Peran Global Governance dalam Mengatasi

“ Peran Global Governance dalam Mengatasi Isu “TERORISME”
Studi Kasus ISIS di Irak dan Suriah
Ahmad Baidawi
( baidawi_684@yahoo.com )
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract
This paper was held to find and explain about The Global Governance Role in
addressing the issue of "TERRORISM" Case Study of ISIS in Iraq and Syria.
To Analyze and explain that. first, writer want to explain what is the Global
Governance and when Global Governance has entered intellectual debates in
the International relations. Second,writer want to explain the efforts has been
conducted by global governance on ISIS. Third, Writer want to explain the
History of the appearance of ISIS and Activities of them. Fourth,Writer want
to explain the Actors of Global Governance (NGOs and IGOs) and than
Actors behind of ISIS. The finding of this research show that there are many
Actors behind global governance in addressing the issue of "TERRORISM"
Case Study of ISIS in Iraq and Syria and many actors behind of ISIS and the
last this research show us how the All state In UN occupation to Solve this
issue.

Key Words: Global Governance, Terrorism, ISIS, NGOs, IGOs.
Pendahuluan
*) Ahmad Baidawi adalah Mahasiswa Magister Pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas
Magister Ilmu Politik dan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Perdebatan intelektual tentang konsep Global Governance berkembang dalam studi
hubungan internasional pada awal tahun 1990an (Thomas Weiss: 2000). Melalui
Governance without Government (1992), Rosenau dan Czempiel berhasil menarik
perhatian para ilmuan hubungan internasional terhadap konsep tersebut.
Istilah ‘global governance’ sebenarnya masih memiliki definisi yang belum jelas
termasuk mengenai scope meskipun istilah ini sudah banyak digunakan di kalangan
akademik dan studi kebijakan. Rujukannya adalah terhadap lembaga internasional resmi,
norma-norma dan ide-ide internasional, bisnis internasional, dan juga kejahatan
internasional. Dapat dikatakan bahwa terminologi ini mencakup segala hal. Pendefinisian
global governance diletakkan pada konsepsi yang luas sebagai konsep yang dapat dipahami
dalam konteks negara-bangsa berupa: ‘global governance adalah pemerintahan tanpa
adanya hak kewenangan atas kedaulatan yang hubungannya melewati batas-batas nasional.
Jadi, global governance seolah-olah dipahami sebagai bentuk fungsi-fungsi internasional
atas apa yang dikerjakan negara-negara secara nasional.
Global governance adalah kata-kata ambigu yang sulit dimengerti arti dan

bagaimana bentuknya. Ambiguitas di sini tidak hanya berkaitan dengan apa itu “global”
tetapi juga berkaitan dengan arti dari “governance” (Finkelstein, 1995:367). Dalam hal ini
berbagai perhatian terhadap global governance mencerminkan perubahan besar yang terjadi
dalam hubungan antara negara-negara di dunia yang dinamis dan bagaimana kita
memahami kedinamisan tersebut. Sejak sistem internasional memperkenalkan hierarki dan
pemerintah, sejak itu lah kata-kata governance mulai digunakan. Rosenau (dalam
Finkelstein, 1995:368) menggunakan global governance untuk menggambarkan sistem

aturan pada semua tingkatan aktivitas manusia, di mana pencapaian tujuan dilakukan
melalui kontrol yang juga memiliki dampak lintas batas negara. Aturan diartikan sebagai
kontrol, di mana pengendali atau kontroler akan berusaha untuk mengubah perilaku aktoraktor lainnya. Jadi global governance adalah aktivitas yang disengaja untuk mengontrol
atau mempengaruhi seseorang baik pada arena yang diduduki oleh negara-negara ataupun
yang terjadi pada tingkatan lain, di mana proyek itu berpengaruh. Rosenau (dalam
Dingwerth and Pattberg, 2006:190) juga mengatakan bahwa global governance tidak hanya
meliputi organisasi atau institusi internasional saja, melainkan juga seluruh sistem mulai
dari ruang lingkup terkecil hingga pada organisasi internasional yang melakukan aktivitas
manusia untuk pencapaian hasil di lingkup transnasional.
Hal ini juga dapat dipahami sebagai fenomena, namun konsep lingkupnya harus
lebih diperluas jika kita belajar memahami hubungan internasional dalam perubahan
keadaan yang terpakai pada abad ke-21. Lawrence S. Finkelstein (1995:368) mengatakan

bahwa global governance menampakkan hampir keseluruhannya dan kita mengatakannya
governance karena kita benar-benar tidak tahu harus menamainya apa. Untuk
memahaminya sendiri kita harus benar-benar menyadari adanya perluasan aktor, isu dan
aktivitas di segala penjuru duinia. Oleh karena itu untuk memulainya, Finkelstein
(1995:368) mendefinisikan governance sebagai aktivitas dan apabila kita ingin
menginstitusionalisasikannya maka aktornya adalah governance organizations. Karns dan
Mingst (2004:4) juga menyebutkan bahwa global governance adalah keseluruhan aktivitas
yang berhubungan dengan pemerintahan meliputi aturan-aturan dan mekanisme dalam
dunia kontemporer.

Dengan

mendefiniskan

governance

sebagai

aktivitas


maka

kita

akan

mengidentifikasi proses dari mempengaruhi pengambilan keputusan dan aksi yang
membentuk mereka, termasuk di dalamnya adalah kekuatan, diplomasi dan politik antar
negara, aliansi dan koalisi negara, kelompok penekan internasional dari aktor NGO, juga
individu yang memiliki kekuatan mempengaruhi lewat ide-idenya, serta prosedur dan
metode institusi yang menentukan keberhasilan mereka (Finkelstein, 1995:369). Jadi aturan
adalah objek utama dalam governance, sebagai pemerintah, menjadi yang terpenting untuk
dilakukan. Oleh karena itu global governance tidak hanya berfokus pada keputusannya
tetapi juga pada konsekuensinya.
Global governance menjadi penting karena dijadikan sebagai arena yang
memfasilitasi kerjasama lintas batas negara untuk mencapai kepentingan-kepentingan yang
ada di antara para aktor yang menjalankannya (Karns & Mingst, 2004:4). Oleh karena itu di
dalam global governance negara bukan lagi aktor utama. Kahler (2003:15) menuliskan
bahwa globalisasi telah mengakibatkan adanya redefinisi global governance, di mana
kepala dari governance itu sendiri ada dalam NGO dan korporasi multinasional yang

memiliki peran besar untuk menyetir politik dan ekonomi dalam globalisasi. Globalisasi
telah menambahkan aktor dan isu baru dalam agenda global sehingga dalam beberapa kasus
governance structure sengaja dirancang untuk menangani isu-isu dan tujuan tertentu. Dalam
proses mencapai tujuan inilah dibutuhkan aturan yang rigid di dalamnya untuk digunakan
sebagai acuan dasar berperilaku sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat.
Berkurangnya dominasi negara telah memunculkan pertanyaan terhadap peran
sentral negara dalam mempertahankan kewarganegaraannya warganya. Masalah sosial dan

lingkungan yang diangkat dalam isu-isu global semakin membuka kemungkinan
masyarakat sipil memproduksi dan mereproduksi kewarganegaraan yang selama ini berada
dalam batas negara menuju tingkat global seperti pada Uni Eropa (Muetzelfeldt & Smith,
2002:56).
What Is Global Governance?
Seperti yang ditulis oleh Lawrence finkelstein (1995:365), “ We say ‘Governance’
because we don’t really know what to call what is going on”. Dalam pengertian yang lain
Global Governance menurut (Karns, Margaret P. and Mingst, Karen A. 2004.) meliputi :
Manage Common Affairs, Akomodasi Konflik, Cooperative action, Formal/Informal. Dapat
disimpulkan bahwa global governance diartikan sebagai keseluruhan sistem aturan dan
mekanisme dalam aktivitas manusia yang bertujuan untuk mencapai hasil di luar lintas
batas negara. Global governance menjadi penting karena dijadikan sebagai arena yang

memfasilitasi kerjasama lintas batas negara dan dengan adanya global citizenship sangat
mendukung kekuatan global governance. Penulis sangat setuju dengan argumen-argumen di
atas dan berkaitan dengan kosmpolitanisme penulis berpendapat bahwa adanya global
citizenship akan memperluas penyebaran dan memperkuat kosmopolitanisme. Dengan
adanya kosmopolitanisme yang kuat maka interaksi aktor-aktor dalam global governance
akan semakin kuat. Hal ini telah dibuktikan oleh Uni Eropa dengan integrasi
masyarakatnya yang cukup baik telah menyebabkan banyaknya pengakuan sebagai Europe
citizen sehingga membuat Uni Eropa semakin maju.

Terjadinya penyerangan teroris terhadap gedung WTC di Amerika Serikat pada 11
September 2001 telah melahirkan berbagai macam oraganisasi radikal dan fundamental
yang mengatasnamakan agama seperti, Al-Qaeda, Boko Haram, dan ISIS. Hal itu tentunya
membuat dunia internasional menjadi lebih waspada terhadap ancaman yang menerpa
negaranya baik internal maupun eksternal. Bukan hanya khawatir atas ancaman terorisme
tetapi ada juga permasalahan-permasalahan lain seperti permasalahan penyakit menular,
senjata pemusnah massal, ancaman disintegrasi, perubahan iklim lingkungan hingga ke
permasalahan korupsi dan kemiskinan. Kenyataan ini membuat negara-negara menyadari
bahwa suatu negara tidak bisa lagi mengatasi segala persoalan yang ada secara mandiri,
sehingga diperlukan apa yang disebut sebagai global governance.
Pembahasan

Istilah terorisme berasal dari bahasa latin terrere, yang artinya “untuk menakuti”.
Secara epistimologi Teroris adalah paham yang berpendapat bahwa pengunan cara-cara
kekerasan dan menimbulkan ketakutan adalah cara yang sah untuk mencapai tujuan
(Muchtar Ali:2003:59). Dengan demikian menurut Nasir Abas, bahwa teror merupakan
reaksi jahat yang dipandang “lebih jahat” oleh pelaku, sehinga bukan merupakan kejahatan
yang berdir sendir (interactionism) dan dapat dikelompokan kedalam kejahatan balas
dendam hate crimes (Nasir Abas: 2012:1-2).
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku
yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan
angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serangan-

serangan teroris yang dilakukan tidak berprikemanusian dan tidak memilki justifkasi, dan
oleh karena itu para pelakunya (teroris) layak mendapat pembalasan yang kejam. Akibat
makna-makna negative yang dikandung oleh perkatan “teroris” dan “terorisme”, para
teroris umumnya menyebut dir mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan
perang salib, miltant, mujahidin, dan lain-lain. Adapun makna sebenarnya dari jihad,
mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil yang tidak
terlibat dalam perang. Terorisme sendir sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukan bahwa serangan terorisme
merupakan ancaman yang sangat serius terhadap individu, masyarakat, Negara, dan

masyarakat internasional. Terorisme bukanlah kejahatan biasa melainkan merupakan
kejahatan luar biasa bahkan digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusian
Terorisme mempunyai jaringan yang luas dan merupakan ancaman terhadap perdamaian
dan keamanan nasional serta merugikan kesejahteran masyarakat, sehinga perlu dilakukan
pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehinga hak asasi manusia dapat
dilndungi dan dijunjung tingi.
Awalnya terorisme dikategorikan sebagai kejahatan terhadap negara (Crime Against
State) tapi lambat laun berkembang menjadi kejahatan terhadap kemanusian (Crime
Against Humanity). Terorisme memilki berbagai karakteristik, salah satu karakteristik
terorisme adalah semangat radikalisme agama. Kelompok-kelompok radikalis agamapun
ditengarai mengunakan metode teror untuk mencapai kepentinganya. Kekerasan politk
dalam bentuk teror seringkali dijadikan alat untuk mencapai tujuan. Kelompok jihad Islam
di Mesir, jihad Islam di Yaman National Isamic Front di Sudan, Al-Qaeda yang berbasis di

Afganistan, Jamah Islamiyah yang berbasis di Malaysia atau kelompok-kelompok radikal
Yahudi seperti Haredi, Bush Emunim, Kach Kaheni di Israel, ISIS di Irak-Suriah, dan Boko
Haram di Nigeria. ini adalah sekedar contoh elemen-elemen dengan spirt radikalisme
agama yang cenderung mengedepankan kekerasan dan terror (Lukman Hakim:2004:19).
Apa Itu ISIS ??
ISIS ( Islamic State of Iraq and Syria ) dalam bahasa arab disebut (al-daulah alislamiyah fii al-iraq wa al-sham) adalah salah satu organisasi militant jihad yang tidak

diakui oleh Irak dan Suriah. Organisasi ini diproklamasikan pada tanggal 9 April 2013
dibawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Bagdhadi dengan tujuan mendirikan kekhilafahan
islam di Negara syam. ISIS dikenal karena memiliki interpretasi atau tafsir yang keras pada
islam dan melakukan kekerasan brutal seperti bom bunuh diri, memenggal kepala warga
Amerika dan merampok bank. Target serangan ISIS diarahkan terutama terhadap muslim
syiah dan Kristen. Selama pemberontakan yang dilakukan oleh ISIS di Iraq dan Suriah
telah menewaskan ribuan orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih
dari 2.400 warga Irak yang mayoritas warga sipil tewas sepanjang Juni 2014 (BBC:2014).
Selain itu lebih dari 30.000 warga sipil di timur kota Suriah harus mengungsi.
Ideologi dan Kepercayaan ISIS adalah Ideologi Fundamental dan Radikal kelompok
ini banyak dari kalangan Ulama mengatakan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
Kelompok Garis keras lainnya Seperti Al-Qaeda dan Boko Haram. Kelompok ini selain
menyalahgunakan konsep jihad juga anti-Barat yang menurut mereka sebagai musuh tuhan
dan Kafir, maka dari itu wajib bagi mereka untuk memeranginya. Ideologi ISIS berasal dari

cabang islam modern yang bertujuan untuk kembali kemasa-masa awal islam, menolak
inovasi dalam agama yang mereka percaya telah korup dari semangat aslinya.
ISIS saat ini dianggap sebagai salah satu organisasi yang berbahaya ketimbang
organisasi teroris lainnya seperti Al-Qaeda dan lainnya karena mempunyai ribuan personel
pasukan peran, yang siap mendeklarasikan perang terhadap mereka yang dianggap

bertentangan atau menentang berdirinya Negara islam. Mereka menjadi kekuatan politik
baru yang siap melancarkan serangan yang jauh lebih brutal daripada al-qaedah. ISIS juga
siap melancarkan perlawanan sengit terhadap Rezim yang berkuasa yang mereka anggap
otoriter dan tidak mampu mengemban misi terbentuknya negara islam.
Tujuan ISIS adalah membentuk Negara islam yang murni seperti pada zaman
rasulluallah (Wartawan Sarah Birke). Pada tanggal 4 Juli 2014, Persatuan Ulama Muslim
Se-Dunia (IUMS), yang dipimpin oleh syeikh Yusuf Qardhawi, mengeluarkan pernyataan
bahwa deklarasi khilafah yang dilakukan oleh ISIS di Irak dan Suriah tidak Sah secara
Syariah Islam. Selain terkenal dengan organisasi yang Brutal, ISIS juga memiliki Keuangan
yang sangat banyak. Dalam daftar organisasi terkaya yang pernah dirilis oleh BBC, ISIS
berada pada peringkat pertama organisasi terkaya. Adapun pemasukan keuangan ISIS
berasal dari relawan dan Kilang minyak yang mereka kuasai di Irak dan Suriah, menurut
RAND corporation pada tahun 2014, sumbangan dari relawan sebanyak 10% selain itu
20% didapatkan dari Perampokan dan pemerasan. Pada pertengahan 2014, intelijen Irak
mengorek informasi dari operasi ISIS yang mengungkapkan bahwa organisasi ISIS
memiliki aset senilai US $ 2 Miliar.

ISIS juga bisa bertahan sampai saat ini, tidak terlepas dari peralatan canggih yang
mereka miliki seperti, Rudal Stinger, M198 Howitzer, Senjata DHSK, senjata anti-pesawat
tembak, Rudal Scud, selain itu ISIS juga memiliki beberapa pesawat dan helikopter yang

mereka dapati dari pembajakan ketika menaklukkan kota mosul, seperti helikopter
Blackhawk UH-60 dan pesawat kargo (Peter Beaumont dari The Guardian), dan bahan
Nuklir serta beberapa kendaraan tempur seperti Tank Militer dan Kendaraan Mobil yang
digunakan untuk berperang melawan Barat dan sekutunya.
Aktor-Aktor dari Global Governance
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) merupakan organisasi sukarela yang dibentuk
oleh

kalangan

swasta

yang

anggota-anggotanya

adalah

individu-individu

atau

perhimpunan-perhimpunan yang bergabung untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Karns,
2004:10). Sebagian besar LSM bersifat non-profit, namun ada juga yang bertujuan untuk
memperoleh keuntungan finansial. Pada saat ini, ruang lingkup LSM meliputi semua
tingkat kemasyarakatan dan kepemerintahan, mulai dari komunitas lokal atau komunitas
akar rumput hingga tingkat politik nasional dan internasional. Keanggotaan dan fungsifungsi LSM internasional sama halnya dengan keanggotaan dan fungsi-fungsi organisasi
internasional (IGOs).
Menurut Yearbook of International Organizations, terdapat lebih dari 6.500 LSM
yang memiliki keanggotaan dan wilayah operasi di sejumlah negara. Misalnya, Palang
Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah, Oxfam, CARE, Dokter Lintas Batas, WWF,
Transparansi Internasional, Human Rights Watch, Amnesti Internasional, dan Save the

Children.Peran INGO dalam mengatasi Isu Terorisme seperti ISIS di Irak dan Suriah
sangatlah besar seperti Palang merah internasional yang selalu siap membantu dalam
menyediakan tempat bagi korban sipil dari perperangan antara kelompok ISIS dan Militer
pemerintah
LSM dan organisasi internasional (IGOs) memiliki kesamaan dalam hal fungsi
kepemerintahan, yakni: membuat dan menggerakkan jaringan global, memperoleh
informasi pada kondisi-kondisi lokal, dan melakukan tekanan di dalam suatu negara dan
tekanan transnasional. Dengan demikian, informasi dan keahlian teknis dalam berbagai
persoalan internasional dapat diperoleh. Selama tahun 1970-an para aktivis LSM
internasional mendorong masyarakat dunia untuk “berpikir global dan bertindak lokal”.
Para aktivis yang berasal dari Utara dan Selatan bergabung untuk melobi pemerintahpemerintah dan lembaga-lembaga internasional untuk memberikan prioritas yang lebih
besar terhadap kaum miskin dan kaum terpinggirkan di dunia.
NGOs mampu memiliki pengaruh positif terhadap lembaga-lembaga formal dunia,
misalnya Bank Dunia. Sebagai respon akan usaha persuasif yang bertentangan dengan
kebijakannya sendiri, Bank Dunia mulai menggapai keluar atas kritik-kritik NGOs yang
semakin memiliki peran yang besar dalam proyek-proyek yang didanai dari Bank Dunia
tersebut. Perubahan dalam kinerja Bank Dunia lainnya termasuk dalam penunjukan petugas
penghubung NGOs di sebagian besar kantor-kantor Bank Dunia dan adanya pengakuan
yang lebih atas kepentingan dan masukan dari NGOs untuk meningkatkan kinerja Bank
Dunia. NGOs juga menjaga supaya Bank Dunia tetap pada pertanggungjawabannya atas
prosedur-prosedur dan kebijakan-kebijakannya sendiri. Contohnya, saran dari NGOs

kepada Bank Dunia untuk membatalkan keputusan membiayai proyek pembangkit tenaga
listrik di Nepal.
NGOs telah memberikan tekanan bagi semua badan-badan PBB dan pemerintah
negara-negara untuk menindaklanjuti tujuan-tujuan dan komitmen-komitmen dari
konferensi-konferensi global. Terhadap Protokol Kyoto, NGOs telah mendorong adanya
kesepakatan yang akan menghasilkan dampak penting bagi emisi gas rumah kaca global
ketimbang mendukung pendapat-pendapat yang menekankan perlunya perubahan
penggunaan produk-produk kosmetika. Pada pertemuan Kyoto NGOs telah mendesak
pemerintah-pemerintah negara-negara dan badan-badan multilateral untuk menghasilkan
suatu deklarasi yang membentuk dasar-dasar bagi NGOs untuk terus melakukan persuasi
dan advokasi atas perubahan iklim.
Rejim Internasional
Menurut Stephen D. Krasner, rejim internasional didefinisikan sebagai prinsipprinsip, norma-norma, aturan-aturan dan prosedur-prosedur pengambilan keputusan di
mana harapan-harapan aktornya terpusat pada suatu bidang persoalan yang diberikan.
Pemindahan kekuasaan yang menghasilkan pemerintahan rejim dapat terjadi dalam
berbagai bentuk dan signifikansinya dapat beragam pada berbagai tingkat. Tipe rejim
internasional terdiri dari empat tipe yaitu:
1. Norma-norma internasional otoritatif, yaitu yang mewajibkan standar-standar
internasional yang diterima secara umum oleh negara-negaranya.
2. Standar internasional dengan pengecualian yang ditentukan sendiri oleh negara itu
untuk tidak ikut ambil bagian dalam suatu perjanjian tertentu.

3. Garis pedoman internasional yaitu standar internasional yang tidak terikat walaupun
secara luas dipercayakan kepada negara. Garis pedoman yang dimaksud
jangkauannya mulai dari aturan-aturan yang kuat, eksplisit, dan rinci untuk
mengaburkan aspirasi-aspirasi kolektif.
4. Standar nasional yang ditandai dengan ketiadaan norma-norma internasional yang
substantif.
Konsep rejim internasional ini dimaksudkan untuk dapat memahami kepemerintahan
yang menyangkut isu-isu seperti pengembangan senjata nuklir, perburuan ikan paus, polusi
udara lintas batas Eropa, bantuan bahan pangan, perdagangan, telekomunikasi, dan
transportasi di mana prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan, dan prosedur pembuatan
keputusan saling berhubungan satu dengan yang lain. Karakteristik utama dari rejim
internasional adalah hubungannya dengan bidang isu tertentu dan hubungan di antara
unsur-unsur utamanya (Karns, 2004:12).
Beberapa Kecaman dari Aktor INGO dan IGO Terhadap ISIS
Paus Fransiskus turut bersuara soal konflik terkait Negara Islam Irak dan Suriah
(ISIS), dalam perjalanan pulang ke Vatikan sesudah lima hari kunjungan di Semenanjung
Korea. Dia mengkritik intervensi berlebihan militer Amerika atas masalah ini. Daripada
Amerika mengirimkan pasukan tempur dan memerangi ISIS, Paus berpendapat intervensi
untuk menghentikan gerakan ISIS tersebut dilakukan di bawah komando PBB. Dia pun
mengatakan siap berkunjung ke Irak untuk membantu orang-orang yang terancam di sana.
Paus pun meminta PBB melakukan semua upaya untuk menghentikan segala bentuk
kekerasan, termasuk di Irak. Namun, sebelumnya Duta Besar Vatikan untuk PBB, Silvano

Tomasi, menyatakan dukungan yang langka terhadap aksi militer Amerika Serikat di Irak.
Kebijakan kepausan selama ini adalah mendorong penyelesaian konflik secara damai.
"Aksi militer (kali ini) mungkin diperlukan," ujar Tomasi. (Kompas, Opini: 24-08-2014).
Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bereaksi keras atas pemenggalan
wartawan Amerika Serikat, James Foley, sebagaimana video yang diunggah oleh anggota Negara
Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada Selasa (19/8/2014). Perancis berkeinginan anggota Dewan
Keamanan PBB dan negara di kawasan Timur Tengah berkoordinasi menyikapi ISIS. Presiden
Perancis, Francois Hollande, menyerukan dimulainya konferensi internasional untuk membahas
cara mengatasi ISIS. Menteri Luar Negeri Irak Hoshiyar Zebari mendesak kalangan internasional
mendukung negaranya melawan ISIS. Adapun Jerman dan Italia mengatakan siap mengirim senjata
untuk memperkuat militer Irak melawan ISIS. Jerman bersedia mengirimkan senjata ke daerah
konflik tersebut, dan hal itu merupakan kejadian pertama setelah Perang Dunia II. Selama ini
Jerman cenderung menghindari keterlibatan langsung dalam konflik militer setelah Perang Dunia II.

Selain Negara-Negara Eropa, Negara-Negara Timur Tengah Juga ikut mengejam
atas kekejaman yang dilakukan oleh ISIS terhadap warga sipil yang menjadi korban perang,
adapun bentuk ancaman yang dilakukan oleh Negara-negara timur tengah seperti Menjaga
wilayah perbatasan dengan Militer yang banyak, selain itu juga Negara-negara timur tengah
bekerjasama dengan Negara-negara eropa dalam penyerangan terhadap ISIS. Selain itu juga
Beberapa Negara Asean Mengutuk atak kekerasan yang dilakukan oleh ISIS seperti :
Indonesia, Jepang, Malaysya, China, Korea Selatan dll.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku:

Hardiman, F. Budi. 2003. Terorisme Dalam Perdebatan Global. Imparsial Koalisi untuk
Keselamatan Sipil. Jakarta.
James N. Rosenau and Ernst-Otto Czempiel, Governance Without Government: Order and
Change in World Politics (Cambridge: Cambridge University Press, 1992).
Karns, Margaret P. and Mingst, Karen A. 2004. International Organizations: the Politics
and Processes of Global Governance. London: Lynne Rienner.
Luqman Hakim, Terorisme Indonesia, Forum Studi Islam, Surakarta :Surakarta (FSIS),
204.
Thomas G. Weiss, “Governance, Good Governance and Global Governance: Conceptual
and Actual Challenges,” Third World Quarterly 21, no. 5 (2000): 795.
Jurnal:
Azyumardi Azra, Prof. DR, Islam Politk Radikal di Indonesia : Akar Ideologi Terorisme,
Makalah disampaikan pada Diskusi Kajian tentang Terorisme di Ditjenstrahan
Kemhan tangal 16 Januari 2012. 14-15.
Lawrence S. Finkelstein, “What Is Global Governance?” Global Governance 1, no. 3
(1995): 368.
Mulyana W. Kusumah, “Terorisme dalam Perspektif Politk dan Hukum,” Jurnal
Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no I, Desember :202. 2.
Nasir Abas, Kajian tentang Terorisme, Makalah disampaikan pada Diskusi Kajian tantang
Terorisme di Ditjenstarahan Kemhan tangal 16 Januari 2012. 1.
Website: Kompas, 2006, hal:5.