Kepemimpinan yang Efektif dalam gereja
I.
PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Dalam suatu organisasi, pasti memerlukan seseorang dengan atau tanpa
dibantu oleh oranglain, untuk menempati posisi sebagai pimpinan/pemimpin
(leader). Seseorang yang menduduki posisi pemimpin di dalam suatu
organisasimengemban tugas melaksanakan kepemimpinan. Dengan kata lain
pemimpin adalah orangnya dan kepemimpinan (leadership) adalah kegiatannya.
Sehubungan dengan itu untuk sementara dari segi organisasi, kepemimpian dapat
diartikan sebagai kemampuan/kecerkasan mendorong sejumlah orang (dua orang
atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah
pada tujuan bersama.
A. Kepemimpinan dalam Konteks Struktural
Kepemimpinan dalam konteks struktural ini terikat pada pembidangan kerja
yang disebut struktur organisasi. Apabila suatu unit dipandang sebagai total
sistem, maka pembidangannya sebagai unit yang lebih kecil merupakan subsistem. Sehubungan dengan itu sistem diartikan sebagai suatu keseluruhan yang
terdiri dari berbagai unsur atau elemen yang saling berhubungan satu dengan yang
lain. Contohnya apabila sebuah departemen ditempatkan sebagai total sistem,
maka elemen-elemen atau unsur-unsurnya sebagai sub-sistem terdiri dari
Sekretariat Jendral, Direktorat Jenderal, dan Kantor-Kantor Wilayah.
Selanjutnya sub-sistem yang terdapat di dalam suatu organisasi pada dasarnya
merupakan unit-unit kegiatan/kerja yang berisi pekerjaan sejenis yang disebut
Struktur Organisasi. Dengan kata lain struktur organisasi adalah kerangka atau
susunan unit atau satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari
tugas/kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya. Setiap
unit mempunyai posisi masing-masing, sehingga ada unit yang berbeda
jenjang/tingkatannya dan ada pula yang sama jenjang tingkatannya, antara yang
satu dengan yang lain.
Dalam konteks struktural, baik pucuk pimpinan maupun pemimpin pembantu
pada unit-unit adalah orang-orang yang diangkat oleh suatu kekuasaan, yang
memiliki kewenangan untuk itu. Pengangkatan dilakukan secara resmi/formal,
dengan mengeluarkan Surat Keputusan.
B. Kepemimpinan dalam Konteks Non-Struktural
Sebuah organisasi non-formal memang tidak dapat melepaskan diri dari
pembidangan tugas. Sehingga terjadi unit-unit didalamnya. Organisasi non-formal
yang tidak terikat pada struktur yang pasti dan statis itu, pada dasarnya merupakan
suatu total sistem yang memiliki juga sub-sistem berupa unit-unit sebagai
pembidangan
tugas
pokoknya.
Unit-unit
tersusun
secara
hirarkis
atau
berjenjang/bertingkat, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Pada setiap unit
tersebut diperlukan para pemimpin, selain seorang pucuk pimpinan sebagai
pimpinan tertinggi.
Dalam konteks non-struktural seperti tersebut, baik pucuk pimpinan maupun
para pemimpin unit adalah orang-orang yang diangkat oleh anggotanya karena
berbagai sebab. Diantaranya adalah karena berpengaruh dan dipercayai.
Pengangkatannya sebagai pemimpin dilakukan secara tidak resmi/formal dan
tanpa Surat Keputusan. Tugas pokok pemimpin dalam konteks non-struktural
berorientasi
pada
kebersamaan,
dimulai
daru
penentuan
tujuan
kelompok/organisasi sesuai bidang gerak/garapannya.
II. DINAMIKA KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan sebagai seni menempatkan bakat sebagai faktor yang penting
dan
berpengaruh
besar
terhadap
kemampuan
mewujudkannya.
Bakat
kepemimpinan sebagaimana bakat yang lain dimiliki oleh setiap orang, namun
berbeda kualitas dan kuantitasnya, antara yang satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan pendapat ini berarti kepemimpinan akan berlangsung efektif dan
efisien di tangan orang-orang yang kuantitas bakatnya besar dan kualitasnya
tinggi.
Sebaliknya kepemimpinan sebagai ilmu menitikberatkan pada proses belajar
dan latihan. Kepemimpinan akan berlangsung efektif/efisien menurut pendapat
ini, bilamana berada di tangan orang yang terampil/terlatih dalam ahli dalam
memimpin. Kemampuan itu dapat diperoleh melalui proses belajar dan melatih
diri secara intensif.
A. Hubungan Manusiawi dalam Kepemimpinan
Di muka bumi ini setiap manusia tidak hidup sendiri-sendiri, terpisah antara
individu yang lain. Setiap manusia yang menginginkan kehidupan yang bersifat
manusiawi harus berusaha menjalin hubungan antara sesamanya. Hubungan itu
tidak cukup hanya dalam batas saling kenal-mengenal, tetapi lebih jauh lagi
berupa hubungan saling tolong-menolong, saling membantu, dan saling isimengisi, sehingga terwujud pergaulan yang harmonis. Hubungan yang wajar itu
disebut hubungan manusiawi yang efektif, disamping terdapat juga hubungan
manusiawi yang tidak efektif, disamping terdapat juga hubungan manusiawi yang
tidak efektif, berupa penolakan individu yang satu terhadap individu yang lain.
Kepemimpinan memerlukan bentuk hubungan manusia yang efektif bukan
hubungan manusiawi sebaliknya atau yang tidak efektif. Hubungan manusiawi
yang efektif tidak digunakan untuk mempersulit dan memperalat oranglain demi
kepentingan pribadi pemimpin. Mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif
bukan tujuan, tetapi merupakan alat dalam kepemimpinan sebagai proses.
Hubungan itu dipelihara, dikembangkan dan dibina.
B. Proses Pengambilan Keputusan
Kegiatan kelompok orang dalam bentuk kerjasama sebagai wujud hubungan
manusiawi yang efektif, untuk mencapai sesuatu tujuan, pada dasarnya merupakan
pelaksanaan keputusan-keputusan. Tujuan kelompok yang dirumuskan secara
jelas, tegas dan terinci, jika mungkin bersifat tertulis merupakan pedoman bagi
pemimpin dalam membuat keputusan dan kebijaksanaan. Dari sisi lain tujuan
itupun sebenarnya adalah keputusan yang sangat prinsipiil sifatnya, karena akan
mewarnai
seluruh
keputusan
lainnya
yang
akan
diwujudkan
menjadi
kegiatankegiatan kelompok organisasi.
Keputusan dari seorang pimpinan tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi
berlangsung sebagai sebuah proses. Dalam kenyataannya, proses itu mungkin
terjadi di dalam diri pemimpin sendiri, tetapi mungkin pula ditetapkan dengan
mengikutsertakan orang-orang yang dipimpin, atau beberapa orang lainnya yang
berkedudukan sebagai pembantu pemimpin.
C. Pengendalian dalam Kepemimpinan
Pemimpin melakukan pengendalian apabila berusaha menjalin hubungan
kerja sama dengan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam kerjasama itu
pemimpin selalu mempunyai kesempatan untuk membimbing dan mengarahkan
kegiatan anggota kelompok/organisasinya, tanpa dirasakan sebagai suatu paksaan
atau penekanan. Usaha itu dapat dilakukan seiring dengan usaha mengembangkan
dan mendorong agar orang yang dimpimpin tidak saja menjadi orang yang
berprestasi, tetapi juga bertanggungjawab dan memiliki keinginan untuk maju.
Dengan demikian semua program kerja akan terwujud berkat bantuan orang-orang
yang dipimpin, karena setiap pemimpin tidak mungkin bekerja sendiri, dan tidak
mungkin bertindak dengan kekuasaannya untuk memerintahkan oranglain bekerja
semata-mata untuk dirinya.
III. KEPRIBADIAN PEMIMPIN
Pemimpin dengan sifat-sifat di dalam kepribadiannya harus menyesuaikan
diri dengan kepribadian anggota kelompok/organisasinya. Demikian pula
sebaliknya, penyesuaikan diperlukan karena tidak ada dua orang didunia ini yang
sama kepribadiannya, di dalam sebuah kelompok berkumpul atau terdapat
kepribadian sebanyak anggotanya. Kepribadian bersifat subjektif, karena
menyentuh diri manusia sebagai individu. Namun dalam kepemimpinan yang
dimaksud adalah perilaku dan sikap yang diperlihatkan pemimpin pada oranglain
dalam menghadapi segala sesuatu, terutama dalam berkomunikasi dalam dengan
orang-orang yang dipimpinnya.
A. Hubungan Kepribadian dengan Motivasi
Kepribadian yang dimiliki manusia terbentuk karena keterpaduan jiwa dan
tubuh. Kepribadian merupakan corak kejiwaan (psikis), yang dipengaruhi oleh
kondisi tubuh (jasmani) manusia. Hidup dan kehidupan manusia di muka bumi
pada dasarnya berisi kesibukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing, agar dapat hidup layak secara manusiawi.
Dalam hubungan ini bahkan tidur sekalipun merupakan kegiatan pemenuhan
kebutuhan. Dengan kata lain, setiap kegiatan berlangsung karena di dorong oleh
kehendak, keinginan, atau kemauan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
Kebutuhan merupakan pendorong atau motif terjadinya kegiatan. Sedang
kondisi
yang
menyebabkan
seseorang
menyadari
kebutuhannya
dan
mendorongnya melakukan suatu kegiatan disebut motivasi. Demikian pula dalam
kegiatan kepemimpinan, baik pemimpin maupun orang yang dipimpin masingmasing memiliki motivasi dalam berbuat sesuatu, yang mungkin berbeda atau
sama.
B. Aspek-Aspek Kepribadian Pemimpin
Kepribadian sebagai totalitas itu tampak berupa sikap dan perilaku, tidak
terkecuali pada pemimpin. Sehubungan dengan itu proses kepemimpinan akan
berlangsung efektif, bilamana kepribadian pemimpin aspek-aspek sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Mencintai kebenaran dan beriman pada Tuhan Yang Maha Esa
Dapat dipercaya dan mampu mempercayai oranglain.
Mampu bekerja sama dengan oranglain.
Ahli dibidanya dan berpandangan luas didasari oleh kecerdasan yang
e.
memadai.
Senang bergaul, ramah tamah, suka menolong, dan memberikan petunjuk
f.
serta terbuka pada kritik oranglain.
Memiliki semangat untuk maju, pengabdian dan kesetiaan yang tinggi, serta
g.
kreatif dan penuh inisiatif.
Bertanggungjawab dalam mengambil keputusan, konsekuen, berdisiplin dan
h.
bijaksana.
Aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani.
IV. FUNGSI DAN TIPE KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian kegiatan yang saling
berhubungan satu dengan yang lain, meskipun tidak mengikuti rangkaian yang
sistematis. Rangkaian itu berisi kegiatan menggerakkan, membimbing dan
mengarahkan serta mengawasi oranglain dalam berbuat sesuatu, baik secara
perorangan maupun bersama-sama. Kepemimpinan berarti juga proses pemberian
motivasi, agar oranglain secar ikhlas dan sungguh-sungguh mengerjakan sesuatu.
Dalam keadaan itu berarti berbagai motivasi lain yang tidak ada hubungannya
dengan kegiatan yang dimaksud pimpinan harus diperlemah.
A. Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai
dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan
situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi
itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial
kelompok/organisasinya.
Fungsi kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut :
1.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan
(direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada
2.
tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok
kelompok/organisasi,
yang
dijabarkan
dan
dimanifestasikan
melalui
keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dibedakan
lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
Fungsi Instruktif
Fungsi Konsultatif
Fungsi Partisipasi
Fungsi Delegasi
Fungsi Pengendalian
B. Tipe Kepemimpinan
Gaya Kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yang secara terinci dijabarkan
lagi menjadi delapan pola. Ketiga pola dasar dalam Gaya Kepemimpinan tersebut
adalah :
1.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara
2.
efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan
3.
kerjasama.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai
dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok/organisasi.
Ketiga pola dasar yang mencerminkan Gaya Kepemimpinan seperti tersebut
di atas, dalam proses kepemimpinan secara operasional tidaklah terpisah secara
deskrit.
V. KETERBATASAN PEMIMPIN
Pemimpin
yang
menginginkan
keberhasilan
dalam
mewujudkan
kepemimpinannya, harus menyadari bahwa dirinya dan orang yang dipimpinnya,
adalah manusia. Dari sisi lain, pemimpin harus berusaha membantu orang-orang
yang dipimpinnya, agar memiliki kemampuan mengatasi kekurangan dan
kelemahannya masing-masing. Anggota organisasi tidak dibolehkan tenggelam
dalam kekurangan atau kelemahannya, karena dapat mengakibatkan partisipasi
dan produktivitasnya tidak berlangsung secara maksimal.
A. Keterbatasan Manusiawi
Setiap manusia memiliki kelemahan dan kekurangan yang melekat di dalam
hakekat penciptaannya. Tidak ada seorangpun manusia yang berkesempatan
menjadi pemimpin dapat melepaskan diri dari kelemahan yang bersifat universal
dan kodrati itu. kelemahan-kelemahan iu mengakibatkan keterbatasan dalam
merealisasikan kepemimpinannya. Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain :
a.
Keterbatasan Normatif/Spiritual
Manusia dalam kehidupannya di muka bumi merupakan makhluk yang
terbaik dibandingkan dengan makhluk lain yang mendiami bumi yang sama.
Kondisi itu menempatkan manusia menjadi makhluk yang mulia dengan harkat
kemanusiaan yang tinggi. Keterbatasan perilaku kepemimpinan berdasarkan
norma-norma yang bersifat spiritual, sangat tergantung pada agama yang dipeluk
seorang pemimpin. Dalam agama islam pemimpin duwajibkan bekerjasama
dengan anggotanya untuk berbuat amal kebaikan. Disamping itu, dilarang untuk
berbuat kekufuran dan keburukan, sehingga menjadi pembatas terhadap perilaku
kepemimpinannya. Dengan keimanan yang tinggi, maka pemimpin tidak
mengambil keputusan atau memerintahkan pelaksanaan keputusan pada
anggotanya, yang bersifat akan menghasilkan kegiatan yang tidak diridhai Tuhan
Yang Maha Esa.
b.
Keterbatasan Fisik
Semua manusia diviptakan dengan memiliki unsur tubuh yang bersifat
material. Unsur seperti itu juga benda-benda lainnya bersifat mengisi atau
memerlukan ruangan, karena memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi dengan
memiliki juga ukuran berat. Keterbatasan kepemimpinan karena unsur fisik ini
antara lain adalah :
1.
Pada masa muda perkembangan fisik menunjukkan peningkatan, sehingga
pada awal kedewasaan setiap orang memiliki energi fisik yang bersifat
2.
maksimal.
Fisik manusia dapat letih, sakit, memerlukan istirahat dan tidur cukup,
3.
4.
memerlukan makanan yang bersih dan bergizi.
Manusia diciptakan dengan fisik yang bervariasi.
Manusia yang mempunyai tubuh sebagai unsur material bersifat menempati
ruang dan waktu.
c.
Keterbatasan Psikis
Manusia diciptakan secara istimewa sehingga menjadi makhluk yang terbaik
di muka bumi. Keistimewaan itu antara lain terdapat dalam penciptaan rih yang
memiliki banyak energi dan potensi, berbeda dengan yang dimiliki jenis makhluk
lain yang mendiami bumi yang sama. Namun tidak dapat disangkal bahwa
energi/potensi psikis tersebut, hanya akan berfungsi secara manusiawi dalam
kesatuannya dengan tubuh atau jasmani.
Para pemimpin harus menyadari bahwa energi dan kemampuan psikis yang
luar biasa itu bukan sesuatu yang tidak memiliki kelemahan dan kekurangan. Dari
satu sisi kekurangan dan kelemahan organ tubuh tertentu. Berdasarkan
keterbatasan kemampuan psikis ini, seorang pemimpin harus menyadari bahwa
keputusan atau perintahnya tidak selamanya pasti benar. Keputusan atau perintahperintahnya itu mungkin seluruhnya atau sebagian diantaranya keliru, tidak jelas
atau terlalu rumit sehingga sulit dilaksanakan. Oleh karena itu pemimpin tidak
boleh tergesa-gesa menyalahkan atau menimpakan kesalahan pada pelaksanaan
keputusan atau perintahnya.
B. Keterbatasan Administratif
Setiap pemimpin menjalankan kepemimpinannya di lingkungan suatu
kelompok/organisasi, meskipun jumlah anggotanya sedikit. Keterbatasan ini
bersumber dari dalam kelompok/organisasi sebagai wadah kerjasama untuk
mewujudkan kepentingan bersama yang disebut tujuan organisasi. Beberapa
keterbatasan administratif sebagai berikut :
a.
Keterbatasan karena misi dan posisi
Setiap pemimpin dibatasi oleh misi organisasinya, berupa kepentingan
bersama dari orang-orang yang berhimpun didalamnya, misi tersebut secara
definitif dirumuskan berapa tujuan organisasi. Misi setiap organisasi berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena perbedaan misi inilah, maka
didalam masyarakat terdapat berbagai jenis organisasi, meskipun diantaranya
mungkin perbedaannya sangat kecil dan tidak jelas.
VI. HAK-HAK ASASI MANUSIA DALAM KEPEMIMPINAN
Hak-hak
asasi
pada
dasarnya
berarti
kebebasan
individu
dalam
mengaktualisasi diri sebagai manusia. Dalam hubungannya dengan kehidupan
bermasyarakat kebebasan individu yang satu dibatasi oleh kebebasan individu
lainnya. Oleh karena itu, hak asasi pengertiannya berkembang menjadi kehendak
untuk dihormati dan diperlakukan secara manusiawi atau sesuai dengan harkat
individu sebagai manusia. Dengan kata lain, hak-hak asasi adalah kehendak untuk
dilindungi dan diperlakukan sesuai dengan harkat manusia, baik berdasarkan
norma-norma yang dibuat oleh manusia sendiri maupun sesuai dengan normanorma dari Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan agama yang dipeluk masingmasing individu. Harkat manusia itu menyangkut tiga aspek sebagai berikut :
A. Harkat Individu sebagai Pribadi
Manusia sebagai kesatuan tubuh dan jiwa merupakan suatu kebulatan yang
disebut individu. Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, karena masingmasing memiliki jati diri yang tidak sama. Setiap individu sebagai makhluk hidup
yang aktif secara terus-menerus melakukan aktualisasi, baik untuk menemukan
maupun mengembangkan identitas dirinya. Sehubungan dengan itu, terlihat
bahwa hak asasi manusia yang utama adalah hak hidup dan keselamatan diri.
Untuk itu manusia mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan diri secara
jasmaniah dari ancaman dan perilaku manusia lain yang akan mengakhiri
kehidupannya.
B. Harkat Manusia sebagai Makhluk Sosial
Kehidupan dalam bentuk kebersamaan merupakan kodrat manusiawi, dalam
arti manusia memang diciptakan sebagai makhluk yang saling membutuhkan, dan
harus saling tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan
masalah kehidupan masing-masing. Untuk itu manusia harus menjalin hubungan
antara satu dengan yang lainnya, yang hanya akan terwujud jika saling mengerti
dan saling menghormati. Dengan kata lain manusia hanya akan berhasil
mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis, dalam suasana saling
mengasihi dan saling menyayangi.
C. Harkat sebagai Makhluk Tuhan yang Maha Esa
Manusia berada di muka bumi
bukan karena kehendaknya sediri.
Kehidupannya merupakan karunisa Tuhan Yang Maha Esa, yang diberikan tanpa
kesempatan untuk memilih jenis kelaminnya, suku dan bangsanya, kedua
orangtuanya, tempat dan waktu kelahirannya, matinya, dan lain-lain. Manusia
patut untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang melekat pada dirinya dan
semua kondisi diluar dirinya, adalah milik Tuhan Yang Maha Esa yang
dipinjamkan sementara kepada manusia.
VII. PENINGKATAN KUALITAS KEPEMIMPINAN
Usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan harus dilakukan secara terusmenerus, mengingat kondisi kehidupan masyarakat yang dinamis. Usaha itu harus
dimulai dari pengembangan kemampuan berpikirnya, agar berlangsung sebagai
proses yang efektif dalam membuat keputusan yang akan mengawali aktivitas
kepemimpinan dalam menggerakkan orang-orang yang dipimpin. Diperlukan juga
usaha meningkatkan komunikasi kepada keputusan dan kebijaksanaan.
A. Berpikir Efektif dalam Menetapkan Keputusan
Berpikir merupakan potensi psikis yang sangat istimewa, yang kualitasnya
pada manusia jauh melampaui kemampuan berpikir yang diberikan Tuhan Yang
Maha Esa pada hewan, sebagai makhluk Ciptaan-Nya yang sama-sama menjadi
penghuni bumi. Seorang pemimpin harus mampu menampilkan kualitas berpikir
yang tinggi, sebagai gambaran bahwa proses berlangsung kritis, logis, rasional,
kreatif, dan produktif. Proses berpikir yang berlangsung didalam diri seseorang,
dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Berpikir yang bersifat intra-personal, yakni yang berlangsung di dalam
2.
psikis/otak seseorang, yang bersangkutan dengan atau untuk dirinya sendiri.
Berpikir yang bersifat inter-personal, yakni yang berlangsung di dalam
psikis/otak seseorang, yang berhubungan dengan dan berakibat sesuatu pada
oranglain.
B. Mengkomunikasikan Hasil Berpikir
Hasil berpikir seseorang yang cemerlang tidak akan ada artinya jika tidak
dinyatakan dan dikomunikasin. Hasil berpikir yang ada dalam pikiran tidak
pernah diketahui oleh oranglain secara lisan atau tertulis atau dalam bentuk
tindakan. Demikian juga bagi seorang pemimpin, hasil berpikirnya tidak akan
berfungsi
dalam
menggerakkan
anggota
organisasinya,
jika
tidak
dikomunikasikan secara efektif. Pemimpin tidak cukup hanya memiliki
kemampuan
membuat
mengkomunikasikan
komitmen
hasil
didalam
berpikir
proses
secara
lisan
berpikirnya.
berarti
Usaha
kemampuan
menyampaikan pesan berupa pendapat, kritik, gagasan dan lain-lain kepada
oranglain.
C. Meningkatkan Partisipasi dalam Pemecahan Masalah
Kemampuan mewujudkan dan membina kerja sama itu pada dasarnya berarti
mampu mendorong dan memamfaatkan partisipasi anggota organisasi secara
efektif dan efisien. Partisipasi itu dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan, yang
seluruhnya dapat disebut sebagai partisipasi dalam memecahkan masalah.
Kemampuan mewujudkan dan membina partisipasi dalam memecahkan masalah
itu akan bermuara pada perkembangan rasa tanggungjawab dalam melaksanakan
setiap tugas secara operasional. Kondisi seperti itu dapat terjadi karena pemecahan
masalah karena berarti menghasilkan keputusan dan perintah, yang harus
diwujudkan menjadi kegiatan organisasi.
D. Menggali dan Meningkatkan Kreatifitas
Setiap pemimpin yang menyadari pentingnya menggali dan memafaatkan
kreativitas anggota organisasi, juga akan selalu berusaha meningkatkan
kemampuan tersebut. Pemimpin secara terus-menerus berusaha memberikan
motivasi agar anggota organisasi menjadi potensi yang kreatif dan berani
menyampaikannya. Untuk memberikan motivasi itu, pemimpin dapat menempuh
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Menciptakan dan mengembangkan suasan atau iklim organisasi yang
merangsang kreatifitas. Usaha ini harus dimulai dari sikap keterbukaan yang
terlihat
pada
kesediaan
mendengar,
menanggapi,
menghargai
dan
mempertimbangkan setiap kreatifitas dari anggota organisasinya. Usaha ini
bahkan dapat dikembangkan dengan memberikan intensif, baik dalam bentuk
2.
material maupun non-material.
Menciptakan dan mengembangkan kerjasama yang dapat menumbuhkan
perasaan ikut bertanggungjawab dalam mewujudkan usaha mengembangkan
dan memajukan organisasi.
3.
Merumuskan tujuan yang menyentuh kepentingan bersama, diiringi dengan
usaha memasyarakatkan dilingkungan anggota organisasi. Usaha itu
dilakukan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran bahwa
pencapaian tujuan merupakan kepentingan setiap anggota, yang akan lebih
mudah dan cepat terwujud apabila anggota kreatif dalam menciptakan dan
melaksanakan kegiatan masing-masing.
VIII.
MENGENDALIKAN KONFLIK DALAM KEPEMIMPINAN
Seorang pemimpin adalah manusia. Orang-orang yang dipimpin juga
manusia. Manusia yang berbeda-beda itu mewujudkan kebersamaan dalam wadah
yang disebut organisasi. Kepribadiannya tidak sama satu dengan yang lain,
kepentingannya pun berbeda-beda. Di dalam kebersamaan itu pribadi yang satu
harus menyesuaikan diri dengan pribadi yang lain. Untuk itu kepentingannya
harus dikurangi dan ditekan, karena harus menghormati kepentingan orang lain.
Dengan ketidaksamaan itu banyak ditemui individu yang senang memaksakan
kehendak atau kepentingannya, dengan tidak menghiraukan dan bahkan
menantang kepentingan individu yang lain. Persaingan menjadi runcing dan
terjadilah konflik antar individu dalam suatu organisasi.
A. Pengertian Ketegangan dan Konflik
Ketegangan dan konflik adalah kondisi batin, yang tidak mudah merumuskan
pengertiannya, meskipun setiap orang mudah sekali mengalaminya. Kondisi batin
yang menyentuh aspek perasaan itu berpengaruh pada proses berpikir, dalam
bentuk memperturutkan atau mengingkari kondisi yang dialaminya itu. kondisi
ketengangan pada dasarnya merupakan batin yang berisi unsur-unsur perasaan
terancam, tidak menyenangkan, rasa tidak puas, bingung, tidak berdaya, dan lainlain.
Dilihat dari segi organisasi dan kepemimpinan ada tiga kondisi psikologis
yang mendasari terjadinya ketegangan. Ketiga kondisi psikologis itu adalah :
1.
Manusia menyenangi kehidupan yang seimbang, yang dirasakan memberikan
ketenangan, ketentraman dan rasa aman. Manusia memiliki kecendrungan
yang tinggi untuk mempertahankan keseimbangan dalam hidupnya, tidak
terkecuali
dalam
kehidupan
organisasi.
Tekanan
yang
menganggu
keseimbangan itu akan menimbulkan keresahan dan dapat mengarah pada
2.
terjadinya ketegangan.
Dalam mengaktualisasi dan merealisasikan diri, setiap manusia mengejar
peningkatan. Setiap anggota organisasi selalu berusaha untuk ikut peran
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasinya. Peran itu diharapkan
akan berkembang terus menjadi lebih besar dan lebih penting, dari waktu ke
waktu. Dalam keadaan peluang tersebut tampaknya tertutup oleh berbagai
sebab, maka akan timbul keresahan dan kegelisahan yang mengarah pada
3.
ketegangan dan konflik.
Kecendrungan terjadinya pengurangan status yang dihargai dan dibanggakan.
Hal itu akan menyebabkan munculnya dan berkembang perasaan resah,
gelisah, dan terancam, yang mengarah pada ketegangan dan bahkan konflik
dan frustasi.
B. Bentuk-Bentuk Ketegangan Batin
Pemimpin dan orang yang dipimpin sebagaimana telah berulang kali telah
dikatakan adalah manusia, yang tidak dapat melepaskan diri dari kemanusiannya.
Ketegangan merupakan bagian dari kondisi hidup yang bersifat manusiawi.
Dengan demikian berarti juga mengalami ketegangan adalah sesuatu yang wajar,
selama tidak menjadi gangguan psikis yang ekstrim dan merugikan. Dengan
bantuan pimpinan mengatasi ketegangan yang dialami anggota organisasi, dapat
diharapkan peran dan sertanya dalam usaha mengembangkan dan memajukan
organisasi dapat dilaksanakan secara baik.
Bentuk-bentuk ketegangan yang perlu dikenali itu adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kegelisahan
Kecemasan
Perasaan bersalah
Konflik
Perasaan takut
Stres
Frustasi
C. Konflik dan Pertikaian
Perasaan tegang anggota kelompok dapat disebabkan oleh oranglain,
sehingga dapat menjadi sebab terjadinya konflik dan pertikaian dengan oranglain.
Oleh karena itu setiap anggota kelompok perlu mengendalikan diri, karena dalam
interaksinya dengan anggota lain mungkin saja akan mengalami rasa gelisah,
takut, frustasi dan lain-lain. Sebaliknya jga harus mampu mengendalikan diri
karena jika berada dalam keadaan tegang, sangat mudah memberikan reaksi yang
tidak menyenangkan anggota yang lain.
Di lingkungan suatu organisasi dalam menyelesaikan konflik dan pertikaian
seperti disebutkan di atas pada umumnya ditempuh empat cara, keempat cara
tersebut adalah :
1.
2.
3.
4.
Paksaan
Kekuasaan
Acuh dan dibiarkan
Ditindak dan disisihkan
Sumber : Hadari Nawawi dan Martini Hadari. 1995. Kepemimpinan yang Efektif.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Dalam suatu organisasi, pasti memerlukan seseorang dengan atau tanpa
dibantu oleh oranglain, untuk menempati posisi sebagai pimpinan/pemimpin
(leader). Seseorang yang menduduki posisi pemimpin di dalam suatu
organisasimengemban tugas melaksanakan kepemimpinan. Dengan kata lain
pemimpin adalah orangnya dan kepemimpinan (leadership) adalah kegiatannya.
Sehubungan dengan itu untuk sementara dari segi organisasi, kepemimpian dapat
diartikan sebagai kemampuan/kecerkasan mendorong sejumlah orang (dua orang
atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah
pada tujuan bersama.
A. Kepemimpinan dalam Konteks Struktural
Kepemimpinan dalam konteks struktural ini terikat pada pembidangan kerja
yang disebut struktur organisasi. Apabila suatu unit dipandang sebagai total
sistem, maka pembidangannya sebagai unit yang lebih kecil merupakan subsistem. Sehubungan dengan itu sistem diartikan sebagai suatu keseluruhan yang
terdiri dari berbagai unsur atau elemen yang saling berhubungan satu dengan yang
lain. Contohnya apabila sebuah departemen ditempatkan sebagai total sistem,
maka elemen-elemen atau unsur-unsurnya sebagai sub-sistem terdiri dari
Sekretariat Jendral, Direktorat Jenderal, dan Kantor-Kantor Wilayah.
Selanjutnya sub-sistem yang terdapat di dalam suatu organisasi pada dasarnya
merupakan unit-unit kegiatan/kerja yang berisi pekerjaan sejenis yang disebut
Struktur Organisasi. Dengan kata lain struktur organisasi adalah kerangka atau
susunan unit atau satuan kerja atau fungsi-fungsi yang dijabarkan dari
tugas/kegiatan pokok suatu organisasi, dalam usaha mencapai tujuannya. Setiap
unit mempunyai posisi masing-masing, sehingga ada unit yang berbeda
jenjang/tingkatannya dan ada pula yang sama jenjang tingkatannya, antara yang
satu dengan yang lain.
Dalam konteks struktural, baik pucuk pimpinan maupun pemimpin pembantu
pada unit-unit adalah orang-orang yang diangkat oleh suatu kekuasaan, yang
memiliki kewenangan untuk itu. Pengangkatan dilakukan secara resmi/formal,
dengan mengeluarkan Surat Keputusan.
B. Kepemimpinan dalam Konteks Non-Struktural
Sebuah organisasi non-formal memang tidak dapat melepaskan diri dari
pembidangan tugas. Sehingga terjadi unit-unit didalamnya. Organisasi non-formal
yang tidak terikat pada struktur yang pasti dan statis itu, pada dasarnya merupakan
suatu total sistem yang memiliki juga sub-sistem berupa unit-unit sebagai
pembidangan
tugas
pokoknya.
Unit-unit
tersusun
secara
hirarkis
atau
berjenjang/bertingkat, dari yang tertinggi sampai yang terendah. Pada setiap unit
tersebut diperlukan para pemimpin, selain seorang pucuk pimpinan sebagai
pimpinan tertinggi.
Dalam konteks non-struktural seperti tersebut, baik pucuk pimpinan maupun
para pemimpin unit adalah orang-orang yang diangkat oleh anggotanya karena
berbagai sebab. Diantaranya adalah karena berpengaruh dan dipercayai.
Pengangkatannya sebagai pemimpin dilakukan secara tidak resmi/formal dan
tanpa Surat Keputusan. Tugas pokok pemimpin dalam konteks non-struktural
berorientasi
pada
kebersamaan,
dimulai
daru
penentuan
tujuan
kelompok/organisasi sesuai bidang gerak/garapannya.
II. DINAMIKA KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan sebagai seni menempatkan bakat sebagai faktor yang penting
dan
berpengaruh
besar
terhadap
kemampuan
mewujudkannya.
Bakat
kepemimpinan sebagaimana bakat yang lain dimiliki oleh setiap orang, namun
berbeda kualitas dan kuantitasnya, antara yang satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan pendapat ini berarti kepemimpinan akan berlangsung efektif dan
efisien di tangan orang-orang yang kuantitas bakatnya besar dan kualitasnya
tinggi.
Sebaliknya kepemimpinan sebagai ilmu menitikberatkan pada proses belajar
dan latihan. Kepemimpinan akan berlangsung efektif/efisien menurut pendapat
ini, bilamana berada di tangan orang yang terampil/terlatih dalam ahli dalam
memimpin. Kemampuan itu dapat diperoleh melalui proses belajar dan melatih
diri secara intensif.
A. Hubungan Manusiawi dalam Kepemimpinan
Di muka bumi ini setiap manusia tidak hidup sendiri-sendiri, terpisah antara
individu yang lain. Setiap manusia yang menginginkan kehidupan yang bersifat
manusiawi harus berusaha menjalin hubungan antara sesamanya. Hubungan itu
tidak cukup hanya dalam batas saling kenal-mengenal, tetapi lebih jauh lagi
berupa hubungan saling tolong-menolong, saling membantu, dan saling isimengisi, sehingga terwujud pergaulan yang harmonis. Hubungan yang wajar itu
disebut hubungan manusiawi yang efektif, disamping terdapat juga hubungan
manusiawi yang tidak efektif, disamping terdapat juga hubungan manusiawi yang
tidak efektif, berupa penolakan individu yang satu terhadap individu yang lain.
Kepemimpinan memerlukan bentuk hubungan manusia yang efektif bukan
hubungan manusiawi sebaliknya atau yang tidak efektif. Hubungan manusiawi
yang efektif tidak digunakan untuk mempersulit dan memperalat oranglain demi
kepentingan pribadi pemimpin. Mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif
bukan tujuan, tetapi merupakan alat dalam kepemimpinan sebagai proses.
Hubungan itu dipelihara, dikembangkan dan dibina.
B. Proses Pengambilan Keputusan
Kegiatan kelompok orang dalam bentuk kerjasama sebagai wujud hubungan
manusiawi yang efektif, untuk mencapai sesuatu tujuan, pada dasarnya merupakan
pelaksanaan keputusan-keputusan. Tujuan kelompok yang dirumuskan secara
jelas, tegas dan terinci, jika mungkin bersifat tertulis merupakan pedoman bagi
pemimpin dalam membuat keputusan dan kebijaksanaan. Dari sisi lain tujuan
itupun sebenarnya adalah keputusan yang sangat prinsipiil sifatnya, karena akan
mewarnai
seluruh
keputusan
lainnya
yang
akan
diwujudkan
menjadi
kegiatankegiatan kelompok organisasi.
Keputusan dari seorang pimpinan tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi
berlangsung sebagai sebuah proses. Dalam kenyataannya, proses itu mungkin
terjadi di dalam diri pemimpin sendiri, tetapi mungkin pula ditetapkan dengan
mengikutsertakan orang-orang yang dipimpin, atau beberapa orang lainnya yang
berkedudukan sebagai pembantu pemimpin.
C. Pengendalian dalam Kepemimpinan
Pemimpin melakukan pengendalian apabila berusaha menjalin hubungan
kerja sama dengan orang-orang yang dipimpinnya. Dalam kerjasama itu
pemimpin selalu mempunyai kesempatan untuk membimbing dan mengarahkan
kegiatan anggota kelompok/organisasinya, tanpa dirasakan sebagai suatu paksaan
atau penekanan. Usaha itu dapat dilakukan seiring dengan usaha mengembangkan
dan mendorong agar orang yang dimpimpin tidak saja menjadi orang yang
berprestasi, tetapi juga bertanggungjawab dan memiliki keinginan untuk maju.
Dengan demikian semua program kerja akan terwujud berkat bantuan orang-orang
yang dipimpin, karena setiap pemimpin tidak mungkin bekerja sendiri, dan tidak
mungkin bertindak dengan kekuasaannya untuk memerintahkan oranglain bekerja
semata-mata untuk dirinya.
III. KEPRIBADIAN PEMIMPIN
Pemimpin dengan sifat-sifat di dalam kepribadiannya harus menyesuaikan
diri dengan kepribadian anggota kelompok/organisasinya. Demikian pula
sebaliknya, penyesuaikan diperlukan karena tidak ada dua orang didunia ini yang
sama kepribadiannya, di dalam sebuah kelompok berkumpul atau terdapat
kepribadian sebanyak anggotanya. Kepribadian bersifat subjektif, karena
menyentuh diri manusia sebagai individu. Namun dalam kepemimpinan yang
dimaksud adalah perilaku dan sikap yang diperlihatkan pemimpin pada oranglain
dalam menghadapi segala sesuatu, terutama dalam berkomunikasi dalam dengan
orang-orang yang dipimpinnya.
A. Hubungan Kepribadian dengan Motivasi
Kepribadian yang dimiliki manusia terbentuk karena keterpaduan jiwa dan
tubuh. Kepribadian merupakan corak kejiwaan (psikis), yang dipengaruhi oleh
kondisi tubuh (jasmani) manusia. Hidup dan kehidupan manusia di muka bumi
pada dasarnya berisi kesibukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing, agar dapat hidup layak secara manusiawi.
Dalam hubungan ini bahkan tidur sekalipun merupakan kegiatan pemenuhan
kebutuhan. Dengan kata lain, setiap kegiatan berlangsung karena di dorong oleh
kehendak, keinginan, atau kemauan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
Kebutuhan merupakan pendorong atau motif terjadinya kegiatan. Sedang
kondisi
yang
menyebabkan
seseorang
menyadari
kebutuhannya
dan
mendorongnya melakukan suatu kegiatan disebut motivasi. Demikian pula dalam
kegiatan kepemimpinan, baik pemimpin maupun orang yang dipimpin masingmasing memiliki motivasi dalam berbuat sesuatu, yang mungkin berbeda atau
sama.
B. Aspek-Aspek Kepribadian Pemimpin
Kepribadian sebagai totalitas itu tampak berupa sikap dan perilaku, tidak
terkecuali pada pemimpin. Sehubungan dengan itu proses kepemimpinan akan
berlangsung efektif, bilamana kepribadian pemimpin aspek-aspek sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Mencintai kebenaran dan beriman pada Tuhan Yang Maha Esa
Dapat dipercaya dan mampu mempercayai oranglain.
Mampu bekerja sama dengan oranglain.
Ahli dibidanya dan berpandangan luas didasari oleh kecerdasan yang
e.
memadai.
Senang bergaul, ramah tamah, suka menolong, dan memberikan petunjuk
f.
serta terbuka pada kritik oranglain.
Memiliki semangat untuk maju, pengabdian dan kesetiaan yang tinggi, serta
g.
kreatif dan penuh inisiatif.
Bertanggungjawab dalam mengambil keputusan, konsekuen, berdisiplin dan
h.
bijaksana.
Aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani.
IV. FUNGSI DAN TIPE KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian kegiatan yang saling
berhubungan satu dengan yang lain, meskipun tidak mengikuti rangkaian yang
sistematis. Rangkaian itu berisi kegiatan menggerakkan, membimbing dan
mengarahkan serta mengawasi oranglain dalam berbuat sesuatu, baik secara
perorangan maupun bersama-sama. Kepemimpinan berarti juga proses pemberian
motivasi, agar oranglain secar ikhlas dan sungguh-sungguh mengerjakan sesuatu.
Dalam keadaan itu berarti berbagai motivasi lain yang tidak ada hubungannya
dengan kegiatan yang dimaksud pimpinan harus diperlemah.
A. Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai
dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan
situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi
itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial
kelompok/organisasinya.
Fungsi kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut :
1.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan
(direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada
2.
tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok
kelompok/organisasi,
yang
dijabarkan
dan
dimanifestasikan
melalui
keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dibedakan
lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
Fungsi Instruktif
Fungsi Konsultatif
Fungsi Partisipasi
Fungsi Delegasi
Fungsi Pengendalian
B. Tipe Kepemimpinan
Gaya Kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yang secara terinci dijabarkan
lagi menjadi delapan pola. Ketiga pola dasar dalam Gaya Kepemimpinan tersebut
adalah :
1.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara
2.
efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan
3.
kerjasama.
Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai
dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok/organisasi.
Ketiga pola dasar yang mencerminkan Gaya Kepemimpinan seperti tersebut
di atas, dalam proses kepemimpinan secara operasional tidaklah terpisah secara
deskrit.
V. KETERBATASAN PEMIMPIN
Pemimpin
yang
menginginkan
keberhasilan
dalam
mewujudkan
kepemimpinannya, harus menyadari bahwa dirinya dan orang yang dipimpinnya,
adalah manusia. Dari sisi lain, pemimpin harus berusaha membantu orang-orang
yang dipimpinnya, agar memiliki kemampuan mengatasi kekurangan dan
kelemahannya masing-masing. Anggota organisasi tidak dibolehkan tenggelam
dalam kekurangan atau kelemahannya, karena dapat mengakibatkan partisipasi
dan produktivitasnya tidak berlangsung secara maksimal.
A. Keterbatasan Manusiawi
Setiap manusia memiliki kelemahan dan kekurangan yang melekat di dalam
hakekat penciptaannya. Tidak ada seorangpun manusia yang berkesempatan
menjadi pemimpin dapat melepaskan diri dari kelemahan yang bersifat universal
dan kodrati itu. kelemahan-kelemahan iu mengakibatkan keterbatasan dalam
merealisasikan kepemimpinannya. Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain :
a.
Keterbatasan Normatif/Spiritual
Manusia dalam kehidupannya di muka bumi merupakan makhluk yang
terbaik dibandingkan dengan makhluk lain yang mendiami bumi yang sama.
Kondisi itu menempatkan manusia menjadi makhluk yang mulia dengan harkat
kemanusiaan yang tinggi. Keterbatasan perilaku kepemimpinan berdasarkan
norma-norma yang bersifat spiritual, sangat tergantung pada agama yang dipeluk
seorang pemimpin. Dalam agama islam pemimpin duwajibkan bekerjasama
dengan anggotanya untuk berbuat amal kebaikan. Disamping itu, dilarang untuk
berbuat kekufuran dan keburukan, sehingga menjadi pembatas terhadap perilaku
kepemimpinannya. Dengan keimanan yang tinggi, maka pemimpin tidak
mengambil keputusan atau memerintahkan pelaksanaan keputusan pada
anggotanya, yang bersifat akan menghasilkan kegiatan yang tidak diridhai Tuhan
Yang Maha Esa.
b.
Keterbatasan Fisik
Semua manusia diviptakan dengan memiliki unsur tubuh yang bersifat
material. Unsur seperti itu juga benda-benda lainnya bersifat mengisi atau
memerlukan ruangan, karena memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi dengan
memiliki juga ukuran berat. Keterbatasan kepemimpinan karena unsur fisik ini
antara lain adalah :
1.
Pada masa muda perkembangan fisik menunjukkan peningkatan, sehingga
pada awal kedewasaan setiap orang memiliki energi fisik yang bersifat
2.
maksimal.
Fisik manusia dapat letih, sakit, memerlukan istirahat dan tidur cukup,
3.
4.
memerlukan makanan yang bersih dan bergizi.
Manusia diciptakan dengan fisik yang bervariasi.
Manusia yang mempunyai tubuh sebagai unsur material bersifat menempati
ruang dan waktu.
c.
Keterbatasan Psikis
Manusia diciptakan secara istimewa sehingga menjadi makhluk yang terbaik
di muka bumi. Keistimewaan itu antara lain terdapat dalam penciptaan rih yang
memiliki banyak energi dan potensi, berbeda dengan yang dimiliki jenis makhluk
lain yang mendiami bumi yang sama. Namun tidak dapat disangkal bahwa
energi/potensi psikis tersebut, hanya akan berfungsi secara manusiawi dalam
kesatuannya dengan tubuh atau jasmani.
Para pemimpin harus menyadari bahwa energi dan kemampuan psikis yang
luar biasa itu bukan sesuatu yang tidak memiliki kelemahan dan kekurangan. Dari
satu sisi kekurangan dan kelemahan organ tubuh tertentu. Berdasarkan
keterbatasan kemampuan psikis ini, seorang pemimpin harus menyadari bahwa
keputusan atau perintahnya tidak selamanya pasti benar. Keputusan atau perintahperintahnya itu mungkin seluruhnya atau sebagian diantaranya keliru, tidak jelas
atau terlalu rumit sehingga sulit dilaksanakan. Oleh karena itu pemimpin tidak
boleh tergesa-gesa menyalahkan atau menimpakan kesalahan pada pelaksanaan
keputusan atau perintahnya.
B. Keterbatasan Administratif
Setiap pemimpin menjalankan kepemimpinannya di lingkungan suatu
kelompok/organisasi, meskipun jumlah anggotanya sedikit. Keterbatasan ini
bersumber dari dalam kelompok/organisasi sebagai wadah kerjasama untuk
mewujudkan kepentingan bersama yang disebut tujuan organisasi. Beberapa
keterbatasan administratif sebagai berikut :
a.
Keterbatasan karena misi dan posisi
Setiap pemimpin dibatasi oleh misi organisasinya, berupa kepentingan
bersama dari orang-orang yang berhimpun didalamnya, misi tersebut secara
definitif dirumuskan berapa tujuan organisasi. Misi setiap organisasi berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena perbedaan misi inilah, maka
didalam masyarakat terdapat berbagai jenis organisasi, meskipun diantaranya
mungkin perbedaannya sangat kecil dan tidak jelas.
VI. HAK-HAK ASASI MANUSIA DALAM KEPEMIMPINAN
Hak-hak
asasi
pada
dasarnya
berarti
kebebasan
individu
dalam
mengaktualisasi diri sebagai manusia. Dalam hubungannya dengan kehidupan
bermasyarakat kebebasan individu yang satu dibatasi oleh kebebasan individu
lainnya. Oleh karena itu, hak asasi pengertiannya berkembang menjadi kehendak
untuk dihormati dan diperlakukan secara manusiawi atau sesuai dengan harkat
individu sebagai manusia. Dengan kata lain, hak-hak asasi adalah kehendak untuk
dilindungi dan diperlakukan sesuai dengan harkat manusia, baik berdasarkan
norma-norma yang dibuat oleh manusia sendiri maupun sesuai dengan normanorma dari Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan agama yang dipeluk masingmasing individu. Harkat manusia itu menyangkut tiga aspek sebagai berikut :
A. Harkat Individu sebagai Pribadi
Manusia sebagai kesatuan tubuh dan jiwa merupakan suatu kebulatan yang
disebut individu. Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, karena masingmasing memiliki jati diri yang tidak sama. Setiap individu sebagai makhluk hidup
yang aktif secara terus-menerus melakukan aktualisasi, baik untuk menemukan
maupun mengembangkan identitas dirinya. Sehubungan dengan itu, terlihat
bahwa hak asasi manusia yang utama adalah hak hidup dan keselamatan diri.
Untuk itu manusia mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan diri secara
jasmaniah dari ancaman dan perilaku manusia lain yang akan mengakhiri
kehidupannya.
B. Harkat Manusia sebagai Makhluk Sosial
Kehidupan dalam bentuk kebersamaan merupakan kodrat manusiawi, dalam
arti manusia memang diciptakan sebagai makhluk yang saling membutuhkan, dan
harus saling tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan
masalah kehidupan masing-masing. Untuk itu manusia harus menjalin hubungan
antara satu dengan yang lainnya, yang hanya akan terwujud jika saling mengerti
dan saling menghormati. Dengan kata lain manusia hanya akan berhasil
mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis, dalam suasana saling
mengasihi dan saling menyayangi.
C. Harkat sebagai Makhluk Tuhan yang Maha Esa
Manusia berada di muka bumi
bukan karena kehendaknya sediri.
Kehidupannya merupakan karunisa Tuhan Yang Maha Esa, yang diberikan tanpa
kesempatan untuk memilih jenis kelaminnya, suku dan bangsanya, kedua
orangtuanya, tempat dan waktu kelahirannya, matinya, dan lain-lain. Manusia
patut untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang melekat pada dirinya dan
semua kondisi diluar dirinya, adalah milik Tuhan Yang Maha Esa yang
dipinjamkan sementara kepada manusia.
VII. PENINGKATAN KUALITAS KEPEMIMPINAN
Usaha meningkatkan kualitas kepemimpinan harus dilakukan secara terusmenerus, mengingat kondisi kehidupan masyarakat yang dinamis. Usaha itu harus
dimulai dari pengembangan kemampuan berpikirnya, agar berlangsung sebagai
proses yang efektif dalam membuat keputusan yang akan mengawali aktivitas
kepemimpinan dalam menggerakkan orang-orang yang dipimpin. Diperlukan juga
usaha meningkatkan komunikasi kepada keputusan dan kebijaksanaan.
A. Berpikir Efektif dalam Menetapkan Keputusan
Berpikir merupakan potensi psikis yang sangat istimewa, yang kualitasnya
pada manusia jauh melampaui kemampuan berpikir yang diberikan Tuhan Yang
Maha Esa pada hewan, sebagai makhluk Ciptaan-Nya yang sama-sama menjadi
penghuni bumi. Seorang pemimpin harus mampu menampilkan kualitas berpikir
yang tinggi, sebagai gambaran bahwa proses berlangsung kritis, logis, rasional,
kreatif, dan produktif. Proses berpikir yang berlangsung didalam diri seseorang,
dapat dibedakan sebagai berikut :
1.
Berpikir yang bersifat intra-personal, yakni yang berlangsung di dalam
2.
psikis/otak seseorang, yang bersangkutan dengan atau untuk dirinya sendiri.
Berpikir yang bersifat inter-personal, yakni yang berlangsung di dalam
psikis/otak seseorang, yang berhubungan dengan dan berakibat sesuatu pada
oranglain.
B. Mengkomunikasikan Hasil Berpikir
Hasil berpikir seseorang yang cemerlang tidak akan ada artinya jika tidak
dinyatakan dan dikomunikasin. Hasil berpikir yang ada dalam pikiran tidak
pernah diketahui oleh oranglain secara lisan atau tertulis atau dalam bentuk
tindakan. Demikian juga bagi seorang pemimpin, hasil berpikirnya tidak akan
berfungsi
dalam
menggerakkan
anggota
organisasinya,
jika
tidak
dikomunikasikan secara efektif. Pemimpin tidak cukup hanya memiliki
kemampuan
membuat
mengkomunikasikan
komitmen
hasil
didalam
berpikir
proses
secara
lisan
berpikirnya.
berarti
Usaha
kemampuan
menyampaikan pesan berupa pendapat, kritik, gagasan dan lain-lain kepada
oranglain.
C. Meningkatkan Partisipasi dalam Pemecahan Masalah
Kemampuan mewujudkan dan membina kerja sama itu pada dasarnya berarti
mampu mendorong dan memamfaatkan partisipasi anggota organisasi secara
efektif dan efisien. Partisipasi itu dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan, yang
seluruhnya dapat disebut sebagai partisipasi dalam memecahkan masalah.
Kemampuan mewujudkan dan membina partisipasi dalam memecahkan masalah
itu akan bermuara pada perkembangan rasa tanggungjawab dalam melaksanakan
setiap tugas secara operasional. Kondisi seperti itu dapat terjadi karena pemecahan
masalah karena berarti menghasilkan keputusan dan perintah, yang harus
diwujudkan menjadi kegiatan organisasi.
D. Menggali dan Meningkatkan Kreatifitas
Setiap pemimpin yang menyadari pentingnya menggali dan memafaatkan
kreativitas anggota organisasi, juga akan selalu berusaha meningkatkan
kemampuan tersebut. Pemimpin secara terus-menerus berusaha memberikan
motivasi agar anggota organisasi menjadi potensi yang kreatif dan berani
menyampaikannya. Untuk memberikan motivasi itu, pemimpin dapat menempuh
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Menciptakan dan mengembangkan suasan atau iklim organisasi yang
merangsang kreatifitas. Usaha ini harus dimulai dari sikap keterbukaan yang
terlihat
pada
kesediaan
mendengar,
menanggapi,
menghargai
dan
mempertimbangkan setiap kreatifitas dari anggota organisasinya. Usaha ini
bahkan dapat dikembangkan dengan memberikan intensif, baik dalam bentuk
2.
material maupun non-material.
Menciptakan dan mengembangkan kerjasama yang dapat menumbuhkan
perasaan ikut bertanggungjawab dalam mewujudkan usaha mengembangkan
dan memajukan organisasi.
3.
Merumuskan tujuan yang menyentuh kepentingan bersama, diiringi dengan
usaha memasyarakatkan dilingkungan anggota organisasi. Usaha itu
dilakukan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran bahwa
pencapaian tujuan merupakan kepentingan setiap anggota, yang akan lebih
mudah dan cepat terwujud apabila anggota kreatif dalam menciptakan dan
melaksanakan kegiatan masing-masing.
VIII.
MENGENDALIKAN KONFLIK DALAM KEPEMIMPINAN
Seorang pemimpin adalah manusia. Orang-orang yang dipimpin juga
manusia. Manusia yang berbeda-beda itu mewujudkan kebersamaan dalam wadah
yang disebut organisasi. Kepribadiannya tidak sama satu dengan yang lain,
kepentingannya pun berbeda-beda. Di dalam kebersamaan itu pribadi yang satu
harus menyesuaikan diri dengan pribadi yang lain. Untuk itu kepentingannya
harus dikurangi dan ditekan, karena harus menghormati kepentingan orang lain.
Dengan ketidaksamaan itu banyak ditemui individu yang senang memaksakan
kehendak atau kepentingannya, dengan tidak menghiraukan dan bahkan
menantang kepentingan individu yang lain. Persaingan menjadi runcing dan
terjadilah konflik antar individu dalam suatu organisasi.
A. Pengertian Ketegangan dan Konflik
Ketegangan dan konflik adalah kondisi batin, yang tidak mudah merumuskan
pengertiannya, meskipun setiap orang mudah sekali mengalaminya. Kondisi batin
yang menyentuh aspek perasaan itu berpengaruh pada proses berpikir, dalam
bentuk memperturutkan atau mengingkari kondisi yang dialaminya itu. kondisi
ketengangan pada dasarnya merupakan batin yang berisi unsur-unsur perasaan
terancam, tidak menyenangkan, rasa tidak puas, bingung, tidak berdaya, dan lainlain.
Dilihat dari segi organisasi dan kepemimpinan ada tiga kondisi psikologis
yang mendasari terjadinya ketegangan. Ketiga kondisi psikologis itu adalah :
1.
Manusia menyenangi kehidupan yang seimbang, yang dirasakan memberikan
ketenangan, ketentraman dan rasa aman. Manusia memiliki kecendrungan
yang tinggi untuk mempertahankan keseimbangan dalam hidupnya, tidak
terkecuali
dalam
kehidupan
organisasi.
Tekanan
yang
menganggu
keseimbangan itu akan menimbulkan keresahan dan dapat mengarah pada
2.
terjadinya ketegangan.
Dalam mengaktualisasi dan merealisasikan diri, setiap manusia mengejar
peningkatan. Setiap anggota organisasi selalu berusaha untuk ikut peran
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasinya. Peran itu diharapkan
akan berkembang terus menjadi lebih besar dan lebih penting, dari waktu ke
waktu. Dalam keadaan peluang tersebut tampaknya tertutup oleh berbagai
sebab, maka akan timbul keresahan dan kegelisahan yang mengarah pada
3.
ketegangan dan konflik.
Kecendrungan terjadinya pengurangan status yang dihargai dan dibanggakan.
Hal itu akan menyebabkan munculnya dan berkembang perasaan resah,
gelisah, dan terancam, yang mengarah pada ketegangan dan bahkan konflik
dan frustasi.
B. Bentuk-Bentuk Ketegangan Batin
Pemimpin dan orang yang dipimpin sebagaimana telah berulang kali telah
dikatakan adalah manusia, yang tidak dapat melepaskan diri dari kemanusiannya.
Ketegangan merupakan bagian dari kondisi hidup yang bersifat manusiawi.
Dengan demikian berarti juga mengalami ketegangan adalah sesuatu yang wajar,
selama tidak menjadi gangguan psikis yang ekstrim dan merugikan. Dengan
bantuan pimpinan mengatasi ketegangan yang dialami anggota organisasi, dapat
diharapkan peran dan sertanya dalam usaha mengembangkan dan memajukan
organisasi dapat dilaksanakan secara baik.
Bentuk-bentuk ketegangan yang perlu dikenali itu adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kegelisahan
Kecemasan
Perasaan bersalah
Konflik
Perasaan takut
Stres
Frustasi
C. Konflik dan Pertikaian
Perasaan tegang anggota kelompok dapat disebabkan oleh oranglain,
sehingga dapat menjadi sebab terjadinya konflik dan pertikaian dengan oranglain.
Oleh karena itu setiap anggota kelompok perlu mengendalikan diri, karena dalam
interaksinya dengan anggota lain mungkin saja akan mengalami rasa gelisah,
takut, frustasi dan lain-lain. Sebaliknya jga harus mampu mengendalikan diri
karena jika berada dalam keadaan tegang, sangat mudah memberikan reaksi yang
tidak menyenangkan anggota yang lain.
Di lingkungan suatu organisasi dalam menyelesaikan konflik dan pertikaian
seperti disebutkan di atas pada umumnya ditempuh empat cara, keempat cara
tersebut adalah :
1.
2.
3.
4.
Paksaan
Kekuasaan
Acuh dan dibiarkan
Ditindak dan disisihkan
Sumber : Hadari Nawawi dan Martini Hadari. 1995. Kepemimpinan yang Efektif.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.