar operasional
block grant tersebut, serta sekitar 70% pelaksanaan tidak melibatkan masyarakat sehingga
hanya berpusat pada kelompok kepentingan di desa saja.
Ketiga, Banyak ditemukan kepala Desa/Kelurahan yang “agak nakal” dan kurang
berhasil memanfaatkan dana block grant tersebut, partisipasi masyarakat juga dinilai kurang
pada program tersebut, walaupun untuk pengetahuan mengenai program ini masyarakat
mengetahuinya.
Keempat, Alur pencairan dana yang terkesan sulit terutama ditingkan pemerintah
kelurahan dan kecamatan. Serta pertanggungjwaban terhadap penggunaan anggaran,
hanya sekitar 20% yang baru melakukan pertanggungjawaban.
Dari ketiga program tersebut dengan beberapa permasalah yang muncul dalam
implementasinya, dapat dikemukakan secara umum permasalah yang muncul dalam
program Bahteramas tersebut seperti yang dikemukakan oleh James Anderson (1979)
melalui 4 aspek Implementasi Kebijakan yaitu; aktor pelaksana, hakekat dari proses
administrasi (data), kepatuhan pada kebijakan, dan dampak dari pelaksanaan kebijakan.
Efek atau Dampak Implementasi Kebijakan BAHTERAMAS
Secara umum dapat diperhatikan perkembangan mengenai sektor-sektor yang
menjadi fokus dari program Bahteramas, sehingga dari itu dapat dilihat bahwa
perkembangan efek atau dampak yang diberikan terhadap kesejahteraan masyarakat di
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Dengan tampilan kecenderungan pencapaian yang diperoleh oleh Sulawesi
Tenggara dengan adanya program tersebut pada periode 2008-2012 lalu, secara umum
memberikan peningkatan terhadap beberapa sektor terkait fokus kebijakan Bahteramas
walaupun beberapa hal belum mencapai hasil yang signifikan.
Ada dua pandangan yang bisa dijadikan rujukan, yakni hasil-hasil yang diperoleh dari
program sebagai tolak ukur keberhasilan program atau pencapaian dari program tersebut.
Misalnya saja dalam hasil pencapaian indikator pertumbuhan ekonomi, Pengangguran dan
kemiskinan. Sejak sebelum dan sesudah dilakukan program Bahteramas menunjukkan
peningkatan yang baik sepanjang tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel ;

21

Gambar 2.3
Realisasi Indikator Program Bahteramas

Pada sektor pendidikan menunjukkan, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Sulawesi
Tenggara tergolong tinggi pada hampir seluruh jenjang usia. Meskipun pada usia 7-12 tahun
APS Sulawesi Tenggara masih dibawah angka nasional, namun tidak berpaut jauh.
Sementara untuk usia 13-15, dan usia 19-